BAB II Tinjauan Pustaka
Tinjauan umum tentang asuransi
A. Pengertian Asuransi
Istilah asuransi atau pertanggungan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu dari kata “verzekering”. Di indonesia, para sarjana tidak ada keseragaman dalam pemakaian
istilah “pertanggungan”. Dalam uraian skripsi ini nanti tidak dibedakan istilah asuransi atau pertanggungan, keduannya digunakan secara bergantian.
Wirjono Prodjodikoro mengatakan bahwa : Asuransi atau dalam bahasa Belanda “Verzekering” berarti pertanggungan. dalam
suatu asuransi terlibat dua pihak, yaitu yang satu sanggup menanggung atau menjamin, bahwa pihak yang lain akan mendapatkan penggantian suatu kerugiaan,
yang mungkin akan ia derita sebagai akibat dari suatu peristiwa yang semula belum tentu akan terjadi atau semula belum dapat ditentukan akan saat terjadinya. Suatu
kontra prestasi dari pertanggungan ini, pihak yang ditanggung itu, diwajibkan membayar sejumlah uang kepada pihak yang menanggung. Apabila kemudian
ternyata peristiwa yang dimaksud itu tidak terjadi.
7
Sementara itu Muhammad Muslehuddin memberikan pengertian asuransi sebagai berikut:
7
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi di Indonesia, Intermasa, Jakarta, 1986, hal.1
Universitas Sumatera Utara
istilah asuransi menurut pengertian railnya, adalah iuran bersama untuk meringankan beban individu kalau-kalau beban tersebut menghancurkannya. Konsep
asuransi yang paling sederhana dan umum adalah suatu persediaan yang disiapkan oleh sekelompok orang yang bisa ditimpa kerugian, kerugian tersebut menimpa salah
seorang di antara mereka, maka beban kerugian tersebut akan disebarkan ke seluruh kelompok.
8
Defenisi perumusan otentik dari asuransi termuat dalam Pasal 246 KUHD, yang berbunyi sebagai berikut :
Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan dirinya kepada seorang tertanggung, dengan menerima
suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu
peristiwa yang tidak tentu. Meskipun dalam definisi tersebut di atas, seolah-olah hanya terdapat satu pihak saja
yaitu penanggung yang terikat, tetapi jika diselami maksud sebenarnya dari perumusan itu, maka pihak tertanggung juga terikat untuk melakukan sesuatu terhadap pihak lain. Dari
pengertian asuransi yang terdapat dalam Pasal 246 KUHD itu, Wirjono Prodjodikoro menyimpulkan bahwa ada 3 unsur dalam asuransi yaitu :
Unsur ke 1 : Pihak terjamin verzekerde, berjanji membayar uang premi kepada penjamin
verzekeraar, sekaligus atau berangsur-angsur. Unsur ke 2
: Pihak penjamin verzekeraar berjanji akan membayar sejumlah uang kepada pihak terjamin verzekerde sekaligus atau berangsur-angsur apabila
terlaksana unsur ke 3.
8
Muhammad Muslehuddin, Menggugat Asuransi Modern, Lentera, Jakarta, 1999, hal. 3
Universitas Sumatera Utara
Unsur ke 3 : Suatu peristiwa yang semula belum jelas akan terjadi.
9
Rumusan yang diberikan oleh pasal 246 KUHD di atas adalah pengertian asuransi secara umum. Pasal 246 KUHD ini belum memberikan pengertian yang lengkap, karena lebih
menekankan pada asuransi kerugian saja, sedangkan pengertian asuransi jiwa atau sejumlah uang tidak tercukup didalamnya oleh karena itu dalam UU.No.2 tahun 1992 tentang usaha
perasuransian diberikan suatu defenisi yang lebih lengkap, sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 angka 1 yaitu :
Asuransi atau pertanggung adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan nama pihak penanggung mengikatkan diri kepada penanggung, dengan menerima
premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung, karena kerugian, kerusakan atau tanggung jawab hukum terhadap pihak ketiga yang mungkin akan
diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atau meninggalkan atau hidupnya
seseorang yang dipertanggungkan. Seperti dengan perjanjian-perjanjian pada umumnya, maka transaksi yang terjadi
antara penanggung dengan tertanggung harus memenuhi syarat tersebut Pasal 1320 KUH Perdata. Dan apabila ini telah terjadi maka kedua belah pihak mempunyai hak-hak dan
kewajiban-kewajiban. Kalau Pasal 1321 KUH Perdata menentukan bahwa tiada kata sepakat yang sah
apabila kesepakatan itu diberikan karena kekhilafan atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan. Maka khusus bagi perjajian asuransi syarat-syarat tersebut masih dirasakan kurang,
sehingga oleh Pasal 251 KUHD masih dipertegas lagi dengan mengatakan : bahwa tertanggung harus memberikan keterangan yang benar dan jujur, dan apabila ada hal-hal yang
9
Wirdjono Prodjodikoro, Loc Cit, hal 5
Universitas Sumatera Utara
disembunyikannya menyebabkan perjajian batal. Ketentuan ini berlaku untuk semua perjajian asuransi dengan tujuan untuk melindungi pihak penanggung.
Ada dua hal yang diberikan dari ketentuan itu yaitu : 1.
Tertanggung hendaknya jangan memberikan keterangan yang keliru atau tidak benar kepada penanggung.
2. Tertanggung hendaknya jangantidak memberitahu hal-hal yang mempunyai sifat
sedemikian rupa, sehingga perjajian itu tidak akan ditutup atau tidak mungkin diadakan dengan syarat-syarat yang sama, mengetahui keadaan sebenarnya walaupun
ada itikad baik dari tertanggung dan apabila hal ini terjadimaka batallah perjajian asuransi yang dibuat.
Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa, perjajian asuransi merupakan perjajian timbal balik yaitu perjanjian dimana kedua belah pihak sama-sama melakukan prestasi dari
pihak yang satu kepada pihak yang lain. Pihak pertama sebagai pihak yang ditanggung, mengalihkan beban atau resikonya kepada pihak kedua yaitu penaggung.
Dari rumusan Pasal 1 Undang-undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian menunjukkan bahwa pada dasarnya asuransi atau pertanggung merupakan suatu upaya dalam
rangka menanggunlangi adanya resiko, yaitu kemungkinan kehilangan atau kerugian atau kemungkinan penyimpangan harapan yang tidak menguntungkan karena kemungkinan
penyimpangan harapan merupakan suatu kehilangan. Antara asuransi dengan resiko mempunyai keterkaitan yang sangat erat, karena asuransi itu sendiri justru menanggunlangi
adanya resiko, dan tanpa adanya resiko, asuransi atau pertanggungan tidak diperlukan kehadirannya.
Universitas Sumatera Utara
Pada hakikatnya, semua asuransi bertujuan untuk menciptakan suatu kesiapansiagaan dalam menghadapi berbagai resiko yang yang mengancam kehidupan manusia, terutama
resiko terhadap kehilangan atau kerugian yang membuat orang secara sungguh-sungguh memikirkan cara-cara yang paling aman untuk mengatasinya.
10
Emmy Pangaribuan Simanjuntak mengatakan bahwa tujuan semula dari pertanggungan itu adalah tujuan
ekonomi, yaitu bahwa seseorang menghendaki supaya resiko yang diakibatkan oleh suatu peristiwa tertentu dapat diperalihkan kepada pihak lain dengan diperjanjikan sebelumnya
dengan syarat-syarat yang dapat disepakati bersama.
11
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam pengertian hukum asuransi atau pertanggungan mengandung satu arti yang
pasti, yaitu sebagai salah satu jenis perjanjian dengan tujuan berkisar pada manfaat ekonomi bagi para pihak yang mengadakan perjanjian.
Menurut KUH Perdata, perjanjian asuransi diklasifikasi sebagai perjanjian untung- untungan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1774 :
Suatu perjanjian untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya mengenai untung ruginya baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara pihak bergantung dari
suatu kejadian yang belum tentu. demikian adalah;
Perjajian pertanggungan; Bunga cagak hidup;
Perjudian dan pertaruhan, Persetujuan yang pertama diatur dalam KUHD.
10
Mehr Cammack-A. Hasyimi, Dasar-dasar Asuransi, Balai Aksara, Jakarta, 1981. hal. 13
11
Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Beberapa Aspek Hukum Dagang di Indonesia, Bina Cipta, Jakarta, 1997, hal. 28
Universitas Sumatera Utara
Menurut Pasal 1774 KUHPdt di atas, perjanjian untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya mengenai untung atau ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi
beberapa pihak, bergantung kepada suatu kejadian yang belum tentu. Selain asuransi, yang termaksuk dalam perjanjian untung-untungan adalah bunga cagak hidup, perjudian dan
pertaruhan. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, W.J.S. Poerwadarminta mengartikan
perjudian adalah perbuatan berjudi, yaitu “permainan dengan bertaruh uang” seperti main kartu, main dadu, dan sebagainya.
12
Sedangkan pertaruhan adalah perbuatan bertaruh atau memasang taruh, yaitu “uang dan sebagainya yang dipasang pada ketika berjudi”.
13
Meskipun asuransi dan perjudian ditempatkan dalam pasal yang sama sebagai perjanjian untung-untungan, namun antara kedua perbuatan itu terdapat perbedaan yang
prinsipil, yang menyebabkan asuransi diterima oleh undang-undang, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1788 KUHD “Undang-Undang tidak memberikan suatu tuntutan hukum dalam
halnya suatu utang yang terjadi karena perjudian dan pertaruhan”. Beberapa perbedaan antara asuransi khususnya asuransi kerugian dan perjudian
yaitu : a. Dilihat dari segi “tidak pastinya prestasi”
Pada asuransi, tidak pastinya prestasi hanya ada pada pihak penanggung. Penanggung akan membayar prestasi yang akan mungkin jauh lebih besar dari yang diterimanya,
manakala peristiwa yang tidak pasti terjadi. Sedangkan pihak yang tertanggung, tetap akan membayar prestasi premi kepada penanggung baik terjadi atau tidak terjadinya peristiwa
itu.
12
W.J.S. Poerwadarminta, Kampus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1986, hal. 424
13
W.J.S. Poerwadarminta, Loc cit, hal 1023
Universitas Sumatera Utara
Pada perjudian tidak pastinya prestasi ada pada semua pihak peserta perjudian. Para penjudi menggantungkan kewajiban untuk melakukan prestasi, manakala suatu peristiwa
yang tidak pasti terjadi, dengan mana telah menyebabkan timbulnya ketidak-samaan nilai dari prestasi diantara mereka.
b. Dilihat dari segi prinsip Indemnitas pembatasan ganti rugi Pada asuransi, penanggung akan membayar ganti kerugian berdasarkan jumlah atau
besarnya kerugian yang sesungguhnya di derita oleh tertanggung, yang disebut dengan prinsip asas indemnitas. Sedangkan pada perjudian, asas indemnitas ini tidak ada, karena
pihak menang akan menerima pembayaran berdasarkan jumlah pertaruhan atau menurut yand diperjanjikan diantara para penjudi.
c. Dilihat dari segi “resiko” Pada asuransi, resiko atau kemungkinan tertimpa berbagai bahaya menyebabkan
hilangnya kekayaan atau timbulnya kerugian, telah ada sejak semula dan akan tetap ada, terlepas dari apakah suatu kekayaan itu dipertanggungkan atau tidak.
Pada perjudian, resiko hilangnya kekayaan dalam hal ini uang pertaruhan, adalah suatu yang sebelumnya tidak ada sama sekali. Resiko itu baru ada, setelah seorang penjudi itu
mengeluarkan uang pertaruhannya, yang sebenarnya dapat dihindarkan, kalau ia mau berbuat untuk itu.
d. Dilihat dari segi “tujuan” Pada asuransi, dengan mengeluarkan premi seorang tertanggung sama sekali tidak
mengharapkan terjadinya “peristiwa yang tidak pasti”, walaupun dengan terjadinya itu, ia dapat menuntut ganti kerugian dari penanggung. Tujuan asuransi adalah semata-mata untuk
berjaga-jaga kalau-kalau terjadi kerugian karena peristiwa yang tidak pasti dan bukan
Universitas Sumatera Utara
mengharapkan terjadinya peristiwa itu. Apa yang diperoleh tertanggung dalam hal terjadinya kerugian atas dirinyaitu, tidak dapat dipandang sebagai keuntungan.
e. Dilihat dari segi “fungsi” uang premi Pada asuransi, setelah pembayaran premi, seorang tertanggung mendapatkan jaminan
untuk memperoleh penggantian atas setiap kerugian yang terjadi karena peristiwa yang dipertanggungkan. Premi, dalam hal ini berfungsi sebagai modal atau biaya yang harus
dikeluarkan untuk mendapatkan pengamanan. Pengamanan ini merupakan sesuatu yang sangat penting dan mempunyai jangkauan yang jauh bagi kelangsungan hidup perekonomian,
yang kegunaannya itu tidak akan berkurang, baik dalam hal terjadi atau tidak terjadinya peristiwa yang tidak diharapkan itu.
Pada perjudian, jika seorang penjudi kalah dalam permainan, maka uang taruhan yang telah dikeluarkan itu, merupakan sesuatu yang hilang secara percuma. Dengan jalan apapun
ia tidak akan dapat memperoleh kembali kehilangan itu. Satu-satunya yang dapat dikatakan sebagai imbangan ialah harapan untuk mendapatkan kemenangan pada permainan berikut.
Tetapi harapan ini akan membawa penjudi itu untuk terus bermain dalam jangka waktu yang lama dan tidak terkendali.
14
Pengklasifikasian perjanjian asuransi atau pertanggungan sebagai perjanjian untung- untungan yang disamakan dengan perjudian dalam Pasal 1774 KUHPdt, menimbulkan
beberapa pendapat yang membedakan antara keduanya. Menurut Sri Rejeki Hartono pengklasifikasian perjanjian asuransi atau perjanjian
pertanggungan sebagai perjanjian untung-untungan adalah tidak tepat dan bertentangan dengan prinsip-prinsip yang harus dipenuhi dalam perjanjian itu sendiri. Perjanjian untung-
14
Amiruddin Abdul Wahab, Tinjauan Tentang Aspek-aspek Hukum Dalam Asuransi Kecelakaan Bermortor di Indonesia, Disertai, Universitas Airlangga, Surabaya 1990, hal 39
Universitas Sumatera Utara
untungan lebih mengarah pada pertaruhan atau perjudian. Tujuan perjanjian untung-untungan selalu berkaitan dengan keuangan yang dihubungkan dengan terjadi atau tidaknya dengan
suatu peristiwa yang belum pasti, dan keberadaan dari peristiwa tersebut baru dimulai setelah ditutupnya perjanjian tersebut, jadi bersifat spekulatif. Berbeda halnya dengan perjanjian
pertanggungan yang mempunyai tujuan yang lebih pasti, yaitu mengalihkan resiko yang sudah ada yang berkaitan dengan kemanfaatan ekonomi tertentu sehingga tetap berada pada
posisi yang sama.
B. Dasar Hukum Asuransi