Kondisi Feses dan Pertambahan Bobot Badan Pedet Sapi Perah FH yang Diberi Perlakuan Jus Silase Jagung Secara Oral

KONDISI FESES DAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN
PEDET SAPI PERAH FH YANG DIBERI JUS SILASE
JAGUNG SECARA ORAL

ADE SUPRIATNA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kondisi Feses dan
Pertambahan Bobot Badan Pedet Sapi Perah FH yang diberi Jus Silase Jagung
secara Oral adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Ade Supriatna
NIM D14080217

ABSTRAK
ADE SUPRIATANA, Kondisi Feses dan Pertambahan Bobot Badan Pedet Sapi
Perah FH yang Diberi Perlakuan Jus Silase Jagung secara Oral. Dibimbing oleh
MULADNO dan NAHROWI.
Silase adalah produk hasil fermentasi an-aerob pakan berkadar air tinggi
dalam kurun waktu tertentu. Jus silase adalah cairan yang dihasilkan dari silase.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kondisi feses dan pertambahan
bobot badan pedet sapi Friesian Holstein yang diberi jus silase jagung secara oral.
Sebanyak 9 ekor pedet FH jantan dibagi menjadi tiga perlakuan, yaitu: ransum
kontrol (P1), ransum yang mengandung antibiotik 50 mg kg-1 (P2), dan kontrol +
jus silase 0.3% (P3). Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan
acak lengkap dan parameter yang diukur adalah kondisi feses dan pertambahan

bobot badan. Data dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dibandingkan perlakuan kontrol, perlakuan jus silase dan
antibiotik cenderung meningkatkan konsistensi feses dan pertambahan bobot
badan pedet. Dapat disimpulkan bahwa performa pedet membaik setelah diberi jus
silase yang nilainya sebanding dengan antibiotik.
Kata kunci: feses, pedet Friesian Holstein, pertambahan bobot badan, silase

ABSTRACT
ADE SUPRIATANA, Feces Condition and Body Wight Gain of Friesian Holstein
Dairy Calves Received Silage Juice Orally. Supervised by MULADNO and
NAHROWI.
Silage is a product from an-aerobic fermentasi of high moisture feed silage
within a certain time. Silage juice is a liquid produced from silage. the aim of this
study was to evaluate the feses condition and body wight gain of Friesian Holstein
dairy calves with corn silage juice. A total of 9 Friesian Holstein calves were
divided into three treatments, that are: Control diet (P1), diet contains 50 mg kg-1
antibiotic (P2), and control diet + 0.3% silage juice (P3). Experimental design
used was randomized completely and parameters measured were body weight
gain and feces condition. The data were analyzed by analysis of variance
(ANOVA). The results showed that juice and antibiotics tended to increase body

weight gain and improve feces condition. It is concluded that performance of
calves improved after being given silage juice, which is equal to performance of
calf fed diet containing antibiotic.
Key words : body weight gain, calf Friesian Holstein, feses, silage

KONDISI FESES DAN PERTAMBAHAN BOBOT BADAN
PEDET SAPI PERAH FH YANG DIBERI JUS SILASE
JAGUNG SECARA ORAL

ADE SUPRIATNA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2014

Judul Skripsi : Kondisi Feses dan Pertambahan Bobot Badan Pedet Sapi Perah
FH yang Diberi Perlakuan Jus Silase Jagung Secara Oral
Nama
: Ade Supriatna
NIM
: D14080217

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Muladno, MSA
Pembimbing I

Prof Dr Ir Nahrowi, MSc
Pembimbing II

Diketahui oleh


Prof Dr Ir Muladno, MSA
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunianya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2013 ini ialah
Kondisi Feses dan Pertambahan Bobot Badan Pedet Sapi Perah FH yang diberi
Jus Silase Jagung secara Oral.
Jus silase jagung sebagai bahan utama dalam penelitian ini karena jus silase
jagung ini memiliki kelebihan yaitu mengandung asam laktat (bakteri asam laktat)
yang bersifat pathogen bagi pencernaan sapi. Bakteri asam laktat tersebut dapat
membantu dalam system pencernaan, berperan dalam menghasilkan enzim yang
dapat mencerna serat kasar dengan mudah dan dapat menstabilkan pH dalam alat
cerna pedet. Selain itu bakteri asam laktat mampu menghasilkan zat anti mikroba
yang mampu menghambat perkembangan bakteri patogen yang merugikan bagi
sistem pencernaan.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Prof Dr Ir Muladno,

MSA dan Bapak Prof Dr Ir Nahrowi, MSc selaku pembimbing skripsi, serta Ibu
Dr Ir Sri Darwati, MSi; Bapak M Sriduresta, MSc; Agung Kurniawan, SPt; Bapak
Tata; Iyan Sulistiana Mezi dan Ijan yang telah membantu dan memberikan
masukan selama penelitian serta kepada saudara Oman Ramdani dan Nurul teman
satu tim penelitian. Terimakasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua
dan sekeluarga atas doa dan bimbingan serta kasih sayangnya. Tidak lupa juga
penulis ucapkan terimakasih kepada teman-teman asrama Sylvasari, asrama
Sylvapinus, Himpunan Mahasiswa Garut dan teman-teman BKIM IPB atas
dukungannya.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Kritik, saran, dan masukan yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan demi penyempurnaan di masa mendatang. Penulis berharap
semoga skripsi ini dapat memberikan informasi baru dalam dunia peternakan dan
dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis khususnya.
Bogor, September 2014
Ade Supriatna

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Materi
Ternak
Pakan dan Obat-obatan
Kandang dan Peralatan
Prosedur
Persiapan Silase
Persiapan Kandang dan Peralatan
Persiapan Pemeliharaan
Pemeliharaan
Peubah yang Diamati
Kondisi Kesehatan Pedet
Pengukuran Bobot Badan
Rancangan dan Analisis Data
Perlakuan

Rancangan dan Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penelitian
Karakteristik Fisik dan Kimia Jus Silase
Kondisi Kesehatan Ternak
Pertambahan Bobot Badan Pedet yang Diberi Antibiotik dan Jus Silase
Jagung
KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vi
vi
vi
1
1
2
2
2
3

3
3
3
4
4
4
4
4
5
5
5
5
5
6
6
6
7
7
9
10

10
12

DAFTAR TABEL
1 Komposisi dan kandungan nutrisi ransum starter pedet
2 Kategori skor konsistensi feses selama penelitian
3 Kandungan nutrien ransum perlakuan (%) bahan kering penelitian dan
menurut NRC
4 Kejadian diare dan skor fluidity pada pedet yang diberi feed additive
antibiotik dan jus silase jagung

3
5
6
7

DAFTAR GAMBAR
1 Kandang penelitian
2 Grafik skor fluidity feses pedet selama penelitian
3 Grafik pertambahan bobot badan selama penelitian


4
8
9

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil analisis ragam skor fluidity feses
2 Hasil analisis ragam pertambahan bobot badan

12
12

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masa prasapih pada pedet merupakan periode kritis dan sangat rentan
terhadap perubahan pakan maupun kondisi lingkungan. Beberapa hari setelah
pedet lahir, pedet sangat tergantung pada nutrien susu karena mikroba di dalam
rumen belum berkembang dengan baik sehingga belum mampu mencerna
komponen pakan padat. Kondisi ini disebabkan oleh belum berfungsinya rumen
sebagai organ pencerna dan aktivitas-aktivitas pencerna utama berlangsung pada
organ abomasum dan usus. Selain itu mikroflora saluran pencernaan sangat
sensitif (Wallace dan Chesson 1995; Krehbiel 2003).
Gangguan pencernaan yang sering terjadi pada pedet yaitu diare dan
gangguan pada usus. Diare merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan
kematian pada anak sapi. Supar (2001) melaporkan bahwa prevalensi diare pada
anak sapi perah berkisar antara 20% -31% dengan mortalitas 65%-85%.
Tingginya tingkat mortalitas pada anak sapi penderita diare sangat
merugikan para peternak. Kerugian yang timbul tidak hanya berupa kematian,
namun juga biaya pengobatan, penurunan berat badan dan terganggunya
pertumbuhan. Diare merupakan gejala gangguan pencernaan yang ditandai dengan
pengeluaran feses dalam jumlah melebihi normal, konsistensi cair, dan frekuensi
pengeluaran yang melebihi normal (Ganong 2002). Banyak peternak melakuakan
pencegahan diare menggunakan antibiotik dinilai ampuh untuk membunuh bakteri.
Seiring dengan seringnya penggunaan antibiotik untuk pengobatan diare
menyebabkan terjadinya resistensi terhadap pengobatan yang menggunakan
antibiotik. Selain itu, biaya yang dikeluarkan untuk pengobatan terlalu mahal
(Soeripto 2002). Berdasarkan laporan dari Jetacar (1999), bakteri patogen asal
hewan yang telah resisten terhadap antibiotik dapat mentransfer gen yang resisten
tersebut ke manusia. Salmonella, Campylobacter, Enterococci dan Escherichia
coli merupakan contoh bakteri yang resisten terhadap antibiotika dan dapat
mentransfer gen yang resisten tersebut dari hewan ke manusia melalui rantai
makanan atau kontak langsung (Van Den Bogaard dan Stobberingh 1999; Butaye
et al. 2003; WHO 1997). Penggunaan antibiotik oleh peternak dari waktukewaktu sudah mulai ditinggalkan. Perlu adanya alternatif lain sebagai pengganti
antibiotik. Banyak penelitian dilakukan tentang pemberian probiotik sebagai
pakan tambahan alternatif yang mampu meningkatkan terhadap kesehatan pedet.
Penggunaan bakteri asam laktat mampu menghambat bakteri-bakteri patogen,
karena menghasilkan senyawa-senyawa antimikroba melalui aktifitas
metabolitnya, seperti: asam laktat, asam asetat, hidrogen peroksida (H2O2) dan
bakteriosin (Finnegan et al. 2010).
Tanaman jagung dapat dijadikan sebagai bahan pakan yang berkualitas
tanpa harus menunggu hingga panen. Agar pakan asal jagung dapat tersedia setiap
saat perlu diolah menjadi silase. Mengingat jagung bernutrien tinggi maka tingkat
kegagalan dalam bentuk silase rendah. Selain itu silase yang dihasilkan juga akan
berkualitas tinggi.
Bahan pakan yang dibuat silase dengan baik dapat menghambat aktivitas
organisme-organisme yang tidak berguna seperti organisme aerob dan family

2
enterobacteriae (Mc Donald 1991). Organisme yang terdapat dalam silase yaitu
berupa fungi (yeast dan mold), Clostridia, Listeria dan bakteri asam laktat (BAL).
Genus BAL yang sering ditemukan dalam silase terdiri atas jenis Lactobacili,
Lactococci, Enterococci. Pediococci, Streptococci, dan Leuconostocs (Lin et al.
1992). Jus silase yang dihasilkan dari silase jagung mengandung bakteri asam
laktat sebanyak 10.32 ± 9.84 cfu mL-1 dan asam-asam organik hasil fermentasi
seperti: asam laktat dan asam asetat, dengan konsentrasi masing-masing 7.71 ±
0.73 mg mL-1 dan 1.48 ± 0.45 mg mL-1 (Gurning 2013).
Sapi FH memiliki pertambahan bobot badan yang relatif lebih rendah
dibanding sapi pedaging. Selain genetik faktor yang mempengaruhi produktivitas
yaitu manajemen pakan, lingkungan dan pemeliharaannya. Roy (1980)
menyatakan bahwa pertumbuhan dipengaruhi oleh pakan, bobot lahir, kondisi
lingkungan, dan penyakit. Pedet memiliki sistem pencernaan yang belum
sempurna. Sehingga perlu perhatian khusus dalam manajemen pemberian pakan.
Salah satu upaya untuk mengatasi masalah tersebut dengan pemberian pakan yang
dapat memaksimumkan kecernaan pakan berserat tinggi dan sintesis protein
mikroba di dalam rumen. Hasil penelitian-penelitian sebelumnya, menerangkan
bahwa penggunaan feed additive berupa silase yang mengadung bakteri asam
laktat mampu menghambat populasi bakteri E coli dan Salmonella thypimurrium.
Jus silase memberikan dampak positif pada penelitian sebelumnya dan memiliki
potensi untuk dilakukan pengujian dalam meningkatkan produktivitas ternak pada
pedet FH prasapih.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kondisi feses dan pertambahan
bobot badan pedet sapi perah yang diberi perlakuan jus silase jagung secara oral.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan, yaitu pada bulan September 2013
sampai dengan bulan Desember 2013. Pemeliharaan dilaksanakan di
Laboratorium lapang (Kandang) A bagian Ruminansia besar, Departemen Ilmu
Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Analisis laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Mikrobiologi
Nutrisi dan Laboratorium Industri Pakan, Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

3
Materi
Ternak
Penelitian ini menggunakan 9 ekor pedet sapi perah jantan berumur 1 bulan
dengan bobot rata-rata 54.33kg dengan koefisien keragaman 4.33%. Ternak
dikandangkan secara individu dan dipelihara selama 3 bulan.
Pakan dan Obat-obatan
Ransum starter yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas jagung
giling, bungkil kedelai, dedak padi, Corn Gluten Meal (CGM 60%), molases,
rumput gajah kering, dicalcium fosfat dan garam. Ransum yang digunakan
mengikuti standar (NRC 2001). Komposisi ransum strater disajikan pada Tabel 1.
Feed additive yang digunakan dalam penelitian ini yaitu jus silase dan antibiotik
amoxicillin. Obat-obatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu obat cacing
dan obat luka (Betadine).
Tabel 1 Komposisi dan kandungan nutrisi ransum starter pedet
Bahan Pakan
Komposisi (%)
Jagung Giling
54.54
Bungkil Kedelai
19.96
Dedak Padi
14.97
CGM
7.98
Molases
1.15
Tepung Rumput
1.00
DCP
0.10
Garam
0.10
Premix
0.20
Total
100.00
Kandang dan Peralatan
Kandang yang digunakan dalam penelitian adalah 9 kandang individu
berukuran 2.5 x 1.2 m lengkap dengan tempat pakan dan minum (Gambar 1).
Peralatan yang digunakan dalam penelitian antara lain ember plastik, timbangan
digital untuk menimbang bobot sapi, timbangan digital kapasitas 5 kg, karung
untuk tempat rumput, obat-obatan serta kertas label. Pembuatan silase dipakai
kantong plastik bening tahan panas ukuran 5 kg dan kantong plastik hitam ukuran
10 kg.

4

Gambar 1 Kandang penelitian

Prosedur
Persiapan Silase
Bahan silase yang digunakan pada penelitian ini berasal dari tanaman
jagung muda umur 2.5 bulan, dipotong berukuran 1-2 cm dengan menggunakan
chopper. Bahan kemudian diaduk hingga merata dan dimasukkan ke dalam
kantong plastik ukuran 2 kg dengan tebal 0.35 mm dan dilapis double, divakum
dan diikat dengan karet. Kemudian dimasukkan ke dalam tong-tong penampung
yang ditutup rapat. Setelah itu diamkan selama 45 hari dalam suhu ruang
penyimpanan 25-28 oC untuk melangsungkan proses ensilase.
Silase yang sudah jadi dipress menggunakan presan hidrolik. Jus silase yang
didapatkan dari hasil mengepres, silase jagung lalu ditampung dalam gelas bersih
untuk segera diberikan.
Persiapan Kandang dan Peralatan
Kandang dan peralatan yang diperlukan untuk penelitian dipersiapkan 2
minggu sebelum penelitian berlangsung. Sebelum penelitian dilakukan, kandang
dibersihkan dari kotoran dan mengecek kelayakan kandang.
Persiapan Pemeliharaan
Pedet yang baru datang ditimbang untuk pengacakan kandang dan diberi
kode sesuai dengan perlakuan. Adaptasi kandang dan pakan dilakukan selama 3
minggu. Ketika pedet tiba, dilakukan penanganan kesehatan dengan memberikan
obat cacing. Perlakuan adaptasi pakan yaitu pemberian susu murni sebanyak 2 L
per ekor per hari, ransum starter sebanyak 200 g hari-1, rumput gajah kering
sebanyak 20 g hari-1, dan air minum diberikan ad libitum.
Pemeliharaan
Pembesaran pedet dilakukan selama 56 hari dilakukan setelah masa adaptasi
hingga tercapai bobot akhir. Pedet ditimbang dengan timbangan digital untuk
memperoleh data bobot badan awal.

5
Pemberian pakan starter diberikan sebesar 3% bobot badan bahan kering
dan air minum diberikan ad libitum. Pemberian jus silase jagung untuk perlakuan
diberikan sebanyak 0.3% bahan kering dari total yang diberikan.
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati adalah kondisi feses, dan Pertambahan Bobot Badan
Harian (PBBH) pedet.
Kondisi Kesehatan Pedet
Kondisi kesehatan pedet dapat dievaluasi dengan mengukur nilai skor feses
dan banyaknya hari diare selama penelitian berdasarkan aturan Larson et al.
(1977). Nilai skor feses ditentukan berdasarkan fluidity dan konsistensi.
Penjelasan skor fluidity dilihat pada Tabel 2 berikut:
Tabel 2 Kategori skor fludity feses selama penelitian
Kode Kategori Feses Keterangan
1
Normal
Feses yang dikeluarkan berbentuk utuh dan menyatu
pada lantai
2
Soft
Feses yang dikeluarkan tidak utuh dan agak menyebar,
contoh: es krim
3
Runny
Feses yang dikeluarkan menyebar, contoh: adonan kue
(pancake butter)
4
Watery
Feses yang dikeluarkan adalah cairan dan seluruhnya
menyebar, contoh: jus jeruk
Konsistensi feses terdiri atas: (1) normal,(2) berbusa,(3) berlendir,(4) padat
atau mengeras dan (5) sangat keras. Banyaknya hari diare merupakan jumlah hari
pedet mengalami diare selama penelitian. Ternak dikatakan diare apabila skor
feses lebih besar atau sama dengan skor 3 ( > 3) selama 3 hari berturut-turut atau
skor 4 selama 2 hari berturut-turut.
Pengukuran Bobot Badan
Pengukuran dilakukan dengan cara menimbang bobot badan pedet yang
dilakukan setiap 2 minggu sekali untuk melihat perkembangan pedet (PBBH).
Penimbangan pertama dilakukan sebelum perlakuan sebagai data bobot awal.
Selanjutnya penimbangan dilakukan setiap 2 minggu sekali hingga akhir
penelitian.

Rancangan dan Analisis Data
Perlakuan
Perlakuan yang digunakan adalah sebagai berikut :
P0 : Pakan kontrol.
P1 : P0 + Antibiotik Amoxicillin 50 mg kg-1 ransum.
P2 : P0 + Jus Silase 0.3% BK (Jus silase mengandung bakteri asam laktat 2.2 x
108 cfu mL-1, asam laktat 0.4 gL-1 dan asam asetat).

6
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
(RAL) dengan 3 perlakuan dan 3 kali ulangan. Perbedaan tingkat pemberian jus
silase jagung dianalisis ragam dengan metode Analysis of Variance (ANOVA).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Penelitian
Kondisi lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses
pertumbuhan ternak. Suhu dan kelembaban yang tinggi mengakibatkan rendahnya
tingkat konsumsi pakan oleh ternak. Suhu lingkungan kandang penelitian pada
siang hari dengan suhu rata-rata 32.7 °C dan pada malam hari suhu rata-rata
26.1 °C. Rata-rata kelembaban kandang pada siang hari 70.5% dan pada malam
hari 73.7%.
Kandang yang digunakan pada penelitian ini berukuran 1.2 x 1.5 m. Lantai
kandang beralaskan papan yang berfungsi sebagai pengganti jerami agar ternak
tidak memakan serat lain selain pakan penelitian. Atap kandang terbuat dari asbes,
hal ini yang menyebabkan kondisi kandang menjadi panas karena asbes bersifat
menyerap panas. Adapun bagian sisi kandang dilengkapi penutup berupa terval
yang bertujuan untuk menutupi kandang saat hujan dan mencegah air hujan masuk
kandang.
Kandungan nutrien ransum penelitian perlu diketahui untuk menyesuaikan
nutrien ransum yang digunakan selama penelitian dengan kebutuhan ternaknya.
Hasil uji lab komposisi kimia pada ransum perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Kandungan nutrien ransum perlakuan (%) bahan kering penelitian dan
menurut NRC
Komposisi Nutrien (%)
Bahan
BK
Abu
PK
SK
LK Beta-N TDN*
Ca
P
Ransum
87.76 6.24 23.11 5.98 6.77
57.89
76.52 0.42 0.74
perlakuan
NRC
18-20
3
80
0.6
0.4
Keterangan: Hasil Analisis di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan (2013), BK: bahan kering,
PK: protein kasar, SK: serat kasar, LK: lemak kasar, Beta-N: bahan ekstrak tanpa
nitrogen, TDN: total digestible nutrient *Rumus perhitungan TDN (Wardeh 1981) =
40.263 + 0.197 (%PK) + 0.423 (% Beta-N) + 1.190 (%LK) – 0.138 (%SK).

Pakan yang diberikan selama penelitian ini yaitu ransum starter yang
mengandung protein kasar tinggi yaitu sebesar 23.11% (Table 2). Ransum starter
yang digunakan melebihi batas yang ditetapkan NRC (2001) bahwa ransum
starter untuk pedet yang baik yaitu mengandung PK berkisar 18%-20%, sehingga
ransum starter ini tergolong ransum yang memiliki kualitas tinggi.
Kandungan lemak kasar 6.7% pada ransum starter, hal ini lebih tinggi dari
standar. Kandungan TDN 76.52% dan Ca 0.42 % masih rendah dari kebutuhan
standar, namun masih dalam kisaran menurut NRC (2001) kualitas calf starter

7
yang baik yaitu mengandung protein kasar 18%-20%, lemak 3%, TDN 80%, Ca
0.6% dan P 0.4%, sedangkan kandungan mineral P sebesar 76.52% pada ransum
lebih tinggi.

Karakteristik Fisik dan Kimia Jus Silase
Jus silase pada penelitian ini diperoleh dari hasil fermentasi tanaman jagung
muda berumur 2-3 bulan selama 45 hari. Karakteristik jus silase berwarna coklat
kehijauan, beraroma khas silase, memiliki rasa asam, dan viskositas rendah. Jus
silase yang bersumber dari silase jagung mengandung kadar air 45% atau
mengandung bahan kering 55%.
Hasil uji laboratorium nutrisi pakan bahwa, sampel pH jus silase 2.98 ± 0.06
(n=4). Nilai pH jus silase dipengaruhi oleh lamanya proses fermentasi. Semakin
lama umur proses fermentasi, maka jus silase yang dihasilkan memiliki pH yang
semakin tinggi (pH>3). Hal ini karena terjadinya perubahan komposisi bakteri
yang ada dalam silase. Jus silase dengan umur fermentasi yang cukup lama akan
menghasilkan zat asam asetat yang cukup tinggi dibanding asam laktat, dengan
demikian perubahan pH tersebut dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban yang
terjadi di tempat penyimpanan.
Jus silase mengandung rataan bakteri asam laktat (BAL) sebesar 2.2 x 108
cfu mL-1 (n=3) dan rataan kandungan asam laktat jus silase pada penelitian ini
adalah 0.4 ± 0.05 gL-1. Kandungan bakteri asam laktat pada penelitian ini
memiliki nilai BAL yang lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Pang et al. (2011). Kandungan jumlah BAL yang tinggi
mengakibatkan pH turun hingga di bawah 3. Hal tersebut bahwa proses ensilase
terjadi dengan sempurna. Selain mengandung asam laktat yang tinggi, jus silase pada
penelitian ini juga mengandung asam asetat, namun tidak mengandung asam
propionat, iso butirat dan iso valerat.
Kondisi Kesehatan Ternak
Kejadian diare dan skor fluidity feses pada pedet
perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4 dan Gambar 2,

yang diberi ransum

Tabel 4 Kejadian diare dan skor Fluidity pada pedet yang diberi feed additive
antibiotik dan jus silase jagung
Perlakuan
Kejadian Diare (hari)
Skor Fluidity feses
P0

3

2.25

P1

2

2.08

P2

2

2.17

Keterangan: P0= perlakuan pakan (kontrol) starter. P1= perlakuan pakan kontrol + antibiotik
0.03%. P2= perlakuan pakan kontrol + jussilase 0.3%. 1=Normal; Feses berbentuk
utuh dan menyatu pada lantai, 2= Soft; Feses berbentuk tidak utuh dan dan agak
menyebar pada lantai, contoh: eskrim, 3=Runny; Feses menyebar, contoh:
adonankue kue, 4=Watery; Feses bebrbentuk cairan, contoh: jus jeruk

8

Skor fluidity feses

4

3

P0

2

P1
P2

1

0
1

2
3
4
Waktu pemeliharaan (minggu)

Gambar 2 Grafik skor fluidity feses pedet selama penelitian.
▬◊▬ Kontrol (P0) ▬□▬ Antibiotik (P1) ▬▲▬ Jus
silase (P3)
Kondisi kecernaan pedet yang belum sempuna lebih rentan terhadap
gangguan pencernaan yang mengakibatkan laju produktivitas lebih lambat.
Gangguan pencernaan yang sering terjadi pada pedet yaitu diare dan gangguan
pada usus. Penyakit diare merupakan penyakit yang menyebabkan kematian yang
paling tinggi pada pedet. Penyakit diare menyumbang 52.2% penyebab kematian
ternak pedet pre-ruminan (Davis dan Drackley 1998; NAHMS 2010).
Indikasi pedet terserang diare, apabila skor fluidity feses lebih besar atau
sama dengan 3 (≥3). Kejadian diare masing-masing perlakuan selama penelitian
yaitu perlakuan kontrol 3 kali, perlakuan antibiotik 2 kali dan perlakuan jus silase
2 kali. Feses yang dikeluarkan oleh pedet yang terindikasi diare yaitu menyebar
dan mengandung air yang lebih banyak. Gejala diare tersebut diakibatkan oleh
populasi bakteri phatogen yang lebih banyak yang terdapat dalam saluran
pencernaan. Pedet yang mengalami diare umumnya memiliki populasi bakteri
asam laktat yang lebih rendah dibanding coliform, sedangkan pada pedet normal
populasi bakteri asam laktat lebih tinggi dibanding coliform (Abe et al. 1995;
Wallace dan Chesson1995; Krehbiel 2003).
Pedet perlakuan kontrol terindikasi diare lebih tinggi dibandingkan dengan
perlakuan antibiotik dan jus silase. Hal ini karena penggunaan jus silase dapat
mencegah terindikasinya gejala diare pada pedet. Kandungan asam laktat di dalam
jus silase diduga dapat mencegah bakteri penyebab diare. Brooks et al. (2001)
menyatakan bahwa pakan yang difermentasi oleh bakteri asam laktat mampu
mencegah kontaminasi yang disebabkan oleh bakteri Salmonella. Menurut
(McDonald 1991), pada pakan silase, bakteri asam laktat menghambat
pertumbuhan bakteri-bakteri perusak bahan pakan seperti Clostridia.
Hasil penelitian bahwa rataan nilai fluidity feses ketiga perlakuan memiliki
skor 2.1-2.4 yaitu berada pada skala 2 (soft; Feses berbentuk tidak utuh dan dan

9
agak menyebar pada lantai). Rataan skor fluidity pedet yang mendapat perlakuan
jus silase, antibiotik, dan kontrol berturut turut sebesar 2.25, 2.08 dan 2.17. Hal
ini karena kondisi rumen pedet yang masih belum sempurna. Awal penelitian skor
fluidity feses pedet masih cukup tinggi, namun setelah perlakuan berlangsung,
skor fluidity feses mengalami penurunan dan hal ini berlangsung hingga akhir
penelitian. Grafik menunjukan terjadinya penurunan skor fluidity feses selama
penelitian. Nilai skor fluidity feses pada perlakuan silase nampak lebih rendah dari
perlakuan kontrol. Pemberian jus silase menunjukan bahwa jus silase dapat
memperbaiki ganguan kecernaan pada pedet. Terjadinya perubahan pada skor
fluidity feses tersebut oleh bakteri asam laktat yang terkandung di dalam jus silase
yaitu menghambat perkembangan mikroba rumen pathogen gram negatif yang
diuji (E. Coli dan Salmonella spp). Hasil ini memperkuat hasil sebelumnya yang
membandingkan kemampuan jus silase dengan antibiotik gabungan Chlortetracyclin dengan Erythtromycin dalam melawan E. coli dan Salmonella spp.
yang diisolasi dari pedet sapi diare (Gurning 2013).

Pertambahan Bobot Badan Pedet yang diberi Antibiotik dan Jus Silase
Jagung

Pertambahan bobot badan (kg)

Gambar 3 menunjukan pertumbuhan pedet selama penelitian dengan laju
pertumbuhan yang cukup tinggi dari ketiga perlakuan. Hal ini disebabkan
kandungan protein kasar dalam pakan melebihi batas yang ditetapkan NRC.
Berdasarkan NRC (2001) calf starter yang baik yaitu mengandung protein kasar
18%-20%. Ternak yang diberi pakan mengandung protein lebih tinggi
menghasilkan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi (Parakkasi. 1999).
Selain itu zat-zat nutrisi lain seperti TDN yang secara keseluruhan mencukupi
kebutuhan nutrisi pedet.
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

p0
p1
p2

0

1
2
3
4
Waktu pemeliharaan (minggu)

Gambar 3 Grafik pertambahan bobot badan selama penelitian
▬◊▬ Kontrol (P0) ▬□▬ Antibiotik (P1) ▬▲▬ Jus silase
(P3)

10
Berdasarkan Gambar 3 menunjukan pertambahan bobot badan harian pedet
tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0.01). Pertambahan bobot badan
harian pada perlakuan jus kontrol, antibiotik, dan jus silase berturut-turut 0.51 kg
ekor-1 hari-1, 0.64 kg ekor-1 hari-1, dan 0.65 kg ekor-1 hari-1. Pertambahan bobot
badan mengalami perbaikan setelah diberi perlakuan jus silase dengan
kemampuan mengkonsumsi BK sebanyak 1.80 kg ekor-1 hari-1 dan PK sebesar
364.42 g ekor-1 hari-1. Pada perlakuan antibiotik kemampuan mengkonsumsi BK
sebesar 1.70 kg ekor-1 hari-1 dan PK sebesar 344.50 g ekor-1 hari-1. Pada perlakuan
kontrol kemampuan konsumsi BK sebesar 1.40 kg ekor-1 hari-1 dan PK 282.46 g
ekor-1 hari-1. Hal ini diduga jus silase dapat menstimulasi perkembangan rumen
pedet dan meningkatkan daya cerna yang dilakukan oleh bakteri yang terdapat
dalam jus silase serta proses metabolisme dalam tubuh lebih maksimal. Hal yang
menentukan perkembangan rumen yaitu perkembangan bakteri dalam rumen,
ketersediaan nutrient, tingkat absorpsi, dan pemanfaatan nutrien oleh tubuh atau
jaringan (Quigley 2001).
Pertambahan bobot badan harian pedet dengan pemberian jus silase jagung
cukup tingggi yaitu 0.65 kg ekor-1 hari-1 dengan kemapuan mengkonsumsi BK
sebesar 1.80 kg ekor-1 hari-1. Hadziq (2011) melaporkan bahwa pertambahan
bobot badan harian pedet yang diberi probiotik (isolat bakteri pencerna serat asal
rumen kerbau) dan calf starter (PK 23,93%) adalah sebesar 0.24 kg ekor-1 hari-1
dengan kemampuan mengkonsumsi BK sebesar 0.63 kg ekor-1 hari-1. Hal ini
membuktikan bahwa pemberian jus silase dapat meningkatkan kemampuan pedet
mengkonsumsi BK dengan baik.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kondisi feses dan pertambahan bobot badan pedet mengalami perbaikan
setelah diberikan jus silase yang nilainya setara dengan pedet yang diberi
antibiotik.
Saran
Jus silase sebesar 0.3% dari total bahan pakan dapat diberikan untuk pedet
sebagai sebagai pengganti antibiotik.

DAFTAR PUSTAKA
[JETACAR] Joint Expert Advistory Committee on Antibiotic Resistance. 1999.
The use Antibiotic in Food Producing Animals: Antibiotic resistance
Bacteria in Animals and humans. Australia (AU): Commonwealth of
Australia.

11
[NRC] National Research Council. 2001. National Research Council Nutrient
Requirement of Dairy Cattle. Ed ke-8. Washington DC (USA): National
Academic of Science.
[WHO] World Health OrganiZation. 1997. The medical impact of the use of
antimicrobials in food animals. Report and proceedings of a WHO meeting.
13–17 October. Berlin (DE). WHO. Geneva. 28.
Abe F, Ishibashi N, Shimamura S. 1995. Effect of administration of bifidobacteria
and lactic acid bacteria to newborn calves and piglets. J Dairy Sci. 78: 28382846.
Brooks PH, Beal JD, Niven SJ. 2001. Liquid feeding of pigs: potential for
reducing environmental impact and for improving productivity and food
safety. Australia (AU): Recent Advances in Animal Nutrition 13: 49-63.
Butaye P, Deviase LA, Hasebrouck F. 2003. Antimicrobial growth promoters
used in animal feed: Effects of less well known antibiotics on gram-positive
bacteria clin. Microbiol Rev. 16 (2): 175–188.
Davis CL, Drackley JK. 1998. The Development, Nutrition and Management of
The Young Calf. Iowa State University, Lowa(US): A Blackwell Publishing
Company.
Finnegan M, Linley E, Denyer SP, McDonnell G, Simons C, Maillard J. 2010.
Mode of action of hydrogen peroxide and other oxidizing agents:
differences between liquid and gas forms. J. Antimicrob Chemoter. 65:21082115.
Ganong WF. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-20. Widjajakusumah
D, editor. Jakarta (ID): EGC. Terjemahan dari: Review of Medical
Physiology.
Gurning FN. 2013. Profil jus silase jagung dan kemampuannya dalam
menghambat bakteri E coli dan Salmonella sp. yang diisolasi dari feses
pedet diare [tesis]. Bogor (ID): IPB.
Hadziq A. 2011. Status fisiologis dan performa pedet peternakan Friesian
Holstein prasapih yang diinokulasi bakteri pencerna serat dengan pakan
bersuplemen kobalt [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Krehbiel CR, Rust SR, Zhang G, Gilliland S. 2003. Bacterial direct-fed microbials
in ruminant diets: Performance response and mode of action.
J.Anim.Sci.81(12): E120-E132.
Larson L, Owen FG, Albrigh GL, Applemen RD, Lamb RC, Muller LD. 1977.
Guidelines toward more uniformity in measuring and reporting calf
experimental data. J. Dairy Sci.60: 989-981.
Nahrowi. 2010. Paket 3 in 1 silase komplit: Proses produksi silase ransum komplit,
bakteri asam laktat dan asam organik dengan sistem satu alur. Inovasi Indonesia.
http://www.bic.web.id/
National Animal Health Monitoring System. 2010. Mortality of calves and cattle
on US Beef Cow Calf Operation. Ft. Collin, CO: USDA: APHIS: VS.
Pang H, Qin G, Tan Z, Li Z, Wang Y, Cai Y. 2011. Natural population of lactic
acid bacteria associated with silage fermentation as determined by
phenotype, 16 S ribosomal RNA and recA gene anaysis. Systemic and
Applied Microbiology. J.Syapm. 34:235-240.
Parakkasi A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Jakarta (ID):
UI Pr.

12
Quigley JD. 2001. Development of rumen ephithelium. [internet]. [diunduh 2013
Desember 2]. Tersedia pada: http://www.calfnotes.co m/pdffiles/CN167.pdf.
Soeripto T. 2002. Manajemen Pengobatan Ternak Perah. Jogjakarta (ID):
Universitas Gajah Mada pr.
Supar. 2001. Pemberdayaan plasma nutfah mikroba veteriner dalam
pengembangan peternakan: harapan vaksin E Coli Enterotoksigenik,
Enteropatogenik dan Verotoksigenik Isolate Local Untuk Pengendalian
kolibasilosis neonatal pada anak sapi dan babi. Jakarta (ID): Wartazoa
11:36-43.
Van Den Bogaard, AE Stobberingh. 1999. Antibiotic usage in animals: impact on
bacterial resistance and public health. Drugs. 58(4): 589–607.
Wallace RJ, Chesson A. 1995. Biotechnology in animal feeds and animal feeding.
New York (US): VHC Publisher.

LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil analisis ragam skor fluidity feses
Sumber
DB
JK
KT
Model
2
0.042
0.021
Galat
6
0.208
0.35
Total
8
0.250

F hit
0.600

Lampiran 2 Hasil analisis ragam pertambahan bobot badan
Sumber
DB
JK
KT
F hit
Model

2

7.042

3.521

Galat

6

30.083

5.014

Total

8

37.125

0.702

Pr > F
0.579

Pr > F
0.532

13

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 18 April 1990 di Garut. Penulis adalah anak
kelima dari 5 bersaudara dari pasangan Bapak Unyat dan Ibu Titi. Penulis
menempuh pendidikan tingkat dasar di MI Cokro Aminoto Panyingkiran pada
tahun 1996 hingga 2001. Penulis melanjutkan ke pendidikan menengah pertama
di MTs Tsanawiyah Tanggulun dan lulus pada tahun 2004. Kemudian penulis
melanjutkan jenjang pendidikan menegah atas di MAN 1 Garut dan lulus pada
tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai lembaga
kemahasiswaan, seperti Badan Kerohanian Islam (BKIM) IPB sejak tahun 20082012. Pada tahun yang sama penulis aktif di kepengurusan Asrama Sylvasari
IPB. Selain itu, penulis juga aktif dalam kepanitiaan berbagai kegiatan mahasiswa
di Institut Pertanian Bogor.
Penulis dalam menyelesaikan studi dengan penelitian yang berjudul
“Kondisi Feses dan Pertambahan Bobot Badan Pedet Sapi Perah FH yang
diberi Jus Silase Jagung secara Oral” di bawah bimbingan Prof Dr Ir Muladno,
MSA dan Bapak Prof Dr Ir Nahrowi, MSc.