Pengaruh Kelembaban Tanah Terhadap Waktu Pencapaian Kapasitas Infiltrasi di Berbagai Penggunaan Lahan.

PENGARUH KELEMBABAN TANAH TERHADAP
WAKTU PENCAPAIAN KAPASITAS INFILTRASI
DI BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN

COKORDA AGUNG WIBOWO

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Kelembaban
Tanah terhadap Waktu Pencapaian Kapasitas Infiltrasi di Berbagai Penggunaan
Lahan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Cokorda Agung Wibowo
NIM A14090089

ABSTRAK
COKORDA AGUNG WIBOWO. Pengaruh Kelembaban Tanah Terhadap Waktu
Pencapaian Kapasitas Infiltrasi di Berbagai Penggunaan Lahan. Dibimbing oleh
ENNI DWI WAHJUNIE dan WAHYU PURWAKUSUMA.
Kapasitas infiltrasi suatu tanah sangat menentukan terjadinya aliran
permukaan. Kapasitas infiltrasi tanah adalah kemampuan tanah dalam
menampung air yang meresap kedalam tanah. Kemampuan peresapan air tersebut
sangat berkaitan dengan karakter-karakter fisik tanah. Berbagai macam
penggunaaan lahan dapat mempengaruhi karakter-karakter tanah yang berbeda,
sehingga berpengaruh terhadap kapasitas infiltrasi tanah. Selain itu, kondisi kadar
air awal pada tanah juga sangat mempengaruhi laju infiltrasi dan waktu
pencapaian kapasitas infiltrasi tanah. Kapasitas infiltrasi akan cepat tercapai pada
kadar air tanah yang tinggi. Pada saat kapasitas infiltrasi telah tercapai, laju
infiltrasi menjadi konstan dan dapat mulai terjadi aliran permukaan, bila intensitas

hujan melebihi kapasitas infiltrasi. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan dikaji
pengaruh sifat-sifat fisik tanah pada berbagai penggunaan lahan terhadap
kapasitas infiltrasi maupun waktu pencapaiannnya. Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa ketiga penggunaan lahan memiliki sifat-sifat tanah yang
berbeda. Sifat tanah paling baik ditunjukkan pada hutan sekunder diikuti dengan
lahan bera dan kebun campuran. Sifat tanah yang baik tersebut ditunjukkan oleh
nilai bobot isi yang rendah, distribusi pori yang baik, agregat tanah yang stabil,
permeabilitas yang baik, dan kadar bahan organik yang tinggi. Pengaruh sifat fisik
yang baik pada hutan sekunder berkorelasi terhadap laju infiltrasi. Laju infiltrasi
minimum tertinggi hingga terendah secara berurutan ditunjukkan pada hutan
sekunder (7.44 cm/jam), lahan bera (6.00 cm/jam), dan kebun campuran
(4.56 cm/jam). Kondisi kadar air tanah yang relatif sama terhadap waktu
pencapaian laju infiltrasi minimum pada lahan bera (47.56%), kebun campuran
(47.72%), dan hutan sekunder (47.65%) menunjukkan perbedaan yang nyata.
Perbedaan ini ditunjukkan pada lahan kebun campuran yang memiliki waktu
pencapaian laju infiltrasi minimum paling cepat yaitu 75 menit, yang kemudian
diikuti oleh hutan sekunder (100 menit) dan lahan bera (110 menit). Hal ini
menunjukkan kondisi kelembaban tanah (kadar air tanah) sangat mempengaruhi
waktu pencapaian kapasitas infiltrasi. Selain itu, perbedaan penggunaan lahan
juga memberikan pengaruh terhadap laju infiltrasi minimum.

Kata kunci: kapasitas infiltrasi, laju infiltrasi, penggunaan lahan, sifat fisik tanah

ABSTRACT
COKORDA AGUNG WIBOWO. The Effect of Soil Moisture Content on the
Duration to Approach Infiltration Capacity in Various Land Use. Supervised by
ENNI DWI WAHJUNIE and WAHYU PURWAKUSUMA.
Soil infiltration capacity is one factor that determines runoff. It is the
maximum capacity of soil to absorb water from soil surface. Soil infiltration
capacity is strongly related to soil physical properties which are affected by land
use. Soil moisture content also influences infiltration capacity and infiltration rate.
As soil moisture increases infiltration rate decreases. Soil infiltration rate is high
at the beginning of process, decreases rapidly, and then slowly until it approaches
a constant rate. Runoff occurs when the rainfall intensity exceeds the infiltration
capacity. The aim of this research is to assess the infiltration capacity and
infiltration rate of soils under three different land uses and their related soil
physical characters. The results shows that the three different land uses lead to
different soil physical characters. The best soil physical properties found in the
secondary forest, followed by fallow land and mixed garden. They are indicated
by low bulk density, pore distribution, aggregate stability, fine permeability, and
high organic matter content. The physical characters of soil in secondary forest

correlates to its infiltration rate. The minimum infiltration rates are respectively
7.44 cm/hour in secondary forest, 6.00 cm/hour in fallow land, and 4.56 cm/hour
in mixed garden. The duration to reach infiltration capacity in relatively similar
soil moisture content of 47.56% in fallow land, 47.72% in mixed garden and
47.65% in secondary forest showed a significant differences. They are
respectively 75 minute in mixed garden soil, 100 minutes in secondary forest and
110 minutes in fallow land. It indicates that soil moisture content greatly affects
the minimum infiltration rate.
Keywords :

Infiltration capacity, Infiltration rate, Land use, Soil physical
properties.

PENGARUH KELEMBABAN TANAH TERHADAP
WAKTU PENCAPAIAN KAPASITAS INFILTRASI
DI BERBAGAI PENGGUNAAN LAHAN

COKORDA AGUNG WIBOWO

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
Pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Pengaruh Kelembaban Tanah Terhadap Waktu Pencapaian
Kapasitas Infiltrasi di Berbagai Penggunaan Lahan.
Nama
: Cokorda Agung Wibowo
NIM
: A14090089

Disetujui oleh


Dr Ir Enni Dwi Wahjunie, MSi
Dosen Pembimbing I

Ir Wahyu Purwakusuma, MSc
Dosen Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Baba Barus, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 ini dengan judul
“Pengaruh Kelembaban Tanah Terhadap Waktu Pencapaian Kapasitas Infiltrasi di
Berbagai Penggunaan Lahan”. Skripsi ini ditulis atas bantuan dari beberapa pihak,
maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya

kepada:
1. Dr. Ir. Enni Dwi Wahjunie, Msi dan Ir. Wahyu Purwakusuma, MSc selaku
dosen pembimbing yang telah mencurahkan pikiran dan arahan hingga
akhir penulisan skripsi ini.
2. Staff bagian Konservasi Tanah dan Air, staff bagian Pengembangan
Sumberdaya Fisik Lahan serta staff bagian Kimia dan Kesuburan Tanah
atas bantuan serta dukungannya.
3. Pihak pengelola kebun Cikabayan, University Farm, IPB Darmaga bogor.
4. Orang tua tercinta, ayah Cokorda Gede Padma, bunda Ana Suwarnah,
kakak Cok Agus Prabowo dan adik Putri Dinantya Pratiwi yang senantiasa
memberikan doa restu dan kasih sayangnya.
5. Rekan sesama penelitian Hanna Clara Presana dan Fitria Adeline.
6. Zhakiyah Rasyiedh dan teman-teman Manajemen Sumberdaya Lahan atas
kebersamaan dan dukungannya.
Penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, Agustus 2014
Cokorda Agung Wibowo

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


xi

DAFTAR GAMBAR

xi

DAFTAR LAMPIRAN

xi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian


2

Hipotesis

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

METODE

8

Tempat dan Waktu Penelitian

8

Bahan dan Alat Penelitian


8

Prosedur dan Pengolahan Data

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

12

Deskripsi Lokasi Penelitian

12

Sifat-sifat Fisik Tanah

14

Laju Infiltrasi Tanah di Berbagai Penggunaan Lahan


18

Waktu Pencapaian Kapasitas Infiltrasi

20

SIMPULAN DAN SARAN

23

Simpulan

23

Saran

24

DAFTAR PUSTAKA

24

LAMPIRAN

27

RIWAYAT HIDUP

30

DAFTAR TABEL

Klasifikasi laju infiltrasi minimum tanah
Kelas porositas tanah
Kelas permeabilitas tanah
Klasifikasi Indeks Stabilitas Agregat
Parameter pengamatan dan metode analisis sifat-sifat tanah
Sifat – sifat tanah di lahan bera, kebun campuran, dan hutan sekunder
pada kedalaman 0-20 cm.
7. Rata-rata laju infiltrasi minimum di lahan bera, kebun campuran,
dan hutan sekunder
1.
2.
3.
4.
5.
6.

3
6
8
7
10
14
18

DAFTAR GAMBAR

Pengukuran infiltrasi menggunakan metode falling head
Contoh model penetapan waktu pencapaian laju infiltrasi minimum
Lahan Bera
Kebun Campuran
Hutan Sekunder
Laju infiltrasi minimum lahan bera, kebun campuran, dan hutan
Laju infiltrasi minimum kondisi KA berbeda pada lahan bera
Laju infiltrasi minimum kondisi KA berbeda pada kebun campuran
9. Laju infiltrasi minimum kondisi KA berbeda pada hutan sekunder

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

9
11
12
13
13
20
21
22
23

DAFTAR LAMPIRAN

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Tekstur tanah
Ruang pori drainase, porositas, pori makro dan pori mikro
Bahan organik, indeks stabilitas agregat, bobot isi, dan permeabilitas
Kadar air pada pF 1, pF 2, pF 2.54, dan pF 4.2
Kadar air awal pada pengukuran titik infiltrasi
Laju infiltrasi minmum di berbagai penggunaan lahan
Rata-rata jumlah fauna tanah masing-masing penggunaan lahan
Persamaan model Horton masing-masing penggunaan lahan

27
27
27
28
28
28
29
29

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Infiltrasi merupakan proses masuknya air ke dalam tanah melalui
permukaan tanah sebagai akibat perbedaan potensial matrik, potensial gravitasi
dan potensial tekanan. Proses ini merupakan bagian yang sangat penting dalam
siklus hidrologi karena dapat mempengaruhi jumlah air didalam tanah. Selain itu,
peranan dari infiltrasi adalah memenuhi kebutuhan air tanaman, mengisi kembali
reservoir tanah, dan menyediakan aliran sungai pada saat musim kemarau (Scyhan
1990). Menurut Hillel (1997) data hasil pengukuran infiltrasi dapat digunakan
dalam perencanaan pengelolaan air irigasi, pendugaan erosi, dan limpasan
permukaan.
Proses infiltrasi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kondisi kadar
air awal (kelembaban tanah awal), kegiatan biologi, unsur organik, dan jenis-jenis
vegetasi (Asdak 2004). Keterkaitan sifat fisik tanah dan infiltrasi sangat besar
karena keduanya saling mempengaruhi. Sifat fisik tanah yang berpengaruh
terhadap infiltrasi antara lain tekstur, struktur, porositas, stabilitas agregat, bobot
isi, dan kadar air tanah.
Infiltrasi merupakan komponen yang sangat penting dalam bidang
konservasi tanah, karena masalah konservasi tanah pada dasarnya adalah
pengaturan hubungan antara intensitas hujan dan kapasitas infiltrasi, serta
pengaturan aliran permukaan. Aliran permukaan dapat diatur dengan
memperbesar kemampuan tanah menyimpan air, yang dapat ditempuh melalui
perbaikan atau peningkatan kapasitas infiltrasi. Kapasitas infiltrasi yaitu
kemampuan tanah menampung air yang masuk ke dalam tanah persatuan waktu
(Haridjadja et al. 1990)
Kaitan kadar air awal dengan infiltrasi adalah pengaruhnya terhadap laju
infiltrasi awal. Semakin tinggi kadar air tanah awal maka semakin kecil laju
infiltrasi awalnya. Menurut Asdak (2004) berkurangnya laju infiltrasi disebabkan
oleh bertambahnya kadar air atau kelembaban dari tanah.
Laju infiltrasi minimum yang rendah akan menyebabkan sebagian besar
curah hujan yang jatuh ke tanah menjadi aliran permukaan dan hanya sebagian
kecil yang meresap kedalam tanah. Sedangkan laju infiltrasi minimum yang tinggi
dapat menyebabkan proses pencucian unsur hara yang tinggi, sehingga hal ini
akan merugikan karena dapat menurunkan produktivitas pada lahan-lahan
pertanian. Informasi terkait laju infiltrasi tanah sangat penting, karena dapat
dijadikan sebagai suatu acuan untuk pelaksaan manajemen air dan tata guna lahan
yang lebih efektif (Asdak 2004)
Penggunaan lahan yang berbeda memberikan dampak terhadap karakteristik
tanah yang berbeda, sehingga memberikan pengaruh yang berbeda pula terhadap
laju infiltrasi dan waktu pencapaiannya. Adapun pengaruh kadar air tanah juga
sangat berkaitan dengan waktu pencapaian laju infiltrasi minimum. Oleh karena
itu, pengamatan ini perlu dilakukan.

2

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengkaji sifat-sifat tanah yang mempengaruhi infiltrasi seperti: stabilitas
agregat, bobot isi, tekstur, distribusi pori, permeabilitas, dan kadar bahan
organik tanah pada lahan bera, kebun campuran, dan hutan sekunder.
2. Mengkaji laju infiltrasi tanah pada berbagai penggunaan lahan, yaitu lahan
bera, kebun campuran, dan hutan sekunder.
3. Menentukan waktu pencapaian laju infiltrasi minimum (kapasitas
infiltrasi) pada Lahan Bera, Kebun Campuran, dan Hutan Sekunder.
Hipotesis
Nilai kadar air tanah yang tinggi mengurangi waktu pencapaian laju
infiltrasi minimum. Penggunaan lahan yang berbeda mempengaruhi sifat fisik
tanah sehingga berdampak pada kapasitas infiltrasi maupun waktu pencapain laju
infiltrasi minimum.

TINJAUAN PUSTAKA
Infiltrasi
Laju infiltrasi adalah kecepatan masuknya air kedalam tanah selama waktu
tertentu, sedangkan kapasitas infiltrasi adalah laju minimum gerakan air masuk
kedalam tanah dalam kondisi jenuh. Laju infiltrasi air kedalam tanah ditentukan
oleh besarnya kapasitas infiltrasi dan intensitas hujan. Apabila intensitas hujan
lebih kecil dari kapasitas infiltrasi, maka laju infiltrasi sama dengan intensitas
hujan. Apabila intensitas hujan melampaui kapasitas infiltrasi, maka terjadilah
aliran permukaan yang dapat menyebabkan terjadinya genangan air (Hanks &
Ashcroft 1986). Menurut Arsyad (2010) ada beberapa sifat-sifat tanah yang
membatasi kapasitas infiltrasi, antara lain ukuran pori yang halus,
ketidakmantapan agregat, kandungan air, dan kondisi lapisan tanah.
Secara umum laju infiltrasi tertinggi dijumpai pada tahap awal pengukuran,
kemudian secara perlahan mengalami penurunan sejalan dengan bertambahnya
waktu dan akhirnya akan mencapai kecepatan yang hampir konstan. Hal ini terjadi
karena adanya peningkatan kadar air tanah dan ketika tanah mulai dalam kondisi
jenuh maka pergerakan air ke bawah profil tanah hanya dikendalikan oleh gaya
gravitasi (Hillel 1997).
Pada proses infiltrasi, umumnya air bergerak secara vertikal ke dalam tanah
karena adanya gaya gravitasi ataupun karena adanya gaya matrik tanah (Jury dan
Horton 2004). Akan tetapi air pun bisa bergerak secara horizontal melalui jalur
retakan ataupun menembus dinding lubang apabila ada lubang. Tanah yang
bersifat porus atau memiliki rongga–rongga yang dapat diisi udara atau air, maka
air yang masuk ke dalam tanah akan disimpan oleh tanah hingga keadaan
kapasitas lapang (Arsyad 2010).

3

Kohnke dan Bertand (1959) mengemukakan, infiltrasi harus dibedakan
dengan perkolasi, yang diartikan sebagai proses bergeraknya atau mengalirnya air
didalam profil tanah. Infiltrasi dan perkolasi ini sangat erat, karena infiltrasi
menyediakan air untuk perkolasi.
Menurut Hillel (1997) kemampuan infiltrasi tanah tergantung pada beberapa
faktor, antara lain :
1. Waktu dari mulai hujan atau pemberian air, dimana laju infiltrasi pada
awalnya relatif tinggi kemudian berkurang dan akhirnya mencapai laju yang
tetap yang merupakan sifat profil tanah tersebut.
2. Kandungan air awal, dimana semakin basah tanah maka kemampuan
infiltrasi awal akan lebih rendah bila dibandingkan dengan apabila kadar air
awalnya kering dan semakin cepat tercapainya laju infiltrasi yang konstan.
3. Hantaran hidrolik, dimana semakin tinggi hantaran hidrolik jenuh tanah,
maka kemampuan infiltrasi tanah cenderung semakin tinggi.
4. Kondisi permukaan tanah, dimana bila permukaan tanah bersifat sarang dan
mempunyai struktur baik, kemampuan infiltrasi awal akan lebih besar
dibandingkan tanah yang seragam, tetapi kemampuan infiltrasi akhir tidak
akan berbeda bila konduktivitas hidrolik jenuhnya relatif sama.
5. Terdapatnya lapisan penghambat di dalam profil tanah, apabila tekstur dan
struktur lapisan-lapisan bawah berbeda dengan lapisan di atasnya akan bisa
menghambat gerakan air selama infiltrasi.
Tanah yang berbeda-beda menyebabkan air meresap dengan laju yang
berbeda-beda. Setiap tanah memiliki daya resap yang berbeda, yang diukur dalam
millimeter perjam (mm/jam). Jenis tanah berpasir umumnya cenderung
mempunyai laju infiltrasi tinggi, akan tetapi tanah liat sebaliknya, cenderung
mempunyai laju infiltrasi rendah. Untuk satu jenis tanah yang sama dengan
kepadatan yang berbeda mempunyai laju infiltrasi yang berbeda pula. Semakin
padat suatu tanah maka semakin kecil laju infiltrasinya (Wilson, 1993).
Klasifikasi laju infiltrasi minimum dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Klasifikasi laju infiltrasi minimum tanah
Deskripsi
Infiltrasi (mm/jam)
Sangat lambat
250
Sumber: Kohnke, (1968 dalam Lee, 1980)
Infiltrometer
Alat infiltrometer yang digunakan adalah jenis infiltrometer silinder ganda
(double ring infiltrometer), yaitu satu silinder ditempatkan di dalam silinder lain
yang lebih besar. Pengukuran hanya dilakukan pada silinder yang kecil. Silinder
yang lebih besar berfungsi sebagai penyangga yang bersifat menurunkan efek

4

batas yang timbul oleh adanya silinder kecil (Asdak 2004). Hal tersebut
diperlukan agar air yang berinfiltrasi tidak menyebar secara lateral di bawah
permukaan tanah (Seyhan, 1990).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Infiltrasi
Beberapa faktor yang mempengaruhi proses infiltrasi adalah kondisi kadar
air awal (kelembaban awal), kegiatan biologi, jenis-jenis vegetasi (Asdak 2004),
bahan organik tanah (Lipiec et al. 2006), tekstur, stabilitas agregat (Wuest et al.
2005) distribusi pori, dan kontinuitas pori tanah (Kutilek 2004). Keterkaitan sifatsifat tanah dan infiltrasi sangat besar karena keduanya saling mempengaruhi.
Beberapa sifat-sifat tanah dapat mengalami perubahan karena pengelolaan tanah.
Sifat fisik tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu batuan induk, iklim,
vegetasi, topografi, dan waktu (Hardjowigeno 2007). Pada proses infiltrasi sifatsifat tanah yang mempengaruhi antara lain tekstur, permeabilitas, bulk density,
porositas, distribusi pori, kadar air tanah dan kadar bahan organik tanah.
Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan (land use) merupakan bentuk intervensi (campur tangan)
manusia terhadap sumberdaya lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan
hidupnya, baik materiil maupun spiritual (Arsyad 2010). Penggunaan lahan
berpengaruh besar terhadap laju infiltrasi tanah. Pengaruh penggunaan lahan ini
berkaitan dengan vegetasi dan teknik pengolahan tanah. Menurut Sofyan (2011)
laju infiltrasi tanah pada hutan lebih tinggi daripada laju infiltrasi tanah pada lahan
tegalan dan lahan agroforestry. Kandungan bahan organik dan jumlah pori makro
yang tinggi menjadi faktor utama tingginya laju infiltrasi lahan hutan
dibandingkan laju infiltrasi lahan tegalan maupun lahan agrofrestry. Lahan hutan
memiliki struktur tanah yang baik, kandungan bahan organik dan laju infiltrasi
yang lebih tinggi dibandingkan dengan lahan pertanian (Susswein et al. 2001).
Menurut Ruiz et al. (2008), hutan primer memiliki keanekaragaman dan
kelimpahan biomassa 2 sampai 3 kali lipat dibandingkan dengan tanah yang
diolah.
Pengolahan tanah biasanya diartikan sebagai manipulasi mekanis pada tanah
dengan tujuan memperbaiki kondisi tanah yang mepengaruhi produksi tanaman.
Menurut Hillel (1997) terdapat tiga tujuan pokok pada pengolahan tanah, yaitu
pengendalian gulma, penyampuran bahan organik ke dalam tanah, dan perbaikan
struktur tanah.
Pengolahan tanah memiliki efek negatif terhadap pori makro tanah, baik
dari kelimpahan maupun kontinuitasnya, mempercepat proses dekomposisi bahan
organik, mengurangi populasi fauna makro dan fauna meso tanah serta
meningkatkan resiko terjadinya erosi. Laju infiltrasi tanah menjadi lebih kecil
merupakan efek dari berkurangnya pori makro dan bertambahnya bobot isi tanah
(Thierfelder et al. 2009, Ruiz et al. 2008, Capowiez et al. 2009).
Vegetasi
Tanaman membawa peranan penting dalam melindungi tanah dari pukulan
hujan secara langsung dengan jalan mematahkan energi kinetiknya melalui tajuk,

5

ranting, dan batangnya. Serasah yang dijatuhkannya akan membentuk humus yang
berguna untuk menaikkan kapasitas infiltrasi tanah. Vegetasi hutan memiliki
perakaran yang dalam dan memiliki laju transpirasi yang cukup tinggi sehingga
dapat menghabiskan kandungan air tanah sampai lapisan tanah yang dalam. Hal
ini meningkatkan kehilangan air di dalam tanah sehingga menyebabkan laju
infiltrasi menjadi meningkat (Lee 1980).
Bahan Organik Tanah
Bahan organik merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi infiltrasi.
Menurut Asdak (2004) bentuk pengaruh bahan organik terhadap infiltrasi
ditunjukkan melalui aktivitas biologi tanah seperti aktivitas akar tanaman dan
organisme tanah yang kemudian mempengaruhi pembentukan agregat tanah.
Jumlah perakaran yang banyak meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang
pada akhirnya memperbaiki porositas tanah dan kestabilan struktur tanah. Sistem
perakaran dan serasah yang dihasilkan dapat membantu menaikan laju infiltrasi
tanah. Menurut Soedarsono (1982) serasah yang telah menjadi bahan organik
merupakan sumber energi yang menyebabkan aktivitas dan populasi
mikroorganisme tanah meningkat. Peningkatan aktivitas biologi memungkinkan
terbentuknya pori makro yang lebih banyak (Suwardjo 1981).
Tekstur
Setiap jenis tanah mempunyai sifat fisik yang khas, diantaranya sifat fisik
yang erat hubungannya dengan infiltrasi adalah tekstur dan stuktur. Kedua sifat ini
menentukan proporsi pori makro dan mikro. Tanah remah memberikan kapasitas
infiltrasi yang lebih besar dari tanah klei (Asdak 2004). Kadar klei merupakan
kriteria penting sebab liat mempunyai kemampuan menahan air yang tinggi.
Tanah yang mengandung liat dalam jumlah yang tinggi dapat tersuspensi oleh
butir-butir hujan yang jatuh menimpanya dan pori-pori lapisan permukaan akan
tersumbat oleh butir-butir liat. Semakin tinggi nisbah liat maka laju infiltrasi
semakin kecil. Struktur tanah memegang peranan penting terhadap pertumbuhan
tanaman maupun infiltrasi baik secara langsung ataupun tidak langsung. Bila
tanah padat, maka air susah untuk menembus tanah tersebut. Bila struktur remah,
maka akar tumbuh dengan baik. Daya infiltrasi dan ukuran butir-butir tanah akan
menentukan mudah atau tidaknya tanah terangkut air. Tanah dengan agregat
lemah, maka butir-butir halus tanah akan mudah didespersikan oleh air sehingga
daya infiltrasinya akan kecil dan peka terhadap erosi (erodibilitasnya besar).
Bobot isi (Bulk Density)
Kerapatan limbak tanah (bulk density) merupakan nisbah berat tanah
teragregasi terhadap volumenya, dengan satuan g/cm3 atau g/cc. Bobot isi (bulk
density) merupakan petunjuk tidak langsung kepadatan tanahnya, kandungan
udara dan air, dan kemampuan penerobosan akar tumbuhan ke dalam tubuh tanah.
Keadaan tanah yang padat dapat mengganggu pertumbuhan tanaman karena akarakarnya tidak berkembang dengan baik (Baver et al. 1987 dalam Purwowidodo
2005). Kerapatan isi tanah dapat bervariasi dari waktu ke waktu atau dari lapisan
ke lapisan sesuai dengan perubahan ruang pori atau struktur tanah. Keragaman itu
mencerminkan derajat kepadatan tanah. Tanah yang mempunyai bobot isi besar
akan sulit meneruskan air atau sukar ditembus akar tanaman, sebaliknya tanah

6

dengan bobot isi rendah, akar tanaman lebih mudah berkembang (Hardjowigeno
2007).
Porositas Tanah
Volume pori atau porositas merupakan persentase dari seluruh volume
tanah, yang tidak diisi bahan padat, terdiri atas pori yang bermacam ukuran dan
bentuk mulai dari ruang submikroskopis dan mikroskopis di antara partikel primer
sampai pada pori-pori besar dan lorong yang dibuat akar dan binatang yang
meliang. Porositas tanah akan menentukan kapasitas penampungan air infiltrasi,
dan menahannya. Menurut Andayani (2009), semakin besar nilai porositas suatu
tanah maka laju infiltrasi akan semakin besar. Proses infiltrasi akan meningkatkan
kadar air pada kondisi kapasitas lapang, di mana kandungan air dalam tanah
maksimum yang dapat ditahan oleh partikel tanah terhadap gaya tarik bumi.
Jumlah air yang diperlukan untuk mencapai kondisi kapasitas lapang disebut soil
moisture difienciency.
Porositas tanah dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, struktur, dan
tekstur tanah. Porositas tanah tinggi kalau bahan organik tinggi. Tanah dengan
struktur granuler/remah, mempunyai porositas yang tinggi daripada tanah-tanah
dengan struktur massive atau pejal. Tanah dengan tekstur pasir banyak
mempunyai pori-pori makro sehingga sulit menahan air (Hardjowigeno 2007 ).
Porositas adalah suatu indeks volume relatif, nilainya berkisar 30-60%.
Tanah bertekstur kasar mempunyai persentase ruang pori total lebih rendah dari
pada tanah bertekstur halus, meskipun rataan ukuran pori bertekstur kasar lebih
besar dari pada ukuran pori tanah bertekstur halus (Arsyad 2010). Kelas porositas
tanah tertera pada Tabel 2.
Tabel 2 Kelas porositas tanah
Porositas (%)
100
80-60
60-50
50-40
40-30
200
Sangat stabil
80-200
Stabil
66-80
Agak stabil
50-66
Kurang Stabil
40-50
Tidak Stabil
25

METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kampus IPB Dramaga Bogor melalui
pengamatan lapang. Analisis sifat fisika tanah dilakukan di laboratorium
Konservasi Tanah dan Air, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB.
Penelitian dimulai pada bulan April sampai Desember 2013.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan yaitu contoh tanah utuh, contoh tanah terganggu, dan
contoh tanah agregat utuh. Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
H2O2, Natrium Pirofosfat, HCl, dan Aquades. Alat yang digunakan dalam
penelitian ini antara lain: Double Ring Infiltrometer, mistar, ember, gayung,
stopwatch, pisau, balok kayu, palu, sekop/cangkul, bor tanah berdiameter 2 cm,
ring sampler, pressure plate appratus, oven, cawan alumunium, dan alumunium
foil.
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap meliputi penetapan lokasi,
pengukuran infiltrasi dan penetapan kadar air, pengambilan contoh tanah,
penetapan sifat fisik dan kimia tanah, dan pengolahan data.
Penetapan Lokasi
Penetapan lokasi dilakukan di beberapa penggunaan lahan pada tanah
latosol yaitu kebun campuran dan tanah bera yang bertempat di kebun percobaan
Cikabayan, University Farm IPB dan hutan sekunder yang berlokasi di Hutan
Konservasi Fakultas Kehutanan IPB.

9

Pengukuran Laju Infiltrasi dan Penetapan Kadar air
Pengukuran laju infiltrasi dilakukan menggunakan metode falling head
dengan alat Double Ring Infiltrometer. Alat ini berupa dua buah silinder berbahan
besi dengan diameter 10.5 cm dan 28.5 cm. Pengukuran dilakukan sampai laju
infiltrasi mencapai nilai konstan yang didahului dengan pengambilan contoh tanah
di 5 titik ulangan di sekitar Double Ring Infiltrometer. Pengambilan contoh tanah
dilakukan dengan menggunakan bor tanah pada kedalaman 0-10 cm dan 10-20 cm
kemudian dibungkus dengan alumunium foil untuk ditetapkan kadar airnya
menggunakan metode gravimetri di laboratorium. Kadar air tanah awal dapat
ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Pada pengukuran infiltrasi pencatatan penurunan muka air dilakukan pada
10 menit pertama setiap selang 1 menit. Kemudian dilanjutkan setiap 2 menit pada
menit ke-10 hingga menit ke-20, dan setiap 5 menit dari menit ke-20 hingga
mencapai laju konstan. Pengisian air dilakukan saat kondisi air di dalam ring
hampir habis. Perlakuan di atas dilakukan secara berulang hingga laju infiltrasi
mencapai nilai konstan. Kondisi konstan diasumsikan pada saat penurunan muka
air sama atau tidak terjadi penurunan laju lagi dalam selang waktu yang cukup
lama
.

Gambar 1. Pengukuran infiltrasi menggunakan metode falling head
Pengambilan Contoh Tanah
Pengambilan contoh tanah terdiri dari contoh tanah utuh (undistrub soil
sampling) untuk penetapan kurva pF, permeabilitas, contoh tanah terganggu
(distrub soil sampling) untuk penetapan kadar air awal, tekstur, bobot jenis
partikel, kandungan C-organik, dan contoh tanah agregat utuh (undisturbed soil
aggregate) untuk penetapan stabilitas agregat tanah dan bobot isi. Sifat tanah yang
diukur adalah sifat-sifat tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi.
Penetapan Sifat Fisik dan Kimia Tanah
Sifat-sifat tanah yang dianalisis adalah sifat yang dapat mempengaruhi laju
infiltrasi dan kapasitas infiltrasi, yaitu tekstur, permeabilitas, bobot isi, bobot jenis

10

partikel, kemantapan agregat, distribusi ukuran pori, kadar air dan c-organik.
Adapun metode analisis yang digunakan untuk penetapannya disajikan pada tabel
berikut.
Tabel 5 Parameter Pengamatan dan Metode Analisis Sifat-sifat Tanah
No
Parameter Pengamatan
Metode Analisis
1
Tekstur
Pipet
2
Permeabilitas
Permeameter Laboratorium
3
Bobot Isi
Pendekatan Archimedes
4
Bobot Jenis Partikel
Piknometer
5
Kemantapan Agregat
Pengayakan Kering dan Basah
6
Distribusi Ukuran Pori
Pressure Plate
7
Kadar Air
Gravimetrik
8
C-Organik
Walkley and Black
Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan untuk memperoleh nilai laju infiltrasi rata-rata
dan penetapan waktu pencapaian kapasitas infiltrasi. Software yang digunakan
untuk membantu pengolahan data pada penelitian ini adalah Microsoft Office
Excel 2007 (MOE).
Data hasil pengukuran laju infiltrasi yang diperoleh dengan menggunakan
metode falling head merupakan data penurunan tinggi permukaan air di dalam
silinder bagian dalam double ring infiltrometer. Data penurunan tinggi permukaan
air ini mula-mula diolah melalui regresi linear dengan persamaan Y= a + bX yang
kemudian dilakukan pendugaan nilai kapasitas infiltrasinya dengan menggunakan
persamaan Horton.
Persamaan Horton:
f = fc + (f0 – fc)e-kt
Keterangan:
f
= laju infiltrasi
t
= waktu (menit)
f0
= laju infiltrasi awal (cm/menit)
fc
= laju infiltrasi konstan (cm/menit)
e
= bilangan alam 2.71828
k
= konstanta yang menunjukkan penurunan laju infiltrasi
Metode penetapan waktu pencapaian kapasitas infiltrasi menggunakan
analisis titik tetap dan kestabilan. Analisis kestabilan membahas tentang sifat-sifat
kestabilan dari suatu sistem yang digambarkan oleh suatu persamaan diferensial
non-linier. Pendugaan waktu pencapaian dilakukan melalui turunan pertama dari
persamaan Horton. Persamaan turunan pertama rumus Horton ini mengarah pada
titik tetap dan kestabilan yaitu f = fc sehingga dapat ditentukan waktu pencapaian
kapasitas infiltrasinya.

11

Gambar 2 Contoh model penetapan waktu pencapaian laju infiltrasi minimum

Turunan persamaan Horton:
f = fc + (f0 - fc)e-kt  f – fc = (f0 – fc)e-kt
f ’ = (f0 - fc) e-kt (-k)
f ’ = -k (f - fc)
f ’ = 0 => -k (f - fc) = 0
f = fc

Penetapan titik waktu pencapaian laju infiltrasi minimum dilakukan melalui
penarikan garis dari persamaan f = fc. Penarikan garis ini dimulai dari titik laju
infiltrasi yaitu f terhadap waktu pada kondisi laju infiltrasi minimum (fc).
Penarikan garis sumbu y yang dilakukan pada saat laju infiltrasi minimum (fc)
akan didapat titik tetap dan kestabilan kurva. Titik tetap dan kestabilan ini
kemudian berpotongan terhadap sumbu x sehingga dapat ditarik garis terhadap
waktu. Garis yang ditarik melalui sumbu y yang berpotongan terhadap x inilah
yang kemudian dijadikan penetapan waktu pencapaian laju infiltrasi minimum.

12

HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Lokasi Penelitian

Lahan Bera
Lahan ini merupakan lahan rerumputan berlokasi di kebun Cikabayan yang
sengaja dibiarkan atau sistem bera dengan tujuan menjaga kesuburan tanah yang
alami. Lahan ini sebelumnya merupakan lahan bekas olahan yang digunakan
untuk kepentingan akademik (lahan praktikum dan lahan penelitian). Pada lahan
ini terdapat tanaman yang menutupi permukaan tanah (basal cover). Vegetasi
penutup tanah pada lahan ini didominasi oleh rerumputan dan hampir tidak
adanya tanaman penutup tanah lain. Pada saat dilakukan pengamatan infiltrasi dan
pengambilan sample tanah, lahan yang menjadi titik pengamatan dan pengambilan
sample mula-mula dibersihkan terlebih dahulu dari rumput dengan tujuan
mengurangi gangguan vegetasi. Selain itu, pada lahan ini terdapat fauna tanah
yang dapat terlihat melalui aktivitasnya di permukaan tanah (Lampiran 7).

Gambar 3. Lahan Bera

Kebun Campuran
Lahan kebun campuran yang berlokasi di kebun Cikabayan terdapat
tanaman kopi, kelapa, dan coklat. Pada lahan ini terdapat tanaman penutup tanah
yang didominasi oleh rerumputan. Kerapatan tajuk pada lahan ini cukup rendah,
terlihat dari jarak tanam antar vegetasi yang cukup jauh. Lahan kebun campuran
ini mengalami pengolahan tanah yang cukup intensif disekitar tanaman kelapa.
Hal ini terlihat dengan adanya pemupukan serta pembasmian gulma disekitar
perakaran tanaman kelapa. Lahan ini terkadang dilewati oleh masyarakat umum
yang memanfaatkan sisa tanaman sebagai kayu bakar. Selain itu, terkadang lahan
ini juga menjadi lokasi tujuan bagi mahasiswa praktikan yang melakukan
praktikum, sehingga pada beberapa lokasi tanah di lahan ini mengalami
pemadatan akibat pijakan kaki orang yang lalu lalang.

13

Gambar 4. Kebun Campuran

Hutan Sekunder
Jenis tanaman hutan yang terdapat pada lokasi penelitian didominasi oleh
tanaman karet dan salak. Selain itu, juga terdapat jenis tanaman penutup tanah
(basal cover) berupa semak. Kerapatan tajuk tanaman yang tinggi pada hutan
sekunder menyebabkan sisa-sisa tanaman yang terdapat pada lahan ini
menyumbangkan bahan organik langsung ke tanah. Hutan sekunder ini berlokasi
di Hutan Sekunder Fakultas Kehutanan IPB. Pepohonan di hutan sekunder ini
terlihat lebih pendek dan kecil dibandingkan hutan alami pada umumnya. Kondisi
tanah pada hutan ini sangat basah yang disebabkan oleh rapatnya tajuk serta
banyaknya serasah yang menutupi permukaan tanah. Hal ini mengakibatkan
kecilnya kemungkinan untuk terjadinya evaporasi tanah. Selain itu, kondisi fauna
tanah yang memanfaatkan sisa-sisa tanaman untuk dijadikan sumber makanan di
lahan ini sangat beragam dan cukup banyak (Lampiran 7.

Gambar 5. Hutan Sekunder

14

Sifat-sifat Fisik Tanah
Penggunaan lahan yang berbeda dapat mempengaruhi karakteristik tanah
yang berbeda. Hal ini berkaitan dengan vegetasi dan teknik pengelolaan tanah.
Beberapa sifat fisik tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi dan kapasitas
infiltrasi antara lain: tekstur, bahan organik, bobot isi, porositas, distribusi pori,
dan permeabilitas. Menurut Asdak (2004) kondisi kelembaban tanah awal (kadar
air awal) tanah juga sangat mempengaruhi laju infiltrasi awal. Sifat-sifat fisik
tanah di lokasi penelitian disajikan dalam Tabel 6.
Tabel 6 Sifat – sifat tanah di Lahan Bera, Kebun Campuran, dan Hutan sekunder
pada kedalaman 0-20 cm.
Nilai
Sifat fisik
Kebun
Hutan
Lahan bera
campuran
sekunder
Bobot isi (gram/cm3)
1.08
1.10
1.01
Porositas (% v)
58.17
55.94
60.31
Pori drainase sangat cepat (% v)
8.77
4.55
3.73
Pori drainase cepat (% v)
4.59
0.90
6.66
Pori drainase lambat (% v)
0.59
1.81
0.58
Pori air tersedia (% v)
6.13
7.17
12.27
Pori makro (%v)
13.96
7.26
10.96
Pori mikro (%v)
38.08
41.51
37.07
Permeabilitas (cm/jam)
5.11
3.91
6.72
Bahan Organik (%)
3.40
3.46
3.87
Kelas Tekstur
Klei
Klei
Klei
Indeks Stabilitas Agregat
Sangat Stabil
Sangat Stabil
Sangat Stabil
Tekstur
Tekstur tanah menentukan tata air dalam tanah yaitu berupa kecepatan
infiltrasi, penetrasi, dan kemampuan pengikatan air oleh tanah (Sarief 1985).
Tekstur tanah di lahan bera, kebun campuran, dan hutan sekunder berdasarkan
Tabel 6 tergolong ke dalam kelas klei. Kelas tekstur klei termasuk kedalam jenis
tanah berat. Air lebih mudah meresap (masuk) kedalam tanah pada jenis tanah
ringan, sedangkan pada tanah-tanah berat (tanah liat) air akan sukar menembusnya
(Kanisius 1990).
Meskipun ketiga penggunaan lahan dikategorikan kedalam kelas klei,
namun masing-masing penggunaan lahan memiliki perbedaan fraksi klei
(Lampiran 1). Hutan sekunder memiliki rata-rata kandungan klei lebih kecil yaitu
sebesar 78.17% dibandingkan kebun campuran (81.18%) dan lahan bera (82%).
Menurut Haridjadja et al. (1990), jenis mineral liat juga berpengaruh terhadap
infiltrasi. Tipe mineral liat seperti montmorilonit mempunyai kemampuan
mengembang dan mengkerut yang besar, dalam keadaan basah pengembangan
mineral liat tersebut akan menyebabkan tertutupnya pori-pori tanah sehingga akan
memperkecil infiltrasi.

15

Bahan Organik Tanah
Bahan organik tanah merupakan kumpulan beragam senyawa organik
kompleks yang sedang atau telah mengalami proses dekomposisi. Sumber utama
bahan oganik pada tanah adalah sisa-sisa tanaman berupa daun, batang, buah
maupun akar (Hanafiah 2007).
Hasil pengamatan pada Tabel 6 menunjukkan kandungan bahan organik
tertinggi pada hutan sekunder yaitu 3.87%. Tingginya nilai bahan organik pada
hutan sekunder berpengaruh terhadap porositasnya. Bahan organik yang tinggi
pada hutan sekunder diduga pengaruh banyaknya keragaman vegetasi dan
kerapatan tajuk tanaman yang tinggi sehingga memberikan kontribusi terhadap
bahan organik tanah. Bahan organik merupakan sumber energi yang
menyebabkan aktivitas dan populasi mikroorganisme tanah meningkat
(Soedarsono 1982). Menurut Suwardjo (1981) peningkatan aktivitas biologi
memungkinkan terbentuknya pori makro yang lebih banyak. Selain itu, tingginya
bahan organik pada lahan ini berperan sebagai pemicu aktivitas fauna tanah yang
kemudian membantu dalam penciptaan biopori, memperbaiki aerasi dan
mempertahankan permeabilitas tanah tetap baik. Semakin tinggi kadar bahan
organik, berarti semakin remah struktur tanahnya, sehingga lebih mudah dalam
meloloskan air (Hanafiah 2007).
Bahan organik yang lebih rendah ditunjukkan pada kebun campuran yaitu
3.46% dan lahan bera yaitu 3.40% dibandingkan dengan hutan sekunder.
Rendahnya bahan organik pada kedua penggunaan lahan ini dibandingkan hutan
sekunder disebabkan adanya faktor pengolahan tanah secara intensif sebelumnya.
Proses dekomposisi bahan organik dalam tanah yang diolah secara intensif akan
berlangsung lebih cepat dibanding dengan tanah yang tidak diolah (Giller et al.
1997 dalam Handayanto & Hairiah 2007). Menurut Morgan (2005), cepatnya
proses dekomposisi akan mempercepat penurunan kandungan bahan organik
tanah. Hal ini yang memungkinan penyebab rendahnya bahan organik pada kebun
campuran dan lahan bera dibanding hutan sekunder.
Bobot Isi (Bulk Density)
Bobot isi atau bulk density merupakan petunjuk kepadatan suatu tanah.
semakin tinggi nilai bobot isi maka semakin padat suatu tanah, yang berarti akan
semakin sulit meneruskan air atau ditembus akar tanaman. Menurut Hardjowigeno
(2007), pada umumnya di penggunaan lahan pertanian bobot isi berkisar antara
1.1-1.6 gram/cm3.
Hasil pengamatan pada Tabel 6 menunjukkan bobot isi pada hutan sekunder
memiliki nilai rata-rata paling rendah yaitu 1.01 gram/cm3 dan tertinggi pada
kebun campuran, yaitu 1.10 gram/cm3 sedangkan lahan bera memiliki bobot isi
1.08 gram/cm3. Nilai bobot isi yang tinggi pada kebun campuran diduga akibat
adanya pengolahan tanah secara itensif yang dilakukan sehingga berpengaruh
terhadap pemadatan tanah di lahan tersebut. Menurut penelitian yang dilakukan
oleh Marieta (2011), penggunaan lahan yang menerapkan pengelolaan tanah
secara itensif memiliki kualitas fisik dan hidrologi yang rendah. Penggunaan lahan
yang menerapkan pengelolaan tanah itensif memiliki kapasitas infiltrasi yang
rendah dan bobot isi yang lebih tinggi dibandingkan dengan lahan hutan. Selain
itu, kemungkinan pijakan kaki orang yang lalu lalang juga menyebabkan
pemadatan tanah pada lahan ini. Kebun campuran sering dilewati oleh penduduk

16

sekitar yang mencari kayu bakar dari sisa tanaman dan mahasiswa yang
mengadakan praktikum di sekitar lahan ini.
Nilai bobot isi pada hutan sekunder merupakan yang terendah dibandingkan
kedua lahan lainnya sehingga porositas tanah hutan sekunder lebih tinggi. Tanah
dengan porositas tinggi menunjukkan tanah tersebut memiliki pergerakan air yang
tidak terhambat. Berbeda dengan tanah yang memiliki bobot isi tinggi, dimana
tanah tersebut menunjukkan adanya pemadatan sehingga menyebabkan
pergerakan air menjadi lebih lambat. Bobot isi yang rendah pada hutan sekunder
menunjukkan adanya pengaruh kandungan bahan organik yang lebih tinggi.
Menurut Franzluebbers (2002), kandungan bahan organik tanah dapat
menurunkan bobot isi dan meningkatkan laju infiltrasi tanah. Bobot isi dapat lebih
kecil dari 1 gram/cm3 pada tanah dengan kandungan bahan organik yang lebih
tinggi (Yuwono 2003).
Porositas
Porositas merupakan nisbah persentase dari ruang pori total. Menurut
Hanafiah (2007) porositas juga mencerminkan tingkat kemampuan tanah untuk
dilalui aliran air (permeabilitas) atau kecepatan aliran air untuk melewati massa
tanah (perkolasi).
Pada Tabel 6 hasil pengamatan menunjukkan rata-rata porositas pada lahan
bera sebesar 58.17%, kebun campuran sebesar 55.94%, dan hutan sekunder
sebesar 60.31%. Porositas pada kebun campuran merupakan yang terendah
dibandingkan hutan sekunder dan lahan bera. Rendahnya porositas pada kebun
campuran berkorelasi dengan bobot isinya yang tinggi. Selain itu, adanya
pengolahan tanah pada lahan ini berpengaruh terhadap jumlah porositasnya.
Pengolahan tanah pada lahan dapat menyebabkan bertambah cepatnya proses
dekomposisi bahan organik sehingga penurunan kadar bahan organik semakin
cepat, rusaknya struktur tanah akan berdampak pada penurunan porositas makro
tanah, serta berkurangnya populasi fauna tanah (Suprayogo et al. 2004, Lipiec et
al. 2006, Capowiez et al. 2009). Berdasarkan penelitian Raja (2009), pengolahan
tanah dapat menyebabkan peningkatan kepadatan tanah, hal ini menjadikan tanah
memiliki lebih banyak pori mikro. Pori mikro merupakan pori yang sangat buruk
dalam meloloskan air.
Porositas pada hutan sekunder memiliki nilai yang lebih tinggi
dibandingkan penggunaan lahan lainnya. Nilai porositas yang tinggi pada hutan
sekunder dipengaruhi oleh kandungan bahan organik yang tinggi dan bobot isinya
yang rendah. Menurut Hardjowigeno (2007) porositas berkorelasi positif dengan
bahan organik tanah, semakin tinggi bahan organik maka semakin tinggi pula
porositasnya. Nilai porositas belum menggambarkan secara mutlak kemampuan
tanah dalam meloloskan air. Kemampuan tanah dalam meloloskan air dalam
kaitannya dengan porositas lebih ditentukan oleh distribusi ukuran porinya.
Kemampuan tersebut ditentukan oleh banyaknya pori drainase dan kontinuitas
pori.
Distribusi Ukuran Pori
Pori-pori tanah merupakan bagian yang terisi oleh udara atau air. Pori
didalam tanah umumnya terbagi menjadi dua macam, yaitu pori makro dan pori
mikro. Haridjaja (1980) menyatakan pori makro dikelompokkan dalam tiga kelas

17

yaitu pori drainase sangat cepat dengan diameter >300 mikron yang akan kosong
pada pF1, pori drainase cepat dengan diameter 300-30 mikron yang akan kosong
pada pF antara 1-2, dan pori drainase lambat dengan diameter 30-9 mikron yang
akan kosong pada pF antara 2-2.54.
Berdasarkan Tabel 6 distribusi pori pada masing-masing penggunaan lahan
menunjukkan nilai yang berbeda-beda. Pori drainase sangat cepat di hutan
sekunder sebesar 3.73%, lahan bera sebesar 8.77% dan kebun campuran sebesar
4.55%. Pori drainase cepat pada hutan sekunder sebesar 6.66%, pada lahan bera
yaitu 4.59% dan pada kebun campuran yaitu 0.90%. Pori drainase lambat di kebun
campuran yaitu 1.81% yang kemudian diikuti oleh lahan bera yaitu 0.59% dan
hutan sekunder yaitu 0.58%. Tingginya pori drainase pada hutan sekunder dan
lahan bera di pengaruhi oleh aktivitas biologis. Aktivitas biologis tersebut mulai
dari perakaran tanaman yang dapat membentuk pori drainase hingga organisme
tanah yang secara tidak langsung dapat membentuk biopori. Sedangkan rendahnya
pori drainase pada kebun campuran dipengaruhi oleh bobot isinya yang tinggi.
Tingginya bobot isi pada kebun campuran menunjukkan pemadatan tanah yang
tinggi. Hal ini menyebabkan ruang pori tanah untuk meloloskan air menjadi lebih
rendah.
Permeabilitas
Permeabilitas tanah merupakan kemampuan tanah untuk dapat dirembesi
atau dilalui air. Menurut Arsyad (2010) besarnya permeabilitas tanah pada lapisan
teratas sangat mempengaruhi laju infiltrasi. Berdasarkan Tabel 6 rata-rata
permeabilitas pada tiga penggunaan lahan berbeda-beda. Permebilitas pada hutan
sekunder menunjukkan nilai paling tinggi yaitu sebesar 6.72 cm/jam. Tingginya
permeabilitas pada hutan sekunder terindikasi oleh porositasnya yang tinggi.
Permeabilitas tanah dipengaruhi oleh kondisi porositas tanah, tanah yang memiliki
porositas yang baik dapat memberikan ruang terhadap air yang lebih banyak
(Kalpage 1974). Selain itu, tingginya bahan organik serta banyaknya vegetasi dan
sisa-sisa tumbuhan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi permeabilitas
pada hutan sekunder. Bahan organik pada hutan sekunder mengacu aktivitas
biologi tanah sehingga dapat mempertahankan permeabilitas tanah tetap baik.
Menurut Asdak (2004), sistem perakaran dan serasah yang dihasilkan dapat
membantu dalam menaikkan permeabilitas dan laju infiltrasi tanah.
Permeabilitas pada lahan bera dan kebun campuran masing-masing
memiliki nilai rata-rata sebesar 5.11 cm/jam dan 3.91 cm/jam. Permeabilitas pada
kebun campuran merupakan yang terendah dibandingkan kedua penggunaan lahan
lainnya. Rendahnya permeabilitas pada kebun campuran berkorelasi dengan
porositasnya yang rendah. Hal ini akibat dari tingginya bobot isi pada kebun
campuran yang menunjukkan kepadatan tanah yang lebih tinggi, sehingga ruangruang pori untuk dilalui air tidak banyak.
Tingkat permeabilitas pada tiap jenis penggunaan lahan berbeda-beda. Hal ini
dipengaruhi oleh pengelolaan tanah pada masing-masing penggunaan lahan.
Menurut Andayani (2009) semakin tinggi nilai permeabilitas tanah maka laju
infiltrasinya akan semakin tinggi.

18

Stabilitas Agregat
Stabilitas agregat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi laju
infiltrasi tanah. Menurut Haridjaja (1980), agregat yang stabil mempunyai
kemampuan dalam mempertahankan pori-pori sebagai jalan masuknya air. Nilai
indeks stabilitas menunjukkan tingkat stabilitas suatu tanah. Semakin tinggi nilai
indeks stabilitas agregat maka tanah akan semakin stabil. Nilai stabilitas agregat
pada masing-masing penggunaan lahan menunjukkan adanya perbedaan
(Lampir