ESTIMASI CADANGAN AIR TANAH DI DAERAH TE

Jurnal FMIPA Unram, Vol. 1, No. 1, Juni 2014

ISSN:0000-0000

ESTIMASI CADANGAN AIR TANAH DI DAERAH TELUK MEKAKI
KECAMATAN SEKOTONG, KABUPATEN LOMBOK BARAT
MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS
Marenda Dwi Jatmiko, Dr. Suhayat Minardi, S. Si., MT., Drs. Teguh Ardianto, M. Si.
Program Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Mataram,
Jalan Majapahit 62 Mataram 83125
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian air tanah di daerah teluk mekaki yang menjadi salah satu prospek pariwisata
di provinsi NTB. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui lapisan geologi, letak akuifer dan cadangan
air tanah di daerah penelitian berdasarkan distribusi nilai resistivitas. Pengukuran dilakukan pada area
seluas 159.900 m2 dan berdasarkan prinsip pengukuran geolistrik resistivitas 2 dimensi yang terdiri dari
6 lintasan paralel dengan jarak bentangan 210 m dan spasi antar lintasan sekitar 50 m. Hasil penampang
2 dimensi dari masing – masing lintasan kemudian diinterpolasi menggunakan software Rockworks 15
untuk mendapatkan pemodelan 3 dimensi. Berdasarkan distribusi nilai resistivitas diketahui bahwa
lapisan geologi di daerah penelitian terdiri atas lempung, lempung pasiran, batu lempung, batu gamping,
batu pasir dan tufa dengan lensa – lensa batu gamping. Hasil inversi dari software Res2dinv
menunjukkan adanya variasi kedalaman zona akuifer pada lintasan 1 s.d 6. Kedalaman akuifer pada

lintasan pertama sampai keenam berkisar antara 13,9 m s.d 35,4 m, 13,9 m s.d 27,5 m, 13,9 m s.d 27,5
m, 2,56 m s.d 20,4 m, 8,23 m s.d 35,4 m dan 35,4 m s.d 44,1 m. Hasil pemodelan 3 dimensi
menunjukkan ada 2 daerah keterdapatan air tanah, yaitu berupa zona akuifer melayang dengan cadangan
air tanah sekitar 400,97 m3 dan zona akuifer bebas dengan cadangan air tanah sekitar 9.842,88 m3.
Kata kunci : akuifer, cadangan air tanah, lapisan geologi, resistivitas
ABSTRACT
The research of groundwater has been conducted in the bay area of Mekaki which became one of the
prospects of tourism in West Nusa Tenggara province. The goal of research are to determine the
geological layers, the location of aquifer and estimates of groundwater reserves in the research area
based on the distribution of resistivity values. Measurements carried out on an area of 159.900 m2 by
applying the principle of 2-dimensional geoelectric resistivity method. Measurements consists of 6 lines
with the stretch of lines 210 m and the distance between the line spacing of about 50 m. The results of
2-dimensional cross-section of each line then interpolated using software Rockworks 15 to get a 3dimensional modeling. Based on the distribution of resistivity values is known that geological layers in
the research area consists of clay, sandy clay, claystone, limestone, sandstone and tuff with lenses of
limestone. The results of the inversion software Res2dinv shows the variation of the depth of the aquifer
zone on line 1 up to 6. Aquifer depth on the first line up to sixth line ranged from 13.9 m up to 35.4 m,
13.9 m up to 27.5 m, 13.9 m up to 27.5 m, 2.56 m up to 20.4 m, 8.23 m up to 35.4 m and 35.4 m up to
44.1 m. 3-dimensional modeling results indicate there are two areas of groundwater, the first is perched
aquifer zone with the groundwater reserves amounted to 400.97 cubic meter and the second is
unconfined aquifer zone with the groundwater reserves amounted to 9,842.88 cubic meter.

Keywords : aquifer, geological layers, groundwater reserves, resistivity

Jurnal FMIPA Unram, Vol. 1, No. 1, Juni 2014
I.

PENDAHULUAN
Air permukaan dan air tanah merupakan
sumber air utama yang digunakan masyarakat
untuk memenuhi berbagai kebutuhan. Air
permukaan sebagian besar dipergunakan untuk
memenuhi kegiatan pertanian, industri,
pembangkit tenaga listrik dan keperluan
domestik lainnya. Penggunaan air tanah
umumnya masih terbatas untuk kebutuhan air
minum, rumah tangga, sebagian industri dan
pertanian di wilayah dan musim-musim
tertentu. Sumber daya air merupakan sumber
daya alam yang terbarui, namun demikian
ketersediaannya tidak selalu sesuai dengan
waktu, ruang, jumlah dan mutu yang

dibutuhkan. Pertambahan penduduk dan
pertumbuhan ekonomi telah meningkatkan
penggunaan sumber daya air secara kuantitas
maupun kualitas.
Berdasarkan hasil wawancara dengan
karyawan PT. TMI, teluk Mekaki merupakan
salah satu daerah prospek wisata di provinsi
NTB yang saat ini dikelola oleh PT. Teluk
Mekaki Indah (TMI). Derah tersebut akan
dibangun kawasan wisata Mekaki Bay Resort
dengan 14 hotel bintang 4 dan 5, dengan
fasilitas lapangan golf, ecotourism, diving,
snorkeling dan surfing. Teluk Mekaki terletak
di ujung barat daya pulau Lombok atau secara
administratif terletak di wilayah Dusun Rambut
Petung, Kecamatan Sekotong, Kabupaten
Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Kegiatan industri pariwisata di daerah ini
tentunya akan membutuhkan pemanfaatan air
permukan maupun air tanah secara optimal

untuk memenuhi kebutuhan. Pemanfaatan air
tanah sebagai sumber daya pemasok air dapat
dipilih karena memiliki beberapa keuntungan,
yaitu
kualitas air umumnya baik, biaya
investasi relatif rendah dan pemanfaatannya
dapat dilakukan di tempat yang membutuhkan
(insitu). Berdasarkan data hidrogeologi, teluk
mekaki merupakan daerah dengan keterusan air
sangat rendah, air tanah dangkal hanya terdapat
dalam jumlah terbatas (DISTAMBEN, 2000).
Berdasarkan hal ini maka salah satu usaha yang
dapat dilakukan untuk mengetahui potensi
ketersediaan air tanah di daerah ini yaitu
dengan melakukan survei geofisika.
Metode geolistrik merupakan salah satu
metode geofisika yang sangat populer dan
sering digunakan baik dalam survei geologi
maupun eksplorasi. Hal ini disebabkan karena
metode geolistrik sangat bagus untuk

mengetahui kondisi atau struktur geologi

ISSN:0000-0000
bawah permukaan berdasarkan variasi tahanan
jenis batuannya. Terutama untuk daerah yang
mempunyai kontras tahanan jenis yang cukup
jelas terhadap sekitarnya, misalnya untuk
keperluan eksplorasi air tanah. Air yang
menempati rongga - rongga dalam tanah
memiliki sifat konduktif terhadap aliran listrik
sehingga menyebabkan nilai resistivitasnya
sangat rendah. Nilai resistivitas yang rendah
inilah akan menimbulkan kontras terhadap nilai
resistivitas batuan disekitarnya yang tidak
mengandung air tanah. Menurut Lowrie (2007)
parameter fisika utama dalam batuan pada
survei geolistrik adalah resistivitas dan
konduktivitas. Anomali terbentuk ketika
terdapat kontras resistivitas dalam batuan
seperti dike meneralisasi atau ore body, yang

akan menimbulkan kontras resistivitas dengan
batuan sekitarnya.
Berdasarkan uraian di atas maka pada
penelitian ini akan diterapkan model
pengukuran geolistrik 2 dimensi dengan
beberapa lintasan paralel, kemudian hasil dari
pengukuran tersebut akan diinterpolasi untuk
mendapatkan model 3 dimensi. Hasil
pemodelan 3 dimensi diharapkan dapat
menggambarkan sifat heterogenitas lapisan
geologi pada arah horizontal di daerah
penelitian sehingga akan didapatkan data yang
representatif. Survei geolistrik resistivitas
dimaksudkan untuk mengetahui titik-titik yang
menjadi pendugaan adanya air tanah, serta
untuk mengetahui cadangan air tanah yang
tersedia di daerah penelitian.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Air Tanah
Air tanah adalah air yang berada di bawah

permukaan tanah. Air tanah yang berada di
bawah permukaan terbagi atas dua zona yang
berbeda. Lapisan yang berada di bawah
permukaan tanah dan sebagian besar berisi air
dan udara disebut daerah tidak jenuh
(unsaturated zone), sedangkan daerah jenuh
(saturated zone) merupakan lapisan yang penuh
dengan air dan berada di bawah daerah tidak
jenuh (Ralph, 1983).
2.2 Hidrogeologi
Hidrogeologi merupakan ilmu yang
mempelajari tentang keterdapatan, sifat fisik
dan perilaku air tanah. Karakteristik air tanah di
suatu daerah ditentukan oleh kualitas air yang
masuk, kondisi lingkungan yang dilewati air

Jurnal FMIPA Unram, Vol. 1, No. 1, Juni 2014
dalam perjalanannya dan kondisi batuan tempat
air itu berada.
Secara hidrogeologi terdapat beberapa

istilah mengenai keterdapatan air tanah,
diantaranya :
 Akuifer (Aquifer) adalah lapisan yang dapat
menyimpan dan mengalirkan air dalam
jumlah yang ekonomis. Contoh : pasir,
kerikil, batu pasir, batu gamping rekahan.
 Akuiklud (Aquiclude) adalah lapisan yang
mampu menyimpan air, tetapi tidak dapat
mengalirkan dalam jumlah yang berarti
misalnya lempung, serpih, tuf halus dan
lanau.
 Akuifug (Aquifuge) adalah lapisan batuan
yang kedap air, tidak dapat menyimpan dan
mengalirkan air, misalnya batuan kristalin,
metamorf kompak.
 Akuitard (Aquitard) adalah lapisan yang
dapat menyimpan air dan mengalirkan
dalam jumlah yang terbatas, misalnya
lempung pasiran (sandy clay)
2.3 Akuifer

Akuifer sering pula disebut waduk air atau
formasi batuan pembawa air. Ada berbagai
formasi geologi yang dapat berfungsi sebagai
akuifer. Formasi geologi tersebut adalah
endapan aluvial, batu gamping, batuan
vulkanik, batu pasir serta batuan beku dan
batuan metamorf (Todd, 1980). Sekitar 90% air
tanah terdapat pada endapan aluvial yang
merupakan bahan lepas seperti pasir dan
kerikil.
Berdasarkan litologinya (Wuryantoro,
2007), akuifer dapat dibedakan menjadi 4
macam, yaitu:
a. Akuifer bebas atau akuifer tidak tertekan
(Unconfined Aquifer)
Akuifer bebas atau akuifer tak tertekan
adalah air tanah dalam akuifer tertutup
lapisan impermeable, dan merupakan
akuifer yang mempunyai muka air tanah.
Akuifer bebas ini merupakan akuifer jenuh

air (saturated). Lapisan pembatasnya yang
merupakan aquitard, hanya pada bagian
bawahnya dan tidak ada pembatas aquitard
di lapisan atasnya karena batas di lapisan
atas berupa muka air tanah. Jadi permukaan
air tanah bebas adalah batas antara zone
yang jenuh dengan air tanah dan zone yang
aerosi (tak jenuh) di atas zone yang jenuh.
Akuifer jenuh disebut juga sebagai phriatic

ISSN:0000-0000
aquifer, non artesian aquifer atau free
aquifer.
b. Akuifer bocor (Leakage Aquifer)
Akuifer bocor dapat didefinisikan suatu
akuifer dimana air tanah terkekang di bawah
lapisan yang setengah kedap air sehingga
akuifer disini terletak antara akuifer bebas
dan akuifer terkekang.
c. Akuifer melayang (Perched Aquifer)

Akuifer disebut akuifer melayang jika di
dalam zone aerosi terbentuk sebuah akuifer
di atas lapisan impermeable. Akuifer
melayang ini tidak dapat dijadikan sebagai
suatu usaha pengembangan air tanah, karena
mempunyai variasi permukaan air dan
volumenya yang kecil.
d. Akuifer tertekan (Confined Aquifer)
Akuifer tertekan adalah suatu akuifer
dimana air tanah terletak dibawah lapisan
kedap air (impermeable) dan mempunyai
tekanan lebih besar daripada tekanan
atmosfer. Air yang mengalir (no flux) pada
lapisan pembatasnya, karena confined
aquifer merupakan akuifer yang jenuh air
yang dibatasi oleh lapisan atas dan
bawahnya.

Gambar 2.1 Penampang skematis yang
menggambarkan akuifer bebas dan akuifer
tertekan (Todd, 2005)
2.4 Karakteristik Akuifer
Kuantitas air bawah tanah yang dapat
disimpan atau diteruskan oleh akuifer
tergantung pada karakteristik akuifer tersebut.
Karakteristik akuifer meliputi porositas,
konduktivitas hidrolik dan specific yield
(porositas
efektif).
Berikut
penjelasan
mengenai karakteristik akuifer tersebut.
1. Porositas
Akuifer merupakan lapisan batuan yang
dapat menyimpan dan mengalirkan air.
Kemampuan akuifer untuk menyimpan dan
mengalirkan air dipengaruhi oleh porositas
dan permeabilitas. Porositas dapat terbentuk
secara primer dan sekunder. Proses

Jurnal FMIPA Unram, Vol. 1, No. 1, Juni 2014
pembentukan porositas primer terjadi
selama proses pengendapan berlangsung
(syngenetic), yaitu terbentuknya ruang antar
butiran komponen penyusunan batuan
sedimen. Sedangkan porositas sekunder
terbentuk
setelah
proses
litifikasi
(postgenetic), baik melalui pelarutan
(contoh : batu gamping) dan atau
pengkekeran (joint) akibat tekanan oleh
gejala tektonik.
Perbandingan antara volume total
ruang pori dan volume total batuan disebut
porositas total atau absolut, sedangkan
perbandingan antara ruang pori yang saling
berhubungan dan volume total batuan
disebut porositas efektif.
Porositas menurut Koesoemadinata (1978)
adalah :
(2.1)
Sedangkan porositas efektif didefinisikan
sebagai (Koesoemadinata, 1978) :
(2.2)
2. Konduktivitas Hidrolik (Permeabilitas)
Merupakan
unit
kecepatan
dari
kemampuan
lapisan
batuan
untuk
meloloskan air (Todd, 1980). Konduktivitas
hidrolik dipengaruhi oleh sifat fisik yaitu
porositas, ukuran butir, susunan butir,
bentuk butir dan distribusinya.
3. Specific Yield (Sy)
Specific yield atau porositas efektif
merupakan perbandingan dalam persen (%)
air yang dapat diambil dari tanah atau batuan
yang jenuh air dibandingkan dengan volume
total batuan atau tanah (Todd, 1980).
Tabel 2.1 Nilai specific yield (Sy) dari
beberapa macam batuan

Batuan
Kerakal kasar
Kerakal

Kerikil
Pasir kasar

Pasir sedang
Pasir halus

Sy
Batuan
Sy
(%)
(%)
23 Lempung 3
24 Batu
21
pasir
halus
25 Batu
27
27 pasir
sedang
Batu
14
gamping
28 Sand
38
23 dune

ISSN:0000-0000
Lanau

8

Batu
lanau
Tuff

12
21

Sumber : Todd, 1980
2.5 Sifat Kelistrikan Batuan
Batuan merupakan suatu jenis materi
sehingga batuan pun mempunyai sifat-sifat
kelistrikan. Sifat kelistrikan batuan adalah
karakteristik batuan untuk menghambat atau
meneruskan arus listrik yang dialirkan ke
dalamnya. Arus listrik ini dapat berasal dari
alam
itu
sendiri
akibat
terjadinya
ketidakseimbangan, atau arus listrik yang
sengaja dimasukkan ke dalamnya. Pada bagian
batuan, atom-atom terikat secara ionik atau
kovalen. Karena adanya ikatan ini maka batuan
mampunyai sifat menghantarkan arus listrik.
Aliran arus listrik di dalam batuan/mineral
dapat digolongkan menjadi tiga macam yaitu
konduksi elektronik, konduksi elektrolitik dan
konduksi dielektrik (Lilik, 1990).
2.6 Resistivitas Batuan
Dari semua sifat fisika batuan dan mineral,
resistivitas memiliki variasi harga yang sangat
banyak. Resistivitas pada mineral-mineral
logam harganya berkisar antara 10-5 Ωm hingga
107 Ωm, dengan komposisi yang bermacammacam akan menghasilkan range resistivitas
yang bervariasi. Range resistivitas maksimum
yang mungkin adalah dari 1,6 x 10-8 Ωm (perak
asli) hingga 1016 Ωm (belerang murni).
Berdasarkan harga resistivitas listriknya,
batuan dan mineral dapat dikelompokkan
menjadi tiga (Telford, 1990), yaitu :
1. Konduktor : 10 8 <  < 1 Ωm
2. Semikonduktor : 1 <  < 10 7 Ωm
3. Isolator :  > 10 7 Ωm
Variasi resistivitas material bumi ditunjukkan
pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Resistivitas Material Geologi
Common
Resistivity (  m )
Rock/Material
Soil
1 – 10
Topsoil
50 – 100
Silkclay (lempung
30
halus)
Marls (pasiran)
3 – 70
Fresh water
3 – 100
Ground water
0,5 – 300
Clay (lempung)
10 – 100
Gravel (kerikil)
100 – 600

Jurnal FMIPA Unram, Vol. 1, No. 1, Juni 2014
Sand (pasir)
Claystone (batu
lempung)
Limestone (batu
gamping)
Sandstone (batu
pasir)
Tuffs

ISSN:0000-0000

1 – 1000
1 – 120

R 

2000 –
100000

Sumber : Paulin, 2008
2.7 Metode Geolistrik Resistivitas
Dalam eksplorasi geofisika, metode
geolistrik tahanan jenis merupakan metode
geolistrik yang mempelajari sifat resistivitas
(tahanan jenis) listrik dari lapisan batuan di
dalam bumi. Berdasarkan pada tujuan
penyelidikan, metode geolistrik tahanan jenis
dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
metode
resistivitas mapping dan metode
resistivitas sounding (Telford, 1990).
2.8 Dasar Kelistrikan
Metode resistivitas listrik bekerja
berdasarkan pengukuran beda potensial pada
permukaan bumi yang dihasilkan oleh arus
searah yang mengalir di bawah permukaan,
sehingga dapat ditentukan distribusi resistivitas
bawah permukaan dan interpretasi material
bumi. Hukum Ohm, pertama diperkenalkan
oleh ahli fisika Jerman George Simon Ohm,
yang menyatakan bahwa beda potensial akibat
suatu beban berbanding lurus dengan arus
listrik. Hubungan antara besarnya beda
potensial listrik V , kuat arus listrik I dan
besarnya resistansi atau tahanan kawat
penghantar R (Lowrie, 2007) adalah :
(2.3)
V  IR
Karena variasi material geologi memiliki
resistansi yang berbeda dalam aliran arus, maka
kita dapat mengukur arus dan tegangan untuk
memperoleh resistansi dan menentukan jenis
material bawah permukaan. Berdasarkan
Gambar 2.2 dijelaskan bahwa dua resistor
dengan panjang l yang berbeda dengan luas
penampang A . Jika kedua resistor terbuat dari
material yang sama, hal tersebut terlihat jelas
bahwa kedua resistor tidak akan memiliki
resistansi yang sama. Resistansi resistor pada
Gambar 2.2 bergantung pada panjang, luas
penampang, dan sifat material yang digunakan
dalam pembuatannya, yang kita sebut dengan
resistivitas yang dilambangkan dengan  ,
dapat dituliskan :

(2.4)

atau
 R

120 – 400
200 – 8000

l
A

A
l

(2.5)

Jika persamaan 2.3 disubstitusikan ke dalam
persamaan 2.5, maka didapatkan nilai
resistivitas  sebesar :
V A
(2.6)
 
I l

Sedangkan sifat konduktivitas 
adalah kebalikan dari resistivitas :
 

1





I l
J

AV
E

batuan
(2.7)

Gambar 2.2 Dua resistor dengan panjang ( l )
yang berbeda dan luas penampang ( A ) yang
berbeda
Satuan resistivitas yaitu m . Konduktansi
( 1 /  ) adalah kebalikan dari resistansi (  ),
dan konduktivitas ( 1 / m ) kebalikan dari
resistivitas (Lowrie, 2007).
2.9 Dua Elektroda Arus pada Permukaan
Apabila jarak ( r ) antar dua elektroda arus
dibuat dengan jarak tertentu (Gambar 2.3),
potensial dekat permukaan akan dipengaruhi
oleh kedua elektroda arus tersebut, maka
potensial pada P1 yang diakibatkan oleh C1
adalah
I
A
(2.8)
V   1 1 dimana A 11  
11

r1 1

2

Gambar 2.3 Dua elektroda arus dan dua
elektroda potensial pada permukaan tanah
homogen isotropik dengan resistivitas 
(Telford, 1990)
Karena besarnya arus pada kedua elektroda
sama dan berlawanan arah, maka potensial pada
P1 yang diakibatkan oleh C2 adalah
I
A
(2.9)
  A11
V12   12 dimana A 12 
2
r12
Sehingga diperoleh

Jurnal FMIPA Unram, Vol. 1, No. 1, Juni 2014

V11  V12 

I
2

1
1 


r  r 
2 
 1

(2.10)

ISSN:0000-0000
masing 2 elektroda arus (C1 dan C2) dan 2
elektroda potensial (P1 dan P2).

dengan cara yang sama dilakukan untuk
elektroda potensial P2 yang diakibatkan oleh
elektroda arus C1 dan C2, sehingga diperoleh
V21  V22 

I
2

1
1
  
r
r
4 
 3

(2.11)

Maka beda potensial antara P1 dan P2 (Telford,
1990) :
I  1
1   1
1  (2.12)




V 


2 
 r1

r2 


r
 3


r4 


2.10 Survei Geolistrik
Dalam survei geolistrik, nilai resistivity
yang dihitung bukan merupakan nilai resistivity
medium sebenarnya tetapi suatu nilai semu
dimana resistivity medium homogen akan
memberikan nilai resistansi yang sama pada
susunan elektroda yang sama (Loke, 2000).
Menurut Telford et al (1990), meskipun
resistivity semu tidak mencerminkan secara
langsung resistivity medium, namun distribusi
nilai resistivity semu hasil pengukuran
mengandung informasi distribusi resistivity
medium. Untuk menentukan true resistivity
bawah permukaan harus dilakukan inversi
terhadap nilai resistivity semu terukur (Loke,
2000).
Terdapat beberapa macam konfigurasi
elektroda dalam survei geolistrik. Konfigurasi
elektroda yang biasa digunakan dalam survei
geolistrik bersama dengan faktor geometrinya
(Telford, 1990; Loke, 2000; Lowrie, 2007)
dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.5 Susunan elektroda konfigurasi
dipole – dipole
Keterangan gambar :
A,B
= Elektroda arus
M,N = Elektroda potensial
C1,C2 = Arus yang terukur pada elektroda
arus AB
P1,P2 = Potensial yang terukur pada
elektroda potensial MN
r1
= Jarak elektroda MN
r2
= Jarak elektroda BN
r3
= Jarak elektroda AM
r4
= Jarak elektroda AN
Pada konfigurasi ini, arus diinjeksikan melalui
elektroda A dan B. Sedangkan beda potensial
diukur melalui elektroda M dan N. Berdasarkan
persamaan 2.12 yaitu :
I  1
1   1
1  (2.13)



V 



2 
 r1

r2 



r4 


r
 3

dimana
r1  na
r2  r3  a ( n  1)
r4  a ( n  2)

maka
V 

 I  1
1
1
1 



 
  n a a (n  1) a (n  1) a (n  2) 
 1

2
1




 n a a (n  1) a (n  2) 

V 

I


V 


I 
1

a  n(n  1)(n  2) 

sehingga nilai resistivitas semu yang diperoleh
adalah
Gambar 2.4 Konfigurasi elektroda dalam
survei geolistrik dan faktor geometrinya
2.11 Konfigurasi Dipole – Dipole
Pengukuran dengan konfigurasi dipoledipole menggunakan 4 elektroda, masing-

 a  a(n)(n  1)(n  2)

V
I

Dengan
 a = resistivitas semu ( m )
a = jarak/spasi elektroda ( m )
n = kelipatan bil. Bulat (1,2,3.......)

(2.14)

Jurnal FMIPA Unram, Vol. 1, No. 1, Juni 2014
III. METODOLOGI PENELITIAN
Instrumen utama yang digunakan di dalam
penelitian metode geolistrik resistivitas di
Teluk Mekaki, Dusun Rambut Petung,
Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok
Barat, Provinsi NTB adalah : satu unit alat
Geolistrik G-Sound dengan ketelitian 10-2 yang
digunakan dalam mengukur arus dan beda
potensial di daerah penelitian, satu buah Global
Positioning System (GPS) tipe MAP 60CSx
untuk menentukan posisi titik pengukuran dan
beberapa perangkat lunak yang digunakan
dalam pengolahan data geolistrik ini adalah
Software (Res2dinv, Rockworks 15, Surfer 10)
dan MS Excel 2010.
Tahapan
yang
pertama
dalam
penelitian ini adalah menentukan titik
pengukuran sesuai dengan tata cara dan skema
yang sudah diibuat. Tahap yang kedua adalah
persiapan alat yang akan digunakan untuk
pengukuran pada titik yang sudah dibuat di
lokasi penelitian dan selanjutnya adalah tahap
pengambilan data di lokasi penelitian
berdasarkan titik-titik yang sudah dibuat.
Pengambilan data dilakukan pada tanggal 12 16 Februari 2014 dengan panjang maksimal
lintasan pengukuran adalah 210 meter yang
terdiri dari 6 lintasan paralel dengan spasi antar
lintasan sekitar 50 meter. Akuisisi data
geolistrik dilakukan dengan menggunakan
konfigurasi dipole - dipole dimana spasi antar
elektroda adalah 15 meter. Tahap yang
berikutnya adalah proses pengolahan data dan
analisis data berdasarkan hasil yang diperoleh
dari pengukuran di lokasi penelitian. Tahapan
yang dilakukan pada proses pengolahan data
yaitu, menentukan nilai resistivitas semu dari
data pengukuran berdasarkan persamaan 2.14
menggunakan MS. Exel 2010. Selanjutnya
dilakukan proses inversi menggunakan
software Res2dinv, kemudian penampang 2D
distribusi nilai resistivitas hasil inversi
diinterpolasi
menggunakan
software
Rockworks 15 untuk mendapatkan pemodelan
3D. Dari data yang ada selanjutnya dilakukan
interpretasi terhadap distribusi nilai resistivitas
dalam penampang 2D maupun 3D, sehingga
dapat dideskripsikan lapisan geologi, letak
akuifer dan perkiraan cadangan air tanah di
daerah penelitian.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengolahan data geolistrik berupa
penampang 2D yang menggambarkan variasi
nilai resistivitas secara lateral dan vertikal.

ISSN:0000-0000
Hasil pengukuran lintasan pertama sampai
lintasan keenam menunjukkan anomali rendah
dan tinggi yaitu warna biru tua dan ungu.
Anomali rendah dan tinggi pada pengukuran
lintasan pertama ditunjukkan dengan nilai
resistivitas 6.5 Ωm dan 3.972,83 Ωm. Anomali
rendah dan tinggi pada pengukuran lintasan
kedua ditunjukkan dengan nilai resistivitas 0,2
Ωm dan 58.567,37 Ωm. Anomali rendah dan
tinggi pada pengukuran lintasan ketiga
ditunjukkan dengan nilai resistivitas 3,78 Ωm
dan 4.617,43 Ωm. Anomali rendah dan tinggi
pada pengukuran lintasan keempat ditunjukkan
dengan nilai resistivitas 11,78 Ωm dan 33.167
Ωm. Anomali rendah dan tinggi pada
pengukuran lintasan kelima ditunjukkan
dengan nilai resistivitas 7,67 Ωm dan 6.327
Ωm. Anomali rendah dan tinggi pada
pengukuran lintasan keenam ditunjukkan
dengan nilai resistivitas 5,7 Ωm dan 1.928 Ωm.
4.1 Hasil Penampang 2D Lintasan 1
Pengukuran lintasan pertama berada pada
posisi 8º 49’ 43.3” LS dan 115º 55’ 51.4” BT
sampai 8º 49’ 49.4” LS dan 115º 55’ 48.8” BT
(Gambar 4.1).

Gambar 4.1 Hasil inversi data lintasan 1
Secara umum terdapat beberapa lapisan dengan
nilai resistivitas yang berbeda. Penampang
lintasan pertama didominasi oleh low resistivity
zone (warna biru tua - biru muda)
dengan nilai resistivitas berkisar 6,20 Ωm –
29,7 Ωm. Kedalaman lapisan ini berkisar 2,56
m – 20,4 m dan diperkirakan sebagai daerah
resapan air yang terbentuk saat terjadi hujan,
sehingga membentuk seperti cekungan air.
Lapisan ini diinterpretasikan sebagai clay
(lempung) dan sandy clay (lempung pasiran)
yang berbentuk butir halus dengan porositas
cukup baik namun kurang mampu meloloskan
air. Selanjutnya, lapisan dengan nilai
resistivitas berkisar antara 65 Ωm – 312 Ωm
(warna biru kehijauan – kuning)

Jurnal FMIPA Unram, Vol. 1, No. 1, Juni 2014
diinterpretasikan sebagai claystone (batu
lempung), limestone (batu gamping), dan
sandstone (batu pasir) yang berbentuk butir –
butir renggang (loose) tapi padat (compact)
dengan fragmen – fragmen yang menyatu dan
mengeras (cemented). Lapisan ini diduga
sebagai aquifer zone karena memiliki
karakteristik porosity dan permeability yang
cukup baik dan terdapat pada kedalaman 13,9
m – 35,4 m. Terakhir, lapisan dengan nilai
resistivitas lebih dari 312 Ωm (warna orange –
ungu)
diinterpretasikan
sebagai perpaduan antara sandstone (batu pasir)
dan tuffs (tufa). Batuan ini merupakan jenis
batuan sedimen yang mengandung mineral
kuarsa. Lapisan ini berada pada kedalaman
lebih dari 35,4 m di bawah permukaan tanah.
4.2 Hasil Penampang 2D Lintasan 2 s.d 6
Distribusi
nilai
resistivitas
pada
penampang lintasan 2 s.d 6 menunjukan hasil
yang tidak jauh berbeda dengan hasil
penampang lintasan 1. Secara umum lintasan 2
s.d lintasan 6 tersusun atas lapisan clay
(lempung), sandy clay (lempung pasiran),
claystone (batu lempung), limestone (batu
gamping), sandstone (batu pasir) dan tuffs (tufa
dengan lensa – lensa batu gamping). Hasil
penampang lintasan 2 s.d 6 ditunjukkan pada
Gambar 4.2, 4.3, 4.4, 4.5 dan 4.6.

ISSN:0000-0000

Gambar 4.4 Hasil inversi data lintasan 4

Gambar 4.5 Hasil inversi data lintasan 5

Gambar 4.6 Hasil inversi data lintasan 6
Gambar 4.2 Hasil inversi data lintasan 2

Gambar 4.3 Hasil inversi data lintasan 3

Pengukuran lintasan 2 s.d lintasan 6 dilakukan
pada posisi :
1. Lintasan 2 : 8º 49’ 40.1” LS dan 115º 55’
55.7” BT sampai 8º 49’ 46.4” LS dan 115º
55’ 52.5” BT
2. Lintasan 3 : 8º 49’ 43.1” LS dan 115º 55’
57.6” BT sampai 8º 49’ 48.4” LS dan 115º
55’ 53.1” BT
3. Lintasan 4 : 8º 49’ 43.4” LS dan 115º 55’
58.5” BT sampai 8º 49’ 49.7” LS dan 115º
55’ 55.9” BT
4. Lintasan 5 : 8º 49’ 46.3” LS dan 115º 55’
59.9” BT sampai 8º 49’ 51.6” LS dan 115º
55’ 56.7” BT

Jurnal FMIPA Unram, Vol. 1, No. 1, Juni 2014
5.

Lintasan 6 : 8º 49’ 46.7” LS dan 115º 56’
01.2” BT sampai 8º 49’ 53.2” LS dan 115º
55’ 59.7” BT

Hasil interpretasi lintasan 1 s.d lintasan 6 dapat
dilihat pada lampiran 1.
4.3 Hasil Pemodelan 3D
Hasil distribusi nilai resistivitas dalam
penampang 2D dari lintasan pertama sampai
keenam kemudian digabungkan menggunakan
software Rockworks 15. Hasil pemodelan 3D
dapat disajikan dalam 3 model :
1. Slicing vertikal (Gambar 4.7).
2. Slicing horizontal (lampiran 2)
3. Solid model 3D (Gambar 4.8)

Gambar 4.7 Hasil slicing vertikal pemodelan
3D lintasan 1 s.d 6
Pada gambar 4.7 terlihat distribusi nilai
resistivitas dalam penampang 2D untuk masing
– masing lintasan pengukuran. Distribusi nilai
resistivitas masing – masing lintasan
pengukuran
kemudian
diinterpolasi
menggunakan software Rockworks 15 untuk
mendapatkan hasil pemodelan 3D. Hasil
pemodelan 3D dapat dikelompokkan menjadi 5
zona. Zona pertama ditunjukkan oleh warna
ungu dengan nilai resistivitas rendah, yaitu
sebesar 0,58 Ωm (log resistivity -0,232). Nilai
resistivitas yang rendah dapat disebabkan
karena perubahan sifat fisis di bawah
permukaan, yaitu perubahan daya hantar listrik
akibat adanya kandungan air laut yang bersifat
lebih elektrolit dibandingkan air tanah. Zona
pertama dapat diinterpretasikan sebagai daerah
terjadinya intrusi air laut (air asin). Daerah yang
diduga terjadinya proses intrusi air laut berada
pada koordinat 8º 49.699’ LS dan 115º 55.914’
BT dengan kedalaman 54 m di bawah
permukaan tanah (lampiran 2). Zona kedua
ditunjukkan oleh warna biru dengan nilai
resistivitas berkisar antara 1 - 10 Ωm (log

ISSN:0000-0000
resistivity 0 – 1). Zona kedua dapat
diinterpretasikan sebagai daerah cekungan air
(air tawar) yang ditunjukkan dengan nilai
resistivitas rendah dan dapat digolongkan
sebagai akuifer melayang (perched aquifer).
Akuifer melayang (perched aquifer) terbentuk
pada zona akuitar yang bersifat impermeabel,
yaitu lapisan yang mampu minyimpan air dan
mengalirkannya dalam jumlah terbatas.
Terdapat 4 buah titik daerah keterdapat air
tanah berupa akuifer melayang, yaitu pada
koordinat 8º 49.757’ LS dan 115º 55.922’ BT
dengan kedalaman 2 m, 8º 49.714’ LS dan 115º
55.902 BT dengan kedalaman 12 m, 8º 49.842’
LS dan 115º 56.006’ BT dengan kedalaman 18
m, 8º 49.691’ LS dan 115º 55.917’ BT dengan
kedalaman 48 m (lampiran 2). Zona ketiga
ditunjukkan oleh warna biru muda dengan nilai
resistivitas sebesar 10 Ωm – 31,62 Ωm (log
resistivity 1 – 1,5). Nilai resistivitas yang
rendah pada zona ketiga menunjukkan adanya
proses infiltration akibat hujan yang turun
sebelum dilakukan pengukuran pada daerah
tersebut. Air hujan yang meresap ke dalam
tanah akan meningkatkan sifat konduktivitas
dari medium tersebut sehingga sifat fisis
(resistivitas) medium tersebut menjadi rendah.
Zona ketiga dapat diinterpretasikan sebagai
daerah resapan air yang tersusun atas clay
(lempung), sandy clay (lempung pasiran). Zona
keempat ditunjukkan oleh warna hijau muda
dengan nilai resistivitas berkisar antara 100 Ωm
– 316,23 Ωm (log resistivity 2 – 2,5). Zona
keempat dapat diinterpretasikan sebagai
aquifer zone yang tersusun atas limestone (batu
gamping) dan sandstone (batu pasir). Lapisan
ini tersebar merata pada kedalaman 13,9 m
sampai 35,4 m. Zona kelima ditunjukkan oleh
warna kuning – merah dengan nilai resistivitas
5.861,38 Ωm – 58.613,8 Ωm (log resistivity
3,768 – 4,768). Zona kelima dapat
diinterpretasikan sebagai lapisan tufa dengan
kandungan urat – urat kuarsa (Tuffs). Tufa
merupakan jenis batuan sedimen dan berfungsi
sebagai lapisan impermeabel yang berada di
bawah aquifer zone (Gambar 4.8). Dominasi
lapisan tufa berada di arah timur laut dengan
kedalaman sekitar 25 m di bawah permukaan
tanah.

Jurnal FMIPA Unram, Vol. 1, No. 1, Juni 2014

(a)

ISSN:0000-0000
akuifer melayang berupa lempung (clay),
sedangkan lapisan penyusun pada zona akuifer
bebas berupa batu pasir sedang. Berdasarkan
Tabel 2.1, Porositas efeksif (specific yield)
batuan di daerah penelitian sebesar 3 % untuk
lempung dan 27 % untuk batu pasir sedang.
Hasil perkiraan cadangan air tanah di daerah
penelitian pada zona akuifer melayang dengan
volume batuan keseluruhan ± 13.365,55 m3
adalah ± 400,97 m3, sedangkan cadangan air
tanah di daerah penelitian pada zona akuifer
bebas dengan volume batuan keseluruhan ±
36.455,11 m3 adalah ± 9.842,88 m3.
Keberadaan air tanah zona akuifer
melayang dapat dijumpai pada koordinat 8º
49.757’ LS dan 115º 55.922’ BT dengan
kedalaman 2 m, 8º 49.714’ LS dan 115º 55.902
BT dengan kedalaman 12 m, 8º 49.842’ LS dan
115º 56.006’ BT dengan kedalaman 18 m, 8º
49.691’ LS dan 115º 55.917’ BT dengan
kedalaman 48 m, sedangkan keberadaan air
tanah berupa zona akuifer bebas umumnya
tersebar merata dengan kedalam sekitar 13,9 m
– 35,4 m di bawah permukaan tanah. Zona
akuifer melayang ditunjukkan pada Gambar 4.9
sedangkan zona akuifer bebas ditunjukkan pada
Gambar 4.10.

(b)

Gambar 4.9 Zona akuifer melayang (perched
aquifer)
(c)
Gambar 4.8 Solid model 3D lintasan 1 s.d 6
(a) Tampak arah barat – selatan (b) Tampak
arah utara – timur (c) tampak bagian bawah
4.4 Perkiraan Cadangan Air Tanah
Hasil interpretasi data daerah penelitian,
diketahui terdapat dua daerah yang
mengandung air tanah, yaitu pada zona yang
disebut akuifer melayang (perched aquifer) dan
akuifer
bebas
(unconfined
aquifer).
Diasumsikan lapisan penyusun pada zona

Gambar 4.10 Zona akuifer bebas (unconfined
aquifer)

Jurnal FMIPA Unram, Vol. 1, No. 1, Juni 2014
V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis
data pengukuran geolistrik resistivitas pada
area penelitian seluas 159.900 m2, dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Lapisan geologi daerah penelitian terdiri
dari perpaduan lapisan clay (lempung),
sandy clay (lempung pasiran), claystone
(batu lempung), limestone (batu gamping),
sandstone (batu pasir) dan tuffs (tufa)
dengan lensa – lensa batu gamping.
2. Terdapat variasi kedalaman zona akuifer
pada masing – masing lintasan
pengukuran. Kedalaman akuifer pada
lintasan pertama berkisar antara 13,9 m –
35,4 m. Kedalaman akuifer pada lintasan
kedua berkisar antara 13,9 m – 27,5 m.
Kedalaman akuifer pada lintasan ketiga
berkisar antara 13,9 m – 27,5 m.
Kedalaman akuifer pada lintasan keempat
berkisar antara 2,56 m – 20,4 m.
Kedalaman akuifer pada lintasan kelima
berkisar antara 8,23 m – 35,4 m.
Kedalaman akuifer pada lintasan keenam
berkisar antara 35,4 m – 44,1 m.
3. Terdapat dua zona keterdapatan air tanah
di daerah penelitian yaitu berupa zona
akuifer melayang (perched aquifer) dan
zona akuifer bebas (unconfined aquifer).
Cadangan air tanah pada zona akuifer
bebas sekitar 9.842,88 m3, sedangkan
cadangan air tanah pada zona akuifer
melayang sekitar 400,97 m3.

DAFTAR PUSTAKA
Heath, Ralph C., 1983, Basic Ground – Water
Hydrology, Virginia : U.S. Geological
Survey.
Hendrajaya, Lilik, dan Idam Arif, 1990,
Geolistrik Tahanan Jenis, Bandung :
Laboratorium Fisika Bumi ITB.
Koesoemadinata, R. P., 1987, Geologi Minyak
dan Gas Bumi, Bandung : ITB.
Loke, M. H., 2000, Electrical Imaging Survey
for Environmental and Engineering
Studies, Malaysia : Geotomo Software.
Lowrie,

W., 2007, Fundamentals of
Geophysics, New York : Cambridge
University Press.

ISSN:0000-0000

Parulian, Paulin H. B., 2008, Pemodelan 3D
Zona Mineralisasi Endapan Emas
Sistem Epitermal Daerah “Z” untuk
Menentukan Titik Ore Shott pada Bor
Eksplorasi, Depok : Universitas
Indonesia.
Ridwan, Tato, dan Sudadi, Purwanto, 2000,
Peta Hidrogeologi Pulau Lombok,
Mataram : Dinas Pertambangan dan
Energi Provinsi NTB.
Telford, W.M., L.P. Geldart, and R.E. Sheriff,
1990, Applied Geophysics, New York :
Cambridge University Press.
Todd, D. K., 1980, Groundwater Hydrology
(Second Edition), New York : John
Wiley and Sons.
Todd, D. K., 2005, Groundwater Hydrology
(Third Edition), New York : John
Wiley and Sons.
Wuryantoro, 2007, Aplikasi Metode Geolistrik
Tahanan Jenis Untuk Menentukan
Letak Dan Kedalaman Aquifer Air
Tanah(Studi Kasus di Desa Temperak
Kecamatan
Sarang
Kabupaten
Rembang Jawa Tengah), Skripsi,
Jurusan Fisika FMIPA, Universitas
Negeri Semarang.

Jurnal FMIPA Unram, Vol. 1, No. 1, Juni 2014

ISSN:0000-0000

LAMPIRAN 1

Pengukuran

Lintasan 1

Lintasan 2

Lintasan 3

Lintasan 4

Lintasan 5

Lintasan 6

Nilai
Resistivitas
(Ωm)

Kedalaman (m)

Jenis Batuan

6,2 – 29,7

2,56 – 20,4

65 - 312

13,9 – 35,4

> 312

> 35,4

1,21 –
40,45

2,56 – 20,4

63,9 - 240

13,9 – 27,5

> 569

20,4 – 53

3,19 – 44,5

2,56 – 13,9

107 - 258

13,9 -27,5

> 439

> 27,5

15,1 –
67,75

2,56 – 8,23

172,1 - 436

2,56 – 20,4

> 626

> 20,4

5,26 –
116,7

2,56 – 20,4

164 - 387

8,23 – 35,4

> 387

> 35,4

5,13 –
138,9

2,56 – 35,4

187 -383

35,4 – 44,1

Clay (lempung), sandy clay
(lempung pasiran)
Claystone (batu lempung),
limestone (batu gamping),
sandstone (batu pasir)
Sandstone (batu pasir), tuffs
(tufa)
Clay (lempung), sandy clay
(lempung pasiran)
Claystone (batu lempung),
limestone (batu gamping),
sandstone (batu pasir)
Sandstone (batu pasir), tuffs
(tufa)
Clay (lempung), sandy clay
(lempung pasiran)
Claystone (batu lempung),
limestone (batu gamping),
sandstone (batu pasir)
Sandstone (batu pasir) dan
Tuffs (tufa)
Clay (lempung), sandy clay
(lempung pasiran)
limestone (batu gamping)
dan sandstone (batu pasir)
Sandstone (batu pasir) dan
Tuffs (tufa)
Clay (lempung), sandy clay
(lempung pasiran) dan
claystone (batu lempung)
limestone (batu gamping)
dan sandstone (batu pasir)
Sandstone (batu pasir) dan
Tuffs (tufa)
Clay (lempung), sandy clay
(lempung pasiran) dan
claystone (batu lempung)
limestone (batu gamping)
dan sandstone (batu pasir)

Tabel L.1 Hasil Interpretasi Penampang Lintasan 1 s.d 6

Jurnal FMIPA Unram, Vol. 1, No. 1, Juni 2014

ISSN:0000-0000

LAMPIRAN 2

Gambar L.2.4 Slicing Horizontal Distribusi

Nilai Resistivitas Kedalaman 48 m
Gambar L.2.1 Slicing Horizontal Distribusi

Nilai Resistivitas Kedalaman 2 m

Gambar L.2.2 Slicing Horizontal Distribusi
Nilai Resistivitas Kedalaman 12 m

Gambar L.2.3 Slicing Horizontal Distribusi
Nilai Resistivitas Kedalaman 18 m

Jurnal FMIPA Unram, Vol. 1, No. 1, Juni 2014

ISSN:0000-0000