Produksi dan Konsumsi Komoditi Pangan Strategis Serta Implikasinya Terhadap Swasembada Nasional

i

PRODUKSI DAN KONSUMSI KOMODITI PANGAN
STRATEGIS SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP
SWASEMBADA NASIONAL

YURTA FARIDA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

i

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Produksi dan Konsumsi
Komoditi Pangan Strategis Serta Implikasinya Terhadap Swasembada Nasional
adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum

diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014
Yurta Farida
NIM H34114014

*

Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

i

ABSTRAK
YURTA FARIDA. Produksi dan Konsumsi Komoditi Pangan Strategis Serta

Implikasinya Terhadap Swasembada Nasional. Di bawah bimbingan
MUHAMMAD FIRDAUS.
Kementrian Pertanian merencanakan akan merevisi roadmap swasembada
komoditi pangan strategis yaitu beras, jagung, dan kedelai. Target roadmap
tersebut dirasakan tidak mungkin tercapai dikarenakan produksi riil dari setiap
komoditi kurang dari target. Tujuan dari penelitian ini adalah proyeksi terkait
swasembada tahun 2014 dan menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap produksi dan konsumsi komoditi pangan strategis. Analisis dilakukan
dengan regresi berganda dan peramalan time series. Dari hasil penelitian, secara
umum semua proyeksi komoditas strategis belum mencapai target seperti dalam
Roadmap Kementrian Pertanian. Berdasarkan hasil proyeksi produksi dan
konsumsi pada tahun 2014, komoditi beras dan jagung mampu berswasembada.
Namun, komoditi kedelai belum mampu berswasembada pada tahun 2014. Hasil
analisis regresi menyimpulkan bahwa tidak semua variabel penduga dalam
hipotesis berpengaruh secara signifikan pada produksi dan konsumsi komoditi
pangan strategis. Variabel yang memengaruhi semua produksi komoditi adalah
areal panen dan anggaran litbang. Sedangkan variabel yang memengaruhi semua
konsumsi komoditi adalah jumlah penduduk. Implikasi kebijakan yang perlu
diambil terkait peningkatan swasembada dan swasembada berkelanjutan antara
lain: perluasan areal panen, peningkatan anggaran litbang, dan penurunan

konsumsi per kapita.
Kata kunci : Komoditi pangan, konsumsi, produksi, swasembada

ABSTRACT
YURTA FARIDA. Production and Consumption of Strategic Food Commodities
and The Implications for National Self-Sufficiency. Under direction of
MUHAMMAD FIRDAUS.
Agriculture Ministry plans to revise the strategic roadmap self-sufficiency
of food commodities such as rice, corn, and soybeans. Roadmap target is
impossible to achieve as real production of each commodity is less than the target.
The purpose of this study is related to self-sufficiency by 2014 projections and
analyzes the factors that influence the production and consumption of strategic
food commodities. The analysis was performed by multiple regression and time
series forecasting. From the research, in general all projections of strategic
commodities has not hit the target as the Ministry of Agriculture roadmap. Based
on a projection of production and consumption in 2014, commodity that achieve
self-sufficient are rice and maize. However, soybean has not been self-sufficient
in 2014. The results of the regression analysis concluded that not all of the
hypothesized predictor variables significant influence on the production and


consumption of strategic food commodities. Variables that affect all commodity
production are harvested acreage and R & D budgets. While the variables that
affect all commodity consumption is the total population. Policy implications that
need to be taken related to an increase in self-sufficiency and self-sustained,
among others : the expansion of harvest area, the increase in R & D budgets, and a
reduction in consumption per capita.
Keywords : Consumption, food commodities, production, self-sufficiency

i

PRODUKSI DAN KONSUMSI KOMODITI PANGAN
STRATEGIS SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP
SWASEMBADA NASIONAL

YURTA FARIDA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

i

Judul Skripsi

: Produksi dan Konsumsi Komoditi Pangan Strategis Serta
Implikasinya Terhadap Swasembada Nasional

Nama
NIM

: Yurta Farida
: H34114014


Disetujui oleh

Prof. Dr. Muhammad Firdaus, SP, MSi
Dosen Pembimbing

Mengetahui,

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

i

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia, rahmat dan hidayah-Nya yang telah dilimpahkan sehingga karya
ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2013
sampai November 2013, dengan judul Produksi dan Konsumsi Komoditi Pangan

Strategis Serta Implikasinya Terhadap Swasembada Nasional.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir.
Muhammad Firdaus, MSi selaku pembimbing yang telah membimbing penulis
dari proses pembuatan proposal penelitian sampai dengan selesai penulisan, telah
meluangkan waktu dan tenaga serta memberikan ilmunya sehingga penulisan
karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Terima kasih penulis sampaikan juga kepada
Dr. Ir. Netti Tinaprilia, MM dan Dr. Amzul Rifin, SP, MA yang telah banyak
memberi saran dan masukan sebagai perbaikan pada saat kolokium dan ujian
sidang. Di samping itu, Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah,
ibu, serta seluruh keluarga, atas do’a dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2014

Yurta Farida

i

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


iii

DAFTAR GAMBAR

iv

DAFTAR LAMPIRAN

iv

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

1
1

5
8
8
9

TINJAUAN PUSTAKA
Komoditi Pangan Strategis
Syarat Tumbuh Tanaman Komoditi Pangan Strategis
Syarat Tumbuh Tanaman Padi
Syarat Tumbuh Tanaman Jagung
Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai
Kebijakan Pangan dan Ketahanan Pangan
Swasembada Pangan
Model-model Peramalan Time Series Komoditi Strategis
Tinjauan Faktor-faktor yang Memengaruhi Komoditi Pertanian

10
10
11
11

12
13
14
15
16
17

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep Produksi
Konsep Konsumsi
Konsep Peramalan
Kerangka Pemikiran Operasional

19
19
19
21
23
24


METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Variabel dan Definisi Operasional
Analisis Peramalan Model Time Series
Penerapan Peramalan Model Time Series
Pemilihan Model Peramalan Time Series Terakurat
Analisis Peramalan Model Kausal
Analisis Regresi Berganda
Perumusan Model
Evaluasi Model Penduga
Hipotesis Penelitian
Analisis Deskriptif

27
27
27
28
28
29
30
33
33
34
34
36
39
40

ii

PERKEMBANGAN SERTA PROYEKSI PRODUKSI DAN KONSUMSI
KOMODITI PANGAN STRATEGIS TERHADAP SWASEMBADA
NASIONAL
Perkembangan Produksi dan Konsumsi Beras Indonesia
Proyeksi Produksi dan Konsumsi Beras Indonesia
Proyeksi Produksi Beras
Proyeksi Konsumsi Beras
Perkembangan Produksi dan Konsumsi Jagung Indonesia
Proyeksi Produksi dan Konsumsi Jagung Indonesia
Proyeksi Produksi Jagung Indonesia
Proyeksi Konsumsi Jagung Indonesia
Perkembangan Produksi dan Konsumsi Kedelai Indonesia
Proyeksi Produksi dan Konsumsi Kedelai Indonesia
Proyeksi Produksi Kedelai Indonesia
Proyeksi Konsumsi Kedelai Indonesia

41
41
42
42
44
45
46
46
47
49
50
50
51

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PRODUKSI DAN
KONSUMSI KOMODITI PANGAN STRATEGIS SERTA
IMPLIKASINYA TERHADAP SWASEMBADA NASIONAL
Model Produksi Komoditi Beras di Indonesia
Model Produksi Komoditi Jagung di Indonesia
Model Produksi Komoditi Kedelai di Indonesia
Model Konsumsi Komoditi Beras di Indonesia
Model Konsumsi Komoditi Jagung di Indonesia
Model Konsumsi Komoditi Kedelai di Indonesia
Implikasi Terhadap Swasembada Komoditi Pangan Strategis
Skenario Pencapaian Swasembada
Strategi Kebijakan Peningkatan Swasembada

52
52
54
55
57
59
60
61
64
66

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

75
75
75

DAFTAR PUSTAKA

76

LAMPIRAN

78

RIWAYAT HIDUP

92

iii

DAFTAR TABEL
1 Kontribusi lapangan usaha terhadap PDB atas harga dasar berlaku,
2009-2012 (dalam %)
2 Inflasi tahunan di Indonesia, 2009-2012 (dalam %)
3 Ekspor dan impor pertanian Indonesia menurut sub sektor, 2009-2012
(dalam US$ 000)
4 Roadmap pengembangan produksi komoditas pangan strategis, 20102014
5 Perkembangan luas panen, produktivitas, dan produksi komoditas
pangan strategis, 2010-2012
6 Target perkembangan luas panen, produktivitas, dan produksi
komoditas pangan strategis, 2010-2014
7 Data dan sumber data yang digunakan dalam penelitian
8 Nilai MSE metode peramalan time series pada produksi beras di
Indonesia
9 Nilai MSE metode peramalan time series pada konsumsi beras di
Indonesia
10 Proyeksi produksi dan konsumsi beras
11 Nilai MSE metode peramalan time series pada produksi jagung di
Indonesia
12 Nilai MSE metode peramalan time series pada konsumsi jagung di
Indonesia
13 Proyeksi produksi dan konsumsi jagung
14 Nilai MSE metode peramalan time series pada produksi kedelai di
Indonesia
15 Nilai MSE metode peramalan time series pada konsumsi kedelai di
Indonesia
16 Proyeksi produksi dan konsumsi kedelai
17 Hasil analisis model regresi produksi beras di Indonesia
18 Hasil analisis model regresi produksi jagung di Indonesia
19 Hasil analisis model regresi produksi kedelai di Indonesia
20 Hasil analisis model regresi konsumsi beras di Indonesia
21 Hasil analisis model regresi konsumsi jagung di Indonesia
22 Hasil analisis model regresi konsumsi kedelai di Indonesia
23 Hasil peramalan dan analisis faktor-faktor yang memengaruhi
produksi dan konsumsi komoditi pangan strategis Indonesia
24 Capaian produksi dan capaian swasembada beras
25 Capaian produksi dan capaian swasembada jagung
26 Capaian produksi dan capaian swasembada kedelai
27 Skenario produksi dan konsumsi dengan peningkatan luas areal
tanam, anggaran litbang serta penurunan konsumsi per kapita (dalam
ribu ton)
28 Perkembangan produksi padi di 6 provinsi sentra, tahun 2008-2012
29 Perkembangan produksi jagung di 6 provinsi sentra, tahun 2008-2012
30 Perkembangan produksi kedelai di 6 provinsi sentra, tahun 2008-2012
31 Sasaran skor Pola Pangan Harapan (PPH)

3
3
4
6
7
8
27
43
44
44
46
47
48
50
51
51
52
54
56
58
59
60
62
63
63
64

66
67
68
68
73

iv

DAFTAR GAMBAR
1 Perkembangan jumlah penduduk Indonesia, tahun 1971-2010
2 Fluktuasi harga beras, jagung, dan kedelai September 2011–Maret
2013
3 Kurva PT, PR, dan PM
4 Map isoquant
5 Klasifikasi metode peramalan
6 Bagan alur kerangka pemikiran operasional
7 Diagram arus untuk strategi pembentukan Model Box-Jenkins
8 Grafik produksi dan konsumsi beras Indonesia
9 Grafik produksi dan konsumsi jagung Indonesia
10 Grafik produksi dan konsumsi kedelai Indonesia
11 Persentase anggaran litbang tanaman pangan tahun 2006-2012

2
5
20
21
24
26
33
42
45
49
71

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Data yang digunakan dalam model ekonometrika
Output analisis metode ARIMA untuk peramalan produksi beras
Indonesia
Output analisis metode double exponential smoothing untuk
peramalan konsumsi beras Indonesia
Output analisis metode double exponential smoothing untuk
peramalan produksi jagung Indonesia
Output analisis Metode ARIMA untuk peramalan konsumsi jagung
Indonesia
Output analisis metode single exponential smoothing untuk peramalan
produksi kedelai Indonesia
Output analisis metode double exponential smoothing untuk
peramalan konsumsi kedelai Indonesia
Output analisis regresi produksi beras di Indonesia
Output analisis regresi produksi jagung di Indonesia
Output analisis regresi produksi kedelai di Indonesia
Output analisis regresi konsumsi beras di Indonesia
Output analisis regresi konsumsi jagung di Indonesia
Output analisis regresi konsumsi kedelai di Indonesia

78
82
83
83
84
85
85
86
87
88
89
90
91

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar, serta komoditas
penting dan strategis, karena pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang
pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia. Menurut UU No 18
Tahun 2012 tentang Pangan, pangan didefinisikan segala sesuatu yang berasal
dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan,
peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang
diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk
bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan
dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau
minuman.
Perubahan iklim global secara ekstrim mengakibatkan masa produksi
relatif pendek serta berpengaruh terhadap kondisi pangan global. Misalnya
kekeringan yang terjadi di Amerika Serikat, India, dan Cina yang menyebabkan
produksi menurun sehingga memicu kenaikan harga pangan dunia 2 . Masalah
kekeringan tersebut, negara-negara produsen cenderung mengamankan hasil
produksinya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga bagi negara
pengimpor hal tersebut merupakan ancaman bagi keamanan pangan negaranya.
Dampak negatif paling dirasakan oleh negara-negara miskin di dunia
terutama di negara-negara berkembang yang rentan terhadap guncangan
keamanan pangan. Pemerintah mencoba mengatasi guncangan tersebut dengan
menerbitkan UU No 11 Tahun 2005 yang berisi tentang hak setiap orang atas
standar kehidupan yang layak baginya dan keluarganya atas pangan serta setiap
orang harus bebas dari kelaparan. Oleh karena itu, untuk menghadapi ancaman
krisis pangan global tersebut, setiap negara harus memperkuat ketahanan pangan
melalui peningkatan produktivitas pangan, terutama untuk stok nasional bagi
negara-negara yang biasanya mengimpor pangan.
Penyelenggaraan pangan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar
manusia yang memberikan manfaat secara adil, merata, dan berkelanjutan
berdasarkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan.
masalah pangan nasional mempunyai potensi yang tinggi sebagai pemicu
ketidakstabilan baik di tingkat nasional maupun di daerah (Sholahuddin 2009).
Masalah penyelenggaraan pangan nasional masih memerlukan keterlibatan
pemerintah mengingat masalah ini menyengkut hajat hidup segenap rakyat
Indonesia. Salah satu program pemerintah dalam penyelenggaraan pangan adalah
swasembada pangan. Namun saat ini tantangan swasembada pangan semakin
berat mengingat kebutuhan dalam negeri yang terus meningkat seiring
pertumbuhan penduduk. Data Badan Pusat Statistika (2012) berdasarkan Gambar
1 dapat dianalisis bahwa jumlah penduduk Indonesia telah mencapai 230 juta jiwa
dengan rata-rata pertumbuhan 2% per tahunnya. Kondisi tersebut menyebabkan
2

Syafputri, Ella. 2012. Swasembada komoditas strategis, target ketahanan pangan Indonesia
[Internet]. [diunduh 2013 April 13]. Tersedia pada: http://www.antaranews.com/berita/337004/
swasembada-komoditas-strategis-target-ketahanan-pangan-indonesia.

2

konsumsi masyarakat juga meningkat. Hal ini harus diimbangi dengan strategi
produksi sehingga konsumsi pangan masyarakat dapat terpenuhi.
250000000
237 641 326
200000000
206 264 595
194 754 808
179 378 946
150000000
147 490 298
100000000

119 208 229

50000000

0
1971

1980

1990

1995

2000

2010

Gambar 1 Perkembangan jumlah penduduk Indonesia, tahun 1971-2010
Sumber: BPS (2012)

Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan berkelanjutan, maka
pemerintah menetapkan target komoditi strategis yaitu dengan mencapai
swasembada pangan untuk komoditas strategis seperti padi, jagung, kedelai, gula,
dan daging. Penentuan 5 komoditas strategis tersebut telah menjadi peran baru
dalam revitalisasi yang akan dilakukan Bulog. Kriteria terhadap komoditas
pangan tersebut antara lain komoditas memiliki peran besar dalam perekonomian
nasional, komoditas yang bepengaruh besar pada inflasi, dan komoditas yang
menguras belanja pengeluaran negara. Instrumen lain yang harus disiapkan ialah
cadangan komoditas yang distabilkan sehingga apabila harga naik, pemerintah
dapat melakukan operasi pasar, dan apabila harga turun, pemerintah dapat
melakukan pembelian dalam jumlah besar.
Komoditi pangan seperti beras, jagung, dan kedelai merupakan komoditi
yang mempunyai ktriteria komoditi paling strategis dari kelima komoditi strategis.
Komoditi pangan strategis tergolong ke dalam lapangan usaha tanaman bahan
pangan. Kriteria pertama yaitu komoditas memiliki peran besar dalam
perekonomian nasional dapat dilihat data dari Badan Pusat Statistik (2012) pada
Tabel 1. Terlihat bahwa kelompok lapangan usaha tanaman bahan pangan
memiliki peran besar dalam perekonomian nasional dilihat dari besarnya
kontribusi untuk PDB yang lebih besar dari lapagan usaha lainnya seperti
kontribusi pada lapangan usaha tanaman perkebunan (komoditi gula), dan
peternakan (komoditi daging). Rata-rata kontribusi lapangan usaha tanaman bahan
makanan antara tahun 2009-2012 adalah sebesar 7.63% dari keseluruhan PDB
nasional. Kontribusi lapangan usaha tanaman bahan makanan adalah hampir
mencapai 50% terhadap lapangan usaha pertanian, perkebunan, peternakan,
kehutanan, dan perikanan. Hal ini membuktikan bahwa lapangan usaha tanaman
bahan makanan yang mencakup pertanian tanaman padi, jagung dan kedelai
memiliki peran besar dalam perekonomian Indonesia.

3

Tabel 1 Kontribusi lapangan usaha terhadap PDB atas harga dasar berlaku, 20092012 (dalam %)
No
1

Lapangan Usaha
2009
Pertanian, Perkebunan, Peternakan,
15.29
Kehutanan & Perikanan
a. Tanaman Bahan Makanan
7.48
b. Tanaman Perkebunan
1.99
c. Peternakan
1.87
d. Kehutanan
0.80
e. Perikanan
3.15
2
Pertambangan & Penggalian
10.56
3
Industri Pengolahan
26.36
4
Listrik, Gas & Air Bersih
0.83
5
Konstruksi
9.90
6
Perdagangan, Hotel & Restoran
13.28
7
Pengangkutan dan Komunikasi
6.31
8
Keuangan, Real Estate & Jasa Perusahaan
7.23
9
Jasa-jasa
10.24
Produk Domestik Bruto
100.00
Produk Domestik Bruto Tanpa Migas
91.71
Keterangan: *Angka sementara, **Angka sangat sementara
Sumber
: Badan Pusat Statistik (2012)

2010

2011*

2012**

15.31

14.72

15.22

7.49
2.11
1.85
0.75
3.10
11.16
24.79
0.76
10.27
13.71
6.57
7.25
10.17
100.00
92.23

7.14
2.07
1.74
0.70
3.07
11.93
24.28
0.75
10.19
13.78
6.61
7.20
10.55
100.00
91.48

8.40
1.47
1.77
0.58
2.99
12.73
23.61
0.75
10.07
13.51
6.60
7.27
10.24
100.00
91.66

Selain mempunyai kontribusi yang paling besar dibandingkan lapangan
usaha pertanian yang lainnya, pengaruhnya terhadap perekonomian di Indonesia
juga ditunjukkan dari fluktuasi harga dan pasokan yang secara cepat memengaruhi
harga-harga komoditi lainnya. Hal ini menjadikan komoditi pangan strategis
termasuk dalam komoditi yang menyumbang inflasi seperti yang terlihat pada
Tabel 2 yang menunjukan kelompok bahan makanan padi-padian dan kacangkacangan mempunyai nilai inflasi yang cukup besar.
Tabel 2 Inflasi tahunan di Indonesia, 2009-2012 (dalam %)
No

Kelompok / Subkelompok
Umum
1
Bahan makanan
 Padi-padian, umbi-umbian, dan hasilnya
 Daging dan hasilnya
 Ikan segar
 Ikan diawetkan
 Telur, susu, dan hasilnya
 Sayur-sayuran
 Kacang-kacangan
 Buah-buahan
 Bumbu-bumbuan
 Lemak dan minyak
 Bahan makanan lainnya
2
Makanan jadi, minuman, rokok, & tembakau
3
Perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar
4
Sandang
5
Kesehatan
6
Pendidikan, rekreasi, dan olahraga
7
Transpor, komunikasi, dan jasa keuangan
Sumber : BPS, diolah Pusdatin (2012)

2009
2.78
3.88
6.34
4.23
0.90
3.12
0.17
1.59
-0.80
10.25
14.97
-3.52
3.20
7.81
1.83
6.00
3.89
3.89
-3.67

2010
6.96
15.64
26.91
7.55
3.37
3.18
4.44
19.82
5.07
9.95
48.98
9.01
5.49
6.96
4.08
6.51
2.19
3.29
2.69

2011
3.79
3.64
10.56
4.46
7.00
8.66
5.21
4.61
5.67
0.65
-23.98
5.57
7.04
4.51
3.47
7.57
4.26
5.16
1.92

2012 (TW I)
0.88
0.77
2.74
0.41
3.24
2.32
1.63
-1.62
0.25
-0.47
-7.83
2.33
1.46
1.46
1.02
1.29
0.81
0.30
0.40

4

Pengaruh yang ditimbulkan dari komoditi pangan strategis yang lainnya
yaitu komoditas yang menguras belanja pengeluaran negara. Pengeluaran negara
dapat dilihat dari nilai impor komoditi. Berdasarkan Tabel 3, beberapa subsektor
pertanian, subsektor tanaman pangan memiliki nilai neraca defisit terbesar
dibandingkan subsektor lain. Hal ini menunjukan bahwa nilai impor tanaman
pangan lebih besar dari nilai ekspor, sehingga pemerintah harus mengeluarkan
devisa lebih besar pada subsektor tanaman pangan.
Tabel 3 Ekspor dan impor pertanian Indonesia menurut sub sektor, 2009-2012
(dalam US$ 000)
No
1

Subsektor
2008
Tanaman pangan
Ekspor
812.330
Impor
7.414.295
Neraca
-6.601.965
2
Hortikultura
Ekspor
524.485
Impor
1.429.967
Neraca
-905.482
3
Perkebunan
Ekspor
21.378.189
Impor
2.681.456
Neraca
18.696.733
4
Peternakan
Ekspor
635.304
Impor
1.065.235
Neraca
-429.931
Pertanian
Ekspor
23.350.308
Impor
12.590.953
Neraca
10.759.355
Sumber : BPS, diolah Pusdatin (2012)

2009

2010

2011

786.627
7.788.215
-7.001.588

934.321
10.209.752
-9.275.431

807.265
15.363.009
-14.555.744

447.609
1.524.666
-1.077.057

5.289
540.274
-534.985

1.127.428
308.040
819.388

22.089.288
2.963.532
19.125.756

25.061.619
3.191.117
21.870.502

9.887.835
474.036
9.413.799

42.076
406.227
-364.151

48.181
538.615
-490.434

16.170
386.443
-370.273

23.365.600
12.682.640
10.682.960

26.049.410
14.479.758
11.569.652

11.838.698
16.531.528
-4.692.830

Sama seperti komoditas pertanian lainnya, pasokan komoditi pangan
strategis dipengaruhi oleh jumlah produksi. Jumlah komoditi yang tersedia tidak
selalu sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Jumlah produksi yang tersedia bisa
melebihi kebutuhan konsumsi masyarakat saat panen raya, tetapi jumlah produksi
yang tersedia tidak mencukupi kebutuhan masyarakat. Ketidakseimbangan antara
jumlah produksi dan konsumsi sering menjadi sumber permasalahan dalam pasar
beras, jagung, dan kedelai. Permasalahan yang muncul saat terjadi
ketidakseimbangan adalah adanya fluktuasi harga. Fluktuasi harga menjadi
permasalahan penting dalam perekonomian di Indonesia berkaitan dengan
pendapatan petani, dan harga yang harus dibayar oleh konsumen.
Data dari Kementrian Perdagangan (2012) pada Gambar 2 menunjukan
harga komoditi beras, jagung, dan kedelai yang hampir tidak berfluktuasi
dikarenakan adanya intervensi harga oleh pemerintah. Pemerintah memelihara
cadangan komoditi sehingga apabila harga naik, pemerintah dapat melakukan
operasi pasar, dan apabila harga turun, pemerintah dapat melakukan pembelian
dalam jumlah besar. Dengan cara tersebut maka harga komoditi pangan strategis
dapat distabilkan.

5

12.000

Harga Rp/Kg

10.000
8.000
Beras

6.000

Jagung

4.000

Kedelai
2.000
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3
2011

2012

2013

Gambar 2 Fluktuasi harga beras, jagung, dan kedelai September 2011–Maret 2013
Sumber: Kementrian Perdagangan (2012)

Kriteria-kriteria yang melekat pada komoditi pangan strategis yaitu beras,
jegung, dan kedelai merupakan komoditas strategis yang amat menentukan
keberhasilan untuk mewujudkan ketahanan pangan. Selain itu, ketiga komoditi
tersebut rentan dan rapuh terhadap gejolak pasar internasional. Salah satu cara
mengurangi dampak negatif gejolak pasar internasional adalah dengan
memproduksi sendiri atau swasembada.
Komoditas pangan strategis yang ditargetkan swasembada. Pemerintah
menargetkan peningkatan produksi dari tahun 2011 hingga tahun 2014 sebesar
16% untuk beras, 64% untuk jagung, dan lebih dari 200% untuk kedelai. Adapun
operasionalisasi swasembada pangan pada berbagai tingkat pemerintahan di
Indonesia yaitu pada tingkat nasional dilakukannya swasembada pada komoditas
pangan strategis, pada tingkat propinsi, kabupaten atau kota dan desa dengan
melakukan pemanfaatan potensi lokal dan pada tingkat masyarakat dilakukannya
peningkatan kemampuan fisik, sosial, politik, dan ekonomi (BKP-Kementrian
Pertanian 2009).
Ketercapaian swasembada dapat dilihat dari sisi produksi dan konsumsi. Hal
ini dikarenakan produksi dan konsumsi merupakan suatu kegiatan yang tidak
hanya melihat dari sisi jumlah, tetapi melihat kegiatan apa yang dapat
memengaruhi ketercapaian target swasembada. Analisis produksi dan konsumsi
komoditi strategis tersebut sangat penting untuk melihat senjang (gap) yang
terjadi, sehingga dapat diperoleh informasi dan dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dalam mengambil langkah kebijakan serta kegiatan yang tepat bagi
pemerintah.

Perumusan Masalah
Pada dasarnya, permasalahan dalam pengadaan pangan nasional dapat
ditinjau dari dua sisi, yaitu sisi produksi yang berkaitan dengan pengadaan pangan
nasional akan semakin kompleks dan sulit. Permasalahan pangan nasional dipilah
menjadi permasalahan yang berkaitan dengan sumberdaya alam, sumberdaya
manusia, sumberdaya kapital, sarana dan prasarana, teknologi, serta sistem
insentif. Sementara itu dari sisi konsumsi beras dan bahan pangan lainnya

6

diproyeksikan akan terus meningkat dari tahun ke tahun, peningatan konsumsi
bahan pangan ini disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk Indonesia
(Sholahuddin 2009).
Pemenuhan kebutuhan akan pangan bisa dipenuhi lewat dua cara, yakni
melalui produksi domestik dan impor. Berbagai pihak di dalam negeri berharap
pangan bisa dipenuhi lewat produksi domestik (swasembada), dan impor hanya
dilakukan jika produksi dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan
konsumsi. Pemenuhan kebutuhan pangan dari produksi komoditi pangan strategis
padi, jagung, dan kedelai domestik dewasa ini menemui banyak tantangan.
Tantangan utama adalah produktivitas secara nasional telah mengalami
penurunan. Selain itu, tingginya tingkat konversi lahan mengurangi secara
signifikan lahan potensial untuk produksi ketiga komoditi tersebut merupakan
tantangan yang masih belum bisa dikendalikan oleh pemerintah.
Kementrian Pertanian merencanakan akan merevisi roadmap swasembada
pangan. Hal ini dikarenakan menurut Suswono (2012), target swasembada pangan
pemerintah sulit tercapai. Sepanjang tahun 2012 impor beras sudah mencapai 1.95
juta ton, jagung sebanyak 2 juta ton, kedelai sebanyak 1.9 juta ton, gula sebanyak
3.06 juta ton, dan teh sebesar 11 juta dollar3. Keadaan ini memperlihatkan bahwa
Indonesia masih mengalami krisis pangan karena masih mengimpor komoditi
pangan dari luar negeri. Pemerintah menargetkan Indonesia harus sudah mencapai
swasembada beras, kedelai, jagung, gula dan daging sapi pada tahun 2014. Tabel
4 memperlihatkan roadmap pengembangan produksi komoditas pangan strategis
tahun 2010 sampai tahun 2014.
Tabel 4 Roadmap pengembangan produksi komoditas pangan strategis, 20102014
Komoditas

2010

Beras
Luas tanam (ribu ha)
13.520
Luas panen (ribu ha)
13.270
Produktivitas (kw/ha)
48.38
Produksi (ribu ton)
37.222
Jagung
Luas tanam (ribu ha)
4.412
Luas panen (ribu ha)
4.200
Produktivitas (kw/ha)
47.14
Produksi (ribu ton)
19.800
Kedelai
Luas tanam (ribu ha)
920
Luas panen (ribu ha)
874
Produktivitas (kw/ha)
14.90
Produksi (ribu ton)
1.300
Sumber : Kementrian Pertanian (2012)

2011

Tahun
2012

2013

2014

13,850
13.402
49.05
36.959

14.023
13.538
50.10
38.131

14.593
14.088
51.15
40.514

15.306
14.776
51.82
43.046

4.632
4.400
50.00
22.000

4.850
4.600
52.17
24.000

5.000
4.800
54.17
26.000

5.263
5.000
58.00
29.000

1.088
1.036
15.05
1.560

1.312
1.250
15.20
1.900

1.538
1.465
15.35
2.250

1.830
1.742
15.50
2.700

Dengan menganalisis Tabel 5 yang menunjukkan perkembangan luas panen,
produktivitas, dan produksi komoditi pangan strategis dengan roadmap
pengembangan produksi komoditi pangan strategis, maka dapat ketahui bahwa
3

Kompas. 2012. Surplus Beras Berbasis Impor [Internet]. [ diunduh 2013 Maret 27]. Tersedia
pada: http://www.kompas.com.

7

produksi dari tahun 2010 sampai tahun 2012 di bawah target yang telah
ditetapkan. Di samping itu, roadmap produksi yang telah dibuat dari tahun 2010
sampai tahun 2014 mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini dirasakan
tidak mungkin tercapai karena produksi riil dari setiap komoditi kurang dari
target, terutama produksi kedelai yang dari tahun 2010 sampai tahun 2012
mengalami penurunan produksi.
Tabel 5 Perkembangan luas panen, produktivitas, dan produksi komoditas pangan
strategis, 2010-2012
Komoditas

2010

Realisasi
2011

Beras
Luas panen ( ribu ha)
13.253
13.204
Produktivitas (kw/ha)
50.15
49.80
Produksi (ribu ton)
37.369
36.968
Jagung
Luas panen (ribu ha)
4.132
3.865
Produktivitas (kw/ha)
44.36
45.65
Produksi (ribu ton)
16.248
15.641
Kedelai
Luas panen (ribu ha)
661
622
Produktivitas (kw/ha)
13.73
13.68
Produksi (ribu ton)
907
851
Sumber : Kementrian Pertanian, diolah (2013)

2012

Senjang Realisasi dan Target
2010
2011
2012

13.472
50.38
38.767

13.240
1.77
37.332

13.190
0.75
36.931

13.458
0.28
38.729

3.967
47.39
16.810

4.128
-2.78
16.228

3.861
-4.35
15.619

3.962
-4.78
16.786

566
13.76
783

660
-1.17
906

621
-1.37
849

565
-1.44
781

Target produksi beras pada 2012 adalah 38.131 ribu ton dari produksi beras
riil yang sebesar 38.767 ribu ton, sehingga pemerintah tidak perlu khawatir
dengan target produksi beras tahun 2014 mendatang. Namun, hal tersebut belum
tentu dapat mencapai target Kementan yang menargetkan surplus beras 10 juta
ton. Selisih antara jagung dan kedelai dari target awal (tahun 2010) sampai tahun
2012 masih menunjukkan nilai negatif. Di sisi lain, Indonesia optimis bahwa
target produksi jagung 29.000 ribu ton per tahun akan tercapai pada tahun 2014
sehingga Indonesia bisa menjadi negara eksportir jagung. Namun untuk tahun
2012, target sebesar 24.000 ribu ton memang belum bisa tercapai karena produksi
hanya mencapai 16.810 ribu ton dikarenakan jumlah produksi jagung masih
terpengaruh anomali cuaca tahun lalu. Sedangkan target produksi swasembada
kedelai tahun 2014 harus mencapai 2.700 ribu ton. Hal tersebut dirasa tidak
realistis mengingat senjang produksi dan target mencapai 1.117 ribu ton pada
tahun 2012.
Pada tahun 2012 pencapaian target swasembada beras telah mencapai
85.88%, pencapaian jagung sebesar 57.96%, dan pencapaian swasembada kedelai
hanya mencapai 29% (Tabel 6). Produksi komoditas strategis seperti padi, jagung,
dan kedelai secara umum telah mencapai 85% dari target di tahun 2012. Untuk
mencapai target swasembada, maka diperlukan upaya peningkatan produksi
dengan berbagai strategi. Hal yang lebih penting adalah bahwa ketergantungan
impor yang terus menerus kepada negara-negara pengekspor utama beras, jagung,
dan kedelai akan merugikan posisi ekonomi Indonesia sendiri. Impor diduga akan
menurunkan harga sehingga dikhawatirkan pada akhirnya akan membuat petani
merugi dan menghentikan produksi serta mengalihkan sumber daya yang
dimilikinya untuk produksi komoditi lain.

8

Tabel 6 Target perkembangan luas panen, produktivitas, dan produksi komoditas
pangan strategis, 2010-2014
Komoditas

2012-2013

Target
2012-2014

Beras
Luas panen (Ha)
-505
-1 304
Produktivitas (Kw/Ha)
-0.77
-1.44
Produksi (Ton)
-1 747
-4 279
Jagung
Luas panen (Ha)
-833
-1 033
Produktivitas (Kw/Ha)
-6.78
-10.61
Produksi (Ton)
-9 190
-12 190
Kedelai
Luas panen (Ha)
-899
-1 176
Produktivitas (Kw/Ha)
-1.59
-1.74
Produksi (Ton)
-1 467
-1 917
Sumber : Kementrian Pertanian, diolah (2013)

2012-2013

Target (%)
2012-2014

-3.58
-1.51
-4.31

-8.83
-2.78
-9.94

-17.35
-12.52
-35.35

-20.66
-18.29
-42.04

-61.37
-10.36
-65.20

-67.51
-11.23
-71.00

Dengan demikian yang menjadi pertanyaan adalah apakah produksi
komoditi pangan strategis dapat ditingkatkan dan apakah swasembada komoditi
pangan strategis seperti yang diinginkan akan tercapai secara berkelanjutan.
Sedangkan masih banyak faktor-faktor yang belum mendukung dalam pencapaian
swasembada komoditi pangan strategis. Selain itu, faktor lain yang tidak
mendukung yaitu faktor perubahan iklim, anomali iklim saat ini semakin tinggi
intensitasnya. Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang ingin dijawab dalam
penelitian ini, antara lain :
1. Bagaimana proyeksi jumlah produksi dan konsumsi komoditi pangan strategis
di Indonesia sampai tahun 2014?
2. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi produksi dan konsumsi komoditi
pangan strategis di Indonesia, serta implikasinya terhadap swasembada
komoditi pangan strategis di Indonesia?

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Memproyeksikan produksi dan konsumsi komoditi pangan strategis di
Indonesia sampai tahun 2014.
2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi produksi dan konsumsi
komoditi pangan strategis di Indonesia serta implikasinya terhadap
swasembada komoditi pangan strategis di Indonesia.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk :
1. Bagi pemerintah, semoga dapat memberikan informasi tambahan dalam
menentukan kebijakan dan pengambilan keputusan di masa yang akan datang
dalam upaya peningkatan produksi komoditi pangan strategis.

9

2. Bagi pembaca, tulisan ini semoga bermanfaat sebagai refrensi, penyedia
informasi, literatur, dan bahan melakukan penelitian lanjutan.
3. Bagi penulis sendiri, diharapkan penelitian ini dapat menambah pengalaman
dan pengembangan wawasan serta dapat dijadikan sebagai aplikasi nyata dari
ilmu yang telah didapat selama menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor.

Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis produksi dan konsumsi
komoditi pangan strategis di Indonesia yang terdiri dari beras, jagung, dan kedelai
serta implikasinya terhadap swasembada nasional. Komoditi beras, jagung, dan
kedelai dalam penelitian ini adalah beras, jagung, dan kedelai secara umum bukan
dengan jenis atau kualitas tertentu.
Penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan, namun tujuan penelitian
ini masih bisa dicapai dengan memanfaatkan data yang ada. Adapun keterbatasan
dari penelitian ini diantaranya: beberapa faktor seperti adanya kebijakan dan
nonkebijakan yang berkaitan dengan komoditi beras, jagung, dan kedelai di
Indonesia diasumsikan sama (cateris paribus) dan data yang digunakan adalah
data tahunan sehingga model yang dirumuskan tidak menggambarkan fluktuasi
harga bulanan dan musiman.

10

TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini akan diuraikan secara ringkas mengenai pengidentifikasian
komoditi strategis serta pembahasan beberapa studi ataupun penelitian yang telah
dilakukan para peneliti terdahulu, baik yang menyangkut aspek produksi,
konsumsi, model peramalan, faktor-faktor yang memengaruhi, maupun pangan
dan pertanian. Selain itu, juga akan dapat diketahui pendekatan apa saja yang
digunakan para peneliti terdahulu dalam mempelajari fenomena swasembada,
serta kelebihan dan kelemahan pendekatan yang digunakan. Uraian dan bahasan
tersebut akan menjadi masukan bagi pengembangan kerangka pemikiran dan
penyusunan model dalam penelitian ini.

Komoditi Pangan Strategis
Indonesia memelopori proposal Special Products pada perundingan
multilateral dalam naungan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Special
Products yang dimaksud adalah sejumlah komoditas strategis yang penting untuk
hajat hidup orang banyak, baik dari segi lapangan kerja, maupun jaminan
perolehan pangan yang cukup, perlindungan, dan dinamisasi kehidupan desa
secara berkelanjutan, serta pertahanan dan stabilitas sosial-politik yang
sesungguhnya merupakan tujuan utama pembangunan pertanian, dikecualikan dari
agenda perundingan lanjutan liberalisasi dan deregulasi perdagangan produk
pertanian.
Menurut Simatumpang (2004), ada 6 indikator dan kriteria obyektif sebagai
penciri produk strategis antara lain persentase pangsa dalam nilai total produksi
pertanian domestik (peranan dalam perekonomian desa), persentase pangsa dalam
penyediaan zat gizi, kalori, dan protein (peranan dalam ketahanan pangan),
persentase pangsa dalam total serapan tenaga kerja sektor pertanian (peranan
dalam pengentasan kemiskinan atau kehidupan penduduk), ketergantungan
terhadap impor (kerentanan), insiden banjir impor (kerapuhan), serta tren
pertumbuhan (keberlanjutan). Berdasarkan indikator dan kriteria kuantitatifobyektif, komoditi beras, jagung, dan kedelai merupakan komoditas strategis
dalam subsektor tanaman pangan yang amat menentukan keberhasilan dinamisasi
perekonomian desa, memantapkan ketahanan pangan, serta mengentaskan
kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi penduduk, sehingga dapat
mewujudkan tujuan utama pembangunan pertanian. Selain itu, ketiga komoditas
tersebut rentan dan rapuh terhadap gejolak pasar internasional. Oleh karena itu,
ketiga komoditas tersebut layak dijadikan sebagai komoditas pangan strategis bagi
Indonesia.
Indonesia menetapkan target strategis dalam rangka mewujudkan ketahanan
pangan berkelanjutan yaitu dengan mencapai swasembada pangan di tahun 2014
untuk komoditas strategis seperti padi, jagung, kedelai, gula, dan daging. Sampai
Oktober 2012, pemerintah telah mendorong produksi beras, jagung, dan kedelai

11

secara umum telah mencapai 85% dari target di tahun 20124. Untuk mencapai
target tersebut, Indonesia telah menerapkan revitalisasi pertanian di 7 daerah baik
ada aspek tanah, benih dan bibit, fasilitas pendukung, sumber daya manusia,
petani pembiayaan, lembaga petani, dan teknologi serta industri hilir. Hal ini
mendapat apresiasi dari FAO (Food and Agriculture Organization) karena
langkah-langkah Indonesia menghadapi krisis pangan akibat kekeringan panjang
di beberapa negara penghasil pangan dunia.

Syarat Tumbuh Tanaman Komoditi Pangan Strategis
Tanaman komoditi pangan strategis yang terdiri dari padi, jagung, dan
kedelai hampir memiliki kesamaan tumbuh yang sama. Tanaman padi dan jagung
mudah beradaptasi dengan lingkungan terutama daerah tropis. Berbeda dengan
tanaman kedelai yang pada umumnya kurang cocok di tanam di daerah tropis.
Ketiga tanaman tersebut akan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik bila
syarat-syarat tumbuh terpenuhi. Faktor iklim dan tanah merupakan faktor yang
paling dominan bagi syarat tumbuh tanaman.

Syarat Tumbuh Tanaman Padi
1. Iklim
Tanaman padi dapat hidup dengan baik di daerah yang berhawa panas dan
banyak mengandung uap air. Dengan kata lain, padi dapat hidup baik di daerah
beriklim panas yang lembab. Suhu yang panas merupakan temperatur yang sesuai
bagi tanaman padi, misalnya daerah tropis. Tanaman padi membutuhkan curah
hujan yang baik, rata-rata 200 mm/bulan atau lebih, dengan distribusi selama 4
bulan. Sedangkan curah hujan yang dikehendaki per tahun sekitar 1.500-2.000
mm. Curah hujan yang baik akan membawa dampak positif dalam pengairan,
sehingga genangan air yang diperlukan tanaman padi di sawah dapat tercukupi.
Tanaman padi dapat tumbuh dengan baik pada suhu 23 0C ke atas, sedangkan di
indonesia pengaruh suhu tidak terasa, sebab suhunya hampir konstan sepanjang
tahun. Adapun salah satu pengaruh suhu terhadap tanaman padi yaitu kehampaan
pada biji. Daerah antara 0-650 meter dengan suhu antara 26.5-22.5 0C termasuk
96% dari luas tanah di Jawa, cocok untuk tanaman padi. Daerah antara 650-1.500
meter dengan suhu antara 22.5-18.7 0C masih cocok untuk tanaman padi (AAK
2003).
Musim berhubungan erat dengan hujan yang berperan di dalam penyediaan
air, dan hujan dapat berpengaruh terhadap pembentukan buah sehingga sering
terjadi bahwa penanaman padi pada musim kemarau mendapatkan hasil yang
lebih tinggi daripada penanaman padi pada musim hujan, dengan catatan apabila
pengairan baik. Pada musim kemarau, peristiwa peyerbukan dan pembuahan tidak
terganggu oleh hujan, sehingga persentase terjadinya buah lebih besar, dan
produksi menjadi lebih baik. Namun yang perlu diperhatikan ialah adanya
4

Kompas. 2012. Pemerintah Targetkan Indonesia Capai Swasembada Pangan Tahun 2014
[Internet]. [diunduh 2013 April 27]. Tersedia pada: http://bisniskeuangan.kompas.com/read/
2012/10/28/09154127/Pemerintah.Targetkan.Indonesia.Capai.Swasembada.Pangan.Tahun.2014.

12

pengairan untuk kebutuhan hidup tanaman padi. Sedangkan pada musim hujan
terjadi sebaliknya, proses penyerbukan dan pembuahan sangat terganggu, sebab
membukanya bunga padi juga terganggu, maka produksi pada musim hujan relatif
lebih rendah walaupun pengairan dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya (AAK
2003).
2. Tanah
Tanah merupakan bagian dari permukaan bumi yang dapat digunakan
sebagai tempat tumbuh suatu tanaman, sebab pada tanah terkandung zat-zat
makanan yang diperlukan oleh tanaman untuk pertumbuhan dan
perkembangannya. Apabila pada tanah hanya tersedia makanan dalam jumlah
kecil atau tidak ada sama sekali, akibatnya pertumbuhan tanaman tidak normal,
seperti kerdil, merana, dan tidak bisa berproduksi. Di samping itu tanah berperan
sebagai tempat tegaknya tanaman dan tempat penyediaan udara, sehingga akar
bisa bernafas.
Di Pulau Jawa, padi dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang ketebalan
lapisan atasnya antara 18-22 cm, terutama tanah muda dengan pH antara 4-7.
Sedangkan lapisan olah tanah sawah, menurut IRRI ialah dengan kedalaman
18cm. Pada lapisan tanah atas untuk pertanian pada umumnya mempunyai
ketebalan antara 10-30 cm dengan warna tanah coklat sampai kehitam-hitaman,
tanah tersebut gembur. Tanah tersusun dari beberapa macam bahan, sehingga
terdapat rongga-rongga halus dalam tanah yang disebut pori-pori tanah berisi air
dan udara. Sedangkan kandungan air dan udara di dalam pori-pori tanah masingmasing 25% (AAK 2003).

Syarat Tumbuh Tanaman Jagung
1. Iklim
Menurut Warisno (2004), suhu atau temperatur yang dikehendaki tanaman
jagung adalah antara 21-30 0C. Akan tetapi, untuk pertumbuhan yang baik bagi
tanaman jagung, suhu yang optimum adalah 23-27 0C. Suhu yang terlalu tinggi
dan kelembapan yang rendah akan dapat mengganggu proses persarian. Suhu
yang rendah (sekitar 15 0C) akan mengakibatkan perkecambahan tertunda
sehingga muncul di atas tanah lebih dari tujuh hari. Suhu sekitar 25 0C akan
mengakibatkan perkecambahan biji jagung lebih cepat, yaitu kurang dari tujuh
hari. Suhu yang tinggi (lebih dari 40 0C) akan mengakibatkan kerusakan embrio
sehingga tanaman tidak jadi kekecambah.
Jagung memerlukan air memerlukan air yang cukup untuk pertumbuhan,
terutama pada saat berbunga dan pengisian biji. Setelah biji jagung berkecambah,
diharapkan hujan tidak terlalu banyak. Semakin bertambah umur tanaman, curah
hujan diharapkan semakin banyak dan semakin meningkat sampai semua daun
mencapai ukuran penuh. Pada saat keluar malai, kebutuhan air paling banyak,
setelah itu, hujan diharapkan berkurang sampai tak ada hujan. Untuk mudahnya
curah hujan yang normal untuk pertumbuhan tanaman jagung yang ideal adalah
sekitar 85-100 mm/bulan atau 1.000-1.200 mm per tahun, dan yang paling penting
adalah distribusinya pada setiap tahap pertumbuhan.
Dari hasil penelitian Warisno (2004) juga menjelaskan bahwa intensitas
cahaya yang tinggi baik untuk pertumbuhan tanaman jagung. Intensitas cahaya

13

yang rendah (di bawah naungan misalnya) akan berakibat tanaman jagung tumbuh
memanjang (tinggi), tongkolnya ringan, dan bijinya kurang berisi. Jagung dapat
ditanam di dataran rendah sampai dataran tinggi (daerah pegunungan) yang
memiliki ketiggian sekitar 1.000 m atau lebih dari permukaan air laut (dpl).
Umumnya jagung yang ditanam di daerah ketinggian kurang dari 800 m dpl akan
memberikan hasil yang tinggi. Dan anehnya, jagung yang di tanamn di tanah
dengan ketinggian antara 800-1.200 m dari permukaan air laut juga masih bisa
berproduksi dengan baik.
Keadaan tinggi tempat erat kaitannya dengan suhu udara, kelembapan, dan
intensitas penyinaran matahari. Semuanya itu akan saling mempengaruhi terhadap
keadaan fisiologis tanaman jagung. Setiap kenaikan 100, suhu akan turun sekitar
setengah sampai satu derajat celcius. Suhu dan intensitas cahaya mempengaruhi
proses fotosintesis.
2. Tanah
Jagung tidak begitu memerlukan persyaratan tanah yang khusus, hampir
semua jenis tanah dapat ditanami. Akan tetapi jagung yang ditanam pada tanah
yang gembur, subur, dan kaya akan humus dapat memberikan hasil yang baik.
Tanah yang mengandung bahan organik cukup banyak akan membuat tanaman
jagung dapat tumbuh dengan baik asalkan ph-nya sesuai. Tanah yang paling baik
untuk ditanami jagung hibrida adalah tanah lempung berdebu, lempung berpasir,
atau lempung. Derajat keasaman tanah (pH) yang paling baik untuk tanaman
jagung adalah ph 5.5-7.0. Pada pH netral, unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh
tanaman jagung banyak tersedia di dalamnya (Warisno 2004).

Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai
1. Iklim
Di indonesia kedelai dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran
rendah sampai ketinggian 900 meter di atas permukaan laut (dpl). Meskipun
demikian telah banyak varietas kedelai dalam negeri ataupun kedelai introduksi
yang dapat beradaptasi dengan baik di dataran tinggi (pegunungan) ±1.200 m dpl.
Hasil penelitian balai penelitian tanaman pangan menunjukkan bahwa varietas
orba dan galunggung mempunyai adaptasi yang luas sehingga dapat ditanam pada
ketinggian ±1.100 m dpl. Demikian pula uji coba pengembangan varietas kedelai
edamane dan kedelai hitam (koramame) pada umumnya cocok ditanam di dataran
tinggi antara 1.000-1.200 m dpl.
Di sentra penanaman kedelai di indonesia pada umumnya kondisi iklim
yang paling cocok adalah daerah-daerah yang mempunyai suhu antara 25-27 0C,
kelembapan udara (rH) rata-rata 65%, penyinaran matahari 12 jam/hari atau
minimal 10 jam/hari, dan curah hujan paling optimum antara 100-200 mm/bulan.
Varietas kedelai yang unggul untuk suatu daerah belum tentu menunjukkan
keunggulan yang sama di daerah lain, karena faktor perbedaan iklim, tofografi,
dan cara tanam. Dari berbagai nara sumber dan bacaan terdapat petunjuk, bahwa
varietas kedelai yang berbiji kecil cenderung lebih cocok ditanam di dataran
rendah. Sebaliknya, varietas kedelai yang berbiji besar lebih cocok ditanam di
dataran tinggi (Rukmana dan Yunarsih 2001).

14

2. Tanah
Tanaman kedelai menurut Rukmana dan Yunarsih (2001) mempunyai daya
adaptasi yang luas terhadap berbagai jenis tanah. Berdasarkan kesesuaian jenis
tanah untuk pertanian, maka tanaman kedelai cocok ditanam pada jenis tanah
aluvial, regosol, grumosol, latosol, dan andosol. Hal yang penting diperhatikan
dalam pemilihan lokasi atau lahan untuk penanaman kedelai adalah tata air
(drainase) dan tata udara (aerasi) tanahnya baik, bebas dari kandungan atau wabah
nematoda, dan reaksi tanah (pH) 5.0-7.0. Pada tanah yang asam (di bawah pH 5.0)
perlu dilakukan pengapuran (liming) dengan kapur pertanian.

Kebijakan Pangan dan Ketahanan Pangan
Kebijakan pangan meliputi (1) Kebijakan pangan fokus pada pangan,
khususnya makanan pokok yg esensial bagi kelangsungan hidup manusia; (2)
Kebijakan pangan mencakup juga kecukupan konsumsi pangan dari populasi
suatu negara, tidak hanya sekedar produksi pangan; (3) Kebijakan pangan
mencakup koreksi ketidakseimbangan antara ketersediaan pangan dan kapasitas
masyarakat yang berbeda dlm mengakses pangan; dan (4) Kebijakan pangan
memandang masalah kemiskinan dan ketidakseimbangan pendapatan dari risiko
yang mereka hadapi dalam penyebaran kurang gizi dan kelaparan di berbagai
sektor masyarakat.
Tahun 1970-an, negara berkembang mengalami kekurangan pangan,
sehingga tujuan utamanya adalah swasembada pangan. Hal tersebut dikarenakan
masyarakat tidak seharusnya kelaparan karena ketidakcukupan supply pangan,
kasus kelaparan tersebut biasanya karena tidak memiliki kontrol yang cukup atau
akses terhadap pangan. Adanya kasus kelaparan tersebut mengakibatkan setiap
negara mengembangkan pendekatan terpadu terhadap masalah pangan dan nutrisi:
ketahanan pangan (food security)5.
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan, Pasal 1 Ayat 17
menyatakan bahwa: “ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan
rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah
maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau”. Ketahanan pangan adalah
terpenuhinya pangan, baik dalam jumlah, mutu, keamanan, maupun kesesuaian
dengan sosio kultur, dapat dijangkau secara fisik maupun ekonomi, dan
dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan individu, setiap waktu, untuk sehat,
tumbuh dan produktif. Unsur utama dari ketahanan pangan adalah ketersediaan
pangan yang cukup, distribusi yang menjamin setiap individu dapat mengakses,
serta mengkonsumsi yang menjamin setiap individu memperoleh asupan zat gizi
dengan jumlah dan keseimbangan yang cukup. Menurut Arifin (2005) dan
Sholahuddin (2009), pengkajian aspek keseimbangan dalam ketahanan pangan
menekankan pada 3 dimensi penting, yaitu:
1. Ketersediaan dan kecukupan pangan juga mencakup kuantitas dan kualitas
bahan pangan agar setiap individu dapat terpenuhi standar kebutuhan kalori

5

Harianto. 2013. Kebijakan Pangan dan Ketahanan Pangan (Food Policy and Food Security).
[diunduh 2013 Maret 25]. Tersedia pada: Handout mata kuliah pembangunan dan politik
agribisnis

15

dan energi untuk menjalankan aktivitas ekonomi dan kehidupan sehari-hari,
melalui:
a. Produksi sendiri dengan cara memanfaatkan dan alokasi sumberdaya
alam, manajemen dan pengembangan sumberdaya manusia serta aplikasi
dan penguasaan teknologi yang optimal.
b. Impor dari negara lain asal tidak terlalu berlebihan dan dibenarkan oleh
peraturan yang berlaku atau tidak dalam keadaan larangan impor dengan
menjaga cadangan devisa negara dari sektor pereknomian untuk
menjamin kesehatan neraca keseimbangan.
2. Aksesibilitas masyarakat terhadap pangan dapat dijelaskan misalnya dengan
proporsi pengeluaran rumah tangga terhadap bahan pangan merupakan salah
satu indikator ketahanan pangan di tingkat rumah tangga tersebut. Semakin
besar pangsa pengeluaran rumah tangga terhadap bahan pangan, semakin
rendah ketahanan pangan rumah tangga yang bersangkutan.
3. Stabilitas harga pangan menjadi salah satu hal yang penting dalam ketahanan
pangan karena dapat menimbulkan konsekuensi ekonomi, politik, dan sosial
kemasyarakatan yang berat. Negara berkembang,termasuk Indonesia
umumnya melakukan intervensi kebijakan untuk menjaga atau mengurangi
tingkat fluktuasi harga agar tidak terlalu besar.
Menurut Sholahuddin (2009) konsep ketahanan pangan merupakan realitas
yang harus dicapai oleh bangsa Indonesia. Salah satu agenda