Evaluasi Penggunaan CpG DNA dalam Meningkatkan Ekspresi Gen Imun pada Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus)

EVALUASI PENGGUNAAN CpG DNA DALAM
MENINGKATKAN EKSPRESI GEN IMUN PADA IKAN
KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus)

RUQAYYAH JAMALUDDIN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Evaluasi Penggunaan
CpG DNA dalam Meningkatkan Ekspresi Gen Imun pada Ikan Kerapu Macan
(Epinephelus fuscoguttatus) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015
Ruqayyah Jamaluddin
NIM P051120031

RINGKASAN
RUQAYYAH JAMALUDDIN. Evaluasi Penggunaan CpG DNA dalam
Meningkatkan
Ekspresi
Gen
Imun
pada
Ikan
Kerapu
Macan
(Epinephelus fuscoguttatus). Dibimbing oleh RETNO DAMAYANTI
SOEJOEDONO dan ASMI CITRA MALINA.
Unmethylated Cystidine Phosphate Guanosine Oligodeoxynucleotides (CpG
DNA) merupakan salah satu jenis imunostimulan berupa DNA sintetik yang

mengandung CpG motif yang terdiri dari sekuens pendek yang mengandung satu
atau lebih motif CpG dan berperan sebagai ”danger signal” terhadap sistem
kekebalan imun natural maupun bawaan. Tujuan penelitian ini adalah
menganalisis kemampuan CpG DNA untuk meningkatkan ekspresi gen
Interleukin 1β (IL1β), Cyclooxygenase 2 (COX-2) dan Tumour Necrosis Factor
(TNF-α1) pada ikan kerapu macan agar dapat dijadikan sebagai imunostimulan
maupun adjuvan vaksin. Analisis tingkat ekspresi gen dilakukan dengan
mengekstrak RNA organ Head Kidney (kepala ginjal) dengan perlakuan CpG
DNA dan perlakuan PBS sebagai kontrol. Sintesis DNA komplementer (cDNA)
dilakukan menggunakan kit Ready To Go You Prime First Strand Beads (GE
Healthcare) dengan teknik RT-PCR. Produk PCR yang dihasilkan kemudian di
analisis dengan mengukur nilai luminescence photostimulated menggunakan
software UN SCAN IT berdasarkan pola (ketebalan fragmen DNA).
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah tingkat ekspresi gen serta
nilai luminescence photostimulated dari gen IL1β dan gen COX-2 pada perlakuan
CpG DNA lebih tinggi dibanding pada perlakuan PBS sebagai kontrol sedangkan
tingkat ekspresi gen TNF-α1 pada perlakuan CpG DNA dan perlakuan PBS
sebagai kontrol hampir sama walaupun perbedaannya tidak begitu signifikan.
Nilai luminescence photostimulated gen IL1β perlakuan CpG DNA yaitu 113684
dan pada perlakuan PBS sebagai kontrol 95610, gen COX-2 perlakuan CpG DNA

yaitu 107592 dan pada perlakuan PBS sebagai kontrol 89207 serta gen TNF-α1
perlakuan CpG DNA yaitu 54818 dan pada perlakuan PBS sebagai kontrol 52062.
Kata kunci: Epinephelus fuscoguttatus, imunostimulan, CpG DNA, ekspresi gen.

SUMMARY
RUQAYYAH JAMALUDDIN. Evaluation of DNA CpG Utilization to Improve
The Expression of Immune Gene of Tiger Grouper (Epinephelus fuscoguttatus).
Supervised by RETNO DAMAYANTI SOEJOEDONO and ASMI CITRA
MALINA.
Unmethylated Cystidine Phosphate Guanosine Oligodeoxynucleotides
(CpG DNA) was one of type of DNA synthetic immunostimulatory that consist of
short sequences containing one or more types of CpG which play role as a "danger
signal" to natural the immune system and innate immunity. The aims of this study
was to analyze the ability of CpG DNA to increase the gene expression of
Interleukin 1β (IL1β), Cyclooxygenase2 (COX-2) and tumor necrosis factor
(TNF-α1) on tiger grouper that can be used as an immunostimulatory although
adjuvant vacsination. Level of gene expression was analysis by extracted RNA
Head Kidney organ with CpG DNA and PBS as control treated. Synthesis of
complementary DNA (cDNA) was performed by Ready To Go You Prime First
Strand Beads (GE Healthcare) kit used RT-PCR. The results of PCR products

were analyzed by measured the value of photostimulated luminescence used UN
SCAN IT software based pattern (DNA fragment hickness).
The results obtained in this study was the level of IL1β and COX-2 of gene
expression and value of photostimulated luminescence were highest at CpG DNA
treated than PBS as control treated while the level of gene expression of TNF-α1
highest at CpG DNA treated than PBS as control although the difference was not
significance. The value of Photostimulated luminescence IL-1β gene at CpG DNA
treated was 113684 and PBS as control was 95610, COX-2 gene at CpG DNA
treated was 107592 and PBS as control was 89207 and TNF-α1 gene CpG DNA
treated was 54818 and PBS as controlis was 52062.
Keywords: Epinephelus fuscoguttatus, immunostimulants, CpG DNA, gene
expression

Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

EVALUASI PENGGUNAAN CpG DNA DALAM
MENINGKATKAN EKSPRESI GEN IMUN PADA IKAN
KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus)

RUQAYYAH JAMALUDDIN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Bioteknologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis:

Dr. Ir. Utut Widyastuti, M.Si

Judul Tesis : Evaluasi Penggunaan CpG DNA dalam Meningkatkan Ekspresi
Gen Imun pada Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus)
Nama
: Ruqayyah Jamaluddin
NIM
: P051120031

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr drh Retno D. Soejoedono, MS
Ketua

Asmi Citra Malina, SPi MAgrPhD
Anggota


Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Bioteknologi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Suharsono, DEA

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian : 27 Mei 2015

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senatiasa
memberikan pertolongan, kekuatan dan kesabaran dalam menyelesaikan dan
memperoleh gelar magister ini dengan baik. Shalawat serta salam kepada
Rasulullah Muhammad SAW yang telah menjadi tauladan dalam berbagai aspek

kehidupan bagi kita semua. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Magister Program Studi Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor.
Tesis ini berjudul “Evaluasi Penggunaan CpG DNA dalam Meningkatkan
Ekspresi Gen Imun pada Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus)”.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Prof Dr
drh Retno Damayanti Soejoedono, MS selaku ketua komisi pembimbing dan
Asmi Citra Malina, SPi MAgr Ph.D selaku anggota komisi pembimbing yang
telah banyak memberikan ilmu, saran, motivasi, nasehat waktu konsultasi, serta
solusi dari setiap permasalahan yang dihadapi penulis selama melaksanakan
penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Selain itu, penulis ucapkan
terimakasih kepada penguji luar komisi Dr Ir Utut Widyastuti, MSi dan
Prof Dr Ir Suharsono, DEA selaku ketua Program Studi Bioteknologi IPB yang
telah memberikan masukan pada saat ujian siding tesis serta motivasi selama
studi. Kepada DIKTI melalui Beasiswa Unggulan selama menempuh pendidikan
pascasarjana di IPB.
Penghargaan Penulis sampaikan kepada staf dan laboran di laboratorium
Bioteknologi BPPBAP Maros Makassar segala kebaikan dan kemudahan yang
diberikan selama proses penelitian. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada
semua dosen, staf pegawai dan teman-teman di prodi Bioteknologi 2012
khususnya Narti, mba Susi, Ifa, dan semuanya yang tidak dapat saya sebutkan

satu persatu. Semua pengalaman dan pertemanan yang terjalin selama menimba
ilmu di kampus IPB ini akan selalu berkesan dan tidak akan pernah penulis
lupakan.Ucapan terima kasih tak terhingga juga penulis ucapkan kepada kedua
orang tua yaitu ayahanda Drs Jamaluddin, MM dan ibunda Dra Nurhayati Yusuf
serta semua saudaraku Fithriani Jamaluddin, SS, Mujahidah Jamaluddin, SHut,
Ulfa Jamaluddin, SPdI, Akmal Jamaluddin, Ramdhan Jamaluddin dan Dzulfikar
Jamaluddin yang telah banyak memberikan do‟a, dukungan dan kasih sayangnya
demi kelancaran studi penulis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015
Ruqayyah Jamaluddin

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ii

DAFTAR GAMBAR


ii

DAFTAR LAMPIRAN

ii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Hipotesis
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi dan Morfologi
Sistem Pertahanan Tubuh Ikan
Imunostimulan
CpG Oligodeoxynucleotides (CpG DNA)
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan

Alat
Prosedur Analisis Data
Hewan Uji
Preparasi CpG Oligodeoxynucleotides (CpG-DNA) 2133
Rancangan Penelitian
Pemberian CpG DNA
Pengamatan Ekspresi Gen Imun
Ekstraksi RNA
Uji Kualitas RNA Hasil Ekstraksi
Sintesis cDNA dengan RT PCR
Semi-Quantitatif Analysis
Elektroforesis
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Ekstraksi RNA Head Kidney Ikan Kerapu Macan
Ekspresi Gen Imun Interleukin 1β (IL-1β)
Ekspresi Gen Imun Cyclooxygenase 2 (COX-2)
Ekspresi Gen Imun Tumor Necrosis Factor α1 (TNF-α1)
Analisis Ekspresi Gen Imun Menggunakan Uji T
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

1
1
3
3
4
4
4
4
5
6
7
12
12
12
12
12
12
12
13
13
13
13
14
14
14
15
15
16
16
17
18
19
20
24
24
30

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Morfologi Ikan Kerapu Macan (E.fuscoguttatus)
Ligan yang Dikenali oleh TLR
Mekanisme Pengenalan CpG DNA oleh TLR 9
Skema Rancangan Penelitian
Amplifikasi PCR β aktin RNA HK. E. fuscoguttatus
Amplifikasi RNA Gen IL1β E. fuscoguttatus
Amplifikasi RNA Gen COX-2 E. fuscoguttatus
Amplifikasi RNA Gen TNFα1 E. fuscoguttatus
Diagram Batang Ekspresi Gen Imun COX-2
Diagram Batang Ekspresi Gen Imun IL1β
Diagram Batang Ekspresi Gen Imun TNFα1

4
10
11
13
16
17
18
19
20
21
22

DAFTAR LAMPIRAN
1 Klasifikasi dari CpG DNA
2 Komposisi Kit Pure Taq RTG PCR
3 Konsentrasi dan Tingkat Kemurnian RNA Hasil Ekstraksi dengan Gene
Quant
4 Nilai Luminescence Photostimulated Menggunakan Software UN
SCAN IT
5 Nilai luminescence photostimulated setelah di bagi dengan β aktin
6 Hasil Uji Statistik

31
32
32
33
33
34

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan kerapu (Epinephelus) merupakan salah satu komoditas perikanan yang
mempunyai nilai prospek yang cukup baik dipasaran, baik pasar domestik
maupun pasar internasional. Jenis ikan kerapu yang mempunyai nilai jual tinggi
dipasaran adalah ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus). Ikan kerapu
macan mempunyai nilai yang cukup menguntungkan diantaranya ikan kerapu
macan merupakan makanan yang enak dan gurih serta disukai banyak orang.
Secara ekonomi sangat menguntungkan dikarenakan harga ikan ini di pasaran
cukup tinggi serta pertumbuhannya cepat dan dapat di produksi secara massal
untuk memenuhi permintaan pasar ikan kerapu dalam keadaan hidup dan lain-lain.
Ada tiga jenis ikan kerapu yang umum dipasarkan diwakili oleh genus:
Epinephelus, Cromileptes dan Plectropomus. Harga jual ikan kerapu hidup sangat
mahal sehingga merangsang pelaku usaha untuk membudidayakannya (Rimmer
dkk. 2004). Salah satu jenis ikan kerapu yang mempunyai nilai ekonomis penting
yaitu ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus FORSSKAL) (Kani et al.
2012).
Usaha budidaya ikan kerapu macan (E. fuscoguttatus) sangat potensial
untuk dikembangkan. Akan tetapi dalam pembudidayaannya, para petani juga
sering mengalami beberapa kendala atau masalah. Permasalan yang utama adalah
adanya serangan penyakit yang disebabkan oleh bakteri, virus, parasit, dan lainlain. Para pembudidaya harus mengeluarkan biaya ekstra yang cukup besar untuk
membeli obat-obatan kimia sebagai langkah mengatasi serangan penyakit. Untuk
mengobati penyakit dari ikan kerapu macan khususnya yang disebabkan oleh
mikroorganisme, biasanya para pembudidaya menggunakan berbagai jenis
antibiotik seperti ampisilin, neosin, gentamisin, penisilin G, dan lain-lain. Fakta
belakangan terungkap bahwa antibiotik yang umum digunakan para pembudidaya
ikan untuk menyembuhkan penyakit bakterial ternyata menimbulkan strain baru
bakteri yang resisten, sehingga tidak efektif dalam penanggulangan penyakit
(Rantetondok 2002). Alternatif lain yang dapat dilakukan adalah penerapan
vaksinasi, namun penggunaan vaksin disamping harganya mahal juga bersifat
spesifik terhadap agen penyakit tertentu. Oleh karena itu diperlukan penggunaan
zat lain yang dapat mencegah penyakit yang membantu meningkatkan kekebalan
tubuh terhadap agen penyakit yang dikenal dengan imunostimulan. Penggunaan
imunostimulan merupakan solusi yang paling aman sebagai upaya perlindungan
terhadap serangan penyakit, karena dapat meningkatkan sistem kekebalan natural
(innate immunity) dan kekebalan bawaan (adaptive immunity) pada ikan (Sakai
1999; Ortuno et al. 2002).
Salah satu jenis immunostimulan yang sangat potensial dan efektif dalam
meningkatkan kekebalan tubuh mamalia, ikan dan udang adalah berupa sekuen
nukleotida spesifik yang di sebut motif unmethylated cystidine phosphate
guanosine (CpG) (Krieg 2002; Tassakka dan Sakai 2004; Chen et al. 2007). Motif
CpG ditemukan pada DNA bakteri dengan frekwensi yang sangat tinggi dan tidak
termetilasi, sedangkan pada DNA mamalia motif CpG ditemukan dengan
frekwensi yang sangat rendah dan termetilasi. Masuknya motif CpG ke dalam
tubuh diterima oleh Reseptor Toll-like (TLR9), dan TLR9 hanya bisa menerima

2
atau mengenal CpG yang tidak termetilasi sehingga motif CpG diambil dari
bakteri bukan dari mamalia.
Seiring dengan perkembangan teknologi dan tuntutan kebutuhan akan CpG
ini semakin meningkat maka selanjutnya ditemukan imunostimulan DNA sintetik
yang sekuennya menyerupai CpG DNA bakteri yang disebut CpG
oligodeoxynucleotides
atau CpG-ODNs
(Tokunaga
et
al. 1984).
Oligodeoxynucleotide sintetik ini mengandung CpG motif yang terdiri dari
sekuens pendek yang mengandung satu atau lebih motif CpG dan berperan
sebagai ”danger signal” terhadap sistem imun vertebrata, memberikan
perlindungan terhadap infeksi bakteri, mengaktivasi Antigen Presenting Cells
(APCs) dan menginduksi respon imun tipe Th1. Secara garis besar CpG-ODNs
diklasifikasikan menjadi tiga tipe yaitu D, K, dan C (dapat di lihat pada lampiran
Tabel 1.). CpG-ODN yang berada dalam tipe yang sama bukan berarti bahwa
CpG ODN ini memiliki sekuen spesifik pada organisme yang sama, namun boleh
jadi tipe yang berbeda tetapi spesifik pada organisme yang sama. Misalnya sekuen
motif “TTCGTT” dapat meningkatkan respon imun pada manusia namun tidak
efektif meningkatkan respon imun pada ikan sedangkan motif “GACGTT”,
“GTCGTT” atau “AACGTT” memiliki efek kekebalan pada ikan (Jorgensen et al.
2001). Telah ada beberapa penelitian mengenai CpG ini yang dilakukan pada
ikan. Selain terjadi peningkatan respon imun, hasil penelitian menunjukkan bahwa
pemberian CpG-ODN pada ikan Atlantik salmon (Salmon salar) juga dapat
meningkatkan resistensi terhadap penyakit seperti amoebic gill disease (Bridle et
al. 2003). Jorgensen et al (2003) memperlihatkan adanya peningkatan ketahanan
tubuh ikan Atlantik salmon terhadap infeksi pancreatic necrosis virus setelah
diberi CpG-ODN. CpG-ODN juga dapat berfungsi sebagai adjuvan pada goldfish
(Kanellos et al. 1999).
Menurut penelitian Tasakka 2005, motif CpG ODN 1668 dengan sekuen
“TCCATGACGTTCCTGATGCT” yang tergolong ke dalam tipe D spesifik
terhadap ikan mas (Cyprinus carpio). Motif CpG ODN 2006 dengan sekuen
“TTCGTCGTTTTGTCGTTTGTCGTT” yang tergolong ke dalam tipe K spesifik
terhadap udang windu (Penaeus monodon) (Handoyo 2013 dan Nursida 2015).
Hasil penelitian terbaru mengenai penggunaan CpG ODN ini yang dilakukan oleh
Kani et al. (2012) adalah mengenai pengaruh pemberian CpG ODN terhadap ikan
kerapu
macan
dengan
menggunakan
CpG-ODN
1668
(TCCATGACGTTCCTGATGCT) (Tassakka dan Sakai 2003) dan CpG-ODN
2133 (TCGTCGTTGGTTGTCTTTTGGT) memberikan hasil bahwa CpG ODN
dengan sekuens 2133 mampu memacu peningkatan kekebalan nonspesifik pada
benih ikan kerapu macan dan terlihat bahwa CpG 2133 mengandung motif
spesifik bagi ikan kerapu macan yang dibuktikan dengan kenaikan indeks
fagositosis dan lisosim pada hari ke tujuh pasca injeksi. Dari hasil penelitian yang
diperoleh maka diperlukan analisis lebih lanjut secara molekuler untuk
mengetahui ekspresi dari gen-gen apa saja yang ikut berperan dan yang mampu
diaktifkan oleh CpG ODN 2133 di dalam sistem imun ikan kerapu macan. Pada
sistem imun ikan, salah satu gen yang sangat berperan penting adalah gen-gen
sitokin. Sitokin berperan dalam komunikasi antar sel dan dapat memasuki sistem
sirkulasi dan memberikan efek yang sistemik (bagus) pada sel targetnya secara
spesifik (Wibawan dan Soejoedono 2013). Sitokin merupakan polipeptida
sederhana atau glikoprotein yang bertindak sebagai molekul sinyal dalam sistem

3
kekebalan tubuh. Ini adalah sekelompok molekul yang di bagi ke dalam keluarga
seperti interleukin, limfokin, faktor pertumbuhan, interferon serta kemokin
(Thomson 1994). Dalam melihat tingkat ekspresi, gen-gen imun yang cukup
sering untuk diamati adalah gen interleukin 1β (IL-1β), tumour necrosis factor
(TNF-α1) serta cyclooxygenase (COX-2) (Tasakka 2005). Interleukin 1β (IL-1β)
merupakan mediator kunci dalam menanggapi adanya serangan mikroba dan
adanya jaringan yang terluka serta dapat merangsang respon sistem kekebalan
tubuh dengan mengaktifkan limfosit atau dengan menginduksi pelepasan sitokin
lain yang dapat mengaktifkan makrofag, sel NK dan limfosit serta menyusun
berbagai respon imun dengan memulai ekspresi gen (Low et al. 2003). Tumour
necrosis factor (TNF-α1) sama halnya dengan IL-1β merupakan respon imun
utama yang dapat menginduksi ekspresi factor pertumbuhan autokrin lainnya,
meningkatkan respon selular untuk faktor pertumbuhan dan menginduksi jalur
sinyal yang dapat menyebabkan proliferasi (Tasakka 2005). Cyclooxygenase
(COX-2) merupakan enzim dalam bentuk indusibel dan tidak terdeteksi dalam
semua jaringan normal, akan tetapi COX-2 dapat terinduksi oleh berbagai macam
inflamasi dan stimulus mitogenik (Nilanjan et al. 2010).

Perumusan Masalah
Efektivitas penggunaan CpG-ODN sangat bergantung pada sekuen atau
motif dari DNA sintetik tersebut. Misalnya CpG-ODN sebagai imunostimulan,
protective agent dan adjuvan vaksin pada vertebrata memiliki sekuens spesifik
(optimal motif) yang berbeda antara satu spesies dengan spesies lainnya.
Misalnya, sekuens ”TTCGTT” dapat meningkatkan respon imun pada manusia,
tetapi sekuen ini tidak efektif meningkatkan respon imun pada ikan. CpG-ODN
1668 dengan sekuens (TCCATGACGTTCCTGATGCT) yang mengandung motif
„GACGTT‟, CpG-ODN 2133 dengan sekuens (TCGTCGTTGGTTGTCGTTTTG
GT) yang mengandung motif „GTCGTT‟ dan CpG-ODN 2006 dengan sekuen
(TTCGTCGTTTTGTCGTTTGTCGTT) yang mengandung motif „GTCGTT‟
telah terbukti dapat meningkatkan kekebalan tubuh ikan dan udang (Tasakka dan
Sakai, 2004). Hasil penelitian terbaru menunjukkan bahwa CpG-ODN 2133 ini
dapat meningkatkan respon imun pada ikan kerapu macan (Epinephelus
fuscoguttatus). Oleh karena itu, maka batasan masalah yang akan dibahas dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah CpG ODN 2133 mampu meningkatkan ekspresi gen interleukin 1β
(IL1β) ?
2. Apakah CpG ODN 2133 mampu meningkatkan ekspresi gen Cyclooxygenase 2
(COX-2) ?
3. Apakah CpG ODN 2133 mampu meningkatkan ekspresi gen tumour necrosis
factor (TNF-α1) ?

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kemampuan CpG DNA untuk
meningkatkan ekspresi gen interleukin 1β (IL1β), cyclooxygenase 2 (COX-2) dan

4
tumour necrosis factor (TNF-α1) pada ikan kerapu macan agar dapat dijadikan
sebagai imunostimulan maupun adjuvan vaksin.
Manfaat Penelitian
Manfaat atau kegunaan penelitian ini salah satunya adalah untuk
mengembangkan potensi CpG-ODNs sebagai imunostimulan, agen pertahanan
terhadap serangan penyakit maupun sebagai adjuvant vaksin pada ikan kerapu
macan yang sangat berguna dalam mencegah timbulnya penyakit ataupun
mengatasi perluasan penyakit yang disebabkan oleh bakteri, virus maupun
organisme patogen lainnya.
Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah CpG-ODN 2133 mampu meningkatkan
ekspresi gen interleukin 1β (IL1β), cyclooxygenase 2 (COX-2) dan tumour
necrosis factor (TNF-α1).

TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi dan Morfologi
Secara geografis, ikan kerapu macan terdistribusi pada wilayah Indo-Pasifik,
termasuk laut merah namun tidak ditemukan di Teluk Persia, Hawaii atau
Polinesia Perancis. Ikan kerapu macan dapat ditemukan di hampir semua
kepulauan tropis lautan Indonesia dan Pasifik Barat (dari timur hingga Samoa dan
Phoenix Island) sepanjang pantai timur Afrika hingga Mozambique, dan juga
dilaporkan terdapat di Madagaskar, India, Thailand, Indonesia, Pantai tropis
Australia, Jepang, Filipina, Papua Nugini dan Kaledonia Baru.

Gambar 1. Morfologi Ikan Kerapu Macan (E.fuscoguttatus)
(Tarwiyah 2001)

5
Tarwiyah 2001 mengklasifikasikan ikan kerapu macan (E. fuscoguttatus) ke
dalam :
Class
: Chondrichthyes
Sub class
: Elasmobranchii
Ordo
: Percomorphi
Divisi
: Perciformes
Famili
: Serranidae
Genus
: Epinephelus
Species
: Epinephelus fuscoguttatus
Bentuk badan ikan kerapu macan memanjang dan gepeng atau agak
membulat. Mulut lebar serong ke atas dengan bibir bawah menonjol ke atas.
Rahang bawah dan atas dilengkapi dengan gigi geretan berderet dua baris, lancip
dan kuat serta ujung luar bagian depan adalah gigi yang terbesar. Sirip ekor
umumnya membulat. Warna dasar sawo matang, perut bagian bawahnya agak
putih dan pada badannya terdapat titik berwarna merah kecoklatan serta tampak
pula 4-6 baris warna gelap yang melintang hingga ekornya. Badan tertutupi oleh
sisik kecil mengkilap dan memiliki ciri-ciri loreng (Tarwiyah 2001).
Ikan kerapu macan muda umumnya hidup di perairan karang pantai
dengan kedalaman 0,5-3 m. Selanjutnya menginjak dewasa beruaya ke perairan
yang lebih dalam antara 7-40 m, biasanya perpindahan ini berlangsung pada siang
dan senja hari. Habitat favorit larva ikan kerapu adalah perairan pantai dekat
muara sungai dengan dasar pasir berkarang yang banyak ditumbuhi padang
lamun. Telur dan larva bersifat pelagis (berada di dalam kolam air), sementara itu
ikan kerapu muda hingga dewasa bersifat demersal atau berdiam di dasar kolam
(Apdhaliah 2009).
Sistem Pertahanan Tubuh Ikan
Ikan mengalami kontak yang sangat erat dengan lingkungannya yang
mengandung berbagai macam penyakit seperti bakteri, virus maupun parasit
lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi (Ellis 2001). Untuk
mempertahankan diri terhadap serangan berbagai penyakit, ikan memiliki
berbagai respon pertahanan tubuh yang disebut sistem imun. Berdasarkan sifat
responnya dalam menghadapi berbagai serangan penyakit, sistem imun terbagi
atas sistem pertahanan alamiah yang bersifat nonspesisfik dan sistem pertahanan
adaptif yang bersifat spesifik (Baratawidjaja 2006). Pertahanan tubuh nonspesifik
merupakan pertahanan tubuh terdepan, bereaksi cepat dalam berbagai serangan
penyakit, tidak ditujukan terhadap suatu jenis penyakit tertentu serta telah ada
sejak lahir (alamiah). Sedangkan pertahanan tubuh spesifik merupakan lapis
pertahanan kedua yang membutuhkan waktu untuk mengenal antigen terlebih
dahulu sebelum dapat memberikan responnya, namun sangat spesifik terhadap
antigen tertentu yang menginduksinya serta mampu membentuk memori spesifik
antigen. Namun dalam implementasinya, mekanisme pertahanan terhadap
berbagai serangan penyakit merupakan interaksi antara peran sistem imun non
spesifik maupun spesifik serta respon keduanya bersifat saling menguatkan
(Shoemaker et al. 2001).

6
Menurut Almendras dan Catap (2002) mengatakan bahwa Sistem
pertahanan non spesifik pada ikan meliputi fisik (kulit, sisik, lendir), humoral
(lisozim, asam lambung, laktoferin, komplemen, interferon) serta selular (fagosit,
sel NK). Sistem imun spesifik pada dasarnya merupakan mekanisme interaksi
antara sel limfosit dan fagosit. Respon spesifik ini diawali dengan kerja sel-sel
fagosit/ makrofag atau antigen presenting cell (APC) yang memproses dan
mempresentasikannya pada sel-sel imun spesifik (sel T dan sel T) (Kresno 2001;
Kollner et al. 2002). Sistem imun ikan mengenal dan merespon hanya pada bagian
kecil dari molekul besar antigen yang dikenal dengan istilah antigenic
determinant atau hapten. Sel limfosit mempunyai reseptor yang secara spesifik
mengenal dan berikatan dengan antigen (Almendras dan Catap 2002).
Imunostimulan
Imunostimulan merupakan zat atau senyawa tertentu yang dapat
meningkatkan mekanisme pertahanan tubuh baik secara spesifik maupun non
spesifik dan terjadi induksi non spesifik baik mekanisme pertahanan seluler
maupun humoral (Anderson 1993). Pertahanan non spesifik terhadap antigen ini
disebut paramunitas dan zat berhubungan dengan penginduksi disebut
paraimunitas. Induktor semacam ini biasanya tidak atau sedikit sekali kerja
antigennya, akan tetapi sebagian besar bekerja sebagai mitogen yaitu
meningkatkan proliferasi sel yang berperan pada imunitas. Sel tujuan adalah
makrofag, granulosit, limfosit T dan B, karena induktor paraimunitas ini bekerja
menstimulasi mekanisme pertahanan seluler. Mitogen ini dapat bekerja langsung
maupun tak langsung (misalnya melalui sistem komplemen atau limfosit, melalui
produksi interferon atau enzim lisosomal) untuk meningkatkan phagositosis mikro
dan makro. Mekanisme pertahanan spesifik maupun non spesifik umumnya saling
berpengaruh. Dalam hal ini pengaruh pada beberapa sistem pertahanan mungkin
terjadi, hingga mempersulit penggunaan imunomodulator, dalam praktek.
imunostimulan juga berfungsi memperbaiki fungsi sistem imun dengan
menggunakan bahan yang merangsang sistem imun tersebut (Baratawidjaja
2006). Menurut Brown (2000) imunostimulan merupakan bahan yang bisa
meningkatkan resistensi organisme terhadap infeksi patogen. Pemberian
imunostimulan dimaksudkan untuk mengaktifkan sistem imun non spesifik sel
seperti makrofag pada vertebrata dan haemosit pada avertebrata (Dugger dan
Jory 1999).
Secara umum, imunostimulan meningkatkan aktivitas makrofag,
komplemen, fagosit, limfosit, dan non spesifik sel sitotoksik, mengakibatkan
perlawanan dan perlindungan terhadap berbagai penyakit. Beberapa yang menjadi
pertimbangan dalam menentukan suatu bahan disebut imunostimulan, yaitu
penggunannya efektif dan bersifat ramah lingkungan, tidak memiliki efek
samping serta dapat memberikan berbagai perlindungan dan dapat meningkatkan
sistem pertahanan terhadap berbagai penyakit. Banyak jenis imunostimulan yang
sering digunakan untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh dari hewan-hewan
akuatik seperti β-Glucan, Chito-Oligosacharida (COS), herbal mix dan DNA
sintetik. DNA sintetik yang paling efektif meningkatkan respon imun mamalia,
ikan dan udang adalah nukleotida spesifik yang disebut motif unmethylated
cystidine phosphate guanosine-oligodeoxynucleotid (CpG-ODN).

7
CpG oligodeoxynucleotides (CpG-ODN)s
Sejarah dan Peranan CpG-ODNs
CpG-ODNs merupakan DNA sintetik, disamping berfungsi sebagai materi
pengkodean genetik, CpG-ODN mempunyai efek menstimulasi kekebalan tubuh,
sebagai agen pertahanan terhadap serangan patogen dan sebagai adjuvan vaksin.
Sejak 1893, telah diakui bahwa toksin Coley, campuran lisat sel bakteri, memiliki
sifat imunostimulan yang dapat mengurangi perkembangan dari beberapa
karsinoma. Tokunaga et al. (1984), khusus mengidentifikasi DNA bakteri sebagai
komponen yang mendasari lisat yang menimbulkan respon. Selanjutnya Tokunaga
et al. (1992), Yamamoto et al. (1994) dan Krieg et al. (1995) menunjukkan bahwa
motif CpG dalam DNA bakteri bertanggung jawab atas efek imunostimulan dan
dikembangkan menjadi CpG-ODN sintetis.
Oligodeoxynucleotides CpG (atau CpG-ODN)s beruntai tunggal pendek,
molekul DNA sintetis yang mengandung "C" Citosin diikuti dengan phospat ”P"
dan”guanin "G". Oligodeoxynucleotides sintetis (ODNs) dan DNA bakteri yang
mengandung nucleotides CpG tidak termetilasi diapit oleh urutan basa spesifik
(CpG-DNA) memiliki efek imunomodulator pada limfosit B, makrofag, sel
dendritik, dan sel-sel pembunuh alami. DNA sintetis oligodeoxynucleotides
mengandung CpG-motif yang tepat (CpG-ODNs), bisa menirukan efek
imunostimulan dari DNA bakteri (Krieg et al. 1995).
Kehadiran CpG yang tidak termetilasi dengan urutan dinukleotida yang
mengapit CpG juga berperan untuk induksi aktivitas imunostimulan. Penelitian
awal menunjukkan bahwa efektivitas motif CpG bervariasi dari spesies ke spesies.
Motif CpG yang paling efektif mengaktifkan sel-sel pada tikus dan kurang
menstimulasi kekebalan tubuh pada manusia, disebabkan karena perbedaan antara
spesies dalam mengenal CpG (Krieg dan Hartmann 2000). Sel darah mononuklear
perifer (PBMC) manusia berpotensi diaktifkan oleh ODN berisi motif 'GTCGTT',
'AACGTT' atau 'TTCGTT' (Krieg 2002).
Pengujian secara in vitro dan in vivo telah menunjukkan bahwa CpG-ODNs
adalah aktivator ampuh sistem kekebalan tubuh dalam banyak spesies termasuk
manusia, primata, tikus, sapi, domba, babi, kuda, anjing, kucing, ayam dan ikan
(Brown 1998). CpG-ODNs merangsang sistem kekebalan tubuh bawaan dan
telah terbukti menjadi pelindung terhadap berbagai patogen termasuk bakteri,
virus dan protozoa dalam berbagai hewan model. Penelitian untuk mengevaluasi
CpG-ODN sebagai terapi terhadap penyakit menular, kanker, asma dan alergi
telah dimulai pada manusia (Krieg 2002). Penelitian lain juga menunjukkan
bahwa CpG-ODN menginduksi regulasi Th1/Th2 respon imun, antigen-presenting
aktivitas sel, dan imunoglobulin (Ig). Oleh karena itu, CpG-ODN telah mendapat
perhatian untuk menggunakan potensinya sebagai adjuvan kekebalan tubuh dan
dalam terapi untuk penyakit alergi dan menular dan dikenal sebagai stimulan,
agen pertahanan penyakit dan adjuvan vaksin. CpG-ODN ini menginduksi
beberapa aspek pada inang yang dapat mengaktifkan perannya sebagai adjuvan,
misalnya meningkatkan ekspresi MHC class 2 pada Dendritic Cell (DC) mencit,
yang pada akhirnya akan meningkatkan antigen presentation, meningkatkan lytic
activity NK cell pada manusia dan mencit, sel B manusia, proliferasi sel B mencit,
ekspresi chemokine pada limfa dan lymph node cell mencit.

8
Sekuen Spesifik CpG-ODN Terhadap Ikan
CpG-ODNs secara garis besar diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu jenis
D, K dan C (lampiran 1.). CpG ODN tipe K memiliki tipe tulang punggung
phosphorothioate dan terdapat beberapa motif CpG (Krieg et al. 2000). CpG
ODN tipe D memiliki tipe tulang punggung berupa fosfodiester-phosphorothioate
backbone dan mengandung purin hexameric tunggal/ pirimidin/ CpG/ purin/
pirimidin motif diapit oleh basis komplementer yang membentuk struktur stemloop tertutup pada ujung 3' oleh ujung Poli-G. CpG ODN tipe C awalnya
digambarkan untuk mengekspresikan sebuah 'TCGTCG' 5 di ujung dan sering
mengandung motif tipe K internal (seperti 'GTCGTG') yang tertanam di urutan
palindrome (Verthelyi et al. 2001; Hartmann et al. 2000; Hartmann dan Krieg
2000).
Penggolongan tipe CpG-ODN sesuai petunjuk diatas memberi petunjuk
bahwa CpG-ODN 2133 termasuk dalam tipe C, dan CpG-ODN 2006 tergolong
dalam tipe K sedangkan CpG-ODN 1668 tergolong dalam tipe D. CpG-ODN
yang berada dalam tipe yang sama bukan berarti bahwa CpG-ODN ini memilki
sekuen spesifik pada oragnisme yang sama, namun boleh jadi tipe yang berbeda
tetapi sfesifik pada organisme yang sama. Salah satu contoh adalah kedua motif
dibawah ini tergolong dalam tipe C, namun spesifik pada organisme yang
berbeda; motif 'GTCGTT' adalah optimal untuk stimulasi in vitro proliferasi
limfosit pada spesies dalam negeri, termasuk sapi, domba, kambing, kuda, babi,
anjing, kucing dan ayam, sementara motif 'GACGTT' sangat optimal untuk kelinci
inbrida dan tikus dan pengujian in vitro dan in vivo pada ikan telah
mengungkapkan bahwa oligodeoxynucleotides berisi motif 'GACGTT',
'GTCGTT' atau 'AACGTT' memiliki efek kekebalan pada ikan (Jorgensen et al.
2001).
CpG-ODN sebagai imunostimulan, protective agent dan adjuvan vaksin
pada vertebrata memiliki sekuen spesifik/motif optimal yang berbeda antara satu
spesies dengan spesies lainnya. Contohnya sekuen ”TTCGTT” dapat
meningkatkan respon imun pada manusia, tetapi sekuen ini tidak efektif
meningkatkan respon imun pada ikan (Bauer et al. 1999; Hartmann dan Krieg
2000). Pada sekuen CpG-ODN yang lain ternyata dapat bersifat imunostimulan
pada ikan, misalnya meningkatkan aktivitas sel-sel fagosit pada ikan grass carp,
common carp dan rainbow trout dan beberapa sekuen CpG-ODN yang dapat
meningkatkan respon imun pada krustasea.
CpG-ODN 1668 konsentrasi 10 ng/ml spesifik meningkatkan respon imun
ikan
khususnya
ikan
mas
(Cyprinus
carpio)
dengan
sekuen
“TCCATGACGTTCCTGATGCT” (Tasakka 2005). Kaun Yu.L etal. (2005)
mangatakan CpG-ODN 2006 dengan sekuen “TTCGTCGTTTTGTCGTTTGTCG
TT” dapat meningkatkan respon imun udang galah (Macrobrachium rosenbergii)
khususnya proPhenolOksidase. Meskipun telah banyak penelitian yang
menunjukkan CpG-ODN sebagai imunostimulan pada vertebrata, tetapi sekuen
spesifik (optimal motif) pada hewan akuatik masih banyak yang belum diketahui.

9
Mekanisme Pengenalan CpG-ODN Oleh Tubuh
Kemampuan untuk merasakan adanya mikroorganisme yang dapat
menimbulkan infeksi yang berpotensi bahaya adalah sifat sel, jaringan dan cairan
tubuh pada seluruh organisme multiselular. Proses pengenalan ini disebut
pengenalan imun bawaan dan merupakan langkah krusial pertama yang memicu
serangkaian kejadian rumit, di mana tubuh melindungi diri dari infeksi. Reseptor
biasanya mengenali komponen mikroorganisme yang tidak ditemukan pada sel
pejamu, misalnya komponen dinding sel bakteri, flagella bakteri atau asam
nukleat virus. Molekul sasaran ini diberi nama Pathogen Associated Molecular
Pattern (PAMP), dan reseptor yang mengenali molekul ini disebut reseptor
pengenal pola (Pattern Reconition Receptor/ PRR). Ikatan PRR dan PAMP
menimbulkan aktivasi jalur sinyal intraselular, menghasilkan perubahan
transkripsi gen dalam nucleus dan akhirnya seluruh respons selular (Schnare et al.
2001; Vasselon dan Detmers 2002; Wibawan dan Soejoedono 2013).
Mekanisme molekul DNA bakteri mengaktifkan sel-sel kekebalan
terungkap dengan penemuan Toll-Like Receptors (TLR). TLR disebut demikian
karena memiliki kesamaan dengan gen bernama Toll, pertama kali diidentifikasi
pada Drosophilla. TLR memainkan peranan penting dalam pengenalan patogen
dan berperan terhadap sistem kekebalan tubuh bawaan. TLR adalah PRR yang
pertama kali ditemukan dan mewakili contoh umum reseptor pengenal imun
bawaan, merupakan trans membran protein yang diekspresikan pada permukaan
sel dan mengenali patogen terkait pola molekul (PAMPs) yang disajikan pada
agen infeksi dan memulai sinyal untuk menginduksi produksi sitokin yang
diperlukan untuk kekebalan bawaan dan kekebalan adaptif berikutnya. TLR
berhubungan dengan berbagai molekul adaptor yang membantu mengubah
pengenalan mikroba menjadi sinyal, yang mengaktivasi gen transkripsi spesifik
dalam sel. Studi pada tikus dan manusia menunjukkan bahwa reseptor ini
menengahi respon seluler untuk dinucleotides CpG unmethylated dalam DNA
bakteri untuk merangsang respon imun bawaan.
TLRs merupakan kelas protein yang memainkan peran kunci dalam sistem
kekebalaan bawaan. Mereka adalah tunggal, membran-spanning, non-katalitik
reseptor yang mengenali molekul struktural yang berasal dari mikroba. Setelah
mikroba ini telah melewati hambatan fisik seperti kulit atau mukosa saluran usus,
mereka diakui oleh TLRs, yang mengaktifkan respon sel kekebalan tubuh.
Berbagai TLRs (TLR1–TLR10) menunjukkan pola ekspresi yang berbeda
(Gambar 4). Gen ini secara istimewa disajikan dalam jaringan sel kaya kekebalan,
seperti limpa, kelenjar getah bening, sumsum tulang dan leukosit darah perifel.
Perbedaan ekspresi TLRs dalam mengenal CpG sangat tergantung pada pola
molekul patogen terkait (PAMPs) yang disajikan pada frekuensi tinggi oleh
mikroorganisme menular tapi jarang oleh sel inang (Underhill dan Ozinsky 2002).
Sebagai contoh, lipopolysaccaride (LPS) hadir dalam membran permukaan
bakteri Gram-negatif melibatkan kompleks TLR4/MD-2, sementara peptidoglikan
(PGN) dan lipoprotein bakteri (BLPs) hadir dalam dinding sel bakteri Grampositif terlibat TLR2, sedangkan reseptor transmembran yang mampu mengenali
unmethylated CpG oligonukleotida dalam DNA bakteri adalah TLR9 (Akira et al.
2001).

10
Fungsi semua sinyal TLRs ditandai melalui jalur umum yang melibatkan
diferensiasi myeloid penanda 88 (MyD88), IL-1R-terkait kinase (Irak), TNFR
terkait faktor 6 (TRAF6), TGFb-diaktifkan kinase1 (TAK1) dan kinase dari IKB
(IKK), IKB, dan NF-kB. Jadi, TLRs dianggap sebagai reseptor pengenalan pola
(PRR) (Underhill dan Ozinsky 2002).

Gambar 2. Ligan yang dikenali oleh TLR (Tasakka dan Sakai 2004).
Bukti bahwa pengakuan CpG dimediasi oleh TLR9 disajikan dalam
penelitian yang melibatkan tikus KO TLR9 (Hemmi et al, 2000). Bukti lain pada
manusia juga menunjukkan bahwa TLR9 khusus mengakui DNA CpG (Takeshita
et al. 2004). TLR9 dinyatakan dalam sel B dan CD123 + sel dendritik (sel
dendritik plasmacytoid), sedangkan pada tikus TLR9 dinyatakan dalam garis
keturunan myeloid termasuk sel dendritik myeloid, monosit, dan makrofag. TLR9
hadir pada membran endosome dan tidak seperti reseptor TLR lainnya yang hadir
pada membran sel (Takeshita et al. 2001). CpG DNA diambil oleh sel-sel imun
melalui reseptor-dimediasi endositosis dan berinteraksi dengan TLR9 hadir dalam
vesikel endocytic (Hemmi et al. 2000). Pengikatan antara CpG DNA dengan
reseptor membran spesifik memicu sinyal-sinyal yang terkait yang terjadi di
dalam endosome. Pembentukan dan pematangan CpG DNA di dalam endosome
di atur oleh PI3K dan Rab5. Setelah endosome mengalami maturasi atau
kematangan maka ligan akan mengikat CpG lalu protein-protein adaptor seperti
Myd88, IRAK dan TRAF6 akan menarik atau merekrut sinyal mediator
intraselular yaitu TAK1, yang pada gilirannya akan mengaktifkan faktor
transkripsi seperti NF-kB dan AP-1. NF-kB (Nuclear Factor Kappa B) adalah
kunci faktor transkripsi untuk mengatur respon gen-gen sitokin maupun gen-gen
yang terlibat dengan sitokin. Biasanya, faktor transkripsi ini berada di sitoplasma
dan tidak aktif karena berikatan pada inhibitor IkB. Namun demikian, aktivasi
berbagai PRR (Reseptor Pengenal Pola) menyebabkan penghancuran IkB oleh
proteosom dan NF-kB kemudian masuk ke dalam nukleus dan menghidupkan
berbagai komponen antibakteri, antivirus serta respon inflamasi (Playfair and

11
Chain 2012). Faktor transkripsi ini yang akan menginduksi terjadinya ekspresi
sitokin (Gambar 3). Sampai saat ini, TLR 9 adalah satu-satunya yang diketahui
sebagai reseptor dari CpG DNA. Menurut Kerkmann et al. 2003 menunjukkan
bahwa kelas yang berbeda dari tiap CpG DNA memanfaatkan jalur sinyal yang
berbeda serta masih adanya jalur sinyal yang belum diketahui pasti jalur
kaskadenya.

Gambar 3. Mekanisme pengenalan CpG-ODN oleh TLR9
(Tasakka dan Sakai 2004).

12

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan mulai bulan Maret 2014 hingga November 2014 di
Laboratorium Bioteknologi Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air
Payau (BPPBAP) Maros Makassar.
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerapu macan, larutan
Phospat Buffer Saline (PBS), imunostimulan berupa CpG-ODN 2133
(TCGTCGTTGGTTGTCTTTTGGT) (Krieg 2000) yang diperoleh dari PT.
Genetika Science Indonesia. Ekstraksi RNA menggunakan kit RNeasy mini
Qiagen, ethanol 70%, kit Pure Taq Ready-To-Go PCR Beads (GE Healtheare), kit
Ready-To-Go You-Prime Fisrt Strand Beads (GE Healthcare). Primer IL-1β F 5‟CGACATGGTGCGGTTTCTCT-3‟ IL-1β R 5‟-CTCTGCTGTGCTGATGTACC
AGTT-3‟, COX-2 F 5‟-TTCCCAGCACTTCACCCACC-3‟ COX-2 R 5‟-AACG
GTCAGAGTCGGGAACA-3‟, TNF-α1 F 5‟-GACGCAATCAGGCCAAAGA
GAA -3‟ TNF-α1 R 5‟-GATGAAGCAGATGTCGGTCCGCAG-3‟ dan β-actin F
5‟-CCATCCAGGCCGTGTTGTCC-3‟ β-actin R 5‟-AGGAGGAGGGCTGGAA
GAA-3‟.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuarium, suntik, mortar,
pipet mikro, tabung mikro, timbangan, gunting bedah, pinset, syringe, gelas ukur,
Labu Erlenmeyer, spatula, oven, microwave, mesin Polymerase Chain Reaction
GenAmp 2700 (Applied Biosystem)), toolbox, water bath, alat elektroforesis,
genequan, sentrifus dan dokumentasi gel biometra.
Prosedur Analisis Data
Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan adalah ikan kerapu macan sebanyak 40 ekor
dengan berat rata-rata 7-10 gr. Sebelumnya hewan uji di tampung pada bak fiber
volume 1 ton untuk proses adaptasi. Ikan kerapu macan ini dipelihara dalam
aquarium berkapasitas 50 L yang sebelumnya disucihamakan dengan klorin 5
ppm, kemudiaan diisi air laut 20 L. Pakan yang diberikan adalah pakan komersil
dengan kandungan protein 36%. Dosis pemberian pakan adalah 5% dari berat
biomas dengan frekuensi pemberian pakan 2 kali yaitu pagi dan sore.
Preparasi CpG Oligodeoxynucleotides (CpG-ODN) 2133
Sebelum digunakan, CpG-ODN 2133 dipreparasi terlebih dahulu sesuai
petunjuk penggunaannya, yaitu membuat konsentrasi menjadi 100 µM dengan
cara menambahkan 740,4 µL akuades steril atau TE buffer 1x. Selanjutnya
dilakukan pengenceran untuk mendapatkan konsentrasi 50 µg/mL sebanyak 2000
µl (kebutuhan 20 ekor).

13
Rancangan Penelitian
Ikan kerapu sebanyak 10 ekor dengan berat rata-rata 7-10 gr yang sudah
siap dimasukkan ke dalam masing-masing akuarium. Ada 2 perlakuan yaitu
dengan CpG-ODN 2133 dengan konsentrasi 10 µg/ml serta kontrol dengan
menggunakan larutan PBS.
Perlakuan
CpG ODN
2133
(10 ekor)

Kontrol
(PBS)
(10 ekor)

Gambar 4. Skema Rancangan Penelitian

Pemberian CpG DNA
Pemberian CpG-ODN pada hewan uji dilakukan melalui injeksi yaitu
disuntikkan ke ikan kerapu macan dengan dosis 10 µg/ml (Kani et al. 2012). Ikan
kerapu macan kontrol diinjeksi dengan PBS dengan volume yang sama.
Penyuntikan dilakukan pada bagian intramuscular dengan menggunakan spoit 1
mL (needle 26 gauge x ½”). Untuk pengamatan hasil ekspresi gen imun yang
terdiri dari IL-1β, COX-2 dan TNF-α1 dilakukan pada hari ke -7 setelah injeksi.
Pengamatan Ekspresi Gen
Ekstraksi RNA
RNA total diekstraksi dari head kidney ikan kerapu macan dengan
menggunakan RNeasy Mini Kit (Qiagen), sesuai instruksi perusahaan. Sebanyak
30 mg organ ginjal ikan kerapu macan dihaluskan menggunakan mortar dan
ditambahkan dengan 350 µl buffer RLT. Larutan dimasukkan ke dalam tabung
mikro 1.5 ml bebas RNase kemudian dihomogenisasi dengan syringe dan needle
20 gauge sebanyak 5 kali dan selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 10.000
rpm selama 3 menit pada suhu 20°C. Supernatan dipindahkan ke dalam tabung
mikro 1.5 ml yang baru dan ditambahkan 1 kali volume ethanol 70% yaitu
sebanyak 350 µl, kemudian dihomogenkan perlahan dengan menggunakan pipet.
500 µl sampel dipindahkan ke dalam spin column volume 2 ml bebas RNase,
kemudian disentrifugasi 2 menit dengan kecepatan 10.000 rpm. Proses pencucian
menggunakan 500 µl buffer RW 1, sentrifugasi selama 2 menit dengan kecepatan
10.000 rpm. Larutan pencuci pada tabung dibuang dan dengan tabung mikro yang
sama, ditambahkan 500 µl buffer RPE ke dalam spin column kemudian
disentrifugasi selama 3 menit dengan kecepatan 10.000 rpm. Pencucian dengan
buffer RPE dilakukan sebanyak 2 kali dan selanjutnya spin column disentrifugasi
selama 1 menit dengan kecepatan 10.000 rpm untuk memastikan tidak ada buffer
RPE yang tersisa di spin column. Spin column RNeasy dipindahkan ke dalam
tabung mikro bebas RNase volume 1.5 µl kemudian ditambahkan 80 µl air bebas

14
RNase ke dalam spin column lalu didiamkan selama 2 menit kemudian
disentrifugasi selama 1 menit pada kecepatan 10.000 rpm. Cairan yang
tertampung pada tabung mikro merupakan hasil ekstraksi RNA yang akan
digunakan untuk tahap selanjutnya.
Uji Kualitas RNA Hasil Ekstraksi
Kualitas hasil ekstraksi RNA diuji secara kualitatif untuk mengetahui
tingkat kemurniannya dengan genequan 1000 pada panjang gelombang 260 nm
dan 280 nm. RNA dengan tingkat kemurnian baik ditunjukkan oleh rasio
A260/280 lebih dari 2.0 (Sambrook et al. 1989). Selain itu RNA juga diuji secara
kualitatif dengan PCR menggunakan primer β-actin.
Sintesis cDNA dengan RT-PCR
Sintesis DNA komplementer (complementary DNA, cDNA). Konsentrasi
RNA dibuat 3 µg dalam 30 µl DEPC 0,1 % kemudian dihomogenkan dengan
vortex dengan kecepatan rendah. Tabung mikro berisi RNA dimasukkan dalam
inkubator dengan suhu 65oC selama 10 menit. Selanjutnya tabung mikro
dimasukkan ke dalam es selama 2 menit, kemudian RNA dimasukkan ke dalam
tabung first strand reaction mix beads (GE Healthcare) yang telah berisi 2 butir
bola putih. Primer oligo (dT) 5‟-GTA ATA CGA ATA ACT ATA GGG CAC
GCG TGG TCG ACG GCC CGG GCT GGT TTT TTT TTT TTT TTT T-3‟
dengan konsentrasi 1 µg/3 µl ditambahkan sebanyak 3 µl ke dalam reaksi,
kemudian dibiarkan selama 1 menit. Tabung mikro diinkubasi pada suhu 37oC
selama 1 jam, kemudian cDNA ditambahkan SDW sebanyak 50 µl.
Semi-Quantitative Analysis
PCR mix menggunakan kit Pure Taq Ready-To-Go PCR Beads (GE
Healthcare), kemudian tambahkan cDNA yang digunakan sebagai template
sebanyak 1 µl, serta masing-masing 1 µl ditambahkan primer forward dan reverse
kemudian ditambahkan SDW sampai mencapai 25 µl. Amplifikasi gen imun
IL-1β, COX-2 dan TNF-α1 menggunakan primer IL-1β-F dan IL-1β-R, COX-2-F
dan COX-2-R, TNF-α1-F dan TNF-α1 -R serta β-actin-F dan β-actin-R. Kondisi
PCR untuk IL-1β-F dan IL-1β-R yaitu pre-denaturasi 95°C selama 2 menit, 35×
(95°C 50 detik, 45°C selama 40 detik, 72°C selama 50 detik), dan 72°C selama 5
menit. Kondisi PCR untuk COX-2-F dan COX-2-R yaitu pre-denaturasi 95°C
selama 5 menit, 35× (95°C 40 detik, 45°C selama 30 detik, 72°C selama 50 detik),
dan 72°C selama 5 menit. Kondisi PCR untuk TNF-α1-F dan TNF-α1-R yaitu
pre-denaturasi 95°C selama 5 menit, 35× (95°C 30 detik, 55°C selama 30 detik,
72°C selama 30 detik), dan 72°C selama 5 menit (San Lam et al. 2011). Kondisi
PCR untuk β-actinF dan β-actinR yaitu pre-denaturasi 95°C selama 2 menit, 35×
(90°C selama 50 detik, 45°C selama 30 detik, 72°C selama 40 detik), dan 72°C
selama 5 menit.

15
Elektroforesis
Untuk melihat keberhasilan amplifikasi fragmen DNA target, hasil PCR
dielektroforesis dengan menggunakan gel agarose 2,0 % serta marker VC 100 bp
Plus DNA Ladder (Vivantis) kemudian didokumentasikan dengan Gel
Documentation System (Biometra).
Analisis Data
Data yang dihasilkan dianalisis menggunakan software UN SCAN IT
berdasarkan pola ketebalan fragmen gen IL-1β, COX-2 dan TNF-α1 dan gen
β-aktin (sebagai kontrol internal) untuk menilai perbedaan dalam tingkat ekspresi
pada ikan kerapu macan, lalu diuji statistik dengan menggunakan uji T student.

16

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Ekstraksi RNA Head Kidney Ikan Kerapu Macan (E. fuscoguttatus)
Ekspresi konstitutif dari gen-gen imun kerapu ditemukan di hampir semua
sampel yang diperiksa termasuk jaringan perifer dan daerah yang berbeda dari
otak. Pada jaringan perifer kerapu, ekspresi tinggi ditemukan dalam limpa, hati,
ginjal dan head kidney serta ekspresi rendah terdeteksi pada trunk kidney, red
muscle, insang, usus posterior, timus dan perut (Dan-Qi L et al. 2007).
Untuk memastikan bahwa hasil ektraksi yang dilakukan berhasil
mengisolasi RNA head kidney ikan kerapu macan, dilakukan ampilifikasi PCR
dengan menggunakan primer spesifik gen penyandi β-aktin ikan kerapu. β-aktin
digunakan untuk memastikan keberadaan RNA maupun DNA hasil ekstraksi
karena gen β-aktin disebut juga sebagai House keeping gene yang artinya gen ini
diekspresikan secara terus menerus pada semua sel. Pendaran pita gen β-aktin
yang muncul pada gel agarosa yang divisualisasi dengan sinar uv menandakan
bahwa proses ekstraksi yang dilakukan berhasil mengisolasi RNA ikan kerapu
macan.
Berdasarkan hasil amplifikasi dengan primer β-aktin menggunakan PCR,
diperoleh amplikon gen β-aktin ikan kerapu berukuran sekitar 500 bp yang jelas
terlihat pada semua sampel baik pada perlakuan CpG maupun pada perlakuan
PBS sebagai kontrol (Gambar 5).

M

C1

C2

C3

C4

C5 P1

P2

P3 P4

P5

1000 bp
900 bp
800 bp
700 bp
600 bp
500 bp
400 bp
300 bp
200 bp
100 bp

Gambar 5. Amplifikasi PCR β-aktin cDNA HK E. fuscoguttatus. Sumur 1 (M);
marker 100 bp, sumur 2-6 (C1-C5); perlakuan CpG, sumur 7-11
(P1-P5); perlakuan PBS sebagai kontrol.
Selain uji secara kualitatif untuk β-actin, dilakukan juga uji secara
kuantitatif dengan menggunakan Genequant 1000 pada panjang gelombang 260
nm dan 280 nm. Panjang gelombang 260 nm merupakan serapan maksimum
untuk asam nukleat sedangkan panjang gelombang 280 nm merupakan serapan

17
maksimum untuk protein. Kemurnian DNA ditentukan melalui perbandingan nilai
absorbansi 260 nm dengan 280 nm.
Pengukuran kemurnian RNA pada nisbah A260/A280 seharusnya
memberikan nilai 2.0 untuk menunjukkan bahwa sampel RNA yang diekstrak
telah murni dari protein (Aranda et al. 2009). Konsentrasi total RNA hasil
ekstraksi dengan Genequant 1000 cukup berfluktuasi pada masing-masing
sampel. Konsentrasi total RNA hasil ekstraksi tertinggi terlihat pada perlakuan
PBS sampel 5 yaitu sebesar 261.6 µg/µl dan terendah pada perlakuan PBS sampel
1 sebesar 53.2 µg/ µl dengan tingkat kemurnian 260/280 yaitu pada nilai terendah
1.74 dan nilai kemurnian tertinggi yaitu 1.98 (Lampiran 2). Menurut Adipura et
al. 2012 menyatakan bahwa ekstraksi RNA dengan menggunakan kit komersial
mengandalkan kerja membran silika untuk mengikat RNA total dan kemudian
mencuci inhibitor-inhibitor melalui membran tersebut sehingga dihasilkan RNA
dengan kemurnian yang tinggi. Kemurnian DNA atau RNA dan keutuhannya
sangat berpengaruh terhadap keberhasilan amplifikasi PCR. DNA cetakan yang
banyak mengalami fragmentasi dapat menghilangkan situs penempelan primer
(Runtunuwu et al. 2004). Salah satu penyebab tidak menempelnya primer adalah
karena kualitas DNA kurang baik yang mengandung kontaminan dan metabolit
lain seperti fenol maupun protein. Kontaminan dalam jumlah yang signifikan
d