Pengaruh Waktu dan Ukuran Reaktor pada Sintesis Nanomagnetit secara Hidrotermal dengan Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbii) sebagai Pereduksi

PENGARUH WAKTU DAN UKURAN REAKTOR PADA
SINTESIS NANOMAGNETIT SECARA HIDROTERMAL
DENGAN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbii)
SEBAGAI PEREDUKSI

ANISA NURUL HIKMAH

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Waktu dan
Efisiensi Panas Reaktor pada Sintesis Nanomagnetit secara Hidrotermal dengan
Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbii) sebagai Pereduksi adalah benar karya saya
denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2015
Anisa Nurul Hikmah
NIM G44124001

ABSTRAK
ANISA NURUL HIKMAH. Pengaruh Waktu dan Ukuran Reaktor pada Sintesis
Nanomagnetit secara Hidrotermal dengan Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbii)
sebagai Pereduksi. Dibimbing oleh DEDEN SAPRUDIN dan ZULHAN ARIF.
Sitrat yang terkandung pada buah belimbing wuluh berpotensi sebagai
pereduksi pada sintesis nanomagnetit secara hidrotermal. Penelitian ini bertujuan
mengembangkan metode tersebut dalam skala yang lebih besar. Waktu sintesis
dan ukuran reaktor merupakan faktor kunci dalam pembesaran skala metode ini.
Sampel dihaluskan dengan penghancur buah lalu dipisahkan dengan alat
sentrifugasi kemudian filtrat diambil. Filtrat ditetapkan kadar asamnya kemudian
direaksikan dengan FeCl3 dan urea. Larutan dimasukkan ke dalam 3 buah reaktor
bervolume 50, 150, dan 1500 mL dengan ragam waktu 9, 12, dan 15 jam pada

200 °C. Pembesaran skala sintesis nanomagnetit memiliki waktu yang efektif saat
12 jam menggunakan reaktor 150 mL. Hasil ini berdasarkan padadifraktogram
sinar-X, derajat kristalinitas yang baik yaitu 74.48 %, perbandingan bobot hasil
per volume 3.72x10-2 g/mL, kadar Fe dalam padatan 22.02 %b/b, kadar Fe cairan
0.02%b/v, nilai rendemen Fe 96.89 % dan kadar ammonium dalam cairan hasil
sintesis 1.24 %b/v.
Kata kunci:belimbing wuluh, nanomagnetit, pembesaran skala, reaktor

ABSTRACT
ANISA NURUL HIKMAH. Effects of Time and Size of Reactor for Synthesis of
Nanomagnetite in Hidrothermal Method Using Bilimbi Fruit (Averrhoa bilimbi)
as Reducing Agent (Averrhoa bilimbii). Supervised by DEDEN SAPRUDIN and
ZULHAN ARIF.
Citrate content of bilimbi fruit (Averrhoa bilimbii) is potential as a reducing
agent in nanomagnetite synthesis through hydrothermal method.The purpose of
this experiment was to develop the method in larger scale. Time of synthesis and
size of reactor are important factors for scaling up this method. Some fruit
samples were smashed using blender then the filtrate was separated by
sentrifugation. The acidic content of filtrate was determined by titration method
and then the filtrate was reacted with FeCl3 and urea.The solution was poured into

3 reactors with different volumes, 50, 150, dan 1500 mL for 9, 12, and 15 hours at
200 °C.Scale up method of nanomagnetite synthesiswith bilimbi fruit filtrategave
effective time at12 hours using the reactor volume of 150 mL. This result was
based on X-ray difractogram, degree of crystallinity was good 74.48 %, the ratio
of product per volume 3.72x10-2 g/mL, Fe content in solid 22.02 %b/b, Fe liquid
content 0.02%b/v, Fe ratio 96.89%, and ammonium content of liquid 1.24 %b/v.
Keywords: bilimbi fruit, nanomagnetite, reactor, scaled up-

PENGARUH WAKTU DAN UKURAN REAKTOR PADA
SINTESIS NANOMAGNETIT SECARA HIDROTERMAL
DENGAN BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbii)
SEBAGAI PEREDUKSI

ANISA NURUL HIKMAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia


DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi : Pengaruh Waktu dan Ukuran Reaktor pada Sintesis Nanomagnetit
secara Hidrotermal dengan Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbii)
sebagai Pereduksi
Nama
: Anisa Nurul Hikmah
NIM
: G44124001

Disetujui oleh

Dr Deden Saprudin, MSi
Pembimbing I


Zulhan Arif, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Dra Purwatiningsih Sugita, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini
mengangkat tema pengembangan nanopartikel dengan judul Pengaruh Waktu dan
Efisiensi Panas Reaktor pada Sintesis Nanomagnetit secara Hidrotermal dengan
Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbii) sebagai Pereduksi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Deden Saprudin, MSi dan
Bapak Zulhan Arif, MSi selaku pembimbing. Rasa terima kasih penulis haturkan
pula kepada seluruh staff Laboratorium Analitik Departemen Kimia Institut
Pertanian Bogor yang telah membantu penulis dalam menganalisis, menyediakan

bahan, dan mengumpulkan data yang diperlukan selama proses penelitian.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga, dan
orang-orang terdekat atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2015
Anisa Nurul Hikmah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2


Ruang Lingkup Penelitian

2

METODE

2

Alat dan Bahan

2

Prosedur Penelitian

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

5


Filtrat Buah Belimbing Wuluh

5

Pembesaran SkalaMetode Sintesis Nanomagnetit dengan Belimbing Wuluh

6

Karakterisasi Hasil dengan XRD

8

Pengaruh Volume Filtrat Belimbing Wuluh terhadap Bobot Hasil

12

Kadar Fe

14


Kadar Ammonium Cairan Hasil Sintesis

15

SIMPULAN DAN SARAN

16

Simpulan

16

Saran

16

DAFTAR PUSTAKA

16


LAMPIRAN

19

RIWAYAT HIDUP

44

DAFTAR TABEL
1 Komposisi bahan prekursor nanomagnetit
2 Bobot padatan yang dihasilkan pada sintesis nanomagnetit

4
12

DAFTAR GAMBAR
1 (a) Buah belimbing wuluh (A. bilimbii), (b) filtrat buah belimbing
wuluh (A. bilimbii)
2 Struktur asam sitrat
3 Reaktor hidrotermal yang digunakan pada sintesis nanomagnetit, (a)
tampak samping, (b) tampak atas
4 (a) campuran larutan sebelum sintesis, (b) hasil sintesis sebelum
dipisahkan, (c) padatan hasil sintesis yang telah dipisahkan dengan
filtrat dan dikeringkan
5 Standar nanomagnetit JCPDS 19-0629
6 Difraktogram nanomagnetit sintesis 9 jam, (A1) reaktor kecil, (B1)
reaktor sedang, (C1) reaktor besar
7 Difraktogram nanomagnetit sintesis 12 jam, (A2) reaktor kecil, (B2)
reaktor sedang, (C2) reaktor besar
8 Difraktogram nanomagnetit sintesis 9 jam, (A3) reaktor kecil, (B3)
reaktor sedang, (C3) reaktor besar
9 Kurva hubungan antara waktu sintesis (jam) dengan derajat kristalinitas
(%)
10 Kurva hubungan antara volume reaktor (mL) dengan derajat
kristalinitas (%)
11 Kurva hubungan antara volume reaktor dengan bobot hasil
sintesis/Volume (g)
12 Kurva hubungan antara pembesaran volume reaktor dengan
pembesaran bobot hasil sintesis
13 Grafik hubungan antara waktu sintesis (jam) dengan kadar Fe dalam
padatan (% b/b)
14 Grafik hubungan antara waktu sintesis (jam) dengan kadar Fe dalam
cairan (% b/b)
15 Grafik hubungan antara waktu sintesis (jam) dengan kadar ammonium
(% b/v)

5
5
6

8
9
9
10
10
11
11
13
13
14
14
16

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Bagan alir penelitian
Pembuatan larutan standar dan pereaksi pada penentuan ammonium
Penentuan kadar asam
Penentuan kadar air dan kadar abu
Hasil difraktogram sinar X
Sudut difraksi standar magnetit dan padatan hasil sintesis
Penentuan ukuran kristal

19
20
21
22
23
26
30

8
9
10
11

Derajat kristalinitas nanomagnetit
Perhitungan kadar Fe hasil sintesis
Perhitungan nilai rendemen Fe
Penentuan kadar ammonium cairan hasil sintesis

36
37
40
42

PENDAHULUAN
Nanopartikel merupakan material yang berukuran kurang dari 100 nm dan
ukuran ini membuat nanopartikel memiliki sifat konduktivitas listrik, transparansi,
kekuatan mekanik, dan kemagnetan (Abdullah et al. 2008). Nanomagnetit
merupakan nanopartikel oksida besi yang dikembangkan karena penggunaanya,
seperti pada katalis, high-density magnetic recording media, alat bantu diagnosa
medis (Chen et al. 2009), biosensor, dan penyimpan data dalam bentuk CD
(Rahmadani 2011). Magnetit juga dapat digunakan untuk adsorben bagi zat-zat
berbahaya (Petrova 2011). Keunggulan sifat dari magnetit yaitu memiliki sifat
kemagnetan, katalitik, konduktivitas, luas permukaan yang besar, dan stabil pada
suhu yang tinggi (Marquezet al. 2011).
Metode-metode yang dapat digunakan pada sintesis nanomagnetit, yaitu
kopresipitasi, teknologi mikroemulsi, termolisis prekursor, hidrotermal, dan
nanokomposit magnetik (Carlos et al. 2013). Cheng et al. (2010) menyintesis
nanomagnetit secara hidrotermal dengan prekursor FeCl3, natrium sitrat,
poliakrilamida, dan urea. Magnetit yang dihasilkan berbentuk bulat dan terdispersi
di dalam air. Pradana (2013) telah berhasil menyintesis nanomagnetit secara
hidrotermal dengan variasi waktu 3, 4, 6, dan 12 jamtanpa penambahan
poliakrilamida. Nanomagnetit yang dihasilkan memiliki kristalinitas yang
meningkat seiring pertambahan waktu analisis. Filtrat hasil sintesis mengandung
ammonium yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk cair tanaman.Kelebihan dari
teknik hidrotermal, yaitu mudah, murah, menghasilkan nanomagnetit dengan
kristalinitas yang tinggi (Laurent et al. 2008), dan bahan yang digunakan tidak
beracun (Cheng et al. 2010).Selain itu, magnetit dapat disintesis dari reaksi
reduksi FeCl3 oleh natrium sitrat ataupun asam sitrat sebagai pereduksi (Marquez
et al. 2011) dan dengan urea sebagai presipitator yang menghasilkan suasana basa
pada reaksi (Lv et al. 2009). Magnetit memiliki dua bilangan oksidasi Fe, yaitu
Fe2+ dan Fe3+. Atom Fe2+ dan sebagian Fe3+ berikatan oktahedral, sedangkan Fe3+
lainnya berikatan tetrahedral membentuk kristal spinel kubus berpusat muka
(Roonasi 2007).Ion sitrat akan mengompleks Fe dan menghasilkan reaksi lambat
yang baik untuk pembentukan kristal. Fe3+ akan tereduksi oleh sitrat menjadi Fe2+
yang selanjutnya berubah menjadi magnetit. Sitrat juga berfungsi dalam
pembentukan fase murni Fe3O4 serta menunjang keberhasilan produk magnetit
yang dihasilkan (Cheng et al. 2010).
Sitrat umumnya terdapat dalam buah-buahan yang memiliki rasa asam.
Buah belimbing wuluh menyimpan kandungan asam sitrat yang tinggi sebagai
komponen asam organik terbesar yaitu sekitar 92.6-133.8 meq/100 g bahan segar
(Hertanto 2012). Oleh karena itu, air belimbing wuluh dapat menjadi sumber sitrat
yang baik bagi sintesis nanomagnetit. Ismawati (2013) telah melakukan sintesis
nanomagnetit menggunakan belimbing wuluh sebagai sumber sitrat dengan
reaktor berukuran diameter 5 cm dan tinggi 10 cm. Pemanasan dilakukan selama
12 jam pada suhu 200 °C dan menghasilkan kristal dengan ukuran 27.06 nm.
Penggunaan ukuran reaktor dengan dimensi yang berbeda belum dicoba
pengaruhnya terhadap derajat kristalinitas yang dihasilkan. Pengaruh variasi
waktu dan ukuran reaktor perlu diteliti lebih lanjut guna pengembangan skala

2
besar dalam sintesis nanomagnetit dengan belimbing wuluh sebagai bahan
pereduksi.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menyintesis nanomagnetit secara hidrotermal
dengan ekstrak air buah belimbing wuluh sebagai pereduksi disertai dengan
variasi waktu dan ukuran reaktor hidrotermal.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat meningkatkan nilai guna belimbing wuluh
sebagai sumber sitrat dalam pengembangan sintesis nanomagnetit. Melalui
penelitian ini dapat puladiketahui pengaruh waktu dan ukuran reaktor hidrotermal
terhadap kristalinitas nanomagnetit yang dihasilkan sehingga berguna untuk
pengembangan sintesis dalam skala yang lebih besar.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini terdiri dari 5 tahap utama, yaitu (1) pembuatan ekstrak air
buah belimbing wuluh, (2) menentukan kadar asam sitrat pada air belimbing
wuluh dengan metode titrasi, (3) penentuan parameter proksimat, yaitu kadar air
dan kadar abu buah belimbing wuluh, (4) sintesis nanomagnetit dengan
menggunakan campuran air belimbing wuluh, FeCl3 dan urea secara hidrotermal
dengan variasi ukuran reaktor (A=kecil, B=sedang, C=besar) dan juga variasi
waktu sintesis (1=9 jam, 2=12 jam, dan 3=15 jam), dan (5) karakterisasi hasil
sintesis menggunakan Difraktometer sinar-X (XRD) GBC EMMA, penentuan
kadar Fe menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) Shimadzu AA7000, dan penentuan kadar ammonium. Rangkaian prosedur dapat dilihat pada
Lampiran 1.

METODE
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah neraca analitik digital empat
desimal, alat penggiling (blender), alat gelas, botol coklat, cawan porselin, oven,
Bunsen, tanur, desikator, pH meter, buret, bejana hidrotermal, Difraktometer
Sinar-X, Spektrofotometer UV-vis, dan spektrofotometer Serapan Atom (AAS).
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah buah belimbing wuluh,
FeCl3.6H2O (Nacalai Tesque), urea (Merck), akuades, etanol 96%, asam oksalat
(Merck), NaOH (Merck), kalium-natrium tartrat (Merck), fenol (Merck),
(NH4)2SO4 (Merck), sodium hipoklorit (NaOCl) 5%, dan HNO3pekat.

3

Prosedur Penelitian
Pembuatan Ekstrak Air Buah Belimbing Wuluh
Buah belimbing wuluh dicuci bersih lalu dipotong kecil-kecil dan
dihaluskan dengan blender tanpa menggunakan penambahan akuades. Ekstrak
hasil penggilingan disaring lalu dipisahkan dari suspensi yang mengendap dengan
disentrifugasi selama 20 menit menggunakan kecepatan 1000 rpm. Filtrat
dianalisis kadar asamnya menggunakan metode titrasi dan digunakan sebagai
bahan dasar pembuatan nanomagnetit. Sebanyak 5 kg buah belimbing wuluh akan
menghasilkan filtrat sekitar 1700—1800 mL.
Penentuan Kadar Asam pada Air Buah Belimbing Wuluh
Standardisasi NaOH digunakan dengan menimbang asam oksalat sebanyak
0,3150 g dan dilarutkan dalam labu takar 50 mL lalu ditera menggunakan akuades.
Larutan asam oksalat 10 mL dipipet ke dalam erlenmeyer lalu ditambahkan 2—3
tetes indikator fenolftalein. Larutan dititrasi menggunakan NaOH 0,1 N sampai
berubah warna menjadi merah muda seulas. Titrasi dilakukan sebanyak 3 kali
ulangan. Setelah larutan NaOH terstandardisasi, dilakukan penentuan kadar asam
pada air buah belimbing wuluh. Sebanyak 1 mL filtrat dari ekstrak air belimbing
wuluh diencerkan menggunakan akuades hingga volumenya 10 mL. Kemudian,
sampel ditambahkan indikator fenolftalein sebanyak 2—3 tetes lalu dititrasi
menggunakan NaOH terstandardisasi sampai warnanya berubah menjadi merah
muda seulas.
Penentuan Kadar Air dan Kadar Abu Belimbing Wuluh (AOAC 2007)
Penentuan kadar air buah belimbing wuluh dilakukan sebaga berikut. Buah
belimbing wuluh ditimbang sebanyak 2 gram lalu dimasukkan ke dalam cawan
porselin yang telah diketahui bobot kosongnya. Cawan disimpan dalam oven pada
suhu 105 °C selama 5 jam. Selanjutnya, didinginkann di dalam desikator
kemudian ditimbang. Prosedur dilakukan sebanyak 3 kali ulangan.
Penentuan kadar abu buah belimbing wuluh dilakukan sebagai berikut.
Cawan porselen dikeringkan dalam tanur bersuhu 600 °C selama 30 menit.
Kemudian cawan didinginkan di dalam eksikator selama 30 menit dan bobot
kosongnya ditimbang. Simplisia buah belimbing wuluh sebanyak 2 g dimasukkan
ke dalam cawan lalu dipijarkan di atas nyala api pembakar Bunsen sampai tidak
berasap. Cawan dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600 °C selama 2 jam
hingga diperoleh abu. Cawan berisi abu didinginkan di dalam desikator selama 30
menit dan ditimbang. Prosedur dilakukan sebanyak 3 kali ulangan.
Sintesis Nanomagnetit (modifikasi Cheng et al. (2010))
Sintesis dilakukan dengan 3 variasi komposisi sesuai dengan ukuran reaktor.
Campuran dibuat dalam volume total 1700 mL dengan konsentrasi FeCl3 sebesar
0.1 M, urea sebesar 0.35 M dan asam sebesar 0.3 M. Komposisi tersebut terdapat
pada Tabel 1.

4
Tabel 1 Komposisi bahan prekursor nanomagnetit
Reaktor
A
B
C

Ukuran Reaktor
Diameter Tinggi
(cm)
(cm)
5
10
5
20
10
30

Komposisi Bahan (mmol)
FeCl3

Urea

Asam

5
15
150

20
52.5
525

15
45
450

Volume cairan
(mL)
50

150
1500

Campuran dimasukkan ke dalam gelas piala lalu diaduk menggunakan
magnetic stirrer sampai seluruh campuran homogen. Pengadukan dilakukan
selama ± 30 menit. Setelah homogen, larutan tersebut dimasukkan ke dalam
reaktor. Reaktor hidrotermal ditutup rapat sampai dipastikan tidak akan terjadi
kebocoran selama proses pemanasan. Setelah itu, bejana hidrotermal dimasukkan
ke dalam oven pada suhu 200 °C. Sintesis nanomagnetit menggunakan tiga
perlakuan waktu sintesis yang berbeda. Perlakuan pertama 9 jam, perlakuan kedua
12 jam, dan perlakuan ketiga 15 jam. Setelah sintesis selesai, reaktor hidrotermal
didinginkan. Hasil sintesis yang terbentuk dipisahkan antara bagian padatan dan
cairannya. Padatan yang terbentuk kemudian dicuci dengan akuades dan etanol.
Selanjutnya endapan dikeringkan pada suhu 70 °C.
Karakterisasi Hasil Sintesis
Padatan hasil sintesis hidrotermal dikarakterisasi menggunakan
Difraktometer sinar X (XRD) pada panjang gelombang 0.15406 nm.
Penentuan Kadar Fe Hasil Sintesis
Penentuan kadar Fe dilakukan terhadap padatan dan cairan hasil sintesis
secara hidrotermal. Serbuk hasil sintesis ditimbang sebanyak 0.5 g dan
ditambahkan 5 mL HNO3 dan dipanaskan. Filtrat disaring dan diencerkan dalam
labu takar 100 mL menggunakan akuades lalu diencerkan. Larutan diukur
menggunakan AAS. Pengukuran Fe dalam cairan dilakukan dengan
mencampurkan 5 mL cairan hasil sintesis ditambah 5 mL HNO3, kemudian
dikocok hingga homogen dan diencerkan. Selanjutnya, larutan dianalisis
menggunakan AAS.
Penentuan Kadar Ammonium dalam Cairan Hasil Sintesis (Pradana 2013)
Sebanyak 1 mL cairan hasil sintesis dimasukkan ke dalam tabung reaksi
kemudian ditambahkan larutan buffer tartrat dan Na-fenat masing-masing
sebanyak 2 mL. larutan dikocok dan dibiarkan selama 10 menit. Selanjutnya,
larutan ditambah 2 mL NaOCl 5% dan diukur serapannya menggunakan
spektrofotometer UV-vis pada panjang gelombang 629 nm. Pembuatan pereaksi
dapat dilihat pada Lampiran 2.

5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Filtrat Buah Belimbing Wuluh
Buah belimbing wuluh dikenal sebagai buah yang sangat asam dan berkadar
air tinggi (Kumar et al. 2009). Rasa asam pada buah belimbing wuluh berasal dari
asam organik yang banyak terkandung di dalamnya. Hasil penetapan asam dari
filtrat ekstrak air buah belimbing wuluh untuk sintesis nanomagnetit untuk
perlakuan waktu 9, 12, dan 15 jam berturut-turut adalah 0.3289 N, 0.2680 N, dan
0.3040 N (Lampiran 3). Konsentrasi asam ini menunjukkan total asam dalam air
buah, tidak hanya asam sitrat saja.

(a)
(b)
Gambar 1 (a) Buah belimbing wuluh (A. bilimbii), (b) filtrat buah belimbing
wuluh (A. bilimbi)
Asam sitrat merupakan salah satu komponen asam organik dalam belimbing
wuluh yang memberikan rasa asam (Kumar et al. 2009). Hertanto (2012)
menyatakan asam sitrat merupakan komponen asam organik terbanyak di dalam
belimbing wuluh dengan kadar 92.6—133.8 meq/100 g bahan segar. Asam sitrat
sebagai komponen utama asam organik di buah belimbing wuluh dapat dilihat
pada Gambar 2.
Asam Sitrat

Gambar 2 Struktur asam sitrat
Hasil pengukuran kadar air pada penelitian diperoleh kadar air belimbing
wuluh sebesar 95.45 % (Lampiran 4). Nilai kadar air yang tinggi dan kandungan
asam sitrat sebagai komponen asam organik terbanyak di dalam buah belimbing
wuluh merupakan alasan utama filtrat buah belimbing wuluh berpotensi sebagai
pereduksi dalam sintesis nanomagnetit secara hidrotermal. Kadar abu dalam
belimbing wuluh menunjukkan kandungan mineral yang terdapat dalam buah
tersebut. Kadar abu dalam belimbing wuluh yang diperoleh pada penelitian yaitu
sebesar 5.87 %. Mineral yang terdapat dalam belimbing wuluh yaitu fosfor, besi,
kalsium, dan kalium (Roy et al. 2011) (Lampiran 4).

6
Ismawati (2013) sebelumnya telah menyintesis nanomagnetit dengan
menggunakan air buah belimbing wuluh yang telah disimpan selama seminggu
sebagai sumber sitrat. Air belimbing wuluh efektif dalam sintesis nanomagnetit
namun tidak dengan suspensi dari ekstrak air belimbing wuluh. Oleh karena itu,
dilakukan proses pengendapan menggunakan alat sentrifuse dengan tujuan
mengendapkan suspensi dari ekstrak belimbing wuluh agar hasil lebih baik.
Setelah disentrifugasi, filtrat dipisahkan yang kemudian akan digunakan sebagai
sumber sitrat.
Pembesaran SkalaMetode Sintesis Nanomagnetit dengan Filtrat Buah
Belimbing Wuluh
Nilai guna buah belimbing wuluh perlu ditingkatkan, salah satunya yaitu
dengan memanfaatkan filtrat buah belimbing wuluh sebagai pereduksi pada
sintesis nanomagnetit. Pengembangan sintesis nanomagnetit ini dilakukan dengan
melihat pengaruh variasi waktu dan ukuran reaktor yang digunakan pada sintesis
nanomagnetit.Waktu sintesis selama 12 jam merupakan waktu terbaik pada
sintesis nanomagnetit. Untuk mengetahui pola hasil sintesis selama penambahan
waktu, maka diambil 2 titik waktu sintesis dengan interval 3 jam sebelum 12 jam
dan 3 jam sesudah 12 jam. Oleh karena itu, sintesis nanomagnetit yang dilakukan
memiliki variasi waktu 9, 12, dan 15 jam.
Ukuran reaktor diduga akan memengaruhi hasil sintesis nanomagnetit,
khususnya nilai derajat kristalinitas dari produk yang dihasilkan. Ukuran reaktor
yang digunakan pada sintesis memiliki total volume sintesis 50, 150, dan 1500
mL. Volume ini bukanlah volume total yang dapat ditampung oleh masingmasing reaktor. Volume ini digunakan agar memiliki perbandingan yang mudah
dihitung setelah produk dihasilkan. Reaktor yang digunakan dapat dilihat pada
Gambar 3.

(a) (b)
Gambar 3 Reaktor Hidrotermal yang digunakan pada sintesis nanomagnetit,
(a) tampak samping, (b) tampak atas
Proses sintesis nanomagnetit secara hidrotermal dilakukan di dalam sebuah
reaktor hidrotermal dengan suhu 200 °C. Bahan utama pembuatannya adalah asam
sitrat, urea, dan FeCl3 (Cheng et al. 2010). Suhu pemanasan sebesar 200 °C
diberikan pada sistem dengan tujuan agar kristal yang terbentuk sempurna (Cheng
et al. 2010). Sintesis nanomagnetit membutuhkan waktu 12 jam tetapi dalam
waktu 3 jam telah dihasilkan nanomagnetit yang masih berbentuk amorf. Secara

7

teoritis, derajat kristalinitas nanomagnetit akan bertambah seiring bertambahnya
waktu sintesis. Proses pembentukan kristal berlangsung secara bertahap (Lv et al.
2009).
Laurent et al. (2008) menyatakan bahwa terdapat dua jalur penting dalam
sintesis nanomagnetit secara hidrotermal, yaitu hidrolisis dan oksidasi atau
netralisasi dalam campuran logam oksida. Pada proses ini kondisi reaksi seperti
pelarut, suhu, dan waktu pemanasan sangat berpengaruh terhadap hasil yang
diperoleh. Berikut adalah reaksi-reaksi yang terjadi saat pembentukan
nanomagnetit secara hidrotermal.
C6H5O73- + 2 Fe3+ → C5H4O52- + H+ + CO2 + 2Fe2+ …………………………... (1)
(NH2)2CO + 3H2O → 2NH3.H2O + CO2 …………………………………….... (2)
Fe2+ + 2(NH3.H2O) → Fe(OH)2 + 2NH4+ ……………………………………… (3)
Fe3+ + 3(NH3.H2O) → Fe(OH)3 + 3NH4+ …………………………...…………. (4)
Fe(OH)2 + 2Fe(OH)3 → Fe3O4 + 4H2O ……………………………………..…. (5)
Hal utama yang harus diperhatikan sebelum melakukan sintesis
nanomagnetit menggunakan belimbing wuluh adalah komposisi bahan yang tepat
agar reaksi berjalan baik secara stoikiometri.Oleh karena itulah, dilakukan
penetapan asam terlebih dahulu. Sintesis nanomagnetit menggunakan air buah
belimbing wuluh dilakukan dengan mencampurkannya dengan FeCl3 dan urea.
Campuran tersebut kemudian diaduk menggunakan magnetic stirrer dan sedikit
dipanaskan dengan tujuan agar tercipta larutan yang homogen. Proses ini
dilakukan selama 30 menit. Larutan yang homogen menghasilkan warna hijau
kecoklatan (Gambar 5). Campuran tersebut dimasukkan ke dalam reaktor dengan
ukuran kecil, sedang, dan besar lalu dioven dengan variasi waktu 9, 12, dan 15
jam. Perbedaan ukuran reaktor akan memerlihatkan pola pertambahan bobot hasil
sintesis seiring dengan pertambahan ukuran reaktor, sedangkan variasi waktu
sintesis dapat memengaruhi derajat kristalinitas nanomagnetit yang dihasilkan.
Asam sitrat dari air buah belimbing wuluhakan mereduksi Fe3+ dari FeCl3
menjadi Fe2+. Asam sitrat akan mengalami dekarboksilasi karena adanya
pemanasan sehingga gugus alkohol dalam ion sitrat akan berubah menjadi gugus
keton. Sitrat teroksidasi dan Fe3+ tereduksi menjadi Fe2+ (Reaksi 1) (Yang et al.
2010). Sintesis nanomagnetit secara hidrotermal memanfaatkan media cair yang
ditempatkan di wadah tertutup yang memiliki tekanan hingga 2000 psi dan
umumnya menggunakan suhu 200 °C atau lebih (Carlos et al. 2013). Tekanan
yang tinggi dapat meningkatkan daya larut padatan dan meningkatnya kecepatan
reaksi yang kemudian mendorong minimalisasi energi permukaan sehingga
partikel akan mulai mengkristal (Cheng et al.2010). Berdasarkan hal ini,
penggunaan ukuran reaktor yang berbeda akan memengaruhi hasil nanomagnetit
yang diperoleh. Semakin besar ukuran reaktor maka akan semakin kecil tekanan
yang dapat ditimbulkan di dalam wadah. Selain itu, efektivitas panas yang
mengalir ke dalam reaktor dan tumbukan yang terjadi di dalam reaktor juga ikut
memengaruhi hasil sintesis.
Urea akan terdekomposisi pada suhu yang tinggi membentuk NH3. Urea
merupakan presipitator yang efektif karena menghasilkan reaksi dalam suasana
basa dari hidrolisis lambat pada suhu 70 °C (Reaksi 2). Suhu sintesis yang
digunakan adalah sebesar 200 °C agar urea benar-benar terhidrolisis (LV et al.
2009). Suasana basa yang timbul mengakibatkan terbentuknya Fe(OH)2 dan

8
Fe(OH)3 (Reaksi 3 dan 4) yang selanjutnya membentuk magnetit (Fe3O4) dengan
melepaskan air (Reaksi 5) (Lv et al. 2010).
Magnetit terbentuk saat pencampuran 0.1 M FeCl3, 0.35 M Urea, dan sekitar
0.3 M total asam dari air belimbing wuluh. Sitrat dalam proses pembentukan
nanomagnetit secara hidrotermal berfungsi sebagai reduktor, pembentukan
morfologi kristal, dan pencegahan agregasi (Sari 2013).Tanpa adanya sitrat, tidak
akan terbentuk Fe3O4 tetapi α-Fe2O3. Jumlah sitrat pada sintesis harus
diperhatikan. Jika jumlah sitrat kurang, sebagian dari sitrat akan bereaksi dengan
oksigen yang terlarut dalam air sehingga tidak cukup kuat mereduksi Fe3+
sehingga akan terbentuk Fe2O3. Namun, jika sitrat terlalu berlebih akan
menurunkan nilai pH sistem sehingga sebagian besar Fe3+ akan direduksi menjadi
Fe2+ sehingga tidak terbentuk Fe3O4(Lv et al. 2009).
Padatan nanomagnetit hasil sintesis menggunakan air belimbing wuluh
seluruhnya menghasilkan padatan berwarna hitam dan tertarik saat didekatkan
oleh magnet yang sesuai dengan Liang et al. (2006) (Gambar 4). Jumlah padatan
yang dihasilkan kian bertambah seiring dengan penambahan ukuran reaktor.
Magnet
Magnet

Nanomagnetit

(a)
(b)
(c)
Gambar 4 (a) campuran larutan sebelum sintesis, (b) hasil sintesis sebelum
dipisahkan, (c) padatan hasil sintesis yang telah dipisahkan
dengan filtrat dan dikeringkan
Karakterisasi hasil dengan XRD
Karakterisasi dilakukan terhadap hasil sintesis pada variasi ukuran reaktor
(kecil, sedang, dan besar) dan pada variasi waktu sintesis (9, 12, dan 15 jam).
Langkah pertama yang dilakukan yaitu karakterisasi hasil menggunakan
difraktometer sinar-X (XRD). Karakterisasi menggunakan XRD dilakukan dengan
tujuan mengetahui fase kristal, ukuran kristal, dan derajat kristalinitas. Analisis
dilakukan dengan membandingkan puncak-puncak khas dari padatan hasil sintesis
dengan puncak kristal standar. Untuk lebih jelasnya, difraktogram sinar-X sampel
dilampirkan dengan ukuran lebih besar pada Lampiran 5.
Hasil difraktogram sinar X yang dibandingkan dengan standar magnetit
JCPDS No 19-0629 (Gambar 5) menunjukkan bahwa kesembilan sampel
memiliki kemiripan dengan standar namun beberapa memperlihatkan intensitas
puncak difraktogram yang berbeda dengan sampel nanomagnetit. Puncak ini
kemungkinan adalah pengotor yang terdapat di dalam sampel. Puncak yang
diduga sebagai pengotor tersebut dapat dilihat pada difraktogram A1, B1, C1, dan
A2, B3 (Gambar 6—8). Standar magnetit menunjukkan puncak dengan intensitas

9

intensitas

yang khas pada nilai sumbu x (2θ) sebesar 18.27° yang intensitasnya lebih kecil
daripada saat nilai sumbu x (2θ) 30.09°. Sebaliknya, intensitas puncak yang
dihasilkan sampel A1, B1, C1, A2, dan B3 lebih besar saat nilai sumbu x sekitar
18.27° daripada saat sumbu x bernilai sekitar 30.09° (Gambar 6—8).Sudut
difraksi standar magnetit dan padatan hasil sintesis dapat dilihat di Lampiran 6.
Berdasarkan Gergery et al. (2010), puncak yang memiliki intensitas yang khas
pada nilai 2θ sebesarb 18° adalah senyawa Ca(OH)2. Logam Ca merupakan salah
satu mineral yang terdapat dalam buah belimbing wuluh (Roy et al. 2010). Puncak
difraktogram terbaik terdapat pada hasil sintesis B2, C2, dan C3 (Gambar 8 dan 9).
Difraktogram sampel A3(Gambar 9) masih memiliki intensitas yang kecil pada
puncak-puncaknya, kemungkinan masih banyak partikel yang bersifat amorf.
Analisis XRD juga dapat menentukan ukuran rerata kristal berdasarkan
persamaan Debye Scherrer (Zakaria et al. 2009). Ukuran kristal yang dihasilkan
berkisar antara 19.17—34.04 nm. Perhitungan rerata ukuran kristal dapat dilihat
pada Lampiran 7. Menurut Laurent et al. (2009), nanopartikel merupakan suatu
partikel yang memiliki ukuran lebih kecil dari 100 nm. Oleh karena itu, seluruh
sampel hasil sintesis merupakan nanopartikel. Berdasarkan hasil karakterisasi
dengan XRD dapat pula ditentukan nilai derajat kristalinitas sampel nanomagnetit
yang dihasilkan.
S

A1

B1


intensitas

intensitas


Gambar 5 Standar nanomagnetit JCPDS 19-0629


C1



10
Gambar 6 Difraktogram nanomagnetit sintesis 9 jam, (A1) reaktor kecil, (B1)
reaktor sedang, dan (C1) reaktor besar
intensitas

A2
B2

intensitas





C2



A3

B3




C3
intensitas

intensitas

Gambar 7 Difraktogram nanomagnetit sintesis 12 jam, (A2) reaktor kecil, (B2)
reaktor sedang, dan (C2) reaktor besar


Gambar 8 Difraktogram nanomagnetit sintesis 15 jam, (A3) reaktor kecil, (B3)
reaktor sedang, dan (C3) reaktor besar

11

Derajat kristalinitas (%)

Derajat kristalinitas sampel diperoleh berdasarkan perbandingan luas daerah
kristalin dengan luas daerah total (kristalin dan amorf) yang dihasilkan oleh
sampel. Perhitungan derajat kristalinitas dapat dilihat pada Lampiran 8.
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

83.42
73.35

80.38

74.48
70.31

70.67

61.46

61.01

49.47

9

12

15

Waktu (jam)

Derajat kristalinitas (%)

Gambar 9 Kurva hubungan antara waktu sintesis (jam) dengan derajat
kristalinitas (%) ( = A,
= B,
= C)
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

73.35 74.48

70.67

83.42

80.38
70.31

61.46

61.01
49.47

50

150

1500

Volume (mL)

Gambar 10 Kurva hubungan antara volume reaktor (mL) dengan derajat
kristalinitas (%) ( = 9 jam,
= 12 jam,
= 15 jam)
Kristalinitas partikel nanomagnetit yang terbentuk pada saat sintesis
dipengaruhi oleh waktu sintesis, ukuran reaktor, dan banyaknya bahan yang
digunakan saat sintesis. Pada Gambar 9 dan 10 dapat dilihat bahwa nanomagnetit
yang dihasilkan memiliki derajat kristalinitas tertinggi sebesar 83.42 % pada
waktu sintesis 12 jam dengan menggunakan reaktor C yang bervolume 1500 mL.
Gambar 9 menunjukkan pengaruh waktu terhadap derajat kristalinitas sedangkan
Gambar 10 menunjukkan pengaruh ukuran reaktor terhadap derajat kristalinitas.
Reaktor A menunjukkan derajat kristalinitas yang meningkat pada 9 jam ke 12
jam lalu menurun pada saat 15 jam yaitu 49.47 %, 70.67 %, dan 61.01 %. Reaktor
B menunjukkan peningkatan nilai derajat kristalinitas seiring pertambahan waktu
yaitu 73.35 %, 74.48 %, dan 80.38 %. Reaktor C menunjukkan peningkatan nilai
derajat kristalinitas dari 9 jam ke 12 jam, yaitu 70.31 % ke 83.42 % dan menurun
pada 15 jam yaitu bernilai 61.46 %.
Waktu sintesis yang semakin lama akan menghasilkan derajat kristalinitas
yang semakin besar maka semakin besar, karena reaksi diperkirakan telah berjalan
sempurna (Fernandez 2011). Oleh karena itulah, waktu sintesis selama 9 jam
menunjukkan nilai derajat kristalinitas yang lebih kecil daripada 12 jam. Sintesis

12
selama 9 jam masih menghasilkan kristal amorf yang lebih banyak. Namun, pada
waktu sintesis selama 15 jam tidak diperoleh nilai derajat kristalinitas yang cukup
besar dibandingkan sintesis selama 12 jam. Hal ini menunjukkan waktu sintesis
selama 15 jam kurang efektif dalam pembentukan kristal nanomagnetit. Selain itu,
hasil sintesis juga dipengaruhi oleh volume reaktor yang digunakan. Volume
reaktor berkaitan erat dengan jumlah bahan prekursor yang dimasukkan saat
proses hidrotermal. Semakin banyak bahan yang dimasukkan maka energi yang
terjadi saat reaksi berlangsung semakin besar pula. Energi ini akan memengaruhi
pembentukan kristal nanomagnetit. Sintesis selama 15 jam menggunakan reaktor
besar menghasilkan derajat kristalinitas yang sangat kecil yaitu hanya 61.46 %.
Pada saat sintesis berlangsung, jumlah bahan yang banyak akan menghasilkan
energi yang besar sehingga dapat menghasilkan tekanan yang mendorong sisi-sisi
reaktor hidrotermal. Hal ini dapat memicu terjadinya kebocoran sistem tertutup
sehingga reaksi yang terjadi kurang maksimal dan dihasilkan kristal yang
memiliki derajat kristalinitas yang kecil.Berdasarkan uraian di atas, waktu terbaik
untuk menyintesis nanomagnetit yang memiliki derajat kristalinitas yang tinggi
yaitu selama 12 jam dan menggunakan reaktor berukuran sedang yaitu 150 mL.
Pengaruh Volume Filtrat Belimbing Wuluh terhadap Bobot Hasil
Waktu sintesis yang semakin lama akan menyebabkan reaksi semakin
berjalan sempurna sehingga bobot padatan yang dihasilkan juga semakin
bertambah. Volume reaktor erat kaitannya dengan jumlah padatan yang dihasilkan.
Pembesaran volume reaktor diharapkan akan sebanding dengan jumlah padatan
yang dihasilkan. Perbandingan antara bobot padatan hasil sintesis dengan volume
reaktor menggambarkan keberhasilan metode pembesaran skala reaktor.
Tabel 2 Bobot padatan yang dihasilkan pada sintesis nanomagnetit
Bobot padatan
Waktu
Bobot padatan/V
V (mL) yang dihasilkan
(jam)
(g/mL)
(g)
50
1.99x10-2
0.9934
9

12

15

150

1.0212

0.68x10-2

1500

28.9907

1.93x10-2

50

1.4672

2.93x10-2

150

5.5789

3.72x10-2

1500

25.0253

1.67x10-2

50

2.8996

5.80x10-2

150

5.5657

3.71x10-2

1500

23.2706

1.55x10-2

13

Bobot padatan/V (g/mL)

7,00E-02
5.80E-02

6,00E-02
5,00E-02

3.72E-02

4,00E-02

3.71E-02

2.93E-02
3,00E-02
1.99E-02

1.93E-02 1.67E-02

2,00E-02

1.55E-02

6.81E-03

1,00E-02

0,00E+00
50

150

1500

V (mL)

Gambar 11 Kurva hubungan antara volume reaktor dengan bobot hasil
sintesis/Volume (g) (
= 9 jam,
= 12 jam,
= 15 jam)
Berdasarkan Gambar 11, reaktor 50 mL menghasilkan peningkatan nilai
bobot/volume yang kian meningkat, namun derajat kristalintas yang dihasilkan
tidak lebih baik dari reaktor 150 mL. Reaktor 1500 mL menghasilkan nilai
perbandingan bobot/volume yang kian menurun seiring waktu sintesis. Hal ini
tidak sesuai secara teoritis. Tekanan yang terjadi saat proses sintesis pada reaktor
ini memengaruhi hasil yang kian menurun. Oleh karena itu, jika ingin
menggunakan reaktor yang lebih besar, maka harus memerhatikan pengaruh
tekanan yang terjadi di dalamnya. Reaktor terbaik adalah reaktor dengan volume
150 mL, karena menghasilkan perbandingan bobot/volume yang cenderung
konstan pada saat 12 dan 15 jam. Waktu terbaik yang diperoleh berdasarkan hal
ini yaitu waktu sintesis selama 12 jam. Jika pada saat 12 jam sudah diperoleh hasil
yang konstan maka waktu sintesis selama 12 jam saja sudah cukup.
35,00

Pembesaran Bobot (kali)

29.18

28.39

30,00
25,00

17.06

20,00
15,00

8.03

10,00
5,00

3.80
1.03

1.92

4.49 4.18

0,00
3

10

30

Pembesaran Volume (kali)

Gambar 12 Kurva hubungan antara pembesaran volume reaktor dengan
pembesaran bobot hasil sintesis ( = 9 jam, = 12 jam,
=
15 jam)
Pada Gambar 12 dapat dilihat hubungan antara pembesaran bobot hasil
sintesis dengan pembesaran volume. Seluruh perlakuan penambahan waktu
sintesis baik 9, 12, maupun 15 jam menghasilkan penambahan bobot sintesis.
Pada waktu 9 jam, pembesaran volume sebanyak 10 kali menghasilkan bobot
yang bertambah sebanyak 28.39 kali. Hal ini jauh melampaui pertambahan

14
volume. Pada sintesis selama 12 jam, pertambahan bobot hasil sintesis kian
bertambah dan tidak melampaui nilai pertambahan volume, yaitu dari 3.80 kali,
4,49 kali, dan 17,06 kali lipatnya. Pada sintesis selama 15 jam juga diperoleh
pertambahan volume yang kian meningkat dan tidak melampaui pertambahan
volume, namun pada saat pertambahan volume sebanyak 30 kali lipat, hanya
diperoleh pertambahan bobot sebesar 8.03 kali. Nilai ini sangat kecil. Berdasarkan
hal ini, waktu terbaik adalah selama 12 jam.

Kadar Fe

Kadar Fe dalam padatan (% b/b)

Kadar Fe dalam padatan dan cairan menggambarkan keberadaan Fe total di
dalamnya. Semakin efektif reaksi hidrotermal berlangsung maka semakin besar
kadar Fe di dalam padatan dan semakin kecil nilai Fe di dalam cairan. Perhitungan
nilai kadar Fe dapat dilihat pada Lampiran 9.
60,00

55.58

50,00
40,00
30,00

30.76
26.96

30.79

22.02
19.92

20,00

18.61
15.90
11.18

10,00
0,00
9

12

15

Waktu sintesis (jam)

Kadar Fe dalam cairan (% b/v)

Gambar 13 Grafik hubungan antara waktu sintesis (jam) dengan kadar Fe
dalam padatan (% b/b) (
= A,
= B,
= C)
0,18

0,16

0,16

0,16

0,14
0,11

0,12
0,10
0,08

0,06

0,06

0,05

0,06
0,04

0,01

0,02

0,02
0,004

0,00
9

12

15

Waktu sintesis (jam)

Gambar 14 Grafik hubungan antara waktu sintesis (jam) dengan kadar Fe
dalam cairan (% b/b) (
= A,
= B,
= C)

15

Pada Gambar 10, terlihat bahwa reaktor A dan B memiliki pola grafik
batang yang sama pada saat sintesis selama 9, 12, dan 15 jam. Kadar Fe dalam
padatan ketika sintesis 9 dan 12 jam mengalami kenaikan lalu turun kembali pada
saat sintesis selama 15 jam. Reaktor B memiliki pola yang sama pada Gambar 11.
Namun reaktor A memiliki pola meningkat saat 9 ke 12 jam lalu menurun saat 15
jam. Reaktor C memberikan hasil Fe padatan dan cairan yang semakin meningkat
pada saat 9, 12, dan 15 jam (Gambar 10 dan 11)
Kadar Fe erat kaitannya dengan jumlah produk yang terbentuk. Namun
demikian, produk yang ditargetkan merupakan nanomagnetit (Fe3O4). Penetapan
Fe total belum menggambarkan secara jelas bahwa seluruh Fe telah terkonversi
sempurna atau tidak saat reaksi hidrotermal berlangsung. Berdasarkan Gambar 11,
terlihat bahwa kadar Fe terbesar diperoleh pada saat sintesis selama 12 jam
dengan menggunakan reaktor kecil yaitu 55.58 %b/b. Namun, derajat kristalinitas
yang dimiliki hanya sebesar 70.67 %. Hal ini menunjukkan Fe yang terbentuk di
dalam padatan belum sempurna membentuk nanomagnetit. Pada hasil yang
ditunjukkan di Gambar 13, reaktor C memiliki kadar Fe yang cenderung konstan
pada saat 12 dan 15 jam. Derajat kristalinitas yang dimiliki reaktor C pada saat 12
jam sebesar 83.42 %. Derajat kristalinitasnya merupakan nilai terbesar di antara
yang lain. Namun, nilai perbandingan antara bobot padatan yang dihasilkan
dengan volume reaktor menunjukkan hasil yang kurang baik yaitu sebesar 1.67 x
10-2 sehingga pembesaran skala kurang efektif. Kadar Fe padatan pada reaktor B
selama 12 jam yaitu sebesar 22.02 %b/b dan Fe cairan sebesar 0.02 %b/v. Reaktor
B saat 12 jam memiliki hasil derajat kristalinitas yang cukup tinggi yaitu 74.48 %
dengan perbandingan jumlah padatan per volume sebesar 3.72x10-2 g/mL yang
bertambah 4.49 kali lipat dan konstan setelah lebih dari 12 jam. Hal ini
menunjukkan waktu terbaik pada sintesis nanomagnetit adalah selama 12 jam
sedangkan pembesaran volume akan efektif pada saat volume reaktor diperbesar
menjadi 10 kali lipat yaitu dari 50 mL ke 150 mL. Selain kadar Fe dalam padatan
dan cairan, efektivitas reaksi juga dapat dilihat berdasarkan nilai rendemen Fe
yang berkisar antara 72.54-99.31 %. Nilai rendemen Fe saat 12 jam menggunakan
reaktor sedang yaitu sebesar 96.89 %. Nilai ini cukup baik. Perhitungan nilai
rendemen Fe dapat dilihat pada Lampiran 10.
Kadar Ammonium Cairan Hasil Sintesis
Ammonium merupakan produk samping yang dihasilkan pada reaksi
sintesis nanomagnetit secara hidrotermal dengan belimbing wuluh sebagai
pereduksi. Perhitungan kadar ammonium dalam cairan hasil sintesis dapat dilihat
pada Lampiran 11. Pradana (2013) menyatakan bahwa semakin lama waktu
sintesis maka semakin besar kadar ammonium yang terdapat pada filtrat.

16

Kadar ammonium (%b/v)

1,80

1.63

1,60

1.35

1,40

1.24

1,20
1,00

1.24
1.04

0.96

1.38

1.35
1.03

0,80
0,60
0,40
0,20
0,00
9

12

15

Waktu sintesis (jam)

Gambar 15Grafik hubungan antara waktu sintesis (jam) dengan kadar
ammonium (%) ( = A,
= B,
= C)
Gambar 15 menunjukkan pola kenaikan kadar ammonium berdasarkan
peningkatan waktu sintesis dan ukuran reaktor. Reaktor A pada 12 jam memiliki
nilai ammonium yang tertinggi yaitu 1.63 %b/v. Pola ini serupa dengan kadar Fe
dalam padatan. Namun, seperti yang telah dibahas sebelumnya, nilai derajat
kristalinitas dan perbandingan bobot hasil per volume menunjukkan nilai yang
kecil. Pada saat sintesis selama 12 jam, reaktor B dan C menunjukkan hasil yang
tidak jauh berbeda. Namun, hasil bobot per volume pada saat menggunakan
reaktor B lebih efektif untuk melakukan pembesaran skala sintesis. Kadar
ammonium reaktor B pada sintesis 12 jam yaitu sebesar 1.24 %b/v.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan.
Berdasarkan hasil karakterisasi dan hasil sintesis yang diperoleh,
pembesaran skala pada sintesis nanomagnetit menggunakan filtrat belimbing
wuluh memiliki waktu yang efektif saat 12 jam menggunakan reaktor bervolume
150 mL. Hasil ini diperkuat dengan difraktogram sinar-X, derajat kristalinitas
yang cukup baik yaitu 74.48 %, perbandingan bobot hasil per volume sebesar
3.72x10-2 g/mL, kadar Fe dalam padatan sebesar 22.02 %b/b, kadar Fe cairan
sebesar 0.02 b/v, nilai rendemen Fe sebesar 96.89 %, dan kadar ammonium dalam
cairan hasil sintesis sebesar 1.24 %b/v. Nilai kadar asam filtrat belimbing wuluh
pada sintesis 12 jam yaitu sebesar 0.2680 N.
Saran
Penelitian mengenai pembesaran skala produksi nanomagnetit
menggunakan asam sitrat murni perlu dilakukan sebagai pembanding hasil
penelitian ini. Perlu diteliti lebih lanjut mengenai efisiensi jumlah panas yang
dapat diserap reaktor. Perlu ditentukan pula kadar ammonium dalam padatan hasil
sintesis.

17

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah M, Virgus Y, Nirmin, Khairurrijal. 2008. Sintesis Nanomaterial. J Nano
saintek. 1: 33-37.
[AOAC] The Association of Official Anaytical Chemist. 2007. Official Methods
of Analysis of AOAC International. Maryland: AOAC International.
Carlos L, Fernando S, Eischlag G, Monica C, Gonzalez, Martire OD. 2013.
Applications of magnetite nanoparticles for heavy metal removal from
wastewater. Intech. 64-72.
Chen J, Wang F, Huang K, Liu Y, Liu S. 2009. Preparation of Fe3O4 nanoparticles
with adjustable morphology. J Alloys Compd. 475: 898-902.
doi:
10.1016/j.jallcom.2008.08.064.
Cheng W, Tang K, Qi Y, Sheng J, Liu Z. 2010. One-step synthesis of
superparamagnetic monodisperse porous Fe3O4 hollow and core-shell
spheres. J Mater Chem. 20:1799-1805.doi: 10.1039/b919164j.
Fernandez BR. 2011. Sintesis nanopartikel [tesis]. Padang (ID): Pascasarjana
Universitas Andalas.
Gergely G, Weber F, Lukacs I, Toth AL, Horvath ZE, Mihaly J, Balazsi C. 2010.
Preparation and characterization of hydroxyapatite from eggshell. Ceram Int.
36: 803-806.doi: 10.1016/j.ceramint.2009.09.020.
Hertanto B. 2012. Penggunaan belimbing wuluh untuk menghambat oksidasi dan
mempertahankan mutu organoleptik pada dendeng sapi selama
penyimpanan [skripsi]. Bogor (ID): Insitut Pertanian Bogor.
Ismawati I. 2013. Ekstrak air buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) sebagai
bahan pembuatan nanomagnetit [skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian
Bogor.
Kumar KA, Gousia SK, Anupama, Latha MNL, Latha JNL. 2013. A review of
phytochemical constituents and biological assays of Averrhoa bilimbi. Int
Pharm Pharm Sci Res. 3(4): 136-139.
Laurent S, Forge D, Port M, Roch A, Robic C, Elst LV, Muller RN. 2008.
Magnetit iron oxide nanoparticles: synthesis, stabilization, vectorization,
physicochemical characterizations, and biological applications. Chem Rev.
108(16): 2069-2070.doi: 10.1021/cr068445e.
Liang X, Wang X, Zhuang J, Chen Y, Wang D, Li Y. 2006. Synthesis of Nearly
Monodisperse Iron Oxide and Oxyhydroxide Nanocrystals. Adv. Funct.
Mater. 16: 1805-1813.doi: 10.1002/adfm.200500884.
Lv Y, Wang H, Wang X, Bai J. 2009. Synthesis, characterization and growing
mechanism of monodisperse Fe3O4 microspheres. J Cryst Growth. 311:
3455-3450.doi: 10.1016/j.jcrysgro.2009.03.046.
Marquez F, Campo T, Cotto M, Polanco R, Roque R, Fierro P, Sanz JM, Elizalde
E, Morant C. 2011. Synthesis and characterization of monodisperse
magnetite hollow microspheres. SNL. 1: 25-32. doi:10.4326/snl.2011.12005.
Petrova TM, Fachikov L, Hristov J. 2011. The magnetite as adsorbent for
hazardous species from aqueous solutions. IRECHE. 3(2): 134-153.
Pradana VM. 2013. Keragaan nitrogen-amonium dalam magnetit sintetik (Fe3O4)
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

18
Rahmadani M. 2011. Sintesis dan karakterisasi nanopartikel magnetit (Fe3O4)
berbasis batuan besi [tesis]. Padang (ID): Universitas Andalas Padang.
Roonasi. 2007. Adsorption and surface reaction properties of synthesized
magnetite nano-particles [tesis]. Luleå (SE): Luleå University of
Technology.
Roy A, Geetha RV, Lakshmi T. 2011. Averrhoa Bilimbi Linn-nature’s drug storea pharmacological. IJDDR. 3 (3): 101-106.
Yang Z, Qian H, Chen H, Anker JN. 2010. One-pot hydrothermal synthesis of
silver nanowires via citrate reduction. J Colloid Interface Sci. 352: 281-285.
Zakaria FZ, Wajir J, Aziz FA. 2009. Crystallite sizes of porites species. JNRT.
6(1):11-18.

19

Lampiran 1 Bagan Alir Penelitian

Buah belimbing wuluh

Penggilingan dan
penyaringan

Ampas

Ekstrak air buah

Penentuan kadar
asam sitrat

Sintesis
nanomagnetit

Filtrat

Pemisahan

Padatan

Cairan

Penentuan
kadar Fe (AAS)

Karakterisasi
XRD

Penentuan kadar ammonium
(Spektrofotometer UV-vis)

20
Lampiran 2Pembuatan larutan standar dan pereaksi pada penentuan ammonium
A. Standar pokok 1000 ppm N
Sebanyak 0,4174 g serbuk (NH4)2SO4 p.a ditimbang dan dilarutkan
menggunakan air bebas ion dalam labu takar hingga volumenya tepat 100 mL.
larutan dikocok hingga homogen.
B. Standar 20 ppm N
Sebanyak 2 mL larutan standar pokok 1000 ppm N dipipet ke dalam labu
takar 100 mL dan diencerkan menggunakan akuades hingga tepat 100 mL
C. Deret standar
Deret larutan standar 0, 2, 4, 8, 12, dan 16 ppm dibuat dengan memipet
larutan standar 20 ppm N sebanyak 0, 1, 2, 4, 6, dan 8 mL berturut-turut ke
dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan akuades hingga semua
volumenya menjadi 10 mL.
D. Larutan Na-fenat
Sebanyak 5 g serbuk NaOH p.a ditimbang dan dilarutkan dalam labu
takar 50 mL menggunakan sekitar 25 mL air bebas ion. Setelah dingin, larutan
ditambah 6.25 g fenol dan diaduk hingga larut. Selanjutnya, larutan diencerkan
dengan air bebas ion hingga volumenya tepat 50 mL.
E. Larutan sangga tartrat
Serbuk NaOH sebanyak 2.5 g ditimbang dan dilarutkan dengan
menggunakan air bebas ion sebanyak 25 mL dalam labu takar 50 mL. setelah
dingin, larutan ditambahkan 2.5 g serbuk Kalium Na-tartrat dan diaduk hingga
larut. Selanjutnya larutan diencerkan dengan air bebas ion hingga volumenya
tepat 50 mL.

21

Lampiran 3 Penentuan kadar asam
Data standarisasi NaOH oleh asam oksalat
Bobot
Waktu asam
Ulangan
(jam) oksalat
(g)
1
0.3162
2
9
3

12

15

Volume
asam
oksalat
(mL)
10
10
10

Awal

Akhir Terpakai

0.00
11.00
22.00

10.05
21.07
32.07

0.3167

1
2
3

10
10
10

0.00
11.00
22.00

10.17
21.17
32.17

0.3165

1
2
3

10
10
10

0.00
10.00
21.00

9.50
19.53
30.53

Volume NaOH (mL)

10.05
10.07
10.07
Rerata
10.17
10.17
10.17
Rerata
9.50
9.53
9.53
Rerata

Data hasil titrasi asam
Waktu
(jam)

9

12

15

Ulangan

Volume NaOH (mL)

1
2
3

Awal
0.00
4.00
8.00

Akhir
3.27
7.37
11.25

1
2
3

0.00
3.00
7.00

2.73
5.73
9.70

1
2
3

0.00
3.00
7.00

2.87
5.90
9.87

Terpakai
3.27
3.37
3.25
Rerata
2.73
2.73
2.70
Rerata
2.87
2.90
2.87
Rerata

Total
asam (N)
0.3262
0.3362
0.3242
0.3289
0.2698
0.2698
0.2668
0.2688
0.3030
0.3061
0.3030
0.3040

Konsentrasi
NaOH (N)
0.0999
0.0997
0.0997
0.0998
0.0988
0.0988
0.0988
0.0988
0.1058
0.1055
0.1055
0.1056

22
Lampiran 4 Penentuan kadar air dan kadar abu
Penentuan kadar air buah belimbing wuluh
Bobot
Ulangan
wadah
kosong (g)
1
2
3

26.8263
23.8874
29.4377

Bobot
sampel
awal (g)

Bobot
wadah+sampel
kering (g)

3.4360
3.1085
3.0152

26.9831
24.0278
29.5754

Bobot
sampel
kering
(g)
0.1568
0.1404
0.1377
rerata

Kadar air
(%)
95.44
95.48
95.43
95.45

Penentuan kadar abu buah belimbing wuluh
Ulangan

Bobot
wadah
kosong (g)

Bobot
sampel
awal (g)

1
2
3

25.8367
23.8754
29.4537

2.0023
2.0035
2.0018

Bobot
Bobot abu
wadah+sampel
(g)
kering (g)
25.9564
23.9878
29.5743

0.1197
0.1124
0.1206
rerata

Kadar air
(%)
5.98
5.61
6.02
5.87

23

intensitas

Lampiran 5 Hasil difraktogram sinar X
A. Standar nanomagnetit JCPDS 19-0629
S


B. Padatan reaktor kecil 9 jam (A1)

intensitas

A1


C. Padatan reaktor sedang 9 jam (B1)

intensitas

B1


D. Padatan reaktor besar 9 jam (C1)

intensitas

C1



24
E. Padatan reaktor kecil 12 jam (A2)

intensitas

A2


F. Padatan reaktor sedang 12 jam (B2)

intensitas

B2


G. Padatan reaktor besar 12 jam (C2)

intensitas

C2



25

intensitas

H. Padatan reaktor kecil 15 jam (A3)

A3


I. Padatan reaktor sedang 15 jam (B3)

intensitas

B3



intensitas

J. Padatan reaktor besar 15 jam (C3)

C3



26
Lampiran 6 Sudut difraksi standar magnetit dan padatan hasil sintesis
A. Sintesis selama 9 jam
Standar magnetit
(JCPDS No 19-0629)


Intensitas

18.269
30.095
35.422
37.052
43.052
53.391
56.942
62.515
65.743
70.924
73.948
74.960
78.929

8
30
100
8
20
10
30
40
40
2
4
10
4

9 jam reaktor kecil

(deg)a
18.27
21.12
28.39
30.27
34.35
34.67
35.59
36.65
37.36
43.29
44.93
56.97
57.26
62.15
62.88

Intensitas
57.1
10.9
18.9
16.5
12
10.9
56.9
12.9
7.1
11
8.7
13.6
15.2
7.3
19.4

9 ja