Valuasi ekonomi dampak pencemaran lingkungan terhadap kesejahteraan masyarakat pesisir di Kecamatan Medang Kampai Kota Dumai

(1)

KECAMATAN MEDANG KAMPAI

KOTA DUMAI

K U S N A N D A R

C251020241

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(2)

RINGKASAN

K u s n a n d a r C251020241. Valuasi Ekonomi Dampak Pencemaran Lingkungan Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Pesisir Di Kecamatan Medang Kampai Kota Dumai Dibimbing oleh AKHMAD FAUZI dan SUZY ANNA.

Penilaian secara ekonomi terhadap dampak yang ditimbulkan oleh pihak pertama masih jarang dilakukan. Padahal, akibat dari dampak yang ditimbulkan ini telah menyebabkan menurunnya tingkat kepuasan masyarakat dalam mengkonsumsi suatu barang, maupun tingkat kenyamanan masyarakat menjadi terganggu. Akibatnya pihak pertama cenderung akan melakukan suatu kegiatan yang berlebihan demi memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Dengan tidak memasukkan biaya-biaya sosial dan lingkungan dalam penetapan nilai jual dari suatu barang, menyebabkan terjadinya kegagalan pasar. Dengan menggunakan metode valuasi ekonomi dan analisa persepektif, dalam penelitian ini dapat diketahui seberapa besar dampak pencemaran lingkungan terhadap tingkat kesejahteraan (kesehatan dan pendapatan) masyarakat Ada tidaknya keinginan masyarakat untuk menanggung atau membayar untuk perbaikan lingkungan. Jika ada, seberapa besar biaya yang mau dikeluarkan masyarakat untuk keperluan perbaikan lingkungan? Bagaimana persepsi masyarakat terhadap kebijakan pengelolaan kedepan limbah industri yang ada? Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Medang Kampai Kota Dumai dari Bulan Juli sampai September 2006, dimana pada lokasi ini terdapat banyak pabrik-pabrik yang berskala besar sebagai sumber pencemaran yang potensil menjadi sumber penyakit bagi masyarakat. Hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata masyarakat tidak mau membayar sejumlah uang untuk memperbaiki lingkungan yang sudah tercemar, WTP individu masyarakat sebesar Rp. 4.192,29 per tahun. Faktor yang perlu menjadi prioritas dalam pengelolaan dan pengendalian lingkungan ke depan berdasarkan persepsi masyarakat adalah: Faktor Peran dan keterlibatan masyarakat, Penegakan aturan dan sanksi, Peningkatan Pengawasan lingkungan, Transparansi pengelolaan manajemen lingkungan, Rehabilitasi lingkungan, Peningkatan jaminan pendidikan, sosial dan kesehatan, terutama untuk masyarakat pesisir yang terkena maupun yang potensial terkena dampak pencemaran.


(3)

ABSTRACT

K u s n a n d a r C251020241. Economics Valuation Of Environment Pollution Effect Into Community Coastal Welfare in Medang Kampai Sub District, Dumai Municipality. Supervisor by AKHMAD FAUZI dan SUZY ANNA.

In conventional economics, valuating by economy effect of pollution into community is rare to do. Some people tend over to do activity to get more benefit. Social cost and environment cost is not include into total cost production, it is make market failure in marketing a product. With economy valuation method in this research to find perception of community about pollution into themselves and environment. Beside that, this research want to know how much failure of community by the pollution. This research located in Medang Kampai Sub district of Dumai Municipality, start from July until September 2006. In this location, there are many activity that used machine to be source of pollution that potential to be decease for community. Result of economy valuation that were done, were founded that all of community is not want to give some money for environment reclamation, personal WTP is Rp.4.192,29 per year. The main factor to be priority in environment managing for the future are people participatory, low enforcement, environment monitoring, transparency of environment management, environment rehabilitation, education insurance, social and health for coastal community that effected and potential to effected pollution.


(4)

©

Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor tahun 2008 Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang menggunakan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.


(5)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul :

VALUASI EKONOMI DAMPAK PENCEMARAN LINGKUNGAN TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN MEDANG KAMPAI

KOTA DUMAI

merupakan gagasan dan hasil penelitian tesis saya sendiri, dengan pembimbingan para Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain.

Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Maret 2008

Nama : Kusnandar NRP : C251020241.


(6)

VALUASI EKONOMI DAMPAK PENCEMARAN LINGKUNGAN TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PESISIR DI

KECAMATAN MEDANG KAMPAI KOTA DUMAI

KUSNANDAR C251020241.

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PS-SPL)

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(7)

Judul Tesis : Valuasi Ekonomi Dampak Pencemaran Lingkungan Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Pesisir di Kecamatan Medang Kampai Kota Dumai

Nama : Kusnandar

NIM : C251020241

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PS-SPL)

Disetuji

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. H. Akhmad Fauzi, M.Sc Ketua

Dr. Suzy Anna, M.Si Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 25 November 1965 sebagai anak ke-7 dari tujuh bersaudara Keluarga R. Sulaeman. Penulis menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di SMA Kartika Chandra I Bandung pada tahun 1984 dan melanjutkan sekolah Starata satu di Departemen Teknik Perminyakan ITB, dan selesai tahun 1990. Pada Tahun 2002 penulis melanjutkan sekolah di Pasca` Sarjana pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan (SPL) Angkatan IX. Saat ini penulis bekerja sebagai Inspektur Migas di Direktorat Teknik dan Lingkungan Direktorat Jenderal minyak dan Gas`Bumi Departemen Energi dan Sumber daya Mineral dari tahun 1993.`


(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan selesainya Penulisan Tesis ini, penulis menyampaikan puji syukur ke Hadirat Allah SWT, karena semua ini dapat dilakukan atas perkenan-Nya. Selain itu, penelitian dan penulisan Tesis ini tidak terlepas juga dari bantuan dan dorongan baik dari keluarga, dosen pembimbing mau pun teman-teman ikut membantu selama proses penelitian dan penulisan Tesis ini.

Pertama-tama ingin penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang tiada taranya kepada Prof.Dr.Ir.H.Akhmad Fauzi,MSc dan Dr.Suzy Anna, Msi selaku Komisi Pembimbing dalam membimbing serta memberikan arahan dalam penyelesaian laporan tesis ini.

Tidak lupa penulis sampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada Dr. Ir. Menofatria Boer,DEA selaku Ketua Program Studi serta seluruh Staf Pengajar Program Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PS-SPL) yang telah memberi kesempatan seluas-luasnya bagi penulis untuk menimba ilmu serta memberi pencerahan pengetahuan selama masa perkuliahan. Teman-teman seangkatan dan seperjuangan di PS-SPL.

Ucapan terma kasih, penulis haturkan kepada, Ayahanda, Ibunda, Kakak, Adik serta seluruh keluarga atas dukungan moril, materil dan spirituil kepada penulis selama ini, apa yang telah diberikan pada penulis selama ini mungkin tidak akan mampu terbalas.

Akhir kata, penulis berharap semoga Tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua dalam memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan dapat diaplikasikan bagi kemaslahatan hidup dimasa yang akan datang, amin.


(10)

PRAKATA

Bissmillahirrahmanirrahim. Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, petunjuk dan hidayah-Nya, sehingga senantiasa dapat melaksanakan segala aktivitas keseharian dalam ridho-Nya, begitu pula dengan penyusunan Tesis “Valuasi Ekonomi Dampak Pencemaran Lingkungan Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Pesisir di Kecamatan Medang Kampai Kota Dumai” bisa terselesaikan.

Pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan, menjadi sebuah keharusan untuk menuju kesejahteraan masyarakat. Penilaian secara ekonomi dari dampak yang ditimbulkan oleh pihak pertama kepada pihak kedua menjadi penting dilakukan mengingat dampak yang ditimbulkannya bisa memberikan keuntunan bagi pihak pertama, dan bisa juga memberikan kerugian. Dalam tesis ini menggambarkan pendekatan valuasi dampak dari pencemaran terhadap perubahan pola konsumsi masyarakat di Kecamatan Medang Kampai Kota Dumai

Akhirnya penulis berharap bahwa dengan penulisan Tesis ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan kebijakan pengelolaan dampak lingkungan agar tidak merugikan masyarakat disekitarnya, meskipun masih terdapat banyak kekurangan yang membutuhkan banyak penyempurnaan.

Bogor, Maret 2008


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... ... DAFTAR TABEL... ...

DAFTAR GAMBAR... ...

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang ... ... 1

Rumusan Masalah ... ... 2

Tujuan Penelitian ... ... 3

Manfaat Penelitian ... ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA Pencemaran Lingkungan, Implikasi Eksternalitas Ekonomi ... ... 4

Pengendalian Pencemaran Lingkungan ... ... 8

Pendekatan Valuasi Ekonomi ... ... 10

Valuasi Biaya ... ... 13

Valuasi Manfaat ... ... 14

Willingness To Pay ... ... 15

Konsep Ekonomi Tentang Nilai... ... 17

Surplus Konsumen ... ... 19

Kesejahteraan ... ... 20

Analisa Prospektif Partisipatif (Participatory prospective Analysis/PPA) ... ... 22

Penelitian Terdahulu ... ... 24

III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Konseptual ... ... 26

Kerangka Operasional... ... 27

IV. METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian dan waktu penelitian... ... 30

Metode Penelitian ... ... 31

Jenis Sumber dan Teknik Pengambilan Data. ... 31

Teknik Penentuan Sampel Responden ... ... 33

Teknik Analisa Data... ... 33

Analisis Dampak Pencemaran Vs Kondisi Kesejahteraan ... ... 33

Analisis Keinginan Berpartisipasi Masyarakat ... 34

Pengujian Model Regresi Logit ... ... 35

Analisis Faktor Kunci Pengendalian Pencemaran ... 36

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Keadaan umum Kota Dumai ... ... 39


(12)

Karakteristik Masyarakat ... ... 41

Jenis Penyakit Akibat Pencemaran ... ... 42

HASIL DAN PEMBAHASAN DAMPAK PENCEMARAN LINGKUNGAN ... 44

Biaya Kesehatan... ... 44

Valuasi Biaya Kesehatan ... ... 45

Penurunan Pendapatan ... ... 46

Partisipasi Dalam Pengendalian Pencemaran ... 48

Besarnya Nilai WTP oleh Masyarakat... ... 54

Total WTP Masyarakat Untuk Pencemaran .. ... 58

Strategi Pengendalian Pencemaran ... ... 60

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... ... 65

Saran ... ... 66

DAFTAR PUSTAKA... ... 68


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Kandungan Bahan Pencemar di Perairan Selat Rupat ... 2

2. Sumber dan Jumlah Pencemaran ... ... 6

3. Renking Kepekaan Lingkungan Pesisir dan Laut Terhadap Pencemaran Minyak... ... 7

4. Jenis Data dan Metode Pengambilan Data... ... 32

5. Pedoman Penilaian Metode PPA. ... ... 38

6. Pengaruh Langsung Antar Faktor ... ... 38

7. Sepuluh Jenis Penyakit Tertinggi di Puskesmas Pembantu Jaya Mukti Kecamatan Dumai Timur Tahun 2004... 42

8. Hasil Regresi Biaya Pengobatan Masyarakat Pesisir... 45

9. Rata-rata Biaya Pengobatan Setelah di Counfounding dan Discounting... ... 46

10.Rata-rata Pendapatan Masyarakat Setelah Counfounding dan Discounting... ... 48

11.Total WTP Masyarakat Untuk Perbaikan Lingkungan... 59

12.Koefisien Regresi WTP Masyarakat untuk Perbaikan Kualitas Lingkungan. ... ... 60

13.Faktor Penting untuk Pengendalian Pencemaran dan Pengelolaan Lingkungan Kedepan... ... 61


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Penurunan Kepuasan Akibat Pendapatan... ... 14

2. Manfaat Ekonomi Dari Program Kegiatan ... ... 15

3. Surplus Konsumen dan Surplus Produsen ... ... 18

4. Total Surplus Konsumen ... ... 20

5. Pemetaan pengaruh dan etrgantungan faktor... 24

6. Persepsi Masyarakat Terhadap Gangguan Debu Kilang ... 26

7. Kerangka Pemikiran ... ... 29

8. Lokasi Penelitian………. 30

9. Struktur Pekerjaan Masyarakat Kota Dumai... ... 41

10.Diagram Pengaruh dan Ketergantungan faktor.... ... 41

11.Struktur Pekerjaan Masyarakat Kota Dumai Tahun 2006 ... 40

12.Total Pendapatan Masyarakat Kecamatan Medang Kampai .. 46

13.Rata-rata Nilai Kehilangan Pendapatan Masyarakat Medang Kampai Selama Sakit ... ... 47

14.Peluang Masyarakat Untuk Mau Membayar Perbaikan Lingkungan Akibat Pencemaran ... ... 51


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Peta Lokasi Penelitian ... ... 70

2. Tabel Definisi Variabel dalam Persamaan Regresi Logig ... 71

3. Hasil Regresi Logit ... ... 72

4. Koefisien Regresi Biaya Pengobatan Masyarakat ... 74

5. Koefisien Regresi WTP Masyarakat ... ... 75

6. Kuesioner Penelitian ... ... 75 .


(16)

Latar Belakang

Kawasan pesisir merupakan kawasan yang memiliki produktivitas yang cukup tinggi dan memegang peranan penting bagi kehidupan baik di perairan laut dan pantai maupun di darat. Berbagai jenis biota dan ekosistemnya berada di kawasan pesisir dan tergantung pada kondisi kawasan tersebut, misalnya berbagai jenis ikan, mangrove, terumbu karang, lamun dan lain-lain (Clark, 1998). Kekayaan dan keunikan kawasan pesisir menjadikannya sebagai penyedia barang dan jasa yang memiliki potensi yang cukup besar bagi kehidupan manusia terutama sektor ekonomi (Alexander, at all. 1998). Potensi tersebut menjadi daya tarik berbagai pihak (masyarakat, pemerintah dan swasta) untuk memanfaatkan dengan berbagai bentuk pemanfaatan, misalnya perikanan, transportasi (pelabuhan), pariwisata, industri migas, perdagangan dan lain-lain.

Kecamatan Medang Kampai di Kota Dumai merupakan salah satu daerah pesisir Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya alam dan posisinya yang sangat strategis yaitu jalur perdagangan internasional Selat Malaka. Berbagai aktifitas pemanfaatan tumbuh dan berkembang dengan pesat sehingga menjadikan kawasan tersebut sebagai salah satu pusat perekonomian di Kota Dumai, misalnya industri pengilangan minyak Pertamina, industri pengolahan minyak kelapa sawit, pelabuhan perdagangan dan pelabuhan publik.

Aktifitas pemanfaatan sumberdaya alam telah memberikan kontribusi besar bagi perekonomian masyarakat, daerah maupun negara. Akan tetapi di sisi lain kegiatan industri juga berpotensi menyebabkan pencemaran lingkungan akibat pembuangan limbah dari hasil aktifitasnya. Limbah bisa berasal dari aktifitas industri yang ada di kawasan maupun di luar kawasan pesisir Medang Kampai akibat pembuangan limbah melalui sungai yang bermuara di sekitar Medang Kampai. Sehingga kawasan Medang Kampai termasuk ke dalam kawasan pemantauan lingkungan oleh pihak Pertamina, yang dilakukan secara rutin karena kawasan tersebut termasuk kawasan yang sangat rentan tercemar. Berdasarkan hasil pemantauan Pertamina tahun 2007 yang mengambil sampel kualitas air sumur, air sungai, air laut, udara dan suara menunjukkan bahwa kondisi lingkungan (perairan dan udara) di kawasan pesisir Medang Kampai telah tercemar dan


(17)

sudah melebihi baku mutu lingkungan berdasarkan Kep-Men LH 51/2004 dan PER.MEN.KES. No.416/MENKES/PER/IX/1990.

Pencemaran lingkungan pesisir akan menimbulkan penurunan kualitas dan produktivitas lingkungan dan ekosistem yang ada di pesisir. Jika terus terjadi akumulasi pencemaran maka secara langsung maupun tidak langsung akan mengganggu kesehatan masyarakat yang tinggal dan atau beraktifitas di kawasan tersebut. Sehingga cepat atau lambat akan mengancam keberlanjutan aktifitas perekonomian di kawasan tersebut (Alexander, at all. 1998; Cincin-Sain and Robert, 1998; Cantlon.J.E. 1999).

Masyarakat pesisir terutama nelayan merupakan obyek penderita langsung selain biota dan ekosistemnya akibat pencemaran lingkungan, karena kerusakan lingkungan akan menyebabkan penurunan hasil tangkap. Dalam upaya mempertahankan atau meningkatkan hasil tangkapan maka nelayan harus mengeluarkan biaya yang lebih tinggi dan resiko yang dihadapi juga akan semakin besar. Selain menurunkan pendapatan, masyarakat pesisir juga sangat rentan terkena berbagai macam penyakit, misalnya penyakit yang kulit maupun penyakit yang tergolong Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) yang memerlukan biaya pengobatan dan pencegahan. Sehingga hal tersebut akan meningkatkan biaya pengeluaran masyarakat, pada saat yang bersamaan masyarakat yang menderita sakit akan mengalami kehilangan pendapatan (Anonims. 2004).

Besarnya dampak yang diakibatkan oleh pencemaran tersebut menuntut kesadaran semua pihak (pengusaha, pemerintah dan masyarakat) untuk mengendalikan pencemaran dan merehabilitasi kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pencemaran. Sebagai langkah awal adalah mengidentifikasi kondisi dan dampak pencemaran. Salah satunya adalah dampak pencemaran terhadap perekonomian masyarakat pesisir. Selanjutnya adalah mengidentifikasi respons dan persepsi masyarakat sebagai penderita dalam merehabilitasi kerusakan lingkungan yang tercemar di sekitar kawasan Madang Kampai.

Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka rumusan permasalahan yang perlu menjadi perhatian dan fokus kajian adalah:

1. Seberapa besar dampak pencemaran lingkungan terhadap tingkat kesejahteraan (kesehatan dan pendapatan) masyarakat?

2. Ada tidaknya keinginan masyarakat untuk menanggung atau membayar untuk perbaikan lingkungan?


(18)

3. Jika ada, seberapa besar biaya yang mau dikeluarkan masyarakat untuk keperluan perbaikan lingkungan?

4. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap kebijakan pengelolaan ke depan limbah industri yang ada?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui dampak pencemaran lingkungan terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat

2. Mengetahui ada tidaknya keinginan (respon) masyarakat untuk ikut menanggung biaya perbaikan lingkungan.

3. Mengetahui besarnya biaya yang mau ditanggung masyarakat untuk perbaikan kondisi lingkungan

4. Merumuskan kebijakan pengelolaan limbah industri berdasarkan persepsi masyarakat.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan, menjadi masukan bagi para pengusaha dan masyarakat hak dan kewajiban dalam pengelolaan usaha, serta pemerintah sebagai bahan pertimbangan dalam pengambil kebijakan yang terkait dengan perindustrian dan lingkungan hidup.


(19)

Pencemaran Lingkungan; Implikasi eksternalitas Ekonomi

Masalah pencemaran lingkungan pesisir dan lautan telah banyak terjadi di mana-mana, terutama di negara-negara maju dan berkembang. Pencemaran tersebut disebabkan karena masuknya zat-zat asing kedalam lingkungan, sebagai akibat dari tindakan manusia yang menyebabkan perubahan fisik, kimia dan biologis lingkungan (Cheevaporn V., Piamsak M. 2003; Suparmoko dan Maria R. Suparmoko, 2000). Berdasarkan UU No. 23/1997, pencemaran lingkungan hidup didefinisikan sebagai peristiwa masuknya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya. Dengan kata lain bahwa limbah yang menyebabkan pencemaran lingkungan merupakan eksternalitas negatif dari suatu akifitas.

Pencemaran pesisir dan lautan pada umumnya terjadi karena adanya pemusatan penduduk, pariwisata, dan industrialisasi di daerah pesisir. Faktor-faktor tersebut secara langsung dan tidak lansung telah banyak menyebabkan gangguan kehidupan organisme (termasuk manusia) di darat maupun perairan (Supriharyono, 2000; Clark, 1998; Costanza, 1999). Banyak anggapan bahwa laut merupakan ”tempat sampah” yang cukup praktis dan ideal, baik berupa sampah domestik, maupun limbah industri. Laut yang luas diasumsikan akan mampu menampung, menghancurkan dan melarutkan setiap bahan-bahan yang dibuang ke perairan laut.

Seringkali kita lupa bahwa perairan laut merupakan suatu sistem yang memiliki batasan kemampuan dalam melarutkan dan mengurai limbah. Akibatnya terjadi penumpukan yang menyebabkan perubahan fisik, kimia dan biologis (Dahuri, 1996). Perubahan kualitas lingkungan pesisir dan laut tersebut secara lambat laun akan menyebabkan ketidakberlanjutan aktifitas ekonomi dan yang lebih fatal lagi mengancam keselamatan manusia itu sendiri. Salah satu


(20)

contohnya yang cukup fenomenal adalah kasus Minamata di Jepang sekitar tahun 1950-an, yang telah menyebabkan berbagai organisme mati termasuk manusia (Supriharyono, 2000).

Berkaitan dengan pengaruh bahan pencemar lingkungan pesisir dan laut, Williams (1979) mengelompokkan bahan pencemar menjadi tiga tipe, yaitu bahan patogenik, estetik dan ekomorpik. Bahan pencemar yang bersifat patogen (pathogenic pollutants) adalah bahan pencemar yang dapat menyebabkan penyakit pada menusia, misalnya pencemaran logam berat. Bahan pencemar yang berkaitan dengan nilai keestetikan (aesthetic pollutants), yaitu bahan pencemar yang menyebabkan terjadinya perubahan lingkungan yang tidak nyaman untuk indera mata, telinga atau hidung, misalnya tumpukan sampah atau limbah organik. Sedangkan bahan pencemar yang ekomorfik (ecomorphic pollutants) adalah bahan pencemar yang menghasilkan perubahan sifat-sifat fisik lingkungan, misalnya limbah air panas, minyak.

Berdasarkan sumber limbah yang menyebabkan pencemaran lingkungan pesisir dapat dibedakan menjadi empat, yaitu limbah domestik/rumah tangga, limbah pertanian, limbah radioaktif dan limbah Industri. Limbah Industri walaupun sudah diproses di IPAL, kualitas buangan limbah masih di atas baku mutu lingkungan, sehingga permasalahan lingkungan masih sering muncul di daerah sekitar kawasan Industri tersebut (Russo, 2002.).

Sebagian limbah industri bersifat sulit larut air, cenderung mengapung di permukaan air. Berdasarkan sifat fisik-kimia limbah, tingkah laku limbah di perairan, pengaruhnya terhadap organisme, dan jenis limbah maka limbah industri dapat dikelompokkan menjadi lima kelompok, yaitu: (1) Bahan Organik yang terlarut, termasuk bahan beracun, tahan urai (persisten) dan dapat diurai secara biologis (biodegradable); (2) Bahan-bahan anorganik, termasuk unsur hara; (3) Bahan-bahan organaik yang tidak terlarut; (4) Bahan-bahan anorganik yang tidak terlarut; dan (5) Bahan-bahan radioaktif (Supriharyono, 2000).

Selanjutnya yang akan banyak dikutip sebagai referensi sumber pencemaran lingkungan pesisir adalah pencemaran oleh limbah dari akifitas industri minyak, karena sesuai dengan kondisi lokasi penelitian yaitu kota Dumai. Kota Dumai merupakan salah satu kota di Indonesia yang geliat pembangunan


(21)

ekonominya sebagian besar bertumpu pada industri terutama minyak, baik industri pengolahan minyak kelapa sawit dan pengilangan minyak bumi.

Minyak bumi merupakan campuran komponen-komponen bahan organik alami yang sangat komplek. Minyak dibentuk dari hasil perombakan hewan dan tumbuh setelah waktu geologis yang cukup panjang. Minyak bumi terdapat dalam bentuk gas (gas alam), cair (minyak mentah), padat (aspal, tar, bitumen) dan kombinasi bentuk-bentuk tersebut. Minyak bumi mengandung beribu-ribu komponen kimia yang berbeda dan lebih dari 50 % berupa hidrokarbon. Sebagian besar dari hidrokarbon tidak dapat diurai secara biologis tapi relatif tidak beracun. Selain senyawa-senyawa hidrokarbon, minyak bumi juga mengandung komponen organik lainnya, yaitu komponen yang mengandung belerang, nitrogen, oksigen dan logam. Sebagian besar dari komponen-komponen yang bukan senyawa hidrokarbon dapat terurai secara biologis. Akan tetapi kemampuan dan kecepatan penguraian sangat tergantung dari kondisi lingkungan sekitarnya (Antti Pasila. 2004; Ryder, et all. 2004; Supriharyono, 2000).

Menurut GESAMP dalam Supriharyono (2000) pencemara perairan pesisir dan laut oleh limbah minyak bumi dapat berasal dari 4 sumber yang berbeda, yaitu: (1) kecelakaan dan tumpahan selama proses produksi, transportasi dan penggunaan; (2) melalui limbah domestik dari industri; (3) presipitasi dari atmosfer dan (4) rembesan alamiah dari dasar laut (Tabel 2).

Tabel 2. Sumber-sumber pencemaran minyak yang terjadi di pesisir dan lautan. Tahun 1973 * Tahun 1978 ** Sumber Pencemaran

(Juta Ton) % (Juta Ton) %

Kecelakaan Tengker 0,20 3,3 0,30 6,1

Oprasi tengker 1,33 21,8 0,98 19,8

Akifitas transportasi lain 0,60 9,8 010 2,0 Run-Off melalui sungai dan urban 1,90 31,1 1,80 36,4 Fasilitas pantai (pabrik,

pelabuhan) 0,80 13,1 0,51 10,3

Produksi minyak lepas 0,08 1,3 0,06 1,2

Jatuhan dari atmosfer 0,60 9,8 0,60 12,1

Rembesan dari alam 0,60 9,8 0,60 12,1

Total 6,11 100 4,95 100


(22)

Pencemaran minyak sangat berbahaya bagi organisme, ekosistem pesisir termasuk manusia. Pada organisme dan ekosistem pesisir, pencemaran minyak bersifat lethal (mematikan) maupun sublethal (menghambat pertumbuhan, reproduksi dan proses fisiologi lainnya) (Cho, et all. 2004; Dana, et all. 2004; Katayama, et all. 2003; ).

Tabel 3. Ranking kepekaan lingkungan pesisir dan laut terhadap pencemaran minyak

Ekosistem Ranking Sifat Kepekaan

Terumbu Karang 1 Medium-High

Mangrove 2 High

Estuari 3 High

Intertidal 4 High

Padang Lamun 5 Medium-High

Zona Upwelling 6 Low

Pantai Berpasir 7 Low-Medium

Pantai Berbatu 8 Low

Sumber: API (1985)

Selain pencemaran minyak, industri juga banyak menghasilkan buangan limbah logam berat. Karena pada umumnya logam berat digunakan dalam proses industri. Limbah logam berat di duga sebagai bahan penyebab pencemaran air yang cukup berbahaya. Menurut Bryen (1976) ada 18 unsur logam yang dipertimbangkan sebagai penyebab pencemaran air, misalnya merkuri (Hg), Timbal (Pb), Cadmium (Cd) dan lain-lain.

Secara umum sumber pencemaran logam berat dapat dibagi dua, yaitu dari alam dan buangan akifitas manusia. Logam berat dari alam bersumber:

• Masukan dari pantai (coastal supply), yang berasal dari sungai-sungai dari hasil abrasi pantai oleh akifitas gelombang.

• Masukan dari laut dalam (deep sea supply), meliputi logam-logam yang dihasilkan dari akifitas gunung berapi laut dandari proses kimiawi dasar laut.

• Masukan dari lingkungan darat dekat pantai termasuk logam berat yang di bawa angin sebagai debu.

Sedangkan sumber logam akibat akifitas manusia sebagian besar dihasilkan dari akifitas industri, misalnya industri pemurnian minyak (Cd, Cr, Cu, Fe, Pb, Zn, Ni), industri kertas (Cr, Cu, Hg, Pb, Ni, Zn). Sebagian besar industri


(23)

menggunakan berbagai macam logam berat dalam proses produksi, hal tersebut menyebabkan kesulitan dalam melacak asal sumber pencemaran tersebut. ini dikarenakan rasio logam berat yang digunakan oleh setiap industri adalah tidak sama (Takarina, et all., 2004).

Logam berat pada umumnya memiliki sifat mudah larut dalam air. Sifat kelarutan tersebut menyebabkan logam berat sangat berbahaya bagi organisme dan ekosistem pesisir termasuk manusia. Pengaruh logam berat terhadap organisme laut dan manusia dapat bersifat lethal (mematikan) dan sublethal (menghambat reproduksi, penyakit) (Cheung, et all., 2002; Grande, et all., 2003;). Daya racun logam biasanya dinyatakan dalam Median Lethal Concentration (LC50). berdasarkan berbagai penelitian maka daya racun logam berat dapat di urutkan sebagai berikut Cu>Cd>Be>Sb>Ni>V>Pb>Ti>U>Zr>Mo. Daya racun logam berat tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik, kimia dan biologis lingkungan sekitarnya.

Logam berat dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui rantai makanan, inhalasi pernapasan, maupun penetrasi kulit. Kemudian logam tersebut akan terakumulasi di dalam tubuh sehingga menimbulkan efek yang berbahaya bagi tubuh tersebut. misalnya logam Cromium (Cr) yang menyebabkan imfeksi saluran pernafasan atas (ISPA) yang dapat menimbulkan kanker pada organ pernapasan, seperti yang terjadi di masyarakat Pulau Hokkaido Jepang yang menderita kanker paru-paru akibat debu logam Cr4+ dari pabrik Kiryama (Russo, 2002; Wittmann, 1979;).

Pengendalian Pencemaran Lingkungan

Dalam Teori Ekonomi Sumberdaya Alam, ada empat solusi yang bisa dilakukan untuk mengurangi pencemaran atau eksternalitas negatif tersebut. Pertama, dengan menginternalisasi biaya eksternalitas tersebut ke dalam biaya produksi perusahaan. Hal ini akan menyebabkan biaya produksi dari perusahaan menjadi lebih tinggi, dan harga jual produk yang dihasilkan menjadi lebih tinggi. Sehingga hasil penjualan dari produk tersebut dapat dikompensasikan untuk mengurangi dampak eksternalitas dari perusahaan tersebut (Anonims. 2004; Alexander, et all., 1998).


(24)

Kedua, adalah dengan Coasian bargaining. Cara ini menurut Coase, antara masyarakat sekitar dengan pemilik perusahaan harus melakukan perundingan antara kedua belah pihak. Masyarakat meminta secara langsung kompensasi atas derita yang diterima akibat akifitas yang dilakukan perusahaan. Dan perusahaan harus membayar sebesar kerugian yang diterima oleh masyarakat tersebut. Solusi ini dianggap paling efisien karena masyarakat bisa meminta sesuai dengan yang dideritanya tanpa melalui perantara pihak ketiga (pemerintah). Dan perusahaan juga bisa menawar sesuai dengan kemampuannya kepada masyarakat secara langsung tanpa melalui pemerintah (Cantlon, 1999).

Selama ini, negosiasi yang dilakukan oleh pemerintah yang mengatasnamakan masyarakat dengan pemerintah dianggap tidak efisien. Karena kompensasi yang diberikan pihak perusahaan kepada masyarakat tidak sepenuhnya diberikan kepada masyarakat. Dengan alasan biaya administrasi atau biaya negosiasi, uang jasa atau uang apapun namanya, kompensasi tersebut dipotong sepihak oleh oknum pemerintah tersebut (Anonims. 2004; Cantlon. 1999). Dengan demikian, kompensasi yang diterima masyarakat tidak sebanding dengan penderitaan yang mereka terima. Bahkan bisa jadi masyarakat tidak menerima kompensasi apapun jika masyarakat tidak mampu menuntut haknya.

Masyarakat pada umumnya tidak memiliki posisi tawar yang kuat. Atau bahkan tidak tahu jika mereka memiliki hak kompensasi atas eksternalitas negatif yang ditimbulkan pihak perusahaan. Kondisi ini akan semakin memperparah keadaan masyarakat. Justru kesempatan ini dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab untuk memperkaya diri sendiri (Cantlon. 1999).

Ketiga yaitu melalui Govenrment Intervention dan Command and Control (CAC). Cara ini yang umumnya terjadi di Indonesia. Pemerintah yang selalu mengatasnamakan masyarakat untuk memperjuangkan nasib masyarakat sekitar. Cara ini dianggap kurang efisien, karena sebagaimana yang telah disinggung di atas, hasilnya tidak bisa maksimal sampai kepada masyarakat. Cara ini dianggap tidak efisien karena memerlukan birokrasi yang panjang, yang tentu saja berpengaruh terhadap biaya yang besar. Biaya ini selain dibebankan kepada negara, juga berpeluang menggunakan ”uang” hasil negosiasi.


(25)

Keempat yaitu yang disebut dengan Pigovian Tax. Cara ini menurut Pigou, pajak yang seharusnya dibayarkan kepada pemerintah, harus diserahkan kepada masyarakat sekitarnya yang terkena dampak eksternalitas tersebut. Dana tersebut menurut Pigou harus diserahkan langsung kepada masyarakat sebesar pajak yang seharusnya dibayarkan perusahaan kepada negara. Cara ini juga dianggap lebih efisien karena jumlah yang dibayarkan bisa dihitung sebesar pajak yang harus dibayarkan kepada masyarakat.

Pendekatan Valuasi Ekonomi

Pemikiran mengenai valuasi ekonomi sebenarnya bukanlah hal yang baru. Konsep ini sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 1902 ketika Amerika melahirkan Undang-Undang River and Harbor Act of 1902 yang mewajibkan para ahli untuk melaporkan tentang keseluruhan manfaat dan biaya yang ditimbulkan oleh proyek-proyek yang dilakukan di sungai dan pelabuhan. Konsep ini kemudian lebih berkembang setelah perang dunia kedua dimana konsep manfaat dan biaya lebih diperluas ke pengukuran yang sekunder atau tidak langsung dan yang tidak nampak (intangible).

Pendekatan valuasi dapat dilakukan dengan empat pendekatan: Pertama, Perubahan produksi, ini terdiri dari produksi apa saja, misalnya produksi pertanian, perikanan, produksi air. Selain itu, perubahan tingkat kesehatan (health) dalam masyarakat yang menyebabkan produktivitas dari masyarakat tersebut menurun. Selain itu juga opportunity cost (alternatif yang hilang) juga bisa menyebabkan terjadinya penurunan produktivitas, misalnya perubahan dari sopir taxi menjadi sopir bajai. Jadi sopir taksi tersebut tidak ada alternatif lagi kecuali hanya menjadi sopir taxi. Disebut juga biaya korbanan karena harus mengorbankan tidak menjadi sopir bajai. Makin banyak alternatif bagi manusia maka pilihan alternatif adalah pilihan yang terdekat yang dipilih. Contoh lain, misalnya sebelum sekolah pendapatan 1 juta, setelah sekolah uang 1 juta tersebut hilang, ini yang disebut dengan oportunity cost.Kedua, Nilai Property (Hedonic approach, nilai lahan, beda pendapatan/upah). Terjadi perubahan pendapatan. Misalnya tadinya sebagai petani, sekarang menjadi tukang batako. Ketiga, metode survey (Survey method) seperti Contingan Valuation Method/WTP, dilakukan


(26)

dengan mensurvey sekelompok orang untuk mengukur seberapa besar mereka mau membayar. Kempat, Pasar pengganti (surrogate market) atau disebut juga dengan travel cost.

Menurut Barbier et. al. (1997), ada 3 jenis pendekatan penilaian sebuah ekosistem alam yaitu (1) impact analysis, (2) partial analysis dan (3) total valuation. Pendekatan impact analysis dilakukan apabila nilai ekonomi ekosistem dilihat dari dampak yang mungkin timbul sebagai akibat dari akifitas tertentu, misalnya akibat reklamasi pantai terhadap ekosistem pesisir. Sedangkan partial analysis dilakukan dengan menetapkan dua atau lebih alternatif pilihan pemanfaatan ekosistem. Sementara itu, total valuation dilakukan untuk menduga total kontribusi ekonomi dari sebuah ekosistem tertentu kepada masyarakat. Nilai ekonomi (economic value) dari suatu barang atau jasa diukur dengan menjumlahkan kehendak untuk membayar (CVM, Willingness To Pay,/WTP) dari banyak individu terhadap barang atau jasa yang dimaksud. Pada gilirannya, CVM merefleksikan preferensi individu untuk suatu barang yang dipertanyakan. Jadi dengan demikian, VE dalam konteks lingkungan hidup adalah tentang pengukuran preferensi dari masyarakat (people) untuk lingkungan hidup yang baik dibandingkan terhadap lingkungan hidup yang jelek. Valuasi merupakan fundamental untuk pemikiran pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Hal yang sangat penting untuk dimengerti adalah, apa yang harus dilakukan dalam melaksanakan VE.

Hasil dari valuasi dinyatakan dalam nilai uang (money terms) sebagai cara dalam mencari preference revelation, misalnya dengan menanyakan "apakah masyarakat berkehendak untuk membayar?". Lebih lanjut dinyatakan bahwa penggunaan nilai uang memungkinkan membandingkan antara "nilai lingkungan hidup (environmental values)" dan "nilai pembangunan (development values)".

Pada prinsipnya VE bertujuan untuk memberikan nilai ekonomi kepada sumberdaya yang digunakan sesuai dengan nilai riil dari sudut pandang masyarakat. Dengan demikian dalam melakukan VE perlu diketahui sejauh mana adanya bias antara harga yang terjadi dengan nilai riil yang seharusnya ditetapkan dari sumberdaya yang digunakan tersebut. Selanjutnya adalah apa penyebab terjadinya bias harga tersebut. Ilmu ekonomi sebagai perangkat melakukan VE


(27)

adalah ilmu tentang pembuatan pilihan-pilihan (making choices). Pembuatan pilihan-pilihan dari alternatif yang dihadapkan kepada kita tentang lingkungan hidup adalah lebih kompleks, dibandingkan dengan pembuatan pilihan dalam konteks; barang-barang privat murni (purely private goods).

Dalam konteks lingkungan hidup, apa yang harus dibandingkan adalah satu barang dengan harga (priced good, private good), dan satu barang tanpa harga (unpricedgood, public good), misalnya ketika menentukan untuk investasi dalam pengendalian polusi, ketimbang kapasitas output ekonomi baru. Tetapi mungkin pula kita membandingkan dengan lebih dari dua barang tanpa harga (misalnya kualitas udara v.s. kualitas air). Dalam konteks pilihan ini diperlukan untuk memperhitungkan suatu nilai (inpute to a value) untuk barang atau jasa lingkungan (environmental good or service).

Dalam pasar, individual mempraktekkan pilihan dengan membandingkan KUM mereka dengan harga produk. Mereka akan membeli barang apabila KUM-nya melebihi harga, dan tidak berlaku sebalikKUM-nya. Perhitungan nilai (inputing values) melibatkan temuan beberapa ukuran dari KUM untuk kualitas lingkungan. Inilah secara esensial sebagai proses dari VE yaitu melibatkan temuan suatu ukuran KUM dalam menghadapi hambatan di mana kegagalan pasar tidak dapat memberikan harga secara langsung.

Salah satu tantangan yang dihadapi oleh para pembuat kebijakan adalah bagaimana menilai suatu sumberdaya alam secara komprehensif. Dalam hal ini tidak saja market value dari barang yang dihasilkan dari suatu sumberdaya melainkan juga jasa yang ditimbulkan oleh sumberdaya tersebut. Pertanyaan yang sering timbul misalnya bagaimana mengukur, atau menilai jasa tersebut adalah konsumen tidak mengkonsumsinya secara langsung, bahkan mungkin tidak pernah mengunjungi tempat dimana sumberdaya alam tersebut berada. Salah satu cara untuk melakukan valuasi ekonomi adalah dengan menghitung Nilai Ekonomi Total (TEV).

Nilai Ekonomi Total (NET) adalah nilai-nilai ekonomi yang terkandung dalam suatu sumberdaya alam, baik nilai guna maupun nilai fungsional yang harus diperhitungkan dalam menyusun kebijakan pengelolaannya sehingga alokasi dan alternatif penggunaannya dapat ditentukan secara benar dan mengenai


(28)

sasaran. Nilai Ekonomi Total ini dapat dipecah-pecah ke dalam suatu set bagian komponen. Sebagai ilustrasi misalnya dalam kontek penentuan alternatif penggunaan lahan dari ekosistem terumbu karang. Berdasarkan hukum biaya dan manfaat (a benefit - cost rule), keputusan untuk mengembangkan suatu ekosistem terumbu karang dapat dibenarkan (justified) apabila manfaat bersih dari pengembangan ekosistem tersebut lebih besar dari manfaat bersih konservasi. Jadi dalam hal ini manfaat konservasi diukur dengan NET dari ekosistem terumbu karang tersebut. NET ini juga dapat diinterpretasikan sebagai NET dari perubahan kualitas lingkungan hidup.

Valuasi Biaya

Dalam ekonomi non pasar, opportunity cost dari tenaga kerja dibagi menjadi dua bagian yaitu biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung adalah sejumlah biaya dari hilangnya output, ditambah dengan berubahnya kebiasaan mereka bekerja. Biaya tersebut merupakan biaya yang harus diberikan kompensasi sebagai ganti rugi atas hilangnya kesempatan buruh untuk bekerja. Sedangkan biaya tidak langsung adalah jika waktu bekerja dari buruh berkurang akibat adanya penambahan teknologi baru seperti mesin baru, sehingga menyebabkan kapasitas produksi menjadi meningkat, (Abelson, 1980).

Lebih lanjut Abelson (1988) mengatakan bahwa, bentuk dari biaya eksternal adalah apabila sebuah perusahaan dalam melakukan produksi menimbulkan polusi terhadap air, sehingga menyebabkan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk mengembalikan kualitas air menjadi meningkat. Untuk mengestimasi atau mengukur biaya eksternal ini relatif sulit, tetapi pada prinsipnya biaya ini dapat dimasukkan ke dalam biaya produksi perusahaan tersebut. Masalahnya adalah tidak adanya nilai harga pasar yang jelas untuk mengestimasi biaya tersebut. Serta metode untuk mengestimasi biaya dari barang-barang yang tidak terdapat di pasar juga cukup rumit. Yang bisa dipergunakan untuk mengestimasi harga dari barang-barang yang tidak terdapat di pasar tersebut adalah melalui keinginan masyarakat untuk membayar (willingness to pay;WTP). Sebab setiap orang tidak menginginkan barang-barang tersebut punah, baik untuk kebutuhan rekreasi ataupun untuk kebutuhan lainnya. Nilai tersebut kemudian


(29)

dijadikan kompensai kepada masyarakat. Kemudian cara lain untuk mengestimasi biaya eksternal tersebut adalah melalui penyesuaian atau assesment dari harga-harga tersebut sebagai sebuah aset milik masyarakat. Gambar 1 di bawah ini mengilustrasikan WTP terhadap tingkat kepuasan suatu rumah tangga:

Valuasi Manfaat

Menurut Abelson (1988), manfaat dari suatu program kegiatan, termasuk manfaat yang dikonsumsi oleh masyarakat dan manfaat eksternal dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu (a) menurunnya biaya produksi, (b) nilai dari barang-barang yang terdapat di pasar, (c) nilai dari barang-barang-barang-barang yang tidak terdapat di pasar. Dalam situasi kerjasama, manfaat ini diperoleh melalui pengurangan biaya produksi dari suatu perusahaan. Kemudian biaya tersebut dapat disimpan sebagai manfaat bagi perusahaan. Manfaat bersih dari barang-barang tersebut oleh Abelson (1988) ditunjukkan oleh area A antara kurva permintaan dan biaya marginal di bawah ini (Gambar 2):

10,0 9,6

0

The utility of income

11.0 Income Rp.000.p.a. x

x


(30)

Untuk mengestimasi manfaat kotor dengan barang-barang yang ada di pasar, analisa biaya manfaat dapat menjawab hal tersebut dengan (a) memprediksi manfaat yang akan dijual di pasar, (b) menyesuaikan dengan harga pasar dari biaya yang ingin dikeluarkan oleh masyarakat (WTP) atau membutuhkan penyesuaian dengan nilai yang berlaku dalam suatu rumah tangga. Manfaat dari barang-barang yang tidak terdapat di pasar direpresentasikan oleh area dibawah garis kurva permintaan, A+B dalam Gambar di atas.

Willingness To Pay

Berbagai macam teknik penilaian dapat digunakan untuk mengkuantifikasikan konsep nilai. Konsep dasar dalam penilaian ekonomi yang mendasari semua teknik adalah kesediaan membayar dari individu untuk jasa-jasa lingkungan atau sumberdaya, Munasinghe (1993) dalam Djijono (2002). Sedangkan teknik penilaian manfaat, didasarkan pada kesediaan konsumen membayar perbaikan atau kesediaan menerima kompensasi dengan adanya kemunduran kualitas lingkungan dalam system alami serta kualitas lingkungan sekitar (Hufschmidt et al., 1987). Kesediaan membayar atau kesediaan menerima merefleksikan preferensi individu, kesediaan membayar dan kesediaan menerima adalah ‘bahan mentah’ dalam penilaian ekonomi (Pearce dan Moran, 1994).

Pearce dan Moran (1994) menyatakan kesediaan membayar dari rumah tangga ke i untuk perubahan dari kondisi lingkungan awal (Q0) menjadi kondisi

Q0

Harga Rp.

P1

P0 A E

Marginal biaya penawaran

Jumlah barang yang dijual Kurva permintaan WTP Q0


(31)

lingkungan yang lebih baik (Q1) dapat disajikan dalam fungsi berikut: )

,

( 1 0 own,i, sub,i, i,

i f Q Q P P S

WTP = −

dimana:

WPTi = Kesediaan membayar dari individu ke i

Pown = Harga dari penggunaan sumberdaya lingkungan

P sub,i, = Harga substitusi untuk penggunaan sumberdaya lingkungan

Si, = Karateristik sosial ekonomi individu

Keinginan membayar juga dapat diukur dalam bentuk kenaikan pendapatan yang menyebabkan seseorang barada dalam posisi indifferent terhadap perubahan eksogenous. Perubahan eksogenous ini bisa terjadi karena perubahan harga (misalnya akibat sumberdaya makin langka) atau karena perubahan kualitas sumberdaya. Dengan demikian konspe WTP ini terkait erat dengan konsep Compensating Variation dan Equivalent Variation dalam teori permintaan. WTP juga dapat diartikan sebagai jumlah maksimal seseorang mau membayar untuk menghindari terjadinya penurunan terhadap sesuatu.

Sisi lain pengukuran nilai ekonomi dapat juga dilakukan melalui pengukuran WTP yang tidak lain adalah jumlah minimum pendapatan seseorang untuk mau menerima penurunan sesuatu. Dalam praktik pengukuran nilai ekonomi, WTP bukan pengukuran yang berdasarkan insentif (insentive based) sehingga kurang tepat untuk dijadikan studi yang berbasis perilaku manusia (behavioral model).

Lebih jauh lagi Garrod dan Willis (1999) serta Hanley dan Splash (1993) menyatakan bahwa meski besaran WTP dan WTA sama, namun selalu terjadi perbedaan pengukuran, dimana umumnya besaran WTA berada pada kisaran 2 sampai 5 kali lebih besar daripada besaran WTP. Secara faktual, karena WTP terkait dengan pengukuran Contingen Valuation (CV) dan Economic Valuation (EV), maka WTP lebih tepat diukur berdasarkan permintaan Hicks (kurva permintaan terkompensasi) karena harga daerah di bawah kurva permintaan Hicks relevan untuk mengukur kompensasi. Dengan demikian jika terjadi perubahan

harga dari P0 ke

Pakibat perubahan lingkungan, maka WTP didefinisikan sebagai berikut:


(32)

( )

− = P

p

h P u dP X

WTP

0

, (1.1)

) , ( ) ,

(P u M P0 u

M

= −

Dimana M(P,u)

adalah pendapatan setelah terjadi perubahan dengan utilitas konstrain dan M(P0,u)adalah pendapatan awal. Persamaan di atas mengGambarkan bahwa WTP merupakan daerah (diGambarkan dengan tanda integral) di bawah kurva permintaan Hicks yang dibatasi oleh harga pada kondisi baseline (P0) dan harga akibat perubahan (P). Berdasarkan teori ekonomi

neo-klasik, ini setara dengan selisih pendapatan (M) yang dibutuhkan agar utilitas seseorang tetap setelah adanya perubahan.

Konsep Ekonomi Tentang Nilai

Secara umum, nilai ekonomi didefinisikan sebagai pengukuran jumlah maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh barang dan jasa lainnya. Secara formal, konsep ini disebut keinginan membayar (Willingnes To Pay:WTP) seseorang terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan. Dengan menggunakan pengukuran ini, nilai ekologis ekosistem bisa ”diterjemahkan” ke dalam bahasa ekonomi dengan mengukur nilai moneter barang dan jasa, (Fauzi, 2004).

Dalam paradigma neoklasik, nilai ekonomi (economic values) dapat dilihat dari sisi kepuasan konsumen (preferences of consumers) dan keuntungan perusahaan (profit of firms). Dalam hal ini konsep dasar yang digunakan adalah surplus ekonomi (economic surplus) yang diperoleh dari penjumlahan surplus oleh konsumen (consumers surplus:CS) dan surplus oleh produsen (producers surplus: PS) (Grigalunas and Conger, 1995: Freeman III, 2003) dalam Adrianto (2006).

Lebih lanjut Adrianto (2006) mengatakan, surplus konsumen terjadi apabila jumlah maksimum yang mampu konsumen bayar lebih besar dari jumlah yang secara actual harus dibayar untuk mendapatkan barang atau jasa. Selisih jumlah tersebut disebut consumers surplus (CS) dan tidak bibayarkan dalam konteks memperoleh barang yang diinginkan. Sementara itu, surplus produser


(33)

(PS) terjadi ketika jumlah yang diterima oleh produsen lebih besar dari jumlah yang harus dikeluarkan untuk memproduksi sebuah barang atau jasa.

Secara grafik, kedua konsep CS dan PS tersebut dapat dilihat pada Gambar 3 berikut:

Sementara itu, Freeman III (2003) dalam Adrianto (2006) menyebutkan bahwa pengetian “value” dapat dikategorikan ke dalam dua pengertian besar yaitu nilai interinsik (intrinsic value) atau sering juga disebut sebagai Kantian value dan nilai instrumental (instrumental value). Secara garis besar, suatu komoditas memiliki nilai intrinsic apabila komoditas tersebut bernilai di dalam dan untuk komoditas itu sendiri. Artinya, nilainya tidak diperoleh dari pemanfaatan dari komoditas tersebut, tetapi bebas dari penggunaan dan fungsi yang mungkin terkait dengan komoditas lain. Komoditas yang sering disebut memiliki intrinsic value adalah komoditas yang terkait dengan alam (the nature) dan lingkungan (the environments). Sedangkan instrumental value dari sebuah komoditas adalah nilai yang muncul akibat pemanfaatan komoditas tersebut untuk kepentingan tertentu.

Dalam konteks tipologi nilai seperti tersebut diatas, Freeman III (2003) dalam Adrianto (2006) berargumentasi bahwa konsepsi instrumental value lebih mampu menjawab persoalan yang terkait dengan pengelolaan lingkungan wilayah pesisir dan laut, daripada konsepsi intrinsic value. Untuk mengetahui nilai instrumental dari alam, tujuan spesifik dari upaya tersebut harus disusun. Dalam konteks ini, nilai ekonomi sumberdaya alam (the value of nature) lebih condong pada konsepsi tujuan untuk kesejahteraan manusia (human welfare). Dengan kata

Demand curve P

Q

Suplay curve Comsumers

Surplus

Produsers Surplus


(34)

lain, sebuah komponen alam akan bernilai tinggi apabila kontribusinya terhadap kesejahteraan manusia juga tinggi. Sebuah pemikiran anthroposentris yang memang melekat erat dengan disiplin ilmu ekonomi ortodoks. Konsep-konsep seperti individual welfare, individual preferences, dan lain-lain menjadi komponen utama bagi penyusunan konsep nilai ekonomi ini, seperti yang telah dijelaskan melalui konsep CS dan PS di atas.

Dalam pandangan ecological economics, tujuan valuation tidak semata terkait dengan maksimisasi kesejahteraan individu, melainkan juga terkait dengan tujuan keberlanjutan ekologi dan keadilan distribusi, Constanza and Flke, (1997) dalam Adrianto (2006). Bishop (1997) dalam Adrianto (2006) juga menyatakan bahwa valuation berbasis pada kesejahteraan individu semata tidak menjamin tercapainya tujuan ekologi dan keadilan distribusi tersebut. Dalam konteks ini, Constanza (2001) dalam Adrianto (2006) menyatakan bahwa perlu ada ketiga nilai tersebut yang berasal dari tiga tujuan dari penilaian itu sendiri.

Surplus Konsumen

Sebagaimana yang telah disinggung di atas bahwa surplus konsumen merupakan perbedaan antara jumlah yang dibayarkan oleh pembeli untuk suatu produk dan kesediaan untuk membayar, Samuelson dan Nordhaus, 1990; Pomeroy, (1992) dalam Djijono (2002). Surplus konsumen timbul karena konsumen menerima lebih dari yang dibayarkan dan bonus ini berdasarkan pada hukum utilitas marginal yang semakin menurun. Sebab timbulnya surplus konsumen, karena konsumen membayar untuk tiap unit berdasarkan nilai unit terakhir. Surplus konsumen mencerminkan manfaat yang diperoleh karena dapat membeli semua unit barang pada tingkat rendah yang sama, Samuelson dan Norhaus (1990). Pada pasar yang berfungsi dengan baik, harga pasar mencerminkan nilai marginal, seperti unit terakhir produk yang diperdagangkan, Pomeroy (1992). Secara sederhana, surplus konsumen dapat diukur sebagai bidang yang terletak diantara kurva permitaan dan garis harga, Samuelson dan Nordhaus, 1990 dalam Djijono (2002).

Konsumen mengkonsumsikan sejumlah barang M. Seorang akan mau membayar harga yang mencerminkan faedah marginal pada tingkat konsumsi itu.


(35)

Dengan melihat perbedaan dalam jumlah yang dikonsumsikan, kemauan seseorang akan membayar berdasarkan fungsi faedah marginal dapat ditentukan. Hasilnya adalah kurva permintaan individu untuk Q (Gambar 2). Karena faedah berlereng turun ke kanan (negative), maka demikian pula kurva permintaannya. Kurva permintaan ini dikenal dengan nama kurva permintaan Marshal (Hufschmidt et al., 1987). Digunakannya kurva permintaan Marshal, karena kurva permintaan tersebut dapat diestimasi secara langsung, Johansson (1987) dan mengukur kesejahteraan melalui surplus konsumen, sedangkan kurva permintaan Hicks mengukur kesejahteraan melalui kompensasi pendapatan, Turner, Pearce dan Bateman, (1994) (Gambar 4).

Bidang di bawah kurva permintaan atau di atas garis harga merupakan surplus konsumen. Girgalunas dan Congar (1995) dalam Adrianto (2006) menyebutkan bahwa alat ukur yang baik untuk menghitung manfaat ekonomi bagi konsumen adalah surplus konsumen, yaitu perbedaan antara keinginan masyarakat untuk membayar dan apa yang dibayarkan. Pada kasus ini, surplus konsumen adalah keinginan konsumen untuk membayar.

Kesejahteraan

Pengertian mengenai kesejahteraan berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya, sehingga keadaan sejahtera yang dialami oleh seseorang belum tentu berarti sejahtera bagi yang lainnya. Kesejahteraan tidak saja menyangkut aspek yang bersifat lahiriah atau material, tetapi juga yang bersifat bathiniah atau spritual. Dalam ekonomi mikro, indicator yang digunakan untuk mengetahui apakah seseorang itu dikatakan sejahtera atau tidak adalah melalui tingkat

D R

P

N

0

E

Q Q

Garis harga

Gambar 4 Total Surplus Konsumen (Djijono, 2002)

Surplus konsumen


(36)

kepuasan. Apabila seseorang mengaku puas dalam mengkonsumsi suatu barang atau jasa, maka orang tersebut dapat dikatakan sejahtera. Menurut Sukirno (1985) dalam Wiwit (2005) kesejahteran adalah suatu yang bersifat subyektif dimana setiap orang mempunyai pedoman, tujuan dan cara hidup yang berbeda-beda terhadap faktor-faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan.

Menurut Sawidak (1985), kesejahteraan merupakan sejumlah kepuasan yang diperoleh seseorang dari hasil mengkonsumsi pendapatan yang diterima, namun tingkatan dari kesejahteraan itu sendiri merupakan sesuatu yang bersifat relatif karena tergantung dari besarnya kepuasan yang diperoleh dari hasil mengkonsumsi pendapatan tersebut. Konsumsi sendiri pada hakekatnya bukan hanya sesuatu yang mengeluarkan biaya, karena dalam beberapa hal konsumsi pun dapat dilakukan tanpa menimbulkan biaya bagi konsumennya.

BPS (1991) menyatakan bahwa kesejahteraan bersifat subyektif, sehingga ukuran kesejahteraan bagi setiap individu atau keluarga berbeda satu sama lain. Pada prinsipnya kesejahteraan dari individu atau keluarga tersebut sudah tercapai. Kebutuhan dasar erat kaitannya dengan kemiskinan. Apabila kebutuhan dasar belum terpenuhi oleh individu atau keluarga, maka dikatakan bahwa individu atau keluarga berada dibawah garis kemiskinan.

Menurut BPS (1996), pendapatan per kapita sering digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat. Ekonomi masyarakat yang makmur ditunjukkan oleh pendapatan per kapita yang tinggi, dan sebaliknya ekonomi masyarakat yang kurang makmur ditunjukkan oleh pendapatan per kapita yang rendah.

Kesejahteraan rakyat mempunyai aspek yang sangat kompleks dan tidak memungkinkan untuk menyajikan data yang mampu mengukur semua aspek kesejahteraan. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan indikator kesejahteraan yang dipergunakan Badan Pusat Statistik dalam Susenas 1991, indikator tersebut adalah:

1) Pendapatan per kapita per tahun 2) Konsumsi rumah tangga per tahun 3) Keadaan tempat tinggal


(37)

5) Kesehatan anggota rumah tangga

6) Kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan dan medis 7) Kemudahan memasukkan anak ke jenjang pendidikan 8) Kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi 9) Kehidupan beragama

10) Perasaan aman dari tindakan kejahatan 11) Perasaan aman dari tindakan kejahatan

Tingkat kesejahteraan sosial diukur dengan pendekatan pengeluaran rumah tangga yang didasarkan pada pola pengeluaran untuk pangan, barang dan jasa, rekreasi, bahan bakar dan perlengkapan rumah tangga. Pendekatan pengamatan dilakukan terhadap kondisi perumahan, kesehatan, pendidikan, dan pola pengeluaran rumah tangga. Penilaian terhadap kondisi perumahan didasarkan pada jenis dinding rumah, jenis lantai, jenis atap serta status kepemilikan. Pendekatan untuk menilai kondisi kesehatan berdasarkan kondisi sanitasi perumahan serta kondisi perlengkapan air minum, air mandi, cuci dan kakus (BPS 1991).

Tinjauan kesejahteraan masyarakat dapat pula dilihat melalui kondisi maupun fasilitas yang dimiliki suatu tempat tinggal. Perumahan (papan) adalah salah satu kebutuhan dasar yang sangat penting selain makan (pagan) dan pakaian (sandang) dalam pencapaian kehidupan yang layak. Kesehatan dapat juga sebagai ukuran kesejahteraan seseorang, karena faktor yang mempengaruhi kesehatan antara lain konsumsi makanan yang bergizi, sarana kesehatan serta keadaan sanitasi lingkungan yang tidak memadai. Gizi merupakan indikator utama dalam komponen gizi dan konsumsi yang digunakan dalam mengGambarkan taraf hidup. Penyebab kekurangan gizi adalah tingkat pendidikan yang masih rendah, dan daya beli masyarakat yang rendah, serta dikatakan bahwa tingkat ekonomi yang masih rendah menyebabkan masyarakat belum mampu memperoleh pelayanan kesehatan (BPS 1993).

Analisis Prospektif Partisipatif (Participatory Prospective Analysis/PPA)

Prosepektif Partisipatif Analisis merupakan suatu metode yang digunakan dalam permasalah suatu sistem dimana pakar atau tokoh stakeholder terlibat dalam


(38)

pengambilan keputusan (Saur, 1991). Hatem, Caze, dan Roubelat (1993, p.18) memberikan penjelasan secara filosofis bahwa analisis prospektif merupakan ” melihat masa depan untuk menerangi saat saat ini”. Metode ini suadah di akui dan gunakan secara formal sejak 1990an oleh para peneliti dan praktisi pemabngunan Prancis (Godet, 1991).

Analisis Prospektif bukan metode yang fokus untuk mengoptimasi solusi tapi untuk menetapkan pilihan-pilihan yang dibutuhkan dalam pengambillan keputusan. Analisis prospektif merupakan suatu metode

Secara filosofi prinsip metode PPA adalah: (1)

• Efektif; Metode ini didesain untuk keperluan implemetasi yang memrlukan waktu yang singkat. Total waktu yang dibutuhkan untuk persiapan sampai implemetasi metode hanya 20-40 hari kerja.

• Partisipasi; Metode PPA merupakan metode yang menggali dan melibatkan secara utuh stakeholder yang terlibat dengan sistem dalam merancang masa depan.

• Konsistensi; metode PPA di implementasikan berdasarkan tahapan-tahapan yang sistematis dan saling terkait tiap tahapan pelaksanaan, sehingga menghasilkan suatu keputusan yang koherens.

Reproducibility; metode ini dapat digunakan dimanapun dan kapanpun, dengan kata lain metode ini tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.

• Transparansi; metode ini bukan suatu ”kotak hitam” atau manipulasi dalam implementasinya, seperti hipotesis atau formula model yang disembunyikan. Semua tahapan merupakan dokumen yang jelas dan detai dalam pelaksanaannya dan kesimpulannnya merupakan kesimpulan bersama stakeholder yang terlibat.

• Aktual/Relevan; metode ini dibangun berdasarkan kebutuhan stakeholder dalam menyelesaikan suatu permasalahan, sehingga hasil yang diperoleh merupakan suatu yang diharapkan dan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi. Metode PPA merupakan pengembangan dari program Delphi yang menggunakan pendapat atau aspirasi stakeholder untuk pengambilan keputusan. Adapun tahapan dalam implementasi metode PPA adalah: (1) mendefinisikan batasan sistem, (2) mengidentifikasi faktor yang terkat dengan permasalahan, (3) Menjelaskan


(39)

variabel kunci,(4) Analisi pengaruh setiap faktor dengan memberikan skor, dan (5) interpretasi pengaruh atau ketergantungan (Gambar 5)

Gambar 5. pemetaan pengaruh dan ketergantungan faktor

Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Whittington D. Dan J. Davis, data yang diperoleh dikumpulkan dengan menggunakan teknik CVM dan dugunakan untuk memperkirakan sebuah ”fungsi penilaian”, hubungan fungsional antara kemampuan membayar responden terhadap barang atau jasa dengan karakteristik sosial ekonomi dan demografi responden. Penelitian ini dilakukan di Lugazi, Uganda selama bulan Juli 1994. Survei rumah tangga digunakan untuk mendapatkan informasi tentang penggunaan air dan sanitasi responden saat ini, karakteristik sosial ekonomi dan demografi, dan kemampuan membayar untuk perbaikan air dan sanitasi. Penyesuaian masyarakat digunakan untuk mendapatkan persepsi responden terhadap air dan sanitasi yang sudah ada, dan untuk menyediakan informasi tentang kemungkinan jenis-jenis perbaikan. Dalam kasus ini perbedaan antara survei rumah tangga dan penyesuaian masyarakat tidak menghasilkan perbedaan yang signifikan.

Data yang diperoleh dengan penggunaan WTP sangat kuat bahwa range dari pencarian tiap penilaian pertanyaan adalah kecil, bahkan dengan adanya pengurangan ukuran contoh yang lebih dari 70%. Penilaian ini merupakan langkah awal perbandingan pendekatan penelitian participatory yang berbeda.

Faktor Bebas UNUSED

Ketergantungan P

e n g a r u h

Faktor Terikat OUTPUT Faktor Penentu

INPUT

Faktor Penghubung STAKE


(40)

Penelitian tambahan diperlukan untuk menentukan jika sistematik yang berbeda sering digunakan, dimana data yang dikumpulkan menggunakan teknik yang berbeda dan jika pendekatan secara khusus menghasilkan keakuratan dan informasi yang reliabel bagi peneliti.

Penelitian selanjutnya yang dilakukan juga oleh Whitington (1995) adalah penelitian mengenai besarnya kemampuan penduduk di kota Semarang untuk membayar perbaikan sistem saluran pembuangan kotoran dengan menggunakan konsep CVM. Responden yang diteliti sekitar 42 rumah tangga di tiga kelurahan yang dipilih secara sengaja.

Hasil survei menunjukkan bahwa rumah tangga yang memiliki saluran air pribadi merupakan jumlah yang minoritas. Beberapa rumah tangga tanpa saluran pribadi medapatkan air untuk minum dan memasak dari publik, dimana yang lainnya membayar lebih tinggi dari penjual air. Kebanyakan rumah tangga yang memiliki saluran air pribadi, mempunyai sumur sendiri. Hasil wawancara menunjukkan bahwa kemampuan membayar rumah tangga untuk sistem pembuangan sangatlah rendah. Secara umum, hasilnya yang diperoleh mengenai perrmintaan rumah tangga untuk perbaikan sanitasi pembuangan air sangat tinggi ketidakpastiannya, masyarakat di kota Semarang terlihat tidak begitu memberikan perhatian khusus akan perbaikan saluran pembuangan air.

Menurut data Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian Universitas Riau tahun 2005 menyebutkan bahwa secara umum eksternalitas yang terjadi di Kota Dumai mengaku tidak merasa terganggu terhadap adanya pencemaran yang terjadi di kota Dumai. Untuk lebih jelas, dapat dilihat pada Gambar 6 berikut:


(41)

Persepsi Masyarakat Terhadap Gangguan Debu Kilang Pertamina UP II DUmai Tahun

2005 0 10 20 30 40 S angat ter g anggu Ter ganggu Ku ra n g ter g anggu Ti dak ter g anggu

Tingka t Ga nggua n

Ju

m

lah

Series1

Persepsi masyarakat Terhadap Gangguan Kebisingan Aktivitas Kilang Tahun 2005

0 10 20 30 40 50 60 Sangat terganggu Terganggu Kurang terganggu Tidak terganggu Tingkat Gangguan Ju m lah Series1

Persepsi Terhadap Bau yang Ditimbulkan Kilang Pertamina UP II Dumai Tahun 2005

0 10 20 30 40 50 60 70

Sangat terganggu Terganggu Kurang

terganggu Tidak terganggu Tingkat Gangguan Ju m la h

Sumber: Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian Universitas Riau tahun 2005

Gambar 6. Persepsi Masyarakat Terhadap Gangguan Debu Kilang Pertamina UP II Dumai Tahun 2005


(42)

Keberadaan dan peningkatan aktivitas industri pengolahan akan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi perekonomian daerah. Karena aktivitas industri akan meningkatkan lapangan pekerjaan, peningkatan pendapatan masyarakat, tumbuhnya berbagai aktivitas ekonomi sekala kecil sebagai pendukung industri, dan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta meningkatnya pembangunan imfrastruktur wilayah (kesehatan, pendidikan, transportasi dan lain-lain).

Akan tetapi jika pengelolaan industri kurang memperhatikan lingkungan terutama dalam pengelolaan limbah hasil aktivitas maka aktifitas tersebut akan memberikan dampak negatif yang bersifat multieffect juga terhadap lingkungan dan masyarakat sekitarnya. Pengolahan limbah yang tidak memperhatikan lingkungan akan menyebabkan pencemaran air, udara, tanah maupun suara. Pencemaran tersebut akan mengganggu keseimbangan ekosistem terutama ekosistem pesisir sebagai muara dari buangan limbah tersebut.

Masyarakat di sekitar kawasan pesisir merupakan komponen penderita utama akibat pencemaran lingkungan tersebut. Pencemaran lingkungan akan menimbulkan berbagai penyakit, antara lain Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA), diare, penyakit kulit, dan lain-lain. Penderitaan tersebut secara otomatis akan meningkatkan biaya pengeluaran yang dialokasikan untuk pengobatan. Masyarakat yang menderita sakit juga akan akan mengalami kehilangan pendapatan. Pencemaran juga akan menyebabkan menurunnya kualitas dan kuantitas sumber pendapatan terutama bagi masyarakat yang tergantung pada sumberdaya alam pesisir seperti nelayan. Dengan kata lain bahwa pencemaran akan menurunkan produktivitas lingkungan dan masyarakat di sekitar kawasan yang terkena pencemaran.

Penurunan produktivitas lingkungan dan masyarakat secara langsung maupun tidak langsung akan mengancam dan menghambat keberlanjutan aktivitas industri dan perekonomian daerah secara umum. Karena sumberdaya lingkungan merupakan penyedia kebutuhaan bahan mentah industri dan masyarakat


(43)

merupakan pemeroses untuk menghasilkan produk suatu aktivitas industri. Sehingga keberadaan dan keseimbangan lingkungan serta kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu kunci utama untuk keberlanjutan aktivitas industri dan perekonomian daerah.

Untuk mengetahui seberapa besar dampak yang ditimbulkan dari aktivitas industri di kawasan ini, maka diperlukan suatu penilaian secara ekonomi melalui metode valuasi ekonomi. Valuasi ekonomi ini diperlukan untuk mengetahui dampak dari pencemaran lingkungan yang terjadi di kawasan pesisir terutama dampak pencemaran terhadap kondisi kesejahteraan masyarakat. Valuasi ini dilakukan sebagai upaya untuk penegakan keadilan terhadap masyarakat yang notabene tergolong masyarakat miskin. Selain itu, respons (keinginan berpartisipasi) masyarakat dalam upaya perbaikan kondisi lingkungan.

Salah satu pendekatan yang banyak digunakan dalam valuasi ekonomi sumberdaya alam adalah metode kontingan (Contingant Valuation Method :CVM) merupakan pendekatan secara langsung, yang pada dasarnya menanyakan kepada masyarakat berapa besarnya maksimum Willingness To Pay (WTP) untuk manfaat tambahan dan atau berapa besarnya maksimum Willingness To Accept (WTA) sebagai konpensasi dari kerusakan barang lingkungan. CVM memiliki kemampuan untuk mengestimasi nilai non pengguna. Dengan CVM seseorang mungkin dapat mengukur utilitasnya dari penggunaan keberadaan barang lingkungan, bahkan jika mereka sendiri tidak menggunakannya secara langsung (Fauzi, A., 2004).


(44)

Gambar 7. Kerangka pemikiran Aktivitas

Industri

Kesejahteraan Masyarakat

Partisipasi Masyarakat

Kualitas Lingkungan

Ada/tidaknya keinginan /WTP

Besarnya Nilai keinginan /WTP Limbah


(45)

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini di laksanakan di kawasan pesisir Kecamatan Medang Kampai Kota Dumai (Gambar 8). Pengumpulan data dilakukan selama 1 bulan pada bulan Maret 2006. Waktu tersebut seluruhnya digunakan untuk melakukan pengambilan data primer di sekitar lokasi penelitian. Sedangkan pengumpulan data sekunder dilakukan sebelum dan sesudahnya.

Gambar 8. Lokasi penelitian di Kawasan Pesisir Kecamatan Medang Kampai, Kota Dumai.


(46)

Metode Penelitian

Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut Nazir (1983), metode deskriptif merupakan metode yang digunakan untuk meneliti status sekelompok manusia, obyek, set kondisi, sistem pemikiran ataupun suatu

kelas peristiwa pada masa sekarang (current condition). Adapun tujuan penggunaannya

adalah untuk memberikan diskripsi, gambaran, fakta-fakta, sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

Dalam pelaksanaan penelitian ini metode deskriptif yang digunakan adalah pendekatan survei dan studi korelasi. Studi survei bertujuan untuk mengumpulkan informasi-informasi di lapangan yang terkait dengan fenomena yang diteliti. Sedangkan studi korelasi berdasarkan Consuelo (1988) dalam Umar (2004) merupakan studi yang bertujuan untuk memberikan gambaran adanya hubungan antar variabel, dalam hal ini adalah variabel kesejahteraan masyarakat (kesehatan dan pendapatan) dengan pencemaran lingkungan, variabel kondisi sosial ekonomi (pendidikan, umur, pendapatan,

pekerjaan) dengan keinginan masyarakat untuk berpartisipasi (membayar/ willingness to

pay) dalam pengendalian lingkungan yang sudah tercemar dan perbaikan lingkungan.

Dengan demikian, peneliti dapat mmengetahui ada tidaknya pengaruh dan seberapa besar pengaruh variabel pencemaran terhadap variabel kondisi kesejahteraan mesyarakat (kesehatan dan pendapatan) dan untuk mengetahui ada tidaknya dan seberapa besar keinginan masyarakat untuk membayar dalam pengendalian dan perbaikan kondisi lingkungan yang tercemar.

Jenis, Sumber dan Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan sebagai bahan analisis penelitian ini terdiri atas data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif terdiri atas data kondisi kesehatan, biaya pengeluaran kesehatan, pendapatan masyarakat serta data pendukung lain tentang kondisi masyarakat yang berada di sekitar kawasan yang tercemar lingkungan. Sedangkan data kualitatif terdiri atas respon atau keinginan masyarakat untuk berpartisipasi membayar (willinsness to pay), dan persepsi masyarakat tentang pengendalian lingkungan dan pengelolaan kedepan.

Berdasarkan sumber data, data dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Menurut Umar (2004), data primer merupakan data yang didapat dari


(47)

sumber pertama yaitu individu, kelompok masyarakat atau dari objek secara langsung, melalui wawancara, kuesioner, pengamatan atau pengukuran.sedangkan data sekunder didefenisikan sebagai data primer yang sudah diolah lebih lanjut dan ditampilkan oleh pihak pengumpul data primer atau pihak lain. Data sekunder digunakan sebagai pendukung data primer untuk membantu tahap analisis tujuan penelitian.

Data primer diperoleh melalui survei, observasi langsung ke lokasi penelitian,dan wawancara dengan responden. Data primer yang dikumpulkan adalah data karakteristik sosial ekonomi seperti umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan, kondisi kesehatan, biaya kesehatan, jumlah tanggungan keluarga responden. Selain itu juga data mengenai persepsi responden tentang pengendalian, rehabilitasi lingkungan tercemar dan pengelolaan lingkungan kedepan.

Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi-instansi pemerintah dan lembaga-lembaga terkait di Kecamatan Medang Kampai dan Kota Dumai. Data sekunder berupa kondisi sosial ekonomi masyarakat di lokasi penelitian, citra satelit lokasi penelitian (Tabel 4).

Tabel 4. Jenis, Metode dan Tujuan Pengambilan Data.

NO DATA METODE TUJUAN

A Data Primer

1.

kondisi sosial ekonomi masyarakat (pendidikan pekerjaan, pendapatan, jumlah tanggungan, dll).

Wawancara, Kuisioner

Untuk mengetahui variabel-variabel yang mempengaruhi respon

masyarakat.

2. Respon masyarakat Wawancara &

kuisisoner

Untuk mengetahui respon masyarakat dalam bentuk WTP

3. Aspirasi masyarakat Wawancara &

kuisioner

Untuk mengetahui aspirasi

masyarakat tetang faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam

pengelolaan lingkungan kedepan

B Data Sekunder

4. Data kondisi sosial

ekonomi dan lingkungan

Monografi kecamatan, BPS Kota Dumai & penelitian terdahulu

Untuk mengetahui gambaran umum lokasi penelitian

5. Data kesehatan

masyarakat

Buku Kesehatan Puskesmas

Untuk mengetahui kondisi kesehatan masyarakat


(48)

Teknik Penentuan Sampel Responden

Responden dalam penelitian ini adalah kelompok-kelompok masyarakat berdasarkan pekerjaan yang ada di lokasi penelitian, yaitu kelompok nelayan, pedagang, pegawai negeri, buruh industri, swasta, tani, peternak, dan pengerajin. Teknik

pengambilan sampel responden dalam penelitian ini dilakukan secara comvinience

sampling dan purposive sampling. Comvinience sampling yaitu pengambilan responden yang mudah di temui dan mempunyai kemampuan sebagai responden (Nazir,1988). Metode ini digunakan untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi masyarakat, dengan jumlah responden 10 % dari jumlah populasi masing-masing kelompok masyarakat.

Sedangkan teknik purposive sampling yaitu pengambilan sempel responden berdasarkan

pertimbangan tertetu (tokoh, dan tau tetang kondisi lokasi) dan merupakan perwakilan dari masing-masing kelompok masyarakat.

Teknik penentuan jumlah sampel dari masing-masing kelompok masyarakat tersebut adalah dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Ridwan, 2004):

1

2 +

=

Nd N n

Dimana:

n = jumlah sampel responden yang akan diukur

N = jumlah populasi dalam masing-masing kelompok masyarakat d = presisi yang ditetapkan ( 10 % mengacu pada Umar, 2004)

Teknik Analisa Data

Analisis Dampak Pencemaran Vs Kondisi Kesejahteraan

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya serta besarnya dampak pencemaran lingkungan terhadap kondisi kesejahteraan masyarakat yang tinggal dan melakukan aktivitas di kawasan di sekitar kawasan pesisir yang terkena pencemaran lingkungan. Dalam hal ini variabel kesejahteraan yang digunakan adalah perubahan kondisi kesehatan, perubahan pengeluaran biaya kesehatan dan perubahan pendapatan masyarakat sebelum terjadi pencemaran dengan saat ini dan beberapa tahun kedepan.

Metode analisis yang digunakan adalah metode valuasi ekonomi dengan

pendekatan Contingan Valuation Methode (CVM). Formulasi yang umum digunakan

untuk mengetahui perubahan tingkat kesejahteraan masyarakat adalah sebagai melalui pendekatan fungsi permintaan dari WTP masyarkat dengan formulasi sebagai berikut, Adrianto (2006):


(49)

3 3 2 2 1 1 1

0 X X X

WTP

n i

i =β +

β +β +β

=

Sedangkan untuk mengetahui nilai uang kompensasi di masa lalu dilakukan

dengan compounding dengan formulasi t

r CF ) 1 ( 1 +

= dan masa nilai uang kompensasi

yang akan datang dilakukan discounting dengan formulasi DF =(1+r)t.

Untuk data yang tidak bisa diperoleh dari responden mengenai dampak kerugian dari pencemaran tersebut adalah dengan menggunakan proxy harga pasar, yaitu memberikan penilaian melalui nilai harga pasar yang berlaku pada saat itu dan berlaku di lokasi masyarakat berada.

Metode biaya pengobatan (Cost of Illness) digunakan untuk memperkirakan

biaya morbiditas akibat perubahan yang menyebabkan orang menderita sakit. Total biaya dihitung baik secara langsung maupun tidak langsung. Biaya langsung yaitu mengukur biaya yang harus disediakan untuk perlakukan penderita lain meliputi: biaya berobat di puskesmas atau rumah sakit, biaya perawatan selama penyembuhan, biaya obat-obatan, atua biaya pelayanan kesehatan lainnya.

Biaya tidak langsung mengukur nilai kehilangan produktivitas akibat seseorang menderita sakit. Biaya tidak langsung diukur melalui penggandaan upah oleh kehilangan waktu karena tidak bekerja. Taksiran biaya tidak termasuk rasa sakit yang diderita dan biaya penderitaannya sendiri. Umumnya digunakan untuk menilai dampak polusi udara terhadap morbiditas.

Analisis Keinginan Berpartisipasi Masyarakat

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya keinginan masyarakat untuk ikut berpartisipasi (keinginan membayar/WTP) dalam pengendalian pencemaran dan pengelolaan lingkungan. Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

analisis Regresi Logit, mengacu pada Ramanathan, (1998). Regresi Logit merupakan

suatu analisis regresi yang didasarkan pilihan responden, dalam hal ini adalah ada tidaknya keinginan masyarakat untuk berpartisipasi/membayar (WTP). Sehingga hasil akhirnya adalah probabilitas masyarakat untuk berpartisipasi (WTP) dalam pengendalian pencemaran dan pengelolaan lingkungan kedepan. Adapun formula regresi logit, sebagai berikut:


(50)

k k X X X X e

e k k

β β β β β β + + + + = = = + + + ... ( 1 ) X I 1 (Y E P 1 1 0 ... i i 1 1 0 Dimana :

Pi = sebuah kemungkinan dengan Yi=1

β° = Intersep

X1 = Kenyamanan di kawasan pesisir Medang Kampai

X2 = Usia

X3 = Tingkat pendidikan

X4 = Jenis pekerjaan

X5 = Rata-rata pendapatan per/bulan

X6 = Banyaknya tanggungan keluarga

K = Banyaknya X

e = Exp (β) = Odd ratio

Li = ln

Persamaan tersebut di atas disebut dengan persamaan logistik/logit. Dimana Li dikenal dengan logit, yang merupakan logaritma dari rasio sebelumnya dan linear dalam

variabel independen dan parameter. Metode estimasinya adalah Maximum Likelihood

Estimator (MLE) dan koefisien yang didapatkan konsisten.

Pengujian Model Regresi Logit

Uji Wald

Uji Wald digunakan untuk menguji perbedaan pengaruh antara taraf atribut yang peubah bonekanya bernilai 1 dengan taraf lain dari atribut yang semua peubahnya bernilai nol.

H0:βi = 0

H1:βi ≠ 0

Dimana :

βi = Vektor koefisien dihubungkan dengan penduga (koefisien X).

SE (βi) = Galat kesalahan dari βi

Odd Ratio

Odd ratio merupakan kemunculan dari peubah respon (Y=1) sebesar exp (β) kali jika taraf atribut yang peubah bonekanya bernilai 1 muncul, dibandingkan dengan taraf atrtibut tersebut yang semua peubah bonekanya bernilai 0 muncul. Dengan kata lain, odd ratio merupakan interpretasi dari sebuah peluang.


(51)

Kebaikan Model

Berbeda dengan regresi linear, dalam regresi logit, tingkat kebaikan model dapat

dilihat secara langsung dari Percentge Correct dalam Clasification Table. Semakin besar

persentase nilai yang muncul, semakin bagus model yang digunakan.

Omnibus Test of Model Coefficient

Omnibus Test Coefficient digunakan untuk melihat apakah model yang digunakan nyata atau tidak. Dalam metode pengujian ini terdapat nilai Chi-square yang merupakan rasio likelihood antara ’model dengan variabel’ dengan ’model tanpa variabel’.

Interpretasi Koefisien

Jika koefisien bertanda (+) maka odd ratio akan lebih dari 1. jika variabelnya

merupakan skala nominal (dummy) maka Dummy=1 memiliki kecenderungan untuk Y=1

sebesar exp (β) kali dibandingkan dengan Dummy=0. jika variabelnya bukan Dummy

maka semakin besar X maka exp (β) ≥1. sehingga semakin besar pula kecenderungan

untuk Y = 1.

Analisis Nilai Partisipasi Masyarakat

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui nominal partisipasi (keinginan membayar/WTP) masyarakat dalam rangka pengendalian pencemaran dan pengelolaan lingkungan kedepan. Metode yang digunakan dalam analisis ini adalah Contingent

Valuation Method (CVM) dengan pendekatan referendum tertutup (dichotomous choice)

(Hanley dan Spash, 1993). Pendekatan ini digunakan karena metode ini di lapangan lebih memudahkan responden memahami maksud dan tujuan dari penelitian dibandingkan metode yang lain. Penelitian ini akan terfokus pada besarnya WTP dari responden masyarakat Dumai khususnya masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi kilang minyak.

Analisis Faktor Kunci Pengelolaan Lingkungan

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui dan merumuskan skenario pengendalian pencemaran dan pengelolaan lingkungan ke depan berdasarkan persepsi masyarakat.


(1)

69

and uncontaminated locations in Hong Kong coastal waters.

Baseline / Marine

Pollution Bulletin

46 (2003) 1035–1048

Katayama, Y,. Tetsu Oura, Mihoko Iizuka. Izumi Orita. KyungJin Cho. Mitsumasa

Okada. 2003. Effects of spilled oil on microbial communities in a tidal flat In

Young Chung.

Marine Pollution Bulletin

47 (2003) 85–90

Kr€ogera S., Sergey Piletskyb, Anthony P.F. Turner. Biosensors for marine pollution

research, monitoring and control

. Marine Pollution Bulletin

45 (2002) 24–34

Mayer-Pinto. M., A.O.R. Junqueira. 2003. Effects of organic pollution on the initial

development of fouli

ng communities in a tropical bay, Brazil.

Marine Pollution

Bulletin 46 (2003) 1495–1503

Pertamina PT (Persero) (2005). Pemantauan Lingkungan Kilang PT Pertamina UP II

Dumai tahun 2005. Dumai

Russo R.C.. 2002. Development of marine water quality criteria for the USA..

Marine

Pollution Bulletin

45 (2002) 84–91

Ramanathan, R. 1998.

Introductory Econometrics: with Applications

. The Dryden Press.

University of California. San Diego. Fourth Edition.

Ryder K., A. Temara., D.A. Holdway. 2004. Avoidance of crude-oil contaminated

sediment by the Australian seastar, Patiriella exigua (Echinodermata:

Asteroidea).

Marine Pollution Bulletin

xxx (2004) xxx–xxx

Salim,E. (2004).

Jurnal Ekonomi Lingkungan.

Edisi XV Desember 2004

Singarimbun (1987). Metode Penelitian Survai. LP3ES

Supriharyono. 2000.

Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir

Tropis

. PT. Gramedia Putaka Utama. Jakarta

Takarina, N.D., David R. B., Michael J.R. 2004. Speciation of heavy metals in coastal

sediments of Semarang, Indonesia.

Baseline / Marine Pollution Bulletin

49

(2004) 854–874

Ukwe C.N., C.A. Ibe., B.I. Alo K.K. Yumkella. 2003. Achieving a paradigm shift in

environmental and living resources management in the Gulf of Guinea: the large

marine ecosystem approach.

Marine Pollution Bulletin

47 (2003) 219–225

Wittmann, G.T.W. 1979. Toxic Metal. In Forstner, U., and G.T. Wittmann (Eds.)

Metal

Pollutions in The Aquatic Environment

. Spinger-Verlag.

Yap, C.K., A. Ismail, S.G. Tan. 2003. Cd and Zn concentrations in the straits of Malacca

and intertidal sediments of the west coast of Peninsular Malaysia.

Baseline /

Marine Pollution Bulletin

46 (2003) 1341–1358


(2)

(3)

71

Lampiran 2: Tabel Definisi Variabel dalam Persamaan Regresi Logit Nama

Variabel

Deskripsi

Variabel Independent (variabel respon)

B1 Keinginan untuk membayar biaya perbaikan kualitas lingkungan 0: Tidak Mau Membayar 1: Mau Membayar

B2 Besarnya nilai WTP dari responden

0: 0 – Rp 2.500,- 1: Rp. 2.500,- - Rp. 5.000,- dan Rp. 10.000,-

Variable Dependen (Variabel penjelas)

A1 Jenis Kelamin

0: Perempuan 1: Laki-laki

A2 Tingkat Umur

1: 15-22 tahun 2: 23-28 tahun 3: 28-50 tahun A3 Tingkat Pendidikan

1: SD/sederajat 2: SLTP/sederajat 3: SLTA/sederajat dan PT

A4 Jenis pekerjaan

1: Karyawan, Buruh, Pegawai

2: Pedagang, Petani, Montir, Wiraswasta 3: Mahasiswa dan Pengangguran/Tidak bekerja C1 Tingkat Pendapatan

1: < 500.000,- 2: Rp. 500.000,- s/d Rp. 1.000.000,- 3: >Rp.1.000.000,-

C2 Biaya tanggungan keluarga


(4)

Lampiran 3 Hasil Analisa Regresi Logit (1)

REGRESI LOGISTIK

™ Hasil Analisis Regresi Logit (1) Tabel 1.

Variabel Β (Koefisien) Exp (Β) Signifikansi A2 A2 (1) (2) (3) (4) A3 A3 (1) (2) (3) C1 (1) C2 C2 (1) (2) Konstanta -6.146 -7.652 -10.402 -11.467 12.754 10.398 8.949 -4.571 11.868 1.761 2.020 0.002 0.000 0.000 0.000 345947.9 32789.039 7703.575 0.010 142669.9 5.821 7.538 0.462 0.970 0.963 0.950 0.944 0.447 0.938 0.950 0.957 0.092 0.318 0.797 0.134 0.993 -2 Loglikelihood untuk Block Number = 0 49.961 -2 Loglikelihood untuk Block Number = 1 26.088 R2(Nagelkerke) 0.642

Keterangan :

A2 : Tingkat Umur A2 (1) : 21 – 30 tahun

(2) : 31 – 40 tahun (3) : 41 – 50 tahun (4) : > 50 tahun

A3 : Tingkat Pendidikan A3 (1) : SLTP sederajat

(2) : SLTA sederajat

(3) : Akademi / Perguruan Tinggi C1 : Pendapatan

C1(1) : Rp. 750.000; s/d Rp. 1.000.000; C2 : Jumlah Tanggungan Keluarga C2(1) : 5 orang


(5)

73

Lanjutan Lampiran 3

Variabel Β (Koefisien) Exp (Β) Signifikansi A2 A2 (1) (2) (3) (4) A3 A3 (1) (2) (3) C1 (1) C2 C2 (1) (2) Konstanta -6.146 -7.652 -10.402 -11.467 12.754 10.398 8.949 -4.571 11.868 1.761 2.020 0.002 0.000 0.000 0.000 345947.9 32789.039 7703.575 0.010 142669.9 5.821 7.538 0.462 0.970 0.963 0.950 0.944 0.447 0.938 0.950 0.957 0.092 0.318 0.797 0.134 0.993 -2 Loglikelihood untuk Block Number = 0 49.961 -2 Loglikelihood untuk Block Number = 1 26.088 R2(Nagelkerke) 0.642

Keterangan :

A2 : Tingkat Umur A2 (1) : 21 – 30 tahun

(5) : 31 – 40 tahun (6) : 41 – 50 tahun (7) : > 50 tahun

A3 : Tingkat Pendidikan A3 (1) : SLTP sederajat

(4): SLTA sederajat

(5): Akademi / Perguruan Tinggi C1 : Pendapatan

C1(1) : Rp. 750.000; s/d Rp. 1.000.000;

C2 : Jumlah Tanggungan Keluarga C2(1) : 5 orang


(6)