67
ke Granada. Ibnu Khaldun khawatir jika musuh – musuh Ibnu Khaldun
membunuh atau menyiksa keluarganya, namun Ibnu Khaldun juga tidak mau jika, keluarga mengikutinya. Oleh karena itu, Ibnu Khaldun meminta agar Ibnu Ahmar,
sebagai Sultan Granada sudi meyelamatkan keluarganya. Tetapi Sultan tidak mau mengabulkan, maka Ibnu Khaldun dan keluargannya pun pergi untuk
meninggalkan Andalusia.
3. Fase ke-3: Masa Kepengarangan. Tahun 776 - 784 H 1374 - 1382 M.
Pada waktu Ibnu Khaldun setelah meninggalkan Andalusia, terus menaiki perahu menuju Maghribi dan turun di pelabuhan Hunain, tidak tahu kemana Ibnu
Khaldun dan keluarga harus pergi, maka Ibnu Khaldun berfikir bagaimana jika Ibnu Khaldun tinggal di Tilimsan, sebab di sana terdapat saudara yang bernama
Yahya, yang hidup dengan Abu Hammu. Ibnu Khaldun masih berfikir antara pergi dan tidak, sebab Abu Hammu masih menaruh dendam kepada Ibnu Khaldun,
mengingat Ibnu Khaldun telah berkali - kali berhianat dan berusaha menggulingkannya Ali Abdul Wahidwafi, 1985: 43.
Ibnu Khaldun mengatur siasat. Bagaimana cara agar berhasil mendekatkan kepada penguasa Tilimsan, Abu Hammu, maka Ibnu Khaldun pun meminta
bantuan kepada beberapa orang berpengaruh dikalangan atas agar sudi mendekatkan dirinya kepada sultan dan memintakan ampunan kepadanya, dengan
perantaraan orang - orang yang berpengaruh ini, maka Ibnu Khaldun dapat berhasil masuk ke Tilimsan, dan tepatnya Ibnu Khaldun memasuki Tilimsan pada
Hari Raya Idul Fitri tahun 776 H 1374 M. Pada Idhul Fitri tahun 776 H, Ibnu Khaldun kembali lagi ke Tilimsan dan
berkumpul lagi dengan keluarganya. Dalam usia yang menjelang 50 tahun, tampak Ibnu Khaldun merasa bosan dengan kehidupan politik yang selalu
bergejolak dihadapannya, Kini Ibnu Khaldun merindukan kehidupan yang bebas dari keributan, kehidupan yang sepenuhnya diwarnai
kontemplasi,
pemikiran, dan kreasi, akhirnya Ibnu Khaldun memutuskan untuk hidup menyendiri, guna
menyusun karya - karyanya di sebuah benteng Ibnu Salamah, disebuah istana Banu Arif Zainab Al-Khudairi, 1987: 14.
68
Ibnu Khaldun begitu tiba di Tilimsan, berjanji untuk tidak kembali ke dalam dunia politik, sisa - sisa umur Ibnu Khaldun akan dipergunakan untuk
membaca - menulis, dan mengarang. Namun, Abu Hammu menghendaki lain. Baginya Ibnu Khaldun orang berarti yang tenaganya tidak boleh disia - siakan
begitu saja. Abu Hammu memberi tugas keliling kepada Ibnu Khaldun, mendatangi kabilah - kabilah yang tersebar di seluruh daerah dan mengajak untuk
tunduk pada pemerintahannya. Sedangkan Ibnu Khaldun sudah mantap hatinya, untuk tidak lagi berkiprah di dunia politik. Oleh karena itu, agar tidak timbul
perasaan tidak baik dalam diri Abu Hammu, maka Ibnu Khaldun berpura - pura menerima tugas itu, kesempatannya menemui kabilah - kabilah tersebut
dipergunakannya untuk mengadakan pengamatan dalam rangka mencari tempat yang sesuai baginya untuk membaca dan mengarang. Pilihannya jatuh pada rumah
teman - temannya dari Bani Uraif Ali Abdulwahid Wafi, 1985: 46. Teman - teman Ibnu Khaldun inipun memintakan maaf kepada Sutan Abu
Hammu, atas segala kekhilafan yang telah dilakukan Ibnu Khaldun dimasa - masa lalu. Sultan pun akhirnya memaafkan dan mengizinkan Ibnu Khaldun tinggal,
segera teman - teman Ibnu Khaldun memilihkan salah satu istana yang terletak di Qal‟at Ibnu Salamah, propinsi Tojin, untuk tempat tinggal Ibnu Khaldun.
Tentang hal itu, Ibnu Khaldun menceritakannya dalam bukunya at - Ta‟arif: 227 - 228, yang dikutip Ali Abdulwahid Wafi 1985: 46 - 47:
Waktu itu, diajukan kepada sultan Abu Hammu suatu pendapat untuk menundukkan orang - orang Dawwadu kabilah terhormat dari Bani Hilal,
serta kepentingannya untuk melumpuhkan mereka. Dia memanggilku, kemudian memberiku tugas untuk menemui mereka dalam rangka
merealisasikan maksud tersebut. Aku menolaknya, sebab aku telah merasakan pengucilan dan terputusnya hubungan akibat pekerjaan semacam
itu. Namun aku pura - pura juga menerimanya, maka akupun menuju rumah Tilimsan, sesampai di Buthota tempat yang terletak antara Baskarah dan
Tilimsan, aku meneruskan perjalanan ke arah kanan Mandas, kemudian menuju perkampungan warga Uraif, sebelum mencapai gunung Kazoul.
Mereka menerimaku dengan sangat hormat, dan akupun tinggal bersama mereka beberapa hari, dan bahkan mereka menjemput keluarga dan anak -
anakku, di Tilimsan, mereka berbuat banyak kebaikan dengan mengajukan berbagai alasan kepada sultan bahwa aku tidak dapat melaksanakan tugas
69
dan beban yang telah diamanatkan kepadaku, mereka juga menyediakan tempat tinggal bagiku dan bagi keluargaku di Qa‟lat Ibnu Salamah.
Pada akhirnya Ibnu Khaldun memutuskan untuk mengasingkan diri di suatu tempat di tengah padang pasir, di
Qal‟at Ibnu Salamah daerah Aljazair. Di sana, di tengah kesunyian dan ketenangan padang pasir, Ibnu Khaldun dapat
dengan tenang memusatkan perhatian pada merenung, memikir dan menulis buku, di bawah perlindungan kabilah tersebut A.Rahman Zainuddin, 1992: 48.
Dalam outobiografinya yang dikutip Toynbee Ahmad Syafii Ma‟arif 1992: 16, Ibnu Khaldun menulis:
S aya mengukuhkan diri saya bersama keluarga di Qa‟lat Ibnu Salamah,
sebuah istana yang terletak di negeri Banu Tajin yang diperoleh dari sultan suku Dawadu dalam bentuk hak feodal. Saya tinggal di sana selama empat
tahun, sepenuhnya bebas dari kesusahan dan dari huru - hara urusan umum dan disanalah saya mulai menyusun karya saya--sejarah universal. Dalam
pengunduran diri inilah saya merampungkan
al-Muqaddimah,
sebuah karya yang seluruhnya orisinal dalam perencanaanya dan yang saya ramu
dari hasil penelitian luas yang terbaik, sewaktu sa ya tinggal di Qa‟lat Ibnu
Salamah, saya menempati sederetan kamar yang luas dan kuat yang dulunya dibangun oleh Abu Bakar Ibn Arif. Selama menetap yang cukup
lama di Istana ini, saya melupakan sepenuhnya kerajaan - kerajaan di Maghribi dan Tilimsan, serta tidak memikirkan apa - apa kecuali karya
yang sekarang ini.
Selama 4 tahun Ibnu Khaldun tinggal bersama keluarganya di rumah yang terpencil itu, hidup dengan tenang dan tenteram. Hari - harinya dipergunakan
untuk studi dan mengarang. Ditulisnya sebuah karya yang monumental terkenal Kitab
Al-Ibar
, pembahasan tentang sejarah. Kitab tersebut di dahului oleh oleh sebuah pembahasan tentang masalah - masalah sosial manusia, yang kemudian
dikenal dengan nama:
Muqaddimah Ibnu Khaldun,
yang terdiri dari pengantar sepanjang tujuh halaman, dan sebuah pendahuluan kecil yang dinamai Ibnu
Khaldun dengan: Pendahuluan tentang keutamaan ilmu sejarah, sepanjang tiga puluh halaman. Kitab pertamanya ini terdiri dari enam bab yang berisikan
pembahasan - pembahsan panjang mengenai masalah - masalah sosial, sekitar enam ratus lima puluh halaman Ali Abdulwahid Wafi, 1985: 47.
70
Ibnu Khaldun pada waktu itu berumur sekitar 45 tahun. Pengetahuannya sudah sempurna dan masak. Dimensi persepsinya terus meluas. Dan pemikirannya
memuncak, Ibnu Khaldun banyak menarik kesimpulan dari pengalaman dan persepsinya terhadap masalah- masalah sosial pada umumnya, serta terhadap
pengalaman terjun ke dunia politik selama sepermpat abad pada khususnya. Pengalaman - pengalaman hidup bersama sultan dan para amir di istana - istana
kerajaan Maghribi dan Andalusia, hidup dalam tahanan, di padang luas bersama orang - orang Badui dan para kabilah, semuanya turut memperkaya khazanah
pengetahuannya. Pemikiran yang paling banyak mempengaruhi Ibnu Khaldun dalam
menuangkan ide dan pemikirannya adalah seorang pemikir yang bernama Lisanuddin Ibnu al-
Khatib Muhammad bin Abdillah bin Sa‟id, salah seorang penyair dan penulis Andalusia pada abad VIII H. Dan karya al-Khatib yang
berjudul
al-Ihathah fi Akbari Gharnathah
Sejarah Granada, telah memberikan insiparsi dalam menulis kitab
al-Ibar
dan
al-Muqaddimah
-nya Fathiyah Hasan Sulaiman, 1987: 18. Begitu pula dengan pengarang - pengarang buku yang
lainnya yang sering dikutip oleh Ibnu Khaldun seperti at-Thabari dengan kronik- nya yang terkenal, al-
Mas‟udi dengan bukunya “Padang Rumput Emas” Muruj adz-Dzhahab, Untuk ilmu bumi Ibnu Khaldun dipengaruhi oleh Said Syarif
Marokko al-Idrisi dengan
kitab Rujar,
sedangkan mengenai politik Ibnu Khaldun terpengaruh oleh al-Mawardi dengan bukunya yang berjudul
“Konstitusi Politik”
al-Ahkam As-Sulthaniyah
Ismail Yak‟ub, 1982: 12. Sebagai seorang filosof Muslim, pemikiran Ibnu Khaldun sangatlah
rasional dan banyak berpegang pada logika. Tokoh yang dominan yang paling banyak mempengaruhi pemikiran filsafatnya adalah al-Ghazali 1105 - 1111 M,
meskipun pemikiran Ibnu Khaldun sangat berbeda dengan al-Ghazali dalam masalah logika, dimana al-Ghazali jelas - jelas menentang logika, karena hasil
pemikiran berdasar logika atau akal hanya akan mempersempit rahmat Allah SWT, meskipun begitu Ibnu Khaldun masih menghargai logika sebagai metode
yang dapat melatih seseorang berpikir sistematis Bayu Rohmato, 2008: XIV.
71
Ibnu Khaldun mengatakan bahwa selain terpengaruh dari pemikiran - pemikiran orang lain. Gagasan - demi gagasan mengucur keluar dari kepalanya,
hal ini dibuktikan bahwa draf pertama bukunya itu jauh dari perpustakaan yang agak lengkap, jadi Ibnu Khaldun lebih banyak mengandalkan ingatannya dan
buku - buku dari koleksi pribadinya yang kebetulan terbawa olehnya A.Rahman Zainuddin, 1992: 48 - 49.
Ibnu Khaldun mulai menulis
Muqaddimah-
nya di istana Ibnu Salama, Ibnu Khaldun memusatkan perhatiannya pada perbedaan antara dunia Islam abad ke -
10 dengan dunia Islam abad ke -14. Gambarannya Islam abad ke -10, didasari pada pandangan cendikiawan muslim yang dipilihnya yaitu Al-
Mas‟udi, dalam karya yang disajikan, menampilkan keadaan sosial dan ekonomi. Tidak puas
dengan penulisan sejarah yang sederhana, yang hanya menyebut nama tahun dan dinasti, Ibnu Khaldun lalu memikirkan perlunya suatu pengetahuan baru, yakni
“pengetahuan tentang kebudayaan atau masyarakat”.
Ilm Al-Umran.
Ibnu Khaldun meyadari bahwa karyanya harus memiliki ruang lingkup yang lebih luas, dan
tidak hanya terbatas pada wilayah Maghribi saja. Dalam menyajikan orang Nomade, misalnya, Ibnu Khaldun juga menyebutkan kelompok suku Arab,
Barbar, Turki, dan Mongol Akbar S. Ahmed, 1992: 113. Otak Ibnu Khaldun yang cemerlang, memiliki pikiran yang panjang dan
pandangannya yang tajam, membuat Ibnu Khaldun begitu mendalam, di dalam meneliti setiap gejala alam yang disaksikannya. Satu peristiwa dan peristiwa lain
yang tampak mempunyai kesamaan dibanding - bandingkan, dibahas sebab - sebabnya, serta dipisah - pisahkan antara yang tampak nyata dan yang tersusun
seperti yang lazim dipakai, kemudian dikembalikan kepada hukum - hukum yang universal. Demikianlah sehingga kitab
Muqaddimah
ini membuka lebar - lebar jalan menuju pembahasan ilmu - ilmu sosial.
Ibnu Khaldun selesai menulis kitab
Muqaddimah
, pada pertengahan tahun 779 H. Untuk menulisnya Ibnu Khaldun hanya menghabiskan waktu selama 5
bulan saja, seperti yang dinyatakan di dalam penutup
Muqaddimah
alih bahasa Ahmadie Thaha 2000: 838.
72
Saya selesaikan komposisi dan naskah dari pasal yang pertama ini, sebelum revisi dan koreksi, selama lima bulan, berakhir pada pertengahan
tahun 779 H November 1337 M. Lalu saya merevisi dan mengoreksi buku ini, dan saya tambahkan kepadanya sejarah berbagai macam bangsa,
sebagaimana telah saya sebutkan dan saya niatkan untuk melakukannya pada permulaan karya itu.
Ibnu Khaldun menyatakan keheranannya karena dapat menyelesaikan penulisan kitab tersebut dalam waktu yang pendek, yaitu lima bulan,
keheranannya itu selayaknya terjadi, sebab pembahasan seperti yang dilakukannya dalam
Muqaddimah-
nya memang layak untuk kita kagumi. Karya sebesar itu seharusnya ditulis oleh orang dalam waktu yang lama dan bahkan bertahun -
tahun. Pandangannya yang tajam dan kritis bekerja secara aktif selama hidup penuh pergolakan dan peristiwa. Otaknya yang cemerlang menyimpan semua
pengetahuannya. Dan akalnya yang aktif terus bekerja menata kenyataan - kenyataan yang dilihatnya, menimbang - nimbang antara yang satu dengan yang
lainnya, kemudian ditariknya kesimpulan kesimpulan yang akhir, semuanya itu berlangsung tanpa disadarinya atau diluar kesadarannya.
Begitu hidup Ibnu Khaldun mapan, tenang, tentram, ingatan - ingatan itu muncul kembali akan kesadarannya satu demi satu. Akhirnya muncullah karya
besarnya kitab
Muqaddimah
, Suatu pembahasan yang membuatnya terheran, seperti juga beribu - ribu sarjana dan ahli - ahli pikir dunia kagum membacanya.
Setelah menyebut nama
Muqaddimah Ibn Khaldun,
selanjutnya Ibnu Khaldun mengatakan dalam autobiografinya yang dikutip Ali Abdulwahid Wafi 1985: 48:
Kitab yang kedua berisikan pembahasan mengenai berita dunia Arab, generasi - generasi beserta negara - negara yang pernah hidup di atasnya
semenjak permulaan kejadian alam hingga masa kini. Di dalamnya disebutkan sekilas semasa mereka terdahulu, seperti bangsa Nabti,
Suryani, Persia, Bani Israil, Qibti, Yunani, Rumawi, Turki, dan perancis. Sedangkan kitab ketiga berisikan berita - berita mengenai bangsa barbar
dan para penguasanya dari kalangan Zanata. Dalam kitab ini juga disebutkan pimpinan - pimpinan dan generasi - generasi mereka, serta
kerajaan - kerajaan dan negara - negara yang mereka kuasai di wilayah Maghribi khususnya secara lengkap, membahas sejarah alam semesta.
73
Ibnu Khaldun memberi nama kitab yang ke-2 dan ke-3 ini dengan nama populernya:
al-Ibar wa Diiwan al-
Mubtada’ w
al-Khabar, Fii Ayyaa-
mil’ Arab wal’Ajam wal
-
Barbar, wa man’Aaa
- Sharahum min Dzawis - Sulthaan - al-Akbar
Kitab Pelajaran dan Arsip Sejarah Zaman Permulaan dan Zaman Akhir, Mencakup Peristiwa Politik Mengenai Orang - Orang Arab, Non Arab, dan
Bangsa Barbar, serta Raja - Raja yang Semasa dengan Zaman Permulaan dan Zaman Akhir Ahmadie Thoha, 2000: 9.
Ibnu Khaldun memulai menulis kitab sejarah alam semestanya
Al-Ibar
pada akhir tahun 776 H, dan selesai pada akhir tahun 780 H. Dengan demikian, kitab tersebut selesai ditulis selama empat tahun. Dan kita tahu bahwa penulisan
Muqaddimah
, menghabiskan waktu lima bulan, berakhir pada waktu pertengahan tahun 779 H. Dengan begitu, Ibnu Khaldun telah menulis kitab
Muqaddimah-
nya setelah selesai menuliskan bab - bab pembahasan sejarah dari
Al-Ibar
nya Ali Abdulwahid Wafi, 1985: 49.
Dalam menulis kitab sejarah alam semesta
Al-Ibar
dan
Muqaddimah
di kediamannya di Qa‟lat Ibnu Salamah, Ibnu Khaldun hanya menulis berdasarkan
pada hafalan dan ingatannya, di samping beberapa catatan dan sumber - sumber kecil yang bisa diperolehnya di sana. Dan dimungkinkan Ibnu Khaldun
mempunyai perpustakaan pribadi. Setelah membaca karyanya sendiri, Ibnu Khaldun berpendapat bahwa untuk merevisi dan melengkapi kitabnya tersebut,
dibutuhkan pengkajian kembali terhadap berbagai kitab dan sumber - sumber penting yang erat kaitannya dengan pembahasan kitab sejarahnya tersebut. Untuk
itulah Ibnu Khaldun ingin pulang kembali ke tanah airnya, kampung halamannya di Tunisia, sebab di Tunisia Ibnu Khaldun mempunyai perpustakaan besar yang
memungkinkannya menemukan sumber - sumber bacaan yang dibutuhkannya. Di Tunisia, Ibnu Khaldun membaca dan menulis hingga dapat
menyelesaikan revisi kitabnya. Naskah asli kitabnya tersebut diserahkan kepada sultan Abul Abbas pada tahun 784 H, sebagai hadiah pelengkap perpustakaannya.
Tentu Abul Abbas menerimanya dengan gembira. Naskah tersebut terdiri dari kata pengantar, pendahuluan, dan kitab pertama ketiga - tiganya kita kenal sekarang
74
dengan
Muqaddimah Ibn Khaldun
, serta sejarah Maghribi Barbar dan Zanata, negara - negara Arab, sejarah orang - orang Arab yang hidup sebelum Islam
datang dan sesudah kedatangannya, serta sejarah negara - negara Islam. Naskah yang terakhir ini kita kenal dengan nama
“naskah Tunisia”. Tentang hal ini Ibnu Khaldun mengatakan di dalam outobiografinya At-
Ta‟arif hal 223, yang dikutip Ali Abdulwahid Wafi 1985: 49.
Aku sempurnakan bagian dari kitab tersebut yang menyangkut berita - berita bangsa Barbar dan Zanata, aku tulis berita - berita tentang kedua negara
tersebut dan yang terdapat sebelum Islam datang. Aku tulis berita - beritanya yang telah aku ketahui. Satu naskah sengaja aku hadiahkan kepada Sultan,
pelengkap khazanah perpustakaannya
Ibnu Khaldun menyempurnakan naskah kitabnya ini setelah berhijrah ke Mesir. Banyak tambahan bab - bab baru mengenai sejarah negara - negara Islam
yang terdapat di Timur dan Andalusia, sejarah negara - negara Nasrani, bangsa Ajam bangsa - bangsa bukan Arab, serta sejarah Maghribi. Bagian - bagian kitab
Muqaddimah Ibn Khaldun
telah direvisi dengan menambahkan beberapa pasal penting yang belum ada sebelumnya, dan menulis pasal - pasal dengan metode
yang baru. Pernah sekali Abul Abbas mengajak Ibnu Khaldun ikut serta dalam
pertempuran mengusir Ibnu Yamlul Yahya bin Muhammad bin Ahmad bin Yamlul, dalam rangka menguasai kembali kota Towzeur kota yang terletak di
pintu utara Syat el Jarid, sebelah selatan Tunisia, yang direbut dari tangannya semasa ayahnya memerintah. Sebenarnya Ibnu Khaldun tidak menerima ajakan
tersebut. Hanya untuk menjaga hubungan baik, Ibnu Khaldun pun menerimanya dengan berat hati. Ibnu Khaldun sudah mantap tidak akan terjun lagi ke dalam
dunia politik. Sisa - sisa umurnya akan dipersembahkan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan agama Ali Abdulwahid Wafi, 1985: 51.
Ibnu Khaldun berusaha agar, sultan tidak lagi memberikan tugas - tugas politik, Ibnu Khaldun berniat untuk meninggalkan Tunisia. Ibnu Khaldun
mengajukan alasan hendak pergi haji kepada Sultan, dan Sultan pun mengabulkan permohonannya, nasib mujur menghampiri Ibnu Khaldun, ada kapal yang hendak
75
belayar ke Iskandariah dan Ibnu Khaldun pun ikut menaikinya. Beratus - ratus manusia, para sahabat, dan murid - muridnya berdiri di pinggir pelabuhan dan
memandang kapal yang mulai berlayar sambil melambai - lambaikan tangan, seakan - akan merasakan perpisahan terakhir dengan seorang guru yang mereka
cintai, seorang pemimpin besar yang tak sedikit artinya bagi sejarah dunia politik Maghribi, tahun 784 H Oktober 1382 M, Ibnu Khaldun berangkat menuju
negara Timur, meninggalkan Maghribi untuk selama - lamanya, sesudah itu Ibnu Khaldun tidak pernah datang lagi ke sana, selama - lamanya.
4. Fase Ke-4, Masa Mengajar dan Tugas Hakim Negeri di Mesir. Tahun 784 - 808 H 1382 - 1406 M.