2015. Scoot 2000 dalam Putra dkk 2014 menyatakan bahwa terdapat dua jenis asimetri informasi, yaitu:
a. Adverse selection
Adverse selection yaitu orang dalam seperti manajer dan lainnya memiliki informasi yang lebih banyak jika dibandingkan dengan pihak luar.
Informasi yang didapat lebih banyak oleh manajer dan orang dalam lainnya memungkinkan pengambilan keputusan yang hanya menguntungkan pihak
dalam perusahaan saja dan pihak lain dirugikan. b.
Moral hazard Moral hazard yaitu pihak luar seperti pemegang saham dan pemberi
pinjaman tidak dapat mengamati kegiatan yang dilakukan oleh manajer sepenuhnya, dengan begitu manajer dapat melakukan tindakan yang dapat
berdampak negatif terhadap perusahaan dan pemegang saham. Perataan laba termasuk asimetri informasi karena manajemen
mendapatkan informasi yang lebih dibandingkan informasi yang didapat pengguna laporan keuangan. Beberapa pihak berpendapat perataan laba
merupakan suatu tindakan yang merugikan pengguna informasi. Dalam informasi tersebut tidak menyajikan kondisi yang sebenarnya secara wajar
karena telah dimanipulasi oleh pembuat informasi manajemen. Sedangkan beberapa pihak lain berpendapat bahwa hal tersebut dianggap wajar selama
hal tersebut dilakukan sesuai dengan peraturan yang ada atau tidak melanggar standar akuntansi walaupun hal tersebut mengurangi keandalan informasi.
2. Income Smoothing
Manajemen laba adalah tindakan yang dilakukan oleh manajemen dengan melakukan manipulasi menaikkan atau menurunkan laba sehingga
tidak terjadi peningkatan atau penurunan laba secara fluktuatif sehingga laba yang dilaporkan sesuai dengan keinginan manajemen. Manajemen laba terjadi
ketika para manajer menggunakan pertimbangan dalam pelaporan keuangan dan menggunakan rancangan transaksi yang telah dibuatnya yang terstruktur
untuk mengubah laporan keuangan yang dapat menyesatkan stakeholder mengenai kinerja perusahaan sehingga manajemen laba dikatakan sebagai
tindakan yang menyimpang Cohen dan Zarowin, 2010 dalam Wiyadi dkk, 2016. Purwanto 2004 dalam Ocatavania dan Asyik 2014 menyatakan
bahwa perataan laba didefinisikan sebagai cara yang digunakan manajemen untuk mengurang fluktuasi laba yang dilaporkan agar sesuai dengan target
yang diinginkan baik melalui metode akuntansi artificial maupun melalui transaksi ekonomi real. Foster 1986 dalam Ocatavania dan Asyik 2014
mengatakan tujuan perataan laba sebagai berikut: a.
Memperbaiki citra perusahaan dimata pihak luar atau stakeholder atas
kinerja perusahaan yang kurang baik.
b. Memberi informasi yang relevan dalam melakukan prediksi laba dimasa
depan.
c.
Meningkatkan kepuasan relasi bisnis.
d.
Memperbaiki persepsi pihak luar pada kemampuan manajemen
e.
Meningkatkan bonus yang didapatkan oleh manajemen
Watts dan Zimmerman 1986 dalam Wulandari dkk 2014 perataan laba dirumuskan dalam teori akuntansi positif yang menjelaskan tentang
praktik-praktik perataan laba, yaitu: a.
The bonus plan hypothesis The bonus plan hypothesis merupakan hipotesis yang mengatakan
bahwa para manajer yang memiliki program bonus berkemungkinan menggunakan metode akuntansi yang dapat meningkatkan laba pada periode
berjalan. Hal tersebut terjadi karena para manajer perusahaan beranggapan bahwa dengan laba yang meningkat mungkin akan meningkatkan presentasi
bonus yang akan didapatkannya. b.
The debtequity hypothesis debt convenant hypothesis Debt convenant hypothesis yaitu ketika perusahaan memiliki debt to
equity ratio yang tinggi, dalam hal ini manajer menggunakan metode akuntansi yang dapat melaporkan pendapatan atau laba yang tinggi pada
periode tersebut. Hal tersebut dikarenakan ketika perusahaan melaporkan debt equity ratio yang tinggi akan menyebabkan perusahaan tersebut kesulitan
dalam memperoleh pendanaan dari pihak kreditur. Debt equity ratio menunjukkan rasio hutang terhadap ekuitas sehingga pihak investor maupun
kreditur dapat melihat seberapa banyak perusahaan memiliki hutang jika dibandingkan dengan ekuitasnya.
c. The political cost hypothesis size hypothesis
Political cost hypothesis yaitu hipotesis yang memberikan asumsi bahwa perusahaan besar memiliki sensitifitas yang tinggi pada kepentingan
politik. Semakin besar perusahaan maka semakin besar pula kemungkinan perusahaan tersebut memilih metode akuntansi yang dapat menurunkan laba.
Hal ini disebabkan karena apabila laba yang dilaporkan tinggi maka pajak perusahaan akan tinggi pula.
Penelitian yang dilakukan Eckel 1981 dalam Adiningsih dan Asyik 2014 menyatakan terdapat dua jenis perataan laba, yaitu:
a. Perataan alami natural smoothing.
Perataan alami merupakan perataan laba yang terjadi secara alami karena proses dalam menghasilkan laba tanpa adanya campur tangan manajer dalam
merekayasa laba perusahaan. b.
Perataan yang disengaja intentianally smoothing Dalam perataan yang disengaja dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
1 Artificial smoothing adalah manipulasi laba yang dilakukan dengan
prosedur akuntansi untuk memindahkan biaya atau pendapatan dari satu periode ke periode lainnya.
2 Real smoothing, terjadi karena adanya intervensi atau campur tangan oleh
manajer. Scoot 2000 dalam Zahro 2014 membagi manajemen laba
menjadi 4 pola yaitu dengan cara: a.
Taking a bath Taking a bath adalah salah satu dari pola manajemen laba yang
menjadikan laba perusahaan pada periode berjalan menjadi ekstrem yaitu laba yang mengalami kenaikan ataupun penurunan yang sangat drastis apabila