Sejarah pengaturan pelayaran laut di Indonesia

27 f. Keppres No. 6 Tahun 1980 LN. 1980 No. 3 tentang Pengesahan Persetujuan Dasar Antara RI dan PNG tentang Pengaturan-Pengaturan Perbatasan Kedua Negara. 7

2. Sejarah pengaturan pelayaran laut di Indonesia

Indonesia merupakan Negara Kepulauan dengan laut yang terbesar di dunia yang memiliki bentang laut luas dengan ribuan pulau besar dan kecil. Jumlah pulaunya lebih dari 13.500 buah dan mencakup wilayah sepanjang 3.000 mil laut dari Sabang sampai Merauke. Namun sayangnya, potensi lautan yang luas tersebut belum mampu dijaga secara maksimal, sementara aktivitas pemanfaatan wilayah laut Indonesia untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi potensi ekonomi laut dan jasa transportasi laut semakin meningkat, sehingga potensi terjadinya pelanggaran semakin besar. Persoalan utama yang mendapatkan perhatian sampai saat ini dan belum terselesaikan dengan baik adalah adanya beberapa lembaga yang berwenang menangani pelanggaran hukum di wilayah laut Indonesia secara tersendiri dan terpisah, seperti TNI AL, Polair, Ditjen Imigrasi, Ditjen Bea Cukai, Kejaksaan, Ditjen Perhubungan Laut Armada PLPKPLP, Kehutanan dan KKP. 8 Tumpang tindih kewenangan dalam aparat tersebut kerap kali terjadi, misalnya yang terjadi antara TNI AL dan Bea Cukai. TNI AL bertugas mengawasi hingga Zona Ekonomi Eksklusif ZEE, namun wilayah tugas Bea dan 7 Ibid hal 40‐41 8 Jurnalmaritim.com Universitas Sumatera Utara 28 Cukai tidak begitu jelas pengaturannya, sehingga tidak jarang terjadi persinggungan antara TNI AL dan Bea Cukai dalam menangani kasus pelanggaran di perairan Indonesia. RUU Kelautan sebagai bagian dari upaya untuk memberikan kepastian hukum dalam penegakan hukum harus sekaligus mampu menyelesaikan masalah tumpang tindihnya sistem penegakan hukum di wilayah laut. Keberadaan RUU Kelautan ketika diundangkan seharusnya tidak menimbulkan masalah baru, akan tetapi justru membantu menyederhanakan kerumitan persoalan penegakan hukum di laut, sehingga lebih mampu memberikan kepastian hukum bagi institusi yang memiliki kewenangan di wilayah laut dan memberikan kepastian hukum kepada pelaku usaha, pengguna jasa, dan transportasi laut. Untuk memastikan RUU Kelautan mampu mengelaborasi dan mengakomodasi seluruh kepentingan nasional terhadap kedaulatan, pengamanan, dan pengembangan wilayah laut Indonesia maka harus dipastikan mekanisme sistem penegakan hukum di wilayah laut terakomodasi dan Rancangan Undang-Undang. Selebihnya, proses pembahasan RUU Kelautan yang sudah masuk dalam agenda Prolegnas dan diperkirakan akhir September 2014 diundangkan, hendaknya proses tersebut dikawal seluruh elemen dan komponen masyarakat. Harapannya, RUU Kelautan mampu memainkan peran penting dan signifikan dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat, penegakan kedaulatan dan hukum di wilayah laut, menjamin kepastian hukum, serta Universitas Sumatera Utara 29 meminimalisasi masuknya berbagai kepentingan yang bertujuan keuntungan pribadi, kelompok, dan institusi. Perwujudan keamanan di laut pada hakikatnya memiliki dua dimensi, yaitu penegakan kedaulatan dan penegakan hukum yang saling berkaitan satu sama lain, sesuai ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang berlaku. Penegakan hukum di laut tidak dapat dilepaskan dari peran TNI Angkatan Laut sebagai komponen utama pertahanan negara di laut yang secara konsisten mengemban tugas untuk menjaga keutuhan wilayah Indonesia, mempertahankan stabilitas keamanan di laut, serta melindungi sumberdaya alam di laut dari berbagai bentuk gangguan keamanan dan pelanggaran hukum di wilayah perairan yurisdiksi nasional Indonesia. Hal tersebut jelas tertuang dalam tugas Angkatan Laut yaitu menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah laut yurisdiksi nasional sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telah diratifikasi. TNI Angkatan Laut tidak sendirian dalam melakukan pengelolaan dan mekanisme penegakan kedaulatan serta penegakan hukum di laut. Karena, sampai saat ini tugas tersebut ditangani oleh beberapa kementerian dan lembaga negara di bawah koordinasi Badan Koordinasi Keamanan Laut Bakorkamla. Instansi- instansi tersebut memiliki kewenangan, sebagaimana diatur peraturan perundang- undangan yang berlaku, dalam rangka penegakan hukum dengan melakukan periksaan dan penyelidikan serta penyidikan terhadap tindak pidana tertentu di laut. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, Universitas Sumatera Utara 30 masalah penegakan hukum di laut tidak dapat ditangani satu instansi saja, karena undang-undang memberikan mandat kepada beberapa instansi pemerintah. Instansi yang berwenang melaksanakan penegakan hukum di laut dan pantai serta pelabuhan nasional sebagai berikut : a. TNI Angkatan Laut, yang bertugas menjaga keamanan teritorial, kedaulatan wilayah NKRI di laut dari ancaman negara asing. b. Polisi Perairan Polair, yang melakukan penyidikan terhadap kejahatan di wilayah perairan Hukum Indonesia. c. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai P2, yang bertugas mengawasi pelanggaran lalu lintas barang imporekspor penyelundupan. d. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Armada PLPKPLP bertugas sebagai penjaga pantai dan penegakan hukum di laut. e. Kementerian Kelautan dan Perikanan KKP, bertugas sebagai penyidikan kekayaan laut dan perikanan. f. Kementerian ESDM, bertugas mengawasi pekerjaan usaha pertambangan dan pengawasan hasil pertambangan. g. Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, bertugas mengawasi benda cagar budaya serta pengamanan terhadap keselamatan wisatawan, kelestarian, dan mutu lingkungan. h. Kementerian Hukum dan HAM, bertugas sebagai pengawas, penyelenggara keimigrasian dan penyidikan tindak pidana keimigrasian. i. Kejaksaan Agung RI bertugas untuk penuntutan mengenai tindak pidana yang terjadi di wilayah seluruh Indonesia. Universitas Sumatera Utara 31 j. Kementerian Pertanian, bertugas untuk pengamanan karantina hewan, ikan, dan tumbuhan. k. Kementerian Negara Lingkungan hidup bertugas di bidang lingkungan hidup. l. Kementerian Kehutanan, bertugas melakukan penegakan hukum di bidang kehutanan meliputi penyelundupan satwa dan illegal logging. m. Kementerian Kesehatan, bertugas melakukan pengawasanpemerikasaan kesehatan di kapal meliputi awak kapal, penumpang, barang, dan muatan. 9 Pada kenyataannya, penegakan hukum di wilayah laut sampai kini masih mengalami berbagai kendala yang belum terselesaikan. Masing- masingstakeholder keamanan dan keselamatan laut melakukan fungsi penegakan hukum yang tidak terkoordinasi dengan baik dan meninggalkan permasalahan kepastian hukum bagi para pelaku usaha dan pengguna sarana transportasi laut. Penegakan hukum di laut yang masih bersifat sektoral karena banyak instansi yang berwenang dalam penegakan hukum di laut dengan berbagai dasar hukum yang dimilikinya dan berpotensi menimbulkan banyak permasalahan hukum, di antaranya tumpang tindih wewenang antar instansi penegak hukum yang menimbulkan konflik antar lembaga penegak hukum. Di samping itu, mekanisme sistem penegakan hukum yang meliputi penyidikan, penuntutan, dan peradilan juga belum terdefinisi jelas dalam peraturan perundang-undangan yang diatur tersendiri. Terlalu banyaknya jumlah instansi yang menangani masalah keamanan dan keselamatan laut membuat bingung para pengguna jasa di wilayah laut. 9 www.bakorkamla.go.id Universitas Sumatera Utara 32 Ketika salah satu lembaga berwenang melakukan pemeriksaan, lembaga lain yang memiliki kewenangan pada teritori tersebut merasa tidak perlu untuk memeriksa dan memilih melakukan pemeriksaan secara bersamaan. Akibatnya, timbul kerugian dari pengguna jasa, baik materiil maupun non-materiil yang menyebabkan terjadinya peningkatan biaya transportasi laut, menjadi lebih mahal. Permasalahan konflik kewenangan antar-penegak hukum di wilayah laut ditambah dengan permasalahan lain yang tidak kalah penting, menyangkut perizinan, bahkan sebagian besar pelanggaran yang terjadi di laut menyangkut soal perizinan, misalnya tindak pidana penangkapan ikan tanpa izin, berlayar tanpa izin, membawa hasil hutan tanpa izin, pencarian benda berharga tak berizin, menangkap dan membawa satwa yang dilindungi tanpa dokumen resmi atau tidak berizin dan kegiatan di perairan Indonesia tanpa izin. Perizinan juga menghadapi kendalanya sendiri karena adanya pembagian kewenangan pengelolaan wilayah laut antara provinsi dan daerah kotakabupaten, sehingga harus melakukan pengurusan perizinan di tingkat propinsi dan pengurusan perizinan di tingkat kotakabupaten. Mengingat permasalahan tumpang tindihnya kewenangan penegakan hukum di laut dan rumitnya perizinan maka seharusnya penegakan hukum di laut dan proses perizinan dilakukan terpadu antar-berbagai instansi yang berwenang di wilayah laut dan tunduk pada undang-undang tersendiri, mengingat pelanggaran di laut merupakan tindak pidana yang memiliki kekhasannya sendiri tindak pidana khusus yang hanya terjadi di wilayah laut, memiliki kompleksitas dan tantangannya sendiri. Universitas Sumatera Utara 33 Berdasarkan ketentuan pasal 8 dan penjelasannya dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, mengisyaratkan dapat dibentuk Pengadilan Khusus sebagai diferensiasispesialisasi di lingkungan Peradilan Umum, yaitu Pengadilan Khusus terhadap tindak pidana di Perairan Indonesia, Zona Tambahan, Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, dan Landas Kontinen.Penting dan mendesaknya penyelenggaraan peradilan pidana laut yang dilakukan secara adhoc dengan membentuk badan khusus peradilan di bawah Badan Keamanan Laut Bakamla, sebagaimana Kementerian Kelautan dan Perikanan KKP menyatukan seluruh kasus pelanggaran hukum pidana di wilayah laut dari seluruh institusi yang memiliki wewenang penegakan hukum dalam proses peradilan tunggal di Bakamla. 10 Tingginya pertimbangan kebutuhan kepastian hukum akan berdampak luas, karena melibatkan hubungan antarnegara. Pengadilan umum dinilai kurang kompeten menangani proses penegakan hukum di laut dan permasalahan yang khusus bersangkutan dengan keamanan dan keselamatan di laut, termasuk upaya mewujudkan penyelenggaraan peradilan yang sederhana, murah, dan cepat. Dengan menerapkan kekhususan dalam upaya penegakan hukum di wilayah laut maka permasalahan pengaturan keterlibatan berbagai institusi keamanan dan keselamatan di laut dalam sistem penegakan hukum dapat diatur secara lebih detail dan khusus sampai pada proses peradilan. Selanjutnya, penegakan hukum lebih dapat dioptimalkan dengan memastikan penanganan kasus pidana sederhana 10 Susanto, Dicky Rezady Munaf. 2015, “Komando dan Pengendalian Keamanan dan Keselamatan Laut” Berbasis Peringatan Dini. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Universitas Sumatera Utara 34 ditangani masing-masing institusi, dan kasus-kasus besar ditangani di bawah supervisi langsung Bakamla. Terakhir, kepastian hukum lebih dapat dijamin. Para pelaku dan pengguna laut dan jasa transportasi laut memiliki kepastian segala sesuatu yang berkaitan dengan pidana kelautan, mendapatkan informasi sebagaimana yang diharapkan, dan mendapatkan kepastian proses hukum yang sedang dijalani. Keberadaan Bakamla dimaksudkan untuk lebih mengefektifkan dan mengefisienkan tugas penegakan hukum di laut yang single agency multi task. Bakamla harus mampu mengelola kewenangan berbagai instansi penegakan hukum di laut untuk bekerja bersama melakukan pemeriksaan on board. Contoh, instansi A memeriksa dokumen kapal, instansi B muatan kapal, sesuai tugasnya. Misalnya, pemeriksaan muatan ikan di kapal oleh Departemen Kelautan dan Perikanan, pemeriksaan muatan kayu oleh Departemen Kehutanan atau pemeriksaan cukai oleh Bea Cukai dalam satu waktu, sehingga kapal yang diperiksa tidak mengalami penundaan terlalu lama. Kebutuhan Bakamla yang single agency multi task dapat diwujudkan dengan diberlakukannya peraturan yang mengatur eksistensi Badan Keamanan Laut Bakamla. Sistem penegakan hukum di wilayah laut harus memperjelas peran Bakamla dalam proses penegakan hukum, di antara instansi yang berwenang di wilayah laut, mulai dari proses penyidikan, penuntutan, dan peradilan yang berwawasan maritim. Sistem penegakan hukum di wilayah laut juga mengatur tentang jenis pelanggaran pidana yang terjadi dan sanksi pidananya Universitas Sumatera Utara 35 sebagai akibat dari terjadinya pelanggaran hukum di laut yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut : a. Penyelidikan dan Penyidikan Mengingat peran Bakamla sebagai lembaga yang diharuskan mampu mewujudkan penegakan hukum secara terpadu maka peran Bakamla adalah menyelenggarakan proses pemeriksaan dan penyidikan termasuk dengan menggunakan operasi patroli secara terpadu di bawah kendali Bakamla dengan berbagai instansi yang berwenang dalam penegakan hukum di laut, sehingga mampu mencegah instansi-instansi tersebut melakukan pemeriksaan secara terpisah. Keterlibatan Bakamla juga harus memastikan supervisi terhadap instansi berwenang untuk menindaklanjuti pelanggaran hukum berskala besar sampai proses peradilan dan diputus penaltinya. b. Penuntutan dan Peradilan Penuntutan dan proses peradilan dibentuk secara adhoc, yang harus diatur dalam ketentuan yang berlaku dalam Undang-Undang Kelautan dengan mengedepankan asas penyelenggaraan peradilan murah, cepat, dan sederhana. i. Asas biaya murah, berarti biaya penyelenggaraan peradilan ditekan, sehingga dapat dijangkau oleh para pencari keadilan dan menghindari pemborosan yang tidak perlu. Universitas Sumatera Utara 36 ii. Asas cepat menghendaki agar peradilan dilakukan secara cepat. Penyelenggaraan peradilan diharapkan dapat selesai sesegera mungkin dan dalam waktu yang singkat. iii. Asas sederhana memiliki maksud bahwa dalam penyelenggaraan peradilan dilakukan dengan sederhana, singkat, dan tidak berbelit- belit. 11 Dengan memastikan sistem penegakan hukum dan mekanismenya terakomodasi jelas dalam RUU Kelautan maka keteraturan dan ketertiban dalam upaya penegakan hukum di laut akan melahirkan kepastian hukum, menjamin keamanan dan keselamatan laut dalam rangka mendukung eksistensi laut Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, dan menciptakan iklim kondusif bagi pengembangan kawasan laut Indonesia, termasuk pengembangan perekonomian dalam menunjang peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Pengesahan undang-undang kelautan ini dilakukan dalam sidang paripurna DPR RI, senin 29 september 2014 yang dipimpin oleh Sohibul Iman dan disetujui oleh semua fraksi. Kehadiran undang-undang kelautan memiliki makna penting karena undang-undang kelautan mempertegas kebijakan maupun peraturan yang ada, termasuk tata ruang laut nasional zonasi diatas 12 mil yang belum diatur dalam UU Pesisir No.1 tahun 2014. Selain itu UU Kelautan juga menegaskan posisi Indonesia sebagai negara kepulauan, dimana sesuai konvensi hukum laut international tahun 1982, Indonesia memiliki kesempatan untuk memanfaatkan 11 Undang‐Undang nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan Universitas Sumatera Utara 37 potensi maritim di laut lepas, selain di laut teritorial, wilayah yuridiksi maupun kawasan dasar laut. Setidaknya tercatat potensi ekonomi kelautan Indonesia diperkirakan mencapai US 1,2 triliun per tahun yang dibagi dalam empat kelompk sumber daya kelautan: renewable resources perikanan, terumbu karang, mangrove, rumput laut, padang lamun; non-renewable resources minyak, gas bumi, tambang, mineral; energi kelautan gelombang laut, pasang surut, arus laut, panas laut; environmental services transportasi, pariwisata, pertahanan dan keamanan. Dengan adanya UU Kelautan tersebut menandakan bahwa UU inilah merupakan produk hukum pertama yang dihasilkan secara tripartit antara pemerinta, DPR, dan DPD serta menunjukkan bahwa Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki ciri nusantara dan maritime. Dengan UU ini diharapkan bahwa 23 subsektor yang terintegrasi dengan sistem kelautan dapat dikembangkan dan berjalan searah dengan tujuan dari undang-undang berikut.

B. Keamanan dan keselamatan pelayaran di laut Internasional

Dokumen yang terkait

Pengaturan Batas Wilayah Laut Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2014 Tentang Kelautan Relevansinya Dengan United Nations Convention On The Aw Of The Sea 1982

1 80 85

IMPLEMENTASI UNITED NATION CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA 1982 (UNCLOS 1982) TERHADAP PENETAPAN ALUR LAUT KEPULAUAN INDONESIA (ALKI)

0 4 13

Terjemahan Modal Pada Teks „United Nations Convention On The Law Of The Sea (Unclos ‟82)‟ Dalam Bahasa Indonesia

0 1 16

Terjemahan Modal Pada Teks „United Nations Convention On The Law Of The Sea (Unclos ‟82)‟ Dalam Bahasa Indonesia

0 0 2

Terjemahan Modal Pada Teks „United Nations Convention On The Law Of The Sea (Unclos ‟82)‟ Dalam Bahasa Indonesia

0 0 12

Terjemahan Modal Pada Teks „United Nations Convention On The Law Of The Sea (Unclos ‟82)‟ Dalam Bahasa Indonesia

0 0 40

Pengaturan Batas Wilayah Laut Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2014 Tentang Kelautan Relevansinya Dengan United Nations Convention On The Aw Of The Sea 1982

0 0 27

BAB I PENDAHULUAN - Pengaturan Batas Wilayah Laut Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2014 Tentang Kelautan Relevansinya Dengan United Nations Convention On The Aw Of The Sea 1982

0 0 12

PENGATURAN BATAS WILAYAH LAUT MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 32 TAHUN 2014 TENTANG KELAUTAN RELEVANSINYA DENGAN UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA 1982 SKRIPSI

0 0 9

BAB II ATURAN-ATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG PEROMPAKAN A. Perompakan Menurut UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea) - Tinjauan Yuridis Tentang Perompakan Kapal Laut Di Perairan Somalia

1 1 10