Prisip Satu Leluhur Pela

Dalam ajaran adat Kei, perempuan adalah lambang hawear yang merupakan tanda sakral atau perdamaian. Ketika para lelaki Kei berkelahi jalan satu-satunya yang ampuh untuk mendamaikannya adalah perempuan. Di Pulau Kei, petuah leluhur ini terus menerus diajarkan oleh seorang ibu kepada anaknya. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut. “Nak, kau tahu dalam ajaran adat Kei, satu-satunya alasan orang berperang atau berkelahi adalah untuk mempertahankan kehormatan kaum perempuan dan kedaulatan batas wilayah. tolong jangan berkelahi lagi. Laki-laki yang benar-benar lelaki tak akan sembarang berkelahi” Sala mengangguk. Baru kali itu dia merasa dirinya tak jantan. Berkelahi karena hanya tak tahan ejekan. “Sebenar-benarnya laki-laki adalah lelaki yang marah karena melihat kehormatan perempuan dilecehkan.” Kalimat itu terus terngiang-ngiang di kepalanya, KEI: 44-45. Sebagai seorang ibu, Martina selalu menyampaikan hal tersebut kepada Sala. Sala pun memahami betul akan petuah leluhur yang tidak boleh dilanggar. Setiap tindakan yang akan diambilnya, Sala selalu berusaha untuk menyesuaikannya dengan ajaran leluhur. Begitupun ketika Sala akan disuruh untuk membunuh seseorang. Dia tidak mau menjalankan perintah itu karena ajaran para leluhur yang terus dia hormati. “Jika ajaran adat dilanggar, leluhur dan Tuhan tak pernah mengampuni kita Tulah akan mengikuti tubuh kita di darat, laut, dan udara. Saya tak akan melakukan pembunuhan ini. Tak akan” kata Sala dengan wajah memerah, KEI: 174.

4.2.6.5 Prisip Satu Leluhur

Dalam novelnya KEI, digambarkan kehidupan masyarakat Kei yang mengenal prinsip satu leluhur. Prinsip satu leluhur merupakan sebuah keyakinan yang dimiliki oleh masyarakat Kei bahwa semua warga Kei berasal dari satu leluhur yang sama jadi tidak ada alasan bagi siapa pun untuk membeda-bedakan setiap warga Kei. Prinsip satu leluhur inilah menjadi warisan yang coba terus dipegang oleh masyarakat Kei untuk hidup saling berdampingan dan menjaga kerukunan terhadap sesamanya. Pada saat terjadi kerusuhan di Pulau Kei, orang-orang Kei saling Universitas Sumatera Utara mengingatkan kembali petuah-petuah leluhur agar masyarakat Kei tidak terhasut oleh konflik. Seperti yang disampaikan oleh pendeta Fritz kepada masyarakat Kei yang sedang berkumpul. Pendeta Fritz memandang wajah orang-orang yang lemas. Dia memegang bahu seorang lelaki muda yang kehilangan istrinya. Mencoba menguatkan. Beberapa saat kemudian, dia berujar dalam bahasa Kei; “Ain ni ain manut ain mehe ni tilur, wuut ain mehe ni ngifun, Jangan pernah kita lupakan petuah leluhur Kita semua berasal dari satu keturunan. Semua orang Kei adalah saudara” petuah yang keluar dari mulut pendeta itu, membangkitkan semangat pengungsi, KEI: 23-24. Pendeta Fritz merupakan salah satu tokoh agama terkemuka di Kei. Dia tahu betul bagaimana perasaan warga Kei pada saat itu. Petuah dalam bahasa Kei Ain ni ain manut ain mehe ni tilur, wuut ain mehe ni ngifun, yang memiliki pengertian bahwa semua orang Kei adalah saudara, berasal dari satu telur yang sama dan seekor burung yang sama pula. Oleh karena itu, melalui petuah yang disampaikan pendeta Fritz bertujuan untuk mengingatkan semua masyarakat Kei agar tidak terlibat dengan konflik yang terjadi.

4.2.6.6 Pela

Pela yang disebut juga pula pela gandong adalah suatu sistem hubungan sosial yang dikenal dalam masyarakat Maluku, berupa suatu perjanjian hubungan antara satu negeri sebutan untuk sebutan kampung maupun desa dengan negeri lainnya, yang biasanya berada di pulau lain dan kadang juga menganut agama lain di Maluku Bahasa Ambon: Tapele Tanjong. Biasanya dalam satu negeri memiliki paling tidak sedikitnya satu atau dua Pela yang berbeda jenisnya http:id.wikipedia.orgwikiPela. Pela-gandong ialah perserikatan antara satu negeri di pulau-pulau Ambon-Lease dengan satu atau beberapa negeri lain di pulau Seram, perserikatan didasarkan pada hubungan persaudaraan sekandung sejati, dengan isi dan tata laku perserikatan yang diatur dalam perjanjian baik lisan maupun tulisan, di mana para pihak berjanji untuk tunduk kepada perjanjian dimaksud Universitas Sumatera Utara sebagai dasar hukum bagi implementasinya dari waktu ke waktu Lokollo, 1997: 5. Pada prinsipnya ada dikenal tiga jenis Pela pada masyarakat yaitu Pela Karas Keras, Pela Gandong Kandung atau Bongso Bungsu dan Pela Tampa Siri TempatSirih. Ketiga jenis Pela tersebut dijelaskan sebagai berikut. 1. Pela Karas adalah sumpah yang diikrarkan antara dua Negri kampung atau lebih karena terjadinya suatu peristiwa yang sangat penting dan biasanya berhubungan dengan peperangan antara lain seperti pengorbanan, akhir perang yang tidak menentu tak ada yang menang atau kalah perang, atau adanya bantuan-bantuan khusus dari satu Negri kepada Negri lain. 2. Pela Gandong atau Bongso didasarkan pada ikatan darah atau keturunan untuk menjaga hubungan antara kerabat keluarga yang berada di Negri atau pulau yang berbeda. 3. Pela Tampa Siri diadakan setelah suatu peristiwa yang tidak begitu penting berlangsung, seperti memulihkan damai kembali sehabis suatu insiden kecil atau bila satu Negri telah berjasa kepada Negri lain. Jenis Pela ini juga biasanya ditetapkan untuk memperlancar hubungan perdagangan http:id.wikipedia.orgwikiPela. Maka pela dianggap suatu ikatan persaudaraan yang suci terhadap semua penduduk antar Negeri di Maluku. Hal ini tercermin pada data berikut. “Sala, Pela” Panggilan pela selalu menurunkan derajat kemarahan siapapun orang Maluku. KEI, 49. “Pela, saya dari Watran, saya cari aman di sini” ujar Sala sambil mengulurkan tangan untuk berjabat tangan. Mendengar panggilan pela orang-orang itu bagai disengat ingatan. Ingatan akan leluhur mereka. Ingatan pada batu berdarah yang dibalik. Ingatan pada saling meminum darah demi persaudaraan. Kelompok pemuda itu merangkul bahu Salad an mengangguk-angguk” KEI, 52. Universitas Sumatera Utara Sebutan Pela yang melambangkan persaudaraan ini terus digunakan masyarakat Kei untuk menyapa sesamanya. Bagi masyarakat Kei, ketika seseorang menyebut kata Pela terhadap orang lain maka jalinan dalam persaudaran sudah dimulai. Begitu juga saat seseorang sedang marah terhadap orang lain, dan orang lain yang dianggap menjadi lawannya tersebut menyebutkan kata Pela maka emosi orang yang sedang marah tersebut akan reda. Universitas Sumatera Utara

BAB V SIMPULAN DAN SARAN