Penggunaan Zat Warna Kayu Secang (Caesalpinia sappan L.) dalam Formula Sediaan Pewarna Rambut

(1)

PENGGUNAAN ZAT WARNA

KAYU SECANG (Caesalpinia sappan L.) DALAM FORMULA

SEDIAAN PEWARNA RAMBUT

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH: ADE SRI ROHANI

NIM 101524067

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENGGUNAAN ZAT WARNA

KAYU SECANG (Caesalpinia sappan L.) DALAM FORMULA

SEDIAAN PEWARNA RAMBUT

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH: ADE SRI ROHANI

NIM 101524067

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

PENGGUNAAN ZAT WARNAKAYU SECANG (Caesalpinia sappan L.) DALAM FORMULA SEDIAAN PEWARNA RAMBUT

OLEH: ADE SRI ROHANI

101524067

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pada Tanggal: 23 Juli 2012

Pembimbing I, Panitia Penguji:

Dra. Djendakita Purba, M.Si., Apt. Dra. Saodah, M.Sc., Apt. NIP 195107031977102001 NIP 194901131976032001

Pembimbing II, Dra. Djendakita Purba, M.Si., Apt. NIP 195107031977102001

Drs. Suryanto, M.Si., Apt. Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt. NIP 196106191991031001 NIP 195111021977102001

Dra. Fat Aminah, M.Sc., Apt. NIP 195011171980022001

Medan, Juli 2012 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002


(4)

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrohmaanirrohiim,

Alhamdulillah, penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan karunia kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang berjudul “Penggunaan Zat Warna Kayu Secang (Caesalpinia sappan L.) dalam Formula Sediaan Pewarna Rambut”sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Ibu Dra. Djendakita Purba, M.Si., Apt., dan Bapak Drs. Suryanto, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan dan nasehat selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Ibu Dra. Saodah, M.Sc., Apt., Ibu Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt., dan Ibu Dra. Fat Aminah, M.Sc., Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran, arahan, kritik dan masukan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Bapak/Ibu Pembantu Dekan, Ibu Sumaiyah, S.Si., M.Si., Apt., selaku penasehat akademik yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama ini serta Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah mendidik penulis selama masa perkuliahan. Ibu kepala Laboratorium Fitokimia dan Bapak kepala Laboratorium penelitian yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama penulis melakukan penelitian.

Ucapan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Ayahanda tercinta Ali Asman Nasution dan Ibunda tercinta Siti Chodijah Siregar,


(5)

semua Kakanda tercinta, Adinda tersayang Nurjannah Aulia Nasution dan Awal Ramadhan Saleh Nasution serta teman-teman, yang selalu mendoakan, memberi nasehat, menyayangi dan memotivasi penulis. Terima kasih atas semua doa, kasih sayang, keikhlasan, semangat dan pengorbanan baik moril maupun materil.

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda dan pahala yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang Farmasi.

.

Medan, Juli 2012 Penulis,

Ade Sri Rohani NIM 101524067


(6)

PENGGUNAAN ZAT WARNA KAYU SECANG (Caesalpinia sappan L.) DALAM FORMULA SEDIAAN PEWARNA RAMBUT

Abstrak

Sediaan pewarna rambut adalah kosmetika yang digunakan dalam tata rias rambut untuk mewarnai rambut, baik untuk mengembalikan warna rambut asli atau mengubah warna rambut asli menjadi warna baru. Salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai pewarna alami adalah secang (Caesalpinia sappan L.). Bagian tanaman secang yang sering digunakan adalah kayunya. Kayu secang menghasilkan pigmen berwarna merah. Biasanya warna yang dihasilkan oleh kayu secang ini dimanfaatkan untuk mewarnai kue dan minuman, bahan anyaman, untuk pengecatan, bahkan ada yang memanfaatkannya sebagai tinta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bahwa serbuk zat warna kayu secang (Caesalpinia sappan L.) dapat diformulasikan ke dalam sediaan pewarna rambut dengan penambahan bahan pembangkit warna tembaga (II) sulfat dan pirogalol dan mengetahui konsentrasi serbuk zat warna kayu secang yang menghasilkan warna terbaik.

Sediaan pewarna rambut dibuat dengan formula yang terdiri dari serbuk zat warna kayu secang (Caesalpinia sappan L.) dengan berbagai konsentrasi, yaitu 5%, 7,5%, 10%, 12,5%, 15%, pirogalol, tembaga (II) sulfat, dan xanthan gum masing-masing 1%. Sebagai pelarut digunakan aquadest. Pewarnaan dilakukan dengan cara perendaman rambut uban selama 1-4 jam dan diamati dengan perubahan warna setiap jam perendaman yang dilakukan secara visual. Pengamatan stabilitas warna dilakukan dengan cara uji stabilitas terhadap pencucian dan sinar matahari, selanjutnya dilakukan uji biologis (iritasi).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa warna yang dihasilkan dipengaruhi oleh konsentrasi serbuk zat warna kayu secang (Caesalpinia sappan L.) dan waktu perendamannya. Serbuk zat warna kayu secang (Caesalpinia sappan L.) dapat diformulasikan sebagai pewarna rambut.

Penelitian menunjukkan bahwa pewarnaan yang paling gelap diperoleh dari formula C yang terdiri dari serbuk zat warna kayu secang 10%, pirogalol 1%, tembaga (II) sulfat 1%, dan xanthan gum 1%. Sediaan ini menghasilkan warna rambut dari coklat terang sampai coklat gelap. Pada uji stabilitas terhadap pencucian, hasilnya menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan warna setelah 15 kali pencucian. Uji stabilitas terhadap sinar matahari juga menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan warna dan sediaan tersebut tidak mengakibatkan iritasi pada kulit.

Kata kunci: kayu secang (Caesalpinia sappan L.), tembaga (II) sulfat, pirogalol, xanthan gum, pewarna rambut, rambut uban


(7)

THE USE OF SECANG WOOD DYE (Caesalpinia sappan L.) IN HAIRCOLORING PREPARATION FORMULA

Abstract

Haircoloring preparations are used in cosmetology hair to dye hair, either to restore the original hair color or hair color to change the original into a new color. One of the plantscan be usedasnatural dyesissecang(Caesalpinia sappanL.). Parts of the plantthatcommonlyusediswood.Secang woodproduces redpigment. Usually,colorsproduced by thesecang woodisusedfor coloringcakeandbeverages, wovenmaterials, forpainting, and some even use it asink. The purposeof this researchis to knowthat wood dye powder (Caesalpinia sappan L.) can beformulatedintohairdye preparationwith addition of color generating copper sulfate andpirogaloland to know the concentration of secang wood dye powder that produces the best color.

Hair dye preparation was made with a formula consisting of secang wood dye powder (Caesalpinia sappan L.) with various concentration, these are 5%, 7.5%, 10%, 12.5%, 15%, pyrogallol, copper sulfate, and xanthan gum 1% respectively. Aquadest was used as the solvent. Coloring was done by soaking for 1-4 hours of gray hair and observed the color change every hour of soaking wich done visually. Observation of color stability was done by stability test for washing and sunlight, further biological test(irritation test).

The result showed that the resulting color was influenced by the concentration of secang wood dye powder (Caesalpinia sappan L.) and the time of soaking. Secang wood dye powder (Caesalpinia sappan L.) can be formulated as a hair dye.

Research shows thatmostdarkcolorationwas obtainedfrom theformulaCconsistingof secang wood dye powder (Caesalpinia sappan L.) 10%, pyrogallol 1%, copper sulfate 1%, and 1% xanthan gum. This preparation produces hair color from light brown to dark brown. The result of washing stabillity test showed that the color has not been changed after 15 times washing. The sunlight stability test also showed that the color has not been changed and the preparation did not cause irritation on skin.

Keyword: secang wood (Caesalpinia sappan L.), copper sulfate, pirogalol, xanthan gum, haircoloring, gray hair


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Uraian Tumbuhan Secang (Caesalpinia sappan L.) ... 5

2.1.1 Nama daerah ... 5

2.1.2 Morfologi tumbuhan secang ... 5

2.1.3 Kandungan kimia tumbuhan secang ... 6

2.1.4 Kegunaan tumbuhan secang ... 6

2.2 Zat Warna Kayu Secang ... 6


(9)

2.4 Tembaga (II) sulfat ... 8

2.5 Xanthan gum ... 8

2.6 Ekstraksi ... 9

2.6.1 Perkolasi ... 10

2.6.2 Ekstraksi kayu secang ... 10

2.7 Rambut ... 10

2.7.1 Anatomi rambut ... 11

2.7.2 Bentuk rambut ... 14

2.7.3 Jenis rambut ... 14

2.7.4 Tekstur rambut ... 15

2.7.5 Fisiologi rambut ... 17

2.7.5.1Pertumbuhan rambut ... 17

2.8 Pewarnaan Rambut ... 18

2.8.1Berdasarkan daya lekat zat warna ... 20

2.8.1.1Pewarna rambut temporer ... 20

2.8.1.2Pewarna rambut semipermanen ... 20

2.8.1.3 Pewarna rambut permanen ... 20

2.8.2Proses Sistem Pewarnaan ... 22

2.8.2.1Pewarna rambut langsung ... 22

2.8.2.2Pewarna rambut tidak langsung ... 22

2.9 Uji Iritasi ... 22

BAB III METODE PENELITIAN ... 24

3.1 Alat – alat yang digunakan ... 24


(10)

3.3 Prosedur kerja ... 24

3.3.1 Pengumpulan sampel ... 24

3.3.2 Identifikasi sampel ... 24

3.3.3 Pengolahan sampel ... 25

3.3.4 Pembuatan zat warna kayu secang ... 25

3.4 Pembuatan formula ... 26

3.5 Evaluasi ... 28

3.5.1 Pengamatan secara visual ... 28

3.5.2 Pengamatan stabilitas warna ... 29

3.5.2.1 Stabilitas warna terhadap pencucian ... 29

3.5.2.2 Stabilitas warna terhadap sinar matahari .. 30

3.5.3 Uji biologis (uji iritasi) ... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

4.1 Identifikasi sampel ... 31

4.2 Pengaruh penambahan bahan dan perbedaan konsentrasi terhadap perubahan warna rambut uban ... 31

4.2.1 Hasil orientasi perbedaan konsentrasi pirogalol dan tembaga (II) sulfat terhadap perubahan warna rambut uban ... 31

4.2.2 Hasil orientasi penambahan bahan dan campuran bahan terhadap perubahan warna rambut uban ... 32

4.2.3 Pengaruh konsentrasi zat warna kayu secang terhadap perubahan warna rambut uban ... 34

4.3 Pengaruh waktu perendaman terhadap hasil pewarnaan rambut uban ... 37

4.4 Hasil evaluasi ... 38


(11)

4.4.2 Stabilitas warna terhadap sinar matahari ... 39

4.4.3 Uji biologis (uji iritasi) ... 39

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

5.1 Kesimpulan ... 41

5.2 Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1 Formula standard ... 26 Tabel 3.2 Formula orientasi ... 26 Tabel 3.3 Formula pewarna rambut yang dibuat ... 28 Tabel 4.1 Data hasil pengamatan secara visual pengaruh konsentrasi

zat warna kayu secang terhadap perubahan warna

rambut uban ... 36 Tabel 4.2 Data pengamatan uji iritasi terhadap kulit sukarelawan ... 40


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Struktur kimia Brazilin dan Brazilein ... 7

Gambar 2.2 Pirogalol ... 7

Gambar 2.3 Struktur kimia xanthan gum ... 9

Gambar 2.4 Anatomi rambut ... 11

Gambar 2.5 Struktur batang rambut ... 11

Gambar 2.6 Mikrograf Scanning Electron Microscopy (SEM) kutikula rambut dengan 3000 kali perbesaran ... 12

Gambar 2.7 Penempatan zat warna pada proses pewarnaan rambut .... 21

Gambar 3.1 Natural Color Levels ... 29

Gambar 4.1 Pengaruh perbedaan konsentrasi pirogalol dan tembaga (II) sulfat terhadap perubahan warna rambut uban dengan lama perendaman 4 jam ... 31

Gambar 4.2 Pengaruh penambahan bahan dan campuran bahan terhadap perubahan warna rambut uban dengan lama perendaman 4 jam ... 32

Gambar 4.3 Pengaruh konsentrasi serbuk zat warna kayu secang terhadap perubahan warna rambut uban dengan lama perendaman 4 jam ... 35

Gambar 4.4 Pengaruh waktu perendaman terhadap hasil pewarnaan rambut uban ... 37

Gambar 4.5 Stabilitas warna terhadap pencucian ... 38


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Bagan alir pembuatan serbuk zat warna kayu secang ... 44

Lampiran 2. Gambar tumbuhan secang ... 45

Lampiran 3. Gambar serutan kayu secang ... 46

Lampiran 4. Gambar freeze dryer ... 47

Lampiran 5. Gambar serbuk zat warna kayu secang ... 48

Lampiran 6. Gambar pirogalol ... 49

Lampiran 7. Gambar tembaga (II) sulfat ... 50

Lampiran 8. Gambar xanthan gum ... 51

Lampiran 9. Gambar hasil pewarnaan rambut ... 52 Lampiran 10. Hasil identifikasi kayu secang (Caesalpinia sappan L.) . 54


(15)

PENGGUNAAN ZAT WARNA KAYU SECANG (Caesalpinia sappan L.) DALAM FORMULA SEDIAAN PEWARNA RAMBUT

Abstrak

Sediaan pewarna rambut adalah kosmetika yang digunakan dalam tata rias rambut untuk mewarnai rambut, baik untuk mengembalikan warna rambut asli atau mengubah warna rambut asli menjadi warna baru. Salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai pewarna alami adalah secang (Caesalpinia sappan L.). Bagian tanaman secang yang sering digunakan adalah kayunya. Kayu secang menghasilkan pigmen berwarna merah. Biasanya warna yang dihasilkan oleh kayu secang ini dimanfaatkan untuk mewarnai kue dan minuman, bahan anyaman, untuk pengecatan, bahkan ada yang memanfaatkannya sebagai tinta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bahwa serbuk zat warna kayu secang (Caesalpinia sappan L.) dapat diformulasikan ke dalam sediaan pewarna rambut dengan penambahan bahan pembangkit warna tembaga (II) sulfat dan pirogalol dan mengetahui konsentrasi serbuk zat warna kayu secang yang menghasilkan warna terbaik.

Sediaan pewarna rambut dibuat dengan formula yang terdiri dari serbuk zat warna kayu secang (Caesalpinia sappan L.) dengan berbagai konsentrasi, yaitu 5%, 7,5%, 10%, 12,5%, 15%, pirogalol, tembaga (II) sulfat, dan xanthan gum masing-masing 1%. Sebagai pelarut digunakan aquadest. Pewarnaan dilakukan dengan cara perendaman rambut uban selama 1-4 jam dan diamati dengan perubahan warna setiap jam perendaman yang dilakukan secara visual. Pengamatan stabilitas warna dilakukan dengan cara uji stabilitas terhadap pencucian dan sinar matahari, selanjutnya dilakukan uji biologis (iritasi).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa warna yang dihasilkan dipengaruhi oleh konsentrasi serbuk zat warna kayu secang (Caesalpinia sappan L.) dan waktu perendamannya. Serbuk zat warna kayu secang (Caesalpinia sappan L.) dapat diformulasikan sebagai pewarna rambut.

Penelitian menunjukkan bahwa pewarnaan yang paling gelap diperoleh dari formula C yang terdiri dari serbuk zat warna kayu secang 10%, pirogalol 1%, tembaga (II) sulfat 1%, dan xanthan gum 1%. Sediaan ini menghasilkan warna rambut dari coklat terang sampai coklat gelap. Pada uji stabilitas terhadap pencucian, hasilnya menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan warna setelah 15 kali pencucian. Uji stabilitas terhadap sinar matahari juga menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan warna dan sediaan tersebut tidak mengakibatkan iritasi pada kulit.

Kata kunci: kayu secang (Caesalpinia sappan L.), tembaga (II) sulfat, pirogalol, xanthan gum, pewarna rambut, rambut uban


(16)

THE USE OF SECANG WOOD DYE (Caesalpinia sappan L.) IN HAIRCOLORING PREPARATION FORMULA

Abstract

Haircoloring preparations are used in cosmetology hair to dye hair, either to restore the original hair color or hair color to change the original into a new color. One of the plantscan be usedasnatural dyesissecang(Caesalpinia sappanL.). Parts of the plantthatcommonlyusediswood.Secang woodproduces redpigment. Usually,colorsproduced by thesecang woodisusedfor coloringcakeandbeverages, wovenmaterials, forpainting, and some even use it asink. The purposeof this researchis to knowthat wood dye powder (Caesalpinia sappan L.) can beformulatedintohairdye preparationwith addition of color generating copper sulfate andpirogaloland to know the concentration of secang wood dye powder that produces the best color.

Hair dye preparation was made with a formula consisting of secang wood dye powder (Caesalpinia sappan L.) with various concentration, these are 5%, 7.5%, 10%, 12.5%, 15%, pyrogallol, copper sulfate, and xanthan gum 1% respectively. Aquadest was used as the solvent. Coloring was done by soaking for 1-4 hours of gray hair and observed the color change every hour of soaking wich done visually. Observation of color stability was done by stability test for washing and sunlight, further biological test(irritation test).

The result showed that the resulting color was influenced by the concentration of secang wood dye powder (Caesalpinia sappan L.) and the time of soaking. Secang wood dye powder (Caesalpinia sappan L.) can be formulated as a hair dye.

Research shows thatmostdarkcolorationwas obtainedfrom theformulaCconsistingof secang wood dye powder (Caesalpinia sappan L.) 10%, pyrogallol 1%, copper sulfate 1%, and 1% xanthan gum. This preparation produces hair color from light brown to dark brown. The result of washing stabillity test showed that the color has not been changed after 15 times washing. The sunlight stability test also showed that the color has not been changed and the preparation did not cause irritation on skin.

Keyword: secang wood (Caesalpinia sappan L.), copper sulfate, pirogalol, xanthan gum, haircoloring, gray hair


(17)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Rambut adalah sesuatu yang ke luar dari dalam kulit, tumbuh sebagai batang-batang tanduk, dan tersebar hampir di seluruh kulit tubuh, wajah, dan kepala, kecuali pada bibir, telapak tangan dan telapak kaki. Batang-batang rambut merupakan penempatan sel-sel tanduk di masing-masing bagian tubuh yang berbeda dalam panjang, tebal, dan warnanya. Rambut tidak mempunyai saraf perasa sehingga tidak terasa sakit bila dipangkas. Wujud rambut di berbagai tempat berbeda, namun mempunyai kesamaan dalam hal susunannya. Perbedaan-perbedaan itu hanya terletak pada cara tumbuh, tebal, dan kedalaman akar rambut (Bariqina dan Ideawati, 2001).

Selain berfungsi sebagai mahkota (perhiasan), rambut juga berfungsi sebagai pelindung terhadap bermacam-macam rangsang fisik, seperti panas, dingin, kelembaban, sinar, dan lain-lain. Pelindung terhadap rangsang kimia seperti berbagai zat kimia dan keringat (Bariqina dan Ideawati, 2001).

Warna rambut ditentukan oleh pigmen melanin yang ada pada korteks rambut, baik jumlah maupun besarnya melanosit. Pigmen yang mempengaruhi warna rambut adalah eumelanin yang menyebabkan warna hitam atau coklat dan pyomelanin yang menyebabkan warna merah atau pirang. Di samping itu, jumlah dan ukuran granula pigmen dan ada-tidaknya gelembung udara dalam korteks juga menentukan warna rambut seseorang (Putro, 1998).

Urutan pigmen yang menentukan warna rambut dari yang paling terang sampai yang paling gelap adalah pirang, merah, coklat muda, coklat tua dan


(18)

hitam. Rambut pirang mengandung campuran pigmen warna merah dan warna kuning. Rambut merah mengandung campuran pigmen warna merah dan pigmen warna hitam. Rambut coklat muda mengandung pigmen-pigmen warna merah, coklat dan hitam. Rambut coklat tua mengandung lebih banyak pigmen warna hitam daripada rambut coklat muda. Rambut hitam hanya mengandung pigmen warna hitam (Tranggono dan Latifah, 2007).

Bila sudah mencapai usia lanjut, warna rambut berubah menjadi putih yang sering kurang disukai keberadaannya (Wasitaatmadja, 1997). Warna rambut dapat diubah-ubah secara buatan dengan menggunakan cat rambut, di Indonesia disebut juga dengan semir rambut (Tranggono dan Latifah, 2007).

Sediaan pewarna rambut adalah kosmetika yang digunakan dalam tata rias rambut untuk mewarnai rambut, baik untuk mengembalikan warna rambut asli atau mengubah warna rambut asli menjadi warna baru. Keinginan untuk mewarnai rambut memang sudah berkembang sejak dahulu. Bahkan ramuan yang dijadikan zat warna pada waktu itu diperoleh dari sumber alam, pada umumnya berasal dari tumbuhan dengan tujuan untuk memperbaiki penampilan (Ditjen POM, 1985).

Secang (Caesalpinia sappan L.) merupakan salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai pewarna alami. Bagian tanaman secang yang digunakan sebagai sumber pewarna adalah kayunya. Kayu secang menghasilkan pigmen berwarna merah (Maharani, 2003; Rostamailis, dkk., 2008). Biasanya warna yang dihasilkan oleh kayu secang ini dimanfaatkan mayarakat untuk mewarnai kue dan minuman. Di daerah tertentu, warna yang dihasilkan kayu secang ini juga


(19)

dimanfaatkan untuk mewarnai bahan anyaman atau digunakan untuk pengecatan. Bahkan ada yang memanfaatkannya sebagai tinta (Anonima, 2011).

Berdasarkan hal di atas, penulis tertarik untuk mengolah dan memanfaatkan kayu secang (Caesalpinia sappan L.) tersebut sebagai pewarna rambut.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas perumusan masalahnya adalah:

a. Apakah serbuk zat warna kayu secang (Caesalpinia sappan L.) dapat diformulasikan ke dalam sediaan pewarna rambut.

b. Berapakah konsentrasi serbuk zat warna kayu secang (Caesalpinia sappan L.) yang menghasilkan warna terbaik.

1.3Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah:

a. Serbuk zat warna kayu secang (Caesalpinia sappan L.) diduga dapat diformulasikan ke dalam sediaan pewarna rambut.

b. Serbuk zat warna kayu secang (Caesalpinia sappan L.) dapat memberikan warna terbaik pada konsentrasi tertentu.

1.4Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui bahwa serbukzat warna kayu secang (Caesalpinia sappan

L.) dapat dibuat sebagai sediaan pewarna rambut dengan penambahan bahan pembangkit warna tembaga (II) sulfat dan pirogalol.


(20)

b. Untuk mengetahui konsentrasi serbukzat warna kayu secang (Caesalpinia sappan L.) yang menghasilkan warna terbaik.

1.5Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah untuk meningkatkan daya dan hasil guna dari kayusecang. Selain itu juga dapat memberikan informasi bahwa zat warna kayu secang (Caesalpinia sappan L.) dapat digunakan sebagai pewarna rambut alami yang relatif aman dengan penambahan zat pembangkit warna.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan Secang (Caesalpinia sappan L.)

Secang tumbuh liar di daerah pegunungan yang berbatu, tetapi tidak terlalu dingin dan kadang ditanam sebagai pembatas kebun. Tanaman ini menyenangi tempat terbuka dan dapat ditemukan sampai ketinggian 1.000 m di atas permukaan laut. Panenan kayu dapat dilakukan mulai umur 1-2 tahun. Jika direbus, kayu memberi warna merah muda dan dapat digunakan untuk pengecatan, memberi warna pada bahan anyaman, kue, minuman, atau sebagai tinta. Perbanyakan dengan biji atau setek batang (Dalimartha, 2009).

2.1.1 Nama daerah

Pada setiap daerah kayu secang mempunyai nama yang berbeda-beda, antara lain: seupeueng (Aceh), sepang (Gayo), sopang (Batak), cang (Bali), sepel (Timor), kayu sema (Manado), sapang (Makassar), roro (Tidore) (Dalimartha, 2009).

2.1.2 Morfologi tumbuhan secang

Tumbuhan secang termasuk jenis perdu dengan tinggi 5-10 m. Batang bulat dan berwarna hijau kecoklatan. Batang dan percabangan berduri tempel yang bengkok dan letaknya tersebar. Daun majemuk menyirip ganda, panjang 25-40 cm, jumlah anak daun 10-20 pasang yang letaknya berhadapan. Anak daun tidak bertangkai, bentuk lonjong, ujung bulat, tepi rata dan hampir sejajar, panjang 10-25 mm, lebar 3-11 mm, dan berwarna hijau. Perbungaan majemuk berbentuk malai, keluar dari ujung tangkai dengan panjang 10-40 cm, mahkota bentuk tabung, dan berwarna kuning. Buah polong, panjang 8-10 cm, lebar 3-4


(22)

cm, ujung seperti paruh, berwarna hitam jika masak, berisi biji tiga sampai empat. Biki bulat memanjang dengan panjang 15-18 m, lebar 8-11 mm, tebal 5-7 mm, dan berwarna kuning kecoklatan (Dalimartha, 2009).

2.1.3 Kandungan kimia tumbuhan secang

Kayu secang mengandung brazilin, brazilein, asam galat, tanin, resin, resorsin, dan d-α-phellandrene. Daun dan ranting mengandung tetraacetylbrazilin, proesapanin A, 0,16-0,20% minyak atsiri yang berbau enak dan hampir tidak berwarna (Dalimartha, 2009).

2.1.4 Kegunaan Tumbuhan Secang

Di Indonesia, kayu secang dimanfaatkan sebagai pewarna merah minuman. Biji tumbuhan ini berfungsi sebagai bahan sedatif, kayu dan batangnya dapat mengobati TBC, diare, dan disentri, sedangkan daun-daunnya dapat dimanfaatkan untuk mempercepat pematangan buah pepaya dan mangga (Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup, 2007).

Kayu secang juga berkhasiat mengaktifkan aliran darah, melarutkan gumpalan darah, mengurangi bengkak (swelling), meredakan nyeri (analgesik), menghentikan perdarahan, dan antiseptik (Dalimartha, 2009).

2.2 Zat Warna Kayu Secang

Hasil isolasi yang dilakukan terhadap ekstrak kayu secang menunjukkan bahwa komponen utama yang terkandung di dalamnya adalah brazilin (C16H14O5). Brazilin merupakan kristal berwarna kuning, akan tetapi jika teroksidasi akan menghasilkan senyawa brazilein (C16H12O5) yang berwarna merah (Holinesti, 2009; Prakash dan Majeed, 2008). Adapun struktur kimia brazilin dan brazilein dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut:


(23)

Brazilin Brazilein

Gambar 2.1 Strukturkimia Brazilin dan Brazilein (Lioe, dkk., 2012).

2.3 Pirogalol

Pirogalol mempunyai struktur kimia seperti terlihat pada Gambar 2.2 berikut:

Gambar 2.2 Pirogalol (Sweetman, 2009).

Pemerian : Padatan hablur putih atau hablur tidak berwarna dengan berat molekul 126, 1

Suhu lebur : 133oC (Ditjen POM, 1995).

Pirogalol bersifat sebagai reduktor (mudah teroksidasi). Dalam bentuk larutan akan menjadi warna gelap jika terkena udara. Jika pemakaiannya dicampur dengan zat warna yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, pirogalol berfungsi sebagai zat pembangkit warna dan dikombinasikan dengan pewarna logam lain. Ini bertujuan untuk mendapatkan keuntungan agar zat warna dapat menempel lebih kuat lagi pada rambut dibandingkan pada saat sebelum dicampur. Pirogalol diizinkan digunakan sebagai zat pembangkit warna dengan batas kadar 5% (Ditjen POM, 1985).


(24)

2.4 Tembaga (II) sulfat

Tembaga (II) sulfat merupakan senyawa logam yang dapat digunakan sebagai pewarna pada rambut.

Pemerian : Berbentuk serbuk atau granul berwarna biru, transparan dengan berat molekul 249,68 (Ditjen POM, 1995).

Kelarutan : 1 g larut dalam 3 ml air; 0,5 ml air panas; 1 g dalam 500 ml alkohol; 1 g dalam 3 ml gliserol (Sweetman, 2009).

Tembaga (II) sulfat digunakan dalam cat rambut yang memberikan warna cokelat dan hitam. Warna tersebut terjadi karena tembaga sulfat berubah menjadi tembaga oksida (Bariqina dan Ideawati, 2001). Tembaga (II) sulfat termasuk ke dalam zat warna senyawa logam. Daya lekat zat warna senyawa logam umumnya tidak sekuat zat warna nabati, karena itu jika digunakan langsung harus dilakukan tiap hari hingga terbangkit corak warna yang dikehendaki (Ditjen POM, 1985).

2.5 Xanthan gum

Xanthan gum adalah gom hasil fermentasi karbohidrat oleh Xanthomonas campestris yang dimurnikan. Merupakan garam natrium, kalium, atau kalsium dari suatu polisakarida dengan bobot molekul besar yang mengandung D-glukosa, manosa, dan asam glukoronat. Berupa serbuk putih atau putih kekuningan, larut dalam air dan memberikan viskositas yang tinggi dalam larutan. Xanthan gum

juga mengandung tidak kurang dari 1,5% asam piruvat (Sweetman, 2009). Struktur kimia xanthan gum dapat dilihat pada Gambar 2.3.


(25)

Gambar 2.3 Struktur kimia xanthan gum (Rowe, dkk., 2009).

Xanthan gum banyak digunakan dalam formulasi sediaan oral dan topikal, kosmetik, dan makanan sebagai bahan pensuspensi serta bahan pengemulsi. Gom ini tidak toksik, dapat tercampurkan dengan banyak bahan farmaseutikal, dan memiliki stabilitas serta viskositas yang baik pada range pH dan temperatur yang luas (Rowe, dkk., 2009).

2.6 Ekstraksi

Ekstraksi merupakan kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Hasil ekstraksi disebut dengan ekstrak, yaitu sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan. Simplisia yang digunakan dalam proses pembuatan ekstrak adalah bahan alamiah yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan (Ditjen POM, 2000).


(26)

2.6.1 Perkolasi

Perkolasi adalah salah satu metode ekstraksi yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut perkolator. Serbuk simplisia yang akan diperkolasi tidak langsung dimasukkan ke dalam bejana perkolator, tetapi dibasahi atau dimaserasi terlebih dahulu dengan cairan penyari. Setelah maserasi, massa dimasukkan ke dalam perkolator. Pemindahan dilakukan sedikit demi sedikit sambil tiap kali ditekan, kemudian cairan penyari dituangkan perlahan-lahan hingga di atas permukaan massa masih terdapat selapis cairan penyari. Setelah massa didiamkan selama 24 jam dalam perkolator, keran dibuka dan diatur kecepatan menetes 1 ml tiap menit. Untuk menentukan akhir perkolasi dapat dilakukan dengan cara organoleptis seperti rasa, bau, dan warna (Ditjen POM, 1986).

2.6.2 Ekstraksi kayu secang

Kristie (2008) telah melakukan ekstraksi terhadap kayu secang dengan berbagai macam pelarut diantaranya air, etanol 50%, dan etanol 95%. Masing-masing hasil ekstraksi disaring dan dipekatkan dengan vaccum evaporator untuk menghilangkan pelarutnya. Sementara Hangoluan (2011) menggunakan metanol untuk melakukan ekstraksi terhadap serbuk kayu secang.

2.7 Rambut

Rambut dapat menyerap air dan bahan kimia dari luar. Komposisi rambut terdiri atas zat karbon ± 50%, hidrogen 6%, nitrogen 17%, sulfur 5% dan oksigen 20%. Rambut mudah dibentuk dengan pemanasan atau bahan kimia (Wasitaatmadja, 1997).


(27)

2.7.1 Anatomi rambut

Rambut dapat dibedakan menjadi bagian-bagian rambut seperti yang terlihat pada Gambar 2.4 berikut:

Gambar 2.4 Anatomi rambut (Mitsui, 1997). a. Ujung rambut

Pada rambut yang baru tumbuh serta sama sekali belum atau tidak pernah dipotong mempunyai ujung rambut yang runcing.

b. Batang rambut

Batang rambut adalah bagian rambut yang terdapat di atas permukaan kulit berupa benang-benang halus yang terdiri dari zat tanduk atau keratin. Batang rambut terdiri dari 3 lapisan seperti terlihat pada Gambar 2.5 berikut:


(28)

1. Selaput rambut (Kutikula)

Kutikula adalah lapisan yang paling luar dari rambut yang terdiri atas sel-sel tanduk yang gepeng atau pipih dan tersusun seperti sisik ikan. Kutikula ini berfungsi sebagai pelindung rambut dari kekeringan dan masuknya bahan asing ke dalam batang rambut (Barel, dkk., 2009). Hasil mikrograf Scanning Electron Microscopy (SEM) kutikula rambut dapat dilihat pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Mikrograf Scanning Electron Microscopy (SEM) kutikula rambut dengan 3000 kali perbesaran (Barel, dkk., 2009).

2. Kulit rambut (Korteks)

Korteks terdiri atas sel-sel tanduk yang membentuk kumparan, tersusun secara memanjang, dan mengandung melanin. Granul-granul pigmen yang terdapat pada korteks ini akan memberikan warna pada rambut. Sel–sel tanduk terdiri atas serabut-serabut keratin yang tersusun memanjang. Tiap serabut terbentuk oleh molekul-molekul keratin seperti tali dalam bentuk spiral (Bariqina dan Ideawati, 2001). Jika rambut dibasahi dan direntang perlahan-lahan, rambut dapat memanjang sampai 11/2 kali karena bentuk sel-sel dalam korteks rambut ini (Tranggono dan Latifah, 2007).


(29)

3. Sumsum rambut (Medula)

Medula terletak pada lapisan paling dalam dari batang rambut yang dibentuk oleh zat tanduk yang tersusun sangat renggang dan membentuk semacam jala/anyaman sehingga terdapat rongga-rongga yang berisi udara.

c. Akar Rambut

Akar rambut adalah bagian rambut yang tertanam di dalam kulit. Bagian-bagian dari akar rambut adalah sebagai berikut:

1. Kantong rambut (Folikel)

Folikel merupakansaluran menyerupai tabung, berfungsi untuk melindung akar rambut, mulaipermukaan kulit sampai bagian terbawah umbi rambut.

2. Papil rambut

Papil rambut adalah bulatan kecil yang bentuknya melengkung, terletak dibagian terbawah dari folikel rambut dan menjorok masuk ke dalam umbi rambut. Papil rambut bertugas membuat atau memproduksi bermacam-macam zat yang diperlukan untuk pertumbuhan rambut. Misalnya sel-sel tunas rambut, zat protein yang membentuk keratin, zat makanan untuk rambut, zat melanosit yang membentuk melanin.

3. Umbi rambut (Matriks)

Matriks adalah ujung akar rambut terbawah yang melebar. Struktur bagian akar rambut ini berbeda dengan struktur batang dan akar rambut diatasnya. Pada umbi rambut melekat otot penegak rambut yang menyebabkan rambut halus berdiri bila ada suatu rangsangan dari luar tubuh (Bariqina dan Ideawati, 2001).


(30)

2.7.2 Bentuk rambut

Rambut dapat berwujud tebal atau kasar, halus atau tipis, dan normal atau sedang. Keadaan atau wujud rambut dapat dilihat berbentuk lurus, berombak, atau keriting.

Struktur rambut dengan bentuk folikel memberi perbedaan pada penampang rambut sebagai berikut:

- Rambut lurus dengan folikel seperti silinder lurus, bentuk penampangnya bulat dan panjang.

- Rambutberombak dengan folikel seperti silinder yangmelengkung/bengkok, bentuk penampangnya oval dan panjang.

- Rambut keriting dengan folikel seperti silinder yang melengkung menyerupai busur, bentuk penampangnya pipih dan panjang.

- Rambut yang sangat keriting dengan folikel seperti silinder yang sangat melengkung, bentuk penampangnya pipih dan panjang(Bariqina dan Ideawati, 2001).

2.7.3 Jenis rambut

a. Jenis rambut menurut morfologinya, yaitu: 1. Rambut velus

Rambut velus adalah rambut sangat halus dengan pigmen sedikit. Rambut ini terdapat diseluruh tubuh kecuali pada bibir, telapak tangan, dan kaki.

2. Rambut terminal

Rambut terminal adalah rambut yang sangat kasar dan tebal serta berpigmen banyak. Terdapat pada bagian tubuh tertentu seperti kepala, alis, bulu mata, dan ketiak.


(31)

b. Jenis rambut menurut sifatnya 1. Rambut berminyak

Jenis rambut ini mempunyai kelenjar minyak yang bekerja secara berlebihan sehingga rambut selalu berminyak. Rambut berminyak kelihatan mengkilap, tebal, dan lengket.

2. Rambut normal

Rambut ini mempunyai kelenjar minyak yang meproduksi minyak secara cukup. Rambut normal lebih mudah pemeliharaannya. Serta tidak terlalu kaku sehingga mudah dibentuk menjadi berbagai jenis model rambut.

3. Rambut kering

Jenis rambut ini tampak kering, mengembang, dan mudah rapuh. Hal ini karena kandungan minyak pada kelenjar lemaknya sedikit sekali akibat kurang aktifnya kelenjar minyak (Putro, 1998).

2.7.4 Tekstur rambut

Tekstur rambut adalah sifat-sifat rambut yang dapat ditentukan dengan penglihatan, perabaan, atau pegangan, dapat berupa kasar, sedang, halus, atau sangat halus. Sifat ini biasanya ditentukan oleh diameter rambut (Scott, dkk., 1976). Pengertian ini meliputi sifat-sifat rambut sebagai berikut:

a. Kelebatan rambut (Densitas rambut)

Kelebatan rambut dapat ditentukan dengan melihat banyaknya batang rambut yang tumbuh di kulit kepala, rata-rata 90 helai rambut kasar sampai 130 helai rambut halus setiap sentimeter persegi. Banyaknya rambut yang tumbuh di seluruh kulit kepala berkisar antara 80.000-120.000 helai tergantung pada halus kasarnya rambut seseorang.


(32)

b. Tebal halusnya rambut

Tebal halusnya rambut ditentukan oleh banyaknya zat tanduk dalam kulit rambut. Pada umumnya, rambut yang berwarna hitam dan coklat lebih tebal daripada rambut merah atau pirang. Rambut di pelipis lebih halus daripada rambut di daerah lain.

c. Kasar licinnya permukaan rambut

Kasar licinnya permukaan rambut ini ditentukan melalui perabaan. Permukaan rambut dikatakan lebih kasar jika sisik-sisik selaput rambut tidak teratur rapat satu dengan yang lain. Hal ini dapat juga disebabkan oleh kotoran yang menempel pada permukaan rambut atau kelainan rambut yang berupa simpul.

d. Kekuatan rambut

Sifat ini tergantung pada banyaknya dan kualitas zat tanduk dalam rambut. Kekuatan rambut dapat diketahui dengan cara meregangkan rambut sampai putus.

e. Daya serap (porositas) rambut

Porositas rambut adalah kemampuan rambut untuk mengisap cairan. Porositas tergantung dari keadaan lapisan kutikula, yaitu lapisan rambut paling luar yang mempunyai sel-sel seperti sisik, bertumpuk-tumpuk membuka ke arah ujung rambut. Selaput rambut yang sisik – sisiknya terbuka dan zat tanduk yang keadaannya kurang baik akan meningkatkan daya serap rambut. Rambut di puncak kepala memiliki daya serap terbaik.

f. Elastisitas rambut

Elastisitas rambut adalah daya kemampuan rambut untuk memanjang bila ditarik dan kembali kepada panjang semula jika dilepas. Normalnya, daya


(33)

elastisitas rambut dapat mencapai kira-kira 20-40% dari panjang asli rambut. Elastisitas pada rambut basah dapat mencapai 40-50% lebih panjang dari keadaan semula.

g. Plastisitas rambut

Plastisitas adalah sifat mudah tidaknya rambut dapat dibentuk (Bariqina dan Ideawati, 2001).

2.7.5 Fisiologi rambut

2.7.5.1 Pertumbuhan rambut

Rambut dapat tumbuh dan bertambah panjang. Hal ini disebabkan karena sel-sel daerah matrix/ umbi rambut secara terus menerus membelah. Rambut mengalami proses pertumbuhan menjadi dewasa dan bertambah panjang lalu rontok dan kemudian terjadi pergantian rambut baru. Inilah yang dinamakan siklus pertumbuhan rambut (Rostamailis, dkk., 2008).

Siklus pertumbuhan rambut telah dimulai saat janin berusia 4 bulan di dalam kandungan. Pada usia ini bibit rambut sudah ada dan menyebar rata diseluruh permukaan kulit. Diakhir bulan ke 6 atau awal bulan ke 7 usia kandungan, rambut pertama sudah mulai tumbuh dipermukaan kulit, yaitu berupa rambut lanugo, atau rambut khusus bayi dalam kandungan. Kemudian menjelang bayi lahir atau tidak lama sesudah bayi lahir, rambut bayi ini akan rontok, diganti dengan rambut terminal. Itulah sebabnya ketika bayi lahir, ada yang hanya berambut halus dan ada juga yang sudah berambut kasar dan agak panjang, bahkan kadang-kadang sudah mencapai panjangnya antara 2-3 centimeter. Kecepatan pertumbuhan rambut sekitar 1/3 milimeter per hari atau sekitar 1 centimeter perbulan. Dengan demikian kalau seorang bayi lahir dengan panjang


(34)

rambut 2 centimeter, berarti pada bulan ke 7 kehamilan, rambut lanugo bayi sudah diganti dengan rambut dewasa terminal. Rambut tidak mengalami pertumbuhan secara terus menerus. Pada waktu-waktu tertentu pertumbuhan rambut itu terhenti dan setelah mengalami istirahat sebentar, rambut akan rontok sampai ke umbi rambutnya. Sementara itu, papilrambut sudah membuat persiapan rambut baru sebagai gantinya (Rostamailis, dkk., 2008).

Pertumbuhan rambut mengalami pergantian melalui 3 fase, yaitu: 1. Fase anagen (fase pertumbuhan)

Fase anagen adalah fase pertumbuhan rambut ketika papil rambut terus membentuk sel rambut secara mitosis. Fase anagenberlangsung 2-5 tahun. 2. Fase katagen (fase istirahat)

Fase ini berlangsung hanya beberapa minggu. Selama fase istirahat, rambut berhenti tumbuh, umbi rambut mengkerut dan menjauhkan diri dari papil rambut, membentuk bonggol rambut, tetapi rambut belum rontok.

3. Fase telogen (fase kerontokan)

Fase ini berlangsung lebih kurang 100 hari. Ketika rambut baru sudah cukup panjang dan akan keluar dari kulit, rambut lama akan terdesak dan rontok. Pada akhir fase ini, folikel rambut beralih ke fase anagen secara spontan (Tranggono dan Latifah, 2007).

2.8 Pewarnaan Rambut

Sediaan pewarna rambut adalah sediaan kosmetika yang digunakan dalam tatarias rambut untuk mewarnai rambut, baik untuk mengembalikan warna rambut asalnya atau warna lain (Ditjen POM, 1985). Warna rambut manusia bermacam-macam, tergantung pada jenis pigmen yang terdapat di dalam korteks rambut.


(35)

Ketika usia semakin lanjut maka warna rambut semakin memutih, karena mulai kehilangan pigmen yang disebabkan oleh menurunnya fungsi melanosit dan menurunnya aktivitas tirosin. Pemutihan rambut juga dapat terjadi karena faktor keturunan (Putro, 1997).

Secara luas pewarnaan rambut meliputi penambahan warna (hair tinting), pemudaan/ penghilangan warna (bleaching) serta pewarnaan artistik (artistic coloring). Penambahan warna (hair tinting) dilakukan untuk menutupi warna kelabu yang terjadi karena rambut kehilangan pigmen warna aslinya. Penghilangan warna (bleaching) dilakukan untuk mempersiapkan proses perubahan warna dasar rambut ke warna lain yang diinginkan. Penghilangan warna ini ada yang disebut partial bleaching yaitu penghilangan sebagian warna, serta total bleaching yaitu penghilangan warna keseluruhan. Pewarnaan artistik (artistic coloring) bertujuan untuk membuat efek keindahan tertentu pada bagian rambut dengan menciptakan warna kontras antara bagian rambut tertentu dengan warna rambut aslinya/ warna rambut secara keseluruhan (Hadijah, 2003).

Pewarnaan rambut dapat dilakukan dengan berbagai cara, menggunakan berbagai jenis zat warna baik zat warna alam maupun sintetik (Ditjen POM, 1985). Zat warna mulai bekerja saat kontak dengan lapisan terluar dari rambut. Disini terjadi adsorpsi berupa fenomena antarmuka padat-cair. Zat warna rambut melewati kompleks membran sel dan melalui kutikula masuk ke dalam korteks secara permeasi dan difusi (Mitsui, 1997).

Pewarnaan rambut dapat dibedakan menjadi: 1. Pewarnaan berdasarkan daya lekat zat warna.


(36)

2.8.1 Berdasarkan daya lekat zat warna 2.8.1.1Pewarna rambut temporer

Pewarna rambut temporer bertahan pada rambut untuk waktu yang singkat, hanya sampai pada penyampoan berikutnya. Pewarna ini melapisi kutikula rambut tetapi tidak berpenetrasi ke dalam korteks rambut karena molekul-molekulnya terlalu besar (Dalton, 1985).

2.8.1.2Pewarna rambut semipermanen

Pewarna rambut semipermanen adalah pewarna rambut yang memiliki daya lekat tidak terlalu lama, daya lekatnya ada yang 4-6 minggu, ada juga 6-8 minggu. Pewarnaan rambut ini masih dapat tahan terhadap keramas, tetapi jika berulang dikeramas, zat warnanya akan luntur juga (Ditjen POM, 1985).

Tujuan pemberian pewarna semipermanen selain untuk menyegarkan warna rambut yang kusam, dapat pula digunakan saat pewarnaan permanen untuk mempertahankan kemilau rambut. Oleh sebab itu, rambut putih yang dicat hitam dengan jenis zat yang bersifat semipermanen ini secara perlahan-lahan, setelah 4-6 minggu, akan menguning kecoklatan dan akhirnya rambut akan kembali menjadi putih atau putih kekuningan (Bariqina dan Ideawati, 2001).

2.8.1.3 Pewarna rambut permanen

Pewarna rambut permanen berpenetrasi ke dalam kutikula dan terdeposit pada korteks rambut (Dalton, 1985). Pewarna rambut jenis ini memiliki daya lekat yang jauh lebih lama sehingga tidak luntur karena keramas dengan sampo dan dapat bertahan 3-4 bulan (Ditjen POM, 1985).

Pewarna tetap terdapat dalam berbagai bentuk dan macam, seperti krim, jelli, dan cairan. Pewarna ini berguna untuk menutupi warna rambut putih, rambut


(37)

beruban, serta rambut dengan warna asli untuk mendapatkan warna-warna yang mendekati warna asli menurut selera atau zaman (Bariqina dan Ideawati, 2001).

Susunan rambut atau berbagai macam tebal rambut akan mempengaruhi daya penyerapan cat. Pada umumnya, rambut halus lebih cepat dan lebih mudah menyerap cat dibanding rambut kasar dan tebal. Keadaan rambut yang kurang sehat, misalnya kutikula terbuka, akan cepat menyerap cat warna dalam jumlah yang lebih besar sehingga mengakibatkan warna tidak merata. Jenis rambut dengan kutikula yang sangat padat atau rapat dapat menolak peresapan pewarna secara cepat sehingga memerlukan waktu olah yang lebih lama (Bariqina dan Ideawati, 2001).

Mekanisme penempatan zat warna dari ketiga jenis pewarna rambut di atas yang diilustrasikan pada sehelai rambut dapat dilihat pada Gambar 2.7 berikut:

(a) (b) (c)

Gambar 2.7 Penempatan zat warna pada proses pewarnaan rambut (Mitsui, 1997).

Keterangan:

a = Pewarna rambut temporer b = Pewarna rambut semi permanen c = Pewarna rambut permanen


(38)

2.8.2Proses sistem pewarnaan

Berdasarkan proses sistem pewarnaan, pewarna rambut dibagi 2 golongan:

2.8.2.1 Pewarna rambut langsung

Sediaan pewarna rambut langsung telah menggunakan zat warna, sehingga dapat langsung digunakan dalam pewarnaan rambut tanpa terlebih dahulu harus dibangkitkan dengan pembangkit warna, pewarna rambut langsung terdiri dari:

1. Pewarna rambut langsung dengan zat warna alam 2. Pewarna rambut langsung dengan zat warna sintetik

Zat warna alam meliputi bahan warna nabati, ekstrak, sari komponen warna bahan nabati. Sedangkan zat warna sintetik berdasarkan pola warna komponen warna bahan nabati.

2.8.2.2Pewarna rambut tidak langsung

Pewarna rambut tidak langsung disajikan dalam dua komponen yaitu masing-masing berisi komponen zat warna dan komponen pembangkit warna. Pewarna rambut tidak langsung terdiri dari:

1. Pewarna rambut tidak langsung dengan zat warna senyawa logam 2. Pewarna rambut tidak langsung dengan zat warna oksidatif.

Dalam hal ini peranan pewarna rambut ditentukan oleh jenis senyawa logam dan jenis pembangkit warnanya. Jenis senyawa logam yang digunakan misalnya tembaga (II) sulfat, zat pembangkitnya misalnya pirogalol (Ditjen POM, 1985).

2.9 Uji Iritasi

Banyak produk kosmetik yang dapat menyebabkan gangguan kulit yang bersifat iritan ataupun alergi. Uji keamanan yang dilakukan pada kosmetika


(39)

meliputi dua aspek, yakni uji keamanan sebagai bahan dan uji keamanan untuk produk kosmetika sebelum diedarkan. Uji keamanan produk kosmetika dilakukan pada panel manusia untuk menetapkan apakah produk kosmetika itu memberikan efek toksik atau tidak (Ditjen POM, 1985).

Untuk mencegah terjadinya reaksi iritasi terhadap produk pewarna rambut, perlu dilakukan uji iritasi terhadap sukarelawan. Uji iritasi ini dapat dilakukan dengan mengoleskan sediaan pewarna rambut pada lengan bawah bagian dalam atau bagian belakang telinga dan dibiarkan selama 24 jam untuk kemudian diamati apakah terjadi reaksi iritasi (Scott, dkk., 1976).


(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Alat-alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca listrik, blender, ayakan, batang pengaduk, pinset, benang wol, kertas perkamen, gunting, tisu gulung, cutton buds, perkolator, rotary evaporator, lemari pengering, freeze dryer, dan alat – alat gelas yang diperlukan.

3.2 Bahan-bahan yang digunakan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu secang, pirogalol, tembaga (II) sulfat,xanthan gum, aquadest, shampoo dan rambut uban.

3.3 Prosedur kerja

3.3.1 Pengumpulan sampel

Pengumpulan sampel dilakukan secara purposif, yaitu tanpa membandingkan dengan daerah lain. Bagian tumbuhan yang digunakan adalah hati kayu secang (Caesalpinia sappan L.) dengan diameter 9 cm yang diambil dari batang tumbuhan yang telah dewasa di kawasan hutan Serule, Kecamatan Bintang, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

3.3.2 Identifikasi sampel

Identifikasi tumbuhan dilakukan di laboratorium Herbarium Medanense

Universitas Sumatera Utara. Hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada lampiran 10 halaman 54.


(41)

3.3.3 Pengolahan sampel

Batang secang dicuci bersih dan ditiriskan, kemudian dikering anginkan, selanjutnya dibersihkan dari kulit batang untuk diambil bagian hati kayunya. Kayu diserut lalu ditimbang. Bahan kemudian dikeringkan di lemari pengering pada temperatur ± 0

40 C hingga kering, yang ditandai apabila ditimbang beberapa kali bobotnya tetap sama, lalu diserbukkan dengan menggunakan blender kemudian diayak dan disimpan di tempat kering.

3.3.4 Pembuatan zat warna kayu secang

Pembuatan zat warna kayu secang dilakukan secara perkolasi menggunakan penyari aquadest.

Cara kerja:

Serbuk simplisia dimasukkan ke dalam bejana tertutup, tuangi cairan penyari sampai semua simplisia terendam sempurna dan dibiarkan sekurang-kurangnya selama 3 jam. Pindahkan massa sedikit demi sedikit ke dalam perkolator sambil tiap kali ditekan hati-hati, kemudian dituangi dengan cairan penyari secukupnya sampai cairan mulai menetes dan di atas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari, perkolator ditutup, dibiarkan selama 24 jam. Kran perkolator dibuka, dibiarkan cairan menetes dengan kecepatan 1 ml per menit, ditambahkan berulang-ulang cairan penyari secukupnya sehingga selalu terdapat selapis cairan penyari di atas simplisia (Ditjen POM, 1979). Perkolat yang diperoleh dipekatkan dengan alat penguap vakum putar pada suhu ± 70oC hingga diperoleh ekstrak kental, kemudian dikeringkan dengan freeze dryer (Saati, 2006).


(42)

3.4 Pembuatan formula

Formula yang dipilih berdasarkan formula standard yang terdapat pada Formularium Kosmetika Indonesia (1985) seperti pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Formula standard

Komposisi Coklat muda Coklat tua Hitam

Ekstrak inai 30 83 73

Pirogalol 5 10 15

Tembaga (II) sulfat 5 7 12

Sebelum dibuat formula pewarna rambut, dilakukan orientasi terhadap rambut uban untuk menentukan konsentrasi pirogalol dan tembaga (II) sulfat dengan catatan bahwa konsentrasi pirogalol tidak lebih dari 5% (Ditjen POM, 1985) seperti pada Tabel 3.2 berikut:

Tabel 3.2 Formula orientasi

Komposisi A B

Zat warna kayu secang 5 5

Pirogalol 1 2

Tembaga (II) sulfat 1 2

Dalam penelitian ini, sediaan yang akan dibuat adalah sediaan pewarna rambut dengan tujuan untuk memberikan warna coklat pada rambut sehingga dipilih konsentrasi pirogalol dan tembaga (II) sulfat masing-masing 1% dengan kriteria warna rambut terbaik yang dihasilkan adalah coklat gelap. Selanjutnya dilakukan lagi orientasi terhadap rambut uban dengan penambahan xanthan gum

1% sebagai berikut:

1. Rambut uban direndam dalam zat warna kayu secang 5% 2. Rambut uban direndam dalam pirogalol 1%


(43)

3. Rambut uban direndam dalam tembaga (II) sulfat 1% 4. Rambut uban direndam dalam xanthan gum 1%

5. Rambut uban direndam dalam pirogalol 1% + tembaga (II) sulfat 1% 6. Rambut uban direndam dalam pirogalol 1% + xanthan gum 1%

7. Rambut uban direndam dalam tembaga (II) sulfat 1% + xanthan gum 1% 8. Rambut uban direndam dalam zat warna kayu secang 5% + pirogalol 1% 9. Rambut uban direndam dalam zat warna kayu secang 5% + tembaga (II)

sulfat 1%

10. Rambut uban direndam dalam zat warna kayu secang 5% + xanthan gum 1% 11. Rambut uban direndam dalam pirogalol 1% + tembaga (II) sulfat 1% +

xanthan gum 1%

12. Rambut uban direndam dalam zat warna kayu secang 5% + pirogalol 1% + tembaga (II) sulfat 1%

13. Rambut uban direndam dalam zat warna kayu secang 5% + pirogalol 1% +

xanthan gum 1%

14. Rambut uban direndam dalam zat warna kayu secang 5% + tembaga (II) sulfat 1% + xanthan gum 1%

15. Rambut uban direndam dalam zat warna kayu secang 5% + pirogalol 1% + tembaga (II) sulfat 1% + xanthan gum 1%.

Rambut uban dimasukkan ke dalam masing-masing bahan atau campuran bahan, dilakukan perendaman selama 4 jam, kemudian dikeluarkan, dicuci dan dikeringkan. Masing-masing diamati warna yang terbentuk.

Dari hasil orientasi di atas, dibuat formula dengan variasi konsentrasi zat warna kayu secang seperti pada Tabel 3.3.


(44)

Tabel 3.3 Formula pewarna rambut yang dibuat

Komposisi Formula (%)

A B C D E

Zat warna kayu secang 5 7,5 10 12,5 15

Pirogalol 1 1 1 1 1

Tembaga (II) Sulfat 1 1 1 1 1

Xanthan gum 1 1 1 1 1

Air ad (ml) 100 100 100 100 100

Keterangan:

Formula A = Konsentrasi zat warna kayu secang 5%, pirogalol 1%, tembaga (II) sulfat 1% dan xanthan gum 1%.

Formula B = Konsentrasi zat warna kayu secang 7,5%, pirogalol 1%, tembaga (II) sulfat 1% dan xanthan gum 1%.

Formula C = Konsentrasi zat warna kayu secang 10%, pirogalol 1%, tembaga (II) sulfat 1% dan xanthan gum 1%.

Formula D = Konsentrasi zat warna kayu secang 12,5%, pirogalol 1%, tembaga (II) sulfat 1% dan xanthan gum 1%.

Formula E = Konsentrasi zat warna kayu secang 15%, pirogalol 1%, tembaga (II) sulfat 1% dan xanthan gum 1%.

Prosedur kerja:

Campurkan pirogalol, tembaga (II) sulfat, zat warna kayu secang dan

xanthan gum ke dalam lumpang, digerus homogen. Pindahkan massa ke dalam beaker glass, kemudian tambahkan dengan aquadest.

Pengujian terhadap rambut uban:

Empat ikat rambut uban masing-masing seratus helai yang telah dipotong kira-kira 5 cm dan dicuci dengan shampoo, dimasukkan ke dalam campuran bahan pewarna rambut, dilakukan perendaman selama 1-4 jam dengan satu ikat rambut diambil setiap jamnya untuk kemudian dicuci, dikeringkan, dan dipisahkan serta diamati warna yang terbentuk sesuai dengan waktu perendaman.

3.5 Evaluasi

3.5.1 Pengamatan secara visual

Pengamatan ini dilakukan terhadap masing-masing formula untuk tiap kali perendaman. Dari hasil percobaan yang dilakukan, ditentukan waktu perendaman


(45)

yang optimal, yaitu dengan membandingkan hasil pewarnaan setelah 1 sampai 4 jam perendaman. Kemudian masing-masing formula diamati hasil akhir pewarnaannya dan warna tersebut diklasifikasikan menurut Natural Color Levels seperti pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Natural Color Levels (Dalton,1985). Keterangan:

Blonde = Pirang; Brown = Cokelat; Black = Hitam; Light = Terang; Medium = Sedang; Dark = Gelap

3.5.2 Pengamatan stabilitas warna

3.5.2.1 Stabilitas warna terhadap pencucian

Prosedur kerja:

Uban yang telah diberipewarna dengan perendaman selama 4 jam dicuci dengan menggunakan shampoo dan dikeringkan. Pencucian ini dilakukan sebanyak 15 kali pencucian, kemudian diamati apakah terjadi perubahan warna rambut setelah pencucian.


(46)

3.5.2.2 Stabilitas warna terhadap sinar matahari

Uban yang telah diwarnai dan dibilas bersih dibiarkan terkena sinar matahari langsung selama 5 jam mulai dari pukul 1000-1500 WIB, setelah itu diamati perubahan warnanya.

3.5.3 Uji Biologis (Uji Iritasi)

Sukarelawan yang dijadikan sebagai panel dalam uji iritasi pada formula pewarnaan rambut adalah orang terdekat dan sering berada di sekitar pengujian sehingga lebih mudah diawasi dan diamati bila ada reaksi yang terjadi pada kulit yang sedang diuji dengan kriteria sebagai berikut:

1. wanita berbadan sehat, 2. usia antara 20-30 tahun,

3. tidak ada riwayat penyakit yang berhubungan dengan alergi, dan 4. bersedia menjadi relawan (Ditjen POM, 1985).

Prosedur kerja:

Kulit sukarelawan yang akan diuji dibersihkan dan dilingkari dengan spidol (diameter 3 cm) pada bagian belakang telinganya, kemudian pewarna rambut yang telah disiapkan dioleskan dengan menggunakan cotton buds pada tempat yang akan diuji dengan diameter 2 cm, lalu dibiarkan selama 24 jam dengan diamati setiap 4 jam sekali apakah terjadi eritema, papula, vesikula, dan edema (Scott, 1976; Ditjen POM, 1985).


(47)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Indentifikasi Sampel

Hasil identifikasi tumbuhan menunjukkan bahwa bahan uji adalah tumbuhan secang (Caesalpinia sappan L.) famili Caesalpiniaceae.

4.2 Pengaruh Penambahan Bahan dan Perbedaan Konsentrasi terhadap Perubahan Warna Rambut Uban

4.2.1 Hasil Orientasi Perbedaan Konsentrasi Pirogalol dan Tembaga (II) sulfat terhadap Perubahan Warna Rambut Uban

Konsentrasi pirogalol dan tembaga (II) sulfat ditentukan berdasarkan hasil orientasi seperti pada Gambar 4.1 berikut:

a b

Gambar 4.1 Pengaruh perbedaan konsentrasi pirogalol dan tembaga (II) sulfat terhadap perubahan warna rambut uban dengan lama perendaman 4 jam.

Keterangan:

a = rambut uban dalam zat warna kayu secang 5%, pirogalol 1%, tembaga (II) sulfat 1%

b = rambut uban dalam zat warna kayu secang 5%, pirogalol 2%, tembaga (II) sulfat 2%

Gambar (4.1.a) menunjukkan bahwa rambut uban dalam formula yang mengandung zat warna kayu secang 5%, pirogalol 1%, dan tembaga (II) sulfat 1% dapat mengubah warna rambut uban dari putih menjadi coklat sedang, sementara rambut uban dalam formula yang mengandung pirogalol 2% dan tembaga (II) sulfat 2% dengan jumlah zat warna kayu secang yang sama, mengubah warna


(48)

rambut uban (putih) menjadi hitam seperti pada gambar (4.1.b). Dengan demikian, konsentrasi pirogalol dan tembaga (II) sulfat yang akan digunakan dalam formula pewarna rambut masing-masing adalah 1%.

4.2.2 Hasil Orientasi Penambahan Bahan dan Campuran Bahan terhadap Perubahan Warna Rambut Uban

Berdasarkan hasil orientasi yang dilakukan diperoleh hasil pewarnaan rambut uban seperti pada Gambar 4.2 berikut:

a b c d

e f g h


(49)

m n o p

Gambar 4.2 Pengaruh penambahan bahan dan campuran bahan terhadap perubahan warna rambut uban dengan lama perendaman 4 jam. Keterangan:

a = rambut uban (blanko)

b = rambut uban dalam zat warna kayu secang 5% c = rambut uban dalam pirogalol 1%

d = rambut uban dalam tembaga (II) sulfat 1% e = rambut uban dalam xanthan gum 1%

f = rambut uban dalam pirogalol 1% + tembaga (II) sulfat 1% g = rambut uban dalam pirogalol 1% + xanthan gum 1%

h = rambut uban dalam tembaga (II) sulfat 1% + xanthan gum 1% i = rambut uban dalam zat warna kayu secang 5% + pirogalol 1%

j = rambut uban dalam zat warna kayu secang 5% + tembaga (II) sulfat 1% k = rambut uban dalam zat warna kayu secang 5% + xanthan gum 1%

l = rambut uban dalam pirogalol 1% + tembaga (II) sulfat 1% + xanthan gum

1%

m = rambut uban dalam zat warna kayu secang 5% + pirogalol 1% + tembaga (II) sulfat 1%

n = rambut uban dalam zat warna kayu secang 5% + pirogalol 1% + xanthan gum 1%

o = rambut uban dalam zat warna kayu secang 5% + tembaga (II) sulfat 1% +

xanthan gum 1%

p = rambut uban dalam zat warna kayu secang 5% + pirogalol 1% + tembaga (II) sulfat 1% + xanthan gum 1%

Hasil perendaman rambut uban dalam zat warna kayu secang (4.2.b) terjadi perubahan warna yaitu dari putih menjadi pirang sedang, dalam pirogalol (4.2.c) berwarna pirang terang, dalam tembaga (II) sulfat (4.2.d) warna tidak berubah, dalam xanthan gum (4.2.e) warna tidak berubah, dalam pirogalol + tembaga (II) sulfat (4.2.f) berwarna coklat gelap, dalam pirogalol + xanthan gum


(50)

warna tidak berubah, dalam zat warna kayu secang + pirogalol (4.2.i) berwarna pirang sedang, dalam zat warna kayu secang + tembaga (II) sulfat (4.2.j) berwarna coklat terang, dalam zat warna kayu secang + xanthan gum (4.2.k) berwarna pirang sedang, dalam pirogalol + tembaga (II) sulfat + xanthan gum (4.2.l) berwarna coklat gelap, dalam zat warna kayu secang + pirogalol + tembaga (II) sulfat (4.2.m) berwarna coklat sedang, dalam zat warna kayu secang + pirogalol +

xanthan gum (4.2.n) berwarna pirang sedang, dalam zat warna kayu secang + tembaga (II) sulfat + xanthan gum (4.2.o) berwarna coklat terang, dan dalam zat warna kayu secang + pirogalol + tembaga (II) sulfat + xanthan gum (4.2.p) memberikan warna coklat sedang.

Gambar (4.2.b) menunjukkan bahwa warna yang terjadi kurang stabil karena dapat hilang dengan pencucian. Oleh karena itu untuk mendapatkan hasil yang optimal maka pewarna alami digunakan bersamaan dengan zat warna logam dan zat pembangkit warna. Efek warna rambut dapat terlihat jelas pada gambar (4.2.m) dan (4.2.p) yaitu warna coklat sedang. Penggunaan zat warna senyawa logam dan zat pembangkit warna akan menghasilkan warna yang lebih kuat dan lebih stabil (Ditjen POM, 1985).

4.2.3 Pengaruh Konsentrasi Zat Warna Kayu Secang terhadap Perubahan Warna Rambut Uban

Variasi konsentrasi zat warna kayu secang dapat memberikan perbedaan warna rambut uban yang dihasilkan dari proses perendaman dalam waktu yang sama. Perbedaan warna rambut uban tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.3 berikut:


(51)

A B C

D E

Gambar 4.3 Pengaruh konsentrasi serbuk zat warna kayu secang terhadap perubahan warna rambut uban dengan lama perendaman 4 jam. Keterangan:

Formula A = Konsentrasi zat warna kayu secang 5%, pirogalol 1%, tembaga (II) sulfat 1%, dan xanthan gum 1% dengan perendaman selama 4 jam.

Formula B = Konsentrasi zat warna kayu secang 7,5%, pirogalol 1%, tembaga (II) sulfat 1%, dan xanthan gum 1% dengan perendaman selama 4 jam.

Formula C = Konsentrasi zat warna kayu secang 10%, pirogalol 1%, tembaga (II) sulfat 1%, dan xanthan gum 1% dengan perendaman selama 4 jam.

Formula D = Konsentrasi zat warna kayu secang 12,5%, pirogalol 1%, tembaga (II) sulfat 1%, dan xanthan gum 1% dengan perendaman selama 4 jam.

Formula E = Konsentrasi zat warna kayu secang 15%, pirogalol 1%, tembaga (II) sulfat 1%, dan xanthan gum 1% dengan pengecatan selama 4 jam.

Gambar (4.3) merupakan hasil perendaman rambut uban dalam sediaan pewarna rambut dengan beberapa variasi konsentrasi zat warna kayu secang. Pewarnaan dengan formula A (konsentrasi zat warna kayu secang 5%) dan pewarnaan dengan formula B (konsentrasi zat warna kayu secang 7,5%)


(52)

memberikan warna yang sama, yaitucoklat sedang, formula C (konsentrasi zat warna kayu secang 10%) memberikan warna coklat gelap, formula D (konsentrasi zat warna kayu secang 12,5%) memberikan warna coklat sedang, dan formula E (konsentrasi zat warna kayu secang 15%) memberikan warna coklat terang.

Hasil perendaman rambut uban dari masing-masing formula yang dibuat memberikan perubahan warna pada rambut uban seperti pada Tabel 4.1 berikut:

Tabel 4.1 Data hasil pengamatan secara visual pengaruh konsentrasi zat warna kayu secang terhadap perubahan warna rambut uban.

No. Formula Hasil pewarnaan pada lama perendaman (jam)

I II III IV

1 A Coklat terang Coklat sedang Coklat sedang Coklat sedang 2 B Coklat terang Coklat sedang Coklat sedang Coklat sedang 3 C Coklat terang Coklat terang Coklat sedang Coklat gelap 4 D Coklat terang Coklat terang Coklat terang Coklat sedang 5 E Coklat terang Coklat terang Coklat terang Coklat terang

Tabel (4.1) menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi zat warna kayu secang, maka hasil pewarnaanya menjadi lebih gelap sampai pada konsentrasi tertentu (zat warna kayu secang 10%) dan di atas konsentrasi 10%, yaitu 12,5% dan 15% hasil pewarnaannya menjadi lebih merah. Hal ini disebabkan karena jumlah zat warna kayu secang yang semakin banyak memberikan warna yang lebih dominan dibandingkan dengan warna yang dihasilkan zat warna yang konsentrasinya lebih rendah dalam formula.

Pencampuran zat warna kayu secang, pirogalol, dan tembaga (II) sulfat dapat memperbaiki daya lekat warna pada rambut. Zat warna dapat menempel lebih kuat pada tangkai rambut, hal ini disebabkan karena molekul-molekul tersebut menembus kutikula dan masuk kedalam korteks rambut sehingga terjadi perubahan warna pada rambut (Ditjen POM, 1985).


(53)

4.3 Pengaruh Waktu Perendaman terhadap Hasil Pewarnaan Rambut Uban

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap percobaan yang telah dilakukan,diketahui bahwa lamanya waktu perendaman mempengaruhi hasil pewarnaan rambut uban seperti terlihat pada Gambar 4.4 di bawah ini yang diambil dari formula C.

a b c d

Gambar 4.4 Pengaruh waktu perendaman terhadap hasil pewarnaan rambut uban Keterangan:

a = Perendaman selama 1 jam b = Perendaman selama 2 jam c = Perendaman selama 3 jam d = Perendaman selama 4 jam

Perendaman rambut uban dalam sediaan pewarna rambut dilakukan selama 1-4 jam. Penentuan waktu perendaman ini berdasarkan hasil yang diperoleh bahwa pewarnaan rambut uban terjadi secara bertahap hingga mencapai pewarnaan maksimal pada perendaman selama 4 jam yang dapat mengubah rambut uban (putih) menjadi warna coklat gelap seperti terlihat pada Gambar 4.4. Perendaman selama 1 sampai 2 jam mengubah warna putih menjadi coklat terang, perendaman selama 3 jam menjadi coklat sedang dan pada perendaman selama 4 jam mengubah warna putih menjadicoklat gelap.

Hasil pengamatan secara visual terhadap perendaman rambut uban diperoleh formula yang menghasilkan perubahan warna paling jelas yang


(54)

mengarah kepada warna coklat gelap, yaitu formula C yang terdiri dari zat warna kayu secang 10%, pirogalol 1%, tembaga (II) sulfat 1%, dan xanthan gum 1%. Kemudian formula inilah yang digunakan untuk uji evaluasi.

4.4 Hasil Evaluasi

4.4.1 Stabilitas Warna Terhadap Pencucian

Berdasarkanuji stabilitas warna terhadap pencucian diperoleh hasil bahwa tidak terjadi perubahan warna rambut setelah lima belas kali pencucian seperti terlihat pada Gambar 4.5 berikut:

a b c d e

Gambar 4.5 Stabilitas warna terhadap pencucian Keterangan:

a = sebelum pencucian b = 1 kali pencucian c = 5 kali pencucian d = 10 kali pencucian e = 15 kali pencucian

Warna rambut sebelum dan setelah pencucian masih terlihat sama, tidak terjadi perubahan. Menurut Ditjen POM (1985), warna rambut uban tetap stabil terhadap pencucian karena adanya pencampuran zat warna alam dengan zat warna senyawa logam. Campuran tersebut dapat memperbaiki daya lekat warna pada rambut sebab zat warna dapat menempel lebih kuat pada tangkai rambut.


(55)

4.4.2 Stabilitas Warna terhadap Sinar Matahari

Warna ditentukan kestabilannya dengan memaparkan rambut selama 5 jam dibawah sinar matahari yang dapat dilihat pada Gambar 4.6 berikut:

a b

Gambar 4.6 Stabilitas warna terhadap sinar matahari Keterangan:

a = Warna rambut sebelum dipaparkan di bawah sinar matahari langsung b = Warna rambut setelah dipaparkan di bawah sinar matahari langsung

Gambar (4.6) menunjukkan bahwa warna rambut tetap sama sebelum dan sesudah pemaparan terhadap sinar matahari.

4.4.3 Uji Biologis (Uji Iritasi)

Sediaan pewarna rambut yang hendak dipasarkan untuk konsumen harus diberikan penandaan yang jelas mengenai cara penggunaan, komposisi, dan kadar zat yang digunakan. Selain itu, pada etiket tersebut harus tercantum perlu tidaknya uji iritasi sebelum digunakan. Uji ini dilakukan untuk meyakinkan apakah dalam formulasi sediaan pewarna rambut terjadi reaksi antara komponen sehingga terbentuk zat yang bersifat iritan atau toksik.

Uji ini dilakukan terhadap 6 orang sukarelawan. Formula yang dipilih adalah formula C yang terdiri dari zat warna kayu secang 10%, pirogalol 1%, tembaga (II) sulfat 1%, dan xanthan gum 1%. Hasil pengujian dapat dilihat dari


(56)

data pengamatan yang dilakukan pada masing-masing sukarelawan seperti pada Tabel 4.2 berikut:

Tabel 4.2 Data pengamatan uji iritasi terhadap kulit sukarelawan.

No. Pernyataan

Sukarelawan

I II III IV V VI

1 Eritema 0 0 0 0 0 0

2 Eritema dan Papula 0 0 0 0 0 0

3 Eritema, Papula, dan Vesikula 0 0 0 0 0 0

4 Edema dan Vesikula 0 0 0 0 0 0

Keterangan:

0 = Tidak ada reaksi + = Eritema

++ = Eritema dan papula

+++ = Eritema, papula, dan vesikula

++++ = Edem dan vesikula (Ditjen POM, 1985).

Tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa formula sediaan pewarna rambut yang digunakan tidak mengakibatkan iritasi pada kulit.


(57)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

1. Serbuk zat warna kayu secang (Caesalpinia sappan L.) dapat diformulasi ke dalam sediaan pewarna rambut dengan menghasilkan warna dari coklat terang sampai coklat gelap.

2. Formula yang menghasilkan warna terbaik adalah formula C yang terdiri dari serbuk zat warna kayu secang (Caesalpinia sappan L.), pirogalol, tembaga (II) sulfat, dan xanthan gum dengan perbandingan konsentrasi 10%: 1%: 1%: 1% yaitu berwarna coklat gelap, stabil terhadap 15 kali pencucian dan sinar matahari langsung, serta tidak menimbulkan reaksi iritasi pada kulit.

5.2 Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk memformulasikan zat warna kayu secang (Caesalpinia sappan L.) dalam bentuk sediaan lain, misalnya cat kuku.


(58)

DAFTAR PUSTAKA

Anonima. (2011). Manfaat kayu secang.

Februari 2012.

Anonimb. (2011). The Structure of H

Barel, A.O., Paye, M., dan Maibach, H.I. (2001). Handbook of Cosmetic Science and Technology. New York: Marcel Dekker. Hal. 582, 718.

Bariqina, E., dan Ideawati. Z. (2001). Perawatan & Penataan Rambut. Yogyakarta: Adi Cita Karya Nusa. Hal. 1-12, 83-86.

Dalimartha, S. (2009). Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid 6. Jakarta: Pustaka Bunda. Hal. 153-154.

Dalton, J.W. (1985). The Professional Cosmetologist. Edisi ketiga. St. Paul: West Publishing Company. Hal. 202, 210-233.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 32-33.

Ditjen POM. (1985). Formularium Kosmetik Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal.83-86, 208-219.

Ditjen POM. (1986). Sediaan Galenik. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 16-21.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi Ke-empat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 1192-1193, 1199.

Ditjen POM. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 3-5.

Hadijah, I. (2003). Pewarnaan Rambut Uban. Malang: Departemen Pendidikan Nasional. Hal. 12.

Hangoluan, B.Y.M. (2011). Pengembangan Metode Isolasi Brazilin dai Kayu Secang (Caesalpinia sappan L.).Skripsi. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB.

Holinesti, R. (2009). Studi Pemanfaatan pigmen brazilein kayu secang (Caesalpinia sappan L.) sebagai pewarna alami serta stabilitasnya pada model pangan.Jurnal Pendidikan dan Keluarga UNP. 1(2): 12-14.


(59)

Kristie, A. (2008). Efek Pencampuran Ekstrak Zat Warna Kayu Secang dengan Beberapa Sumber Antosianin terhadap Kualitas Warna Merah dan Sifat Antimikrobanya. Skirpsi. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

Lioe, H.N., Adawiyah, D.R., dan Anggraeni, R. (2012). Isolation and characterization of the major natural dyestuff component of Brazilwood (Caesalpinia sappan L.). International Food Research Journal. 19(2): 537-542.

Maharani, K. (2003). Stabilitas Pigmen Brazilin pada Kayu Secang (Caesalpinia sappan L.). Skripsi. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

Mitsui, T. (1997). New Cosmetic Science. Amsterdam: Elsevier. Hal. 49, 431-432. Prakash, L., dan Majeed, M. (2008). Natural Activities Lend Color to Cosmetics.

New Delhi: Sabinsa Corporation. Hal. 6.

Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup. (2007). Warna Alami. Mojokerto: Move Indonesia. Hal. 10-14.

Putro, D.S. (1998). Agar Awet Muda. Ungaran: Trubus Agriwidya.Hal. 12-15. Rostamailis, Hayatunnufus, dan Yanita, M.(2008). Tata Kecantikan

Rambut.Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Hal. 21-22, 397.

Rowe, R.C., Sheskey, P.J., dan Quinn, M.E. (2009). Handbook of Pharmaceutical Excipient. Edisi ke-enam. London: Pharmaceutical Press. Hal. 782-783. Saati, E.A. (2006). Membuat Pewarna Alami. Cetakan I. Surabaya: Trubus

Agrisarana. Hal. 30-33 dan 40-41.

Scott, O.P., Callahan, M.G., Faulkner, R.M., dan Jenkins, M.L. (1976). Textbook of Cosmetology. London: Prentice-Hall , Inc. Hal. 33, 202-2017.

Sweetman, S.C. (2009). Martindale The Complete Drug Reference. Edisi Ketigapuluh. London: Phamaceutical Press. Hal. 1611, 1935, 2147.

Tranggono, R.I., dan Latifah. F.(2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal. 33-37.

Wasitaatmaja, S.M. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: Universitas Indonesia. Hal. 8, 26-128.


(60)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Bagan alir pembuatan serbuk zat warna kayu secang

Disortasi dan dicuci

Dikeringkan dengan cara diangin-anginkan

Dikupas kulit batang Diserut

Ditimbang (sebagai berat basah)

Dikeringkan pada suhu ± 40oC Ditimbang

Dihaluskan dengan cara diblender Ditimbang

Diperkolasi dengan cairan penyari aquadest

Dipekatkan dengan rotary evaporator

pada suhu ± 70oC

Dikeringkan dengan freeze dryer pada suhu -67oC

Kayu secang 2,7 kg

Simplisia kering 1,5 kg

Serbuk simplisia 1,45 kg

Perkolat 32 L

Serbuk zat warna kayu secang 29,28 g Perkolasi

Batang secang


(61)

(62)

(63)

(64)

(65)

Lampiran 6. Gambar pirogalol .


(66)

(67)

(68)

Lampiran 9. Gambar hasil pewarnaan rambut

A1 A2 A3 A4

Keterangan: Pewarnaan rambut selama 1, 2, 3, dan 4 jam dalam zat warna kayu secang 5% + pirogalol 1% + tembaga (II) sulfat 1% + xanthan gum

1%

B1 B2 B3 B4

Keterangan: Pewarnaan rambut selama 1, 2, 3, dan 4 jam dalam zat warna kayu secang 7,5% + pirogalol 1% + tembaga (II) sulfat 1% + xanthan gum

1%

C1 C2 C3 C4

Keterangan: Pewarnaan rambut selama 1, 2, 3, dan 4 jam dalam zat warna kayu secang 10% + pirogalol 1% + tembaga (II) sulfat 1% + xanthan gum


(69)

D1 D2 D3 D4

Keterangan: Pewarnaan rambut selama 1, 2, 3, dan 4 jam dalam zat warna kayu secang 12,5% + pirogalol 1% + tembaga (II) sulfat 1% + xanthan gum 1%

E1 E2 E3 E4

Keterangan: Pewarnaan rambut selama 1, 2, 3, dan 4 jam dalam zat warna kayu secang 15% + pirogalol 1% + tembaga (II) sulfat 1% + xanthan gum


(70)

(1)

Lampiran 6. Gambar pirogalol .


(2)

(3)

(4)

Lampiran 9. Gambar hasil pewarnaan rambut

A1 A2 A3 A4

Keterangan: Pewarnaan rambut selama 1, 2, 3, dan 4 jam dalam zat warna kayu secang 5% + pirogalol 1% + tembaga (II) sulfat 1% + xanthan gum

1%

B1 B2 B3 B4

Keterangan: Pewarnaan rambut selama 1, 2, 3, dan 4 jam dalam zat warna kayu secang 7,5% + pirogalol 1% + tembaga (II) sulfat 1% + xanthan gum


(5)

D1 D2 D3 D4

Keterangan: Pewarnaan rambut selama 1, 2, 3, dan 4 jam dalam zat warna kayu secang 12,5% + pirogalol 1% + tembaga (II) sulfat 1% + xanthan gum 1%

E1 E2 E3 E4

Keterangan: Pewarnaan rambut selama 1, 2, 3, dan 4 jam dalam zat warna kayu secang 15% + pirogalol 1% + tembaga (II) sulfat 1% + xanthan gum


(6)