kronik bisa merupakan nosiseptif, neuropatik, atau keduanya Morgan’s Clinical Anasthesiology, 2006.
Nyeri kronik adalah nyeri yang konstan atau intermitten yang menetap sepanjang suatu periode waktu, biasanya lebih dari 6 bulan McCaffery, 1986
dalam Potter and Perry, 2005.
2.3 Fisiologi Nyeri
Ada empat proses yang akan terjadi pada suatu perjalanan nyeri yaitu transduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi.
1. Transduksi: adalah suatu proses perubahan rangsangan nyeri menjadi suatu
hantaran listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf. Rangsang ini dapat berupa stimulasi fisik, kimia, ataupun panas. Dan dapat terjadi di seluruh
jalur serabut nyeri. 2. Transmisi: adalah proses perambatan impuls listrik yang tercipta oleh
proses transduksi sepanjang serabut saraf reseptor nyeri, dimana molekul- molekulnya di celah sinaptik mentransmisi informasi dari suatu neuron ke
neuron berikutnya. 3. Modulasi: merupakan proses memodifikasi terhadap suatu rangsangan.
Modifikasi tersebut dapat terjadi pada sepanjang titik mulai dari transmisi pertama sampai ke korteks serebri. Modifikasi ini dapat berupa eksitasi
peningkatan ataupun inhibisi penghambatan. 4. Persepsi: merupakan proses akhir saat stimulus tersebut sudah mencapai
korteks serebri sehingga mencapai tingkat kesadaran, selanjutnya diterjemahkan dan dipersepsikan berupa tanggapan terhadap nyeri
tersebut. Reseptor nyeri merupakan salah satu organ tubuh yang berfungsi untuk
menerima stimulus nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang merespon apabila ketika ada stimulus
kuat yang secara potensial merusak Brunner Suddarth, 2001. Reseptor nyeri disebut juga nosiseptor, secara anatomis reseptor nyeri nosiseptor ada yang
bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari saraf perifer Ganong, 2002. Sistem nosiseptor terbagi dalam dua komponen yaitu :
secara potensial merusak Brunner Suddarth, 2001. Reseptor nyeri disebut juga nosiseptor, secara anatomis reseptor nyeri nosiseptor ada yang bermielien dan
ada juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer Ganong, 2002. Sistem nosiseptor terbagi dalam dua komponen yaitu :
a. Reseptor A delta adalah serabut komponen cepat kecepatan transmisi 6- 30 ms yang memungkinkan terasanya nyeri tajam yang akan cepat tidak
kembali terasa jika penyebab nyeri dihilangkan Ganong, 2002. b. Serabut C Merupakan serabut transmisi lambat kecepatan transmisi 0,5
ms yang dapat ditemukan pada daerah yang lebih dalam lagi, nyeri umumnya bersifat tumpul dan akan sulit dideteksi Guyton, 2008.
Berdasarkan letaknya, nosiseptor dapat diklasifikasikan dalam beberapa bagian tubuh yaitu pada kulit kutaneus, somatik dalam deep somatic,
dan pada daerah viseral, karena letaknya yang variatif inilah, nyeri yang terasa juga memiliki sensasi yang berbeda Sorensen’s, 1997.
Nosiseptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dilokalisasi dan didefinisikan Sorensen.s,
1997. Nyeri somatik dalam merupakan nyeri yang tumpul dan sulit dilokalisasi Devita koleganya, 1985. Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral,
reseptor ini meliputi organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri yang berasal dari visera tidak dapat ditentukan lokasinya
dengan baik, tidak enak, disertai mual dan gejala-gejala otonom lainnya. Nyeri ini sering menyebar atau dialihkan ke daerah lain Ganong, 2002. Sebagai contoh,
nyeri yang dialihkan yaitu nyeri pada lengan kiri atau rahang yang berkaitan dengan iskemia jantung atau serangan jantung infark miokard Brunner
Suddarth, 2001.
Gambar 2.5 Jenis-jenis saraf yang memodulasi rangsangan nyeri.
Gambar 2.6Proses asendens dari stimulus nyeri berawal dari nosiseptor dan berakhir pada korteks serebri untuk dipersepsikan dan
dilokalisasi. Sumber : Ganong, 24th edition
First order neuron : mayoritas dari first-order neurons dimodulasikan ke
ujung proksimal dari akson-akson mereka ke korda spinalis via dorsal sensori cabang spinal pada setiap servikal, torakal, lumbal, dan sakral. Beberapa aferen
tidak bermielinisasi serabut C ditemukan dapat memasuki korda spinalis via cabang saraf ventral motorik, berdasarkan observasi-observasi terhadap beberapa
pasien-pasien terus merasakan nyeri meskipun setelah transeksi dari cabang saraf dorsalis rhizotomi dan melaporkan adanya nyeri sepanjang stimulasi cabang
ventralis. Sekali pada dorsal horn, dengan maksud mensinapskan dengan second- order neurons
, akson –akson pada first-order neurons bisa bersinaps pada
interneuron, neuron simpatetik, dan ventral horn neuron-neuron motorik. Serat nyeri bermula dari ujung yang membawa dari trigeminal V, fasial
VII, glossofaringeal IX, dan saraf-saraf vagal X. The trigeminal ganglion
mempunyai badan-badan sel dari serat sensoris di oftalmika, maksilaris, dan mandibular bagian dari nervus trigeminal. Badan sel dari first-order afferent
neurons dari nervus fasialis berada di ganglion genikulatum, nervus
glossofaringeal berada di dalam ganglia superior dan petrosalnya sendiri; dan nervus vagal berada di dalam ganglion jugular somatik dan ganglion nodosum
viseral. Prosesus aksonal proksimal dari first-order neurons di dalam ganglia- ganglia ini mencapai nukleus dari batang otak via nervus respektif otak mereka
sendiri, dimana mereka bersinap di second-order neurons di dalam nukleus batang otak.
Second order neurons : ketika serat aferen memasuki korda spinalis,
mereka memisahkannya menurut ukuran, yang besar, serat-serat termielinisasi berada di medial, yang kecil, serat-serat tidak termielinisasi berada di lateral.
Serat-serat nyeri bisa asensus atau desensus satu sampai tiga serat di segmen- segmen korda spinalis di traktus Lissauer sebelum bersinaps dengan second-order
neurons di dalam area abu-abu pada ipsilateral dorsal horn. Dalam beberapa
contoh mereka berkomunikasi dengan second-order neurons melalui interneuron- interneuron.
Gray matter korda spinalis dibagi menjadi beberapa regio menjadi 10 lamina. Enam lamina pertama, yang langsung membentuk hornu dorsalis,
menerima segala impuls aferen dari aktifitas neuron-neuron, dan menghantarkan melalui modulasi nyeri dengan asensus dan desensus jalur saraf. Second-order
neurons bisa saja merupakan reseptor nosiseptif yang spesifik atau neuron yang
menyebarluaskan hantaran. Nociceptive-specific neurons hanya menghantarkan stimulus yang menyakitkan, tapi WDR neurons juga menerima hantaran dari
impuls tidak membahayakan Aβ, Aδ, dan serat-serat C. Nociceptive-specific neurons
diatur secara somatotopik di dalam lamina I dan telah mempunyai ciri khasnya sendiri, area resptif somatik; normalnya mereka tenang dan hanya
merespon terhadap stimulus high-threshold noxious, sangat buruk untuk mengkode intensitas stimulus. WDR neurons adalah tipe sel yang prevalensinya
paling banyak di dalam hornu dorsalis. Meskipun mereka ditemukan melewati hornu dorsalis, WDR neurons paling berlimpah di lamina ke lima. Selama
stimulasi berulang, WDR neurons secara karakteristik meningkatkan rasio tingkat treshold secara eoksponensial secara bertingkat wind-up, meskipun dengan
intensitas stimulus yang sama. Mereka juga memiliki area resptif yang luas dibandingkan
dengan nociceptive-specific
neurons Morgan’s Clinical
Anasthesiology, 2006
2.4 Pengukuran Derajat Nyeri