Hasil Penelitian dan Pembahasan

telah mencapai nilai 6,5 ke atas atau 65, siswa yang mendapat nilai kurang dari 6,5 dinyatakan belum tuntas belajar. Pengadaan postes dilaksanakan pada setiap akhir siklus sedangkan untuk mengamati kegiatan guru dan siswa digunakan pedoman observasi. Untuk mendukung hasil pengamatan, peneliti juga melakukan perekaman kegiatan proses pembelajaran dengan menggunakan kamera foto. Data yang telah terkumpul dianalisis dengan rumus persentase. Selanjutnya, nilai yang diperoleh siswa di cocokkan kedalam tabel konversi nilai dengan skala lima. Hasil analisis ini digunakan untuk mencari ketuntasan belajar. Menurut Depdikbud 1994 ketuntasan belajar secara klasikal sebesar 85 dari siswa memperoleh nilai 6,5 atau 65, artinya siswa baru dapat dikatakan tuntas bila siswa telah mendapat nilai minimal 6,5. Bila siswa memperoleh nilai kurang dari 6,5 dianggap belum tuntas belajar, selanjutnya bagi siswa yang bersangkutan dimasukkan kedalam satu atau dua kelompok tergantung dari jumlah siswa yang belum tuntas bekajar. Siswa inilah yang mendapatkan perhatian fokus dari guru saat pelaksanaan tindakan pada siklus-siklus berikutnya.

3. Hasil Penelitian dan Pembahasan

3.1 Hasil Penelitian Setahun sebelum penelitian yang sebenarnya dimulai terlebih dahulu peneliti bersama guru biologi dan siswa kelas I pada tahun 19992000 tepatnya tanggal 9 Agustus 2000 mengadakan penanaman tumbuh-tumbuhan di halaman sekolah SLTPN 10 kotamadya Denpasar. Tujuannya adalah untuk menambah jenis keanekaragaman tumbuhan di lingkungan sekolah, sehingga nantinya lingkungan sekolah sudah mendukung pelaksanaan penelitian. Adapun jenis-jenis tumbuhan yang ditanam meliputi: pacar air, bunga mawar, bunga kembang sepatu, bogenvil, cempaka, puring, palma dan tumbuhan paku, seperti paku suplir, paku sarang burung dan paku tanduk rusa. Pada saat penelitian tumbuhan tersebut telah tumbuh dengan sempurna, karena selama ini tumbuhan tersebut telah dipelihara dengan baik oleh petugas disekolah. Pada saat penanaman tersebut siswa diberikan tugas menyusun laporan secara berkelompok mulai dari pemilihan tanaman yang akan ditanam sampai pada tumbuhnya tanaman tersebut. Selanjutnya, penelitian dilaksanakan dalam tiga siklus. Pada siklus I dilakukan tiga kali pertemuan, membahas tentang konsep alga, jamur dan lumut, masing-masing pertemuan memerlukan waktu 2 x 45 menit. Pembagian waktunya 10 menit motivasi awal dari guru dan pembagian kelompok, 30 menit kegiatan di lapangan dan 40 menit diskusi kelas serta presentasi hasil dan 10 menit kemudian diakhiri dengan rangkuman oleh guru. Setiap siklus diawali dengan pretes dan pada akhir siklus diadakan postes. Hasil pengamatan pada pelaksanaan siklus I adalah sebagai berikut, yakni a guru telah memulai pembelajaran dengan memberi motivasi pada siswa dan mengakhiri dengan membuat rangkuman, b pada setiap kegiatan guru telah berusaha mendampingi siswa, c kerja kelompok siswa masih kurang aktif, terutama kelompok 5, 6, dan 7 yang aktif kelompok 1, 2, 3, dan 4, d dari hasil postes ada sebanyak 28 orang atau 71,79 siswa telah tuntas belajar, sedangkan 11 orang atau 28,21 siswa belum tuntas belajar. Hasil refkeksi pada siklus I adalah a keaktifan siswa dalam kerja kelompok kurang, b siswa belum mampu membuat kesimpulan dengan benar, c guru mendorong siswa berani mengajukan dan menjawab pertanyaan, dan d terdapat 71,79 siswa telah tuntas belajar dan 28,21 siswa belum tuntas belajar. Dari refleksi tindakan pada siklus I disusun rencana tindakan siklus II sebagai berikut, yakni 1 guru merubah susunan kelompok dengan memasukkan siswa yang kurang berhasil menjadi dua kelompok kelompok 1 dan kelompok 2, 2 memasukkan siswa yang belum tuntas kedalam dua kelompok tadi, 3 guru harus lebih memfokuskan perhatian kepada siswa yang belum tuntas, 4 guru menyarankan siswa bekerja lebih sistematis, dan 5 siswa diwajibkan membaca pelajaran minimal sehari sebelumnya. Pada siklus II dilaksanakan satu kali pertemuan, konsep yang dibahas adalah tumbuhan paku dengan rincian waktu 2 x 45 menit. Pelaksanaan tindakan dalam pembelajaran secara umum sama dengan siklus I, kecuali focus perhatian guru pada dua kelompok yang belum tuntas. Hasil pengamatan tindakan pada siklus II sebagai berikut, yakni a diskusi kelompok meningkat, b siswa aktif berdiskusi dan bertanya, c setiap kelompok mampu menyelesaikan tugasnya, d dari hasil postes terdapat 33 orang atau 84,62 siswa sudah tuntas belajar, sedangkan 6 orang atau 15,38 yang belum tuntas belajar. Refleksi tindakannya adalah a siswa telah aktif dalam pembelajaran, b siswa aktif mengajukan dan menjawab pertanyaan, c siswa lebih cepat menyelesaikan tugas dan d masih terdapat 15 siswa yang belum tuntas belajar. Dari refleksi tindakan pada siklus II, kemudian disusun rencana tindakan pada siklus III sebagai berikut, yakni 1 guru merubah susunan kelompok, dengan memasukkan 6 orang siswa yang belum berhasil kedalam satu kelompok yaitu kelompok 1, 2 guru lebih memfokuskan perhatian kepada kelompok siswa yang belum tuntas, dan 3 guru membagi model pembelajaran siklus selanjutnya pada akhir pertemuan siklus II. Pada siklus III dilaksanakan tiga kali pertemuan, masing-masing 2 x 45 menit, konsep yang dibahas adalah tumbuhan biji Spermatophyta meliputi: tumbuhan biji terbuka Gymnospermae, tumbuhan biji tertutup Angiospermae. Pembagian waktu dan teknik pelaksanaannya secara umum sama dengan siklus I dan siklus II. Hasil pengamatan tindakan pada siklus III adalah sebagai berikut, yakni a guru melaksanakan proses pembelajaran dengan baik, b kerja kelompok siswa berjalan baik, c siswa aktif berdiskusi dan mengajukan pertanyaan, d aktivitas kelompok yang menjadi focus penelitian berjalan dengan baik dan aktif, e dari hasil postes terdapat 94,87 37 orang yang telah tuntas belajar, sedangkan 5,13 2 orang belum tuntas belajar dari 39 orang siswa yang menjadi subjek penelitian. Refleksi tindakan pada siklus III sebagai berikut: a kerja sama kelompok dan keaktifan berjalan dengan baik, b Kelompok yang menjadi fokus penelitian mampu meningkatkan pemahaman konsepnya, c tingkat ketuntasan belajar secara klasikal mencapai 94,87 atau sebanyak 37 orang berarti sudah berada di atas 85, dan d pelaksanaan siklus berikutnya tidak diperlukan kagi. Dari ketiga siklus tersebut diperoleh hasil secara berturut-turut, yaitu a 71,79 pada siklus I, b 84,62 pada siklus II, dan c 94,87 pada siklus III. Artinya ada peningkatan pemahaman konsep keanekaragaman tumbuhan yang dikuasai oleh siswa kelas IB SLTPN 10 kotamadya Denpasar dalam proses pembelajaran biologi. Dengan demikian, hipotesis yang diajukan berbunyi pemanfaatan lingkungan sekolah secara optimal dapat meningkatkan pemahaman konsep keanekaragaman tumbuhan pada siswa kelas IB SLTPN 10 Kotamadya Denpasar dapat diterima, karena telah terbukti kebenarannya. 3.2 Pembahasan Pemanfaatan lingkungan sekolah dalam pembelajaran biologi dapat meningkatkan pemahaman konsep keanekaragaman tumbuhan pada siswa. Hal ini telah terbukti dari hasil pelaksanaan tindakan pada setiap siklus seperti diuraikan dalam bab IV yaitu pada hasil penelitian. Dari data tersebut terdapat peningkatan pemahaman konsep siswa yang sangat meyakinkan, artinya lingkungan sekolah sangat mendukung bila dimanfaatkan dalam proses pembelajaran karena dapat mempercepat pemahaman konsep keanekaragaman tumbuhan pada siswa kelas IB SLTPN 10 Kotamadya Denpasar. Temuan ini sesuai dengan pendapat Arief 1996 yang menyatakan penggunaan media dalam bentuk asli akan lebih bermakna bagi anak didik dan bagi pengembangan ilmu pengetahuan biologi dibandingkan media bentuk model, gambar dan sketsa. Temuan ini juga didukung oleh penelitian Lisowski dan Disinger 1984 yang mengemukakan bahwa konsepsi siswa mengenai konsep ekologi dan pengaruh strategi pengajaran lapangan dapat meningkatkan pemahaman mereka dan retensi pada konsep ini. Senada dengan temuan tersebut Yount dan Horton 1992 mengemukakan bahwa siswa yang memiliki sikap terhadap lingkungan yang lebih baik akan dapat mengambil keputusan yang lebih baik pula dalam upaya pelestarian lingkungan sekitarnya. Bila dibandingkan dengan temuan peneliti lain yang dirujuk, maka penelitian ini mempunyai karakteristik tersendiri yaitu pemanfaatan tumbuhan yang ada di lingkungan sekolah dalam upaya mempercepat pemahaman konsep keanekaragaman tumbuhan pada siswa. Hasil penelitian ini bermanfaat bagi siswa, seperti1 siswa memiliki keterampilan untuk mendapatkan ilmu yang berupa “keterampilan proses” atau metode ilmiah, 2 gairah belajar siswa meningkat, tercermin dari keaktifan siswa dalam melakukan kegiatan di lapangan dan di kelas, dan 3 belajar menjadi bermakna, karena setelah konsepnya dipahami maka konsep tersebut lebih lama dapat diingat. Temuan ini didukung oleh pendapat Arikunto 1990 bahwa lingkungan sekolah merupakan sesuatu yang dekat dengan dunia siswa dan mudah dikenal dalam kehidupan sehari-hari, serta lingkungan sekolah merupakan tempat yang menunjang sebagian dari kebutuhan siswa. Penelitian ini juga berguna bagi guru, karena 1 guru dapat memperdalam pendekatan dan metode yang digunakan, 2 guru menjadi lebih profesional, karena meningkatnya pengetahuan dan pemahaman tentang PTK. Temuan ini didukung oleh Susilo 2000 menyatakan bahwa guru yang terampil melaksanakan penelitian tindakan kelas PTK adalah guru yang selalu mau meningkatkan proses pembelajaran yang dikelolanya. Implikasi penelitian ini bagi sekolah adalah sekolah memiliki guru yang profesional dan sekolah dapat menambah koleksi tumbuhan yang berguna dalam proses pembelajaran, keindahan, kesejukan, dan pelestarian lingkungan. Tidak kalah penting artinya temuan ini bagi peneliti karena 1 dapat meningkatkan pengetahuan tentang PTK, 2 mengenal lebih dalam pembelajaran biologi di SLTP, dan 3 dapat merintis kerja sama kemiteraan dengan sekolah dan guru. Pemanfaatan lingkungan sekolah dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengerjakan LKS secara berkelompok. Hal ini dapat terwujud karena pada setiap pelaksanaan tindakan, guru selalu membentuk kelompok-kelompok yang terdiri atas lima sampai enam orang siswa, baru kemudian dibagikan LKS. Kelompok ini tidak selalu tetap, karena pada setiap siklus selalu berubah susunan anggotanya. Perubahan ini bertujuan a memudahkan guru membimbing siswa, b membiasakan siswa bekerja secara berkelompok pada setiap orang, dan c meningkatkan keaktifan berdiskusi dengan suasana baru, serta siswa akan lebih bergairah belajar. Pada siklus I ada tiga kelompok yang belum aktif seperti kelompok 4, 6, dan kelompok 7. Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa kelompok ini belum aktif berdiskusi, belum dapat menyelesaikan tugas dengan tuntas dan belum mampu membuat kesimpulan dengan benar. Dentsch dalam Lazarowith dan Slavin, 1984 menyatakan agar pembelajaran dapat berlangsung secara kerja kelompok, maka siswa harus mempersiapkan diri saling tergantung secara positif antara anggota kelompok lain. Pada siklus II dengan diadakan perubahan susunan kelompok dan fokus guru lebih diarahkan pada kelompok yang kurang tuntas, ternyata dapat meningkatkan aktivitas kelompok menjadi lebih baik dan aktif. Kenyataan ini terlihat pada a masing-masing kelompok mampu menyelesaikan tugasnya, dan b siswa telah berani mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan temannya. Hal ini menunjukkan kerja sama kelompok dapat dibangun dari kesadaran masing-masing individu dalam kelompok. Temuan ini didukung pendapat Slavin 1986 bahwa ciri khusus yang membentuk belajar kelompok adalah metode ini mendorong siswa bekerja sama untuk belajar dan bertanggung jawab. Pada siklus III dirubah lagi susunan kelompoknya. Perubahan ini diperlukan karena pada siklus II masih ada enam orang siswa yang belum tuntas belajar, walaupun secara umum kerja kelompok sudah menunjukkan aktivitas yang baik. Dimasukkannya siswa yang belum tuntas ke dalam satu kelompok, ternyata dapat memacu mereka untuk belajar dan berkarya lebih baik, ini dibuktikan pada siklus III hasil postes mencapai 94,87. Dengan hasil tersebut berarti pemahaman konsep keanekaragaman tumbuhan dan kemampuan siswa mengerjakan tugas secara berkelompok berada dalam kategori baik.

4. Penutup