Keragaan, Kriteria Seleksi Dan Stabilitas Hasil 25 Genotipe Terung (Solanum Melongena L ) Di Tiga Lokasi

KERAGAAN, KRITERIA SELEKSI DAN STABILITAS HASIL
25 GENOTIPE TERUNG (Solanum melongena L.)
DI TIGA LOKASI

FARADILA DANASWORO PUTRI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keragaan, Kriteria
Seleksi dan Stabilitas Hasil 25 Genotipe Terung (Solanum melongena L.) di Tiga
Lokasi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2016
Faradila Danasworo Putri
NIM A253124281

RINGKASAN
FARADILA DANASWORO PUTRI. Keragaan, Kriteria Seleksi dan Stabilitas
Hasil 25 Genotipe Terung (Solanum melongena L.) di Tiga Lokasi. Dibimbing
oleh SOBIR, MUHAMAD SYUKUR dan AWANG MAHARIJAYA.
Keanekaragaman tanaman serta pemuliaan tanaman memainkan peran
penting dalam meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman, termasuk
tanaman sayuran. Terung (Solanum melongena L.) merupakan sayuran yang
bernilai ekonomis tinggi dan dapat menunjang kesehatan manusia sekaligus
menunjang pangan di masa depan. Informasi mengenai genotipe yang sesuai di
suatu lingkungan maupun di berbagai lingkungan diperlukan untuk program
pemuliaan tanaman terung. Tanaman dengan daya hasil stabil dan keragaan relatif
terbaik di setiap lokasi dapat diseleksi sebagai genotipe yang berpenampilan stabil
dan beradaptasi luas. Penelitian ini mencakup (1) evaluasi keragaan 25 genotipe
terung, (2) pendugaan kriteria seleksi terung berdaya hasil tinggi dan (3) analisis
stabilitas 25 genotipe terung di tiga lingkungan dengan menggunakan pendekatan

parametrik dan non parametrik.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan kesimpulan : (1)
Terdapat interaksi genotipe dengan lingkungan yang sangat berbeda nyata untuk
semua karakter pengamatan. Genotipe yang memiliki produktivitas tinggi dan
stabil menurut konsep stabilitas statis dan dinamis secara berurutan adalah G18
dengan produktivitas setara 13.18 ton ha-1 dan G15 dengan produktivitas setara
24.99 ton ha-1. (2) Bobot buah, diameter buah dan jumlah buah per tanaman dapat
dijadikan kriteria seleksi yang efektif untuk merakit terung berproduksi tinggi.
Karakter tinggi tanaman, umur berbunga, umur berbuah, panjang buah, dan
ukuran calyx dapat digunakan sebagai karakter seleksi tidak langsung terhadap
karakter daya hasil. (3) Dalam metode stabilitas parametrik, G7 dan G24 adalah
genotipe stabil menurut konsep statis dengan metode Eberhart-Russel dan
Francis-Kannenberg. Genotipe G4, G13, G15 dan G25 adalah genotipe stabil
menurut konsep dinamis dengan metode Wricke, Shukla dan Finlay-Wilkinson.
(4) Genotipe G3, G5, G6, G13 dan G15 memiliki frekuensi kestabilan tertinggi
pada metode stabilitas non-parametrik. Metode Nassar-Huehn dan Thennarasu
merupakan metode stabilitas non parametrik yang bersifat statis, namun pada
penelitian ini memiliki hasil yang setara dengan konsep stabilitas yang bersifat
dinamis.
Kata kunci: multilokasi, korelasi, analisis lintas, parametrik, non parametrik,

AMMI, stabilitas statis, stabilitas dinamis

SUMMARY
FARADILA DANASWORO PUTRI. Performance, Selection Criteria and Yield
Stability Result of 25 Eggplant (Solanum melongena L.) Genotypes in Three
Location. Supervised by SOBIR, MUHAMAD SYUKUR and AWANG
MAHARIJAYA.
Plant diversity and plant breeding plays an important role in increasing crop
production and productivity, including vegetable productivity. Eggplant (Solanum
melongena L.) is a vegetable with a high economic value. This crop can support
human's health as well as support future food supply. Information about
appropriate genotype in different environments are required for an effective
eggplant plant breeding program. Plants with a stable yield and good relative
performance in each location can be selected as a stable and adaptable genotype.
This study include activities such as (1) performance evaluation of 25 eggplant
genotypes eggplant, (2) estimation of selection criteria for high yielding eggplant
and (3) stability analysis of 25 eggplant eggplant in three environments using
parametric and non-parametric approaches.
Based on the conducted research, it can be concluded that: (1) There are
significant genotype x environment interactions for all observed characters.

Genotypes that have high productivity and stable according to the concept of
static and dynamic stability are is G18 with a productivity of 13.18 ton ha-1 and
G15 with a productivity of 24.99 ton ha-1 respectively. (2) Fruit weight, fruit
diameter and number of fruits per plant can be used as an effective selection
criteria for assembling high yielding eggplant. Plant height, days to flowering,
days to harvest, fruit length, and calyx size can be used for an indirect selection to
obtain high yielding eggplants. (3) According to the parametric stability method,
G7 and G24 are stable genotypes according to static concept using EberhartRussell and Francis-Kannenberg methods. Genotype G4, G13, G15 and G25 are
stable genotypes according to the dynamic concept using Wricke, Shukla and
Finlay-Wilkinson methods. (4) Genotypes G3, G5, G6, G13 and G15 have the
highest frequency stability in the non-parametric stability methods. The NassarHuehn method and Thennarasu method that belongs to the non parametric
stability were considered to have a static stability concept. However, result from
this study showed that those two methods had similar results with the dynamic
stability concept.
Keywords: multilocation, correlation, path analysis, parametric, non parametric,
AMMI, static stability, dynamic stability

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KERAGAAN, KRITERIA SELEKSI DAN STABILITAS HASIL
25 GENOTIPE TERUNG (Solanum melongena L.)
DI TIGA LOKASI

FARADILA DANASWORO PUTRI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, MS

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2014 ini ialah
stabilitas, dengan judul Keragaan, Kriteria Seleksi dan Stabilitas Hasil 25
Genotipe Terung (Solanum melongena L.) di Tiga Lokasi .
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Sobir MSi, Prof. Dr. M. Syukur, SP, MSi dan Dr. Awang
Maharijaya, SP, MSi selaku komisi pembimbing atas segala bimbingan,
arahan, kritik, saran, masukan, kesabaran dan motivasi selama penelitian
hingga penulisan tesis ini.
2. Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, MS, selaku penguji pada ujian akhir tesis,
atas arahan, kritik, saran, dan masukan untuk perbaikan.
3. Dr. Dewi Sukma, SP, MSi ,selaku perwakilan dari Program Studi Pemuliaan

dan Bioteknologi Tanaman pada ujian akhir tesis, atas masukan dan
arahannya untuk perbaikan tesis.
4. Staf PKHT, Bapak Milin, Bapak Awang, Ibu Ade, Bapak Nana, Bapak Dani,
Bapak Sarwo, Yohanes Bayu dan semua pihak yang sudah membantu
melancarkan pelaksanaan penelitian di lapangan.
5. Prof. Dr. Ir. Anas D. Susila, MSi (Bapak), Ir. Dinarini Kisworo (Mama), dan
Fidelia Danasworo Putri (adik) yang tiada hentinya selalu mendoakan,
memberikan kasih sayang, motivasi, dan semangat selama masa studi.
6. Arga Wisnu Pradana, SP atas bantuan, motivasi, dukungan, doa dan
pengertiannya
7. Keluarga besar Laboratorium Pendidikan Pemuliaan Tanaman, teman-teman
AGH angkatan 2012 serta teman-teman PBT angkatan 2013 atas bantuan,
dukungan, kebersamaan dan kekompakannya selama ini
8. Semua pihak yang membantu menyelesaikan masa studi dan penelitian ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2016
Faradila Danasworo Putri

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1

3
3
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Terung
Pemuliaan Tanaman Terung
Analisis Korelasi dan Analisis Lintas
Analisis Stabilitas

5
5
6
7
8

3 KERAGAAN KOMPONEN HASIL DAN HASIL 25 GENOTIPE
TERUNG (Solanum melongena L.) DI TIGA LINGKUNGAN
Pendahuluan
Bahan dan Metode

Hasil dan Pembahasan
Simpulan

10
11
11
14
25

4 KRITERIA SELEKSI UNTUK PERAKITAN TERUNG (Solanum
melongena L.) BERDAYA HASIL TINGGI
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

26
27
27
29

33

5 STABILITAS PARAMETRIK HASIL 25 GENOTIPE TERUNG
(Solanum melongena L.) DI TIGA LINGKUNGAN
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

34
35
36
38
43

6 STABILITAS NON PARAMETRIK HASIL 25 GENOTIPE TERUNG
(Solanum melongena L.) DI TIGA LINGKUNGAN
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

45
46
46
48
52

7 HASIL DAN PEMBAHASAN UMUM

53

8 SIMPULAN UMUM DAN SARAN
Simpulan
Saran

60
60
60

DAFTAR PUSTAKA

61

LAMPIRAN

69

RIWAYAT HIDUP

125

DAFTAR TABEL
1. Asal-usul genotype terung yang digunakan dalam penelitian
2. Sidik ragam pengaruh genotipe di setiap lokasi berdasarkan Singh
dan Chaudhary (1979)
3. Sidik ragam gabungan berdasarkan Syukur et al. (2012)
4. Rekapitulasi nilai F-hitung dan koefisien keragaman karakter
tanaman terung
5. Tinggi tanaman dan diameter batang 25 genotipe terung di 3
lokasi
6. Umur berbunga dan umur berbuah 25 genotipe terung di 3 lokasi
7. Panjang buah dan diameter buah 25 genotipe terung di 3 lokasi
8. Panjang tangkai dan lebar bekas putik 25 genotipe terung di 3
lokasi
9. Ukuran calyx 25 genotipe terung di 3 lokasi
10. Bobot buah 25 genotipe terung di 3 lokasi
11. Jumlah buah per tanaman dan bobot buah per tanaman 25
genotipe terung di 3 lokasi
12. Rekapitulasi komponen ragam dan heritabilitas 12 karakter terung
13. Koefisien korelasi antar karakter pada terung
14. Nilai pengaruh langsung dan tidak langsung karakter komponen
hasil dan karakter agronomis terhadap bobot buah per tanaman
15. Analisis ragam gabungan bobot buah per tanaman terung
16. Analisis stabilitas Wricke, Finlay-Wilkinson dan Eberhart-Russel
pada 25 genotipe terung di tiga lingkungan
17. Analisis stabilitas Shukla dan Francis-Kannenberg pada 25
genotipe terung di tiga lingkungan
18. Korelasi Pearson parameter stabilitas parametrik terhadap bobot
buah per tanaman 25 genotipe terung di tiga lingkungan
19. Analisis stabilitas non parametrik metode Nassar-Huehn dan
metode Kang pada 25 genotipe terung di tiga lingkungan
20. Analisis stabilitas non parametrik metode Fox dan metode
Thennarasu pada 25 genotipe terung di tiga lingkungan
21. Korelasi Pearson parameter stabilitas non parametrik terhadap
bobot buah per tanaman 25 genotipe terung di tiga lingkungan
22. Rangking analisis stabilitas 25 genotipe terung pada tiga
lingkungan
23. Kategori stabilitas 25 genotipe terung pada tiga lingkungan
berdasarkan 10 model analisis

12
14
14
15
16
17
18
20
21
22
23
29
30
31
38
40
41
42
49
50
51
56
57

DAFTAR GAMBAR
1. Diagram alir kegiatan penelitian
2. Dendogram hasil analisis gerombol 25 genotipe terung
3. Diagram lintasan pengaruh beberapa karakter terhadap bobot
buah terung
4. Bobot buah per tanaman 25 genotipe terung pada tiga lingkungan

4
24
32
38

5. Biplot pengaruh interaksi model AMMI2 pada bobot buah per
tanaman 25 genotipe terung di tiga lingkungan
6. Kondisi lapangan (ki-ka) KP Cikabayan, KP Tajur dan KP Pasir
Sarongge
7. Kerusakan pada buah (ki-ka) akibat udara dingin, akibat
penggerek buah (Leucinodes orbonalis), dan akibat hawar
Phomopsis (Phomopsis vexan).

43
53

54

DAFTAR LAMPIRAN
1. Data iklim di tiga lokasi pengujian
2. Peta lokasi KP Cikabayan, KP Tajur dan KP Pasir Sarongge
3. Deskripsi genotipe terung TUP (G1)
4. Deskripsi genotipe terung THP (G2)
5. Deskripsi genotipe terung Bruno (G3)
6. Deskripsi genotipe terung Pulus (G4)
7. Deskripsi genotipe terung Hijo (G5)
8. Deskripsi genotipe terung Ronggo (G6)
9. Deskripsi genotipe terung Sriti (G7)
10. Deskripsi genotipe terung 2013-057-1 (G8)
11. Deskripsi genotipe terung 2014-040 (G9)
12. Deskripsi genotipe terung 2014-033 (G10)
13. Deskripsi genotipe terung 2014-013 (G11)
14. Deskripsi genotipe terung 2014-052 (G12)
15. Deskripsi genotipe terung 2014-032 (G13)
16. Deskripsi genotipe terung 2014-024 (G14)
17. Deskripsi genotipe terung 2014-029 (G15)
18. Deskripsi genotipe terung 2014-067 (G16)
19. Deskripsi genotipe terung 2014-080 (G17)
20. Deskripsi genotipe terung 2014-050 (G18)
21. Deskripsi genotipe terung 2014-044 (G19)
22. Deskripsi genotipe terung 2014-034 (G20)
23. Deskripsi genotipe terung 2014-054 (G21)
24. Deskripsi genotipe terung 2014-008 (G22)
25. Deskripsi genotipe terung 2014-047 (G23)
26. Deskripsi genotipe terung 2014-077 (G24)
27. Deskripsi genotipe terung 2014-071 (G25)

71
71
72
74
76
78
80
82
84
86
88
90
92
94
96
98
100
102
104
106
108
110
112
114
116
118
120

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Lebih dari 800 juta orang di dunia terancam kelaparan sehingga pasokan
pangan dan kebutuhan nutrisi menjadi suatu hal yang penting, mengingat
penduduk dunia meningkat secara cepat. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut,
produksi pangan di lahan produktif harus ditingkatkan dan lahan marginal perlu
dimanfaatkan. Keanekaragaman tanaman serta pemuliaan tanaman memainkan
peran penting dalam meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman, termasuk
tanaman sayuran (Bebeli & Mazzucato 2008).
Terung (Solanum melongena L.) merupakan sayuran yang bernilai
ekonomis tinggi dan dapat menunjang kesehatan manusia. Terung merupakan
komoditas yang mempunyai produktivitas tinggi sehingga dapat menunjang
pangan di masa depan. Tanaman ini juga mempunyai kandungan vitamin dan
antioksidan tinggi dan dipercaya mengandung zat antikanker (Hedges & Lister
2007; Daunay & Janick 2007). Terung merupakan sayuran yang sangat sehat.
Terung kaya akan nutrisi dan memiliki nilai kalori yang rendah. Buah ini
memiliki kandungan air yang sangat tinggi dan mempunyai kandungan kalsium,
fosfor, kalium, serat, asam folat, natrium, vitamin B dan vitamin C (Choudhary &
Gaur 2009).
Tanaman ini telah dibudidayakan secara luas di daerah tropis dan subtropis.
(Sathappan et al. 2012). Indonesia menempati urutan ke-6 di Asia dalam produksi
terung setelah Cina, India, Iran, Mesir dan Turki pada tahun 2012. FAOSTAT
(2013) menyatakan bahwa produksi tanaman terung di Indonesia adalah sebesar
509 380 ton. Hasil ini masih jauh dibawah Cina dengan produksi sebanyak 356
juta ton dan India dengan 179 juta ton. Produktivitas tanaman terung di Indonesia
adalah sebesar 10.97 ton ha-1, jauh dibawah rata-rata produktivitas terung di dunia
sebesar 17 ton ha-1.
Solanum melongena dipercaya Vavilov berasal dari daerah Indo-Cina.
Domestikasi dan seleksi untuk mendapatkan kultivar maju telah dilakukan di
daerah Malaysia-Indonesia sehingga terdapat sumber daya genetik terung yang
potensial untuk pengembangan varietas unggul (Lester & Hasan 1991; Daunay &
Hazra 2012). Namun produktivitas terung pada kawasan Asia Tenggara tergolong
rendah meskipun kawasan tersebut memiliki keragaman tanaman terung yang
tinggi. Salah satu alasan daya hasil terung rendah adalah pemakaian varietas
hibrida yang seragam secara luas dan tidak diperhatikannya kultivar yang cocok
untuk kondisi ekologi lokal. Hal ini menunjukkan bahwa dibutuhkan perbaikan
produksi terung di Asia Tenggara yang dapat beradaptasi baik (Arias 2009).
Indonesia merupakan negara megabiodiversity yang termasuk salah satu dari
12 pusat distribusi keanekaragaman genetik tanaman dan memiliki 47 jenis
ekosistem (Dunggio & Gunawan 2009). Setiap ekosistem memiliki iklim yang
berbeda dan kegiatan pertanian yang dilakukan harus menyesuaikan dengan
kondisi setempat untuk mencapai hasil yang optimal. Informasi mengenai
genotipe yang sesuai di suatu lingkungan maupun di berbagai lingkungan
diperlukan oleh seorang pemulia dalam program pemuliaan tanaman.

2
Suatu program pemuliaan untuk menghasilkan varietas berdaya hasil tinggi
bergantung kepada keragaman genotipe yang tersedia. Namun, perbaikan daya
hasil secara langsung merupakan suatu hal yang sulit dilakukan. Daya hasil
merupakan karakter kompleks yang sangat dipengaruhi oleh karakter komponen
hasil dan karakter agronomi lainnya. Peningkatan daya hasil pada tanaman dapat
dilakukan melalui seleksi karakter-karakter tersebut (Shekar et al. 2013). Analisis
hubungan antar karakter harus dilakukan untuk menentukan kriteria seleksi yang
efektif. Kunci keberhasilan suatu seleksi ditentukan oleh kriteria seleksi yang
sesuai. Analisis sidik lintas (path analysis) adalah metode yang digunakan untuk
menentukan kriteria seleksi berbagai tanaman seperti pisang (Wirnas et al. 2005),
cabai (Syukur et al. 2010), tomat (Hidayatullah et al. 2008), terung (Bansal &
Mehta 2008) dan lainnya. Parameter yang digunakan untuk menentukan karakter
yang dapat dijadikan kriteria seleksi adalah nilai heritabilitas, ragam genetik,
ragam fenotipe dan koefisien keragaman genetik (KKG) (Yunianti et al. 2010).
Genotipe unggul harus menunjukkan performa daya hasil yang baik di
berbagai kondisi lingkungan. Tanaman dengan daya hasil stabil dan keragaan
relatif terbaik di setiap lokasi dapat diseleksi sebagai genotipe yang
berpenampilan stabil dan beradaptasi luas (De Vita et al. 2010; Trustinah &
Iswanto 2013). Analisis stabilitas dapat mencirikan keragaan sekaligus
memberikan informasi mengenai kesesuaian genotipe di berbagai lingkungan.
Analisis tersebut dapat membantu pemulia untuk memilih genotipe yang stabil.
Analisis stabilitas dan adaptabilitas genotipe telah dikembangkan dengan
pendekatan parametrik dan non-parametrik. Pendekatan parametrik menggunakan
perhitungan parameter stabilitas seperti koefisien keragaman, koefisien regresi
dan sejenisnya untuk menganalisis stabilitas genotipe. Pendekatan dapat
digunakan jika beberapa asumsi statistik dapat dipenuhi. Sementara pendekatan
non-parametrik tidak memerlukan syarat asumsi statistik. Pendekatan ini
menggunakan rangking genotipe di masing-masing lingkungan untuk
menganalisis stabilitas. Beberapa kelebihan pendekatan non-parametrik adalah (1)
mengurangi bias yang disebabkan oleh data pencilan, (2) tidak memerlukan
asumsi penyebaran data serta (3) parameter stabilitas yang berbasis rangking lebih
mudah digunakan dan diinterpretasikan. Sebagian besar program pemuliaan
tanaman menggunakan kedua pendekatan tersebut untuk menganalisis stabilitas
genotipe (Huehn 1990; Becker & Leon 1988). Stabilitas dapat digolongkan
menjadi dua konsep yaitu stabilitas statis dan stabilitas dinamis. Stabilitas statis
(stabilitas biologis) adalah stabilitas genotipe tanpa tergantung oleh genotipe lain.
Stabilitas dinamis (stabilitas agronomis) adalah stabilitas genotipe dengan
menggunakan pengukuran kontribusi dari genotipe lain. (Lin et al. 1986; Mut et
al. 2010).
Sebuah genotipe yang beradaptasi luas (broad adaptation) atau stabil adalah
genotipe yang memiliki performa baik di berbagai macam lingkungan. Genotipe
beradaptasi sempit (spesific adaptation) atau spesifik lingkungan hanya
menunjukkan performa baik di lingkungan tertentu. Analisis multivariat dengan
Additive Main Effect Multiplicative Interaction (AMMI) terbukti mampu
mengidentifikasi genotipe yang diuji ke dalam dua tipe jenis adaptasi tersebut
(Becker & Leon 1988; Widyastuti et al. 2013). AMMI rnerupakan salah satu
metode penting dalam program pernuliaan tanaman terutama untuk menunjukkan
kestabilan genotype-genotipe yang diuji karena dapat gambaran pola respon

3
genotipe terhadap lingkungan. Hal ini dapat digunakan dalam proses pemilihan
genotipe yang sesuai bagi lingkungan sehingga dapat memberikan produksi yang
optimal (Kusumah 2010).

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mendapatkan informasi mengenai keragaan 25 genotipe terung di tiga
lokasi (Cikabayan, Tajur dan Pasir Sarongge).
2. Mendapatkan informasi mengenai kriteria seleksi yang sesuai untuk
pemuliaan terung berdaya hasil tinggi.
3. Mendapatkan informasi kestabilan genotipe terung yang diuji dengan
menggunakan beberapa metode analisis stabilitas parametrik.
4. Mendapatkan informasi kestabilan genotipe terung yang diuji dengan
menggunakan beberapa metode analisis stabilitas nonparametrik.

Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah:
1. Terdapat perbedaan keragaan antara 25 genotipe terung di tiga lokasi
2. Terdapat kriteria seleksi yang sesuai untuk pemuliaan terung berdaya
hasil tinggi.
3. Terdapat metode analisis stabilitas parametrik yang sesuai untuk
menganalisis stabilitas hasil genotipe terung
4. Terdapat metode analisis stabilitas nonparametrik yang sesuai untuk
menganalisis stabilitas hasil genotipe terung

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini terdiri dari tiga percobaan, yaitu (1) evaluasi keragaan 25
genotipe terung (Solanum melongena L.), (2) pendugaan kriteria seleksi terung
(Solanum melongena L.) berdaya hasil tinggi dan (3) analisis stabilitas 25
genotipe terung (Solanum melongena L.) di tiga lingkungan menggunakan
pendekatan parametrik dan non parametrik. Kegiatan penelitian yang dilakukan
secara rincidapat dilihat di diagram alir penelitian pada Gambar 1.

4

25 genotipe terung

UDH KP Cikabayan

UDH KP Tajur

UDH KP Pasir Sarongge

Analisis Data
Keragaan 25 Genotipe Terung

Analisis Stabilitas

Pendekatan Parametrik

Pendekatan Non-parametrik

Kriteria Seleksi untuk Terung
 Francis-Kannenberg (1978)
 Finlay-Wilkinson (1963)
 Wricke Ecovalence (1962)
 Shukla Stability Variance (1972)
 Eberhart-Russel (1966)
 AMMI (1998)

 Kang (1988)
 Nassar-Huehn (1987)
 Thennarasu (1995)
 Fox (1990)

Informasi mengenai keragaan, kriteria seleksi dan stabilitas tanaman terung (Solanum
melongena L.)

Gambar 1 Diagram alir kegiatan penelitian

5

2 TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Terung
Terung, aubergine atau brinjal (Solanum melongena L.) adalah tanaman
sayur yang berasal dari famili Solanaceae. Terung merupakan tanaman diploid
(2n=2x=24) dan berasal dari kawasan Dunia Lama dan memiliki beberapa lokasi
center of diversity yaitu di India, Indo-Burma, Indochina dan Asia Tenggara
(Sekara et al. 2007; Wang et al. 2008).
Martin and Rhodes (1979) menyatakan bahwa Choudhury menkategorikan
terung menjadi tiga kultivar botani berdasarkan bentuk buah yaitu (1) S.
melongena var. esculentum Dunal (Nees) untuk terung yang berbentuk bulat, oval
atau menyerupai telur, (2) S. melongena var. serpentinum L. untuk terung yang
berbentuk panjang dan kurus, dan (3) S. melongena var. depressum L. untuk
terung yang berbentuk kecil dan berbuah cepat. Pembagian kategori buah terung
selain berdasarkan bentuk dan warna, dapat pula berdasarkan daerah asal.
Beberapa pengkategorian terung yang kerap digunakan dalam pustaka popular
maupun professional adalah:
1. Terung ungu gelap (terung barat) adalah jenis yang umum di Amerika dan
Eropa yang kemudian diperkenalkan ke wilayah Asia. Tanaman kurang
vigor namun sangat produktif. Buah memiliki dua bentuk, yaitu oval atau
memanjang. Warna buah adalah ungu, putih, hijau, merah muda dan
variasi lainnya dengan kobinasi guratan warna yang berbeda. Bobot buah
sekitar 200-600 g.
2. Terung miniatur (terung Itali, terung baby atau terung telunjuk) memiliki
buah berukuran kecil dan berbentuk panjang atau oval. Secara umum,
terung ini lebih manis dan empuk dibandingkan varietas yang lain. Buah
terung juga memiliki kulit yang tipis dan biji yang lebih sedikit.
3. Terung oriental adalah terung yang berasal dari Asia tropis. Terung ini
sangat terkenal di negara-negara Asia seperti Jepang Cina, India dan
negara lainnya. Tanaman berbuah cepat dan memiliki vigor yang baik.
Buah dapat berbentuk bulat atau panjang dengan warna ungu, hijau atau
guratan warna. Buah empuk dan manis. Di Asia Tenggara, terdapat
banyak varietas yang dibudidayakan, termasuk jenis dengan buah yang
hijau dan kecil. Terdapat beberapa sub kategori menurut Seedquest, yaitu:
a. Terung Cina: sebagian besar buah berbentuk panjang dan berwarna
ungu, jumlah benih sedikit, empuk, manis dan tanaman vigor.
b. Terung Jepang: buah lebih berat dan lebih keras, manis, berwarna
ungu hingga ungu tua dan memiliki bentuk panjang atau lonjong.
c. Terung Thai: terdiri dari dua grup, yaitu tanaman dengan (1) buah
berbentuk kecil, bulat, menyerupai tomat dan memiliki bobot 40-80 g,
atau (2) buah sangat panjang. Buah memiliki kulit yang tebal, banyak
benih, manis dan kadang sedikit pahit.
d. Teung India: memiliki buah kecil dengan bobot 30-100 g, berbentuk
oval, memiliki warna ungu gelap hingga ungu muda dan kadang
memiliki guratan warna.

6
Terung termasuk dalam kelompok tanaman menyerbuk sendiri, namun
dalam kondisi hangat pada penanaman di lapang sering terjadi penyerbukan
silang. Penyerbukan silang pada tanaman terung lebih sering terjadi pada terung
yang mempunyai struktur bunga dimana putik lebih panjang daripada benang sari.
Penyerbukan silang tersebut disebabkan oleh serangga dan dilaporkan dapat
mencapai 70% (Frary et al. 2007).
Terung merupakan komoditas yang tumbuh di area hangat, dimana suhu
optimum untuk pembentukan buah adalah 21° hingga 29°C. Tanaman ini tidak
tahan terhadap suhu dingin, dimana suhu malam yang kurang dari 16°C dapat
menghambat pertumbuhan bibit. Kondisi lahan yang tepat untuk pertumbuhan
adalah lahan berpasir lempung dan liat yang subur, mempunyai irigasi baik,
dengan pH 5.5 hingga 6.8 dan tinggi bahan organik (Chen & Li 1996).
Waktu yang diperlukan bagi buah terung untuk mencapai tahap siap panen
adalah selama 3-4 minggu setelah penyerbukan. Buah dapat dipanen ketika
warnanya mengkilap (Chen & Li 1996). Benih akan terbentuk ketika buah
berubah warna dan mencapai tahap masak fisiologis. Buah terung tidak memiliki
shelf life yang panjang dan harus segera dipasarkan setelah masa panen. Kualitas
buah terung selama masa penyimpanan yang panjang akan menurun. Buah akan
mengalami kerusakan dan chilling injury pada suhu rendah (