4. Fiqih Tasawuf Syaikh Abdul Qadir Jailani, yang di mana di dalamnya terdapat beberapa penjelasan mengenai muamalah dalam kehidupan
sehari-hari, bahkan di dalam buku ini disinggung tentang permasalah iman, ibadah dan lain-lain.
5. Yang membedakan skeripsi ini dengan tulisan yang terdahulu adalah skeripsi ini menuliskan tentang ciri-ciri orang yang beriman dengan
menggunakan sumber tafsir Imam al-Ghaz}ali yang ditulis oleh Muhammad Ar-Rihani yang diterbitkan di Mesir pada tahun 2010 kemarin.
F. Metodologi Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, metode yang dipakai adalah metode pengumpulan data yaitu penelitian yang bersifat kepustakaan
library research. Dengan cara mengumpulkan tulisan-tulisan yang berkaitan dengan
pembahasan yang akan dikaji ini sesuai dengan karakteristik kajiannya, baik berupa buku, ensiklopedi, jurnal atau yang lainnya. Dalam pembahasannya,
skeripsi ini menggunakan pendekatan deskriptif analitis. Pendekatan deskriptif tersebut diperlukan untuk memaparkan masalah iman, baik dari
segi bahasa maupun istilah dan disertai dengan pendapat para ulama tentang masalah iman. Dan pendekatan analitis dimaksudkan untuk membuat analisa-
analisa yang komprehensif terhadap masalah yang dibahas. Adapun teknik penulisannya penulis berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Karya
Ilmiah Skripsi, Tesisi, dan Disertasi yang disusun oleh Tim Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, terbitan UIN press, cet. 1 Januari 2007 M1427 H.
G. Sistematika Penulisan
Adapun mengenai sistematika penulisan ini, penulis membagi pembahasan kedalam lima bab. Masing-masing bab mempunyai spesifikasi pembahasan
mengenai topik-topik tertentu, yaitu: Bab pertama, bab ini berisikan tentang pendahuluan yang berbicara
mengenai latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan kepustakaan, metodologi
penelitian dan sistematika penulisan. Bab kedua, dalam bab ini penulis membagi pembahasan menjadi dua
bagian, pertama, tentang Tafsir Imam Al-Ghaz}ali, dari segi metode yang
digunakan, sistematika penulisan ataupun dari orisinal penisbatan tafsir ini kepada pengarangnya.
Kedua, berbicara tentang pengarangnya, yaitu biografi, kondisi sosio-kultural yang terjadi pada masanya dan terakhir mengenai
pemikiran tasawuf dan karya-karyanya dan juga tentang guru-gurunya, sahabat-sahabatnya dan aktivitas keseharian beliau.
Bab ketiga, berbicara sekilas tentang iman, pengertian secara bahasa dan
istilah, urgensi iman dan ciri-ciri orang yang ber-iman.
Bab keempat, pada bab ini penulis menjelaskan secara spesifik pengertian iman menurut versi Tafsir Imam Al-Ghaz}ali dengan mengambil beberapa
contoh ayat. Bab kelima, merupakan penutup serta kesimpulan umum yang akan penulis
simpulkan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan serta saran dan kritik kemudian diakhiri dengan daftar pustaka yang penulis gunakan sebagai
sumber-sumber dalam penelitian ini.
15
BAB II PROFIL
TAFSIR IMAM AL-GHAZ{ALI DAN PENGARANGNYA
A. Tafsir Imam Al-Ghaz}ali
1. Metode Tafsir Pada abad kontemporer, para ulama tafsir mengklasfikasikan
metode tafsir menjadi empat
1
bagian yang didasarkan pada penguraian suatu ayat, penghimpunan makna-maknanya, menjelaskan kandungan
hukum dan hikmah.
2
Dari keempat penjelasan bahwasanya yang ditawarkan oleh para ulama tafsir di atas,
Tafsir Imam al-Ghaz}ali, nampaknya penafsiran ini lebih kepada metode
al-Ijmali, hal ini terlihat dari upaya mendalam sang mufassir dalam menggabungkan makna yang tersirat maupun tersurat
dengan cara, menjelaskan kandungan makna tersebut dengan cara global
1
A. Ijmali yaitu menafsirkan al-Quran dengan cara singkat dan global tanpa uraian
panjang lebar. Metode ini menjelaskan ayat-ayat al-Quran secara ringkas tapi mencangkup dengan bahasa yang populer, mudah dimengerti dan enak dibaca
.
Sistematika penulisanya mengikuti susunan ayat-ayat dalam
mushaf sedangkan penyajianya tidak terlalu jauh dari gaya bahasa al-Qur’an, lihat Nasrudin Baidan, h. 13, B.
Tahlili yaitu suatu metode yang menafsirkan arti ayat-ayat al-Qur’an dari berbagai seginya, berdasarkan urutan-urutan ayat atau surah dalam
mushaf, dengan menonjolkan kandungan lafadz-lafadznya, hubungan ayat-ayatnya, hubungan surah-surahnya, sebab-sebab turunya, hadis-hadis yang berhubungan denganya, pendapat-
pendapat para mufassir terdahulu dan mufassir itu sendiri diwarnai oleh latar belakang pendidikan dan keahlianya. C.
Maudhu’I yaitu penafsiran yang membahas ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan tema atau judul yang telah ditetapkan. Semua ayat yang berkaitan dihimpun,
kemudian dikaji secara mendalam dan tuntas dari berbagai aspek yang terkait denganya, seperti sebab
al-Nuz}ul, kosa kata dan sebagainya. Semua itu dijelaskan dengan rinci, jelas dan tuntas, serta didukung oleh dalil-dalil yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, baik itu
argumen yang berasal dari al-Qur’an, hadis, maupun pemikiran rasional. D. Muqaran penafsiran
sekelompok ayat al-Qur’an yang berbicara dalam suatu masalah dengan cara membandingkan antara ayat dengan ayat atau antara ayat dengan hadis baik dari segi isi maupun redaksi atau
antara pendapat-pendapat ulama tafsir dengan menonjolkan segi-segi perbedaan tertentu dari obyek yang dibandingkan. Lihat Nashruddin Baidan, h. 13, 65, 151.
2
Yunus Hasan Abidu, Tafsir al-Qur’an. Penerjemah Qodirun Nur dan Ahmad
Musyafiq, Jakarta : Gaya Media Pratama, 2007 cet. I H. 3.
dan terperinci, sehingga pembaca dapat memahami makna tersebut dengan mudah dan singkat.
Tafsir ini kurang tepat apabila disebut dengan al-Tahlili, karena
mufassir ini tidak menjelaskan sebab turunya ayat, tidak menganalisis kosa kata, tidak menjelaskan kandungan hukum dalam ayat ahkan, dan
juga tidak memaparkan kandungan surat secara umum. Tafsir ini kurang tepat juga dianggap sebagai
al-muqaran karena tidak ditemukan bentuk perbandingan ayat dengan ayat atau ayat dengan hadis atau perbandingan
pendapat ulama. Demikian pula tafsir ini bukan bagian dari al-mawdhu’i,
karena tidak nampak upaya menghimpun beberapa ayat dalam satuan tema besar.
Mengenai corak yang digunakan dalam penafsiran ini adalah, cenderung lebih ke dalam
al-s}ufi al-Ishari
3
, karena berlandasan langsung kepada amaliah praktis seperti memperbanyak ibadah, hidup sederhana
dalam ketaatan kepada Allah Swt. Tafsir ini bukan bagian dari al-s}ufi al-
3
Al-s}ufi al Ishari adalah tafsir yang ditulis para sufi, ia berusaha menakwilkan ayat- ayat al-Quran berdasarkan isyarat-isyarat tersembunyi, yang menurut para sufi, hanya diketahui
oleh sufi ketika ia melakukan suluk. Karena tafsir ini sejalan dengan tasawuf amali, maka corak
tafsir ini mengacu kepada amaliah praktis umumnya kaum sufi, seperti kehidupan sederhana, melakukan banyak ibadah, zuhud, dan sebagainya. Tafsir dengan corak ini tidak bisa semerta-
merta diterima, melainkan harus memenuhu car sebagai berikut : a. tidak bertentangan dengan zahir ayat, b. terdapat penguat dari syara’, c. tidak bertentangan dengan syariat dan akal, d.
mufassir tidak menganggap bahwa penafsirannya merupakan satu-satunya tafsir yang benar, tetapi juga harus mengakui terlebih dahulu pengertian zahir ayat.
Al-s}ufi al Ishari adalah salah satu corak dari tujuh corak yang ada sebagai bentuk tinjauan dan kandungan informasi yang
terdapat dalam tafsir tahlili. Tujuh corak tersebut 1. Al-Tafsir bi al-Ma’thur, 2. Al-Tafsir bi al-
Ra’y, 3. Al-Tafsir al-Fiqhi, 4. Al-Tafsir al-Sufi, 5. Al-Tafsir al-Falsafi, 6. Al-Tafsir al-Ilmi, 7. Al- Tafsir al-Adabi al-Ijtima’i. lihat Shihab dkk, Sejarah, h. 174-184.
nazari yang berlandasan pada pemikiran filosofis.
4
Sedangkan sumber dalam tafsir ini, menggunakan dua sumber yaitu al-ma’tsur dan al-Ra’yu
5
, al-ma’tsur yang dipakai dengan memasukkan
ayat al-Qur’an, hadis Nabi, dan perkataan para sahabat maupun tabiin. Sedangkan
al-Ra’yu Imam al-Ghaz}ali menafsirkan dengan menggunakan Ijtihad yaitu, dengan menggunakan istinbat al-Ahkam al-Fiqhiyyah,
istinbat al-Ma’ani al-Isyariyyah, istinbat al-Ma’ani al-Wa’dziyyah.
6
2. Data Filologis Sebelum menjelaskan sistematika tafsir ini, penulis akan
menjelaskan data filologi terlebih dahulu. Sebagaimana tertulis dalam muqaddimahnya, tafsir ini berjudul
Tafsir Imam al-Ghaz}ali. Tafsir ini ditulis dengan menggunakan bahasa arab dan cetak pertama kali pada
1431H.2010 M., menggunakan sampul hard cover berwarna hijau, serta tulisan berwarna kuning, diatasnya tertulis Tafsir Imam al-
Ghaz}ali dan tanggal hidup sampai wafat beliau, sedangkan di tengah-
4
Ulama tafsir yang sependapat pada teori ini berpendapat, bahwa pengertian harfiyah al-Qur’an bukan pengertian yang dikehendaki, karena yang dikehendaki adalah pengertian batin.
Karenanya mereka sering menggunakan takwil untuk menyesuaikan pengertian ayat-ayat al- Qur’an dengan teori tasawuf yang mereka anut. Menurut al-Farmawi, mereka sering
melaksanakan diri untuk memahami dan menerangkan al-Qur’an dengan penjelasan yang menyimpang dari makna lahir ayat, makna yang sudah dikuatkan dengan syariat dan benar
menurut kaedah bahasa. Lihat Shihab dkk,
Sejarah h. 180.
5
Maksudnya adalah penafsuran al-Qur’an dengan ijtihad dan penalaran. Tafsir ini muncul sebagai sebuah metodologi pada periode akhir pertumbuhan tafsir
al-Ma’tsur, meskipun telah terdapat upaya sebagian kaum muslimin yang menunjukkan bahwa mereka telah melakukan
penafsiran ijtihad dan istinbat. Perlu ditegaskan bahwa yang dimaksud al-Ra’yu bukan semata-
mata didasari pada penalaran akal dengan mengabaikan sumber riwayat secara mutlak. Dalam konteks ini , penafsiran dengan
al-Ra’yu lebih selektif terhadap riwayat. Sehingga secara kuantitas posisi riwayat di dalam tafsirnya jauh lebih kecil disbanding dengan kadar ijtihad.
Begitu pula dengan tafsir yang menggunakan metode riwayat, tidak sama sekali lepas dari penggunaan rasio meskipun jumlahnya sangat kecil. Lihat Muin Salim,
Metodologi, h. 43.
6
Muhammad Ar-Rihani, Tafsir Imam al-Ghaz}ali, Darus Salam, Mesir, h. 3.
tengah tertulis nama pengarang atau penulisnya yaitu Muhammad Ar- Rihani, lalu di bawahnya ada nama penerbit
Darus Salam, Mesir, menggunakan kertas berwarna putih dengan jumlah jilid sebanyak
satu saja. Dengan jumlah jilid 398 halaman itu semua termasuk kata pengantar dan daftar isi serta tampilan manuskrip diawal, dimulai dari
surat al-Fatihah sampai surat An-Nas. Dan tak lupa Muhammad Ar- Rihani sebagai penulis mencantumkan
footnote pada setiap kata yang berbeda dengan manuskrip yang menjadi pegangannya.
3. Sistematika Penulisan Tafsir ini ditulis sesuai dengan urutan surat al-Qur’an, yaitu dari
surat al-Fatihah sampai An-Nas, prolog dan diakhiri dengan epilog. Hal ini dimaksudkan agar pembaca bisa memahami dan
menyimpulkan surat tersebut secara global. Dalam hal penempatan, ayat al-Qur’an ditempatkan di atas sedangkan
tafsirnya diletakan di bawah. Salah satu sisi yang menonjol dari tafsiran ini adalah nuansa kebahasaan, tentu hal ini tidak lepas
dari dunia sufistik yang melihat segala sesuatu dari sudut pandang keindahan.
4. Orisinalitas Penisbatan Tafsir al-Ghaz}ali Sebagian banyak ulama mangakui tentang keberadaan tafsir ini,
akan tetapi di antara mereka berselisih pendapat tentang penamaan tafsir ini, dari mereka ada yang menamakan
Tafsir Yaquti at-Ta’wili, ada juga yang menamakan
Yaqutu at-Ta’wili Fi Tafsiri at-Tanzil, ada
juga yang menamakan Tafsir al-Qur’an al-Adzim, oleh karena itu
Muhammad Ar-Rihani tidak mengetahui tentang penamaan-penamaan tafsir itu semua, dia hanya menulis dan menerjemahkan secara jelas
dan singkat dan di dalamnya Ar-Rihani mencantumkan sumber- sumber yang dipakai dalam menafsirkan tafsir ini.
7
B. Imam al-Ghaz}ali