masyarakat  suku  Madura  adalah  Kabupaten  Situbondo.  Situbondo  adalah  sebuah kabupaten di Jawa Timur, Indonesia dengan pusat pemerintahan dan ibukota terletak
di  Kecamatan  Situbondo.  Kota  ini  terletak  di  daerah  pesisir  utara  pulau  Jawa, dikelilingi  oleh  perkebunan  tebu,  tembakau,  hutan  lindung  Baluran  dan  lokasi
perikanan. Sama  halnya  masyarakat  suku  Madura  di  Pulau  Madura,  masyarakat  suku
Madura  di  Situbondo  juga  berbicara  dalam  bahasa  Madura.  Menurut  Sofyan,  dkk 2008: 1 yang dimaksud dengan bahasa Madura adalah bahasa daerah yang digunakan
oleh warga Madura, baik yang tinggal di pulau Madura maupun di luar pulau tersebut, sebagai sarana komunikasi sehari-hari. Banyak hal menarik yang bisa diperbincangkan
mengenai  suku  Madura  dan  perilakunya.  Disimak  dari  segi  manapun,  terdapat keunikan  tersendiri  dari  karakter  suku  Madura.  Pada  dasarnya,  kebiasaan  maupun
kebudayaan masyarakat suku Madura yang tinggal di Situbondo, hampir sama dengan masyarakat suku Madura yang tinggal di Pulau Madura maupun di daerah lainnya.
2.5 Penelitian yang Relevan
Penelitian  yang  relevan  yang  telah  dilakukan  sebelumnya  oleh  Inda Rachmawati  2012  mengenai  eksplorasi  etnomatematika  masyarakat  Sidoarjo  dan
juga  yang  telah  dilakukan  oleh  Agung  Hartoyo  2012  mengenai  eksplorasi etnomatematika  pada  budaya  masyarakat  Dayak  perbatasan  Indonesia-Malaysia
Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat. Akan tetapi masih belum ada penelitian yang relevan mengenai eksploasi etnomatematika masyarakat suku Madura.
Penelitian  sebelumnya  yang  telah  dilakukan  oleh  Inda  Rachmawati  2012 mengenai  eksplorasi  etnomatematika  masyarakat  Sidoarjo,  bentuk  etnomatematika
masyarakat  Sidoarjo  berupa  berbagai  hasil  aktivitas  matematika  yang  dimiliki  atau berkembang  di  masyarakat  Sidoarjo  yang  meliputi  konsep-konsep  matematika  yang
dapat dikelompokkan pada peninggalan budaya yaitu candi dan prasasti, gerabah dan peralatan  tradisional,  satuan  lokal,  motif  kain  batik  dan  bordir  serta  permainan
tradisioanal.  Konsep  dasar  matematika  sebagai  hasil  aktivitas  merancang  bangunan,
mengukur,  membuat  pola  serta  berhitung,  dapat  diungkap  dari  peninggalan  budaya candi dan prasasti, yaitu di antaranya adalah konsep matematika dalam pembangunan,
walaupun  pada  jaman  dahulu  masyarakat  Sidoarjo  belum  mengenal  materi  dasar konstruksi bangunan seperti halnya yang sekarang diajarkan pada pendidikan formal
disekolah  mengenai  konsep  siku-siku,  simetris,  geometri,  dan  lain-lain,  akan  tetapi mereka  sudah  dapat  membangun  bangunan  yang  megah  dan  lebih  tahan  lama
dibanding  bangunan  jaman  sekarang.  Selain  itu,  masyarakat  Sidoarjo  telah mengimplementasikan  salah  satu  ilmu  matematika  yaitu  Geometri  dalam
pembangunan bagian-bagian bangunan candi, diantaranya model bangun datar seperti persegi  panjang,  segitiga,  dan  lain-lain.  Pada  gerabah  dan  peralatan  tradisional,
masyarakat  Sidoarjo  sudah  dapat  merancang  alat  serta  membuat  pola  yang  terdapat pada  gerabah  dan  peralatan  tradisional  merupakan  salah  satu  contoh  bentuk
etnomatematika    masyarakat  Sidoarjo.  Selain  itu,  dalam  kehidupan  sehari-hari masyarakat Sidoarjo sudah melakukan aktivitas mengelompokkan, menghitung serta
menakar  untuk  menyelesaikan  permasalahan-permasalahan  yang  terjadi  dalam kehidupan.  Misalnya  satuan  lokal  untuk  bahwan  makanan  yaitu  meliputi  satuan
sajumput, dan sacakup. Selain itu aktivitas matematika masyarakat Sidoarjo juga dapat dilihat dari motif kain batik dan bordirnya, yang meliputi garis lurus, lingkaran, garis
lengkung,  simetris,  dan  lain-lain.  Hal  terakhir  yang  juga  merupakan  aktivitas matematika  masyarakat  Sidoarjo,  yaitu  berupa  permainan  tradisional  yang  berkaitan
dengan aktivitas mengelompokkan, menghitung atau membilang, dan lain-lain. Saah satu  contoh  dari  permainan  tradisiona  tersebut  adalah  hompimpa  dan  suit  yang
berkaitan  dengan  konsep  peluang,  jangklet  engklek  yang  berkaitan  dengan  model persegi dan persegi panjang, dan lain-lain.
Selain itu, Agung Hartoyo 2012 juga melakukan penelitian serupa mengenai eksplorasi    etnomatematika  pada  budaya  masyarakat  Dayak  perbatasan  Indonesia-
Malaysia  Kabupaten  Sanggau  Kalimantan  Barat.  Hasil-hasil  eksplorasi  aktivitas- aktivitas maysrakat Dayak perbatasan yang memuat konsep matematika dibagi menjadi
5 aktivitas  yaitu membilang, mengukur, mendesain, menentukan lokasi atau letak, dan
menjelaskan. Penyebutan bilangan oleh masyarakat  Dayak sering menggunakan istilah yang berbeda diantara sub suku dengan sub suku lainnya.  Pada pembuatan kain tenun,
aktivitas membilang dilakukan ketika si penenun menghitung banyaknya bahan benang yang diperlukan untuk membuat kain tenun. Aktivitas mengukur bagi masyarakat sub-
suku Dayak dapat diamati ketika mereka melakikan pengukuran pada barang-barang produk anyamannya atau menentukan ukuran motif. Secara umum jarang ditemukan
orang atau anggota masyarakat yang menyimpan alat ukur standar atau baku. Namun demikian  aktivitas  pengukuran  tetap  dilakukan  oleh  masyarakat  setempat  dengan
menggunakan  alat  ukur  tertentu  dan  dengan  satuan  sesuai  dengan  alat  ukur  yang digunakannya.  Aktivitas mendesain  yang dilakukan masyarakat Dayak yaitu berkaitan
dengan kegiatan membuat rancang bangun  dan juga pada saat membuat produk budaya seperti  membuat  anyaman  tikar.  Aktivitas  menentukan  lokasi  yang  dilakukan  oleh
masyarakat  Dayak  adalah  aktivitas  dalam  meletakkan  suatu  motif  di  tempat  yang semestinya.  Sedangkan  aktivitas  menjelaskan  dalam  masyarakat  yang  menerapkan
matematika informal itu ditemukan pada saat mereka berusaha untuk menyampaikan ide-ide yang ada pada dirinya kepada orang lain secara sistematis dan mudah dipahami
oleh orang lain.
18
BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian