4.2.2 Data Minum Obat Cacing
Tabel 4.2.Distribusi Frekuensi Minum Obat Cacing Anak Usia Sekolah Dasar di Yayasan Nanda Dian Nusantara
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa 100 responden tidak pernah minum obat cacing.
4.2.3 Distribusi Frekuensi Angka Kejadian Infeksi Cacing
Angka kejadian infeksi cacing pada murid Sekolah Dasar Yayasan Nanda Dian Nusantara dapat dilihat dengan distribusi sebagai
berikut:
Tabel 4. 3. Distribusi Frekuensi Angka Kejadian Infeksi Cacing Anak Usia Sekolah Dasar di Yayasan Nanda Dian Nusantara
Berdasarkan hasil pemeriksaan feses pada tabel di atas menunjukkan bahwa responden yang positif terinfeksi cacing sebanyak 9
orang dari 35 sampel keseluruhan 25,7. Angka tersebut lebih tinggi bila dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mardiana
2008 pada murid Sekolah Dasar Wajib Belajar Pelayanan Gerakan Terpadu Pengentasan Kemiskinan Daerah Kumuh SD-WGT-Taskin
Jakarta Selatan dimana dari hasil penelitian tersebut jumlah murid yang positif terinfeksi cacing sebanyak 19 murid dari 123 sampel responden
15,45.
1
Namun presentasi yang tinggi pada penelitian ini dikarenakan jumlah sampel yang lebih sedikit dibandingkan penelitian Mardiana
tersebut.
No Minum Obat Cacig
Jumlah
1 Pernah
2 Tidak Pernah
35 100
Jumlah 35
100
No Infeksi Cacing
Jumlah
1 2
Positif Negatif
9 26
25,7 74,3
Jumlah 35
100
Tinggi rendahnya prevalensi infeksi kecacingan berhubungan erat dengan kebersihan pribadi dan sanitasi lingkungan yang menjadi sumber
infeksi.
1
Kedua hal tersebut merupakan bagian dari faktor resiko yang mempengaruhi tingginya jumlah responden yang positif terinfeksi
cacing, sebagaimana yang akan dibahas dalam analisa statistik selanjutnya.
4.2.4 Distribusi Frekuensi Spesies Cacing
Hasil pemeriksaan feses reponden untuk identifikasi spesies
cacing padamurid dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 4. 4. Distribusi Frekuensi Spesies Cacing pada Anak Usia Sekolah Dasar Yayasan Nanda Dian Nusantara
Berdasarkan tabel diatas, hasil identifikasi spesies cacing dari feses responden menunjukkan bahwa 55,6 responden terinfeksi cacing
tambang. Tingginya infeksi cacing tambang dikarenakan tanah merupakan media yang mutlak diperlukan oleh cacing tambang untuk
melangsungkan proses perkembangannya.
25
Secara genetik juga terdapat perbedaan respon imun terhadap infeksi cacing tertentu seperti cacing
tambang,
26
berperan penting terhadap keberadaan sejumlah cacing tambang yang lebih mendominasi terhadap spesies lain di tubuh manusia.
Responden penelitian ini memiliki kebiasaan sehari-hari bermain dan memulung di wilayah sekitarnya yang penuh dengan sampah.
Perilaku ini tentu tidak dapat dilepaskan dari terjadinya kontak dengan tanah. Hasil penelitian Didik Sumanto 2010 menyatakan bahwa anak
yang memiliki kebiasaan bermain di tanah ”lama” berisiko terinfeksi cacing tambang 3,9 kali lebih besar dibandingkan anak yang hanya
”sebentar” bermain di tanah setiap hari.
25
Spesies Cacing Jumlah
Persentase
Cacing tambang 5
55,6 Fasciolopsis buski
1 11,1
Strongyloides stercolaris 1
11,1 Tidak teridentifikasi
2 22,2
9 100
Hal-hal di atas merupakan penyebab infeksi cacing tambang lebih tinggi dibandingkan infeksi Strongyloides stercolaris dan Fasciolopsis
buski. Strongyloides stercolaris membutuhkan lingkungan sekitar yang optimum, siklus tidak langsung biasanya berlangsung di negeri tropik
dengan iklim lembab sedangkan siklus langsung dinegeri yang lebih dingin. Fasciolopsis buski biasanya disebabkan karena kebiasaan
memakan tumbuh-tumbuhan air yang mentah dan tidak dimasak sampai matang.
2
Untuk infeksi cacing yang tidak teridentifikasi dikarenakan pada pemeriksaan mikroskopis feses tidak ditemukan stadium telur, sedangkan
dengan pemeriksaan Harada-Mori ditemukan larva setelah 2-3 hari feses ditumbuhkan dalam media air, tetapi larva tersebut sulit untuk
diidentifikasi secara mikroskopis karena kesamaan morfologi dengan spesies lain.
4.2.5 Distribusi Frekuensi Kepemilikan Jamban