TINJAUAN PUSTAKA BALANCED SCORECARD PALANG MERAH INDONESIA KABUPATEN JEMBER

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Pengukuran Kinerja

2.1.1 Pengertian Pengukuran Kinerja

Kinerja merupakan suatu istilah umum yang digunakan untuk sebagian atau seluruh tindakan atau aktivitas dari suatu organisasi pada suatu periode, seiring dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masa lalu atau yang diproyeksikan, suatu dasar efisiensi, pertanggung jawaban atau akuntabilitas manajemen dan semacamnya Fauzi, 1995. Penilaian kinerja pada dasarnya merupakan kegiatan manusia dalam mencapai tujuan organisasi. Mulyadi 1997 mendefinisikan penilaian kinerja sebagai penentu secara periodik efektivitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi, dan karyawan berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Karena organisasi pada dasarnya dioperasikan oleh sumber daya manusia maka penilaian kinerja sesungguhnya merupakan penilaian atas perilaku manusia dalam melaksanakan peran yang mereka mainkan dalam organisasi. Setiap organisasi mengharapkan kinerja yang memberikan kontribusi untuk menjadikan organisasi sebagai suatu institusi yang unggul di kelasnya. Jika keberhasilan organisasi untuk mengadakan institusi yang unggul ditentukan oleh berbagai faktor maka berbagai faktor yang menentukan keberhasilan perusahaan succes factor untuk menjadikan organisasi suatu institusi yang unggul tersebut digunakan sebagai pengukur keberhasilan personal. Atkinson et al. 1995 mendefinisikan pengukuran kinerja sebagai ukuran kinerja dari tiap aktivitas dalam proses value chain yang dilihat dari perspektif permintaan customer dengan memastikan bahwa keseluruhan kinerja dari aktivitas-aktivitas tersebut sesuai dengan permintaan dari stakeholder-nya seperti pelanggan, karyawan, pemilik, dan masyarakat. Sedangkan menurut Mardiasmo 2002, sistem pengukuran kinerja sektor 7 publik adalah suatu sistem yang bertujuan membantu manajer publik dalam menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan nonfinansial. Sistem pengukuran kinerja juga dapa dijadikan alat pengendalian organisasi, karena pengukuran kinerja diperkuat dengan menetapkan reward and punishment. Jadi, pengukuran kinerja adalah suatu pengukuran yang mengukur semua indikator keuangan dan nonkeuangan yang ada di dalam sebuah organisasi secara komprehensif dan terintegrasi dengan tujuan dan strategi organisasi tersebut. Pengukuran kinerja juga penting bagi manajemen dalam menentukan standar kinerja organisasi untuk memotivasi kinerja individu di masa yang akan datang.

2.1.2 Ukuran-Ukuran Kinerja

Sudah menjadi suatu kebutuhan bagi organisasi untuk mengembangkan ukuran-ukuran kinerja yang biasa disebut critical performance indicator untuk menentukan kinerja pada critical succes factors yaitu elemen-elemen kinerja yang dibutuhkan oleh organisasi untuk mencapai suatu keberhasilan dalam rangka memenuhi permintaan para stakeholder. Ketiga critical succes factors yang menghubungkan kemampuan operasi organisasi untuk memenuhi permintaan para stakeholder adalah service, quality dan cost Atkinson et al., 1995: a. Service, adalah segala sesuatu tangiable maupun intangiable yang dijanjikan kepada pelanggan mengenai produk atau jasa yang ditawarkan. b. Quality, adalah memberikan produk atau jasa kepada pelanggan sesuai dengan yang dijanjikan. c. Cost, adalah efisiensi dan menyediakan produk atau jasa, yaitu dengan meminimalkan sumber daya untuk mencapai tujuan-tujuan, dan harga yang dibayar pembeli atas produk atau jasa yang diberikan.

2.1.3 Pengukuran Kinerja Sistem Tradisional

Dalam masyarakat tradisional, ukuran kinerja yang biasa digunakan adalah ukuran kinerja keuangan. Pengukuran kinerja ini mudah dilakukan sehingga kinerja personel yang diukur hanyalah yang berkaitan dengan keuangan. Namun ukuran keuangan tidak dapat menggambarkan penyebab yang menjadikan perubahan kekayaan yang diciptakan oleh organisasi dan lebih memfokuskan pada pengerahan sumber daya organisasi untuk tujuan- tujuan jangka pendek. Ukuran keuangan yang biasa digunakan adalah rasio- rasio keuangan yang meliputi : 1. Rasio likuiditas yang mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek bila jatuh tempo. 2. Rasio leverage yang mengukur hingga sejauh mana perusahaan dibiayai oleh hutang. 3. Rasio aktivitas yang mengukur seberapa efektif manajemen yang ditunjukan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan dan investasi perusahaan. 4. Rasio pertumbuhan yang mengukur kemampuan perusahaan mempertahankan posisi ekonominya di dalam pertumbuhan ekonomi dan industri. 5. Rasio penilaian yang mengukur kemampuan manajemen dalam menciptakan nilai pasar yang melampaui pengeluaran biaya investasi. Menurut Weston dan Copeland 1995 pengukuran kinerja dengan menggunakan rasio-rasio seperti diatas mempunyai keterbatasan-keterbatasan yaitu : 1. Rasio ini disusun berdasarkan data akuntansi dan data ini dipengaruhi oleh cara penafsiran yang berbeda dan bahkan bisa merupakan hasil manipulasi. 2. Jika perusahaan menggunakan tahun fiskal yang berbeda atau jika faktor musiman merupakan pengaruh yang penting maka akan mempunyai pengaruh pada rasio-rasio perbandingannya. 3. Analisis harus sangat hati-hati dalam menentukan baik buruknya suatu rasio dalam membentuk suatu penilaian menyeluruh dari perusahaan berdasarkan serangkaian rasio keuangan. 4. Rasio yang sesuai dengan rata-rata industri tidak memberikan kepastian bahwa perusahaan berjalan normal dan memiliki manajemen yang baik.

2.1.4 Tujuan Sistem Pengukuran Kinerja

Menurut Anthony et al. 2005, tujuan dari sistem pengukuran kinerja adalah untuk membantu dalam menetapkan strategi. Dalam penerapan system pengukuran kinerja terdapat empat konsep dasar : 1. Menentukan strategi. Dalam hal ini paling penting adalah tujuan dan target organisasi dinyatakan secara ekspilit dan jelas. Strategi harus dibuat pertama kali untuk keseluruhan organisasi dan kemudian dikembangkan ke level fungsional dibawahnya. 2. Menentukan pengukuran strategi. Pengukuran strategi diperlukan untuk mengartikulasikan strategi ke seluruh anggota organisasi. Organisasi tersebut harus fokus pada beberapa pengukuran kritikal saja. Sehingga manajemen tidak terlalu banyak melakukan pengukuran indikator kinerja yang tidak perlu. 3. Mengintegrasikan pengukuran ke dalam sistem manajemen. Pengukuran harus merupakan bagian organisasi baik secara formal maupun informal, juga merupakan bagian dari budaya perusahaan dan sumber daya manusia perusahaan. 4. Mengevaluasi pengukuran hasil secara berkesinambungan. Manajemen harus selalu mengevaluasi pengukuran kinerja organisasi apakah masih valid untuk ditetapkan dari waktu ke waktu. Pengukuran kinerja membantu manajer dalam memonitor implementasi strategi bisnis dengan cara membandingkan hasil actual dengan sasaran dan tujuan strategis. Sistem pengukuran kinerja biasanya terdiri atas metode sistematis dalam penempatan sasaran dan tujuan serta pelaporan periodik yang mengidentifikasikan realisasi atas pencapaian sasaran dan tujuan.

2.1.5 Manfaat Pengukuran Kinerja

Menurut Lynch dan Cross 1993, manfaat sistem pengukuran kinerja yang baik adalah sebagai berikut : 1. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa perusahaan lebih dekat pada pelanggannya dan membuat seluruh orang dalam organisasi terlibat dalam upaya member kepuasan kepada pelanggan. 2. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata-rantai pelanggan dan pemasok internal. 3. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya pengurangan terhadap pemborosan tersebut reduction of waste. 4. Membuat suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur menjadi lebih kongkret sehingga mempercepat proses pembelajaran organisasi. 5. Membangun konsenus untuk melakukan suatu perubahan dengan memberi “reward” atas perilaku yang diharapkan tersebu

2.1.6 Kelemahan Pengukuran Kinerja

Robert S. Kaplan dan David P. Norton menyatakan bahwa kelemahan- kelemahan pengukuran kinerja yang menitik beratkan pada kinerja keuangan yaitu : 1. Ketidakmampuan mengukur kinerja harta-harta tidak tampak intangible Assets dan harta-harta intelektual sumber daya manusia perusahaan. 2. Kinerja keuangan hanya mampu bercerita mengenai sedikit masa lalu perusahaan dan tidak mampu sepenuhnya menuntun perusahaan ke arah yang lebih baik.

2.2 Balanced Scorecard

2.2.1 Sejarah Balanced Scorecard

Balanced Scorecard pertama kali muncul pada tahun 1992, dalam artikel yang ditulis oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton di majalah Harvard Business Review edisi Januari-Februari 1992. Selanjutnya teori BSC telah berkembang dengan pesat, pada tahun 1996 Kaplan dan Norton merevisi BSC yang telah mereka bangun itu. Di sana muncul istilah Strategy Map Peta Strategi. Peta Strategi ini kemudian dijelaskan secara lebih terperinci di tahun 2004 dalam buku ketiga mereka yang berjudul Strategy Maps, Converting Intangiable Assets into Tangiable Outcomes yang diterbitkan Harvard Business School Press. Karena sedikit berbeda dengan BSC pertama kali muncul, revisi BSC dengan konsep Strategy Map ini disebut sebagai BSC generasi kedua. Luis, 2009. BSC generasi kedua memiliki beberapa perbedaan dengan BSC generasi pertama. Perbedaan yang paling signifikan adalah bahwa BSC generasi kedua mempunyai hubungan sebab-akibat diantara berbagai sasaran strategis yang disebut dengan Strategy Map, selain terdapat perbedaan dari segi tata letak layout diantara keempat perspektif. Selain itu, terdapat 3 pembaruan yang muncul sebagai akibat evolusi BSC tersebut. Pembaruan tersebut yaitu fokus, tujuan, dan bidang penerapan. Mengenai fokus, BSC generasi pertama berfokus pada pengukuran kinerja, sedangkan BSC generasi kedua berfokus pada manajemen. Manajemen disini mencakup manajemen strategi, manajemen operasional, dan manajemen dibidang lainnya, dan tidak manajemen kinerja semata. Mengenai tujuan, BSC generasi pertama bertujuan untuk mengendalikan pelaksanaan strategi, sedangkan BSC generasi kedua menekankan komunikasi strategi. Komunikasi menjadi hal penting disini karena hasil studi menunjukkan banyaknya kegagalan eksekusi dari strategi yang disebabkan oleh kurangnya komunikasi. Mengenai bidang penerapan, BSC generasi pertama hanya ditujukan untuk sektor swasta, sedangkan BSC generasi kedua lebih luas sampai juga mencakup sektor publik, dan penerapnnya terbukti berhasil. Luis, 2009.

2.2.2 Pengertian Balanced Scorecard

Scorecard merupakan kumpulan ukuran kinerja yang terintegrasi yang diturunkan dari strategi perusahaan yang mendukung strategi perusahaan secara keseluruhan. Balanced Scorecard memberikan suatu cara untuk mengkomunikasikan strategi suatu perusahaan pada manajer-manajer di seluruh organisasi. Balanced Scorecard juga menunjukkan bagaimana perusahaan menyempurnakan prestasi keuangannya Amin Widjaja Tunggal, 2003. Balanced Scorecard menurut Robert S. Kaplan dan David P. Norton merupakan suatu metode penilaian yang mencakup empat perspektif untuk mengukur kinerja perusahaan, yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Balanced Scorecard menekankan bahwa pengukuran keuangan dan non keuangan harus merupakan bagian dari informasi bagi seluruh pegawai dari semua tingkatan bagi organisasi. Tujuan dan pengukuran dalam Balanced Scorecard bukan hanya penggabungan dari ukuran-ukuran keuangan dan non keuangan yang ada, melainkan merupakan hasil dari suatu proses atas bawah top-down berdasarkan misi dan strategi dari suatu unit usaha, misi dan strategi tersebut harus diterjemahkan dalam tujuan dan pengukuran yang lebih nyata Teuku Mirza, 1997. Gambar 2.1 Penjabaran visi ke dalam tujuan dan sasaran strategi Sumber: Mulyadi Setyawan 2001

2.2.3 Perspektif Finansial

Kinerja keuangan di dalam Balanced Scorecard tetap menjadi perhatian, karena ukuran keuangan merupakan suatu ikhtisar dan konsekuensi ekonomi yang terjadi yang disebabkan oleh keputusan dan ekonomi yang diambil Teuku Mirza, 1997. Ukuran kinerja keuangan menunjukkan apakah strategi, sasaran strategic, inisiatif strategic dan implementasinya mampu memberikan kontribusi dalam menghasilkan laba bagi perusahaan, Kaplan Norton 1996 mengidentifikasikan tiga tahapan dari siklus kehidupan bisnis yaitu : a. Pertumbuhan Growth Growth adalah tahap pertama dan tahap awal dari siklus kehidupan bisnis. Pada tahap ini suatu perusahaan memiliki produk atau jasa yang secara signifikan memiliki tingkat pertumbuhan yang baik sekali atau paling tidak memiliki potensi untuk berkembang biak. Perusahaan dalam tahap Visi Tujuan Goal Tujuan Goal Tujuan Goal Sasaran Strategik Sasaran Strategik Sasaran Strategik strategic objectives strategic objectives strategic objectives ini mungkin secara actual beroperasi dalam arus kas yang negatif dari tingkat pengembalian atas modal investasi yang rendah. Sasaran keuangan dari bisnis yang berada pada tahap ini seharusnya menekankan pengukuran pada tingkat pertumbuhan penerimaan atau penjualan dalam pasar yang ditargetkan. Tujuan finansial keseluruhan perusahaan dalam tahap pertumbuhan adalah porsentase tingkat pertumbuhan pendapatan, dan tingkat pertumbuhan penjualan di berbagai pasar sasaran, kelompok pelanggan, dan wilayah. b. Bertahan Sustain Stage Sustain stage merupakan suatu tahap dimana perusahaan masih melakukan investasi dengan mempersyaratkan tingkat pengembalian yang terbaik. Dalam hal ini perusahaan berusaha mempertahankan pangsa pasar yang ada dan mengembangkannya apabila mungkin. Secara konsisten pada tahap ini perusahaan tidak lagi bertumpuk pada strategi-strategi jangka panjang. Sasaran keuntungan pada tahap ini diarahkan pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan. c. Menuai Harvest Tahap ini merupakan tahap kematangan mature, suatu tahap dimana perusahaan melakukan panen terhadap investasi yang dibuat pada dua tahap sebelumnya. Perusahaan tidak lagi melakukan investasi lebih jauh kecuali hanya untuk pemeliharaan peralatan dan perbaikan fasilitas, tidak untuk melakukan ekspansimembangun suatu kemampuan baru. Tujuan utama dalam tahapan ini adalah memaksimumkan kas yang masuk ke perusahaan. Untuk menjadikan organisasi suatu institusi yang mampu berkreasi diperlukan keunggulan di bidang keuangan. Melalui keunggulan di bidang ini, organisasi menguasai sumber daya yang sangat diperlukan untuk mewujudkan tiga perspektif strategi lain yaitu perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal dan perspektif proses pertumbuhan dan pembelajaran.

2.2.4 Perspektif Pelanggan

Suatu produk atau jasa dikatakan mempunyai nilai bagi konsumennya jika manfaat yang diterimanya relatif lebih tinggi dari pada pengorbanan yang dikeluarkan oleh konsumen tersebut untuk mendapat produk dan jasa itu. Produk atau jasa tersebut akan semakin mempunyai nilai apabila manfaatnya mendekati ataupun melebihi dari apa yang diharapkan oleh konsumen. Menurut Kaplan dan Norton perusahaan diharapkan mampu membuat suatu segmentasi pasar dan ditentukan target pasarnya yang paling mungkin untuk dijadikan sasaran sesuai dengan kamampuan sumber daya dan rencana jangka panjang perusahaan. Dalam perspektif pelanggan, manajer mengidentifikasi segmen pasar dimana perusahaan akan berkompetisi dan mengukur kinerja unit bisnis dalam target ini. Ada dua kelompok pengukuran dalam perspektif pelanggan, yaitu : 1. Kelompok perusahaan inti konsumen customer core measurement group. Kelompok-kelompok pengukuran inti konsumen yaitu : a. Pangsa Pasar Market Share Menggambarkan seberapa besar penjualan yang dikuasai oleh perusahaan dalam suatu segmen tertentu. b. Kemampuan mempertahankan konsumen customer retention Tingkat kemampuan perusahaan untuk mempertahankan hubungan dengan konsumennya yang mungkin seberapa besar perusahaan berhasil mempertahankan pelanggan lama. c. Kemampuan meraih konsumen baru customer acquisition Tingkat kemampuan perusahaan demi memperoleh dan menarik konsumen baru dalam pasar. d. Tingkat kepuasan konsumen customer satiffation Merupakan suatu tingkat kepuasan konsumen terhadap kriteria kinerjanilai tertentu yang diberikan oleh perusahaan. e. Tingkat protabilitas konsumen customer profitability Mengukur seberapa besar keuntungan yang berhasil diperoleh perusahaan dari penjualan kepada konsumensegmen pasar. 2. Kelompok pengukur nilai konsumen customer value measement Merupakan kelompok penunjang yang merupakan konsep kunci untuk memahami pemicu-pemicu driver. Dari kelompok-kelompok pengukuran inti konsumen kelompok pengukuran nilai konsumen terdiri dari : a. Atribut-atribut produk dan jasa productservice Atribut-atribut produk-produk jasa harga dan fasilitasnya. b. Hubungan dengan konsumen customer relationship Meliputi hubungan dengan konsumen yang melalui pengisian produkjasa kepada konsumen, termasuk dimensi respon dan waktu pengirimannya dan bagaimana pula kesan yang timbul dari konsumen setelah membeli produk atau jasa perusahaan tersebut. c. Citra dan reputasi image reputation Dalam dimensi ini termuat faktor-faktor yang membuat konsumen merasa tertarik pada perusahaan seperti hasil promosi baik secara personal melalui pameran-pameran, door to door maupun lewat media masa atau elektronik ataupun ungkapan-ungkapan yang mudah diingat oleh konsumen. Gambar 2.2 Proposisi Nilai Pelanggan Sumber: Kaplan Robert S, Norton David P, Translating Strategy Into Action – The Balanced Scorecard, 1 st edition. 1996

2.2.5 Perspektif Proses Bisnis Internal

Dalam perspektif proses bisnis internal, para manajer mengidentifikasi berbagai proses penting yang harus dikuasai perusahaan dengan baik agar mampu memenuhi tujuan para pemegang saham dan segmen pelanggan sasaran. Sistem pengukuran kinerja konvensional memusatkan perhatian hanya pada pemantauan dan perbaikan biaya, mutu, dan ukuran berdasarkan waktu proses bisnis perusahaan. Sedangkan pendekatan Balanced Scorecard memungkinkan tuntutan kinerja proses internal yang ditentukan berdasarkan harapan pihak eksternal tertentu. Perusahaan harus memilih proses dan kompetensi yang menjadi unggulannya dan menentukan ukuran-ukuran untuk menilai kinerja-kinerja proses dan kompetensi tersebut. Analisis atau proses bisnis internal perusahaan dilakukan melalui analisis rantai nilai value chain analysist yang digambarkan sebagai berikut : Nilai Atribut Produk Jasa Citra Hubungan = + + Fungsionalitas Mutu Harga Waktu Kebutuhahan Pelanggan terpenuhi Gambar 2.3 Model Rantai Generik Sumber: Kaplan Robert S, Norton David P, Translating Strategy Into Action – The Balanced Scorecard, 1 st Tahap ini merupakan tahap akhir di mana perusahaan secara nyata berupaya untuk memberikan solusi kepada para pelanggannya dalam memenuhi keinginan dan kebutuhan langganan dan kebutuhan mereka. Kegiatan operasional berasal dari penerimaan pesanan dari pelanggan dan edition. 1996 Masing-masing perusahaan mempunyai seperangkat proses penciptaan nilai yang unik bagi pelanggannya. Secara umum Kaplan dan Norton membaginya menjadi tiga prinsip dasar yaitu : 1. Inovasi Pengukuran kinerja dalam proses inovasi selama ini kurang mendapatkan perhatian, dibandingkan pengukuran kinerja yang dilakukan dalam proses operasi. Pada tahap ini perusahaan mengidentifikasikan keinginan dan kebutuhan para pelanggan dimasa mendatang serta merumuskan cara untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan tersebut. 2. Operasi Kebutuhahan Pelanggan diidentifikasi Kenali Pasar Ciptakan Produk baru Bangun produk jasa Luncurkan Produk jasa Layani Pelanggan Proses Inovasi Proses Operasi Proses Layanan Purna Jual berakhir dengan pengiriman produk atau jasa pada pelanggan. Kegiatan ini lebih mudah diukur kejadiannya yang rutin dan terulang. 3. Layanan pasca jual Dalam tahap ini perusahaan berupaya memberikan manfaat tambahan kepada para pelanggan yang telah membeli produk-produknya dalam bentuk layanan pasca transaksi. Dalam proses bisnis internal, para eksekutif mengidentifikasi proses- proses yang penting dalam internal organisasi. Melalui proses-proses ini memungkinkan perusahaan untuk menyampaikan proposition value yang akan menarik dan mempertahankan konsumen dalam pasar yang telah ditargetkan. Fokus bisnis internal akan memberikan pengaruh atas tingkat kepuasan pelanggan dan memperbesar tingkat pencapaian sasaran keuangan Teuku Mirza, 1997.

2.2.6 Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan

Tujuan dimasukkannya kinerja ini adalah untuk mendorong perusahaan menjadi organisasi belajar learning organization sekaligus mendorong pertumbuhannya Teuku Mirza, 1997. Kaplan dan Norton membagi tolak ukur perspektif ini dalam tiga prinsip yaitu : 1. People Tenaga kerja pada perusahaan dewasa ini lebih lanjut dituntut untuk dapat berpikir kritis dan melakukan evaluasi terhadap proses dan lingkungan untuk dapat memberikan usulan perbaikan. Oleh sebab itu, dalam pengukuran strategi perusahaan, salah satunya harus berkaitan secara spesifik dengan kemampuan pegawai, yaitu apakah perusahaan telah mencanangkan peningkatan kemampuan sumber daya manusia yang dimiliki. Dalam kaitannya dengan sumber daya manusia ada tiga hal yang perlu ditinjau dalam menerapkan Balanced Scorecard : a. Tingkat Kepuasan Karyawan Kepuasan karyawan merupakan suatu para kondisi untuk meningkatkan produktivitas, kualitas, pelayanan kepada konsumen dan kecepatan bereaksi. Kepuasan karyawan menjadi hal yang penting khususnya bagi perusahaan jasa. b. Tingkat perputaran karyawan retensi karyawan Retensi karyawan adalah kemampuan perusahaan untuk mempertahankan pekerja-pekerja terbaiknya untuk terus berada dalam organisasinya. Perusahaan yang telah melakukan investasi dalam sumber daya manusia akan sia-sia apabila tidak mempertahankan karyawannya untuk terus berada dalam perusahaan. c. Produktivitas karyawan Produktivitas merupakan hasil dari pengaruh rata-rata dari peningkatan keahlian dan semangat inovasi, perbaikan proses internal, dan tingkat kepuasan pelanggan. Tujuannya adalah menghubungkan output yang dilakukan para pekerja terhadap jumlah keseluruhan pekerja. 2. Sistem Motivasi dan ketrampilan karyawan saja tidak cukup untuk menunjang pencapaian tujuan proses pembelajaran dan pertumbuhan apabila mereka tidak memiliki informasi yang memadai. Pegawai di bidang operasional memerlukan informasi yang memadai. Pegawai di bidang operasional memerlukan informasi yang cepat, tepat waktu dan akurat sebagai umpan balik, oleh sebab itu karyawan membutuhkan suatu system informasi yang mempunyai kualitas dan kuantitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan tersebut. 3. Organizational Procedure Prosedur yang dilakukan suatu organisasi perlu diperhatikan untuk mencapai suatu kinerja yang handal. Prosedur dan perbaikan rutinitas harus diteruskan karena karyawan yang sempurna dengan informasi yang berlimpah tidak akan Faktor Yang Mempengaruhi memberikan kontribusi pada keberhasilan usaha apabila mereka tidak dimotivasi untuk bertindak selaras dengan tujuan perusahaan atau apabila mereka tidak diberikan kebebasan untuk mengambil keputusan atau bertindak. Gambar 2.4 Kerangka Kerja Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran Sumber: Kaplan Robert S, Norton David P, Translating Strategy Into Action – The Balanced Scorecard, 1 st edition. 1996

2.2.7 Hubungan Sebab-Akibat ke-Empat Perspektif Balanced Scorecard

Sebuah strategi adalah sekumpulan hipotesis tentang hubungan sebab- akibat Kaplan Norton, 1996. Hubungan sebab akibat dapat dinyatakan dengan suatu urutan peryataan jika-maka. Sistem pengukuran harus membuat hubungan hipotesis diantara berbagai tujuan dan ukuran di dalam berbagai perspektif menjadi eksplisit, sehingga dapat dikelola dan divalidasi. Sistem pengukuran juga harus mengidentifikasi dan membuat eksplisit urutan hipotesis tentang hubungan sebab-akibat antara ukuran hasil dengan faktor pendorong kinerjanya.Putra, 2004. HASIL Retensi Karyawan Produktivitas Karyawan Kepuasan Karyawan Kompetensi Staf Infrastruktur Teknologi Iklim untuk Bertindak

2.2.8 Perancangan Balanced Scorecard

Sebelum dilakukan pengukuran kinerja dengan menggunakan Balanced Scorecerd, organisasi hendaknya menyusun dan merancang terlebih dahulu Balanced Scorecard sesuai kebutuhan organisasi tersebut. Tahapan dalam merancang Balanced Scorecard, yakni : 1. Merumuskan visi, misi, tujuan dan strategi perusahaan. Tahap ini menjadi landasan strategi perusahaan. 2. Menentukan Perspektif. Perspektif yang dipilih harus dapat mencerminkan strategi perusahaan. 3. Merumuskan sasaran strategis objectives. Menerjemahkan strategis ke dalam setiap perspektif yang berupa sasaran strategis pada setiap perspektif. Sasaran strategis tersebut harus dapat mendukung pencapaian visi, misi, nilai, tujuan perusahaan, dan strategi perusahaan. Kemudian dari sasaran strategis tersebut peta strategis ditentukan atau dapat dilakukan setelah tahap ke-4 telah dilakukan. 4. Menentukan ukuran strategis measures. Sasaran strategis yang telah dirumuskan melalui strategi perlu diterapkan ukuran pencapaiannya. Ada dua ukuran yang perlu ditentukan untuk mengukur keberhasilan pencapaian sasaran strategis, yaitu 1 ukuran hasil outcome measure atau lag indicator dan 2 ukuran pemacu kinerja performance driver measure atau lead indicator. 5. Menentukan target. Target merupakan pernyataan kuantitatif kinerja yang hendak dicapai dalam kurun waktu tertentu di masa mendatang untuk mewujudkan sasaran strategis dalam setiap perspektif. 6. Merumuskan inisiatif strategis. Inisiatif strategis merupakan pelaksanaan program yang bersifat strategis untuk mewujudkan sasaran strategis pada setiap perspektif. Hal itu dirumuskan dengan membuat suatu pernyataan kualitatif berupa langkah langkah besar yang akan dilaksanakan di masa depan dan yang akan membantu pencapaian target. 7. Implementasi Balanced Scorecard atau Cascading Balanced Scorecard. Balanced Scorecard diimplementasikan atau tepatnya diturunkan ke setiap level dalam perusahaan dan bahkan ke setiap individu agar perusahaan mendapatkan hasil kinerja yang berlibat ganda. Rangkuti, 2011

2.3 Organisasi Nirlaba

Organisasi nirlaba atau organisasi nonprofit adalah suatu organisasi yang bersasaran pokok untuk mendukung suatu isu atau perihal di dalam menarik perhatian publik untuk suatu tujuan yang tidak komersil, tanpa ada perhatian terhadap hal-hal yang bersifat mencari laba Rakhmanto : 2011. Dalam PSAK 45, perbedaan utama yang mendasar antara organisasi nirlaba dan organisasi bisnis adalah terletak pada cara organisasi memperoleh sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktivitas operasinya. Organisasi nirlaba memperoleh sumber daya dari sumbangan para anggota dan para penyumbang lain yang tidak mengharapkan imbalan apapun dari organisasi tersebut. Sedangkan Anthony et al. 2005, mendefinisikan organisasi nirlaba sebagai organisasi yang tujuannya tidak mencari laba. Tujuan prinsipnya adalah menyediakan jasa, seperti pendidikan, perawatan di rumah sakit, penegakkan hukum, pemadam kebakaran, dan lain-lain. Tujuan finansial bagi organisasi nirlaba tidak lebih dari impasnya pemasukan dan pengeluaran. Salah satu contoh organisasi nirlaba yakni Palang Merah Indonesia. Sebagai organisasi nirlaba, PMI tidak mencari laba. PMI mengedepankan pelayanan dan misi sosial kemanusiaan di masyarakat. PMI juga tetap membutuhkan dana sebagai penggerak operasionalnya, akan tetapi dana ini tidak didapatkan dari hasil mencari laba melainkan dari anggaran pemerintah dan hasil bulan dana yang merupakan program kerja Palang Merah Indonesia. Berkaitan dengan Unit PMI yakni Unit Transfusi darah, sebagaimana amanah dalam Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1980 berkenaan dengan pelayanan kebutuhan darah, biaya yang dikeluarkan oleh customer merupakan biaya pengganti yang diakui sebagai service cost. Hal ini menjelaskan bahwa tidak selalu organisasi nirlaba tidak meminta bayaran. Dalam menghasilkan jasa, organisasi nirlaba ada yang meminta bayaran dan ada juga yang tidak Arief Suadi, 1996. Contoh untuk kelompok pertama seperti Unit Transfusi Darah Palang Merah Indonesia tersebut.

BAB 3. METODE PENELITIAN