Gambaran Umum Situ Gintung Famili Aeschnidae Famili Cordulegastridae

10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambaran Umum Situ Gintung

Situ Gintung merupakan kawasan wisata alam yang sebagian besar wilayahnya merupakan daerah perairan dengan luas danau kurang lebih 23 hektar dan daratan 6 hektar. Komunitas Danau Situ Gintung berupa tanaman air, jenis ikan air tawar, jenis keong dan berbagai jenis ganggang. Sedangkan vegetasi dari daratan Situ Gintung berupa pepohonan dan rumput-rumput. Batas wilayah Situ Gintung adalah sebelah Utara berbatasan dengan Jalan Gunung Indah Raya, sebelah Selatan berbatasan dengan perkampungan Pisangan Timur dan Barat, sebelah Timur berbatasan dengan perkampungan penduduk kampung Gunung dan Cirendeu, dan sebelah Barat berbatasan dengan komplek perumahan Universitas Indonesia UI dan International Sport Club Indonesia ISCI. Peta pada Lampiran 1. 2.2. Capung Odonata 2.2.1. Morfologi Capung Gambar 1. Bagian-bagian tubuh capung sumber: Susanti, 1998 11 Capung termasuk dalam kelompok insekta atau serangga yang memiliki ciri-ciri terdiri atas tiga bagian yaitu: kepala caput, dada toraks, dan perut abdomen. Kepala capung relatif besar dibanding tubuhnya, bentuknya membulatmemanjang ke samping dengan bagian belakang berlekuk ke dalam. Bagian yang sangat menyolok pada kepala adalah sepasang mata majemuk yang besar yang terdiri dari banyak mata kecil yang disebut ommatidium. Di antara kedua mata majemuk tersebut terdapat sepasang antena pendek, halus seperti benang Aswari, 2003. Mulut capung berkembang sesuai dengan fungsinya sebagai pemangsa, bagian depan terdapat labrum bibir depan, di belakang labrum terdapat sepasang mandibula rahang yang kuat untuk merobek badan mangsanya. Di belakang mandibula terdapat sepasang maksila yang berguna untuk membantu pekerjaan mandibula, dan bagian mulut yang paling belakang adalah labium yang menjadi bibir belakang Borror dan Dwight, 1995 dalam Aswari, 2003. Bagian dada toraks terdiri dari tiga ruas adalah protoraks, mesotoraks, dan metatoraks, masing-masing mendukung satu pasang kaki. Menurut fungsinya kaki capung termasuk dalam tipe kaki raptorial yaitu kaki yang dipergunakan untuk berdiri dan menangkap mangsanya. Abdomen terdiri dari beberapa ruas, ramping dan memanjang seperti ekor atau agak melebar. Ujungnya dilengkapi tambahan seperti umbai yang dapat digerakkan dengan variasi bentuk tergantung jenisnya Watson et all., 1991. Sayap capung bentuknya khas yaitu lonjongmemanjang dan tembus pandang, kadang-kadang berwarna menarik seperti coklat kekuningan, hijau, biru, 12 atau merah. Lembaran sayap ditopang oleh venasi Aswari, 2003. Para ahli mengidentifikasi dan membedakan capung dengan melihat susunan venasi pada sayap Susanti, 1998.

2.2.2. Distribusi Capung

Serangga atau insekta adalah kelompok hewan yang paling tinggi jumlah dan keanekaragaman jenisnya, mereka hampir ditemukan di semua lingkungan. Pada daerah tropis seperti Indonesia, keanekaragaman jenis serangga sangat tinggi karena didukung oleh kemampuannya untuk beradaptasi pada keanekaragaman habitat yang tinggi Amir Intari dalam Dharma, 2000. Saat ini diperkirakan ada 5000-6000 jenis capung dan diperkirakan jumlah ini akan bertambah bila ditemukan jenis baru. Capung tersebar di seluruh dunia jumlah yang sangat berlimpah terutama terdapat di kawasan tropis. Di Indonesia terdapat sekitar 750 jenis Susanti, 1998. Capung mampu berbiak di hampir segala macam air tawar yang tidak terlampau panas, asam, atau asin. Mulai dari perairan di dataran tinggi sampai sungai-sungai yang tenang di dataran renah. Ada juga di antaranya yang telah menyesuaikan diri untuk berkembang biak di kolam batu-batuan dan air terjun Ensiklopedi Serangga, 1992. Capung menghabiskan sebagian besar hidupnya sebagai nimfa sepasin yang sangat tergantung pada habitat perairan seperti sawah, sungai, danau, rawa, atau kolam. Tidak ada satu jenis capung pun yang hidup di laut. Namun ada beberapa jenis yang tahan terhadap kadar garam Susanti, 1998. 13 Capung dewasa sering terlihat di tempat-tempat terbuka, terutama di perairan tempat mereka berkembang biak dan berburu makanan. Sebagian besar capung senang hinggap di pucuk rumput, perdu, dan lain-lain yang tumbuh di sekitar kolam, sungai, parit, atau genangan-genangan air Suharni, 1991. Capung melakukan kegiatan pada siang hari saat matahari bersinar, oleh karena itu pada hari panas capung akan terbang sangat aktif dan sulit untuk didekati. Pada senja hari saat matahari tenggelam capung kadang-kadang lebih mudah didekati Suharni, 1991.

2.2.3. Daur Hidup Capung

Dalam daur hidupnya, capung melalui tiga tahap perubahan bentuk metamorfosis, yaitu telur, nimfa, dan dewasa. Perubahan bentuk seperti ini dinamakan metamorfosis tidak sempurna Hemimetabola. Ketika baru menetas nimfa terlindung oleh selaput tipis, tingkatan ini disebut pronimfa. Setelah bersentuhan dengan air selaput tipis terbelah dan muncul nimfa instar. Dalam perkembangan nimfa capung mengalami pergantian kulit, tergantung jenis dan adaptasinya dengan lingkungan. Pergantian kulit berkisar antara 6-15 kali. Miller, 1995. Proses penggantian kulit ecdysis diawali dengan gerakan memompa mengalirkan cairan tubuh menuju toraks dan menyebabkan toraks mengembung dan akhirnya terjadi sobekan pada permukaan dorsal yang meluas sampai di belakang mata dan berbentuk gambaran menyerupai huruf Y. Melalui sobekan tersebut secara spontan nimfa terdorong keluar. 14 Capung yang baru muncul berwarna pucat, lunak, dan sayap mengkilap. Pada waktu terbang pertama memisahkan diri dari air dan memerlukan waktu beberapa hari mencari makanan. Saat itu capung mengembangkan warna yang sebenarnya dan secara seksual menjadi masak. Jika masa kematangannya sudah selesai lalu mencari lingkungan air untuk masa pembiakan Ensiklopedi Serangga, 1992.

2.2.4. Perilaku Capung

Pada beberapa jenis capung, capung jantan yang siap kawin memiliki suatu kebiasaan untuk menguasai suatu ‘areal’. Capung jantan umumnya berwarna cerah atau mencolok daripada betina. Warna yang mencolok pada capung jantan ini membantu menunjukkan areal toritorialnya pada jantan lain. Perkelahian antara capung-capung jantan sering terjadi dalam memperebutkan areal masing- masing. Bila ada satu ekor capung betina terbang mendekati salah satu wilayah, maka jantan penghuni akan mencoba mengawininya Susanti, 1998. Capung melakukan perkawinan sambil terbang di sekitar perairan dengan menggunakan umbai ekornya. Capung jantan akan mencengkram bagian belakang kepala capung betina. Kemudian capung betina akan membengkokkan ujung perutnya menuju alat kelamin jantan yang sebelumnya sudah terisi sel-sel sperma. Keadaan ini membentuk posisi yang menarik seperti lingkaran yang disebut “roda perkawinan ” Nanao, 1996. 15 Gambar 2. Perilaku reproduksi pada capung sumber: Borror at all., 1996 Segera setelah kawin, capung betina siap untuk meletakkan telur-telurnya dengan berbagai cara sesuai dengan jenisnya, ada yang menyimpannya di sela- sela batang tanaman, ada pula yang menyelam ke dalam air untuk bertelur. Oleh sebab itu, capung selalu terikat dengan air untuk meletakkan telur-telurnya maupun untuk kehidupan nimfanya Kubo, 1997. Capung jantan menempatkan diri pada tempat tertentu dimana dia berperilaku sedemikian rupa sehingga membuat para pengganggu menghindar dan melarikan diri. Pada jenis capung yang memperlihatkan teritorialnya, capung jantan menduduki suatu daerah lebih dari beberapa hari yang berurutan, walaupun demikian individu yang agresif dapat tetap di daerahnya tanpa gangguan mulai 1 sampai 3 minggu Corbet, 1980 dalam Kartini, 2002. 16

2.2.5. Manfaat capung bagi manusia

Capung bermanfaat langsung bagi manusia, karena nimfa capung memakan berbagai jenis binatang air termasuk jentik-jentik nyamuk yang dapat menyebabkan penyakit malaria dan demam berdarah. Di beberapa negara Asia Timur, baru-baru ini telah terungkap bahwa capung dapat digunakan sebagai pembasmi yang efektif terhadap nyamuk-nyamuk yang menyebabkan penyakit demam berdarah Yahya, 2005. Capung juga dapat disebut sebagai indikator air bersih. Artinya, capung dapat dimanfaatkan untuk memantau kualitas air di sekitar lingkungan hidup kita, karena nimfa capung tidak akan dapat hidup di air yang sudah tercemar atau di perairan yang tidak ada tumbuhannya. Jadi, kehadiran capung dapat menandakan bahwa perairan sekitar kita masih bersih Susanti, 1998. Perubahan populasi capung juga dapat menandai tahap awal adanya pencemaran air, disamping tanda lainnya berupa kekeruhan air. Namun untuk memastikan apakah suatu sungai atau badan air tercemar atau tidak harus disertai dengan penelitian fisik dan kimia secara akurat Susanti, 1998.

2.2.6. Klasifikasi capung

Capung digolongkan ke dalam kelas insekta, subkelas Pterygota, infra kelas Paleoptera dan ordo Odonata. Capung diberi nama Odonata oleh Fabricius pada tahun 1793. Nama tersebut diambil dari bahasa Yunani :odonta-gnata yang berarti rahang bergigi. Berikut taksonomi capung: 17 Kindom : Animalia Filum : Arthropoda Subfilum : Mandibulata Kelas : InsectaHeksapoda Subkelas : Pterygota Infrakelas : Palaeoptera Ordo : Odonata Subordo : Anisozygoptera Anisoptera Zygoptera - Sub Ordo Anisozygoptera Anisozygoptera memiliki karakter yang menggabungkan dua sub ordo. Sayap depan dan belakang hampir serupa dan menyempit pada bagian dasarnya, seperti Zygoptera. Pada saat istirahat sayap tersebut dibentangkan pada posisi horisontal seperti pada Anisoptera. Matanya terpisah seperti pada Zygoptera dan pada bagian depan kepalanya lebih menonjol keluar seperti Anisoptera. Beranggotakan satu famili yaitu: Epiophlebiidae yang terdiri dari dua species yaitu Epiophlebia supertes Selys ditemukan di Jepang dan E. laidlawi Tillyard di India. - Sub ordo Anisoptera Sub ordo Anisoptera adalah jenis capung yang sering sekali dijumpai dan mudah untuk diamati. Bentuk tubuh besar, tubuh panjang silinder dan agak pipih. 18 Panjang sayap sama namun sayap belakang lebih lebar daripada sayap depan. Pada waktu hinggap posisi sayap terentang. Capung ini umumnya merupakan penerbang ulung dan senang melayang-layang Susanti, 1998. Anisoptera terdiri dari tujuh famili, yaitu: Aeschnidae, Gomphidae, Petaluridae, Corduliidae, Marcomiidae, dan Libellulidae Borror et all., 1996.

a. Famili Aeschnidae

Famili ini mencakup capung-capung yang terbesar dan terkuat. Capung dewasa pada jenis ini memiliki panjang 75 mm dan berwarna hijau atau biru. Kelompok ini umumnya terdapat di berbagai macam habitat akuatik termasuk kolam, rawa, dan saluran-saluran air. Famili ini kira-kira ada sekitar 250 jenis, tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak ditemukan di daerah tropis. Beberapa genus yang penting antara lain: Anas Leach, Aeschna Illiger, Gynacantha Rambur, Basiaeschana Selys, Austrophlebia Tillyard. Jenis yang cukup umum dan tersebar di seluruh kepulauan Indonesia terutama di dalam hutan adalah genus Gynachantha. Dapat ditemukan sampai ketinggian 1500 m di atas permukaan laut. Capung ini memiliki kebiasaan terbang saat menjelang petang atau saat matahari terbenam Borror at all., 1996.

b. Famili Cordulegastridae

Anggota famili ini memiliki tubuh yang besar, berwarna hitam kecoklatan dengan tanda-tanda kuning. Mereka biasanya menempati sungai kecil di hutan dengan terbang mematroli tempat di atas permukaan air. Cordulegastridae adalah 19 kelompok yang kecil, dan semua jenis di Amerika Serikat termasuk dalam genus Cordulegaster Susanti, 1998.

c. Famili Gomphidae