KEANEKARAGAMAN CAPUNG (ODONATA) DI KAWASAN RAWA JOMBOR, KLATEN, JAWA TENGAH.

(1)

KEANEKARAGAMAN CAPUNG (ODONATA) DI KAWASAN RAWA JOMBOR, KLATEN, JAWA TENGAH

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Oleh:

Tria Septiani Subagyo

NIM 11308144019

PROGRAM STUDI BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

i  

KEANEKARAGAMAN CAPUNG (ODONATA) DI KAWASAN RAWA JOMBOR, KLATEN, JAWA TENGAH

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Oleh:

Tria Septiani Subagyo

NIM 11308144019

PROGRAM STUDI BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(3)

(4)

(5)

(6)

v  

Motto: hauslah akan ilmu karena samudera pengetahuan tak akan pernah mengering

“Dan tidak ada seekor binatang pun yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan semuanya merupakan umat-umat (juga) seperti kamu. Tidak ada sesuatu pun yang Kami luputkan di dalam Kitab, kemudian kepada Tuhan mereka dikumpulkan.” (Q. S. Al-An’am 6: 38)

“Bangun setiap hari dengan mengingat bahwa mimpi-mimpi kita jauh lebih indah daripada masalah hidup apapun yang sedang kita hadapi saat ini. Jadi, teruslah berjuang, menjadikan semua mimpi-mimpi itu nyata.” (Chelsea Elizabeth Islan)


(7)

vi  

PERSEMBAHAN


(8)

vii  

KEANEKARAGAMAN CAPUNG (ODONATA) DI KAWASAN RAWA JOMBOR, KLATEN, JAWA TENGAH

Oleh:

Tria Septiani Subagyo NIM 11308144019

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis dan tingkat keanekaragaman jenis capung berdasarkan ragam lokasi di kawasan Rawa Jombor.

Jenis penelitian ini adalah penelitian observasi dengan metode distance sampling, yakni menghitung individu capung dewasa yang dijumpai di sepanjang jalur pengamatan (line transect). Individu yang dijumpai diidentifikasi berdasarkan kenampakan morfologi warna tubuh, corak, warna mata, dan ciri bagian tubuh, lalu ditandai dengan cat berbahan nitrocellulose agar tidak terjadi penghitungan ulang, kemudian dilepaskan kembali. Penelitian ini dilakukan pada Februari s.d. April 2016 di kawasan Rawa Jombor yang terbagi menjadi enam lokasi dengan karakteristik yang berbeda berdasarkan keberadaan sumber air dan vegetasi di sekitarnya, yakni (1) kawasan waduk, (2) kawasan sungai aliran masuk menuju waduk, (3) kawasan rawa, (4) kawasan kolam, (5) kawasan sungai aliran keluar dari waduk, dan (6) kawasan sawah. Pengamatan dilakukan pada pukul 08.00-11.00 WIB selama tiga kali dalam jangka waktu tidak lebih dari dua minggu pada tiap lokasi pengamatan.

Ditemukan 28 jenis Odonata dari 6 famili, yakni capung jarum dari Famili Chlorocyphidae 1 jenis, Famili Coenagrionidae 5 jenis, dan Famili Platycnemididae 1 jenis, capung biasa dari Famili Aeshnidae 2 jenis, Famili Gomphidae 1 jenis, dan Famili Libellulidae 18 jenis. Berdasarkan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener tingkat keanekaragaman jenis capung di kawasan Rawa Jombor termasuk dalam kategori sedang dengan nilai 2,57, dan nilai indeks keanekaragaman jenis capung pada tiap lokasi pengamatan termasuk dalam kategori sedang dengan nilai tertinggi pada kawasan rawa 2,23 dan terendah pada kawasan waduk 1,64.


(9)

viii  

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segenap puji dan syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi yang berjudul “Keanekaragaman Capung (Odonata) di Kawasan Rawa Jombor, Klaten, Jawa Tengah” ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan agung, Nabi Muhammad SAW, Sahabat, dan keluarganya.

Tugas akhir skripsi ini disusun guna memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains di bidang Ilmu Biologi. Penyusun berharap karya ini dapat bermanfaat sebagai salah satu sumber ilmu bagi pembaca. Proses penyusunan karya ini melibatkan berbagai pihak yang dengan rendah hatinya berkenan membantu penyusun, untuk itu pada kesempatan ini penyusun ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Dr. Suyanta selaku Wakil Dekan I Fakultas MIPA UNY tahun 2015 yang telah memberikan izin penelitian sehingga proses penelitian dapat dilaksanakan.

2. Dr. Paidi, M. Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas MIPA UNY yang telah mengabulkan pengajuan permohonan izin penelitian.

3. Dr. Ir. Suhartini, M. S., Evi Yulianti, M. Sc. dan Kartika Ratna Pertiwi, MD, M. Biomed. Sc. selaku Dosen Pembimbing Akademik selama menempuh masa kuliah, yang telah memberikan arahan, dukungan, dan motivasi.


(10)

ix  

4. Triatmanto, M. Si. selaku Dosen Pembimbing I dan Dr. Tien Aminatun selaku Dosen Pembimbing II yang selalu memberikan arahan yang membangun dalam penyusunan tugas akhir skripsi ini.

5. Sukiya, M. Si selaku Dosen Penguji I dan Dr. Ir. Suhartini, M. S. selaku Dosen Penguji II.

6. Abdu Rohman dan Ahmad Zulfikar Abdullah yang telah mengenalkan dunia penelitian capung.

7. Hening Triandika Rachman dan Prajawan Kusuma Wardhana, sahabat meneliti capung.

8. Dina Chaerunnisa, Tini Adiatma, Fauzan Rizky Pamungkas, Gana Yuriko Putra, Putri Wijayanti, Misbachun Aji Santosa, Heny Rahmawati, Harlina Jatiningsih, Andi Joko Purnomo, Opik Prasetyo, Marbellisa Briliani, Setyo Sulistyono, Failasuf Aulia Nugroho, Rendra Darari Fakhrin Ikranagara, Bima Gana Pradana, Ahmad Arifandy Hidayat, Ariani Anugrah Putri, M. Fajar Hariadi, M. Yatsrib Ramadhan, Jalu Prianggodo, Kurnia Cahyani, Wahyu Nuryadi Harsono, Irfan Aziz Nurhidayat, Nrangwesthi Widyaningrum, Arellea Revina Dewi, dan Nurrohman Eko Purnomo selaku sahabat-sahabat yang berkenan memberikan bantuan, semangat, dan nasihat ketika pengambilan data dan pengerjaan laporan penelitian ini baik secara langsung maupun tidak langsung.

9. Pihak Laboratorium, BSO Arwana, dan BSO BSG Jurdik Biologi Fakultas MIPA UNY yang telah memberikan kemudahan dalam meminjamkan peralatan yang mendukung penelitian ini.


(11)

x  

10. Pak Wahyu Sigit Rhd yang dengan ramahnya berkenan berdialog mengenai capung secara luas.

11. Keluarga yang tidak hentinya memberikan kepercayaan dan dukungan, baik dalam bentuk spirit maupun materi agar penyusun dapat melakukan penelitian dengan baik.

12. Keluarga Biologi E 2011 UNY yang senantiasa memberikan dukungan. 13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu

dalam penelitian ini.

Penyusun menyadari bahwa karya ini masih jauh dari sempurna, banyak kekurangan dan keterbatasan penyusun, untuk itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangatlah penyusun harapkan. Akhir kata, semoga karya ini memberikan manfaat di dunia ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, September 2016 Penyusun


(12)

xi  

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 3

C. Batasan Masalah ... 3

D. Rumusan Masalah ... 3

E. Tujuan Penelitian ... 4

F. Manfaat Penelitian ... 4

G. Definisi Operasional ... 5

BAB II KAJIAN TEORI ... 7

A. Dasar Teori ... 7

1. Morfologi Capung ... 8

2. Topografi Capung ... 9

3. Siklus Hidup dan Usia Capung ... 11

4. Persebaran Capung ... 14

5. Habitat Capung ... 14

6. Klasifikasi ... 15


(13)

xii  

8. Keanekaragaman Jenis ... 20

9. Gambaran Umum Kawasan Rawa Jombor ... 21

B. Kerangka Pikir ... 21

BAB III METODE PENELITIAN ... 23

A. Jenis dan Metode Penelitian ... 23

B. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 23

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 23

D. Variabel Penelitian ... 24

E. Instrumen Penelitian ... 24

F. Teknik Pengambilan Data ... 25

1. Observasi Pendahuluan... 25

2. Pengamatan Jenis Capung ... 31

3. Pengamatan Mangsa Capung dan Faktor Abiotik ... 34

G. Rancangan Organisasi Data ... 34

1. Data Jenis, Jumlah Individu... 34

2. Data Faktor Abiotik ... 34

H. Teknik Analisis Data ... 35

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 37

A. Kondisi Lokasi Penelitian ... 37

B. Jenis-Jenis Capung di Kawasan Rawa Jombor ... 39

C. Tingkat Keanekaragaman Jenis Capung di Kawasan Rawa Jombor ... 98

D. Faktor Abiotik Kawasan Rawa Jombor ... 103

E. Mangsa Capung Kawasan Rawa Jombor ... 105

BAB V PENUTUP ... 106

A. Simpulan ... 106

B. Saran ... 106

DAFTAR PUSTAKA ... 108


(14)

xiii  

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Tabel Rancangan Organisasi Data Jenis dan Jumlah Individu Tiap Jenis ... 34 Tabel 2. Tabel Rancangan Organisasi Data Faktor Abiotik ... 34 Tabel 3. Komposisi Vegetasi di Lokasi Pengamatan ... 37 Tabel 4. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi,

dan Klasifikasi Acisoma panorpoides ... 40 Tabel 5. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi,

dan Klasifikasi Aethriamanta aethra ... 42 Tabel 6. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi,

dan Klasifikasi Agriocnemis femina ... 44 Tabel 7. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi,

dan Klasifikasi Agriocnemis pygmaea ... 46 Tabel 8. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi,

dan Klasifikasi Agrionoptera insignis ... 48 Tabel 9. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi,

dan Klasifikasi Anax guttatus ... 50 Tabel 10. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi,

dan Klasifikasi Brachydiplax chalybea ... 52 Tabel 11. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi,

dan Klasifikasi Brachythemis contaminata ... 54 Tabel 12. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi,

dan Klasifikasi Copera marginipes ... 56 Tabel 13. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi,

dan Klasifikasi Crocothemis servilia ... 58 Tabel 14. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi,

dan Klasifikasi Diplacodes trivialis ... 60 Tabel 15. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi,

dan Klasifikasi Gynacantha subinterrupta ... 62 Tabel 16. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi,


(15)

xiv  

Tabel 17. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan Klasifikasi Ischnura senegalensis ... 66 Tabel 18. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi,

dan Klasifikasi Lathrecista asiatica ... 69 Tabel 19. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi,

dan Klasifikasi Libellago lineata ... 71 Tabel 20. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi,

dan Klasifikasi Neurothemis terminata ... 73 Tabel 21. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi,

dan Klasifikasi Orthetrum sabina ... 75 Tabel 22. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi,

dan Klasifikasi Orthetrum testaceum ... 77 Tabel 23. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi,

dan Klasifikasi Pantala flavescens ... 79 Tabel 24. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi,

dan Klasifikasi Potamarcha congener ... 81 Tabel 25. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi,

dan Klasifikasi Pseudagrion microcephalum ... 83 Tabel 26. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi,

dan Klasifikasi Pseudagrion rubriceps ... 85 Tabel 27. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi,

dan Klasifikasi Rhodothemis rufa ... 88 Tabel 28. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi,

dan Klasifikasi Tholymis tillarga ... 90 Tabel 29. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi,

dan Klasifikasi Urothemis signata ... 92 Tabel 30. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi,

dan Klasifikasi Zyxomma obtusum ... 94 Tabel 31. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi,


(16)

xv  

Tabel 32. Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis Capung pada Berbagai Lokasi Pengamatan di Kawasan Rawa Jombor dan Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis Capung Kawasan Rawa Jombor ... 98 Tabel 33. Rentang Nilai Faktor Abiotik di Kawasan Rawa Jombor ... 103 Tabel 34. Mangsa Capung di Kawasan Rawa Jombor ... 105


(17)

xvi  

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Topografi Capung Dewasa: Kenampakan Lateral (Aeshnidae sp.,

male) dan Anal Appendages (Embelan) Jantan ... 9

Gambar 2. Topografi Kepala Capung Subordo Anisoptera dan Subordo Zygoptera ... 10

Gambar 3. Pangkal Sayap Depan dan Sayap Belakang Diplacodes bipunctata Jantan ... 10

Gambar 4. Sayap Belakang Capung Subordo Zygoptera dan Subordo Anisoptera ... 11

Gambar 5. Capung Dewasa Hydrobasilleus croceus Keluar dari Nimfa ... 12

Gambar 6. Tahap Perkembangan Capung ... 13

Gambar 7. Bagan Kerangka Pikir ... 22

Gambar 8. Peta Penutupan Lahan di Sekitar Lokasi Pengamatan & Kawasan Lokasi Pengamatan ... 30

Gambar 9. Aplikasi Transek Garis pada Lokasi Pengamatan ... 31

Gambar 10. Binomial System Sheppard (1969) pada Diptera ... 32

Gambar 11. Titik Perjumpaan Acisoma panorpoides ... 41

Gambar 12. Titik Perjumpaan Aethriamanta aethra ... 43

Gambar 13. Titik Perjumpaan Agriocnemis femina ... 45

Gambar 14. Titik Perjumpaan Agriocnemis pygmaea ... 47

Gambar 15. Titik Perjumpaan Agrionoptera insignis ... 49

Gambar 16. Titik Perjumpaan Anax guttatus ... 51

Gambar 17. Titik Perjumpaan Brachydiplax chalybea ... 53

Gambar 18. Titik Perjumpaan Brachythemis cotaminata ... 55

Gambar 19. Titik Perjumpaan Copera marginipes ... 57

Gambar 20. Titik Perjumpaan Crocothemis servilia ... 59

Gambar 21. Titik Perjumpaan Diplacodes trivialis ... 61

Gambar 22. Titik Perjumpaan Gynacantha subinterrupta ... 63

Gambar 23. Titik Perjumpaan Ictinogomphus decoratus ... 65

Gambar 24. Titik Perjumpaan Ischnura senegalensis ... 68


(18)

xvii  

Gambar 26. Titik Perjumpaan Libellago lineata ... 72

Gambar 27. Titik Perjumpaan Neurothemis terminata ... 74

Gambar 28. Titik Perjumpaan Orthetrum sabina ... 76

Gambar 29. Titik Perjumpaan Orthetrum testaceum ... 78

Gambar 30. Titik Perjumpaan Pantala flavescens ... 80

Gambar 31. Titik Perjumpaan Potamarcha congener ... 82

Gambar 32. Titik Perjumpaan Pseudagrion microcephalum ... 84

Gambar 33. Titik Perjumpaan Pseudagrion rubriceps ... 87

Gambar 34. Titik Perjumpaan Rhodothemis rufa ... 89

Gambar 35. Titik Perjumpaan Tholymis tillarga ... 91

Gambar 36. Titik Perjumpaan Urothemis signata ... 93

Gambar 37. Titik Perjumpaan Zyxomma obtusum ... 95

Gambar 38. Titik Perjumpaan Zyxomma petiolatum ... 97

Grafik 1. Perbandingan Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis Capung pada Berbagai Lokasi Pengamatan di Kawasan Rawa Jombor ... 100

Grafik 2. Nilai Kemelimpahan Relatif Setiap Jenis Capung di Kawasan Rawa Jombor ... 101


(19)

xviii  

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis, Jumlah Individu Tiap Jenis, dan Kemelimpahan Relatif Jenis Capung pada Tiap Lokasi

Pengamatan di Kawasan Rawa Jombor ... 111

Lampiran 2. Kondisi Lokasi Penelitian... 113

Lampiran 3. Alat, Bahan, dan Buku Panduan Identifikasi ... 119


(20)

1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

Odonata atau capung merupakan golongan serangga yang mudah dikenali dan ragam jenisnya paling banyak dijumpai di kawasan tropis karena kawasan tropis memiliki berbagai jenis habitat yang ideal sepanjang tahun, seperti Indonesia. Di Indonesia, jumlah capung diperkirakan ada sekitar 750 spesies (Shanti Susanti, 1998: 7) dari total 5680 spesies capung dunia yang sudah diketahui hingga saat ini

(Kalkman, V. J., et. al., 2008: 351).

Bagi manusia, capung dewasa memiliki peran sebagai predator alami serangga hama tanaman pangan dan dalam ekosistem berperan sebagai agen pengendali hayati (Wakhid, dkk., 2014: 42), selain itu nimfa capung juga memangsa jentik-jentik nyamuk, ikan-ikan kecil, dan lain-lain (Wahyu Sigit Rhd, dkk., 2013: 25). Capung identik dengan kawasan perairan tawar karena capung menghabiskan sebagian besar masa hidupnya sebagai nimfa yang sangat bergantung pada habitat perairan tawar, dan tidak ditemukan satu jenis pun capung yang hidup di laut (Shanti Susanti, 1998: 8).

Salah satu kawasan perairan tawar yang terdapat di Jawa adalah kawasan Rawa Jombor. Rawa Jombor merupakan kawasan air tawar yang memiliki aliran air tenang dan air menggenang, dulunya merupakan resapan air alami yang berbentuk rawa, dimanfaatkan sebagai irigasi perkebunan tebu di sekitarnya, kemudian sebagian dari kawasan rawa tersebut dibangun tanggul yang bentuknya mengelilingi rawa hingga menjadi waduk seperti saat ini. Rawa Jombor terletak sekitar 8 km dari pusat Kota Klaten, tepatnya di Desa Krakitan, Kecamatan Bayat,


(21)

2

Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, dengan luas permukaan kurang lebih sekitar

18.900 m2, mendukung fungsi ekologis wilayah sekitarnya (Endri Priyanto, 2009:

1-2). Rawa Jombor saat ini berfungsi sebagai sumber irigasi sawah, tambak ikan, dan wisata memancing serta kuliner berupa rumah makan apung. Kawasan Rawa Jombor merupakan habitat spesifik bagi capung dengan berbagai lokasi yang terdapat sumber air dan vegetasi dengan karakteristik beragam, mendukung sebagai tempat berburu, berlindung, dan lokasi berkembang biak bagi capung karena kawasan dengan karakteristik yang beragam akan memberikan peluang untuk dijumpainya jenis capung yang beragam pula.

Eksplorasi keanekaragaman capung belum tuntas serta penelitian-penelitian yang telah dilakukan di Rawa Jombor mengenai potensi sumber daya flora dan fauna masih sedikit, sehingga penelitian dasar seperti keanekaragaman capung masih perlu dilakukan. Berdasarkan uraian di atas, capung merupakan fauna asal perairan tawar yang populasinya dapat dijumpai di kawasan air tawar seperti Rawa Jombor, sehingga eksplorasi keanekaragaman capung di sana perlu dilakukan. Hasil penelitian ini nantinya dapat menjadi sumber pengetahuan dan sumber belajar mengenai keanekaragaman dan penyebaran capung di berbagai lokasi di kawasan Rawa Jombor, serta dapat menjadi informasi dasar dan pendukung untuk melindungi eksistensi suatu spesies beserta habitatnya, khususnya di kawasan Rawa Jombor.


(22)

3 B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang, beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi antara lain:

1. Bagaimana keanekaragaman jenis capung di kawasan Rawa Jombor?

2. Bagaimana persebaran capung di kawasan Rawa Jombor?

3. Apa peran ekologis jenis-jenis capung di kawasan Rawa Jombor?

4. Bagaimana hubungan jenis-jenis capung dengan kawasan Rawa Jombor

sebagai habitat spesifik capung?

5. Apa pengaruh aktivitas kultural manusia di kawasan Rawa Jombor terhadap

keberadaan jenis-jenis capung di sana?

6. Bagaimana keanekaragaman jenis capung di kawasan Rawa Jombor

berdasarkan ragam lokasi di kawasan Rawa Jombor? C.Batasan Masalah

Permasalahan pada penelitian ini dibatasi pada eksplorasi keanekaragaman jenis capung dewasa di kawasan Rawa Jombor, Desa Krakitan, Klaten, Jawa Tengah selama pengambilan data pada bulan Februari-April 2016.

D.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang dan batasan masalah di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apa sajakah jenis-jenis capung yang ada di kawasan Rawa Jombor berdasarkan

ragam lokasi di kawasan tersebut?

2. Bagaimanakah tingkat keanekaragaman jenis capung di kawasan Rawa Jombor


(23)

4 E.Tujuan Penelitian

1. Mengetahui jenis-jenis capung yang ada di kawasan Rawa Jombor berdasarkan

ragam lokasi di kawasan tersebut.

2. Mengetahui tingkat keanekaragaman jenis capung di kawasan Rawa Jombor

berdasarkan ragam lokasi di kawasan tersebut. F. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Penelitian ini menambah informasi, pengalaman di lapangan, dan melatih kemampuan mengidentifikasi dan mendeskripsikan jenis-jenis capung. Bagi peneliti lainnya, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai data awal (primer) atau acuan bagi penelitian selanjutnya. Selain itu, penelitian ini juga dapat digunakan sebagai referensi dalam upaya konservasi terhadap capung (Odonata).

2. Bagi Pemerintah

Bagi pemerintah dapat menjadi data inventaris kekayaan hayati di kawasan perairan Rawa Jombor untuk kepentingan pengawasan lingkungan serta pengelolaan dan perlindungan kawasan.

3. Bagi Lembaga Sosial Masyarakat (LSM)

Bagi LSM data hasil penelitian ini nantinya diharapkan mampu menyumbangkan informasi dan dapat dimanfaatkan sebagai referensi dalam membuat program kerja organisasi dan langkah strategis organisasi khususnya terkait capung dan lingkungan Rawa Jombor.


(24)

5

4. Bagi Masyarakat Umum

Bagi masyarakat umum diharapkan menjadi tahu dan turut menjaga kelestarian capung, mampu bekerja sama dengan pihak pemerintah atau LSM untuk saling membantu dalam menjaga keseimbangan lingkungan agar keanekaragaman hayati tetap lestari.

G.Definisi Operasional

1. Capung (Odonata) dalam penelitian ini adalah capung jarum (Subordo

Zygoptera) dan capung biasa (Subordo Anisoptera) pada fase dewasa (imago).

2. Jenis-jenis capung adalah jenis capung yang ditemukan pada berbagai lokasi

pengamatan di kawasan Rawa Jombor selama pengamatan pada bulan Februari-April 2016. Jenis-jenis capung yang ditemukan dideskripsikan berdasarkan morfologi individu tiap jenis dan diidentifikasi sampai ke tingkat spesies.

3. Tingkat keanekaragaman jenis capung dalam penelitian ini dihitung

berdasarkan pembandingan jumlah jenis dan jumlah individu tiap jenis capung yang dijumpai pada berbagai lokasi pengamatan di kawasan Rowo Jombor ketika pengambilan data pada bulan Februari-April 2016 menggunakan rumus indeks keanekaragaman Shannon-Wiener.

4. Kawasan Rawa Jombor dalam penelitian ini meliputi berbagai lokasi, yakni

waduk dan wilayah terdekat dengan waduk yang terdapat sumber air tawar (freshwater) serta terdapat vegetasi yang sesuai sebagai tempat berburu, tempat berlindung, dan tempat berkembang biak bagi capung, antara lain kawasan


(25)

6

sungai aliran masuk menuju waduk, kawasan rawa, kawasan kolam, kawasan sungai aliran keluar dari waduk, dan kawasan sawah.


(26)

7 BAB II KAJIAN TEORI A.Dasar Teori

Capung merupakan salah satu kelompok serangga (Kelas Insecta) yang

familiar (IUCN Red List, 2009: 1), termasuk dalam golongan serangga air (Morse

J. C., 2009: 167). Ukuran, warna, dan kebiasaannya yang mencolok membuat kelompok serangga ini populer di antara para ahli serangga maupun orang awam

(Klakman, V. J., et. al., 2008: 351). Capung muncul sejak zaman karbon sekitar

360-290 ratus juta tahun yang lalu (Wahyu Sigit Rhd, dkk., 2013: 22), tercatat ada

5680 spesies serangga capung yang telah ditemukan di dunia (IUCN Red List,

2009: 5), dan diperkirakan dapat mencapai 7000 spesies (Morse J. C., 2009: 172). Capung memiliki kelebihan pada kemampuan terbang dan penglihatannya.

Berdasarkan pernyataan Moore (1954), jarak tempuh terbang Anax imperator

yang sedang tidak dalam aktivitas kawin dapat mencapai lebih dari 200 meter

(Corbet, P. S., 1962: 144), dan Sympetrum depressiusculum tercatat memiliki

jarak terbang maksimum sejauh 1196 meter dari lokasi berkembang biaknya (Dolný A. et. al. 2014: 7), dan capung tertentu juga ada yang merupakan migran, terbang menempuh jarak berkilo-kilo meter, salah satu spesies migran yang sering

ditemukan di Indonesia adalah Pantala flavescens (Wahyu Sigit Rhd, dkk., 2013:

29).

Sensitivitas capung terhadap pergerakan di sekitarnya sangat tinggi dan capung dapat melihat dalam sudut pandang 360 derajat. Saat terbang, beberapa jenis capung dapat terbang ke segala arah dengan kecepatan tinggi dan mampu berubah arah seketika (Wahyu Sigit Rhd, dkk., 2013: 29).


(27)

8 1. Morfologi Capung

Tubuh capung secara umum terdiri dari bagian kepala, toraks, dan abdomen, memiliki enam tungkai dan dua pasang sayap dengan venasi yang pada tiap spesies memiliki pola berbeda (Wahyu Sigit Rhd, dkk., 2013: 22).

Kepala capung berukuran besar dengan mata yang besar pula, antena pada kepala berukuran pendek dan ramping. Mata majemuknya berukuran besar, terdiri dari banyak mata kecil (faset) atau ommatidium. Capung mampu mendeteksi gerakan dan melihat ke segala arah dengan matanya tersebut serta dengan mudah dapat mendeteksi keberadaan mangsa atau meloloskan diri dari musuh (Shanti Susanti, 1998: 1-2).

Capung memiliki toraks yang kuat dan kaki yang sempurna. Keempat sayap berada pada bagian toraks, sayapnya berselaput dan banyak urat. Abdomen panjang dan ramping, terdiri dari sembilan sampai sepuluh ruas, tidak memiliki ekor, tetapi memiliki berbagai bentuk umbai ekor (embelan) yang telah berkembang dengan baik (Shanti Susanti, 1998: 1; Wahyu Sigit Rhd, dkk., 2013: 22). Tubuh capung tidak berbulu dan biasanya berwarna-warni. Beberapa jenis capung ada yang mempunyai warna tubuh yang mengkilap (metalik). Kedua pasang sayap capung berurat-urat. Kaki capung tidak terlalu kuat, oleh karena itu capung menggunakan kakinya bukan untuk berjalan, melainkan untuk hinggap dan menangkap mangsanya. Kaki-kaki capung yang ramping itu juga dapat membentuk kurungan untuk membawa mangsanya (Shanti Susanti, 1998: 3-4).


(28)

9 2. Topografi Capung

A

B

Gambar 1.A: Topografi Capung Dewasa: Kenampakan Lateral (Aeshnidae sp.,

male), Bellman (1993) (Sumber: Theischinger, G., 2009: 13); B: Anal

Appendages (Embelan) Jantan (a) Zygoptera dan (b) Anisoptera Tampak dari Atas (Terence de Fonseka, 2000: 27)


(29)

10

Gambar 2. Topografi Kepala Capung Subordo Anisoptera (2A dan 2B) dan Subordo Zygoptera (2C dan 2D) (Sumber: Theischinger, G., 2009: 14)

     

Gambar 3.Pangkal Sayap Depan (Atas) dan Sayap Belakang (Bawah)


(30)

11

Gambar 4. Sayap Belakang Capung Subordo Zygoptera (Atas) dan Subordo Anisoptera (Bawah) (Sumber: Theischinger, G., 2009: 15)

3. Siklus Hidup dan Usia Capung

Menurut Wahyu Sigit Rhd, dkk. (2013: 23), siklus hidup capung melalui tiga tahap perubahan bentuk (metamorfosis), yaitu telur, nimfa, dan dewasa, metamorfosis ini termasuk dalam kategori metamorfosis tidak lengkap (Shanti Susanti, 1998: 14). Siklus diawali dengan proses kopulasi sepasang capung, kemudian capung bertelur di dalam air atau disisipkan pada tanaman air, kemudian setelah 5-40 hari menetas menjadi larva yang disebut nimfa (Corbet, P. S., 1980: 191). Seekor nimfa dapat hidup di dalam air selama berbulan-bulan, perkembangan nimfa menjadi capung dewasa pada capung jarum biasanya lebih cepat dibandingkan nimfa capung biasa, perkembangan nimfa capung sekitar 36-180 hari (Corbet, P. S., 1962: 91). Nimfa hidup di dalam air bernapas dengan insang (Shanti Susanti, 1998: 14), pada kedalaman hingga 120 cm (Michael P.,


(31)

1994: 137 lainnya (W Nimfa kemudian keluar dar jam prose Sigit Rhd berukuran tubuh yan temperatu biasanya jenisnya s Gamba 7), memang Wahyu Sigit a setelah b nimfa ters ri air dan b es menjadi c

, dkk., 201 n kecil dapa ng lebih bes ur lingkunga memangsa endiri (Shan

ar 5. Capung

gsa jentik-je t Rhd, dkk., berganti kul sebut mema bertengger p capung sem 3: 25; Gam at terbang sar memerl annya hingg

nyamuk, l nti Susanti,

g Dewasa H

oleh: He

12 entik nyamu

2013: 25). lit 10-15 ka

anjat batan pada batang mpurna dan mbar 5). Se setelah 30 lukan waktu ga dapat ter lalat, dan b 1998: 17-2   Hydrobasille ening Triand   uk, ikan-ika

ali akan m ng tanaman

g atau bend capung kel etelah kelua menit, teta u yang lebi rbang. Capu beberapa je 25).

eus croceus dika Rachm

an kecil, dan

menjadi nim air atau b da tersebut,

luar dari nim ar dari nim

api capung ih lama ata ung yang s enis serang

Keluar dar man)

n larva sera

mfa tua (ma

benda lain u dalam beb mfa tua (W fa, capung g dengan uk au sesuai de

udah dewa ga lain ma

ri Nimfa (Fo angga ture), untuk berapa Wahyu yang kuran engan sa ini aupun oto


(32)

13

Menurut Corbet, P. S. (1980: 198-199), selama periode reproduksi kebanyakan Zygoptera hidup pada rentang waktu 1-2 minggu dan bisa mencapai 5-8 minggu, untuk Anisoptera 2-3 minggu dan bisa mencapai 3-6 minggu. Jika termasuk dengan periode pematangan (maturasi), maksimum rentang waktu kehidupan di alam bisa mencapai 7-9 minggu untuk Zygoptera dan 8-10 minggu untuk Anisoptera. Beberapa spesies dari Famili Aeshnidae memiliki kapasitas untuk hidup lebih lama, bisa mencapai 11-13 minggu.

Gambar 6. Tahap Perkembangan Capung: (A) Telur, (B) Nimfa, dan (C) Capung Dewasa (Sumber: (A) Corbet, P. S., 1962: 40 &

(B & C): Gillot, C., 2005: 6-7) C B

A

5-40 Hari

36-180 Hari

49-91 Hari C B


(33)

14 4. Persebaran Capung

Capung tersebar di seluruh dunia, jumlah capung sangat melimpah di kawasan tropis seperti Indonesia, karena di kawasan tropis terdapat berbagai macam habitat (Shanti Susanti, 1998: 6-7). Capung jarum dan capung biasa tersebar luas dan melimpah di hampir semua perairan tawar dan payau (Morse J. C., 2009: 167). Wilayah penyebarannya di pegunungan, sungai, danau, rawa, sawah, hingga pantai (Wahyu Sigit Rhd, dkk., 2013: 22).

Corbet, P. S. (1962: 183) menyatakan bahwa populasi capung menyebar setelah kemunculannya dari fase nimfa menjadi capung dewasa. Capung bisa tersebar luas hanya pada fase dewasa, karena hanya jika terjadi kejadian luar biasa pada fase telur dan larva (nimfa) dapat berpindah dari satu habitat ke habitat lainnya. Menurut Moore (1960), capung dewasa tersebar karena aktivitasnya, dan penyebaran capung dapat dikategorikan menjadi tiga macam, yakni: (1) terbang mencari makan, tempat berlindung, atau tempat berkembang biak, (2) terbang untuk pertama kali, dan (3) migrasi (Corbet, P. S., 1962: 183). Kebanyakan jenis capung memiliki jarak penyebaran yang sempit karena habitatnya yang spesifik

(Kalkman V. J., et. al., 2008: 351).

5. Habitat Capung

Capung identik dengan kawasan perairan tawar karena capung menghabiskan sebagian besar hidupnya sebagai nimfa yang sangat bergantung pada habitat perairan tawar, dan tidak ditemukan satu jenis pun capung yang hidup di laut, namun ada beberapa yang tahan terhadap tingkat garam tertentu, dan ada juga nimfa capung hutan tropis yang hidup di darat (Shanti Susanti, 1998: 8).


(34)

15

Capung dewasa sering terlihat di tempat-tempat terbuka, terutama di perairan tempat mereka berkembang biak dan berburu makanan (Shanti Susanti, 1998: 11). Buchwald (1994) menyatakan bahwa himpunan jenis-jenis capung pada umumnya tergantung pada komposisi dan struktur dari vegetasi (Siregar A. Z., dkk., 2005: 106). Sebagain besar capung senang hinggap pada pucuk rumput, perdu, dan lain-lain, yang tumbuh di sekitar perairan (Shanti Susanti, 1998: 11). Vegetasi air yang hidup di perairan tawar juga berperan sebagai tempat meletakkan telur bagi sebagian besar jenis capung (Wahyu Sigit Rhd, dkk., 2013: 23).

Capung aktif pada siang hari ketika matahari bersinar, pada hari yang panas capung akan sangat aktif terbang dan sulit didekati, sedangkan pada dini hari atau senja, capung terkadang lebih mudah untuk didekati (Shanti Susanti, 1998: 11). 6. Klasifikasi

Capung digolongkan dalam dua subordo, yakni Zygoptera dan Anisoptera. Berdasarkan perbedaan ukuran, Zygoptera (capung jarum) memiliki ukuran tubuh yang kecil dan ramping seperti jarum, dan ketika hinggap posisi sayapnya menutup di atas punggung, sedangkan Anisoptera (capung/capung biasa) memiliki tubuh yang lebih besar dan lebih kekar daripada capung jarum, capung biasa umumnya dapat terbang dengan kecepatan tinggi dan dengan jarak yang jauh, dan ketika hinggap posisi sayapnya terentang. Kebiasaan capung jarum adalah makan sewaktu hinggap, sedangkan capung biasa biasanya dapat menangkap dan memakan mangsanya sambil terbang (Shanti Susanti, 1998: 4-13).


(35)

16

Menurut Theischinger, G. (2009: 18), perbedaan antara Zygoptera dan

Anisoptera berdasarkan venasi pada sayap adalah sel discoidal (discoidal cell)

Zygoptera berbentuk segiempat sederhana, kadang-kadang terpotong oleh crossvein, dan kadang terbuka di bagian pangkal, sedangkan discoidal cell Anisoptera terbagi menjadi banyak segitiga dan segitiga, biasanya bentuknya berbeda antara sayap depan dan sayap belakang, dan biasanya terpotong oleh crossvein.

Berikut ini penggolongan capung Subordo Zygoptera dan Subordo Anisoptera ke dalam beberapa famili berdasarkan morfologi dan kebiasaan.

a. Subordo Zygoptera-capung jarum

Sayap-sayap depan dan belakang serupa bentuknya dan keduanya menyempit di dasar, pada waktu istirahat diletakkan bersama di atas tubuh atau sedikit agak membuka. Sayap pada jantan dan betina berbentuk sama. Kepala memanjang secara transversal. Jantan mempunyai empat embelan pada ujung abdomen, yakni sepasang embelan superior dan sepasang embelan inferior (Gambar 1). Betina mempunyai ovipositor yang pada umumnya menyebabkan ujung abdomen tampak

agak membengkak (Borror, et. al., 1992: 245-254).

1) Famili Chlorocyphidae. Anggota famili ini tidak seperti capung jarum pada famili lainnya, yakni bagian abdomennya lebih pendek daripada sayapnya. Mereka memiliki bentuk kepala yang unik, wajah yang khas menonjol memberikan penampilan seperti moncong. Capung-capung ini umumnya berwarna-warni seperti permata, aktivitas kawin biasanya di air yang mengalir (umumnya aliran air yang ada di hutan) dan tidak terbang


(36)

17

jauh dari tempat tersebut (Tang, H. B., Wang, L.K., & Hämäläinen, M., 2010: 35).

2) Famili Coenagrionidae-capung jarum bersayap-sempit. Capung jarum

yang berukuran paling kecil berasal dari famili ini. Ciri sayapnya bening

dan tidak lebar, di tungkainya terdapat seta atau rambut yang pendek dan

agak tebal (Wahyu Sigit Rhd, dkk., 2013: 33). Anggota famili ini

berjumlah banyak, baik dalam genera maupun spesiesnya. Capung jarum ini terdapat di berbagai habitat, terutama sepanjang aliran-aliran air, dan lainnya terdapat di kolam-kolam atau rawa. Anggota famili ini kebanyakan merupakan penerbang lemah, ketika hinggap posisi tubuhnya horisontal dan sayapnya diletakkan bersama-sama di atas tubuh. Jantan dan betina memiliki warna yang sangat berbeda pada kebanyakan jenis, yakni jantan

lebih berwarna cerah daripada betina (Borror, et. al., 1992: 255).

3) Famili Platycnemididae. Anggota famili ini adalah capung jarum yang berukuran kecil hingga sedang, ditandai oleh tubuhnya yang cukup ringan, sayap hialin cukup sempit dengan retikulasi agak terbuka. Bentuk kepala pada umumnya lebih ringan dan memanjang, lebih sempit dibandingkan famili Coenagrionidae. Mereka memiliki banyak duri tipis yang panjang pada bagian femur dan tibia, pada beberapa spesies tibianya melebar dan berwarna cerah. Mereka mendiami sungai di hutan, rawa, kolam teduh, dan sumber (Tang, H. B., Wang, L.K., & Hämäläinen, M., 2010: 83).


(37)

18 b. Subordo Anisoptera-capung biasa

Bagian dasar sayap belakang lebih lebar daripada sayap depan, pada waktu istirahat diletakkan secara atau agak horisontal. Sayap belakang yang jantan semuanya agak berlekuk pada sudut analnya, kecuali Famili Libellulidae, sedangkan sayap-sayap belakang dari semua Libellulidae dan betina dari famili lainnya mempunyai sudut anal yang membulat. Kepala biasanya tidak memanjang secara transversal, tetapi agak membulat. Jantan mempunyai tiga embelan pada

ujung abdomen, yakni dua embelan superior dan satu inferior (Borror, et. al.,

1992: 246-248; Gambar 1).

1) Famili Aeshnidae-capung loreng. Kelompok capung ini mencakup capung-capung dengan ukuran tubuh yang besar dan kuat, pada umumnya berukuran sekitar 75 mm, berwarna hitam dengan tanda-tanda biru atau kebiru-biruan pada toraks dan abdomen. Tersebar luas di perairan kolam

(Borror, et. al., 1992: 251). Senang hinggap di daun atau ranting yang

tinggi (Wahyu Sigit Rhd, dkk., 2013: 33).

2) Famili Gomphidae-capung berekor-gada. Kelompok ini anggotanya memiliki ukuran tubuh cukup besar, anggota famili ini kebanyakan terdapat di sepanjang aliran-aliran sungai dan danau. Panjang tubuh 50-75 mm, berwarna hitam dan biasanya dengan corak kekuning-kuningan atau kehijau-hijauan. Jenis dari kelompok ini kebanyakan pada ruas tertentu

abdomennya menggembung (Borror, et. al., 1992: 250-251). Posisi mata


(38)

19

3) Famili Libellulidae-capung penyaring-umum/capung sambar. Anggota dari kelompok ini pada umumnya dapat ditemukan di sekitar kolam-kolam dan rawa-rawa. Kelompok ini sangat umum dapat dijumpai. Capung-capung ini sangat bervariasi panjangnya, yakni antara 25-75 mm. Banyak jenis memiliki tanda-tanda berupa bintik atau pita pada

sayap-sayapnya (Borror, et. al., 1992: 252). Bentuk andomennya cenderung

melebar dan tipis (Wahyu Sigit Rhd, dkk., 2013: 33). 7. Peranan Capung

Capung dewasa merupakan predator alami bagi serangga hama tanaman pangan dan dalam ekosistem berperan sebagai agen pengendali hayati (Wakhid, dkk., 2014: 42). Pada fase nimfa, capung memangsa jentik-jentik nyamuk, ikan-ikan kecil, dan lain-lain. Seekor nimfa dapat hidup di dalam air selama beberapa bulan hingga tahun dan sensitif terhadap kondisi air yang tercemar. Kondisi air yang baik atau tidak dapat diketahui dari keberadaan nimfa di suatu perairan. Oleh karena itu, capung dapat dijadikan bioindikator pencemaran air (Wahyu Sigit Rhd, dkk., 2013: 25).

Moore (1997) menyatakan bahwa capung sangat sesuai digunakan untuk menilai perubahan lingkungan dalam jangka panjang maupun jangka pendek,

meskipun capung tidak sesensitif invertebrata bentik lainnya (IUCN Red List,

2009: 1), tetapi capung dapat digunakan sebagai bioindikator pencemaran air (Michael P., 1994: 442), karena kepekaannya terhadap kualitas suatu habitat dan


(39)

20 8. Keanekaragaman Jenis

Organisme dalam suatu lingkungan memiliki hubungan yang erat dengan sekelilingnya, mereka membentuk bagian dari lingkungan itu sendiri. Jika suatu jenis mengalami gangguan atau kerusakan dapat menyebabkan penurunan suatu jenis. Keanekaragaman dan jumlah jenis dalam suatu komunitas sangatlah penting karena melalui keanekaragaman jenis dapat diambil untuk menandai jumlah spesies dalam suatu daerah (Michael, 1994: 12, 269).

Keanekaragaman jenis cenderung akan rendah dalam ekosistem yang secara fisik terkendali dan tinggi dalam ekosistem yang diatur secara biologi. Ada dua cara pendekatan yang digunakan untuk menganalisis keragaman jenis dalam keadaan yang berlainan, yakni: (1) pembandingan-pembandingan yang didasarkan bentuk, pola, atau persamaan kurva banyaknya jenis, dan (2) pembandingan yang didasarkan pada indeks keanekaragaman, yang merupakan nisbah atau pernyataan matematika lainnya dari hubungan-hubungan jenis kepentingan (Odum, 1993: 184-185).

Keanekaragaman jenis mempunyai sejumlah komponen utama yang dapat memberi reaksi secara berbeda-beda terhadap faktor-faktor geografi, perkembangan, atau fisik. Komponen utama pertama disebut sebagai kekayaan jenis atau komponen varietas, komponen utama kedua adalah kesamarataan atau equitibilitas dalam pembagian individu yang merata di antara jenis (Odum, 1993: 185).

Prinsip ekologi yang penting dan berhubungan dengan keanekaragaman adalah semakin tinggi kenaekaragaman berarti ranta-rantai makanan lebih panjang


(40)

21

dan lebih banyak simbiosis (mutualisme, parasitisme, komensalisme, dan sebagainya), dan kemungkinan-kemungkinan yang lebih besar untuk kendali umpan balik negatif, yang mengurangi goyangan-goyangan dan meningkatkan kemantapan. Akibatnya, komunitas di dalam lingkungan yang mantap mempunyai keanekaragaman jenis yang lebih tinggi daripada komunitas-komunitas yang dipengaruhi oleh gangguan musiman atau secara periodik oleh manusia atau alam (Odum, 1993: 185-186).

9. Gambaran Umum Kawasan Perairan Rawa Jombor

Rawa Jombor merupakan rawa yang dibendung, kawasannya merupakan daerah resapan air yang memiliki aliran air tenang dan air menggenang, terletak sekitar 8 km dari pusat Kota Klaten, tepatnya di Desa Krakitan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Rawa Jombor memiliki luas permukaan kurang

lebih sekitar 18.900 m2 (Endri Priyanto, 2009: 1), waduk tersebut dikelilingi oleh

bukit yang banyak ditumbuhi pohon-pohon. Kawasan Rawa Jombor merupakan kawasan resapan air yang mendukung fungsi ekologis wilayah sekitarnya (Endri Priyanto, 2009: 1-2).

Menurut Winarsih (2004), Rawa Jombor merupakan ekosistem perairan tawar yang dikelilingi bukit, utamanya difungsikan untuk irigasi, selain itu juga memiliki peranan penting dalam beberapa sektor, yakni pertanian, perikanan, dan wisata perairan (Staf Desa Krakitan, 2013: 1-3).

B.Kerangka Pikir

Capung (dalam fase imago) adalah serangga yang memiliki morfologi tubuh yang kasat mata dan mudah dikenali dengan bentuk dan warnanya yang beragam,


(41)

22

banyak tersebar di sekitar kawasan perairan tawar karena perairan tawar merupakan habitat spesifik bagi capung terkait siklus hidupnya. Salah satu wilayah perairan tawar di Jawa yang dapat dijumpai adalah Rawa Jombor. Kawasan Rawa Jombor merupakan ekosistem perairan tawar berupa rawa yang sebagian besar wilayahnya dibangun tanggul di sekelilingnya sehingga menyerupai waduk, perairannya cukup luas dan masih ditemukan banyak vegetasi dengan berbagai jenis. Kawasan Rawa Jombor memiliki berbagai lokasi dengan air tenang dan air menggenang yang cocok bagi keberadaan capung dewasa untuk beraktivitas berdasarkan keberadaan air tawar dan ragam vegetasi. Lokasi yang beragam akan memberikan peluang lebih besar untuk dijumpainya jenis capung yang beragam pula, dan pendekatan terhadap keanekaragaman jenis capung dapat berdasarkan indeks keanekaragaman.

Gambar 7. Bagan Kerangka Pikir

Capung merupakan serangga spesifik kawasan perairan tawar

Rawa Jombor merupakan kawasan perairan tawar

Kawasan Rawa Jombor memiliki berbagai lokasi yang terdapat air tawar dan vegetasi yang beragam, cocok bagi aktivitas capung

Jenis-jenis capung dan jumlah setiap jenis capung

Tingkat keanekaragaman jenis capung

Capung merupakan serangga spesifik kawasan perairan tawar


(42)

23 BAB III

METODE PENELITIAN A.Jenis dan Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasi, yakni mengamati langsung fakta yang ada di lapangan (Sugiyono, 2012: 199). Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode distance sampling Buckland (1993), yakni mencatat

setiap perjumpaan di sepanjang jalur pengamatan (Balai TNGM, 2011: 4) yang berupa transek garis (line transect).

B.Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kawasan perairan tawar Rawa Jombor pada bulan Februari-April 2016. Penentuan waktu lamanya penelitian berdasarkan rentang waktu maksimum kehidupan capung dewasa yakni sekitar 13 minggu.

Lokasi penelitian ini adalah di kawasan resapan air Rawa Jombor dengan berbagai lokasi di sekitarnya, terletak di Desa Krakitan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Berdasarkan hasil observasi pendahuluan, lokasi penelitian dikategorikan berdasarkan keberadaan sumber air dan karakteristik vegetasi yang berbeda, diwakilkan oleh enam lokasi, yakni kawasan waduk, kawasan sungai aliran masuk menuju waduk, kawasan rawa, kawasan kolam, kawasan sungai aliran keluar dari waduk, dan kawasan sawah.

C.Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi: jenis-jenis capung yang ada di kawasan Rawa Jombor.

2. Sampel: jenis-jenis capung yang teramati pada berbagai lokasi di kawasan


(43)

24 D.Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini antara lain:

1. Variabel bebas: lokasi-lokasi pengamatan di kawasan Rawa Jombor.

2. Variabel tergayut: jenis-jenis capung di kawasan Rawa Jombor.

E.Instrumen Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, insectnet, jangka

sorong, GPS (Global Positioning System) Garmin 62s, jam tangan Casio

AQ-163W, binokuler Alpen 8x40, kamera Canon EOS 600D lensa 18-55 mm dan ponsel Xiaomi Mi4i, lux meter, termometer udara, higrometer, anemometer, alat tulis, papan jalan, dan indikator universal pH. Bahan yang digunakan adalah cat

berbahan nitrocellulose. Pedoman identifikasi yang digunakan, antara lain:

1. Shanti Susanti. (1998). Seri Panduan Lapangan: Mengenal Capung. Bogor:

Puslitbang Biologi-LIPI.

2. Tang, H. B., Wang, L.K., & Hämäläinen, M. (2010). A Photographic Guide to

The Dragonflies of Singapore. Singapore: Raffles Museum of Biodiversity Research.

3. Terence de Fonseka. (2000). The Dragonflies of Sri Lanka. Sri Lanka: WHT

Publications (Private) Limited.

4. Theischinger, G. (2009). Identification Guide To The Australian Odonata.

Sydney: Department of Environment, Climate Change and Water NSW.

5. Wahyu Sigit Rhd, dkk. (2013). Naga Terbang Wendit. Malang: Indonesia


(44)

25 F. Teknik Pengambilan Data

1. Observasi Pendahuluan

Observasi pendahuluan dilakukan untuk mengetahui medan di lokasi penelitian. Lokasi ditentukan berdasarkan keberadaan air tawar dan vegetasi yang cocok bagi keberadaan capung. Vegetasi berhubungan dengan capung karena vegetasi menjadi tempat berburu dan berlindung, dan vegetasi yang berada di air digunakan oleh banyak jenis capung untuk tempat meletakkan telur saat berkembang biak.

Pengamatan dilakukan pada 6 lokasi yang berbeda di kawasan Rawa Jombor, yakni (1) kawasan waduk, (2) kawasan sungai aliran masuk menuju waduk, (3) kawasan rawa, (4) kawasan kolam, (5) kawasan sungai aliran keluar dari waduk, dan (6) kawasan sawah. Lokasi pengamatan capung ini dikategorikan berdasarkan karakter keberadaan sumber air dan vegetasi yang sesuai bagi keberadaan capung untuk beraktivitas maupun beristirahat.

Lokasi pengamatan pertama, kawasan waduk 7°45'19,262"S & 110°38'3,107"E, adalah kawasan rawa yang dibendung dan dibangun pintu air untuk aliran menuju dan keluar waduk, kawasan waduk ini sangat luas dan lokasi pengamatan capung ditentukan berdasarkan keberadaan vegetasi eceng gondok (Eichhornia crassipes (Mart) Solms) yang tumbuh di permukaan air waduk yang sesuai sebagai habitat berkembang biak bagi capung. Kelompok tumbuhan eceng gondok pada sisi Timur waduk merupakan kelompok yang tetap posisinya dibandingkan kelompok lainnya yang tumbuh di waduk. Sejak pengamatan pendahuluan pada bulan Oktober 2015 hingga pengamatan pada bulan Februari


(45)

26

2016 populasi eceng gondok pada sisi timur waduk ini tidak berpindah karena adanya pendangkalan sehingga akar-akar eceng gondok dapat tertambat pada substrat di dasar waduk, sedangkan posisi populasi eceng gondok yang tumbuh mengapung pada sisi lain waduk setiap harinya dapat bergeser sesuai dengan arah hembusan angin ketika angin berhembus kencang, sehingga sisi Timur waduk berdasarkan keberadaan populasi tumbuhan eceng gondok ini ditentukan menjadi

lokasi pengamatan. Di lokasi ini juga dijumpai Ipomoea fistulosa tumbuh di

antara tumbuhan eceng gondok.

Di tepi bagian waduk ini terdapat kebun-kebun jagung (Zea mays) yang

teramati menjadi tempat berburu bagi banyak jenis capung, sehingga waduk dengan ceruk-ceruk air dan tumbuhan airnya yang cocok bagi capung untuk berkembang biak serta kebun jagung yang sangat dekat dengan waduk yang sesuai sebagai tempat berburu menjadi pertimbangan penentuan lokasi tersebut sebagai lokasi pengamatan. Lokasi waduk ini sangat terbuka (tidak ada naungan dari kanopi pohon besar), naungan yang ada di sekitar waduk adalah beberapa pohon pisang yang menjadi tempat beristirahat bagi beberapa spesies capung yang kurang mampu beradaptasi dengan intensitas cahaya tinggi.

Lokasi pengamatan ke dua, kawasan sungai aliran masuk menuju waduk 7°45'15,606"S & 110°37'9,974"E, berada dekat dengan area persawahan yang berada di sepanjang kedua sisinya (Lampiran 2, Gambar 41), lebar sungai sekitar 5 meter dan jarak dari tepi sungai ke area sawah sekitar 5 meter, dan sungai ini terletak sekitar 200-300 meter dari rawa yang berada di sebelah utaranya. Di sepanjang sungai ini terdapat pohon-pohon besar dan semak-semak di kedua


(46)

27

tepinya, hampir seluruh kawasan tepi sepanjang aliran sungai ini tertutupi kanopi pohon tetapi tidak terlalu rapat.

Di dekat pintu air menuju waduk, terdapat pintu air kecil untuk irigasi sawah. Di dekat pintu air yang kecil ini terdapat ceruk dengan air tergenang yang ditumbuhi vegetasi air serta tertutup oleh kanopi pohon besar di tepinya (Lampiran 2, Gambar 41), di lokasi ini banyak ditemukan capung jarum beristirahat di semak-semak dan berkembang biak di sekitar air.

Lokasi pengamatan ke tiga, kawasan rawa 7°45'4,394"S & 110°37'10,705"E, merupakan kawasan terbuka tanpa naungan pohon besar (Lampiran 2, Gambar 44). Keadaan tanahnya sangat labil, tidak padat, dan tergenang air, ciri khas tanah rawa. Wilayah terluarnya telah difungsikan sebagai lahan pertanian jagung dan

padi (Oryza sativa), dan berbatasan langsung dengan jalan raya. Di bagian tengah

rawa hingga tepi ke arah Barat terdapat saluran air berupa parit yang dibangun siring, air mengalir dari arah pemukiman dan berujung di tengah-tengah rawa tersebut.

Di kawasan rawa ini banyak ditemukan tumbuhan kangkung (Ipomoea

aquatica) dan eceng gondok serta berbagai jenis tumbuhan semak, termasuk rumput teki (Famili Cyperaceae). Kangkung-kangkungan utamanya dijumpai pada permukaan air rawa, sedangkan eceng gondok dan rumput-rumput pada substrat tanah rawa yang labil.

Lokasi pengamatan ke empat, kawasan kolam 7°45'3,535"S & 110°37'5,856"E, berada di dekat tebing karst, terpisah oleh jalan raya dan petak kebun dari lokasi rawa. Kawasan ini terdiri dari dua bagian kolam yang sudah


(47)

28

tidak difungsikan oleh manusia, seluruh bagian kolam dipenuhi tumbuhan eceng gondok dan keladi air dengan air yang sangat jernih. Kolam-kolam ini dikelilingi pepohonan besar dan dengan kanopi rapat serta berbatasan langsung dengan tebing karst (Lampiran 2, Gambar 45). Jarak antara kedua kolam tidak lebih dari 7 meter dan di sekitarnya ditumbuhi pepohonan lebat. Keadaan di sekitar kolam terasa lembab karena kawasannya tertutup oleh kanopi pohon yang rapat, penetrasi cahaya hanya mampu menembus bagian tengah kolam, sedangkan pada bagian lainnya hanya sedikit.

Lokasi pengamatan ke lima, kawasan sungai aliran keluar dari waduk 7°45'46,803"S & 110°37'28,01"E, merupakan lokasi dengan naungan dan tanpa naungan, di sekitar kanan dan kiri sepanjang sungai aliran keluar ini merupakan lahan pembibitan hortikultura, sehingga banyak dijumpai berbagai jenis bibit pohon, dan di sepanjang sisi sungai ditumbuhi pohon-pohon besar dengan kanopi rapat. Sekitar 50 meter dari tepi sungai terdapat lahan-lahan basah terbuka yang tergenang air yang ditumbuhi rumput-rumput seperti di rawa. Lahan-lahan tersebut juga dikelilingi oleh pohon-pohon dengan kanopi besar dan rapat, kawasan ini merupakan lokasi dengan karakteristik yang lebih beragam, antara lain aliran sungai yang terbuka tanpa naungan, aliran sungai yang tertutup kanopi pohon, lahan pembibitan holtikultura, lahan basah terbuka, dan lahan basah yang tertutup oleh kanopi pohon (Lampiran 2, Gambar 46 dan 47).

Lokasi pengamatan ke enam, kawasan sawah 7°45'24,624"S & 110°37'0,712"E. Di sekitar kawasan Rawa Jombor terdapat banyak lahan yang difungsikan sebagai sawah. Lokasi sawah yang menjadi lokasi pengamatan


(48)

29

capung dalam penelitian ini adalah yang tidak berimpit dengan lokasi lainnya. Pengamatan capung di habitat sawah ini adalah di area petak-petak sawah dan tepi-tepi sawah. Di tepi-tepi sawah terdapat pohon-pohon besar yang di bawahnya terdapat semak-semak dan aliran air, tempat ini juga menjadi titik pengamatan capung selain petak-petak sawah pada lokasi ini (Lampiran 2, Gambar 49).

Berikut ini kenampakan penutupan lahan di lokasi pengamatan di Kawasan Rawa Jombor.


(49)

30

Gambar 8. Peta Penutupan Lahan di Sekitar Lokasi Pengamatan (Atas) & Kawasan Lokasi Pengamatan (Bawah)


(50)

31

Jenis transek pengamatan yang digunakan adalah transek garis (line transect),

berupa garis atau jalur yang memotong ke arah seberang komunitas capung yang diamati (Melati Ferianita Fachrul, 2012: 13-14). Aplikasi transek menggunakan transek garis yang ditarik lurus pada lokasi pengamatan, waduk dari Utara ke arah Selatan, kawasan sungai aliran masuk menuju waduk dari hilir ke arah hulu sungai, kawasan rawa dari sisi Timur ke arah Barat, kawasan kolam dari Timur ke arah Barat, kawasan sungai aliran keluar dari waduk dari hulu ke arah hilir sungai, dan kawasan sawah dari sisi Tenggara ke arah Barat Laut sejauh 100-300 meter. Area pengamatan capung meliputi kanan dan kiri transek dengan jarak maksimum 50 meter kanan dan 50 meter kiri transek seperti pada Gambar 9.

Gambar 9. Aplikasi Transek Garis pada Lokasi Pengamatan (Sumber: Balai TNGM, 2011: 4)

2. Pengamatan Jenis Capung

Metode yang dipakai untuk mengamati capung adalah metode distance


(51)

32

pengamatan (Balai TNGM, 2011: 4). Agar tidak terjadi penghitungan berulang (double counting), capung yang dijumpai ditangkap menggunakan insectnet lalu ditandai dengan cat di bagian sayap depan atau sayap belakang sebelah luar serta

di bagian toraks dengan mengadaptasi sistem penandaan binomial system milik

Sheppard (1969) untuk Diptera (Southwood, T. R. E. & Henderson, P. A., 2000: 111). Kombinasi angka dengan sistem penandaan ini dapat digunakan untuk menandai sekitar 255 individu yang berbeda dengan menggunakan satu warna cat.

Gambar 10. Binomial System Sheppard (1969) pada Diptera (Sumber: Southwood,

T. R. E. & Henderson, P. A., 2000: 111)

Penandaan dengan cat akan menunjukkan nomor penandaan setiap individu capung yang tertangkap, penandaan berupa kombinasi penjumlahan posisi titik pada bagian sayap dan toraks dapat menunjukkan urutan penomoran mulai dari 1, 2, 3, dan seterusnya hingga kombinasi angka mencapai nomor maksimum 255. Melalui penandaan ini dapat membedakan setiap individu yang pernah tercatat dan dapat mendeteksi jika satu individu capung dijumpai di beberapa lokasi pengamatan.

Pengamatan dilakukan pada pagi hari pukul 08.00-11.00 WIB. Menurut Suharni (1991), pemilihan waktu tersebut berdasarkan aktifnya capung dewasa, sehingga diharapkan dapat menjumpai jenis capung yang beragam selama


(52)

33

pengamatan (Novita Patty, 2006: 25). Pengamatan dilakukan sebanyak tiga kali dalam kurun waktu tidak lebih dari dua minggu pada setiap lokasi, kurun waktu ini ditentukan berdasarkan rentang waktu kehidupan capung jarum dewasa pada periode reproduksi sekitar 1-2 minggu dan capung biasa sekitar 2-3 minggu (Corbet, P. S., 1980: 198).

Capung yang dijumpai diamati kebiasaannya di lokasi pengamatan, ditangkap, diidentifikasi berdasarkan kenampakan morfologinya, sehingga bagian tubuh dicirikan secara jelas melalui pengukuran panjang tubuh dan panjang sayap (morfometri) menggunakan jangka sorong dan deskripsi warna tubuh, corak, dan warna mata, serta bentuk bagian tubuh tertentu, kemudian didokumentasikan dalam bentuk foto. Proses identifikasi dibantu dengan menggunakan buku panduan, kemudian capung yang sudah tertangkap tersebut ditandai dengan menggunakan cat lalu dilepaskan kembali di sekitar lokasi penangkapan. Menurut Terence de Fonseka (2000: 20), ciri nyata yang berguna untuk mengidentifikasi capung ketika di lapangan adalah menggunakan ciri warna tubuh secara umum, warna pola/corak, dan warna mata.

Penghitungan jumlah individu tiap jenis capung dilakukan berdasarkan penangkapan secara langsung di kanan dan kiri jalur transek ketika pengamatan. Jika capung yang dijumpai ketika di lapangan belum bisa teridentifikasi langsung saat pengamatan maka tubuh capung difoto secara jelas dan lengkap dari berbagai sisi, setelah itu diidentifikasi melalui studi literatur lebih lanjut atau melalui diskusi dengan ahli.


(53)

34

3. Pengamatan Mangsa Capung dan Faktor Abiotik

Data mangsa capung dan faktor abiotik merupakan data pendukung yang diambil pada masing-masing lokasi.

a. Mangsa capung

Capung yang teramati sedang melakukan aktivitas makan pada masing-masing lokasi pengamatan diamati kebiasaan memangsanya, yakni makan ketika hinggap atau terbang, lalu diamati dan dicatat jenis mangsanya dan jenis capung pemangsanya.

b. Faktor abiotik

Faktor abiotik sebagai data pendukung pada masing-masing lokasi didata setiap kali pengamatan. Temperatur udara, kelembaban udara, kecepatan angin, dan pH air dihitung secara kuantitatif menggunakan alat ukur.

G.Rancangan Organisasi Data

1. Data Jenis dan Jumlah Individu Capung

Tabel 1. Tabel Rancangan Organisasi Data Jenis dan Jumlah Individu Tiap Jenis

No. Jenis

Capung

Jumlah Individu Lokasi

1 2 3 4 5 6 1

2 3

...dst

2. Data Faktor Abiotik

Tabel 2. Tabel Rancangan Organisasi Data Faktor Abiotik Waktu

Pengamatan

Intensitas Cahaya

(lux) Suhu Udara (ºC)

Kecepatan Angin (m/s)


(54)

35 H.Teknik Analisis Data

Jenis-jenis capung yang dijumpai diidentifikasi dan didokumentasikan. Identifikasi di lapangan menggunakan spesimen langsung dan mencocokkan dengan buku panduan identifikasi Odonata berdasarkan kenampakan morfologi, kebiasaan, dan karakter lokasi perjumpaannya, sedangkan spesimen yang belum diketahui jenisnya ketika di lapangan, difoto seluruh bagian tubuhnya dan diukur panjang tubuh dan sayapnya, serta dicatat karakter lokasi perjumpaannya, lalu diidentifikasi lebih lanjut atau ditanyakan kepada ahli. Jumlah jenis capung dan jumlah individu dari tiap jenis capung yang dijumpai di setiap lokasi dicatat.

Tingkat keanekaragaman jenis diukur dengan menggunakan indeks keanekaragaman (H’) Shannon-Wiener, menurut Schowalter (2006: 255):

H pi pi

Keterangan:

H = indeks keanekaragaman Shannon-Wiener

pi = i/N

i = jumlah individu dari suatu jenis i

N = jumlah total individu seluruh jenis

Terdapat tiga kriteria keanekaragaman jenis serangga berdasarkan nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wiener, yakni H’<1 keanekaragaman jenis

dikatakan rendah, H’≤1≤3 keanekaragaman jenis dikatakan sedang, dan H’>3


(55)

36

Selain itu dilakukan juga analisis kemelimpahan relatif jenis capung yang ditemukan untuk mengetahui kemerataan individu jenis capung dari keanekaragaman jenis yang didapat. Penentuan kemelimpahan relatif (Pi) tiap jenis capung menggunakan rumus van Balen (1984) sebagai berikut (Melati Ferianita Fachrul, 2012: 67).


(56)

37 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis capung dan tingkat keanekaragaman jenis capung di kawasan Rawa Jombor, Klaten, Jawa Tengah berdasarkan karakteristik lokasi yang berbeda-beda pada kawasan tersebut. Lokasi dikategorikan berdasarkan karakter keberadaan sumber air dan vegetasi yang sesuai bagi keberadaan capung untuk beraktivitas maupun beristirahat, sehingga dapat dijumpai sebanyak mungkin jenis capung.

A.Kondisi Lokasi Penelitian

Tabel 3. Komposisi Vegetasi di Lokasi Pengamatan

Lokasi Pengamatan Vegetasi

Kawasan Waduk Eichhornia crassipes: ***

Ipomoea aquatica: * Ipomoea fistulosa: ** Zea mays: ***

Semak-semak pendek: *** Semak-semak tinggi: **

Kawasan Sungai Aliran Masuk Ipomoea aquatica: **

Ipomoea fistulosa: ** Oryza sativa: ***

Semak-semak pendek: *** Semak-semak tinggi: *** Pohon besar: **

Kawasan Rawa Eichhornia crassipes: ***

Ipomoea aquatica: *** Keladi air: **

Semak-semak pendek: *** Semak-semak tinggi: **

Kawasan Kolam Eichhornia crassipes: ***

Keladi air: **

Semak-semak pendek: ** Semak-semak tinggi: * Pohon besar: ***

Kawasan Sungai Aliran Keluar Eichhornia crassipes: *

Ipomoea aquatica: * Semak-semak pendek: *** Semak-semak tinggi: *** Pohon besar: ***


(57)

38

Lokasi Pengamatan Vegetasi

Kawasan Sawah Oryza sativa: ***

Semak-semak pendek: ** Semak-semak tinggi: ** Pohon besar: *

Keterangan: *** = banyak, ** = sedang, * = sedikit

Kawasan waduk merupakan kawasan air tergenang dengan vegetasi

didominasi oleh Eichhornia crassipes dan berbatasan langsung dengan lahan

jagung sehingga dijumpai banyak tumbuhan Zea mays di sepanjang tepinya.

Capung-capung jarum di kawasan ini dijumpai di semak-semak pendek dan semak-semak tinggi, sedangkan capung biasa umumnya dijumpai di bagian

ujung-ujung tumbuhan Eichhornia crassipes, Ipomoea,dan Zea mays.

Kawasan sungai aliran masuk menuju waduk merupakan kawasan aliran sungai yang berbatasan langsung dengan area sawah di sepanjang kanan dan

kirinya, sehingga banyak dijumpai Oryza sativa di kawasan terluar lokasi

pengamatan yang menjadi kawasan berburu capung. Pengamatan dimulai dari hilir menuju hulu sungai, semakin ke hulu semakin banyak dijumpai tumbuhan di

badan air, yakni Ipomoea aquatica dan Ipomoea fistulosa, dan pohon besar di

kedua tepi sungai. Vegetasi didominasi oleh semak-semak pendek dan tinggi di kedua tepi sungai. Capung jarum banyak dijumpai hinggap di semak-semak pendek di tepi sungai di bawah kanopi pohon besar serta hinggap pada tumbuhan yang tumbuh di badan air, capung biasa sering dijumpai terbang di atas badan air dan hinggap di ujung-ujung semak-semak tinggi.

Kawasan rawa merupakan kawasan air tergenang dan ditumbuhi vegetasi


(58)

39

seperti rumput teki, selain itu dijumpai juga vegetasi keladi air dan semak-semak tinggi.

Kawasan kolam merupakan kawasan air tergenang yang ditumbuhi Eichhornia crassipes dan keladi air di bagian kolamnya, kawasan sekitarnya banyak pohon-pohon besar yang tumbuh rapat dan lantainya ditumbuhi semak-semak pendek.

Kawasan sungai aliran keluar dari waduk merupakan kawasan aliran air yang banyak dijumpai vegetasi pohon besar dan semak-semak dengan jenis yang bervariasi di sepanjang kanan dan kiri tepi sungai. Pengamatan dimulai dari pintu

keluar air waduk ke arah hilir sungai. Eichhornia crassipes dan Ipomoea aquatica

dijumpai hanya tumbuh di badan air dekat pintu keluar air waduk.

Kawasan sawah merupakan kawasan air menggenang, vegetasi didominasi

oleh Oryza sativa. Di tepi-tepi sawah ditumbuhi semak-semak pendek maupun

tinggi dan beberapa pohon berkanopi besar.

B.Jenis-Jenis Capung di Kawasan Rawa Jombor

Odonata atau capung dalam Bahasa Jawa umumnya disebut kinjeng, dan

khususnya penduduk di Klaten menyebutnya dok iyik untuk capung jarum dan dok

erok untuk capung biasa. Capung utamanya tersebar di dekat perairan tawar

terkait siklus hidupnya, oleh karena itu kawasan Rawa Jombor sebagai kawasan perairan tawar memiliki hubungan yang erat dengan keberadaan capung di sana.


(59)

40

Berikut ini pembahasan mengenai masing-masing jenis capung yang dijumpai di berbagai lokasi di kawasan Rawa Jombor, terdapat 28 jenis capung berdasarkan ciri-ciri morfologinya, yakni:

1. Acisoma panorpoides

Tabel 4. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan

Klasifikasi Acisoma panorpoides

Gambar Spesimen

© Tria Septiani Subagyo

Lokasi: Sungai Aliran Keluar dari Waduk

Ciri Morfologi

Abdomen berwarna biru muda kekuningan dengan bercak hitam, berbentuk seperti terompet melebar pada segmen 1-5 ke arah dorso-ventral dan lateral, di bagian dorso-ventral apendix saling bertaut berwarna hitam, segmen 8-10 berwarna hitam penuh, embelan putih dengan pinggiran hitam;

Jantan dengan panjang tubuh 20 mm, sayap depan 21 mm, sayap belakang 13 mm;

Betina berwarna kuning dengan panjang tubuh 24 mm, sayap depan 20 mm, sayap belakang 19 mm; Sayap transparan dengan venasi hitam, stigma (pterostigma) kuning pucat, distal antenodal komplit. Lokasi Perjumpaan

1. Waduk 2. Rawa

3. Sungai aliran keluar

*tempat terbuka tanpa naungan Identifikasi

Berdasarkan deskripsi yang dikemukakan oleh Terence de Fonseka (2000: 157), Odonata dengan uraian di atas adalah Acisoma panorpoides (Burmeister, 1839)

Klasifikasi

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Odonata

Famili : Libellulidae

Genus : Acisoma


(60)

41

Acisoma panorpoides merupakan capung biasa yang termasuk dalam Famili Libellulidae dengan ukuran tubuh tergolong kecil, disebut juga capung perut-terompet karena bagian abdomennya menggembung dan berlekuk menyerupai terompet. Capung ini biasa dijumpai terbang rendah dan dengan jarak terbang

yang dekat, hinggap pada daun tumbuhan eceng gondok dan rumput-rumput. Di

kawasan Rawa Jombor, A. panorpoides banyak dijumpai di lokasi dengan air

tergenang seperti di kawasan waduk dan rawa, sedikit dijumpai di sekitar kawasan sungai aliran keluar. Kawasan waduk dan rawa merupakan habitat terbuka tanpa naungan, didominasi tumbuhan eceng gondok, sedangkan di sungai aliran keluar terdapat naungan pohon-pohon besar di tepi sungai. Capung ini aktif ketika berawan hingga cerah.


(61)

42 2. Aethriamanta aethra

Tabel 5. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan

Klasifikasi Aethriamanta aethra

Gambar Spesimen

© Tria Septiani Subagyo

Lokasi: Sungai Aliran Keluar dari Waduk

Ciri Morfologi

Jantan dewasa dengan panjang tubuh 30,5 mm, sayap depan 25 mm, sayap belakang 23,5 mm, tubuh dominan tertutup pruinescent berwarna biru di toraks dan abdomen, abdomen segmen 7-10 berwarna hitam, pangkal sayap belakang berwarna cokelat kehitaman;

Betina dengan panjang tubuh 27 mm, sayap depan 23 mm, dan sayap belakang 22 mm, mata majemuk bagian atas berwarna cokelat kemerahan, bagian bawah abu-abu kecokelatan, warna tubuh kuning kecokelatan, pada toraks terdapat garis-garis hitam di sisi dorsal dan lateral, di abdomen sisi dorsal terdapat pola hitam berbentuk segitiga di segmen 2-4, bentuk jam pasir di segmen 5-8, segmen 9-10 berwarna hitam penuh, pangkal sayap belakang cokelat;

Sayap transparan dengan venasi hitam dan stigma cokelat.

Lokasi Perjumpaan Sungai aliran keluar

*tempat terbuka tanpa naungan Identifikasi

Berdasarkan deskripsi yang dikemukakan oleh Tang, H. B., Wang, L.K., & Hämäläinen, M. (2010: 133), Odonata dengan uraian di atas adalah Aethriamanta aethra (Ris, 1912)

Klasifikasi

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Odonata

Famili : Libellulidae

Genus : Aethriamanta


(62)

43

Aethriamanta aethra merupakan capung biasa yang termasuk dalam Famili Libellulidae dengan ukuran tubuh tergolong kecil. Capung ini dijumpai di sekitar lokasi sungai aliran keluar, hinggap pada ujung-ujung ranting mati di tepi aliran sungai yang terbuka tanpa naungan. Jenis capung ini senang berjemur di terik matahari, dapat dijumpai ketika berawan hingga cerah. Ketika terbang capung jenis ini dapat terbang dengan cepat dengan jarak yang jauh dan tinggi.


(63)

44 3. Agriocnemis femina

Tabel 6. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan

Klasifikasi Agriocnemis femina

Gambar Spesimen

© Hening Triandika Rachman

Lokasi: Sungai Aliran Masuk menuju Waduk

Ciri Morfologi Ukuran tubuh kecil;

Toraks jantan berwarna hijau atau hijau pucat, hitam di sisi dorsal dan antero-lateral, saat dewasa tertutup pruinescent berwarna putih;

Abdomen 1-6 hijau, hijau pucat, hingga kebiruan di sisi ventral, sisi dorsal hitam, abdomen 7-10 kuning hingga jingga;

Embelan inferior jantan lebih panjang dibandingkan embelan superior;

Betina pradewasa berwarna merah, dewasa berwarna kehijauan, protoraks memiliki tonjolan cuping dengan bentuk curam yang dalam di bagian tengahnya;

Sayap transparan dengan stigma hitam, venasi cokelat kehitaman. Lokasi Perjumpaan

1. Waduk

2. Sungai aliran masuk 3. Rawa

4. Kolam 5. Sawah

*tempat terbuka tanpa naungan dan dengan naungan Identifikasi

Berdasarkan deskripsi yang dikemukakan oleh Terence de Fonseka (2000: 80-81) dan Wahyu Sigit Rhd, dkk. (2013: 110), Odonata dengan uraian di atas adalah Agriocnemis femina (Baruer, 1868)

Klasifikasi

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Odonata

Famili : Coenagrionidae

Genus : Agriocnemis

Spesies : Agriocnemis femina

Agriocnemis femina disebut juga capung-jarum centil (Wahyu Sigit Rhd., dkk., 2013: 109), anggota dari Famili Coenagrionidae. Jenis ini memiliki ukuran


(64)

45

tubuh yang sangat kecil. Pada jantan yang sudah tua akan muncul serbuk putih (pruinescent) yang menutupi bagian toraksnya, sedangkan betina dewasa akan

memiliki warna dominan hijau pucat dan hitam. Agriocnemis femina dapat

dijumpai di kawasan waduk, sungai aliran masuk, rawa, kolam, dan sawah, baik di tempat terbuka tanpa naungan maupun tempat dengan naungan, tetapi biasanya lebih banyak ditemukan di tempat dengan naungan, hinggap di rumput, semak, dan padi, terbang rendah dengan jarak yang dekat dan termasuk penerbang lemah seperti capung jarum pada umumnya. Capung ini dijumpai ketika berawan hingga cerah.


(65)

46 4. Agriocnemis pygmaea

Tabel 7. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan

Klasifikasi Agriocnemis pygmaea

Gambar Spesimen

© Hening Triandika Rachman

Lokasi: Sungai Aliran Keluar dari Waduk

Ciri Morfologi

Toraks jantan berwarna hijau atau hijau pucat, hitam di sisi dorsal dan antero-lateral; abdomen 1-6 berwarna hijau, hijau pucat, hingga kebiruan di sisi ventral, sisi dorsal hitam, abdomen 7-10 kuning hingga jingga;

Embelan inferior pada jantan hampir sama atau lebih pendek dibandingkan superior, ujung embelan superior tidak berimpit, permukaan atas embelan superior agak melengkung ke bawah;

Betina tidak memiliki tonjolan

cuping di protoraks seperti A.

femina betina, terdapat titik berwarna biru muda di dekat kedua mata majemuk dan protoraks, serta garis tipis berwarna biru muda di toraks membatasi warna hitam pada sisi dorsal dan warna cokelat pada sisi antero-lateral;

Sayap transparan dengan venasi cokelat, stigma kuning pucat pada sayap depan dan hitam pada sayap belakang.

Lokasi Perjumpaan 1. Waduk

2. Sungai aliran masuk 3. Sungai aliran keluar

*tempat terbuka tanpa naungan dan dengan naungan Identifikasi

Berdasarkan deskripsi yang dikemukakan oleh Tang, H. B., Wang, L.K., & Hämäläinen, M. (2010: 54), Terence de Fonseka (2000: 80-81), dan Wahyu Sigit Rhd, dkk. (2013: 110), Odonata dengan

uraian di atas adalah Agriocnemis

pygmaea (Rambur, 1842)

Klasifikasi

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Odonata

Famili : Coenagrionidae

Genus : Agriocnemis


(66)

47

Agriocnemis pygmaea disebut juga capung-jarum kecil (Wahyu Sigit Rhd., dkk., 2013: 113), sesuai dengan namanya memiliki ukuran tubuh yang sangat

kecil, anggota dari Famili Coenagrionidae. Agriocnemis pygmaea jantanmemiliki

ciri yang mirip dengan A. femina jantan, ciri yang membedakan keduanya adalah

bentuk embelan pada ujung abdomen, yakni A. pygmaea memiliki sepasang

embelan superior yang lebih panjang dibandingkan dengan embelan inferior,

berkebalikan dengan A. femina. Betina A. pygmaea juga memiliki ciri yang mirip

dengan betina A. femina, namun keduanya dibedakan dari bentuk cuping yang

menonjol di bagian protoraks. Jenis ini terbang rendah dengan jarak yang dekat,

termasuk penerbang lemah seperti capung jarum pada umumnya, dapat dijumpai di tempat terbuka tanpa naungan maupun dengan naungan, hinggap di rumput-rumput di sekitar lokasi dengan air tenang di sekitar waduk, sungai aliran masuk, dan sungai aliran keluar dalam kondisi berawan hingga cerah.


(67)

48 5. Agrionoptera insignis

Tabel 8. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan

Klasifikasi Agrionoptera insignis

Gambar Spesimen

© Tria Septiani Subagyo

Lokasi: Sungai Aliran Keluar dari Waduk

Ciri Morfologi

Toraks berwarna hitam-hijau metalik;

Abdomen sisi ventral hitam, sisi dorsal 3-7 berwarna kuning, jingga, merah, atau hitam, di segmen 8-10 berwarna hitam pekat, embelan hitam;

Jantan dengan panjang tubuh 42-44 mm, sayap depan 33-34 mm, sayap belakang 31,5-32 mm, abdomen jingga-kemerahan;

Betina dengan panjang tubuh 42,5-44 mm, sayap depan 35-35,5 mm, sayap belakang 33 mm, abdomen kuning sampai dengan hitam-kemerahan;

Sayap transparan atau bening kecokelatan dengan bercak cokelat pada ujung-ujung sayap, venasi dan stigma hitam.

Lokasi Perjumpaan 1. Kolam

2. Sungai aliran keluar *tempat dengan naungan Identifikasi

Berdasarkan deskripsi yang dikemukakan oleh Theischinger, G. (2009: 115), Odonata dengan uraian di atas adalah Agrionoptera insignis (Rambur, 1842)

Klasifikasi

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Odonata

Famili : Libellulidae

Genus : Agrionoptera

Spesies : Agrionoptera insignis

Agrionoptera insignis merupakan capung biasa yang termasuk dalam Famili Libellulidae dengan ukuran tubuh sedang. Ciri-ciri jenis ini adalah pada jantan terdapat occeli, vertex, dan frons yang berwarna biru metalik. Capung jenis ini


(68)

49

ditemukan di lokasi yang tertutup naungan pohon dan sering ditemukan istirahat hinggap di ranting-ranting dan di balik daun-daun pohon yang tidak terpapar sinar matahari secara langsung dan hanya sesekali terbang dengan jarak terbang yang tinggi menuju ranting-ranting pohon ketika terusik. Capung ini dijumpai di kawasan lokasi pengamatan ketika berawan. Lokasi dijumpainya jenis ini adalah tempat dengan kanopi pohon yang rapat di sekitar kolam dan sungai aliran keluar.


(69)

50 6. Anax guttatus

Tabel 9. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan

Klasifikasi Anax guttatus

Gambar Spesimen

-

Ciri Morfologi Ukuran tubuh besar;

Warna tubuh dominan hijau;

Pangkal abdomen berwarna hijau-biru dan sedikit warna kuning di sepanjang abdomen;

Sayap transparan. Lokasi Perjumpaan

Rawa

*tempat terbuka tanpa naungan Identifikasi

Berdasarkan deskripsi yang dikemukakan oleh Tang, H. B., Wang, L.K., & Hämäläinen, M. (2010: 98) dan Wahyu Sigit Rhd, dkk. (2013: 44), Odonata dengan uraian di atas adalah Anax guttatus (Burmeister, 1839)

Klasifikasi

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Odonata

Famili : Aeshnidae

Genus : Anax

Spesies : Anax guttatus

Anax guttatus merupakan capung biasa yang termasuk dalam Famili Aeshnidae atau disebut juga capung-barong bercak-biru (Wahyu Sigit Rhd., dkk., 2013: 43), yakni dengan ciri utama ukuran tubuh besar, mata majemuk luas berimpit, dan warna tubuh dominan hijau dengan bercak biru. Dijumpai terbang di tempat terbuka tanpa naungan, terbang rendah menyusuri sepanjang aliran air dengan gerak yang cepat dan mampu merubah arah seketika terbang tinggi dan dengan jarak yang sangat jauh. Capung ini dijumpai terbang aktif pada kondisi cerah. Capung ini dijumpai satu kali di kawasan rawa, terbang menyusuri aliran air.

Menurut Wahyu Sigit Rhd, dkk. (2013: 44), A. guttatus memiliki kebiasaan


(70)

51

suka terbang dengan kecepatan tinggi di atas permukaan air. Capung jenis ini biasa terbang terus-menerus dalam jangka panjang, jarang dijumpai hinggap, serta sensitif jika didekati. Hal ini sesuai dengan hasil perjumpaan ketika pengamatan, yakni terbang rendah menyusuri sepanjang aliran air dengan gerak yang cepat sehingga sulit untuk ditangkap dan didokumentasikan melalui foto.


(71)

52 7. Brachydiplax chalybea

Tabel 10. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan

Klasifikasi Brachydiplax chalybea

Gambar Spesimen

© Tria Septiani Subagyo

Lokasi: Kolam

Ciri Morfologi

Jantan dengan panjang tubuh 31,5-38 mm, sayap depan 25-30,5 mm, sayap belakang 24,5-29 mm, toraks sisi lateral dan abdomen sisi ventral berwarna cokelat, sisi dorsal toraks dan dorsal abdomen diselimuti serbuk pruinescent berwarna biru keputih-putihan, abdomen segmen 7-10 hitam;

Betina dengan toraks dan abdomen berwarna cokelat dengan corak hitam;

Sayap transparan dengan stigma cokelat, venasi hitam, pada pangkal kedua pasang sayap berwarna cokelat, antenodal di sayap depan kurang dari sembilan.

Lokasi Perjumpaan 1. Waduk

2. Kolam

3. Sungai aliran keluar

*tempat terbuka tanpa naungan dan dengan naungan Identifikasi

Berdasarkan deskripsi yang dikemukakan oleh Shanti Susanti (1998: 64), Tang, H. B., Wang, L.K., & Hämäläinen, M. (2010: 140), dan Theischinger, G. (2009: 114), Odonata dengan uraian di atas

adalah Brachydiplax chalybea (Brauer,

1868)

Klasifikasi

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Odonata

Famili : Libellulidae

Genus : Brachydiplax

Spesies : Brachydiplax chalybea

Brachydiplax chalybea merupakan capung biasa yang termasuk dalam Famili

Libellulidae dengan ukuran tubuh kecil. Jantan memiliki ciri mirip A. aethra,

namun dapat dibedakan dari jumlah segmen yang berwarna hitam pada ujung


(72)

53

pada segmen 9-10. Capung jenis ini sering dijumpai hinggap dan sesekali terbang dengan jarak yang dekat, sering dijumpai hinggap di daun-daun eceng gondok dan ujung ranting mati di tempat terbuka tanpa naungan seperti waduk maupun di tempat dengan naungan seperti di lokasi kolam dan sekitar sungai aliran keluar. Capung jenis ini dijumpai aktif ketika berawan hingga cerah.


(73)

54 8. Brachythemis contaminata

Tabel 11. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi,

dan Klasifikasi Brachythemis contaminata

Gambar Spesimen

© Tria Septiani Subagyo

Lokasi: Waduk

Ciri Morfologi

Jantan dengan panjang tubuh 31 mm, sayap depan 24-25 mm, sayap belakang 23 mm, warna toraks hijau kecokelatan, abdomen berwarna jingga kecokelatan dengan garis cokelat di sisi dorsal, sayap berwarna jingga kecokelatan di bagian tengah dari pangkal hingga 2/3 sayap, stigma jingga, venasi cokelat kemerahan;

Betina berwarna hijau kecokelatan di bagian toraks, cokelat pucat di bagian abdomen, sayap transparan dengan stigma kuning tua cerah.

Lokasi Perjumpaan 1. Waduk

2. Sungai aliran masuk 3. Rawa

*tempat terbuka tanpa naungan Identifikasi

Berdasarkan deskripsi yang dikemukakan oleh Shanti Susanti (1998: 65) dan Terence de Fonseka (2000: 158-159), Odonata dengan uraian di atas adalah Brachythemis contaminata (Fabricius, 1793)

Klasifikasi

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Odonata

Famili : Libellulidae

Genus : Brachythemis

Spesies : Brachythemis contaminata

Brachythemis contaminata merupakan capung biasa yang termasuk dalam Famili Libellulidae, mudah dikenali melalui ukuran tubuhnya yang kecil dengan sayap berwarna jingga. Capung jenis ini senang hinggap di ujung-ujung ranting mati ataupun ujung batang tumbuhan yang masih hidup yang tak berdaun di dekat air yang menggenang maupun mengalir di tempat terbuka tanpa naungan pada siang hari, jika terbang hanya terbang rendah dan dengan jarak dekat untuk


(74)

55

mencari tempat hinggap. Capung jenis ini dijumpai di kawasan waduk, sungai aliran masuk, dan rawa pada kondisi berawan hingga cerah. Capung ini sangat tahan berlama-lama berjemur pada kondisi cuaca cerah.


(75)

56 9. Copera marginipes

Tabel 12. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi,

dan Klasifikasi Copera marginipes

Gambar Spesimen

© Hening Triandika Rachman

Lokasi: Waduk

Ciri Morfologi

Tubuh pradewasa berwarna putih kecokelatan dengan tungkai putih pada betina, cokelat cerah pada jantan;

Jantan dewasa berwarna dominan hitam, toraks hitam dan kuning, ventral abdomen putih, tungkai kuning;

Betina dengan panjang tubuh 35-37 mm, sayap depan 20-21 mm, sayap belakang 19 mm, dewasa berwarna hitam pucat dengan tungkai cokelat; Sayap transparan dengan venasi dan stigma hitam.

Lokasi Perjumpaan 1. Waduk

2. Sungai aliran masuk 3. Kolam

4. Sawah

*tempat dengan naungan Identifikasi

Berdasarkan deskripsi yang dikemukakan oleh Wahyu Sigit Rhd, dkk. (2013: 130-131), Odonata dengan uraian di atas

adalah Copera marginipes (Rambur,

1842)

Klasifikasi

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Odonata

Famili : Platycnemididae

Genus : Copera

Spesies : Copera marginipes

Copera marginipes merupakan capung jarum yang termasuk dalam Famili Platycnemididae atau disebut juga capung-hantu kaki-kuning (Wahyu Sigit Rhd., dkk., 2013: 130). Capung jarum ini memiliki ciri rambut-rambut halus yang panjang dan tipis pada tungkainya yang berwarna kuning. Pada fase pradewasa, tubuh capung jenis ini berwarna putih secara keseluruhan baik pada jantan


(76)

57

maupun betina. Capung ini dijumpai aktif pada siang hari di tempat-tempat dengan naungan pada kondisi berawan hingga gerimis, merupakan penerbang lemah sehingga hanya mampu terbang pada kondisi angin tenang hingga sepoi-sepoi. Namun, ada beberapa capung yang baru keluar dari nimfa dijumpai di

tempat terbuka dengan temperatur panas. Capung jenis ini dijumpai di kawasan

waduk, sungai aliran masuk, kolam, dan sawah, sedang hinggap di daun-daun eceng gondok, semak, dan kangkung di dekat air di bawah naungan pepohonan, dan individu yang dijumpai seringnya pada fase pradewasa.


(77)

58 10.Crocothemis servilia

Tabel 13. Gambar Spesimen, Ciri Morfologi, Lokasi Perjumpaan, Identifikasi, dan

Klasifikasi Crocothemis servilia

Gambar Spesimen

© Gana Yuriko Putra

Lokasi: Waduk

Ciri Morfologi

Jantan dengan panjang tubuh 45-47 mm, sayap depan 33-34 mm, sayap belakang 32-33 mm, warna tubuh pradewasa kuning kehijauan dan dewasa merah dengan garis hitam di sepanjang bagian tengah dorsal abdomen;

Betina dengan panjang tubuh 41 mm, sayap depan 32 mm, sayap belakang 30 mm, warna tubuh kuning hingga kecokelatan dengan garis hitam di sepanjang bagian dorsal abdomen;

Sayap transparan dengan venasi cokelat (jantan) dan kuning (betina), stigma kuning pudar dengan warna hitam di sisi luarnya. Pangkal sayap belakang cokelat tua. Lokasi Perjumpaan

1. Waduk

2. Sungai aliran masuk 3. Rawa

4. Sawah

*tempat terbuka tanpa naungan Identifikasi

Berdasarkan deskripsi yang dikemukakan oleh Wahyu Sigit Rhd, dkk. (2013: 49), Odonata dengan uraian di atas adalah Crocothemis servilia (Drury, 1770)

Klasifikasi

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Odonata

Famili : Libellulidae

Genus : Crocothemis

Spesies : Crocothemis servilia

Crocothemis servilia merupakan capung biasa yang termasuk dalam Famili Libellulidae dengan ukuran tubuh sedang, disebut juga capung-sambar garis-hitam (Wahyu Sigit Rhd., dkk., 2013: 49) karena ciri jenis ini terdapat garis garis-hitam


(1)

Gambar

Gamb

r 45. Lokasi

bar 46. Loka Ditumbuhi

i Pengamata

asi Pengama Tanaman B

116 an 4, Kolam

atan 5, Sung Budidaya H

m, Dikeliling

gai Aliran K oltikultura d

gi Pepohon

Keluar dari W di Kedua Te

an yang Ra

Waduk yan epinya

apat


(2)

117

Gambar 47. Lahan Basah yang Dikelilingi Pohon Berkanopi Rapat yang Terletak tidak Jauh dari Sungai Aliran Keluar


(3)

118

Gambar 49. Pohon-Pohon Besar di Tepi Sawah yang Terdapat Semak-Semak di Bawahnya dan Aliran Air Jernih di Sepanjang Tepi tersebut


(4)

119

Lampiran 3. Alat, Bahan, dan Buku Panduan Identifikasi

Gambar 50. Insectnet Gambar 51. Cat Berbahan Nitrocellulose

Gambar 52. Jangka Sorong Gambar 53. GPS Garmin 62s

Gambar 54. Indikator pH universal Gambar 55. Buku Panduan Identifikasi di Lapangan


(5)

120

Lampiran 4. Kegiatan Penangkapan, Penandaan, dan Morfometri Capung

Gambar 56. Proses Penangkapan Capung menggunakan Insectnet


(6)

121