5.2 Faktor Status Sosial Ekonomi
Status sosial ekonomi juga dapat menjadi faktor yang memengaruhi terjadinya pergeseran ideologi feminisme dalam novel Angkatan 1970 dan Angkatan 2000.
Keterbukaan yang berkembang dalam wacana sastra di era reformasi ini salah satunya dikarenakan status sosial ekonomi pada tokoh-tokoh yang bermain di dalam novel
bisa dikatakan sudah lebih baik. Selain pendidikan, para tokoh kreasi pengarang perempuan yang mewakili Angkatan 1970 dan Angkatan 2000 ini juga telah
mengalami pergeseran dalam hal status sosial ekonomi. Meskipun secara status sosial ekonomi para tokoh perempuan di Angkatan
1970 mulai menampakkan kemandiriannya, namun tetap saja masih terasa ketergantungannya kepada tokoh laki-laki. Berikut dapat disaksikan pada novel
Namaku Hiroko berikut. Uang dari kabaret tidak pernah kupakai sejak dia tinggal bersamaku.
Jumlah yang terkumpul kusimpan di tabungan bank, merupakan jaminan kesejahteraan diriku sendiri. Seandainya aku meninggalkan
kerja malamku, kuinginkan agar Suprapto mengganti jumlah kerugiannku. Aku tidak pernah dapat menduga atau mengetahui
apakah dia cemburu. Apakah dia betul-betul menghendaki agar aku meninggalkan pekerjaan di malam hari... NH: 166.
Perlu diketahu bahwa pertumbuhan pengarang, khususnya pada tahun 1970- an, mengindikasikan semakin membaiknya perekonomian di Indonesia. Salah satu
dampaknya adalah munculnya kelas-kelas menengah terutama di kota-kota. Kaum kelas menengah ini mampu membeli karya-karya dari para pengarang, tidak
terkecuali pengarang perempuan.
Kiki Amelia : Ideologi Feminisme Dalam Karya Sastra Angkatan 1970 Dan Angkatan 2000, 2009
Seorang Marga T atau Mira W yang juga berprofesi sebagi dokter mengisyaratkan bahwa mereka mengarang banyak novel bukan semata ingin mencari
uang dan kekayaan, namun lebih karena karya-karya mereka sangat digemari oleh masyarakat meskipun pada kenyataannya tidak bisa dimungkiri bahwa penjualan
novel yang laris berdampak pada pundi-pundi harta kekayaan mereka. Dalam Supernova: Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh yang mewakili
Angkatan 2000 dapat juga terlihat bagaimana status sosial ekonomi yang tinggi di mata masyarakat telah menjadikan Diva, salah satu tokoh perempuan dalam novel itu
sangat mandiri dan merasa tidak memerlukan laki-laki. Diva bukan jenis orang yang hangat yang tak pernah lupa
mengajaknya ngobrol atau melemparkan guyonan, tapi ia tahu majikannya amat peduli. Diva tak pernah memberikannya baju lebaran
atau menyumbangkan hewan kurban, tapi Diva menanggung biaya sekolah ketiga anaknya, bahkan membayari mereka ikut berbagai
macam kursus. Belum lagi suplai buku-buku yang selalu datang membanjir...Tentu saja, semua modal ditanggung Diva KPBJ: 116.
Dari kedua contoh cuplikan di atas secara tersirat dapat dibandingkan bahwa di antara kedua tokoh perempuan berbeda Angkatan itu, pergeseran ideologi
feminisme yang cukup menonjol adalah pengaruh status dan kondisi sosial ekonomi. Di era 1970-an, para perempuannya sebagian sudah ada yang mandiri karena
perempuan tersebut bisa menghidupi dirinya, namun ia masih juga merasa memerlukan laki-laki sebagai pendamping hidupnya.
Jika dibandingkan dengan Angkatan 1970, pada Angkatan 2000 tokoh perempuannya terlihat seakan tidak membutuhkan kehadiran laki-laki sebagai suami
Kiki Amelia : Ideologi Feminisme Dalam Karya Sastra Angkatan 1970 Dan Angkatan 2000, 2009
yang sah. Sebagian besar tokoh-tokoh perempuan itu memang memiliki kehidupan yang bebas dan selalu berganti-ganti pasangan, bahkan tidak jarang dengan pasangan
yang sejenis. Dari segi kemampuan ekonomi, para perempuan dari Angkatan 2000 ini boleh dikatakan cukup mapan karena memiliki pekerjaan yang bonafid. Rata-rata
usianya juga masih di usia produktif.
5.3 Faktor Politik Kekuasaan