BAB III GAMBARAN UMUM KAWASAN BERIKAT DAN ASPEK HUKUMNYA
E. Pengertian, Dasar Hukum dan Syarat Pendirian Kawasan Berikat
Kawasan Berikat adalah suatu kawasan dengan batas-batas tertentu di wilayah Pabean Indonesia yang di dalamnya diberlakukan ketentuan khusus
di bidang pabean, yaitu terhadap barang yang dimasukkan dari luar daerah pabean atau dari dalam pabean Indonesia lainnya tanpa terlebih dahulu
dikenakan bea, cukai, danatau pungutan negara lainnya sampai barang tersebut dikeluarkan untuk tujuan impor, ekspor atau re-ekspor.
28
Kawasan Berikat dapat dikatakan sebagai zona perdagangan bebas yang ditetapkan oleh pemerintah suatu negara sebagai pelabuhan bebas bea
bagi semua barang yang tidak dilarang. Barang dapat disimpan, dipamerkan, sebagai bahan baku dalam proses lebih lanjut dan lain sebagainya di kawasan
tersebut dan diekspor kembali tanpa pengenaan bea. Bea masuk dikenakan dan tunduk kepada peraturan kepabeanan apabila barang keluar dari kawasan
tersebut yang ditujukan untuk pemakaian dalam negeri. Istilah kawasan Menurut Pasal 1 ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009
tentang Tempat Penimbunan Berikat, yang dimaksud dengan Kawasan Berikat adalah: “Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor
danatau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna diolah atau digabungkan, yang hasil utamanya untuk diekspor.”
28
Daud S.T. Kobi, op.cit., hal. 4
Universitas Sumatera Utara
berikat dalam beberapa literatur dipersamakan dengan istilah free trade zone.
29
Adapun contoh kawasan berikat yang ada di Indonesia yaitu
30
1. Kawasan Berikat Bonded Zone PT. Kawasan Berikat Nusantara
Persero, ditetapkan berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 16 Tahun 1986 Tanggl 6 Mei 1986.
:
2. Wilayah Usaha Bonded Warehouse di daerah Pulau Batam, ditetapkan
berdasarkan: Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 33 Tahun 1974, kemudian diubah dan ditambah dengan Keputusan Presiden
Republik Indonesia No. 41 Tahun 1978 dan No. 56 Tahun 1984.
31
Kawasan berikat merupakan salah satu bagian dari Tempat Penimbunan Berikat, yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32
tahun 2009. Pengertian dari Tempat Penimbunan Berikat itu sendiri menurut Pasal 1 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat
Penimbunan Berikat adalah: “Bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang
dengan tujuan tertentu untuk mendapatkan penangguhan bea masuk.” Tempat Penimbunan Berikat ditetapkan setelah suatu kawasan, tempat
atau bangunan telah memenuhi persyaratan tertentu. Tujuan pengadaan tempat penimbunan berikat adalah untuk memberikan fasilitas kepada
pengusaha berupa penangguhan pembayaran bea masuk serta dapat melakukan kegiatan menyimpan, menimbun, memamerkan, menjual,
29
Tumpal Rumapea, op.cit., hal. 169
30
Daud S.T. Kobi., loc.cit.
31
Daud S.T. Kobi,, op.cit, hal. 45
Universitas Sumatera Utara
mengemas, mengemas kembali, danatau mengolah barang yang berasal dari luar daerah pabean tanpa lebih dahulu dipungut bea masuknya. Atau dengan
kata lain, dengan tempat penimbunan berikat dilakukan kegiatan menyimpan, menimbun, melakukan pengetesan quality control,
memperbaikimerekondisi, menggabungkan kitting, memamerkan, menjual, mengemas, mengemas kembali, mengolah, merakit assembling, mengurai
disassembling, danatau membudidayakan flora dan fauna yang berasal dari luar daerah pabean tanpa lebih dahulu dipungut bea masuk.
32
a. Menimbun barang guna diimpor untuk dipakai atau diekspor atau
diimpor kembali; Dalam Pasal 44 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 disebutkan
bahwa: “Dengan persyaratan tertentu, suatu kawasan, tempat, atau bangunan dapat ditetapkan sebagai Tempat Penimbunan Berikat untuk:
b. Menimbun danatau mengolah barang sebelum diekspor atau diimpor
untuk dipakai; c.
Menimbun dan memamerkan barang impor; atau d.
Menimbun, menyediakan untuk dan menjual barang impor kepada orang tertentu.
Tempat Penimbunan Berikat sebagai bentuk insentif di bidang kepabeanan yang selama ini diberikan, tidak dapat menampung tuntutan
investor luar negeri untuk dapat melakukan pelelangan, daur ulang, dan kegiatan lain karena adanya pembatasan tujuan tempat penimbunan berikat
32
Eddhi Sutarto, Rekonstruksi Sistem Hukum Pabean Indonesia, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2010, hal. 61
Universitas Sumatera Utara
hanya untuk menimbun barang impor untuk diolah, dipamerkan dan atau disediakan untuk dijual.
Dengan mempertimbangkan untuk menghindari beralihnya investasi ke negara-negara tetangga serta sebagai daya tarik bagi investor asing perlu
diberikan suatu insentif, kepastian hukum dan kepastian berusaha dengan perluasan fungsi tempat penimbunan berikat seperti apa yang menjadi
tuntutan investor luar negeri seperti dapat dilakukan daur ulang dan pelelangan.
Keberadaan tempat penimbunan berikat diprediksikan akan dapat menjamin adanya kelancaran arus barang dalam kegiatan ekspor-impor serta
peningkatan produksi dalam negeri dalam rangka pembangunan ekonomi nasional.
33
1. Kawasan berikat;
Menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009, Tempat penimbunan berikat terdiri dari:
2. Gudang berikat;
3. Entrepot tujuan pameran;
4. Toko bebas bea;
5. Tempat lelang berikat; dan
6. Kawasan daur ulang berikat.
Ayat 2 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “Gudang Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor, dan
disertai 1 satu atau lebih kegiatan berupa pengemasan kembali, penyortiran,
33
Ibid., hal. 60
Universitas Sumatera Utara
penggabungan kitting, pengepakan, penyetelan, pemotongan, atas barang- barang tertentu dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat, menurut ayat 4 adalah “Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dalam jangka
waktu tertentu, dengan atau tanpa barang dari dalam Daerah Pabean untuk dipamerkan.
Selanjutnya, ayat 5 menyebutkan bahwa “Toko Bebas Bea adalah tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang asal impor danatau
barang asal Daerah Pabean untuk dijual kepada orang tertentu”. Sementara itu, ayat 6 menjelaskan bahwa “Tempat Lelang Berikat
adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dalam jangka waktu tertentu untuk dijual secara lelang”.
Berdasarkan pengertian Kawasan Berikat dalam Pasal 1 ayat 3, maka unsur-unsur kawasan berikat antara lain:
1. Untuk menimbun barang impor danatau barang yang berasal dari tempat
lain dalam daerah pabean; 2.
Guna diolah atau digabungkan; dan 3.
Hasil utamanya untuk ekspor. Dari rangkaian unsur-unsur pengertian Kawasan Berikat berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat di atas, dapat dilihat bahwa Kawasan Berikat merupakan bentuk dari
Tempat Penimbunan Berikat yang memiliki suatu unsur tersendiri yang tidak ada pada Tempat Penimbunan Berikat lainnya, yaitu unsur dimana barang
Universitas Sumatera Utara
yang dimasukkan ke dalam Kawasan Berikat hasilnya terutama dimaksudkan untuk tujuan diekspor kembali.
Kegiatan yang dilakukan di dalam kawasan berikat secara umum terdiri dari 2 dua jenis kegiatan, yaitu pengolahan dan penggudangan atau
penimbunan
34
1. Kegiatan Pengolahan
:
Kegiatan yang utama dilakukan dalam kawasan berikat adalah kegiatan pengolahan industri manufaktur bukan hanya perakitan
yaitu kegiatan memproses bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, danatau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi
untuk penggunaanya. Kegiatan pengolahan yang dilakukan terhadap barang dan bahan ini dilaksanakan dengan atau tanpa bahan penolong
menjadi barang dengan nilai tambah yang lebih tinggi, termasuk perubahan sifat dan fungsinya; danatau budidaya flora dan fauna.
Pengusaha dalam Kawasan Berikat, atau disingkat dengan PDKB, dalam melakukan pengolahan sebagaimana dimaksud di atas dapat memberikan
atau menerima subkontrak kepada atau dari PDKB lain dari perusahaan industri di Daerah Pabean Indonesia Lainnya DPIL
2. Kegiatan Pergudangan atau Penimbunan
34
Universitas Pendidikan Indonesia, “Kawasan Berikat” on-line, diakses tanggal 15 April 2013,
http:file.upi.eduDirektoriFPIPSJUR._PEND.GEOGRAFI197210242001121BAGJA_WALUY AGEOGRAFI_EKONOMIKawasan_Berikat.pdf
Universitas Sumatera Utara
Di dalam kawasan berikat juga dilakukan kegiatan usaha pergudangan atau penimbunan barang. Syaratnya barang yang ditimbun
tidak sama dengan barang yang dihasilkan atau diproduksi oleh kawasan berikat yang bersangkutan. Di samping itu, barang yang ditimbun akan
berfungsi untuk mendukung kegiatan industri kawasan berikat itu sendiri atau perusahaan industri lainnya supporting industries, misalnya untuk
menimbun bahan baku. Di dalam kegiatan pergudangan dan penimbunan ini terjadi pula
proses penggabungan. Yang dimaksudkan dengan penggabungan di sini yaitu menggabungkan barang hasil produksi kawasan berikat yang
bersangkutan sebagai produk utama dengan barang jadi yang berasal dari impor, dari kawasan berikat lain, danatau dari Tempat Lain dalam
Daerah Pabean TLDDP. Untuk pelaksanaan pergudangan dan penimbunan barang yang
akurat, kawasan berikat diwajibkan untuk memiliki “Sistem Informasi Persediaan Berbasis Komputer” IT Inventory. Pasal 26 ayat 1 Peraturan
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-57BC2011 menyebutkan: “Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB wajib memiliki sistem
informasi persediaan berbasis komputer untuk pengolahan barang yang dapat diakses untuk kepentingan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai.” Selanjutnya dalam Pasal 26 ayat 2 huruf a, diuraikan bahwa
sistem informasi persediaan berbasis komputer ini digunakan untuk pencatatan:
Universitas Sumatera Utara
a. Pemasukan barang;
b. Pengeluaran barang;
c. Barang dalam proses produksi work in prosess;
d. Penyesuaian adjustment; dan
e. Hasil pencacahan stock opname;
Dalam Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan No. 291KMK.051997, disebutkan bahwa “Penetapan suatu kawasan atau tempat sebagai Kawasan
Berikat serta pemberian persetujuan Penyelenggara Kawasan Berikat atau Penyelenggara Kawasan Berikat merangkap Pengusaha dalam Kawasan
Berikat dilakukan dengan Keputusan Menteri”.
35
a. Dalam rangka Penanaman Modal Dalam Negeri PMDN;
Perusahaan yang dapat diberikan izin sebagai Penyelenggata Kawasan Berikat atau Pengusaha dalam Kawasan Berikat:
b. Dalam rangka Penanaman Modal Asing PMA, baik sebagian atau
seluruh modal sahamnya dimilik oleh peserta asing; c.
Non PMAPMDN yang berbentuk Perseroan Terbatas PT; d.
Koperasi yang berbentuk badan hukum; atau e.
Yayasan.
36
Untuk mendapatkan persetujuan Penyelenggara Kawasan Berikat, perusahaan harus telah mempunyai kawasan yang berlokasi di kawasan
35
Prof. Dr. IBR. Supanca, SH, MH. dkk, Ikhtisar Ketentuan Penanaman Modal, Jakarta: The Indonesia Netherlands National Legal Reform NLRP, 2010, hal. 304
36
Universitas Pendidikan Indonesia, “Kawasan Berikat” on-line, diakses tanggal 15 April 2013,
http:file.upi.eduDirektoriFPIPSJUR._PEND.GEOGRAFI197210242001121BAGJA_WALUY AGEOGRAFI_EKONOMIKawasan_Berikat.pdf
Universitas Sumatera Utara
industri. Dalam hal kawasan yang dimiliki tidak mempunyai kawasan industri, maka kawasan tersebut harus termasuk di dalam kawasan
peruntukan industri yang ditetapkan Pemerintah Daerah Tingkat II.
37
1. Mempunyai atau menyediakan sarana dan prasarana untuk dapat
melakukan fungsi kawasan berikat; Suatu wilayah pabean Indonesia dapat ditetapkan sebagai Kawasan
Berikat Bonded Zone apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
2. Merupakan wilayah yang memiliki batas tertentu dan jelas;
3. Batas-batas wilayah kawasan berikat bonded zone dan setiap
perubahannya termasuk perluasannya ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
38
Untuk bisa menjadi Kawasan Berikat, sebuah perusahaan juga harus memenuhi ciri-ciri fisik sebagai berikut:
1. Dapat langsung dimasuki dari jalan umum dan dapat dilalui oleh
kendaraan pengangkut peti kemas. 2.
Mempunyai batas yang jelas berupa pagar dengan tinggi minimal 2 meter.
3. Tidak berhubungan langsung dengan bangunan lain.
4. Mempunyai satu pintu utama untuk pemasukan dan pengeluaran barang
yang dapat dilalui kendaraan. 5.
Digunakan untuk melakukan kegiatan industri pengolahan bahan baku menjadi barang hasil produksi.
39
37
Prof. Dr. IBR. Supanca, SH, MH. dkk, op.cit., hal. 305
38
Daud S.T. Kobi., op.cit., hal. 45
Universitas Sumatera Utara
F. Pihak-pihak yang terlibat dalam Kawasan Berikat
Di dalam Kawasan Berikat dilakukan penyelenggaraan dan pengusahaan Kawasan Berikat. Kegiatan penyelenggaraan Kawasan Berikat
dilakukan oleh perusahaan yang dalam hal ini berstatus sebagai Penyelenggara Kawasan Berikat PKB, sedangkan kegiatan Pengusahaan
Kawasan Berikat dilakukan oleh perusahaan lainnya yang berstatus sebagai Pengusaha Kawasan Berikat.
1. Penyelenggara Kawasan Berikat
Penyelenggara Kawasan Berikat PKB adalah badan hukum yang melakukan kegiatan menyediakan dan mengelola kawasan untuk
kegiatan pengusahaan Kawasan Berikat. Penyelenggara Kawasan Berikat PKB adalah Perseroan Terbatas, Koperasi yang berbentuk badan
hukum atau yayasan yang memiliki, menguasai, mengelola dan menyediakan sarana dan prasarana guna keperluan pihak lain di Kawasan
Berikat yang diselenggarakan berdasarkan persetujuan. Suatu perusahaan dapat diberikan persetujuan sebagai
Penyelenggara Kawasan Berikat dengan syarat harus sudah memiliki kawasan yang berlokasi di kawasan industri atau di dalam kawasan
peruntukan industri yang ditetapkan oleh Pemerintah Tingkat II. Dalam hal perusahaan ini telah memiliki industri sebelum ditetapkan keputusan
ini, perusahaan industri dimaksud dapat ditetapkan menjadi Penyelenggara Kawasan Berikat yang bertindak sebagai Pengusaha di
Kawasan Berikat.
Universitas Sumatera Utara
Kawasan Berikat yang penyelenggaraannya dilakukan oleh Penyelenggara Kawasan Berikat dapat diperuntukkan bagi suatu
perusahaan atau lebih yang melakukan kegiatan industri pengolahan.
40
a. Membuat pembukuan atau catatan serta menyimpan dokumen impor
atas barang modal dan peralatan yang dimasukkan untuk keperluan Penyelenggara kawasan berikat memiliki tanggung jawab untuk
melakukan kegiatan penyelenggaraan Kawasan berikat. Hal ini diuraikan dalam ketentuan Pasal 12 ayat 2 dan 3 Peraturan Pemerintah Nomor 32
Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat, yang berisi sebagai berikut:
Ayat 2 : Penyelenggaraan Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat 1
dilakukan oleh penyelenggara Kawasan Berikat yang berbadan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
Ayat 3 : Penyelenggara Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat 2
melakukan kegiatan menyediakan dan mengelola kawasan untuk kegiatan pengusahaan Kawasan Berikat.
Ketentuan tentang hal-hal yang manjadi kewajiban, larangan dan tanggung jawab Penyelenggara Kawasan Berikat tercantum dalam
Keputusan Menteri Keuangan No. 291KMK..051997 yang merumuskan kewajiban PKB sebagai berikut:
40
Untung Sukardji, Pajak Pertambahan Nilai, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006, hal. 358
Universitas Sumatera Utara
pembangunankonstruksi dan peralatan Peraturan Kepalantoran Kawasan Berikat.
b. Menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan Standar Akuntansi
Keuangan. c.
Memberikan persetujuan PDKB atau persetujuan berusaha kepada pengusaha yang melakukan kegiatan usaha di Kawasan Berikat yang
dikelolanya. d.
Memasang tanda nama perusahaan dan nomor tanggal persetujuan PKB yang dimiliki di tempat yang dapat dilihat umum dan jelas.
e. Melaporkan kepada Kepala Kantor apabila terdapat PDKB yang
tidak beroperasi. f.
Menyimpan dan memelihara dengan baik pada tempat usahanya buku dan catatan serta dokumen yang berkaitan dengan kegiatan
usahanya dalam kurun waktu 10 sepuluh tahun. g.
Menyediakan ruangan dan sarana untuk Pejabat Bea dan Cukai. h.
Menyerahkan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan Kawasan Berikat apabila dilakukan Audit oleh Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai danatau Direktorat Jenderal Pajak. i.
Sedangkan yang menjadi larangan bagi PKB adalah PKB dilarang memindahkan barang modal atau peralatan asal impor yang
dipergunakan untuk membangun konstruksi serta peralatan Kepalantoran tanpa persetujuan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
41
41
Prof. Dr. IBR Supancana, SH, MH., op.cit., hal. 310
Universitas Sumatera Utara
2. Pengusaha di Kawasan Berikat
Pengusaha di Kawasan Berikat adalah badan hukum yang melakukan kegiatan pengusahaan Kawasan Berikat. Dalam satu
penyelenggaraan kawasan berikat dapat dilakukan lebih dari satu pengusahaan kawasan berikat. Suatu perusahaan yang berstatus
Pengusaha di Kawasan Berikat diberi izin beroperasi paling lama 3 tiga tahun di Kawasan Berikat dan dapat diperpanjang.
Pengusaha di Kawasan Berikat bertugas untuk melakukan kegiatan menimbun barang impor danatau barang yang berasal dari
tempat lain dalam daerah pabean guna diolah atau digabungkan, yang hasilnya terutama untuk diekspor. Pasal 12 ayat 7 PP 32 Tahun 2009
Untuk dapat memperoleh izn dan penetapan sebagai Pengusaha di Kawasan Berikat, pihak yang akan menjadi Pengusaha di Kawasan
Berikat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a.
Memiliki bukti kepemilikan atau penguasaan suatu tempat atau bangunan yang memiliki batas-batas yang jelas berikut peta lokasi
tempat dan rencara tata letak denah; b.
Memiliki Surat Izin Usaha Industri, Dokumen Lingkungan Hidup, dan izin lainnya yang diperlukan dari instansi teknis terkait;
c. Telah melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak dan telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak terakhir bagu yang sudah wajib
menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan.
42
42
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Terikat, Pasal 17
Universitas Sumatera Utara
Hal-hal yang menjadi kewajiban, larangan dan tanggung jawab Pengusaha di Kawasan Berikat menurut Keputusan Menteri Keuangan
No. 291KMK..051997 adalah antara lain: a.
Membuat pembukuan atau catatan serta menyimpan dokumen atas pemasukan, pemindahan dan pengeluaran barang danatau bahan di
Kawasan Berikat. b.
Menyelenggarakan pembukuan tentang pemasukan, pemindahan, dan pengeluaran barang danatau bahan ke dan dari Kawasan Berikat
sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan. c.
Memberi kode untuk setiap jenis barang sesuai dengan sistem pembukuan perusahaan secara konsisten.
d. Menyimpan dan memelihara dengan baik pada tempat usahanya
buku dan catatan serta dokumen yang berkaitan dengan kegiatan usahanya dalam kurun waktu 10 sepuluh tahun.
e. Menyediakan ruangan dan sarana kerja untuk Pejabat Bea dan
Cukai. f.
Menyerahkan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan Kawasan Berikat apabila dilakukan Audit oleh Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai danatau Direktorat Jenderal Pajak. g.
Membuat dan mengirim laporan 3 tiga bulanan kepada Kepala Kantor selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya tentang
persediaan barang baku, barang dalam proses dan barang jadi. h.
Sedangkan larangan yang dikenakan kepada Pengusaha di Kawasan Berikat ialah Pengusaha di Kawasan Berikat dilarang memindahkan
Universitas Sumatera Utara
barang modal atau peralatan pabrik asal impor yang berhubungan langsung dengan kegiatan produksi PDKB tanpa persetujuan
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
3. Pengusaha di Kawasan Berikat merangkap Penyelenggara Kawasan
Berikat Dalam satu penyelenggaraan kawasan berikat dapat dilakukan
lebih dari satu pengusahaan kawasan berikat. Pihak yang dapat melaksanakan kegiatan pengusahaan tersebut selain Pengusaha di
Kawasan Berikat, dapat juga dilakukan oleh pengusaha di Kawasan Berikat merangkap Penyelenggara Kawasan Berikat.
Pengusaha di Kawasan Berikat merangkap Penyelenggara Kawasan Berikat adalah badan hukum yang melakukan kegiatan
pengusahaan Kawasan Berikat yang berada di dalam Kawasan Berikat milik Penyelenggara Kawasan Berikat yang sama namun statusnya
sebagai badan hukum yang berbeda
43
Untuk dapat memperoleh izin dan penetapan sebagai pengusaha di Kawasan Berikat, pihak yang akan menjadi pengusaha di Kawasan
Berikat harus memenuhi persyaratan sesuai dengan yang dipersyaratkan untuk mendapatkan izin dan penetapan sebagai Pengusaha Kawasan
Berikat, ditambah dengan satu persyaratan tambahan, yaitu pihak yang .
43
Pusat Data dan Informasi Kawasan Berikat, 2011, “Daftar Istilah di Kawasan Berikat” on-line,
diakses tanggal 15 April 2013, http:kawasanberikat.com
Universitas Sumatera Utara
akan menjadi pengusaha di Kawasan Berikat harus mendapatkan rekomendasi dari Penyelenggara Kawasan Berikat.
Ketentuan tentang hal yang menjadi tanggung jawab Pengusaha Kawasan Berikat dan Pengusaha di Kawasan Berikat tercantum dalam Pasal 6
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009, yang menyebutkan: “Pengusaha Kawasan Berikat dan Pengusaha di Kawasan Berikat
sebagaimana dimaksud pada ayat 5 melakukan kegiatan menimbun barang impor danatau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean
guna diolah atau digabungkan, yang hasilnya terutama untuk diekspor. Untuk mendapatkan status yang sah sebagai Penyelenggara Kawasan
Berikat atau Pengusaha di Kawasan Berikat, suatu perusahaan harus memenuhi persyaratan dan melengkapi dokumen-dokumen yang
dipersyaratkan, Berikut ini adalah dokumen yang menjadi persyaratan untuk mendapatkan izin sebagai Penyekenggara Kawasan Berikat Pengusaha di
Kawasan Berikat: a.
Dokumen yang dipersyaratkan untuk mendapatkan izin sebagai PKBPKB merangkap PDKB.
1 Fotokopi surat izin usaha dari instansi teknis terkait
2 Analisa mengenai dampak lingkungan hidup AMDAL atau, Upaya
Pengelolaan Lingkungan Hidup UPL dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup UKL.
3 Fotokopi akte pendirian perusahaan yang telah disahkan oleh
Departemen Hukum dan HAM RI dh Departemen Kehakiman
Universitas Sumatera Utara
4 Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak NPWP, penetapan sebagai
Pengusaha Kena Pajak PKP dan Surat Pemberitahuan SPT Tahunan PPh tahun terakhir bagi perusahaan yang sudah wajib
menyerahkan SPT. 5
Fotokopi bukti kepemilikan penguasaan lokasi tempat yang akan dijadikan kawasan berikat jika berdasarkan kontrak sewa-menyewa,
minimal dalam jangka waktu tiga tahun. 6
Berita acara pemeriksaan lokasi dari Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai KPBC yang mengawasi disertai lampiran berupa lokasi
tempat denah tata letak dan foto-foto lokasi yang akan dijadikan kawasan berikat yang telah ditandasahkan oleh KPBC yang
mengawasi. 7
Surat Keputusan dari Instansi Pemda Terkait Perda yang menetapkan area calon kawasan berikat merupakan kawasan industri
kawasan peruntukan industri kedepannya izin kawasan industri hanya akan diberikan untuk perusahaan di dalam kawasan industri
8 Fotokopi KTP KITAS atas nama penanggung jawab perusahaan dan
fotokopi surat izin kerja tenaga kerja asing apabila penanggung jawab adalah WNA.
9 Fotokopi Surat Pemberitahuan Registrasi.
a. Dokumen yang dipersyaratkan untuk mendapatkan persetujuan
beroperasinya sebagai PDKB 1
Rekomendasi dari PKB
Universitas Sumatera Utara
2 Surat izin usaha industri dari instansi teknis terkait
3 Fotokopi akte pendirian perusahaan yang telah disahkan oleh
Departemen Hukum dan HAM RI dh Departemen Kehakiman 4
Fotokopi bukti kepemilikan lokasi atau tempat yang akan dijadikan kawasan berikat jika berdasarkan kontrak sewa-menyewa, munimal
dalam jangka waktu 3 tiga tahun. 5
Fotokopi NPWP, penetapan sebagai PKP dan SPT tahunan PPh tahun terakhir bagi perusahaan yang sudah wajib menyerahkan SPT
6 Berita Acara Pemeriksaan Lokasi dari kepala Kantor Pelayanan Bea
dan Cukai KPBC yang menguasai disertai lampiran berupa peta lokasi tempat denah tata letak dan foto-foto lokasi yang akan
dijadikan kawasan berikat yang telah ditandasahkan oleh KBPC yang mengawasi
7 Saldo awal bahan baku, bahan dalam proses, barang jadi, barang
modal dan peralatan pabrik 8
Fotokopi KTP KITAS atas nama penanggung jawab perusahaan dan fotokopi surat izin kerja tenaga kerja asing apabila penanggung
jawab adalah WNA 9
Fotokopi Surat Pemberitahuan Registrasi SPR
4. Petugas Bea dan Cukai
Selain Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat dan PDKB, maka ada satu pihak lagi yang berperan dalam
berjalannya kegiatan dalam kawasan berikat yaitu Petugas Bea dan
Universitas Sumatera Utara
Cukai. Petugas Bea dan Cukai berperan dalam kegiatan pengawasan jalannya kegiatan dalam kawasan berikat agar sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Berdasarkan Pasal 27 Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-
57BC2011, Petugas Bea dan Cukai di Kawasan Berikat mempunyai hak untuk memperoleh fasilitas-fasilitas untuk menunjang pelaksanaan
tugasnya, di antaranya: Pasal 27 Ayat 1 Peraturan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Nomor
PER-57BC2011: Penyelenggara Kawasan Berikat harus menyediakan ruangan, sarana
kerja, dan fasilitas yang layak bagi Petugas Bea dan Cukai untuk menjalankan fungsi pelayanan dan pengawasan.
Ayat 2: Ruangan dan sarana kerja yang layak bagi Petugas Bea dan Cukai
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 paling kurang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Ruangan memiliki akses untuk memonitor aktifitas pengeluaran dan
pemasukan barang; b.
Adanya Closed Circiut Television CCTV dan monitor televisi untuk membantu Petugas Bea dan Cukai dalam pengawasan; dan
c. Adanya ruangan kerja, serta sarana dan prasarana lainnya untuk
menunjang pelaksanaan pekerjaan.
Universitas Sumatera Utara
G. Proses Masuk dan Keluarnya Barang Gliserin dari dan ke Kawasan Berikat
Gliserin adalah salah satu zat turunan dari hasil olahan kelapa sawit, yaitu Crude Palm Oil CPO. CPO dengan teknologi pengolahan lebih lanjut
yaitu disebut dengan fraksinasi dapat menghasilkan paling tidak dua fraksi utama yang terpisah, yaitu stearin dan olein. Stearin adalah zat yang
berbentuk padat pada suhu kamar, sedangkan olein bersifat cair pada suhu kamar. Selanjutnya, pengolahan olein oleh industri pengolahan hilir dapat
menghasilkan gliserin. Gliserin umumnya digunakan sebagai bahan baku dalam industri minyak goreng serta industri makanan.
44
1. Barang yang dimasukkan dari luar negeri ke kawasan berikat belum
dianggap sebagai barang impor, sebelum barang tersebut dilengkapi dengan Laporan Kebenaran Pemeriksaan Tujuan Bonded LKPITB yang
isinya meliputi mutu, jumlah, harga barang dan nilai barang. Maka tahap pertama dalam pemasukan barang ke dalam kawasan berikat adalah
melengkapi dokumen Laporan Kebenaran Pemeriksaan Impor Tujuan Bonded LKPITB.
Tata cara pemasukan dan pengeluaran barang dari dan ke kawasan berikat secara umum adalah sebagai berikut:
2. Untuk barang yang dikeluarkan dari kawasan berikat ke dalam daerah
pabean Indonesia lainnya diberlakukan ketentuan sebagai berikut:
44
Teknologi Lemak dan Minyak, 2009, “Pengolahan Minyak Kelapa Sawit” on-line, diakses tanggal 28 September 2013,
http:lemakminyak.blogspot.com200905pengolahan-minyak- kelapa-sawit.html
Universitas Sumatera Utara
a. Untuk kawasan dari luar negeri yang tidak diolah lebih lanjut di
kawasan berikat digunakan LKPITB yang berlaku sebagai LKPITB impor.
b. Untuk barang dari daerah pabean Indonesia lainnya yang tidak
diolah lebih lanjut di kawasan berikat digunakan Laporan Kebenaran Pemeriksaan Khusus Bonded LKPKB dan tidak memerlukan
PIUD. c.
Untuk barang yang diolah digunakan Laporan Kebenaran Pemeriksaan Impor dari Bonded LKPIDB.
3. Pengeluaran barang dari kawasan berikat ke dalam daerah pabean
Indonesia lainnya dapat dilakukan secara sekaligus atau sebagian yang tata caranya diatur oleh Pengusaha Kawasan Berikat.
4. Pengeluaran barang dari kawasan berikat ke dalam daerah pabean
Indonesia lainnya, di mana barang tersebut berasal dari luar negeri dengan tanpa pengolahan di kawasan berikat, maka perhitungan bea
masuk dan pungutan negara lainnya didasarkan pada harga yang tercantum dalam LKPITB yang bersangkutan. Sedangkan bagi barang
yang diolah lebih lanjut di kawasan berikat, perhitungan bea masuk dan pungutan negara lainnya didasarkan pada harga yang tercantum dalam
LKPIDB yang bersangkutan. 5.
Hasil pengolahan dari perusahaan di kawasan berikat sekurang- kurangnya 85 dipasarkan ke luar negeri dan sisanya sebanyak-
banyaknya 15 dapat dipasarkan ke daerah pabean Indonesia lainnya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlakukan pengaturan tata
Universitas Sumatera Utara
niaga impor. Yang dimaksudkan dengan peraturan tata niaga impor adalah ketentuan yang mewajibkan impor barang melalui importir
tertentu danatau pengenaan kuota. 6.
Pemasukan barang dari daerah pabean Indonesia lainnya ke dalam kawasan berikat belum merupakan ekspor.
7. Ketentuan mengenai Surat Keterangan Asal Barang Certificate of
Origin berlaku untuk impor barang dari kawasan berikat dan ditertibkan oleh Departemen Perhubungan. Surat Keterangan Asal Indonesia dan
pemakaian label “buatan Indonesia” tidak diperkenankan bagi barang- barang yang di reekspor.
8. Pengeluaran Mesin dan Peralatan dari kawasan berikat ke dalam daerah
pabean Indonesia lainnya dengan tujuan reparasi dilakukan dengan menggunakan dokumen yang telah ditentukan, yaitu “Surat
Pemberitahuan Pengeluaran Mesin atau Peralatan yang Direparasi dari Kawasan Bonded”. Mengenai bea masuknya dan pungutan negara
lainnya ditangguhkan dengan jaminan bank atau surety bond. Sedangkan pengeluaran ke luar negeri untuk tujuan reparasi tersebut diatur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 9.
Pemindahan barang dari kawasan berikat ke kawasan berikat lainnya wajib menggunakan Laporan Kebenaran Pemeriksaan Antar Bonded
LKPIAB disertai jaminan bea masuk dan pungutan negara lainnya berupa jaminan bank atau surety bond, dan pengembalian atas jaminan
tersebut dilakukan setelah barang sampai di kawasan berikat tujuan
Universitas Sumatera Utara
dengan fiat masuk dari Pejabat Bea dan Cukai pada LKPIAB yang bersangkutan.
10. Fiat atas PIUD,
LKPKB, dan LKPIAB dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai di pintu Kawasan Berikat dan pelabuhan muat.
11. Pemindahan barang asal dari luar negeri, dari pelabuhan ke kawasan
berikat dilakukan oleh atas tanggung jawab Penguasa Kawasan Berikat dengan fiat LKPITB oleh Pejabat Bea dan Cukai di pintu kawasan
berikat. FIAT tersebut berfungsi sebagai surat jalan untuk masuk ke daerah pabean Indonesia lainnya.
45
Berikut ini adalah tata cara masuk dan keluarnya barang gliserin pada Kawasan Berikat milik PT. Musim Mas:
1. Pemasukan
Pada dasarnya proses ekspor gliserin di PT. Musim Mas berawal dari masuknya barang mentah ke kawasan berikat PT. Musim Mas.
Barang mentah berupa CPO Crude Palm Oil masuk terlebih dahulu ke dalam kawasan berikat menggunakan dokumen BC 4.0. Bahan baku bisa
didapatkan dari dua sumber, yaitu: a.
Impor; dan b.
Lokal Pada PT. Musim Mas, bahan baku didapatkan sebagian dari
dalam negeri, yaitu dari Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara PTPN maupun dari perusahaan perkebunan lainnya yang bergerak di
bidang perkebunan kelapa sawit, seperti PT. London Sumatera, PT.
45
Daud S.T. Kobi., op.cit., hal. 46
Universitas Sumatera Utara
Parasawita, PT. Mopoli Raya, dan sebagainya, serta sebagian bahan baku lainnya didapatkan dari mekanisme ekspor.
46
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Kawasan Berikat adalah suatu kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang
digunakan untuk menimbun, mengolah, memamerkan, danatau menyediakan barang untuk dijual dengan mendapatkan penangguhan bea
masuk. Dari penjelasan di atas, dapat kita katakan bahwa Kawasan Berikat adalah suatu bentuk insentif yang diberikan pemerintah di bidang
Mengenai pemasukan barang mentah berupa CPO ini pengaturannya ada di dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai
No. PER-57BC Tahun 2011, Pasal 34 ayat 1 mengenai “Pemasukan Barang dari Tempat Lain dalam Daerah Pabean”, yang menyebutkan:
“Pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah pabean dilakukan dengan menggunakan dokumen pemberitahuan pemasukan barang asal
tempat lain dalam daerah pabean ke Tempat Penimbunan Berikat.” Barang masuk dengan mengunakan dokumen BC 4.0.
Selanjutnya dalam ayat 2 disebutkan kriteria barang yang masuk ke Kawasan Berikat dari tempat lain dalam daerah pabean. Ayat 2
menyebutkan: “Tata cara pemasukan barang menggunakan dokumen pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 adalah untuk
pemasukan barang, bahan baku, bahan penolong, pengemas dan alat bantu pengemas, untuk diolah atau digabungkan, dan pemasukan barang
modal.”
46
Hasil wawancara dengan Bapak Juanda Tan, Ass. Manager General Affair pada PT. Musim Mas, tanggal 13 Juli 2013
Universitas Sumatera Utara
kepabeanan untuk menampung tuntutan investor luar negeri untuk menimbun barang impor untuk diolah, dipamerkan, danatau disediakan
untuk dijual di Daerah Pabean Wilayah Republik Indonesia. Kemudian dalam ayat 3, Tata cara pemasukan barang
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampitan XIX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Direktur Jenderal ini. Berikut ini adalah isi dari Lampiran XIX Peraturan Direktur
Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-57BC2011. Tata cara pemasukan barang dari tempat lain dalam daerah
pabean ke kawasan berikat: Pemasukan barang untuk bahan baku, bahan penolong, pengemas
dan alat bantu pengemas,untuk diolah atau digabungkan, dan pemasukan barang modal dari tempat lain dalam daerah pabean ke Kawasan Berikat,
dilakukan dengan tata cara sebagai berikut: a.
Pemasukan barang untuk bahan baku, bahan penolong, pengemas dan alat bantu pengemas, untuk diolah atau digabungkan, dan
pemasukan barang modal dari tempat lain dalam daerah pabean ke Kawasan Berikat dilakukan dengan menggunakan dokumen
pemberitahuan pemasukan barang asal tempat lain dalam daerah pabean ke Tempat Penimbunan Berikat yang dilampiri dengan
dokumen pelengkap pabean dan faktur pajak atau dokumen pengganti faktur pajak sesuai ketentuan perundangan di bidang
perpajakan.
Universitas Sumatera Utara
b. Saat pemasukan barang, Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB
atau kuasanya membuat dokumen pemberitahuan dimaksud dan menyerahkannya kepada Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi
Kawasan Berikat. c.
Petugas Bea dan Cukai di pintu masuk Kawasan Berikat mencocokkan dokumen pemberitahuan dimaksud yang diterima
dengan nomor peti kemas kemasan dan identitas sarana pengangkut:
1 Apabila sesuai kemudian membubuhkan cap “SELESAI
MASUK’ dan mencantumkan nama, tanda tangan, tanggal dan jam pemasukan pada dokumen pemberitahuan dimaksud.
2 Apabila tidak sesuai, Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi
Kawasan Berikat melakukan tindakan pengamanan dan melaporkan kepada Pejabat Bea dan Cukai yang menangani
Kawasan Berikat atau unit pengawasan untuk penyelesaian lebih lanjut.
d. Petugas Bea dan Cukai di Kawasan Berikat yang mengawasi
pemasukan barang melakukan pengawasan pembongkaran atau stripping, dan hal-hal lain tentang pemasukan barang.
e. Dalam hal hasil pengawasan pembongkaran atau stripping
menunjukkan sesuai: 1
Petugas Bea dan Cukai yang mengawasi pemasukan barang memberikan catatan tentang pemasukan barang yang meliputi
Universitas Sumatera Utara
hasil pengawasan pembongkaran atau stripping, dan hal-hal lain tentang pemasukan barang.
2 Petugas Bea dan Cukai yang mengawasi pemasukan barang
menyerahkan dokumen pemberitahuan dimaksud kepada Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi Kawasan Berikat.
3 Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi Kawasan Berikat
menerima dokumen pemberitahuan dimaksud dari Petugas Bea dan Cukai yang mengawasi pemasukan barang.
4 Pejabat dokumen pemberitahuan dimaksud telah diberi catatan
pemasukan, Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi Kawasan Berikat membubuhkan cap “SETUJU TIMBUN” pada dokumen
pemberitahuan. 5
Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi Kawasan Berikat menyerahkan copy dokumen pemberitahuan dimaksud kepada
Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB untuk disimpan sebagai arsip. Petugas Bea dan Cukai berperan dalam kegiatan
pengawasan jalannya kegiatan di dalam Kawasan Berikat agar sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai. Untuk itu, Peraturan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-57BC2011, Pasal 27 ayat
1 mengatur bahwa Penyelenggara Kawasan Berikat harus menyediakan ruangan, sarana kerja, dan fasilitas yang layak
bagi Petugas Bea dan Cukai untuk menjalankan fungsi pelayanan dan pengawasan. Selanjutnya dalam ayat 2
Universitas Sumatera Utara
dijelaskan kriteria ruangan dan sarana kerja yang layak tersebut, antara lain harus memiliki akses untuk memonitor aktivitas
pengeluaran dan pemasukan barang, adanya Closed Circuit Televison CCTV dan monitor televisi, serta adanya sarana dan
prasarana lainnya utuk menunjang pelaksanaan pekerjaan Petugas Bea dan Cukai di Kawasan Berikat.
f. Dalam hal hasil pengawasan pembongkaran atau stripping
menunjukkan tidak sesuai, Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi Kawasan Berikat melakukan tindakan pengamanan dan melaporkan
kepada Pejabat Bea dan Cukai yang menangani Kawasan Berikat atau unit pengawasan untuk penyelesaian lebih lanjut.
47
Setelah bahan baku berupa Crude Palm Oil masuk ke Kawasan Berikat dengan menggunakan dokumen BC 4.0., maka selanjutnya bahan
baku melewati proses penimbangan di timbangan. Kemudian setelah itu, bahan baku melewati proses pembongkaran untuk kemudian masuk ke
tangki timbunan untuk memasuki tahapan produksi yang dinamakan proses “Refenery”.
48
2. Pengeluaran
Setelah proses produksi selesai maka Hasil produksi diangkut ke pelabuhan. Kemudian hasil produksi dipindahkan ke kapal melalui pipa
47
Lampiran XIX Peraturan DJBP No. PER 572011
48
Hasil wawancara dengan Bapak Juanda Tan, Ass. Manager General Affair pada PT. Musim Mas, tanggal 13 Juli 2013
Universitas Sumatera Utara
loading. Barang keluar menggunakan dokumen pemberitahuan ekspor barang, dengan kode B.C. 3.0.
49
a. Diimpor untuk dipakai;
Berdasarkan Pasal 45 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1945 tentang Kepabeanan, disebutkan barang dapat dikeluarkan dari tempat
penimbunan berikat atas persyaratan Pejabat Bea dan Cukai untuk:
b. Diolah;
c. Diekspor sebelum atau sesudah diolah; atau
d. Diangkut ke Tempat Penimbunan Berikat atau Tempat Penimbunan
Sementara. Selanjutnya, setiap pengeluaran barang dari kawasan berikat
harus diketahui dan disetujui oleh pejabat bea dan cukai. Terhadap tindakan kawasan berikat yang melaksanakan pengeluaran barang tanpa
persetujuan dari pejabat bea dan cukai, Pasal 45 ayat 3 menyebutkan: “Barangsiapa yang mengeluarkan barang dari Tempat Penimbunan
Berikat sebelum diberikan persetujuan oleh Pejabat Bea dan Cukai dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp. 5.000.000,00 lima
juta rupiah. Dalam Pasal 41 Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai No
PER-57 BC 2011, dijelaskan bahwa pengeluaran hasil produksi kawasan berikat ke luar daerah pabean dapat berupa:
1. Hasil produksi kawasan berikat yang bersangkutan.
49
Hasil wawancara dengan Bapak Juanda Tan, Ass. Manager General Affair pada PT. Musim Mas, tanggal 13 Juli 2013
Universitas Sumatera Utara
2. Gabungan hasil produksi kawasan berikat dengan barang lain
sebagai pelengkap yang berasal dari: a.
Luar daerah pabean b.
Gudang berikat c.
Kawasan berikat lain d.
Pengusaha di kawasan bebas yang telah mendapat izin usaha dari badan pengusahaan kawasan bebas
e. Tempat lain dalam daerah pabean.
Pada PT. Musim Mas sendiri, gliserin tergolong pada kategori pertama, yaitu barang hasil produksi kawasan berikat yang bersangkutan.
Pengkategorian ini didasarkan pada kenyataan bahwa keseluruhan produksi gliserin dilakukan di dalam kawasan berikat.
H. Fasilitas Kepabeanan terhadap Kawasan Berikat
Menurut Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, yang dimaksudkan dengan Kepabeanan adalah segala
sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean dan pemungutan Bea Masuk.
Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat
tertentu di Zona Ekonomi Ekslusif dan Landas Kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan.
Sedangkan Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan
Universitas Sumatera Utara
untuk lalu-lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Salah satu aspek dasar pembentukan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2006 adalah pemberian insentif terhadap perdagangan dan sektor industri. Pemberian insentif tersebut diharapkan akan
memberikan manfaat pertumbuhan ekonomi nasional. Bentuk fasilitas kepabeanan yang diberikan oleh Undang-Undang Kepabeanan secara umum
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1.
Fasilitas yang terkait dengan pelayanan, dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih cepat, lebih baik, dan lebih murah.
2. Fasilitas yang terkait dengan fiskal kepabeanan, berupa pembebasan Bea
Masuk, keringanan Bea Masuk, pengembalian Bea Masuk dan penangguhan Bea Masuk.
Fasilitas pelayanan kepabeanan ditujukan unutk memperlancar arus barang, orang maupun dokumen dalam sistem atau tata laksana kepabeanan di
bidang impor. Umumnya bentuk-bentuk fasilitas pelayanan telah diintegrasikan dalam sistem tata laksana kepabeanan. Kewenangan pemberian
fasilitas pelayanan biasanya dilaksanakan oleh Kepala Kantor Pabean setempat. Hal ini merupakan suatu perlakukan diskresi penyimpangan dari
suatu sistem tata laksana yang reguler dengan tujuan semata-mata untuk kepentingan kelancaran arus barang, orang maupun dokumen.
Fasilitas fiskal kepabeanan merupakan suatu bentuk pemberian insentif yang berkaitan dengan pungutan Bea Masuk. Bentuk-bentuk
Universitas Sumatera Utara
perlakukan yang diberikan dapat berupa tidak dipungut Bea Masuk, pembebasan Bea Masuk, pembebasan atau keringanan Bea Masuk,
Penangguhan Bea Masuk serta pengembalian Bea Masuk. Fokus utama insentif fiskal antara lain adalah untuk kepentingan sektor industri dan
perdagangan, kepentingan publik, kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan juga perlakuan yang lazim dalam tata pergaulan internasional.
50
Mengenai ekspor dan impor, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 memiliki pengertian tersendiri yakni yang tercantum dalam Pasal 1 ayat 12
yang berbunyi: “Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean”. Selanjutnya Pasal 13 menyebutkan: “Ekspor adalah kegiatan
mengeluarkan barang dari Daerah Pabean”. Berdasarkan pengertian ini bisa ditinjau bahwa Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
memberi pengertian mengenai ekspor dan impor lebih spesifik dari sisi pemasukan atau pengeluaran barang dari atau ke wilayah pabean.
Pemeriksaan kepabeanan di kawasan berikat pelaksanaannya dilaksanakan langsung oleh Direkorat Jenderal Bea dan Cukai. Hal ini terlihat dalam Pasal
26 ayat 1 Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER- 57BC2011 menyebutkan: “Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB wajib
Tempat Penimbunan Berikat sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 Ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat
Penimbunan Berikat, merupakan Kawasan Pabean dan sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
50
Surono, “Fasilitas Kepabeanan” on-line, diakses tanggal 20 September 2013 http:www.depkeu.go.idindothersbakohumasBakohumasDJBCFASILITAS20KEPABEAN
AN.pdf
Universitas Sumatera Utara
memiliki sistem informasi persediaan berbasis komputer untuk pengolahan barang yang dapat diakses untuk kepentingan pemeriksaan oleh Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai.” Selanjutnya, Pasal 27 peraturan yang sama menjelaskan bahwa
Penyelenggara Kawasan Berikat berkewajiban untuk mempersiapkan ruangan dan sarana kerja bagi Petugas Bea dan Cukai di dalam Kawasan Berikat
untuk menjalankan fungsinya dalam hal pengawasan kepabeanan. Dalam rangka menunjang ekspor, Pajak Pertambahan Nilai danatau
Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut atas: a.
Penyerahan Barang Kena Pajak kepada pengusaha sepanjang barang yang kena pajak tersebut digunakan untuk menghasilkan Barang Kena
Pajak yang diekspor; dan b.
Impor Barang Kena Pajak yang dilakukan oleh Pengusaha sepanjang Barang Kena Pajak tersebut digunakan untuk menghasilkan Barang Kena
Pajak yang diekspor.
51
Atas impor barang modal, barang danatau bahan dari luar daerah pabean ke dalam Entreport Produksi Untuk Tujuan Ekspor EPTE Kawasan
Berikat diberikan penangguhan Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Adapun yang dimaksud dengan Entreport Produksi untuk Tujuan Ekspor EPTE adalah suatu tempat atau bangunan dari suatu perusahaan
industri dengan batas-batas tertentu yang di dalamnya diberlakukan ketentuan khusus di bidang pabean, perpajakan dan tata niaga impor, yang
51
Prof. Dr. I.B.R. Supancana, SH., MH, op.cit., hal. 312
Universitas Sumatera Utara
diperuntukkan bagi pengolahan barang danatau bahan yang berasal dari luar daerah Pabean Indonesia, Kawasan Berikat, EPTE lainnya, atau dari dalam
Daerah Pabean Indonesia lainnya, yang hasilnya terutama untuk tujuan diekspor.
52
Penyerahan Barang Kena Pajak oleh produsen dari Daerah Pabean Indonesia Lainnya DPIL kepada perusahaan berstatus EPTE danatau
Perusahaan Pengolahan di Kawasan Berikat untuk diolah lebih lanjut, diberikan perlakuan perpajakan yang sama dengan perlakuan perpajakan
terhadap barang yang diekspor. Penyerahan Barang Kena Pajak antar Pengusaha Kena Pajak EPTE,
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang tidak dipungut.
53
a. Atas impor barang modal atau peralatan dan peralatan Peraturan
Kepalantoran yang semata-mata dipakai oleh PKB termasuk PKB merangkap sebagai PDKB diberikan penangguhan Bea Masuk BM,
tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai PPN, Pajak Penjualan atas Barang Mewah PPnBM dan Pajak Penghasilan PPh.
Terhadap impor barang, pemasukan Barang Kena Pajak BKP, pengiriman hasil produksi, pengeluaran barang, penyerahan kembali BKP,
peminjaman mesin, pemasukan Barang Kena Cukai BKC ke danatau dari Kawasan Berikat diberikan fasilitas sebagai berikut:
b. Atas impor barang modal dan peralatan pabrik yang berhubungan
langsung dengan kegiatan produksi PDKB yang semata-mata dipakai di
52
Untung Sukardji, op.cit., hal. 364
53
Prof. Dr. I.B.R. Supancana., op.cit., hal. 315
Universitas Sumatera Utara
PDKB diberikan penangguhan BM, tidak dipungut PPN, PPnBM dan PPh.
c. Atas impor barang danatau bahan untuk diolah di PDKB diberikan
penangguhan BM, pembebasan cukai, tidak dipungut PPN, PPnBM dan PPh.
d. Atas pemasukan BKP dari DPIL ke PDKB untuk diolah lebih lanjut,
tidak dipungut PPN dan PPnBM. e.
Atas pengiriman barang hasil produksi PDKB ke PDKB lainnya untuk diolah lebih lanjut, tidak dipungut PPN dan PPnBM.
f. Atas pengeluaran barang danatau bahan dari PDKB ke perusahaan
industri DPIL atau PDKB lainnya dalam rangka subkontrak, tidak dipungut PPN dan PPnBM.
g. Atas penyerahan kembali BKP hasil penyerahan subkontrak oleh
Pengusaha Kena Pajak di DPIL atau PDKB lainnya kepada Pengusaha Kena Pajak PDKB asal, tidak dipungut PPN dan PPnBM.
h. Atas peminjaman mesin danatau peralatan pabrik dalam rangka
subkontrak dari PDKB kepada perusahaan industri di DPIL atau PDKB lainnya dan pengembaliannya ke PDKB asal, tidak dipungut PPN dan
PPnBM. i.
Atas pemasukan BKC dari DPIL ke PDKB untuk diolah lebih lanjut, diberikan pembebasan Cukai.
j. Penyerahan barang hasil olahan produsen pengguna fasilitas Bapeksta
Keuangan dari DPIL untuk diolah lebih lanjut oleh PDKB diberikan
Universitas Sumatera Utara
perlakuan perpajakan yang sama dengan perlakuan terhadap barang yang diekspor.
k. Pengeluaran barang dari Kawasan Berikat yang ditujukan kepada orang
yang memperoleh fasilitas pembebasan dan penangguhan Bea Masuk, Cukai dan Pajak dalam rangka impor, diberikan pembebasan Bea Masuk,
pembebasan Cukai, tidak dipungut PPN, PPnBM dan PPh. l.
Atas pemasukan alat pengemas packing material dan alat bantu pengemas dari DPIL ke Kawasan Berikat untuk menjadi satu kesatuan
dengan barang hasil olahan PDKB, tidak dipungut PPN dan PPnBM. Barang-barang asal impor berupa makanan danatau minuman yang
dimaksudkan untuk dikonsumsi di dalam kawasan berikat atau barang impor lainnya selain dimaksud pada ketentuan di atas wajib dilunasi bea masuk,
cukai, PPN, PPnBM, dan PPh Pasal 22 Impor sesuai tata laksana kepabeanan di bidang impor dan cukai di Kantor Pabean sebelum dimasukkan ke dalam
kawasan berikat. Atas pengeluaran barang yang telah diolah oleh PDKB ke DPIL
dikenakan bea masuk, cukai, PPN, PPnBM, dan PPh Pasal 22 Impor sepanjang terhadap pengeluaran tersebut tidak ditujukan kepada pihak yang
memperoleh fasilitas pembebasan atau penangguhan bea masuk, cukai, dan pajak dalam rangka impor.
54
54
Ibid.
Terhadap kegiatan usaha di Kawasan Berikat, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang tidak dipungut
atas:
Universitas Sumatera Utara
1. Impor barang modal atau peralatan perkantoran yang semata-mata
dipakai oleh Penyelenggara Kawasan Berikat PKB termasuk PKB yang merangkap sebagai Pengusaha di Kawasan Berikat PDKB;
2. Impor barang modal dan peralatan pabrik yang berhubungan langsung
dengan kegiatan produksi PDKB yang semata-mata dipakai oleh PDKB; 3.
Impor barang danatau bahan untuk diolah di PDKB; 4.
Pemasukan Barang Kena Pajak dari Daerah Pabean Indonesia Lainnya DPIL ke PDKB untuk diolah lebih lanjut;
5. Pengiriman barang hasil produksi PDKB ke PDKB lainnya untuk diolah
lebih lanjut; 6.
Pengeluaran barang danatau bahan dari PDKB ke perusahaan industri di DPIL atau PDKB untuk diolah lebih lanjut;
7. Penyerahan kembali Barang Kena Pajak hasil pekerjaan subkontrak oleh
Pengusaha Kena Pajak di DPIL atau PDKB lainnya kepada PDKB asal; 8.
Peminjaman mesin danatau peralatan pabrik dalam rangka subkontrak dari PDKB kepada perusahaan industri di DPIL atau PDKB lainnya dan
pengembaliannya kepada PDKB asal; 9.
Pengeluaran barang dari Kawasan Berikat yang ditujukan kepada orang yang memperoleh fasilitas pembebasan atau penangguhan Bea Masuk,
Cukai, dan Pajak dalam rangka impor.
55
Dasar penghitungan pungutan negara atas pengeluaran barang adalah sebagai berikut:
55
Siti Resmi, Perpajakan: Teori dan Status, Jakarta: Salemba Empat, 2006, hal. 541
Universitas Sumatera Utara
a. Bea masuk berdasarkan tarif bahan baku dengan pembebanan dan kurs
valuta asing yang berlaku pada saat dikeluarkan dari PDKB dan nilai pabean bahan baku pada saat diimpor ke PDKB;
b. Apabila pembebanan tarif bea masuk untuk bahan baku lebih tinggi dari
pembebanan tarif bea masuk untuk barang hasil olahan, bea masuk didasarkan pada pembebanan tarif bea masuk barang hasil olahan yang
berlaku pada saat dikeluarkan dari PDKB; c.
Cukai berdasarkan ketentuan perundang-undangan cukai yang berlaku; d.
PPHN, PPnBM, dan PPh Pasal 22 berdasarkan ketentuan perundang- undangan perpajakan yang berlaku.
56
Terhadap barang-barang yang menerima fasilitas kepabaeanan, pihak Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB mempunyai kewajiban
untuk melakukan pencacahan stock opname, seperti yang diatur dalam Pasal 24 Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-
57BC2011 yang menyebutkan: “Pengusaha Kawasan Berikat atau PDKB berkewajiban melakukan pencacahan stock opname terhadap
barang-barang yang mendapat fasilitas kepabeanan, cukai, dan perpajakan, dengan mendapatkan pengawasan dari Kantor Pelayanan
Utama atau Kantor Pabean, paling kurang 1 satu kali dalam waktu 1 satu tahun.
Dengan fasilitas yang diperoleh tersebut di atas, maka pengusaha dapat memetik manfaat-manfaat dari fasilitas kawasan berikat. Manfaat yang
56
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
paling berdampak kepada kegiatan usaha ialah adanya keuntungan efisiensi waktu pengiriman barang dengan tidak dilakukannya pemeriksaan fisik di
Tempat Penimbunan Sementara TPS di pelabuhan. Tempat Penimbunan Sementara adalah bangunan dan atau lapangan atau tempat lain yang
disamakan dengan itu di Kawasan Pabean untuk menimbun barang sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya.
57
57
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, “Pengertian Tempat Penimbunan Sementara” on- line, diakses tanggal 15 April 2013,
http:www.beacukai.go.idindex.ikc?page=faqpengertian- tempat-penimbunan-sementara.html
Dengan dipangkasnya satu prosedur pemeriksaan, pengusaha sudah menerima keuntungan dalam hal
waktu pengiriman barang impor. Selain itu, fasilitas perpajakan dan kepabeanan memungkinkan
Pengusaha dalam Kawasan Berikat PDKB dapat menciptakan harga yang kompetitif di pasar global serta dapat melakukan penghematan biaya
perpajakan.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PERANAN KAWASAN BERIKAT DALAM PROSES EKSPOR GLISERIN