Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Dan Kompetensi Kewirausahaan Peternak Terhadap Kinerja Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging Di Kabupaten Bogor

PENGARUH PERILAKU KEWIRAUSAHAAN DAN
KOMPETENSI KEWIRAUSAHAAN PETERNAK TERHADAP
KINERJA USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING DI
KABUPATEN BOGOR

RIZKY PRAYOGO RAMADHAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis berjudul Pengaruh Perilaku
Kewirausahaan dan Kompetensi Kewirausahaan Peternak terhadap Kinerja Usaha
Peternakan Ayam Ras Pedaging di Kabupaten Bogor adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2017
Rizky Prayogo Ramadhan
NIM H351150416

RINGKASAN
RIZKY PRAYOGO RAMADHAN. Pengaruh Perilaku Kewirausahaan dan
Kompetensi Kewirausahaan Peternak terhadap Kinerja Usaha Peternakan Ayam
Ras Pedaging di Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh RITA NURMALINA dan
BURHANUDDIN.
Ayam ras pedaging merupakan salah satu sumber protein hewani yang
diminati oleh masyarakat Indonesia. Selain itu, produk primer maupun olahan yang
berasal dari ayam ras pedaging memiliki permintaan yang terus meningkat saat ini.
Salah satu sentra produksi ayam ras pedaging yang selama ini memenuhi
permintaan ayam ras pedaging berasal dari Provinsi Jawa Barat, khususnya
Kabupaten Bogor dengan populasi ayam ras pedaging pada tahun 2015 sebesar 19
062 875. Namun terdapat beberapa permasalahan pada usaha peternakan ini, yaitu
pertumbuhan jumlah populasi ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor semakin
menurun dan kinerja usaha dari peternakan ayam ras pedaging yang terindikasi

belum optimal. Hal tersebut disebabkan 1) tingginya risiko yang akan dihadapi oleh
para pelaku usaha, khususnya peningkatan harga pakan ternak yang berasal dari
luar negeri, sehingga para pelaku usaha mencoba untuk melakukan investasi di
sektor usaha lain; 2) iklim usaha peternakan ayam ras pedaging yang tidak
mendukung pertumbuhan peternakan ayam ras pedaging; 3) minimnya kemampuan
peternak dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan kondisi eksternal,
khususnya terkait dengan adopsi teknologi tepat guna bagi pengelolaan di kandang;
serta 4) menurunnya sikap kewirausahaan pada diri peternak.
Penelitian ini bertujuan untuk 1) menganalisis faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap perilaku kewirausahaan dan kompetensi kewirausahaan
peternak ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor; 2) menganalisis pengaruh
perilaku kewirausahaan dan kompetensi kewirausahaan peternak terhadap kinerja
usahaternak ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor; 3) serta menghasilkan
rumusan kebijakan yang mampu meningkatkan kinerja usaha peternakan ayam ras
pedaging di Kabupaten Bogor.
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bogor dengan pertimbangan bahwa
daerah tersebut merupakan salah satu sentra produksi ayam ras pedaging di Jawa
Barat. Metode pengambilan sampel responden ditentukan secara convenience
dengan melibatkan sebanyak 120 peternak ayam ras pedaging yang melakukan
kemitraan. Para peternak tersebar di beberapa kecamatan, yaitu di Kecamatan

Pamijahan, Kecamatan Parung, Kecamatan Nanggung, Kecamatan Dramaga,
Kecamatan Cigudeg, dan Kecamatan Ciampea. Data penelitian yang diperoleh
dianalisis menggunakan metode deskriptif, analisis tabulasi silang, dan analisis
multivariate dengan menggunakan Structural Equation Modeling (SEM).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel perilaku kewirausahaan
dipengaruhi oleh variabel karakteristik wirausaha maupun variabel lingkungan
bisnis. Namun variabel karakteristik wirausaha lebih dominan dalam
mempengaruhi perilaku kewirausahaan peternak dengan nilai koefisien pengaruh
( ) sebesar 0.93. Hal ini menunjukkan bahwa karakterisitik wirausaha seperti
peningkatan motivasi berbisnis peternak, kemauan bekerja keras, berorientasi hasil,
kemauan menerima ide, keinginan mencari informasi, kemampuan mencari

peluang, dan kemauan untuk berubah akan meningkatkan perilaku kewirausahaan
peternak.
Kompetensi kewirausahaan peternak dipengaruhi oleh faktor kompetensi
teknis dan kompetensi managerial peternak. Namun, kompetensi managerial
peternak lebih berpengaruh terhadap peningkatan variabel kompetensi
kewirausahaan peternak dengan nilai koefisien pengaruh ( ) sebesar 0.78. Hal ini
menunjukkan peningkatan kompetensi managerial seperti peningkatan terhadap
kemampuan operasional, kemampuan pengelolaan SDM, kemampuan pemasaran,

kemampuan pengelolaan keuangan, serta kemampuan bernegosiasi dan
berkomunikasi dapat meningkatkan kompetensi kewirausahaan pada diri peternak.
Kinerja usaha peternakan ayam ras pedaging dipengaruhi secara langsung
oleh variabel perilaku kewirausahaan dan kompetensi kewirausahaan. Analisis
model struktural menunjukkan bahwa variabel kompetensi kewirausahaan
berpengaruh lebih dominan terhadap kinerja usaha. Variabel kompetensi
kewirausahaan tersebut dipengaruhi secara dominan oleh variabel kompetensi
managerial. Adapun variabel manifest yang dominan mempengaruhi variabel
kompetensi managerial adalah kemampuan peternak dalam mengelola sumber daya
manusia. Oleh karena itu, salah satu kebijakan yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan kinerja usaha peternakan ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor
adalah dengan melakukan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan
kewirausahaan peternak khususnya terkait peningkatan kompetensi managerial
peternak dan kemampuan pengelolaan sumberdaya manusia.
Kata kunci: peternakan ayam ras pedaging, kinerja usaha, perilaku kewirausahaan,
kompetensi kewirausahaan

SUMMARY
RIZKY PRAYOGO RAMADHAN. The Influence of Breeder’s Entrepreneurial
Behavior and Entrepreneurial Competence on Broiler Farm Performance in Bogor.

Supervised by RITA NURMALINA and BURHANUDDIN.
Broiler chicken is one of animal protein sources that demanded by
Indonesian people. The demand of primary and derived products of broiler chicken
are increasing nowadays. One of broiler chicken production centers, which have
complied with the request of broiler chicken, is from West Java Province
particularly in Bogor District with approximately 19 062 875 broiler chickens in
2015. However, there were some problems in this business such as the growth
number of broiler chicken population in Bogor District was decreasing and there
was indicated that business performance of broiler farm was not optimum yet. They
were due to 1) the high risk that will be faced by breeders, especially rising price of
animal feed came from abroad, that made breeders try to invest in other business
sectors; 2) the business climate of broiler chicken farm that did not support the
growth of broiler farm; 3) the farmers lack of adaptability to changes in external
conditions, particularly to the adoption of appropriate technologies for henhouse
management; and 4) the decreasing of entrepreneurial attitude on the breeders
themselves.
The objectives of this research were 1) to analyze some factors that affecting
breeders’ entrepreneurial behavior and entrepreneurial competence; 2) to analyze
the impact of breeders’ entrepreneurial behavior and entrepreneurial competence
on business performance of broiler chicken farm in Bogor, and 3) to formulate

policy that can improving the business performance of broiler chicken farm in
Bogor.
This research took place in Bogor because it was one of broiler chicken
production centers in West Java. The sampling method was using convenience
technique, involving of 1β0 breeders’ who did the contract farming when running
the business. Those breeders’ scattered in some sub-districts, there were Pamijahan,
Parung, Nanggung, Dramaga, Cigudeg, and Ciampea. The data analyzed by
descriptive methods, cross tabulation analysis, and multivariate analysis using
Structural Equation Modeling (SEM).
The results showed that breeders’ entrepreneurial behavior variable was
influenced by entrepreneurial characteristic variable and business environment
variable. The entrepreneurial characteristic variable was more dominant in
influencing the breeders’ entrepreneurial behavior with coefficient of influence ( )
by 0.93. This suggested that increasing of entrepreneurial characteristic such as
breeders’s business motivation, willingness to work hard, result oriented,
willingness to accept the idea, desire for searching information, ability to find
opportunities, and willingness to change will enhance breeders’ entrepreneurial
behavior.
Breeders’ entrepreneurial competence was affected by technical competence
factors and breeders’ managerial competence. Breeders’ managerial competence

was more dominant in influencing breeders’ entrepreneurial competence with
coefficient of influence ( ) by 0.78. This indicated that increasing of breeders’
managerial competence such as operational capability, human resource

management, marketing skills, financial management, and negotiation skills and
communication skills will enhance breeders’ entrepreneurial competence.
Business performance of broiler chicken farm was influenced by breeders’
entrepreneurial behavior and entrepreneurial competence. Structural model
conducted showed that breeders’ entrepreneurial competence was more dominant
in influencing the business performance of broiler chicken farm. Entrepreneurial
competence variable was mostly influenced by managerial competence variable.
The manifest variable that dominant in increasing the managerial competence was
the ability of breeders in managing human resources. Therefore, one of the policies
that can be done to improve the performance of broiler chicken farm in Bogor is to
make a training to improve the entrepreneurial capacity of breeders, especially
related to improvement of managerial competence of breeders and human resource
management capabilities.
Keywords: broiler farm, business performance, entrepreneurial behavior,
entrepreneurial competence


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGARUH PERILAKU KEWIRAUSAHAAN DAN
KOMPETENSI KEWIRAUSAHAAN PETERNAK TERHADAP
KINERJA USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING DI
KABUPATEN BOGOR

RIZKY PRAYOGO RAMADHAN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada

Program Studi Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis

: Dr Ir Heny K.S. Daryanto, MEc

Penguji Program Studi

: Dr Ir Suharno, MADev

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul “Pengaruh Perilaku
Kewirausahaa dan Kompetensi Kewirausahaan Peternak Terhadap Kinerja Usaha
Peternakan Ayam Ras Pedaging di Kabupaten Bogor” telah berhasil diselesaikan.

Tesis ini dapat diselesaikan dengan baik atas dukungan dan bantuan dari berbagai
pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu, khususnya kepada:
1
Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr Ir
Burhanuddin, MM atas kesabarannya dalam memberikan bimbingan, arahan,
motivasi, dan bantuan kepada penulis selama penyelesaian tesis ini.
2
Dr Ir Ratna Winandi, MS selaku Dosen Evaluator pada pelaksanaan kolokium
proposal penelitian yang telah memberikan masukan dan arahan sehingga
penelitian ini dapat dilaksanakan dengan baik.
3
Dr. Ir. Heny K.S. Daryanto, MEc selaku dosen penguji luar komisi dan Dr Ir
Suharno, MADev selaku dosen penguji perwakilan program studi atas saran
dan masukan yang diberikan untuk menyempurnakan tesis ini.
4
Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku Ketua Program Studi dan Dr Ir Suharno,
MADev selaku Sekretaris Program Studi Magister Sains Agribisnis, beserta
seluruh staff Departemen Agribisnis atas dorongan semangat dan bantuan yang
diberikan selama penulis menempuh pendidikan magister.

5
Kepala Biro Perencanaan dan Kerja Sama Luar Negeri Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk menerima Beasiswa Unggulan Pegiat Sosial
dan Seniman sehingga penulis dapat melanjutkan kuliah magisternya.
6
Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor atas diskusi, bantuan, dan
izin yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
7
Para peternak ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor atas kesediaannya
menjadi responden dalam penelitian ini.
8
Penghargaan yang tinggi dan ucapan terimakasih kepada Ayahanda Iwan
Supeno dan Ibunda Windarwati atas doa, dukungan, dan semangat yang selalu
diberikan.
9
Rekan-rekan MSA Angkatan 5 atas dorongan semangat dan kebersamaan
selama menempuh studi di Program Studi Magister Sains Agribisnis.
10
Keluarga besar Rumah Peradaban Pelajar Indonesia dan Forkom Alims yang
selalu menjadi pengingat untuk menebar kebaikan dimanapun berada serta
menjadi tempat silaturahmi yang menyenangkan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2017
Rizky Prayogo Ramadhan

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
6
9
10
10

2 TINJAUAN PUSTAKA
Kewirausahaan pada Petani
Pengaruh Perilaku Kewirausahaan terhadap Kinerja Usaha
Pengaruh Kompetensi Kewirausahaan terhadap Kinerja Usaha
Pendekatan Structural Equation Modeling (SEM) untuk Analisis
Perilaku Kewirausahaan dan Kompetensi Kewirausahaan

10
10
11
13

3 KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangkan Pemikiran Operasional

15
15
23

4 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Populasi dan Sampel Penelitian
Metode Pengumpulan Data
Variabel Penelitian
Metode Pengolahan dan Analisis Data

25
25
25
25
26
26
30

5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging Pola Kemitraan di
Kabupaten Bogor
Faktor Karakteristik Wirausaha Peternak Ayam Ras Pedaging
Faktor Lingkungan Bisnis Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging
Perilaku Kewirausahaan Peternak Ayam Ras Pedaging
Faktor Kompetensi Teknis Peternak Ayam Ras Pedaging
Faktor Kompetensi Manajerial Peternak Ayam Ras Pedaging
Kompetensi Kewirausahaan Peternak Ayam Ras Pedaging
Kinerja Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging
Analisis Perilaku Kewirausahaan dan Kompetensi Kewirausahaan
Peternak terhadap Kinerja Usaha dengan Pendekatan Structural
Equation Modeling (SEM)

36

14

36
43
46
49
50
52
55
56

58

Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Perilaku Kewirausahaan
Peternak Ayam Ras Pedaging
Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Kompetensi Kewirausahaan
Peternak Ayam Ras Pedaging
Pengaruh Perilaku Kewirausahaan dan Kompetensi Kewirausahaan
Peternak terhadap Kinerja Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging
Implikasi Kebijakan

67
71
74
75

6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

78
78
78

DAFTAR PUSTAKA

79

LAMPIRAN

83

RIWAYAT HIDUP

98

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32

Laju pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian
tahun 2011-2014
2
Konsumsi daging segar per kapita per tahun 2010-2014
2
Produksi, Pertumbuhan, dan Share Produksi Daging Ayam Ras
Pedaging per Provinsi Tahun 2011-2015
3
Populasi ayam ras pedaging di Kabupaten/Kota sentra produksi
Provinsi Jawa Barat tahun 2012-2015
6
Variabel manifest karakteristik wirausaha peternak
27
Variabel manifest karakteristik lingkungan bisnis
28
Variabel manifest karakteristik perilaku kewirausahaan
28
Variabel manifest kompetensi teknis peternak
29
Variabel manifest kompetensi managerial peternak
29
Variabel manifest kompetensi kewirausahaan
30
Variabel manifest kinerja usaha peternakan
30
Jumlah dan presentase peternak ayam ras pedaging di
Kabupaten Bogor berdasarkan pola usaha kemitraan yang digunakan
37
Kapasitas produksi usaha peternakan ayam ras pedaging
berdasarkan pola usaha kemitraan
38
Pertumbuhan skala usaha peternakan ayam ras pedaging
berdasarkan pola usaha kemitraan
39
Rata-rata, standar deviasi, nilai maksimum, dan minimum
tingkat mortalitas ayam ras pedaging pada periode terakhir
berdasarkan pola usaha kemitraan
39
Rata-rata, standar deviasi, nilai maksimum, dan minimum nilai FCR
ayam ras pedaging pada periode terakhir berdasarkan pola usaha kemitraan 40
Lama usaha berdasarkan pola kemitraan yang dilakukan peternak
ayam ras pedaging
41
Tingkat pendidikan terakhir peternak berdasarkan pola kemitraan
42
Rentang usia peternak berdasarkan pola kemitraan
42
Presentase penilaian peternak terhadap faktor karakteristik wirausaha
43
Presentase penilaian peternak terhadap faktor lingkungan bisnis
47
Presentase penilaian peternak terhadap faktor perilaku kewirausahaan
49
Presentase penilaian peternak terhadap faktor kompetensi teknis
51
Presentase penilaian peternak terhadap faktor kompetensi manajerial
53
Presentase penilaian persepsi peternak terhadap faktor kompetensi
kewirausahaan
55
Presentase penilaian peternak terhadap faktor kinerja usaha
56
Hasil uji kecocokan model (Goodness of Fit Test) sebelum respesifikasi
59
Hasil uji kecocokan model (Goodness of Fit Test) setelah respesifikasi
60
Muatan faktor dan nilai t-hitung variabel manifest sebelum respesifikasi
model
61
Muatan faktor dan nilai t-hitung variabel manifest setelah respesifikasi
62
Pengujian reliabilitas model pengukuran setelah respesifikasi model
64
Komposisi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku
kewirausahaan, kompetensi kewirausahaan, dan kinerja usaha
65

DAFTAR GAMBAR
1

Perkembangan populasi dan pertumbuhan ayam ras pedaging di
Kabupaten Bogor tahun 2010-2015
2 Proses Kewirausahaan
3 Konsep Perilaku Kewirausahaan
4 Model Perilaku Kewirausahaan dan Kinerja Bisnis
5 Model Pusat dan Permukaan Kompetensi
6 Model Kompetensi Kewirausahaan dan Kinerja Bisnis
7 Kerangka pemikiran operasional
8 Model Perilaku Kewirausahaan dan Kompetensi Kewirausahaan
Peternak Ayam Ras Pedaging di Kabupaten Bogor, Jawa Barat
9 Standardized loading factor model struktural pengaruh perilaku
kewirausahaan dan kompetensi kewirausahaan peternak terhadap
kinerja usaha
10 Nilai t-hitung struktural pengaruh perilaku kewirausahaan dan
kompetensi kewirausahaan peternak terhadap kinerja usaha

7
16
18
19
20
21
24
34

66
66

DAFTAR LAMPIRAN
1
2

3

4

Hasil uji reliabilitas pada model awal
Standardized loading factor model struktural pengaruh perilaku
kewirausahaan dan kompetensi kewirausahaan peternak terhadap
kinerja usaha sebelum dilakukan respesifikasi model
Nilai t-hitung struktural pengaruh perilaku kewirausahaan dan
kompetensi kewirausahaan peternak terhadap kinerja usaha sebelum
dilakukan respesifikasi model
Hasil pengolahan data dengan Lisrel 8.72

84

84

85
86

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor tumpuan dalam prioritas
pembangunan nasional. Hal tersebut disebabkan sektor pertanian merupakan sektor
utama dalam menopang ketahanan pangan di Indonesia1. Undang-Undang No. 18
Tahun 2012 tentang pangan menyebutkan bahwa ketahanan pangan merupakan
suatu kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap individu di suatu negara yang
tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya,
aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan
agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan
produktif secara berkelanjutan. Peranan sektor pertanian dalam ketahanan pangan
nasional tidak hanya sebatas untuk memenuhi kebutuhan pangan individu di
Indonesia dengan meningkatkan kapasitas produksi dalam negeri, melainkan juga
berperan untuk meningkatkan kualitas produksi dan distribusi pangan, sehingga
masyarakat dapat dengan mudah untuk mengakses pangan yang berkualitas. Selain
dari peranannya dalam ketahanan pangan, sektor pertanian juga berperan dalam
penyerapan tenaga kerja dalam skala besar. Banyaknya tenaga kerja yang
dibutuhkan untuk menjalankan kegiatan usaha pertanian dari hulu ke hilir,
menunjukkan bahwa sektor pertanian berperan besar dalam menyediakan
kesempatan kerja bagi masyarakat di Indonesia. Pranadji dan Hardono (2015)
menyebutkan bahwa jumlah tenaga kerja yang berhasil diserap oleh sektor
pertanian pada periode 2004-2014 mencapai 45 persen dari angkatan kerja di
Indonesia. Jumlah ini meliputi sub sektor tanaman pangan, hortikultura,
perkebunan, dan peternakan.
Peranan sektor pertanian juga dapat diketahui melalui kontribusi sektor
pertanian terhadap nilai Produk Domestik Bruto (PDB) secara nasional. Menurut
Kementan (2015), kontribusi sektor pertanian dalam arti sempit (di luar perikanan
dan kehutanan) pada tahun 2014 yaitu sekitar 879.23 triliun rupiah atau sebesar
10.26 persen dari PDB Nasional. Sedangkan tingkat pertumbuhan PDB sektor
pertanian dari tahun 2010-2014 adalah sebesar 3.90 persen atau lebih rendah
dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan PDB Nasional yang mencapai 5.70
persen (Kementan 2015). Salah satu sub sektor yang mengalami pertumbuhan
terbesar adalah sub sektor peternakan. Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata laju
pertumbuhan sub sektor peternakan dari tahun 2011-2014 sebesar 5.07 persen,
jumlah ini berada pada peringkat kedua setelah sub sektor perkebunan yang
mengalami tingkat pertumbuhan sebesar 5.97 persen. Menurut Kementan (2015),
besarnya laju pertumbuhan sub sektor peternakan disebabkan oleh adanya
peningkatan produksi daging secara nasional pada periode 2011-2014 sebesar 5.98
persen per tahun dan menghasilkan 2.98 juta ton daging segar pada 2014 dengan
didominasi oleh daging ayam ras pedaging sebesar 52 persen.

1

Siregar BP. 2015. Ekonomi melambat, kinerja sektor pertanian tumbuh positif [internet]. [diunduh
pada:
23
Maret
2016].
Tersedia
pada:
http://wartaekonomi.co.id/read/2015/09/22/73516/ekonomi-melambat-kinerja-sektorpertanian-tumbuh-positif.html

2
Tabel 1 Laju pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian tahun
2011-2014
Pertumbuhan (%)
Sub Sektor
2011
2012
2013
2014
Rata-rata
PDB Nasional
6.17
6.03
5.58
5.02
5.70
Pertanian, Peternakan,
3.47
4.58
3.85
3.71
3.90
Perburuan, dan Jasa
Pertanian
Tanaman Pangan
(1.00)
4.90
1.97
0.24
1.53
Tanaman Hortikultura
8.77
(2.21)
0.67
4.19
2.85
Tanaman Perkebunan
4.94
6.95
6.15
5.83
5.97
Peternakan
4.80
4.97
5.08
5.44
5.07
Jasa Pertanian dan
3.83
6.07
5.91
2.58
4.60
Perburuan
Sumber: Kementerian Pertanian (2015)

Selain memiliki kontribusi positif terhadap peningkatan nilai PDB di sektor
pertanian, sub sektor peternakan juga memiliki beberapa peran strategis yang tidak
dimiliki oleh sub sektor lainnya. Daryanto (2009) menyebutkan bahwa sub sektor
peternakan merupakan salah satu sumberdaya penting bagi hajat hidup orang
banyak serta memiliki potensi sebagai penggerak perekonomian nasional yang
berbasis sumberdaya lokal, khususnya dalam memenuhi kebutuhan protein hewani
masyarakat Indonesia melalui daging yang dihasilkan. Ditjennak (2015)
menyebutkan bahwa konsumsi daging segar masyarakat Indonesia pada tahun 2014
hanya sekitar 5.005 kg per kapita. Jumlah tersebut masih jauh lebih rendah
dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Argentina, Brazil, Singapura, dan
Malaysia2. Konsumsi daging segar yang dikonsumsi tersebut didominasi oleh
daging ayam ras pedaging. Tabel 2 menunjukkan bahwa pada tahun 2014 jumlah
konsumsi daging ayam ras pedaging sebesar 3.963 kg per kapita per tahun atau
sebesar 79.18 persen dari konsumsi daging segar secara keseluruhan.
Tabel 2 Konsumsi daging segar per kapita per tahun 2010-2014
Tahun
Komoditas Satuan
2010 2011 2012 2013 2014
Sapi
kg
0.365 0.417 0.365 0.261 0.261
Kambing
kg
0.000 0.052 0.000 0.000 0.000
Babi
kg
0.209 0.261 0.209 0.209 0.156
Ayam Ras
kg
3.546 3.650 3.494 3.650 3.963
Pedaging
Ayam
kg
0.626 0.626 0.521 0.469 0.521
Kampung
Daging
kg
0.052 0.052 0.052 0.052 0.052
Lainnya

Pertumbuhan
(%)
(28.49)
0
(25.36)
11.76
(16.77)
0

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2015)
2

Dyah DA. 2015. Konsumsi daging sapi orang Indonesia masih rendah [internet]. [diunduh pada 20
Sepetember 2016]. Tersedia pada: http://www.antaranews.com/berita/527724/konsumsidaging-sapi-orang-indonesia-masih-rendah

3

Tabel 2 juga menunjukkan bahwa tingkat konsumsi daging ayam ras
pedaging mengalami peningkatan sebesar 11.76 persen per tahun. Hal ini
mengindikasikan bahwa masyarakat Indonesia lebih memilih untuk mengonsumsi
daging ayam ras pedaging dibandingkan dengan daging lainnya. Peningkatan
konsumsi daging ayam ras pedaging tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu
(1) meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat Indonesia, sehingga mampu
meningkatkan daya beli masyarakat untuk produk olahan berprotein tinggi; (2)
harga daging ayam ras pedaging yang lebih terjangkau dibandingkan dengan harga
daging sapi; serta (3) banyaknya variasi produk olahan turunan dari daging ayam
yang disukai oleh masyarakat, sehingga masyarakat tidak jenuh untuk
mengonsumsi satu varian olahan daging ayam (Kementan 2015). Tingginya variasi
produk olahan tersebut juga dapat diketahui dari adanya peningkatan jumlah
industri pengolahan ayam sebesar 15 persen (Kusnadi et al. 2013).
Jika dilihat dari sisi produksi, populasi ayam ras pedaging di Indonesia selalu
tumbuh dan berkembang sejak pertama kali diinisiasi oleh pemerintah melalui
program Bimas Ayam tahun 1960 (Tamalluddin 2014). Menurut Ditjennak (2015),
pada tahun 2015 populasi ayam ras pedaging mencapai 1 497 626 000 ekor atau
tumbuh sebesar 3.76 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pertumbuhan
populasi ini berbanding lurus dengan produksi daging ayam ras pedaging yang
dihasilkan dengan rata-rata tingkat pertumbuhan produksi daging ayam mencapai
6.05 persen per tahun (Ditjennak 2015). Berdasarkan Tabel 3, saat ini terdapat lima
provinsi di Indonesia yang menjadi sentra produksi daging ayam ras pedaging, yaitu
Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, DKI Jakarta, dan Banten. Provinsi Jawa
Barat sebagai provinsi dengan produksi daging ayam ras pedaging terbesar di
Indonesia memiliki kapasitas produksi sebesar 566 559 ton atau berkontribusi
sebesar 34.82 persen produksi daging ayam ras pedaging secara nasional pada tahun
2015.
Tabel 3 Produksi, Pertumbuhan, dan Share Produksi Daging Ayam Ras Pedaging
per Provinsi Tahun 2011-2015
Provinsi
Jawa Barat
Jawa Timur
Jawa Tengah
DKI Jakarta
Banten
Provinsi Lain
Nasional

2011
492 413
159 822
104 744
108 642
114 568
357 722
1 337 911

2012
498 862
162 845
114 178
117 913
111 159
395 513
1 400 470

Produksi (ton)
2013
2014
563 529
543 765
162 892
198 016
123 726
130 357
129 206
102 794
109 029
96 554
409 492
472 893
1 497 874 1 544 379

Share
(%)
2015
566 559 34.82
202 967 12.47
132 563
8.15
102 794
6.32
98 973
6.08
523 250 32.16
1 627 106 100.00

Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2015)

Tingginya tingkat produksi daging ayam ras pedaging disebabkan oleh
tumbuhnya usaha peternakan di Indonesia. Pertumbuhan usaha tersebut disebabkan
oleh cepatnya perputaran modal usaha serta besarnya peluang pasar dari usaha
tersebut, sehingga menarik minat masyarakat umum maupun para pemilik modal
untuk menjalankan usaha ayam ras pedaging. Menurut Surat Keputusan Menteri
Pertanian No. 472/Kpts/TN.330/6/96, usaha ayam ras pedaging dapat dikategorikan

4
sebagai perusahaan peternakan atau usaha peternakan rakyat. Perusahaan
peternakan didefinisikan sebagai peternakan yang diselenggarakan dalam bentuk
komersil dan mempunyai izin usaha dengan skala usaha yang besar. Sedangkan
usaha peternakan rakyat merupakan usaha peternakan yang dijalankan oleh
masyarakat umum. Dibandingkan dengan perusahaan peternakan, usaha peternakan
rakyat umumnya memiliki keterbatasan modal, adopsi teknologi yang rendah, akses
pasar yang sulit dan terbatas, serta kampuan manajerial pelaku usaha (peternak)
yang rendah. Perbedaan kemampuan peternak kedua jenis usaha tersebut juga dapat
dilihat dari adanya perbedaan tingkat mortalitas dari usaha yang dijalankan.
Burhadnuddin (2014) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa rataan tingkat
mortalitas bagi perusahaan peternakan lebih rendah dibandingkan dengan usaha
peternakan rakyat. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa perusahaan peternakan
lebih efisien dibandingkan dengan usaha peternakan rakyat, sehingga hal ini
memicu persaingan yang tidak baik dan menyebabkan peternak rakyat banyak yang
gulung tikar.
Sebagai upaya untuk melindungi peternakan rakyat, pemerintah
menganjurkan peternak untuk melakukan kerjasama melalui pola kemitraan dengan
perusahaan peternakan. Inisiasi tersebut mulai dilakukan oleh pemerintah pada
tahun 1984 melalui pola kemitraan Perusahaan Inti Rakyat (PIR) (Sumardjo et al.
2004). Namun, pola kemitraan tersebut baru diminati oleh sebagian besar peternak
rakyat ketika terjadi krisis ekonomi pada tahun 1998. Sejak tahun 1998, berbagai
pola kemitraan berkembang dengan pesat. Subkhie (2009) menyebutkan bahwa
pola kemitraan ini dilakukan dengan pola kemitraan inti plasma. Tamalluddin
(2014) menyebutkan bahwa perkembangan pola kemitraan pada usaha ayam ras
pedaging terbagi menjadi tiga pola kemitraan, yaitu sistem kontrak, bagi hasil, dan
maklon. Sedangkan Nurfadillah (2015) menyebutkan bahwa dalam usaha ayam ras
pedaging, pola kemitraan terbagi menjadi pola inti plasma dan pola kerjasama
operasional agribisnis. Daryanto (2009) menyebutkan bahwa berbagai pola
kemitraan tersebut merupakan suatu terobosan untuk mengurangi biaya transaksi
yang tinggi akibat adanya kegagalan pasar dan atau kegagalan pemerintah dalam
menyediakan input yang dibutuhkan dalam menjalankan usaha, serta dapat
meningkatkan kemampuan peternak dalam menjalankan usaha peternakannya.
Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa tujuan tersebut tidak selalu tercapai
dari setiap pola kemitraan. Noviana (2015) menyebutkan bahwa pada pola
kemitraan tidak menguntungkan kedua belah pihak, bahkan cenderung merugikan
peternak rakyat seperti buruknya kualitas sapronak, adanya keterlambatan
pengiriman sapronak, keterlambatan pembayaran hasil, serta tidak adanya
pengayaan dan peningkatan kemampuan bagi peternak plasma. Oleh karena itu,
dalam rencana strategis Kementerian Pertanian (2015) disebutkan bahwa salah satu
strategi untuk memperbaiki kondisi tersebut adalah melalui pembangunan
menyeluruh berbasis sumberdaya manusia, yaitu peningkatan kualitas para pelaku
usahaternak ayam ras pedaging.
Pembangunan berbasis sumberdaya manusia bertujuan agar para peternak
memiliki kemampuan yang lebih baik, terutama dalam penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Peningkatan penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi tersebut diharapkan memberikan informasi tambahan bagi para peternak
untuk melakukan inovasi dan mengembangkan usaha yang dijalankannya, sehingga
dapat meningkatkan kinerja usaha yang dijalankannya. Hal tersebut sesuai dengan

5
penelitian yang dilakukan oleh Muatip et al. (2008), Gerli dan Gubita (2011), dan
Pamela (2013) yang menyebutkan bahwa terdapat pengaruh positif antara
kompetensi yang dimiliki oleh seorang pelaku usaha dengan kinerja usaha
pertanian. Kompetensi tersebut disebut sebagai kompetensi kewirausahaan yang
dimiliki oleh pelaku usaha. Kompetensi kewirausahaan merupakan suatu
kemampuan dalam hal pengelolaan teknis dan manajerial yang dimiliki oleh pelaku
usaha dalam menjalankan usahanya. Kemampuan ini akan berpengaruh positif
terhadap peningkatan suatu kinerja usaha karena dapat memberikan stimulus
kepada pelaku usaha agar dapat menjalankan usahanya dengan baik. Stimulus
tersebut dapat berpengaruh terhadap kemampuan pelaku usaha dalam
menyelesaikan berbagai pekerjaan yang dilakukan serta mencirikan kemampuan
seseorang dalam berperilaku, berpikir, dan bertindak dalam suatu situasi bisnis
(Spenser dan Spencer 1993).
Tidak hanya kompetensi kewirausahaan yang perlu ditingkatkan untuk
menghasilkan sumberdaya manusia yang berkualitas dan mampu menghasilkan
kinerja usaha yang lebih baik. Muharastri (2013) menyebutkan bahwa karakteristik
seorang pelaku usaha juga dapat mempengaruhi kinerja usaha yang dijalankan.
Karakteristik individu tersebut dapat tercermin melalui perilaku para peternak
dalam menjalankan usahanya. Perilaku para peternak sebagai seorang wirausaha
perlu diperhatikan agar mampu mencapai rencana strategis yang ditentukan oleh
pemerintah. Perilaku kewirausahaan tersebut dapat didefinisikan sebagai suatu
tindakan yang didasarkan pada berbagai konsep kewirausahaan untuk
mengembangkan dan mencapai tujuan usaha, yaitu keberanian mengambil risiko,
kemampuan berinovasi atau menciptakan produk baru, memiliki kreativitas,
kegigihan, serta mampu memanfaatkan peluang yang ada (Delmar 1996, Dirlanudin
2010). Oleh karena itu, pengembangan sumberdaya manusia pada sub sektor
peternakan melalui penerapan nilai-nilai kewirausahaan diharapkan mampu untuk
meingkatkan kinerja usaha.
Seorang peternak yang memiliki jiwa wirausaha akan memiliki sikap positif
dan optimis terhadap usaha yang dijalankan, melakukan suatu cara kreatif dalam
menyelesaikan permasalahan, melakukan suatu pembaruan melalui inovasi,
mampu memanfaatkan peluang dan kesempatan, serta berani untuk mencoba hal
baru dengan memperhitungkan risiko yang akan dihadapi (Casson et al. 2006;
Robbins dan Coulter 2010). Selain itu, para peternak yang memiliki jiwa wirausaha
mampu untuk menciptakan kekayaan melalui inovasi dan keberanian dalam
memperhitungkan risiko yang akan dihadapi, serta dapat melakukan pembagian
kekayaan yang dimiliki berdasarkan kerja keras (Bygrave 1997). Jika konsep ini
dimiliki oleh pelaku usaha di sub sektor peternakan, maka dapat dipastikan bahwa
sub sektor peternakan, khususnya usaha ayam ras pedaging akan tumbuh dengan
pesat. Beberapa penelitian terdahulu membuktikan bahwa konsep kewirausahaan,
khususnya kompetensi kewirausahaan dan perilaku kewirausahaan, dapat
menstimulus pelaku usaha dalam meningkatkan kinerja usaha. Oleh karena itu,
kajian serupa perlu dilakukan pada usaha peternakan ayam ras pedaging dengan
tujuan agar menjadi suatu pendekatan baru dalam mengukur kinerja usaha
peternakan ayam ras pedaging. Hipotesis yang muncul adalah bahwa dengan
adanya nilai-nilai perilaku kewirausahaan dan kompetensi kewirausahaan pada diri
peternak dapat mempengaruhi kinerja usaha ayam ras pedaging.

6
Perumusan Masalah
Kabupaten Bogor merupakan salah satu sentra produksi ayam ras pedaging
di Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan data Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat
(2016), populasi ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor selalu menjadi yang
terbesar dibandingkan dengan Kota dan Kabupaten lainnya di Jawa Barat selama
lima tahun terakhir. Jika dilihat pada Tabel 4, diketahui bahwa pada tahun 2015
jumlah populasi ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor adalah sebanyak 19 062
875 ekor atau menguasai 18.33 persen populasi ayam ras pedaging di Jawa Barat.
Hal ini membuat Kabupaten Bogor memiliki peran strategis dalam menyediakan
daging ayam segar yang menjadi kebutuhan protein hewani masyarakat. Data Dinas
Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor (2016) menunjukkan bahwa besarnya
populasi tersebut telah menghasilkan daging ayam segar sebanyak 94 865 480 kg
atau berkontribusi sebesar 17.05 persen terhadap produksi daging ayam ras
pedaging di Jawa Barat.
Tabel 4 Populasi ayam ras pedaging di Kabupaten/Kota sentra produksi Provinsi
Jawa Barat tahun 2012-2015
Daerah Sentra
Produksi

Populasi (ekor)
2012

2013

2014

2015

Kabupaten
17 684 762
19 783 144
21 242 050
19 062 875
Bogor
Kabupaten
14 029 441
14 029 917
14 132 359
14 432 288
Ciamis
Kabupaten
8 247 290
8 660 777
8 848 000
9 888 800
Sukabumi
Kabupaten
6 072 328
6 839 473
7 467 906
7 553 185
Cianjur
Kabupaten
10 612 856
10 563 263
7 729 959
5 553 911
Karawang
Kabupaten/Kota
45 092 707
46 880 322
46 657 644
47 524 649
Lain
Jawa Barat
101 739 384 106 756 896 106 756 896 104 015 708
Sumber: Dinas Peternakan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat (2016)

Tingkat
Pertumbuhan
(%)
(10.26)
2.12
11.76
1.14
(28.15)
1.86
(1.94)

Namun, peranan strategis tersebut tidak diimbangi dengan stabilnya tingkat
pertumbuhan populasi ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor. Data Dinas
Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor (2016) menyebutkan bahwa
pertumbuhan populasi ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor mengalami fluktuasi
dan cenderung menurun selama beberapa tahun terakhir. Berdasarkan Gambar 1,
diketahui bahwa selama periode 2010-2015, terjadi beberapa kali penurunan tingkat
pertumbuhan populasi ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor. Pada tahun 2012,
pertumbuhan populasi ayam ras pedaging hanya sebesar 2.97 persen atau menurun
dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang memiliki tingkat pertumbuhan
sebesar 8.90 persen. Kemudian kecenderungan penurunan tingkat pertumbuhan
terjadi dari tahun 2013-2015. Bahkan pada tahun 2015, tingkat pertumbuhan
populasi ayam ras pedaging menjadi -10.26 persen atau menurun sebanyak 2 179
175 ekor dibandingkan dengan tahun sebelunya. Jika hal ini terus dibiarkan, maka
populasi ayam ras pedaging diprediksi akan terus menurun setiap tahunnya serta
tidak dapat memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat.

7

Perkembangan Populasi dan
Pertumbuhan Ayam Ras Pedaging di
Kabupaten Bogor
2500000

25,000,000

2000000
1500000

20,000,000

1000000
500000

15,000,000

0
-500000

10,000,000

-1000000
-1500000

5,000,000

-2000000
-2500000

2010

2011

2012
Populasi

2013

2014

2015

Pertumbuhan

Gambar 1

Perkembangan populasi dan pertumbuhan ayam ras pedaging di
Kabupaten Bogor tahun 2010-2015
Sumber: Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor (2016), diolah
Menurunnya tingkat pertumbuhan populasi tersebut disebabkan beberapa hal,
seperti: 1) besarnya risiko yang akan dihadapi oleh para peternak, khususnya
peningkatan harga pakan ternak yang berasal dari luar negeri, sehingga para
peternak mencoba untuk melakukan investasi di sektor usaha lain (Setiadi 2015);
2) iklim usaha peternakan ayam ras pedaging yang tidak mendukung pertumbuhan
peternakan ayam ras pedaging; serta 3) minimnya kemampuan peternak dalam
menyesuaikan diri terhadap perubahan kondisi eksternal, khususnya terkait dengan
adopsi teknologi tepat guna bagi pengelolaan di kandang. Ketiga hal tersebut perlu
untuk diselesaikan agar tidak terjadi ketimpangan antara tingkat permintaan dan
ketersediaan bahan baku ayam ras pedaging. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu
upaya untuk meningkatkan kinerja usaha peternakan ayam ras pedaging di
Kabupaten Bogor.
Selama ini, pola usaha ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor terbagi
menjadi pola usaha mandiri dan pola usaha kemitraan. Namun jumlah peternakan
dengan pola usaha mandiri semakin menurun setiap tahunnya. Menurut Dinas
Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor (2016) pola usaha kemitraan
berkembang di Kabupaten Bogor sebagai alternatif dari pola usaha mandiri.
Tujuannya adalah agar para peternak pola mandiri mampu bertahan dalam krisis
yang menyebabkan melambungnya harga sapronak, adanya kegagalan pasar dalam
menetapkan harga, serta besarnya risiko yang dihadapi (Daryanto 2009).
Berdasarkan hasil studi literatur dan studi pendahuluan yang dilakukan,
diketahui bahwa penerapan pola usaha kemitraan pada usaha peternakan ayam ras
pedaging masih memiliki beberapa kekurangan. Noviana (2015) menyebutkan

8
bahwa kontrak kerjasama pada pola kemitraan ayam ras pedaging tidak dibuat
berdasarkan kesepakatan antara peternak plasma dan perusahaan inti, namun dibuat
berdasarkan keputusan perusahaan inti. Hal ini menyebabkan kontrak tersebut
kurang mengakomodir kepentingan peternak plasma, sehingga kontrak tersebut
lebih merugikan peternak, seperti adanya keterlambatan dalam pengiriman
sapronak, kualitas sapronak yang tidak baik, serta adanya keterlambatan
pembayaran hasil panen. Hal ini juga berdampak terhadap rendahnya posisi tawar
peternak plasma, sehingga peternak tidak dapat mengutarakan kerugian tersebut
kepada pihak perusahaan. Selain itu, Nurfadillah (2015) menyebutkan bahwa harga
ayam tidak hanya disepakati melalui kontrak harga melainkan dengan sistem bagi
hasil yang disesuaikan pada harga pasar. Hal ini menyebabkan tidak terjadi risk
sharing antara peternak plasma dan perusahaan inti karena nilai bagi hasil tersebut
sama dengan bunga kredit penyediaan sapronak (Nurfadillah 2015). Fakta ini
bertentangan dengan konsep kemitraan dimana kemitraan merupakan bentuk
kerjasama yang saling memperkuat, saling menguntungkan, saling menghidupi,
dan bertujuan untuk meningkatkan pendapatan, kesinambungan usaha,
meningkatkan kualitas sumberdaya kelompok mitra, meningkatkan skala usaha,
serta menumbuhkan kemampuan usaha (Sumardjo et al. 2004).
Hasil pra penelitian di lapangan juga menunjukkan suatu fakta bahwa dari 50
peternak yang dijadikan sampel awal pada penelitian ini memiliki tingkat rata-rata
mortalitas sebesar 5.97 persen pada periode terakhir. Rata-rata tingkat mortalitas
tersebut masih melebihi nilai mortalitas maksimal yang ditetapkan oleh perusahaan
inti, yaitu sebesar 5.00 persen. Selain itu, rata-rata nilai konversi pakan atau Feed
Convertion Ratio (FCR) dari sampel awal penelitian ini adalah sebesar 1.55 dengan
rata-rata bobot ayam sebesar 1.72 kg. Nilai FCR ini sudah cukup baik, namun nilai
konversi pakan tersebut masih lebih besar dibandingkan dengan nilai konversi ideal
untuk ayam yang diproduksi selama 32 hari, yaitu sebesar 1.50 (Rasyaf 1993). Hal
ini terjadi akibat peternak belum mampu menjalankan usaha secara efisien serta
belum mampu menerapkan teknologi tepat guna agar usaha peternakan ayam ras
pedaging berjalan secara efisien. Hasil tersebut menunjukkan bahwa dalam
pengelolaan usaha peternakan ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor dengan pola
kemitraan masih terjadi inefisiensi dalam pengelolaannya. Selain itu, pola usaha
tersebut belum mampu meningkatkan kualitas ayam yang dihasilkan. Pola usaha
tersebut juga belum mampu untuk meningkatkan kemampuan usaha peternak dalam
mengelola usaha peternakannya.
Pelaksanaan pola usaha peternakan ayam ras pedaging yang belum efisien
menyebabkan peningkatan pendapatan peternak plasma tidak tercapai. Salah satu
penyebab terjadinya hal tersebut adalah belum diterapkannya entrepreneurial skills
hanya diidentikan dengan para pelaku peternak mandiri karena dianggap lebih
berani menghadapi risiko. Namun, berbagai fakta di lapangan terkait peternak yang
melakukan pola usaha kemitraan dirasa dapat dijadikan alasan untuk melakukan
kajian mengenai penerapan entrepreneurial skills pada diri peternak. Pambudy
(2005) menyebutkan bahwa penerapan nilai-nilai kewirausahaan pada diri peternak
bertujuan untuk pengembangan sumberdaya manusia peternak karena peternak
merupakan pelaku usaha yang merencanakan, melaksanakan, dan menanggung
risiko produksi serta memutuskan untuk mengadopsi atau menunda penerapan
teknologi untuk memperoleh nilai tambah. Penerapan entrepreneurial skills dapat

9
dilakukan dengan menganalisis perilaku peternak dalam menjalankan usaha
peternakannya.
Pada usaha peternakan ayam ras pedaging, baik pola mandiri maupun pola
kemitraan, para peternak sebenarnya telah memiliki nilai-nilai kewirausahaan
tersebut. Namun, entrepreneurial skills tersebut perlu distimulus kembali agar
menjadi lebih aktif dalam memanfaatkan dan mengembangkan potensi usaha,
inovatif dalam melakukan proses produksi, serta memiliki kemampuan yang lebih
dalam memperhitungkan berbagai risiko usaha. Argumen tersebut diperkuat oleh
penelitian Muharastri (2013), Nursiah (2015), dan Rahmi (2015) yang
menyebutkan dalam hasil penelitiannya bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi kinerja usaha adalah perilaku kewirausahaan yang dimiliki oleh
pelaku usaha. Perilaku kewirausahaan tersebut terbentuk berdasarkan pengalaman
yang dimiliki dan faktor internal pada diri pelaku usaha, sehingga membentuk suatu
proses pembelajaran kewirausahaan yang melekat menjadi karakter pelaku usaha.
Selain itu, perilaku kewirausahaan tersebut juga dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan bisnis yang kondusif.
Selain faktor perilaku kewirausahaan, peningkatan kinerja usaha peternakan
tersebut harus diimbangi dengan kemampuan peternak dalam mengelola usaha
peternakannya. Kemampuan tersebut menjadi suatu kompetensi dasar yang harus
dimiliki oleh peternak. Spenser dan Spencer (1993) menyebutkan bahwa suatu
kompetensi perlu dimiliki seseorang agar mampu menyelesaikan permasalahan
yang dihadapi serta mencirikan kemampuan seseorang dalam berperilaku, berpikir,
dan bertindak dalam suatu situasi bisnis. Muatip et al. (2008) dalam penelitiannya
membagi kompetensi yang perlu dimiliki oleh pelaku usaha di sektor peternakan
menjadi dua, yaitu kompetensi teknis dan kompetensi manajerial. Kompetensi
teknis menggambarkan kemampuan peternak dalam mengelola ternak yang
dimiliki, sedangkan kompetensi manajerial merupakan kemampuan peternak dalam
merencanakan, mengorganisir, serta melakukan evaluasi terhadap pengelolaan
usaha peternakannya. Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Muatip et al.
(2008), Gerli dan Gubita (2011), dan Pamela (2013) menunjukkan bahwa
kompetensi yang dimiliki seseorang berpengaruh positif terhadap peningkatan
kinerja usaha sektor pertanian.
Berdasarkan pemaparan tersebut, maka diduga terdapat pengaruh dari
perilaku kewirausahaan dan kompetensi kewirausahaan peternak terhadap kinerja
usaha peternakan ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor. Oleh karena itu timbul
beberapa pertanyaan yang menjadi landasan dilakukannya penelitian ini, yaitu:
1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku kewirausahaan dan
kompetensi kewirausahaan peternak ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor?
2. Bagaimana pengaruh perilaku kewirausahaan dan kompetensi kewirausahaan
terhadap kinerja usaha peternakan ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kewirausahaan dan
kompetensi kewirausahaan peternak ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor.

10
2. Menganalisis pengaruh perilaku kewirausahaan dan kompetensi kewirausahaan
peternak terhadap kinerja usahaternak ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor.
3. Adanya rumusan kebijakan yang mampu meningkatkan kinerja usaha
peternakan ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam
menetapkan kebijakan pembinaan dan pengembangan usaha peternakan ayam ras
pedaging, khususnya di Kabupaten Bogor. Dari penelitian ini diharapkan dapat
diketahui apakah dengan menganalisis perilaku kewirausahaan dan kompetensi
kewirausahaan peternak dapat dijadikan sebagai suatu alternatif pendekatan lain
dalam meningkatkan kinerja usaha peternakan ayam ras pedaging. Selain itu,
penelitian ini dapat memperkaya khazanah ilmiah bidang kewirausahaan.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dibatasi pada penilaian persepsi terhadap perilaku
kewirausahaan dan kompetensi kewirausahaan peternak ayam ras pedaging di
Kabupaten Bogor serta bagaimana pengaruhnya terhadap kinerja usaha peternakan
ayam ras pedaging di Kabupaten Bogor, sehingga hasil penelitian ini tidak dapat
menyimpulkan kondisi di wilayah lain. Peternak ayam ras pedaging yang dimaksud
adalah pelaku usaha peternakan ayam ras pedaging yang melakukan kemitraan.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Kewirausahaan pada Petani
Paradigma pembangunan pertanian di masa yang akan datang, tidak hanya
berfokus pada penjualan hasil panen yang dihasilkan dan pengembangan usaha
yang dimiliki, tetapi juga melakukan pembangunan manusia yang memiliki
kemampuan dalam menjalankan usahatani yang dimiliki. Petani yang kompeten
diharapkan tidak hanya mampu menciptakan suatu pasar baru dan meningkatkan
daya beli, tetapi juga memiliki kemampuan untuk meningkatkan pendapatan yang
diperoleh dan mampu untuk bersaing dalam era global saat ini. Hal ini hanya akan
dicapai jika para petani memiliki daya dorong dari dalam diri berupa jiwa
kewirausahaan (Pambudy 2005).
Kewirausahaan dapat dijadikan sebagai suatu katalisator dalam
meningkatkan kekayaan masyarakat dan menjadi faktor utama dalam keberhasilan
pembangunan di suatu wilayah (Richards dan Bulkley 2007, Goethner et al. 2012).
Oleh karena itu, kewirausahaan menjadi faktor kunci bagi keberlangsungan hidup
petani dalam menghadapi perubahan ekonomi yang semakin kompleks. Penerapan
nilai-nilai kewirausahaan pada petani, baik berupa keberanian mengambil risiko,
mampu melakukan inovasi, mampu memanfaatkan peluang, serta ketekunan dalam

11
menjalankan usaha akan berdampak positif terhadap kinerja usaha yang dijalankan
(Dirlanudin 2010, Puspitasari 2013, Nursiah 2015, Rahmi 2015). Selain itu, tingkat
pendidikan, karakteristik petani, dan kompetensi manajerial juga memiliki peranan
yang sama pentingnya dalam meningkatkan kinerja usaha yang dijalankan (Sapar
2006, Sumantri 2013, Mothibi 2015). Hal ini menunjukkan bahwa nilai-nilai
wirausaha memang harus ditempatkan menjadi faktor utama dalam pembangunan
pertanian.
Seorang petani yang memiliki jiwa kewirausahaan akan melihat usahatani
yang dijalankan sebagai suatu bisnis. Orientasi bisnis terhadap usaha yang
dijalankan ini menjadi penting karena dapat menjadikan petani mampu melihat
pertanian sebagai sarana untuk memperoleh keuntungan. Implikasinya adalah
petani mempunyai gairah dalam menjalankan usahanya dan mampu mengambil
risiko yang telah diperhitungkan untuk mencapai keuntungan. Oleh karena itu,
ketekunan bagi seorang petani wirausaha adalah suatu keharusan yang akan
berpengaruh terhadap kinerja usaha yang dijalankan (Rahmi 2015).
Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja usaha di sektor
pertanian dalam rangka pembangunan pertanian dapat difokuskan pada petani
sebagai pelaku utama dalam pembangu