Dampak Perubahan Harga terhadap Kinerja Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging di Indonesia Analisis Model Multimarket

DAMPAK PERUBAHAN HARGA TERHADAP KINERJA
USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING
DI INDONESIA: ANALISIS MODEL MULTIMARKET

SINTYA J.K. UMBOH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Dampak Perubahan
Harga terhadap Kinerja Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging di Indonesia:
Analisis Model Multimarket adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014

Sintya J.K. Umboh
NIM H363100101

RINGKASAN
SINTYA J.K. UMBOH. Dampak Perubahan Harga terhadap Kinerja Usaha
Peternakan Ayam Ras Pedaging di Indonesia: Analisis Model Multimarket.
Dibimbing oleh DEDI BUDIMAN HAKIM, BONAR MARULITUA SINAGA
dan I KETUT KARIYASA.
Kelangsungan usaha peternakan ayam ras pedaging ditentukan oleh
perubahan harga input (pakan) dan harga output (daging ayam ras). Perubahan
harga pakan mempengaruhi alokasi input dan keputusan produksi peternak ayam
ras pedaging. Perubahan harga pakan dipengaruhi oleh perubahan harga jagung,
karena jagung merupakan bahan baku utama penyusun pakan. Meningkatnya
harga jagung menyebabkan harga pakan meningkat, sehingga biaya produksi
pakan menjadi lebih mahal. Jika harga jual daging ayam ras tetap, maka
pendapatan peternak menurun. Hal ini menunjukkan bahwa pasar jagung tidak
dapat dipandang sebagai pasar tunggal yang berdiri sendiri, dimana kebijakan

yang mempengaruhi pasar jagung akan berdampak terhadap pasar daging ayam
ras. Selama tahun 2005-2011 harga jagung di tingkat konsumen, harga jagung
impor, dan harga pakan ayam ras pedaging meningkat masing-masing sebesar
11.15, 12.14, dan 9.19 persen. Pada periode yang sama harga daging ayam ras
meningkat sebesar 5.53 persen. Harga pakan ditentukan oleh industri pakan yang
terintegrasi dengan perusahaan peternakan ayam ras pedaging.
Penelitian bertujuan untuk menganalisis dampak: (1) kenaikan harga jagung
dan harga daging ayam ras terhadap kinerja usahatani jagung dan usaha
peternakan ayam ras pedaging di Indonesia, (2) kombinasi kenaikan harga jagung,
harga daging ayam ras, dan kebijakan penghapusan tarif impor jagung terhadap
kinerja usahatani jagung dan usaha peternakan ayam ras pedaging di Indonesia,
dan (3) perubahan marjin harga pakan antara perusahaan peternakan dan
peternakan rakyat terhadap pendapatan rumahtangga peternak rakyat ayam ras
pedaging di Indonesia. Penelitian ini menggunakan analisis model multimarket
yang dikembangkan dari Lundberg dan Kaya (2002) dan Stifel dan
Randrianarisoa (2004). Terdapat 3 (tiga) kelompok pelaku usaha, yaitu: (1)
perusahaan peternakan, (2) peternakan rakyat, dan (3) rumahtangga lainnya. Data
yang digunakan yakni data harga, produksi, penggunaan input, konsumsi, dan
pendapatan dari BPS dan Kementerian Pertanian, sedangkan untuk elastisitas
menggunakan data hasil penelitian sebelumnya dari Sayaka et al (2007) dan

Sugema dan Roy (2010).
Hasil analisis menunjukkan bahwa kenaikan harga jagung berdampak
positif terhadap kinerja usahatani jagung (produktivitas, pangsa lahan, dan
pendapatan), namun menyebabkan biaya memproduksi pakan menjadi lebih
mahal karena jagung merupakan komponen terbesar, sehingga peternak
mengurangi jumlah pembelian pakan yang mengakibatkan kinerja usaha
peternakan ayam ras pedaging (produksi dan pendapatan) menurun. Kenaikan
harga jagung juga menyebabkan permintaan jagung untuk konsumsi menurun.
Meningkatnya produksi jagung dan berkurangnya permintaan jagung
menyebabkan impor bersih jagung menurun.

Kenaikan harga daging ayam ras menyebabkan peternak meningkatkan
produksi, sehingga membutuhkan pakan lebih banyak. Kenaikan permintaan
terhadap pakan menyebabkan permintaan jagung oleh pabrik pakan meningkat.
Kondisi ini direspon petani jagung menggunakan input produksi lebih banyak
(produktivitas meningkat) dan menanam jagung lebih banyak (mengurangi luas
pertanaman padi), sehingga pada akhirnya menyebabkan produksi jagung
meningkat. Namun demikian, kenaikan harga daging ayam ras menyebabkan
permintaan daging ayam ras menurun.
Kenaikan harga jagung dan daging ayam ras secara bersamaan

menyebabkan produksi daging ayam ras meningkat, karena peternak lebih respon
terhadap kenaikan harga daging ayam ras dibanding kenaikan harga jagung. Hal
ini terutama terjadi pada perusahaan peternakan yang menerapkan manajemen
integrasi vertikal. Di sisi lain, kenaikan harga jagung dan daging ayam ras
menyebabkan konsumsi jagung dan daging ayam ras menurun.
Kombinasi kenaikan harga daging ayam ras dan kebijakan penghapusan
tarif impor jagung menyebabkan pendapatan peternak ayam ras pedaging
meningkat, namun di sisi lain menyebabkan produksi jagung dalam negeri
menurun dan menyebabkan impor bersih jagung meningkat. Kenaikan pendapatan
ini terutama berasal dari meningkatnya produksi daging ayam ras dan harga
daging ayam ras, serta kenaikan pendapatan dari usahatani padi yang dapat
mengimbangi penurunan pendapatan dari usahatani jagung akibat harga jagung
menurun.
Penghapusan marjin harga pakan antara perusahaan peternakan dan
peternakan rakyat direspon peternak rakyat dengan meningkatkan produksi daging
ayam rasnya, sehingga menyebabkan pendapatan meningkat. Namun demikian,
ketika marjin harga pakan dihapus menyebabkan menurunnya harga jagung dan
petani jagung mengurangi produksi (produktivitas dan luas tanam jagung
menurun), sehingga impor jagung bersih meningkat. Pada kondisi ini, petani
lebih tertarik untuk menggantikan lahan jagungnya untuk tanaman padi.

Untuk meningkatkan kinerja usahatani jagung, kinerja usaha peternakan
ayam ras pedaging, dan pendapatan rumahtangga peternak rakyat ayam ras
pedaging dilakukan melalui: (1) penerapan teknologi produksi dan pasca panen
jagung, (2) penerapan teknologi berbiaya rendah pada usaha peternakan rakyat
dan sosialisasi pada masyarakat tentang pentingnya gizi berimbang, (3) kebijakan
penghapusan tarif impor jagung, (4) segmentasi pasar daging ayam ras, dan (5)
pembentukan koperasi peternak rakyat ayam ras pedaging.
Kata kunci: jagung, harga, ayam ras pedaging, multimarket

SUMMARY
SINTYA J.K. UMBOH. Impact of Price Changes on the Performance of Broiler
Farming in Indonesia: A Multimarket Model Analysis. Supervised by DEDI
BUDIMAN HAKIM, BONAR MARULITUA SINAGA, and I KETUT
KARIYASA.
The sustainability of broiler farming is determined by price changes of
inputs (feed) and outputs (broiler meat). Changes in feed prices are affected input
allocation and broiler farmers’ production decisions. Increases in feed price are
affected by the price of maize, as maize is the main ingredient of broiler feed. An
increase in the price of maize would cause an increase in feed price which making
feed production costs more expensive. If the broiler selling price does not rise, the

farmers’ income will decrease. This showed that the maize market cannot be seen
as a market which is independent, because policies pertaining to maize would
spread to its derivative products’ markets. Between 2005 and 2011, there was an
increase in the prices of consumer level maize, imported maize, and broiler feed
for 11.15, 12.14, and 9.19 percent, respectively. In the same period, the price of
broiler meat increased 5.53 percent. Feed price is determined by the feed industry
which is integrated with large-scale farms.
This study aimed to analyze the impact of: (1) increased prices of maize and
broiler meat on the performance of maize farming and broiler farming in
Indonesia, (2) the combined increase in maize and broiler meat prices and the
elimination of import tariffs on maize on the performance of maize farming and
broiler farming in Indonesia, and (3) changes in feed-price margins between largescale and small-scale broiler farms on the household income of small-scale broiler
farmers in Indonesia. This study used a multimarket model analysis derived from
Lundberg and Kaya (2002) and Stifel and Randrianarisoa (2004). There were
three groups of business actors i.e.: (1) large-scale broiler farms, (2) small-scale
broiler farms, and (3) other households. The data used were price, production,
input use, consumption, and income obtained from the Central Bureau of
Statistics and the Ministry of Agriculture, whereas for elasticity, the data were
obtained from previous studies by Sayaka et al (2007) and Sugema and Roy
(2010).

The analysis result showed that the increase in the price of maize has a
positive impact on the performance of maize farming (productivity, land
allocation, and income), but has a negative impact on the performance of broiler
farms (production and income). An increase in the price of maize causes the
production cost of feed to increase, making the farmers reduce their feed
purchases, which in turn causes the broiler meat production to fall. An increase in
the price of maize also causes a decrease in the demand for maize for
consumption. An increase in maize production and a decrease in maize demand
will cause the net maize import to drop.
An increase in broiler meat price would cause the farmers to increase their
production, resulting in an increased demand for feed. The increase in the demand
for feed would increase feed mills’ demand for maize. This condition would be
responded by maize farmers by increasing the size of their maize fields and using

Urea and TSP fertilizers, improving both maize productivity and production.
However, an increase in broiler price would cause the demand for broiler meat to
fall.
A simultaneous increase in the both of maize and broiler meat prices would
cause an increase in broiler meat production because the farmers are more
responsive to the increase in broiler meat prices than to the increase in maize

prices. This is happened mainly in large-scale farms which apply the vertical
integration management. On the other hand, an increase in both maize price and
broiler meat price would cause a decrease in not only maize consumption but also
broiler meat consumption.
The combination between increased maize and broiler prices and the
elimination of tariffs on maize import had caused the income of broiler farmers
increased, but on the other hand, it caused a decrease in national maize production
and an increase in the net import of maize. The increase in income originated from
the increased production, the increased price of broiler meat, and the increase in
income from rice farming which was able to compensate for the decreased income
of maize farming due to the decrease in maize price
The elimination of the feed price margin between large-scale and
smallholding farm is responded by the smallholding farm through the increasing
of their broiler meat production which caused the increasing of their income.
However, the elimination of the feed price margin is caused a drop in maize price,
so maize farming decrease their production (the productivity and land use for
maize deceases), the net maize import would rise. In this condition, farmers would
be more interested in replacing their maize field with paddy field.
In order to improve the performance of maize farming, broiler farming, and
to increase the income of small-scale broiler farmer income, these measures could

be taken: (1) the implementation of maize production and post-harvest
technology, (2) the implementation of low-cost technology in small-scale farms
and educating the public about the importance of a balanced diet, (3) the
elimination of maize import tariffs, (4) broiler market segmentation, and (5) the
formation of small-scale broiler farmer cooperatives.
Keywords: maize, price, broiler, multimarket

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penulisan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

DAMPAK PERUBAHAN HARGA TERHADAP KINERJA
USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING
DI INDONESIA: ANALISIS MODEL MULTIMARKET


SINTYA J.K. UMBOH

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji pada Ujian Tertutup:
Dr. Alla Asmara, MSi
Staf Pengajar Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen,
IPB
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS
Staf Pengajar Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB
Penguji pada Ujian Terbuka:

Prof (R). Dr. Ir. Budiman Hutabarat
Ahli Peneliti Utama pada Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Pertanian, Kementerian Pertanian RI
Dr. Ir. Atien Priyanti, MSc
Peneliti Madya Bidang Ekonomi Pertanian pada Puslitbang Peternakan,
Kementerian Pertanian RI

PRAKATA
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena hanya berkat dan
penyertaanNya, sehingga penulisan disertasi yang berjudul “Dampak Perubahan
Harga terhadap Kinerja Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging di Indonesia:
Analisis Model Multimarket” dapat diselesaikan setelah melalui proses perbaikan
dalam berbagai tahapan penulisan. Penulis menyadari bahwa disertasi ini tidak
dapat diselesaikan dengan baik tanpa dukungan komisi pembimbing, para penguji,
staf sekretariat, dan keluarga. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Komisi pembimbing, Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, MEc, Prof. Dr. Ir. Bonar
M. Sinaga, MA, dan Dr. Ir. I Ketut Kariyasa, MS yang telah memberikan
ilmu, bimbingan, dan arahan dalam substansi materi, teori, dan penulisan.
2. Para penguji pada ujian tertutup, Dr. Alla Asmara, MSi dan Dr. Ir. Nunung
Kusnadi, MS atas kritik dan saran yang konstruktif untuk perbaikan disertasi
ini. Penguji pada Ujian Terbuka, Prof (R) Dr. Ir. Budiman Hutabarat dan Dr.
Ir. Atien Priyanti, MSc.
3. Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS atas
arahan dan saran selama proses penyusunan disertasi mulai ujian kualifikasi
sampai ujian tertutup.
4. Rektor Universitas Sam Ratulangi Manado dan Dekan Fakultas Peternakan
Universitas Sam Ratulangi yang telah memberikan tugas belajar untuk
melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB.
5. Rektor Institut Pertanian Bogor, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, dan
seluruh staf civitas akademika yang membantu kelancaran dalam
penyelesaian studi.
6. Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB yang selalu mengingatkan dan
memotivasi.
7. Seluruh staf pengajar di Fakultas Ekonomi dan Manajemen atas ilmu yang
diberikan selama penulis mengikuti perkuliahan di IPB.
8. Seluruh staf sekretariat EPN yang telah membantu penyelesaian administrasi,
sehingga proses penyusunan dan ujian disertasi dapat berjalan lancar.
9. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi atas tugas belajar yang diberikan
kepada penulis serta dukungan pembiayaan, sehingga penulis dapat mengikuti
perkuliahan dengan baik.
10. Teman-teman mahasiswa EPN IPB angkatan 2010 dan teman-teman
mahasiswa IPB asal Sulut atas kerjasama yang baik dan dukungan semangat
selama kuliah dan proses penyusunan disertasi ini.
11. Orang tua, suami, anak, dan semua keluarga atas doa, dukungan, pengertian,
dan kasih sayang yang selalu menyemangati penulis untuk menyelesaikan
disertasi ini.
Bogor, Agustus 2014

Sintya J.K. Umboh

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

ii
iv
iv

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Hipotesis
Kegunaan Penelitian
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Kebaruan dan Posisi Penelitian

1
1
2
7
7
8
8
12

2 TINJAUAN STUDI TERDAHULU
Permintaan dan Penawaran Jagung di Indonesia
Industri Pakan
Permintaan dan Penawaran Daging Ayam Ras
Keterkaitan Pasar Jagung, Pakan, dan Daging Ayam Ras
Keragaan Ekspor dan Impor
Studi Empiris dengan Model Multimarket
Dampak Kebijakan Tarif Impor
Kebijakan Pemerintah dalam Industri Ayam Ras Pedaging

15
15
15
16
17
17
18
19
20

3 KERANGKA TEORITIS
Keterkaitan Pasar Jagung, Pakan, dan Daging Ayam Ras
Produksi dan Penawaran Jagung
Permintaan Jagung dan Penawaran Pakan
Permintaan Pakan dan Penawaran Daging Ayam Ras
Permintaan Daging Ayam Ras
Marjin Pemasaran
Dampak Kebijakan Tarif Impor

23
23
28
30
31
32
33
34

4 METODOLOGI
Data dan Sumber Data
Rumusan Rumahtangga Peternak Rakyat Ayam Ras Pedaging
Produksi dan Konsumsi Rumahtangga Peternak Rakyat Ayam Ras
Pedaging
Asumsi-asumsi
Konstruksi Model
Simulasi Model

37
37
41
44
46
48
71

5 KINERJA USAHATANI JAGUNG, INDUSTRI PAKAN, DAN USAHA
PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING DI INDONESIA
Kinerja Usahatani Jagung
Kinerja Industri Pakan
Kinerja Usaha Peternakan Ayam Ras Pedaging

73
73
74
75

6 DAMPAK
PERUBAHAN
HARGA
TERHADAP
KINERJA
USAHATANI JAGUNG, USAHA PETERNAKAN AYAM RAS
PEDAGING DAN PENDAPATAN
Dampak Peningkatan Harga Jagung
Dampak Peningkatan Harga Daging Ayam Ras
Dampak Kebijakan Penghapusan Tarif Impor Jagung
Dampak Peningkatan Harga Jagung dan Daging Ayam Ras
Dampak Peningkatan Harga Daging Ayam Ras dan Kebijakan
Penghapusan Tarif Impor Jagung
Dampak Perubahan Marjin Harga Pakan
Rekapitulasi Skenario Simulasi

99
103
110

7 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
Implikasi Kebijakan
Saran Penelitian Lanjutan

113
113
114
114
114

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

117
121

77
77
83
90
95

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Elastisitas pangsa lahan jagung dan padi
Elastisitas produktivitas jagung dan padi
Elastisitas harga output untuk produksi daging dan telur ayam ras
Elastisitas harga input untuk produksi daging dan telur ayam ras
Elastisitas permintaan input
Elastisitas permintaan jagung untuk pakan
Elastisitas permintaan jagung untuk konsumsi
Elastisitas pendapatan
Produksi jagung, beras, daging ayam ras, dan telur ayam ras di Indonesia,
tahun 2011
Konsumsi jagung, beras, daging ayam ras, dan telur ayam ras di
Indonesia, tahun 2011
Kebutuhan jagung untuk bahan baku pakan pada pabrik pakan ternak di
sepuluh provinsi terpilih di Indonesia, tahun 2004–2008
Susunan ransum ayam ras pedaging dan petelur
Jumlah pabrik pakan berdasarkan sebaran lokasinya di Indonesia,
tahun 2007

38
38
39
39
39
40
40
41
45
46

74
74
75

14 Perkembangan berbagai jenis ternak di Indonesia, tahun 2005-2010
15 Perkembangan populasi, produksi dan konsumsi daging ayam ras
di Indonesia, tahun 2000-2005
16 Hasil simulasi dampak peningkatan harga jagung sebesar 10 persen
terhadap usahatani jagung di Indonesia
17 Hasil simulasi dampak peningkatan harga jagung sebesar 10
persen terhadap usaha peternakan ayam ras pedaging di Indonesia
18 Hasil simulasi dampak peningkatan harga jagung sebesar 10 persen
terhadap pendapatan pelaku usaha peternakan ayam ras pedaging
di Indonesia
19 Hasil simulasi dampak peningkatan harga daging ayam ras sebesar 10
persen terhadap usahatani jagung di Indonesia
20 Hasil simulasi dampak peningkatan harga daging ayam ras sebesar 10
persen terhadap usaha peternakan ayam ras pedaging di Indonesia
21 Hasil simulasi dampak peningkatan harga daging ayam ras sebesar 10
persen terhadap pendapatan pelaku usaha peternakan ayam ras pedaging
di Indonesia
22 Hasil simulasi dampak kebijakan penghapusan tarif impor jagung
terhadap usahatani jagung di Indonesia
23 Hasil simulasi dampak kebijakan penghapusan tarif impor jagung
terhadap usaha peternakan ayam ras pedaging di Indonesia
24 Hasil simulasi dampak kebijakan penghapusan tarif impor jagung
terhadap pendapatan pelaku usaha peternakan ayam ras pedaging di
Indonesia
25 Hasil simulasi dampak peningkatan harga jagung dan daging ayam ras
masing-masing sebesar 10 persen terhadap usahatani jagung di Indonesia
26 Hasil simulasi dampak peningkatan harga jagung dan daging ayam ras
masing-masing sebesar 10 persen terhadap usaha peternakan ayam ras
pedaging di Indonesia
27 Hasil simulasi dampak peningkatan harga jagung dan daging ayam
masing-masing sebesar 10 persen terhadap pendapatan pelaku usaha
peternakan ayam ras pedaging di Indonesia
28 Hasil simulasi dampak kebijakan penghapusan tarif impor jagung dan
peningkatan harga daging ayam ras sebesar 10 persen terhadap usahatani
jagung di Indonesia
29 Hasil simulasi dampak kebijakan penghapusan tarif impor jagung dan
peningkatan harga daging ayam ras sebesar 10 persen terhadap usaha
peternakan ayam ras pedaging di Indonesia
30 Hasil simulasi dampak kebijakan penghapusan tarif impor jagung dan
peningkatan harga daging ayam ras terhadap pendapatan pelaku usaha
peternakan ayam ras pedaging di Indonesia
31 Hasil simulasi perubahan marjin harga pakan terhadap usaha peternakan
rakyat ayam ras pedaging di Indonesia
32 Hasil simulasi perubahan marjin harga pakan terhadap pendapatan
rumahtangga peternak rakyat ayam ras pedaging di Indonesia
33 Rekapitulasi Skenario Simulasi

75
76
79
80

81
84
85

86
91
92

93
96

97

98

100

101

103
106
109
112

DAFTAR GAMBAR
1 Perkembangan harga konsumen jagung, harga jagung asal impor, dan
harga pakan ayam ras pedaging di Indonesia, tahun 2005-2011
2 Perkembangan produksi dan harga daging ayam ras di Indonesia, tahun
2005-2011
3 Perkembangan produksi daging ayam ras di perusahaan peternakan dan
peternakan rakyat ayam ras pedaging, tahun 2000-2011
4 Keterkaitan pasar jagung, produksi jagung, dan produksi daging ayam ras
5 Kurva derived demand industri ayam ras pedaging
6 Bagan kerangka pemikiran
7 Kurva hubungan kompetitif penggunaan lahan padi dan jagung
8 Dampak kebijakan tarif impor jagung

3
4
5
24
25
27
29
34

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Kebutuhan pakan per jenis ternak, tahun 2005-2010
Kebutuhan jagung per jenis ternak, tahun 2005-2010
Perkembangan produksi dan impor jagung nasional,tahun 2000-2010
Perkembangan impor bersih komoditas jagung, beras, daging ayam ras,
dan telur ayam ras, tahun 2005-2011
5 Definisi variabel

122
122
122

RIWAYAT HIDUP

132

123
124

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan industri ayam ras pedaging berdampak terhadap kenaikan
permintaan dan produksi pakan. Menurut Gabungan Pengusaha Makanan Ternak
(GPMT), 90 persen dari total produksi pakan dialokasikan untuk usaha peternakan
ayam ras (Swastika et al. 2011). Besarnya kebutuhan pakan ini menjadi peluang
sekaligus tantangan terhadap industri pakan, terutama bila dikaitkan dengan
ketersediaan bahan baku pakan yang hampir 80 persen masih diimpor (PSEKP
2012).
Kebutuhan pakan ternak ayam ras pedaging selama tahun 2005-2010
meningkat sebesar 6.85 persen. Tahun 2010 kebutuhan pakan ayam ras pedaging
mencapai 3.51 juta ton (Lampiran 1). Dikaitkan dengan struktur biaya usaha
peternakan ayam ras pedaging, biaya terbesar dialokasikan peternak untuk pakan
yaitu berkisar 70 persen, sedangkan DOC (bibit) hanya 13 persen (Yusdja dan
Pasandaran 1998). Hal ini menunjukkan besarnya peranan pakan dalam produksi
daging ayam ras. Perubahan pada pasar pakan mempengaruhi kinerja pasar daging
ayam ras.
Meningkatnya permintaan pakan ayam ras pedaging menyebabkan
permintaan jagung untuk pakan meningkat, sebab proporsi jagung dalam pakan
mencapai 55-65 persen. Kebutuhan jagung untuk pakan ayam ras pedaging
meningkat sebesar 6.85 persen, mencapai 1.11 juta ton tahun 2010 (Lampiran 2).
Penggunaan jagung yang relatif tinggi disebabkan mengandung kalori yang tinggi,
mempunyai protein dengan kandungan asam amino yang lengkap, mudah
diproduksi, dan disukai ternak. Upaya untuk menggantikan jagung dengan bijibijian lain belum berhasil, sehingga jagung tetap menjadi bahan baku utama pakan
ayam ras pedaging.
Daging ayam ras merupakan salah satu komoditas pangan asal ternak yang
penting untuk pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat. Permintaan terhadap
komoditas ini terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk,
peningkatan pendapatan, perbaikan tingkat pendidikan, perubahan gaya hidup,
dan peningkatan kesadaran gizi berimbang. Faktor yang menyebabkan daging
ayam ras disukai masyarakat Indonesia, yaitu: (1) memiliki kualitas rasa dan
tekstur (organoleptik) yang baik, (2) ketersediaannya yang semakin beragam dan
mudah untuk dimasak (convenience food), dan (3) memiliki harga relatif murah
dibandingkan dengan komoditas peternakan lainnya (Daryanto 2009).
Permintaan daging ayam ras awalnya disuplai oleh usaha peternakan rakyat,
namun dengan adanya kebijakan pemerintah melalui kebijakan penanaman modal
asing (PMA) mengakibatkan peternakan rakyat tidak mampu bersaing dengan
perusahaan peternakan. Pangsa produksi yang awalnya didominasi peternakan
rakyat mengalami perubahan dan saat ini didominasi perusahaan peternakan.
Keadaan ini menunjukkan bahwa intervensi pemerintah untuk pembentukan
struktur industri ayam ras pedaging rakyat tidak tercapai, sebaliknya seperangkat
kebijakan menyebabkan terbentuknya struktur pasar oligopoli (Yusdja et al. 2008,
Ilham dan Yusdja 2010, dan Daryanto dan Saptana 2010).

2

Berdasarkan uraian di atas diketahui secara jelas adanya keterkaitan antara
pasar jagung, pakan, dan daging ayam ras. Ketersediaan jagung berdampak
terhadap ketersediaan bahan baku industri pakan ayam ras pedaging. Lebih lanjut
ketersediaan pakan ini mempengaruhi ketersediaan daging ayam ras sebagai
sumber protein hewani yang dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya
manusia. Meningkatnya permintaan daging ayam ras menyebabkan meningkatnya
permintaan pakan, selanjutnya berdampak terhadap meningkatnya permintaan
jagung, demikian sebaliknya. Fenomena ini menunjukkan bahwa kinerja masingmasing pasar tidak hanya ditentukan oleh faktor internal pasar bersangkutan,
tetapi secara bersama-sama ditentukan juga oleh perilaku pasar lainnya (Kariyasa
dan Sinaga 2007).
Berkembangnya perusahaan peternakan berdampak negatif terhadap usaha
peternakan rakyat ayam ras pedaging, karena harga pakan dan harga daging ayam
ras ditentukan oleh perusahaan peternakan. Adanya perbedaan posisi ini
menyebabkan respon kedua pelaku usaha berbeda terhadap perubahan harga, baik
harga pakan maupun harga daging ayam ras akibat adanya perubahan kebijakan
yang dilakukan oleh pemerintah. Sampai saat ini belum ada studi empiris tentang
dampak perubahan harga terhadap kinerja perusahaan peternakan dan peternakan
rakyat, sehingga penelitian ini menjadi penting dan menarik untuk dilakukan.

Perumusan Masalah
Kelangsungan usaha peternakan ayam ras pedaging ditentukan oleh
perubahan harga input (pakan) dan harga output (daging ayam ras). Perubahan
harga pakan mempengaruhi alokasi input dan keputusan produksi peternak ayam
ras pedaging. Harga pakan dalam industri peternakan ayam ras pedaging
ditentukan oleh industri pakan yang bekerjasama dengan perusahaan peternakan.
Selama tahun 2005-2011 harga pakan ayam ras pedaging rata-rata meningkat
sebesar 9.19 persen (Gambar 1).
Peningkatan harga pakan dipengaruhi oleh harga jagung, karena jagung
merupakan bahan baku utama penyusun pakan. Rata-rata peningkatan harga
pakan ayam ras pedaging terjadi seiring dengan peningkatan harga jagung di
tingkat konsumen (harga eceran di pasar) dan harga jagung impor di dalam negeri
(harga pembelian jagung impor oleh industri pakan). Selama tahun 2005-2011
harga jagung di tingkat konsumen dan harga jagung impor mengalami
peningkatan masing-masing sebesar 11.15 dan 12.14 persen (Gambar 1).
Dikaitkan dengan produksi dan kebutuhan jagung, selama tahun 2000-2005
kebutuhan jagung nasional lebih tinggi dari produksi jagung nasional, sehingga
mengharuskan adanya impor dengan kisaran antara 226 ribu–1.8 juta ton. Tahun
2007, produksi jagung nasional sebesar 13.3 juta ton dan mulai berada di atas total
kebutuhan jagung nasional yang mencapai 12.5 juta ton. Kondisi ini juga terjadi
pada tahun 2008 sampai 2010. Namun demikian impor jagung tetap dilakukan
yaitu sebesar 795 ribu ton pada tahun 2007 dan 300 ribu ton tahun 2009. Tahun
2010 impor jagung meningkat hingga mencapai 1.5 juta ton dan menjadi 3.1 juta
ton di tahun 2011 (BPS 2012). Meningkatnya aktivitas impor jagung oleh industri
pakan antara lain disebabkan produksi jagung domestik tidak tersedia sepanjang
tahun dan harga jagung impor lebih murah (PSEKP 2012).

3

Sumber: BPS dalam PSEKP (2012), Pusdatin (2012)
Gambar 1 Perkembangan harga konsumen jagung, harga jagung asal impor, dan
harga pakan ayam ras pedaging di Indonesia, tahun 2005-2011
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk melindungi petani
jagung, diantaranya kebijakan harga dasar dan kebijakan tarif impor jagung.
Namun kedua instrumen kebijakan yang bersifat parsial ini berdampak negatif
terhadap kinerja usaha peternakan ayam ras pedaging. Meningkatnya harga
jagung menyebabkan harga pakan meningkat, sehingga biaya produksi pakan
menjadi lebih mahal. Pada tingkat harga jual tetap menyebabkan pendapatan
peternak menurun, bahkan menyebabkan kerugian. Hal ini menunjukkan bahwa
pasar jagung tidak dapat dipandang sebagai pasar tunggal yang berdiri sendiri,
karena kebijakan terhadap pasar jagung akan berdampak terhadap pasar daging
ayam ras. Kondisi ini menyebabkan peranan pemerintah sebagai pembuat
kebijakan menjadi dilematis, selain harus memperhatikan kepentingan petani
jagung, juga harus mempertimbangkan kelangsungan usaha peternakan ayam ras
pedaging. Implikasinya, analisis kebijakan terhadap pasar jagung dan daging
ayam ras tidak dapat dilakukan secara parsial, karena kedua pasar ini merupakan
satu sistem pasar yang terintegrasi.
Dikaitkan dengan perkembangan produksi daging ayam ras, terdapat
hubungan positif antara harga dan produksi daging ayam ras. Gambar 2
menunjukkan, baik harga maupun produksi daging ayam ras terjadi peningkatan
selama tahun 2005-2011. Rata-rata peningkatan harga daging ayam ras dan
produksi daging ayam ras masing-masing sebesar 5.53 dan 6.96 persen.

4

Sumber: Pusdatin (2012)
Gambar 2 Perkembangan produksi dan harga daging ayam ras di Indonesia,
tahun 2005-2011
Konsumsi hasil ternak berupa daging dan telur mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun. Konsumsi daging tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar
10.42 persen dari tahun 2009 yaitu dari 6.29 kg/kapita/tahun menjadi 6.95
kg/kapita/tahun. Demikian halnya untuk telur meningkat sebesar 13.24 persen dari
tahun 2009 (Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian 2012). Peningkatan
konsumsi ini menyebabkan peningkatan produksi daging ayam ras dan telur ayam
ras sebagai penyedia protein hewani.
Peternakan ayam ras pedaging di Indonesia merupakan usaha di sektor
pertanian yang perkembangannya sangat dinamis. Usaha ini awalnya
dibudidayakan dalam skala kecil oleh perorangan hingga tahun 1970-an
pemerintah menerapkan kebijakan penanaman modal asing (PMA) untuk
peternakan ayam ras. Tujuan kebijakan ini adalah untuk mempercepat
perkembangan industri unggas melalui penanaman modal asing dan transfer
teknologi dari negara maju. Namun demikian, dalam perkembangannya
perusahaan PMA memperluas usaha dengan mendirikan usaha budidaya, sehingga
berdampak negatif terhadap perkembangan usaha peternakan rakyat. Pangsa
produksi yang awalnya didominasi peternakan rakyat mengalami perubahan dan
saat ini didominasi oleh perusahaan peternakan (Gambar 3).
Tahun 2005 pangsa produksi perusahaan peternakan mencapai 60 persen,
terus meningkat hingga mencapai 85 persen di tahun 2011. Keadaan ini
menunjukkan bahwa intervensi pemerintah untuk pembentukan struktur industri
ayam ras pedaging rakyat tidak tercapai, sebaliknya seperangkat kebijakan
menyebabkan terbentuknya struktur pasar oligopoli. Saat ini sebagian besar
peternak rakyat telah menghentikan usahanya karena tidak mampu bersaing
dengan perusahaan peternakan (Yusdja et al. 2008, Ilham dan Yusdja 2010, dan
Pulungan 2011).

5

Sumber: Yusdja et al (2008), Ilham dan Yusdja (2010), Pulungan (2011),
Ditjennak (2012)
Gambar 3 Perkembangan produksi daging ayam ras di perusahaan peternakan
dan peternakan rakyat ayam ras pedaging di Indonesia, tahun 20002011
Berbagai peraturan dikeluarkan pemerintah untuk mendorong
perkembangan usaha peternakan rakyat seperti Keppres No. 50 tahun 1981
tentang pembinaan usaha peternakan ayam, Keppres No. 22 tahun 1990
pembinaan usaha peternakan ayam ras dan Keputusan Menteri Pertanian No.
404/Kpts/OT.210/6/2002 tentang Pedoman Perizinan dan Pendaftaran Usaha
Peternakan. Keputusan Menteri ini antara lain menerangkan bahwa terdapat 2
(dua) bentuk usaha peternakan yaitu peternakan rakyat dan perusahaan
peternakan. Peternakan rakyat adalah peternakan yang tidak diwajibkan memiliki
izin usaha, namun harus memiliki tanda daftar peternakan rakyat dengan skala
usaha, yaitu: (1) ayam ras petelur sampai dengan 10000 ekor induk dan (2) ayam
ras pedaging sampai dengan 15000 ekor produksi per siklus. Perusahaan
peternakan diwajibkan memiliki izin usaha dan skala usaha lebih besar dari skala
usaha peternakan rakyat. Namun kebijakan ini tidak berjalan sesuai harapan,
bahkan peternak kecil semakin kehilangan kesempatan berusaha. Hal ini
disebabkan pembatasan skala usaha sesuai peraturan tersebut pada tingkat skala
usaha yang tidak menjamin pengembangan peternakan rakyat. Peternak rakyat
yang memiliki keterbatasan modal hanya mampu memelihara di bawah skala
usaha yang ditetapkan.
Menurut Daryanto dan Saptana (2010), perusahaan peternakan menguasai
sebagian besar output, baik di pasar tradisional maupun pasar modern. Dengan
demikian, struktur pasar daging ayam ras dikuasai oleh produk yang bersumber
dari perusahaan peternakan. Selain menguasai pasar output, perusahaan

6

peternakan menguasai pasar input melalui kesepakatan-kesepakatan bisnis dengan
perusahaan pakan yang tergabung dalam asosiasi-asosiasi serta melakukan
integrasi vertikal secara penuh dari hulu hingga hilir, seperti PT. Charoen
Phokphan Indonesia, PT. Japfa Comfeed, dan PT. Sierad Produce. Hal ini
menyebabkan struktur pasar input kurang bersaing. Selain itu, beberapa pabrik
pakan merupakan usaha terintegrasi dengan perusahaan pembibitan, perusahaan
budidaya, dan pengolahan hasil. Meskipun dalam operasinya, perusahaanperusahaan ini tidak mempunyai hubungan dalam alokasi input dan output
peternakan, namun mempunyai kaitan erat dalam menguasai pasar input dan
output, sehingga kondisi ini mempengaruhi kelangsungan usaha peternakan
rakyat.
Pulungan (2011) menyatakan bahwa perusahaan Breeding Farm (BF) dan
Feed Mill (FM) perusahaan PMA menjual harga DOC dan pakan kepada peternak
rakyat dengan harga yang cukup mahal. Seperti tercatat sejak November 2010
hingga Maret 2011, harga DOC Rp 4500 s/d Rp 4700 per ekor dan harga pakan
Rp 5000 s/d Rp 5500 per kg, sehingga harga daging ayam ras di peternakan rakyat
menjadi Rp 13500 s/d Rp 14000 per kg (harga jual menjadi mahal karena harga
input mahal). Sedangkan harga jual di perusahaan peternakan Rp 10500 s/d Rp
11000 per kg. Terdapat marjin berkisar 20 persen antara perusahaan peternakan
dan peternakan rakyat ayam ras pedaging. Temuan ini sejalan dengan hasil
penelitian Indarsih et al (2010) yaitu terdapat marjin berkisar 30-50 persen antara
peternakan rakyat dan perusahaan peternakan terintegrasi. Apabila semua
produksi daging ayam ras bermuara ke pasar tradisional, maka peternak rakyat
mengalami kerugian. Hal ini mengindikasikan bahwa adanya marjin harga pakan
antara perusahaan peternakan dan peternakan rakyat menyebabkan peternak
rakyat tidak mampu bersaing dengan perusahaan peternakan.
Berdasarkan uraian di atas, struktur industri ayam ras pedaging di Indonesia
memiliki karakteristik: (1) industri pakan bertindak sebagai penerima harga di
pasar input dan penentu harga di pasar output, sehingga industri pakan tidak
khawatir dengan perubahan harga pakan tetapi lebih berkepentingan dengan
perubahan harga jagung, (2) perusahaan peternakan di pasar input terintegrasi
vertikal dengan industri pakan, sedangkan di pasar output perusahaan peternakan
menguasai pasar output, sehingga bertindak sebagai penentu harga, dan (3) di
tingkat peternakan rakyat, baik di pasar input maupun output peternak rakyat
bertindak sebagai penerima harga.
Kondisi ini disebabkan di pasar pakan harga ditentukan oleh industri pakan,
sedangkan di pasar output perusahaan peternakan lebih menguasai pasar, sehingga
peternak rakyat tidak memiliki kemampuan untuk menentukan harga. Sebagai
penerima harga, kelangsungan usaha peternakan rakyat rentan terhadap perubahan
harga input dan harga output yang ditentukan oleh perusahaan peternakan. Jika
terjadi penurunan harga pakan memberikan insentif bagi peternak untuk
mengembangkan usahanya, sebaliknya jika terjadi peningkatan harga pakan
menyebabkan berhentinya usaha tersebut.
Penelitian ini menganalisis dampak perubahan harga terhadap usaha
peternakan ayam ras pedaging, khususnya kelangsungan usaha peternakan rakyat.
Mengingat usaha peternakan ayam ras pedaging dan usahatani jagung merupakan
satu rangkaian sistem agribisnis yang saling terkait dan saling mempengaruhi,
maka analisis dilakukan secara terpadu dengan rumusan masalah sebagai berikut,

7

bagaimana: (1) dampak kenaikan harga jagung dan harga daging ayam ras
terhadap kinerja usahatani jagung dan usaha peternakan ayam ras pedaging, (2)
dampak kombinasi kenaikan harga jagung, harga daging ayam ras, dan kebijakan
penghapusan tarif impor jagung terhadap kinerja usahatani jagung dan usaha
peternakan ayam ras pedaging, dan (3) dampak perubahan marjin harga pakan
antara perusahaan peternakan dan peternakan rakyat ayam ras pedaging terhadap
pendapatan rumahtangga peternak rakyat ayam ras pedaging di Indonesia.

Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian yaitu:
1. Menganalisis dampak kenaikan harga jagung dan harga daging ayam ras
terhadap kinerja usahatani jagung dan usaha peternakan ayam ras pedaging di
Indonesia.
2. Menganalisis dampak kombinasi kenaikan harga jagung, harga daging ayam
ras, dan kebijakan penghapusan tarif impor jagung terhadap kinerja usahatani
jagung dan usaha peternakan ayam ras pedaging di Indonesia.
3. Menganalisis dampak perubahan marjin harga pakan antara perusahaan
peternakan dan peternakan rakyat ayam ras pedaging terhadap pendapatan
rumahtangga peternak rakyat ayam ras pedaging di Indonesia.

Hipotesis
Hipotesis penelitian:
1. Kenaikan harga jagung berdampak positif terhadap kinerja usahatani jagung,
namun berdampak negatif terhadap kinerja usaha peternakan ayam ras
pedaging. Kenaikan harga daging ayam ras berdampak positif, baik terhadap
kinerja usaha peternakan ayam ras pedaging maupun terhadap kinerja
usahatani jagung.
2. Kenaikan harga jagung dan harga daging ayam ras secara bersamaan
memberikan dampak positif terhadap kinerja usahatani jagung dan usaha
peternakan ayam ras pedaging. Demikian halnya dengan kombinasi kenaikan
harga daging ayam ras dan kebijakan penghapusan tarif impor jagung. Namun
diantara keduanya, kombinasi kenaikan harga daging ayam ras dan kebijakan
penghapusan tarif impor jagung memberikan dampak lebih baik terhadap
pendapatan.
3. Adanya marjin harga pakan antara perusahaan peternakan dan peternakan
rakyat ayam ras pedaging yaitu harga pakan di peternakan rakyat ayam ras
pedaging lebih mahal dibanding harga di perusahaan peternakan
menyebabkan peternak rakyat mengurangi permintaan pakan, sehingga
berdampak negatif terhadap produksi dan pendapatan rumahtangga peternak
rakyat ayam ras pedaging.

8

Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan evaluasi dalam upaya
peningkatan produksi dan pendapatan rumahtangga peternak rakyat ayam ras
pedaging. Selain itu sebagai bahan pertimbangan bagi pengemban kepentingan
terutama penentu kebijakan dalam perumusan alternatif kebijakan pengembangan
usaha peternakan ayam ras pedaging dan sebagai bahan masukan untuk studi
analisis keterkaitan pasar jagung, pakan, dan daging ayam ras dengan
menggunakan model multimarket.
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini menggunakan model multimarket yang dikembangkan dari
Lundberg dan Rich (2002) dan Stifel dan Randrianarisoa (2004). Model yang
dibangun terdiri atas 6 (enam) blok persamaan, yaitu: (1) harga, (2) penawaran,
(3) permintaan input, (4) konsumsi, (5) pendapatan, dan (6) kondisi
keseimbangan. Model ini merepresentasikan hubungan sistem permintaan dan
penawaran di beberapa pasar, sehingga perubahan kebijakan di satu pasar dapat
diketahui dampaknya terhadap pasar lain.
Komoditas yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi: jagung, beras,
daging ayam ras, dan telur ayam ras. Pelaku usaha dibedakan menjadi: (1)
perusahaan peternakan ayam ras pedaging, (2) peternakan rakyat ayam ras
pedaging, dan (3) rumahtangga lainnya. Penentuan komoditas ini berdasarkan
pertimbangan di sisi produksi dan konsumsi. Di sisi produksi jagung dan padi
merupakan tanaman kompetitif dalam pemanfaatan lahan. Hal ini disebabkan
terjadi pergeseran pemanfaatan lahan untuk budidaya jagung dari lahan padi
(Agustian 2012). Budidaya jagung di Indonesia yang selama ini didominasi pada
lahan kering yaitu sekitar 79 persen dan hanya berkisar 11 persen di sawah irigasi,
serta 10 persen di sawah tadah hujan (Badan Litbang Pertanian 2005 dalam
Agustian 2012), saat ini terjadi peningkatan luas lahan tanaman jagung yaitu
masing-masing sebesar 10-15 persen di lahan sawah beririgasi dan 20-30 persen
di sawah tadah hujan (Zubachtirodin et al. 2007). Selain itu, penggunaan lahan
pertanian di Indonesia tidak dispesifikkan untuk jenis tanaman tertentu. Di sisi
konsumsi, jagung dan beras merupakan komoditas substitusi.
Blok harga menunjukkan hubungan harga produsen dan konsumen.
Mengingat keempat komoditas yang dianalisis dalam penelitian ini merupakan
komoditas impor, maka transmisi harga untuk setiap komoditas dimulai dari harga
impor. Harga komoditas impor ditentukan oleh harga dunia, nilai tukar, dan tarif
impor. Selanjutnya harga impor dihubungkan dengan harga domestik melalui
marjin. Nilai marjin pemasaran domestik ditetapkan sebesar 25 persen. Penetapan
besaran marjin ini berdasarkan selisih harga impor dan harga domestik tahun 2011
dan disesuaikan dengan penggunaan nilai marjin oleh peneliti-peneliti sebelumnya
yang menggunakan marjin berkisar 25-35 persen (Sayaka et al. 2007, Sugema dan
Roy 2010, dan Hutabarat et al. 2012).
Di pasar domestik, terdapat perbedaan harga antar pelaku usaha. Harga
pembelian jagung impor oleh perusahaan peternakan berbeda dengan harga
pembelian oleh rumahtangga peternak rakyat dan rumahtangga lainnya. Terdapat

9

marjin sebesar 25 persen antara harga di perusahaan peternakan dengan harga di
rumahtangga peternak rakyat dan rumahtangga lainnya. Harga pembelian oleh
rumahtangga peternak rakyat dan rumahtangga lainnya diasumsikan sama.
Transmisi harga selanjutnya diperoleh harga produsen. Perbedaan harga produsen
dan konsumen dikarenakan adanya marjin pemasaran. Nilai marjin positif,
sehingga harga produsen lebih rendah dibanding harga konsumen.
Spesifikasi model merepresentasikan perubahan jumlah yang diproduksi dan
dikonsumsi sebagai dampak perubahan harga relatif. Di sisi produksi, produsen
memiliki kecenderungan untuk meningkatkan produksi suatu komoditas yang
dianggap lebih menguntungkan. Dalam penelitian ini, peningkatan produksi
dilakukan melalui peningkatan pangsa lahan dan produktivitas. Diasumsikan
tanaman jagung dan padi memiliki hubungan kompetitif dalam penggunaan lahan,
maka petani meningkatkan pangsa lahan tanaman jagung jika harga jagung
meningkat, sebaliknya mengalihkan sebagian lahan jagung untuk ditanami padi
jika harga beras meningkat.
Di sisi konsumsi, perubahan harga relatif menyebabkan terjadinya efek
substitusi. Dalam penelitian ini, konsumen merespon perubahan harga suatu
komoditas relatif terhadap harga komoditas lainnya. Diasumsikan jagung dan
beras, serta daging ayam ras dan telur ayam ras sebagai komoditas substitusi dan
hubungan kedua komoditas tanaman pangan dengan daging ayam ras dan telur
ayam ras saling melengkapi (komplementer), maka perubahan harga relatif antar
komoditas ini akan mempengaruhi tingkat konsumsi komoditas tersebut.
Blok penawaran dibagi 2 (dua) yaitu komoditas tanaman pangan dan
peternakan. Komoditas tanaman pangan merepresentasikan produksi jagung dan
beras domestik. Produksi jagung dan beras oleh masing-masing pelaku usaha
ditentukan oleh total ketersediaan lahan, pangsa lahan yang dialokasikan untuk
masing-masing tanaman tersebut, dan produktivitas yang dikoreksi dengan faktor
konversi. Luas lahan pertanian di Indonesia tahun 2011 sebesar 64.3 juta hektar.
Dari luasan tersebut 15.96 persen untuk jagung, 52.62 persen untuk padi, 3.27
persen untuk kedelai, dan 5.39 persen untuk umbi-umbian. Sedangkan pangsa
lahan untuk jagung dan padi oleh rumahtangga peternak rakyat ayam ras pedaging
masing-masing sebesar 2.5 dan 7.8 persen (Sugema dan Roy 2010 dan Ilham dan
Yusdja 2010, diolah). Produktivitas masing-masing tanaman ditentukan oleh
harga produsen dan harga konsumen. Produktivitas jagung berkisar 3.50-4.56
ton/ha dan padi berkisar 4.207-5.580 ton/ha. Lebih lanjut rumahtangga peternak
rakyat ayam ras pedaging diklasifikasikan pada nilai produktivitas terendah yaitu
masing-masing 3.50 ton/ha untuk jagung dan 4.207 ton/ha untuk padi. Hal ini
berdasarkan pertimbangan rumahtangga peternak rakyat ayam ras pedaging
menjadikan usaha tanaman pangan sebagai usaha sambilan, sedangkan
rumahtangga lainnya merujuk pada nilai produktivitas tertinggi, karena
didalamnya terdapat rumahtangga tanaman pangan yang mengusahakan secara
intensif.
Produksi daging ayam ras masing-masing pelaku usaha ditentukan oleh
harga output dan input. Produksi daging ayam ras di perusahaan peternakan dan
peternakan rakyat diproksi dari pangsa produksi kedua pelaku usaha ini. Yusdja et
al. 2008, Ilham dan Yusdja 2010, dan Pulungan 2011 menyatakan bahwa pangsa
produksi perusahaan peternakan terus mengalami peningkatan. Tahun 2005
pangsa produksi perusahaan peternakan telah mencapai 60 persen, terus

10

meningkat hingga berkisar 85 persen di tahun 2011. Pangsa produksi ini
kemudian dikalikan dengan produksi daging ayam ras nasional tahun 2011.
Jumlah ini sangat besar dibanding data produksi perusahaan peternakan
berdasarkan data Statistik Perusahaan Peternakan Unggas tahun 2011 yang hanya
sebesar 5.37 persen dari total produksi nasional (BPS 2011). Hal ini disebabkan
data Statistik Perusahaan Peternakan Unggas hanya mengakomodir produksi
perusahaan yang berbadan hukum. Data ini tidak dapat menjelaskan permasalahan
dalam industri ayam ras pedaging, dimana secara empiris produksi perusahaan
peternakan mendominasi pangsa pasar daging ayam ras.
Data produksi telur ayam ras oleh rumahtangga peternak rakyat ayam ras
pedaging diperoleh dari data jumlah rumahtangga peternak rakyat ayam ras
pedaging dikalikan pangsa rumahtangga peternak rakyat ayam ras pedaging yang
memelihara ternak ayam ras petelur dikalikan rata-rata penguasaan ternak ayam
ras petelur oleh rumahtangga dikalikan persentase betina produktif dikalikan
produktivitas (BPS 2011, Ditjennak 2012, diolah).
Produksi jagung, beras, dan telur ayam ras diasumsikan hanya dilakukan
oleh rumahtangga peternak rakyat ayam ras pedaging dan rumahtangga lainnya,
sehingga total produksi jagung, beras, dan telur ayam ras merupakan penjumlahan
dari produksi rumahtangga peternak rakyat ayam ras pedaging dan rumahtangga
lainnya, sedangkan produksi daging ayam ras merupakan penjumlahan dari
produksi perusahaan peternakan dan rumahtangga peternak rakyat ayam ras
pedaging.
Blok permintaan input merupakan fungsi dari harga output dan input.
Permintaan pupuk (Urea dan TSP) merupakan fungsi dari harga output (jagung
dan beras) dan harga pupuk, sedangkan permintaan jagung untuk pakan
merupakan fungsi dari harga output (daging dan telur ayam ras) dan harga jagung.
Total permintaan pupuk merupakan penjumlahan permintaan pupuk Urea dan
TSP oleh rumahtangga peternak rakyat ayam ras pedaging dan rumahtangga
lainnya, sedangkan permintaan jagung untuk pakan merupakan penjumlahan
permintaan jagung untuk pakan oleh perusahaan peternakan dan peternakan rakyat
ayam ras pedaging.
Blok konsumsi merepresentasikan jumlah konsumsi jagung, beras, daging
ayam ras, dan telur ayam ras. Konsumsi jagung, beras, daging ayam ras, dan telur
ayam ras dibedakan untuk konsumsi rumahtangga peternak rakyat ayam ras
pedaging dan rumahtangga lainnya, sehingga total konsumsi merupakan
penjumlahan dari konsumsi rumahtangga peternak rakyat ayam ras pedaging dan
rumahtangga lainnya. Konsumsi rumahtangga dihitung berdasarkan jumlah
konsumsi perkapita masing-masing komoditas dikalikan rata-rata jumlah anggota
dalam satu rumahtangga. Jumlah konsumsi perkapita diperoleh dari data
pengeluaran rata-rata perkapita menurut kelompok barang (Badan Ketahanan
Pangan Kementerian Pertanian 2012), dan jumlah anggota rumahtangga yaitu 4
(empat) anggota (BPS 2012). Selanjutnya dengan pertimbangan bahwa umumnya
rumahtangga peternak rakyat ayam ras pedaging berada di perdesaan, maka
konsumsi pangan rumahtangga peternak rakyat ayam ras pedaging merujuk pada
konsumsi pangan perkapita masyarakat perdesaan, sedangkan rumahtangga
lainnya merujuk pada rata-rata konsumsi pangan perkapita masyarakat perkotaan
dan perdesaan. Data konsumsi rumahtangga peternak rakyat ayam ras pedaging
dan rumahtangga lainnya pada Tabel 10.

11

Blok pendapatan merupakan penerimaan pelaku usaha dari masing-masing
usaha setelah dikurangi biaya. Perusahaan peternakan hanya memperoleh
pendapatan dari usaha peternakan ayam ras pedaging karena diasumsikan tidak
memiliki usaha lainnya. Rumahtangga peternak rakyat ayam ras pedaging
memperoleh pendapatan dari keempat jenis usaha, karena diasumsikan selain
memiliki usaha peternakan ayam ras pedaging, juga memiliki usahatani jagung,
padi, dan usaha peternakan ayam ras petelur. Rumahtangga lainnya memperoleh
pendapatan dari 3 (tiga) jenis usaha yaitu usahatani jagung, padi, dan usaha
peternakan ayam ras petelur. Dalam penelitian ini usahatani jagung dan padi
hanya dikurangi biaya pupu