Pengolahan Secara Biologis dalam Meningkatkan Kualitas Nutrisi Tongkol Jagung Fermentasi sebagai Pakan Domba

(1)

PENGOLAHAN SECARA BIOLOGIS DALAM

MENINGKATKAN KUALITAS NUTRISI TONGKOL JAGUNG

FERMENTASI SEBAGAI PAKAN DOMBA

TESIS

OLEH : WARISMAN

117040009

PROGRAM PASCA SARJANA

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENGOLAHAN SECARA BIOLOGIS DALAM

MENINGKATKAN KUALITAS NUTRISI TONGKOL JAGUNG

FERMENTASI SEBAGAI PAKAN DOMBA

TESIS

OLEH : WARISMAN

117040009

Tesis Merupakan Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Kuliah Pasca Sarjana Program Studi Peternakan

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan

PROGRAM PASCA SARJANA

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGOLAHAN SECARA BIOLOGIS DALAM

MENINGKATKAN KUALITAS NUTRISI TONGKOL JAGUNG FERMENTASI SEBAGAI PAKAN DOMBA

Nama : Warisman

NIM : 117040009

Program studi : Ilmu Peternakan

Menyetujui : Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

(Dr.Ir. Ma’ruf tafsin, M.Si) (Dr. Nevy Diana Hanafi, S.Pt, M.Si)

An. Ketua Program Studi Dekan Fakultas Pertanian

(Dr. Nevy Diana Hanafi, S.Pt, MSi) (Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS)


(4)

Tesis ini telah di uji di Medan pada Tanggal : 10 Februari 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, Msi Anggota : Dr. Nevy Diana Hanafi, SPt, Msi Penguji : 1. Dr. Ir. Simon P Ginting, MSc


(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam tesis PENGOLAHAN SECARA BIOLOGIS DALAM MENINGKATKAN KUALITAS NUTRISI TONGKOL JAGUNG FERMENTASI SEBAGAI PAKAN DOMBA adalah benar merupakan gagasan dan hasil penelitian saya sendiri dibawah arahan komisi pembimbing. Semua data dan sumber informasi yang digunakan dalam tesis ini telah dinyatakan diperiksa kebenarannya. Tesis ini juga belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program studi sejenis diperguruan tinggi lain.

Medan, Februari 2014

Warisman NIM.117040009


(6)

ABSTRAK

Warisman, 2014. “Pengolahan Secara Biologis dalam Meningkatkan Kualitas Nutrisi Tongkol Jagung Fermentasi sebagai Pakan Domba” dibawah bimbingan Ma’ruf tafsin, dan Nevy Diana Hanafi.

Salah satu penyebab rendahnya produktivitas ternak ruminansia adalah kurang tersedianya bahan pakan yang berkualitas dan kuantitas berkelanjutan. Sedangkan salah satu kelebihan ternak ruminansia adalah kemampuannya untuk dapat memanfaatka pakan berserat tinggi seperti produk samping pertanian yang tidak bersaing dengan manusia dan ternak unggas. Salah satu sumber bahan pakan alternatif yang mempunyai sumber serat sebagai pengganti rumput adalah hasil samping pertanian seperti tongkol jagung.

Penelitian dilaksanakan di laboratorium biologi ternak Fakultas Pertanian Program Studi Peternakan Universitas Sumatera Utara. Analisa dilaksanakan di labratorium ilmu nutrisi dan makanan ternak Fakultas Pertanian Program Studi Peternakan Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini berlangsung dari bulan Juni sampai dengan Oktober 2013. Ternak yang digunakan adalah 20 ekor domba lokal jantan lepas sapih dengan berat rataan awal 11,2 ± (2) 1,1 kg.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan P0 = Tongkol jagung fermentasi tanpa

mikroba (kontrol); P1 = Tongkol jagung fermentasi dengan starbio; P2 = Tongkol

jagung fermentasi dengan Aspergillus niger; P3 = Tongkol jagung fermentasi dengan Trichoderma viride; P4

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi pakan terendah pada P = Tongkol jagung fermentasi dengan Aspergillus niger dan

Trichoderma viride. Pengaruh perlakuan dianalisa dengan sidik ragam (ANOVA) yang dilanjutkan dengan uji DUNCAN bila terdapat pengaruh yang nyata antar perlakuan. Peubah yang diamati adalah konsumsi pakan, pertambahan bobot badan (PBB), konversi pakan, income over feed cost (IOFC), kecernaan bahan kering, dan kecernaan bahan organik.

0

(492,78 g/ekor/hari) berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan P1 dan P2 (546,20 dan

551,33 g/kor/hari). Pertambahan bobot badan terendah pada P0 (41,08 g/ekor/hari)

berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan P1 dan P4 (90,63 dan 82,60 g/ekor/hari).

Konversi pakan terendah pada P1 (6,05) berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan P0

(12,06). Income over feed cost (IOFC) terendah terdapat pada P0 (Rp 1.244,73), dan

tertinggi pada P1 (Rp 3.365,33). Pada kecernaan bahan kering terendah terdapat pada

P0 (53,83 %) berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan P1 (64,15%). Kecernaan bahan

organik terendah terdapat pada P0 (55,93 %) berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan

P1 (65,60 %). Perlakuan terbaik pada penelitian terdapat pada togkol jagung yang di

fermentasi dengan starbio.

Kata kunci : tongkol jagung, fermentasi, mikroba, domba, pertumbuhan dan kecernaan.


(7)

ABSTRACT

Warisman, 2014. “Biological treatment in improving the nutrition quality of corn cobs fermentation as sheep diet” lead by Ma’ruf tafsin and Nevy Diana Hanafi.

The low productivity of ruminant caused by the lowest of quality and sustainable quantity feed ingredients. While, the ruminant has ability to utilization of fiber feed such as agricultural by products, which do not compete with humans and poultry. One source of alternative feed ingredients that have a fiber source to substitute of grass is agricultural by products such as corn cobs.

The experiment was conducted on June – October 2013 at Animal Biology Laboratory of Agriculture Faculty, University of North Sumatra. Analysis conducted at Nutrition and Animal Food Science Laboratory of Agriculture Faculty, University of North Sumatra. The research used 20 weaning indigenous male lambs with 11,2 ± 2 (1,1) kg of average body weight.

Experimental design used was Completely Randomized Designed with 5 treatments and 4 replicates. The treatments were as follows P0 = corn cobs fermentation without microba (control ) ; P1 = corn cobs fermentation with starbio; P2 = corn cobs fermentation with Aspergillus niger; P3 = corn cobs fermentation with Trichoderma viride ; P4 = corn cobs fermentation with Aspergillus niger and Trichoderma viride. Treatment influence, analyzed by analysis of variance (ANOVA) followed by Duncan test when there is a significant effect between treatments. Variables observed were feed consumption, body weight gain, feed conversion, income over feed cost (IOFC), dry matter digestibility, and organic matter digestibility.

Results indicated that feed consumption lower at P1 (492,78 g/head/day), has

highly significant (P<0,01) with P1 and P2 (546,20 and 551,33 g/head/day). In body

weight gain lower at P0 (41,08 g/head/day) has highly significant (P<0,01) with P1

and P4 (90,63 and 82,60 g/head/day). In feed conversion ratio lower at P1 (6,05) has

highly significant (P<0,01) with P0 (12,06). Income over feed cost (IOFC) lower at P0

(Rp 1.244,73), and highly on P1 (Rp 3.365,33). The dry matter digestibility lower at

P0 (53,83%) has highly significant (P<0.01) with P1 (64,15%). In variable organic

matter digestibility lower at P0 (55,93%) has highly significant (P<0.01) with P1

Keywords : corn cobs, fermentation, microba, sheep, growth and digestibility

(65,60%). The best treatment in the experiment contained in the fermented corn cob with starbio.


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sukadamai, Kabupaten Langkat Kecamatan Hinai, pada tanggal 9 September 1984. Penulis merupakan anak ke-3 dari pasangan Bapak Kasman dan Ibu Sujinah. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun 1997 di SD Negeri 057214 Kecamatan Hinai. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan sekolah menengah pertama di SLTP Negeri 2 Hinai yang diselesaikan pada tahun 2001.

Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan sekolah menengah atas di SLTA Negeri 1 Hinai dan selesai pada tahun 2004. Penulis diterima sebagai mahasiswa Universitas Sumatera Utara melalui jalur SPMB (seleksi penerimaan mahasiswa baru) pada bulan juni tahun 2004 dan terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara yang diselesaikan pada tahun 2009.

Penulis melanjutkan pendidikan linear ke sekolah Pasca Sarjana Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Program Magister Ilmu Peternakan pada tahun 2011. Penulis menikah dengan Dini Julia Sari Siregar, S.Pt., MP pada tahun 2010.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala berkah dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini dengan baik.

Adapun judul dari Tesis ini adalah “Pengolahan Secara Biologis dalam Meningkatkan Kualitas Nutrisi Tongkol Jagung Fermentasi sebagai Pakan Domba“ yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister di Program Kuliah Pasca Sarjana Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, S.Pt., sebagai Ketua pembimbing dan Ibu Dr. Nevy Diana Hanafi, SPt, MSi sebagai Anggota pembimbing dan juga selaku Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Peternakan yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan Tesis ini; dan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Hasnudi, M.Si, Bapak Dr. Ir. Simon .P. Ginting, M.Sc sebagai Dosen Penguji serta Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MP, selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kpada Bapak Hendra Saputra, SE, sahabat pasca sarjana ilmu peternakan USU, serta istri dan keluarga tercinta.

Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, semoga karya ilmiah ini memberikan manfaat bagi para pembaca.

Medan, 10 Februari 2014


(10)

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Ternak Domba ... 5

Pertumbuhan Domba ... 6

Sistem Pencernaan Ruminansia ... 7

Pakan Ternak Domba ... 8

Hijauan Pakan Ternak Domba ... 11

Tongkol Jagung ... 12

Dedak Padi ... 13

Bungkil Inti Sawit ... 14

Molases ... 15

Urea ... 16

Garam ... 16

Mineral ... 17

Mikroba Untuk Fermentasi ... 20

Starbio ... 20

Aspergillus niger ... 21

Trichoderma viride ... 22

Fermentasi ... 23

Konsumsi Pakan Ternak Domba ... 24

Pertambahan Bobot Badan Ternak... 25

Konversi Pakan ... 26

Kecernaan Bahan Kering ... 26

Kecernaan Bahan Organik ... 28

Income Over Feed Cost (IOFC) ... 29

BAHAN DAN METODE PENELITIAN ... 31

Prosedur Penelitian ... 31

Tahapan Uji Kemampuan Mikroba Terhadap Komponen Kimia Pakan ... 31

Coloning Forming Unit (CFU) ... 31


(11)

Peubah yang diamati ... 32

Tahap Pengujian Secara Invivo ... 32

Penampilan Domba ... 34

Kecernaan Pakan ... 35

Analisa data ... 35

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37

I. .Komponen Kimia Pakan ... 37

II.Penampilan Ternak ... 40

Konsumsi Pakan ... 40

Pertambahan Bobot Badan ... 43

Konversi Pakan ... 45

Income Over Feed Cost (IOFC) ... 47

III. Kecernaan Pakan ... 49

Kecernaan Bahan Kering ... 49

Kecernaan Bahan Organik ... 51

KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

Kesimpulan ... 54

Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 55

LAMPIRAN ... 61


(12)

DAFTAR TABEL

Hal

1. Kebutuhan harian zat-zat makanan untuk ternak domba ... 9

2. Kandungan zat gizi dalam pakan domba (bahan kering) ... 9

3. Komposisi kimia dan nutrisi limbah tanaman jagung ... 13

4. Kandungan nilai gizi dedak halus ... 14

5. Kandungan nilai gizi bungkil inti sawit ... 14

6. Kandungan nilai gizi molasses ... 15

7. Toleransi maksimum berbagai spesies terhadap NaCl ... 17

8. Unsur-unsur Mineral yang Esensial dan Kadarnya dalam Tubuh Hewan ... 19

9. Kandungan beberapa mineral dalam ultra mineral ... 19

10. Susunan Ransum Komplit ... 33

11. Hasil analisa proksimat bahan perlakuan pakan ... 37

12. Rataan konsumsi pakan (dalam bahan kering) selama penelitian ... 40

13. Rataan pertambahan bobot badan domba selama penelitian (g/ekor/hari) ... 43

14. Rataan konversi pakan domba selama penelitian ... 46

15. Rataan Perhitungan Keuntungan Domba ... 48

16. Rataan kecernaan bahan kering selama penelitian (%) ... 49


(13)

ABSTRAK

Warisman, 2014. “Pengolahan Secara Biologis dalam Meningkatkan Kualitas Nutrisi Tongkol Jagung Fermentasi sebagai Pakan Domba” dibawah bimbingan Ma’ruf tafsin, dan Nevy Diana Hanafi.

Salah satu penyebab rendahnya produktivitas ternak ruminansia adalah kurang tersedianya bahan pakan yang berkualitas dan kuantitas berkelanjutan. Sedangkan salah satu kelebihan ternak ruminansia adalah kemampuannya untuk dapat memanfaatka pakan berserat tinggi seperti produk samping pertanian yang tidak bersaing dengan manusia dan ternak unggas. Salah satu sumber bahan pakan alternatif yang mempunyai sumber serat sebagai pengganti rumput adalah hasil samping pertanian seperti tongkol jagung.

Penelitian dilaksanakan di laboratorium biologi ternak Fakultas Pertanian Program Studi Peternakan Universitas Sumatera Utara. Analisa dilaksanakan di labratorium ilmu nutrisi dan makanan ternak Fakultas Pertanian Program Studi Peternakan Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini berlangsung dari bulan Juni sampai dengan Oktober 2013. Ternak yang digunakan adalah 20 ekor domba lokal jantan lepas sapih dengan berat rataan awal 11,2 ± (2) 1,1 kg.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan P0 = Tongkol jagung fermentasi tanpa

mikroba (kontrol); P1 = Tongkol jagung fermentasi dengan starbio; P2 = Tongkol

jagung fermentasi dengan Aspergillus niger; P3 = Tongkol jagung fermentasi dengan Trichoderma viride; P4

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi pakan terendah pada P = Tongkol jagung fermentasi dengan Aspergillus niger dan

Trichoderma viride. Pengaruh perlakuan dianalisa dengan sidik ragam (ANOVA) yang dilanjutkan dengan uji DUNCAN bila terdapat pengaruh yang nyata antar perlakuan. Peubah yang diamati adalah konsumsi pakan, pertambahan bobot badan (PBB), konversi pakan, income over feed cost (IOFC), kecernaan bahan kering, dan kecernaan bahan organik.

0

(492,78 g/ekor/hari) berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan P1 dan P2 (546,20 dan

551,33 g/kor/hari). Pertambahan bobot badan terendah pada P0 (41,08 g/ekor/hari)

berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan P1 dan P4 (90,63 dan 82,60 g/ekor/hari).

Konversi pakan terendah pada P1 (6,05) berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan P0

(12,06). Income over feed cost (IOFC) terendah terdapat pada P0 (Rp 1.244,73), dan

tertinggi pada P1 (Rp 3.365,33). Pada kecernaan bahan kering terendah terdapat pada

P0 (53,83 %) berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan P1 (64,15%). Kecernaan bahan

organik terendah terdapat pada P0 (55,93 %) berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan

P1 (65,60 %). Perlakuan terbaik pada penelitian terdapat pada togkol jagung yang di

fermentasi dengan starbio.

Kata kunci : tongkol jagung, fermentasi, mikroba, domba, pertumbuhan dan kecernaan.


(14)

ABSTRACT

Warisman, 2014. “Biological treatment in improving the nutrition quality of corn cobs fermentation as sheep diet” lead by Ma’ruf tafsin and Nevy Diana Hanafi.

The low productivity of ruminant caused by the lowest of quality and sustainable quantity feed ingredients. While, the ruminant has ability to utilization of fiber feed such as agricultural by products, which do not compete with humans and poultry. One source of alternative feed ingredients that have a fiber source to substitute of grass is agricultural by products such as corn cobs.

The experiment was conducted on June – October 2013 at Animal Biology Laboratory of Agriculture Faculty, University of North Sumatra. Analysis conducted at Nutrition and Animal Food Science Laboratory of Agriculture Faculty, University of North Sumatra. The research used 20 weaning indigenous male lambs with 11,2 ± 2 (1,1) kg of average body weight.

Experimental design used was Completely Randomized Designed with 5 treatments and 4 replicates. The treatments were as follows P0 = corn cobs fermentation without microba (control ) ; P1 = corn cobs fermentation with starbio; P2 = corn cobs fermentation with Aspergillus niger; P3 = corn cobs fermentation with Trichoderma viride ; P4 = corn cobs fermentation with Aspergillus niger and Trichoderma viride. Treatment influence, analyzed by analysis of variance (ANOVA) followed by Duncan test when there is a significant effect between treatments. Variables observed were feed consumption, body weight gain, feed conversion, income over feed cost (IOFC), dry matter digestibility, and organic matter digestibility.

Results indicated that feed consumption lower at P1 (492,78 g/head/day), has

highly significant (P<0,01) with P1 and P2 (546,20 and 551,33 g/head/day). In body

weight gain lower at P0 (41,08 g/head/day) has highly significant (P<0,01) with P1

and P4 (90,63 and 82,60 g/head/day). In feed conversion ratio lower at P1 (6,05) has

highly significant (P<0,01) with P0 (12,06). Income over feed cost (IOFC) lower at P0

(Rp 1.244,73), and highly on P1 (Rp 3.365,33). The dry matter digestibility lower at

P0 (53,83%) has highly significant (P<0.01) with P1 (64,15%). In variable organic

matter digestibility lower at P0 (55,93%) has highly significant (P<0.01) with P1

Keywords : corn cobs, fermentation, microba, sheep, growth and digestibility

(65,60%). The best treatment in the experiment contained in the fermented corn cob with starbio.


(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu penyebab rendahnya produktivitas ternak ruminansia di Indonesia khususnya ternak domba adalah kurang tersedianya bahan pakan berkualitas secara berkelanjutan dalam jumlah yang cukup. Salah satu kelebihan dari ternak ruminansia adalah kemampuannya untuk dapat memanfaatkan pakan berserat tinggi, seperti produk samping pertanian yang tidak bersaing dengan kebutuhan manusia dan ternak monogastrik. Salah satu bahan pakan alternatif sumber serat pengganti rumput adalah hasil samping pertanian seperti tongkol jagung.

Pemanfaatan tongkol jagung sebagai komponen ransum domba belum banyak dilakukan karena sifat fisik yang keras ditambah dengan nilai nutrisinya yang rendah dan serat kasarnya yang tinggi, sehingga diperlukan upaya pengolahan lebih lanjut untuk memperbaiki nilai nutrisinya. Potensi yang sangat mendukung dari tonggkol jagung ini adalah jumlahnya yang melimpah dan kontinuitasnya tetap berkesinambungan sepanjang tahun dengan proporsi limbah yang mencapai 20 persen dari tanaman itu sendiri. Luasan lahan tanaman jagung di Provinsi Sumatera Utara tahun 2009 tercatat luas panen 247.782 ha dengan jumlah produksi 1.166.548 ton, tahun 2010 luas panen 274.822 ha dengan produksi 1.377.718 ton, tahun 2011 luas panen 255.291 ha dengan produksi 1.294.645 ton, tahun 2012 luas panen 243.098 ha dengan produksi panen 1.347.124 ton, dan tahun 2013 luas panen 210.769 dengan produksi 984.453 ton (BPS, 2013).


(16)

Perkembangan teknologi pascapanen jagung dalam menghasilkan jagung pipilan kering, telah mampu menghasilkan hasil samping berupa tongkol jagung dengan ukuran partikel yang lebih kecil sehingga memungkinkan digunakan sebagai komponen pakan domba. Namun pada kondisi seperti ini, nilai nutrisi tongkol jagung tidak mengalami perubahan sehingga bentuk pengolahan lain yang dapat meningkatkan nilai nutrisinya masih perlu dilakukan. Salah satu metode pengolahan yang dapat dilakukan adalah pemanfaatan jasa teknologi fermentasi menggunakan beberapa mikroba yang ada.

Penelitian yang telah dilakukan ini yaitu mengupayakan peningkatan nilai nutrisi bahan pakan sumber serat untuk ransum domba seperti tongkol jagung yang dapat ditempuh melalui proses pengolahan secara biologi dengan menggunakan mikroba fermentasi yang dijual secara komersil dan Aspergillus niger serta

Trichoderma viride.

Menurut Rachman (1989) fermentasi merupakan proses yang melibatkan aktifitas mikroba untuk memperoleh energi melalui pemecahan substrat yang berguna untuk keperluan metabolisme dan pertumbuhannya sehingga dapat menyebabkan perubahan sifat bahan pakan sebagai akibat dari pemecahan kandungan zat makanan dalam bahan pakan tersebut. Lebih lanjut dikemukakan oleh Winarno, et al (1980) bahwa hasil fermentasi terutama tergantung pada substrat, jenis mikroba dan kondisi di sekelilingnya yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan metabolisme mikroba tersebut. Pada proses fermentasi, mikroba membutuhkan sejumlah energi untuk pertumbuhan dan perkembangbiakannya yang akan diperoleh melalui perombakan zat makanan didalam substrat. Produk fermentasi biasanya mempunyai nilai nutrisi yang lebih tinggi daripada bahan aslinya karena adanya enzim yang dihasilkan dari


(17)

mikroba itu sendiri. Perubahan kimia yang terjadi didalam substrat diakibatkan oleh aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroba tersebut yang meliputi perubahan molekul komplek seperti karbohidrat, protein, dan lemak menjadi molekul yang lebih sederhana dan mudah dicerna.

Tongkol jagung yang telah mengalami fermentasi menggunakan Aspergillus niger dan Trichoderma viride diharapkan terjadi peningkatan nilai nutrisi dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan pengganti hijauan konvensional dalam ransum lengkap (complete feed) untuk meningkatkan kinerja produksi domba jantan yang digemukkan.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu :

1. Mengetahui kemampuan mikroba terhadap perubahan komponen kimia pakan (tongkol jagung) yang meliputi serat kasar (SK) dan protein kasar (PK).

2. Mengetahui respons ternak domba yang meliputi penampilan ternak dan kecernaan pakan yang difermentasi secara biologis.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi peneliti, peternak khususnya peternak domba, dan instansi terkait tentang efek pengolahan secara biologis dalam meningkatkan kualitas nutrisi tongkol jagung fermentasi sebagai pakan domba. Hasil penelitian ini nantinya diharapkan juga dapat digunakan sebagai rujukan dalam membuat complete feed sebagai pakan pengganti hijauan konvensional, serta dapat digunakan sebagai bahan penulisan ilmiah bagi pihak-pihak yang membutuhkannya.


(18)

Hipotesis Penelitian

Pengolahan secara biologis dalam meningkatkan kualitas nutrisi tongkol jagung fermentasi sebagai pakan domba akan berpengaruh positif terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot badan, konversi pakan, kecernaan bahan kering, konsumsi bahan organik, kecernaan bahan organik dan income over feed cost (IOFC) pada ternak domba.


(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Ternak Domba

Domba dan kambing merupakan jenis ternak potong yang tergolong ternak ruminansia kecil, hewan pemamah biak dan merupakan hewan mamalia yang menyusui anaknya. Disamping sebagai penghasil daging yang baik, domba dan kambing juga menghasilkan kulit yang dapat di manfaatkan untuk berbagai macam keperluan industri kulit dan khusus untuk domba menghasilkan bulu (wool) yang sangat baik untuk keperluan bahan sandang (tekstil) (Cahyono, 1998).

Berdasarkan taksonominya, domba merupakan hewan ruminansia yang berkuku belah dan termasuk pada sub famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua domba termasuk ke dalam genus Ovis dan yang didomestikasi adalah Ovis aries

(Johnston, 1983). Taksonomi domba menurut Blakely dan Bade (1985), bahwa semua domba mempunyai karakteristik yang sama sehingga diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Animalia (hewan)

Phylum : Chordata (hewan bertulang belakang)

Class : Mammalia (hewan menyusui)

Ordo : Artiodactyla (hewan berkuku genap)

Family : Bovidae (memamah biak)

Genus : Ovis (domba)


(20)

Menurut Ensminger (1991) pada mulanya domba didomestikasi di kawasan Eropa dan Asia. Ciri khas pada domba domestikasi adalah tanduk yang berpenampang segi tiga dan tumbuh melilit seperti spiral yang terdapat pada domba jantan. Bobot badan pada domba jantan lebih tinggi dibandingkan domba betina.

Domba diklasifikasikan sebagai hewan herbivora (pemakan tumbuhan) karena pakan utamanya adalah tanaman atau tumbuhan. Domba juga merupakan hewan mamalia, karena menyusui anak-anaknya. Sistem pencernaan pakan yang khas didalam rumen menyebabkan domba juga digolongkan sebagai hewan ruminansia. Sistem pencernaan yang khas inilah yang menyebabkan domba mampu mengkonversi pakan-pakan berkualitas rendah menjadi produk bergizi tinggi, seperti daging dan susu, serta hasil ikutan yang berkualitas tinggi seperti kulit dan wol (Sodiq dan Abidin, 2002).

Menurut Tomaszeweska et al., (1993) ternak domba mempunyai beberapa keuntungan dilihat dari segi pemeliharaannya, yakni : Cepat berkembang biak, dapat beranak lebih dari satu ekor dan dapat beranak dua kali dalam satu tahun, selalu bergerombol bila sedang merumput atau berjalan, kurang memilih dalam hal pakan sehingga memudahkan dalam pemeliharaan, memberikan pupuk kandang untuk keperluan pertanian, serta sebagai sumber keuangan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga yang mendadak.

Pertumbuhan Domba

Laju pertumbuhan ditentukan oleh beberapa faktor antara lain potensi

pertumbuhan dari masing-masing individu ternak dan pakan yang tersedia (Cole, 1982). Pertumbuhan pada hewan merupakan suatu fenomena universal yang


(21)

bermula dari suatu telur yang telah dibuahi dan berlanjut sampai hewan mencapai dewasa. Pertumbuhan dinyatakan umumnya dengan kenaikan berat badan yang dengan mudah dilakukan dengan penimbangan berulang-ulang dan diketengahkan

dengan pertumbuhan berat badan tiap hari, tiap minggu atau tiap waktu lainnya (Tillman et al., 1981).

Sistem Pencernaan Ruminansia

Ternak ruminansia berbeda dengan ternak mamalia lainnya karena mempunyai lambung sebenarnya, yaitu abomasum, dan lambung muka yang membesar, yang mempunyai tiga ruangan, yaitu rumen, retikulum dan omasum Ruminansia mempunyai kapasitas lambung yang besar tetapi jumlah yang dapat dimakan masih terbatas oleh kecepatan pencernaan dan sisa makanan yang dapat dikeluarkan dari saluran pencernaan. Proses utama dari pencernaan adalah secara mekanik, enzimatik ataupun mikrobial. Proses mekanik terdiri dari mastikasi atau pengunyahan dalam mulut dan gerakan-gerakan saluran pencernaan yang dihasilkan oleh kontraksi otot sepanjang usus. Pencernaan secara enzimatik atau kimiawi dilakukan oleh enzim yang dihasilkan oleh sel-sel dalam tubuh hewan dan yang berupa getah-getah pencernaan (Tillman et al., 1981).

Mikroorganisme dalam rumen merombak selulosa untuk membentuk asam-asam lemak terbang. Mikroorganisme tersebut mencerna pula pati, gula, lemak,

protein dan nitrogen bukan protein untuk membentuk protein mikrobial dan vitamin B. Tidak ada enzim dari sekresi lambung ruminansia tersangkut dalam

sintesa mikrobial (Anggorodi, 1979).

Ruminansia secara spesifik mampu mensintesis asam-asam amino dari unsur-unsur yang dihasilkan oleh berbagai proses yang terjadi di dalam rumen. Itulah


(22)

sebabnya, ruminansia mampu mengkonsumsi urea (yang merupakan non-protein nitrogen) dalam jumlah terbatas, yang di dalam rumen terurai menjadi NH3 dan

merupakan bahan utama pembentukan asam-asam amino. Selain dari bahan pakan yang dikonsumsinya, kebutuhan tubuh ruminansia terhadap protein juga dipenuhi dari mikroba rumen (Sodiq dan Abidin, 2002).

Pakan Ternak Domba

Pakan bagi ternak domba dari sudut nutrisi merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam menunjang kesehatan, pertumbuhan dan reproduksi ternak. Pakan sangat esensial bagi ternak domba karena pakan yang baik akan menjadikan ternak sanggup melaksanakan kegiatan serta fungsi proses dalam tubuh secara normal. Pada batasan minimal, makanan bagi ternak domba berguna untuk menjaga keseimbangan jaringan tubuh dan membuat energi sehingga mampu melaksanakan peran dalam proses metabolisme (Murtidjo, 1993).

Pakan yang diberikan jangan sekedar dimaksudkan untuk mengatasi lapar atau sebagai pengisi perut saja melainkan harus benar-benar bermanfaat untuk kebutuhan hidup, membentuk sel-sel baru, mengganti sel-sel yang rusak dan untuk produksi (Widayati dan Widalestari, 1996).

Bahan pakan harus menyediakan zat-zat makanan yang dapat digunakan untuk membangun dan menggantikan bagian-bagian tubuh dan menciptakan hasil-hasil produksinya, seperti daging, wol. Bahan pakan harus pula memberikan energi untuk keperluan proses-proses tersebut (Anggorodi, 1979).

Pemberian pakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi ternak dapat menyebabkan defisiensi zat-zat makanan sehingga ternak mudah terserang penyakit.


(23)

Penyediaan pakan harus diupayakan secara terus menerus dan sesuai dengan standar gizi menurut status ternak yang dipelihara (Cahyono, 1998).

Kebutuhan zat gizi dalam makanan domba dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini :

Tabel 1. Kebutuhan harian zat-zat makanan untuk ternak domba BB

(Kg)

BK ENERGI Protein

Ca P

(Kg) %BB

ME (Mcal) TDN (Kg) Total (g) DD (g)

5 0,14 - 0,60 0,61 51 41 1,91 1,40 10 0,25 2,50 1,01 1,28 81 68 2,30 1,60 15 0,36 2,40 1,37 0,38 115 92 2,80 1,90

20 0,51 2,60 1,80 0,50 150 120 3,40 2,30

25 0,62 2,50 1,91 0,53 160 128 4,10 2,80

30 0,81 2,70 2,44 0,67 204 163 4,80 2,30

Sumber : NRC (Nutrient Requirement of sheep, 1985).

Kebutuhan ternak akan zat gizi dalam pakan domba perlu diperhatikan untuk mandapat hasil yang maksimal dalam usaha penggemukan domba. Kandungan gizi dalam pakan domba ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan zat gizi dalam pakan domba (bahan kering) Berat Badan (kg) Konsumsi (Kg) TDN (%) Energi Protein (%) Ca (%) P (%) Vitamin A (IU/kg)

DE ME

(Mcal/kg) Domba jantan muda digemukkan

30 1,3 64 2,8 2,3 11,0 0,37 0,23 588

40 1,6 70 3,1 2,5 11,0 0,31 0,19 638

50 1,8 70 3,1 2,5 11,0 0,28 0,17 708

Domba jantan muda disapih awal

10 0,6 73 3,2 2,6 16,0 0,40 0,27 1417

30 1,4 73 3,2 2,6 14,0 0,36 0,24 1821

Sumber : NRC(Nutrient Requirement of sheep, 1985).

Pakan komplit (Complete Feed) adalah campuran semua bahan pakan yang terdiri atas hijauan dan konsentrat yang dicampur menjadi satu campuran yang


(24)

homogen dan diberikan kepada ternak sebagai satu-satunya pakan tanpa tambahan rumput segar. Complete feed dibuat dari hasil samping pertanian seperti jerami kedelai, tetes tebu, kulit kakao, kulit kopi, ampas tebu, bungkil biji kapok, dedak padi, onggok kering dan bungkil kopra, pakan tersebut diformulasikan sedemikian rupa sehingga kebutuhan ternak terpenuhi. Wahjuni dan Bijanti (2006) menjelaskan,

complete feed disusun untuk menyediakan ransum secara komplit dan praktis dengan pemenuhan nilai nutrisi yang tercukupi untuk kebutuhan ternak serta dapat ditujukan untuk perbaikan sistem pemberian pakan. Bahan-bahan yang biasa digunakan untuk pembuatan complete feed antara lain : 1). Sumber SK (jerami, tongkol jagung, pucuk

tebu), 2). Sumber energi (dedak padi, kulit kopi, kulit kakao tapioka, tetes), 3). Sumber protein (bungkil kedelai, bungkil kelapa, bungkil sawit, bungkil biji

kapok) dan 4). Sumber mineral (tepung tulang, garam dapur).

Keuntungan pembuatan pakan lengkap antara lain meningkatkan efisiensi dalam pemberian pakan dan menurunnya sisa pakan dalam palungan, hijauan yang palatabilitas rendah setelah dicampur dengan konsentrat dapat mendorong meningkatnya konsumsi, untuk membatasi konsumsi konsentrat karena harga konsentrat mahal (Yani, 2001).

Teknologi pengolahan hasil samping pertanian dan hasil samping agroindustri menjadi pakan lengkap merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan nilai kedua hasil samping tersebut dengan metode prosessing yang terdiri atas :

1. Perlakuan pencacahan (choppping) untuk merubah ukuran partikel dan melunakkan tekstur bahan agar konsumsi ternak lebih efisien.

2. Perlakuan pengeringan (drying) dengan panas matahari atau dengan alat pengering umtuk menurunkan kadar air bahan.


(25)

3. Proses pencampuran (mixing) dengan menggunakan alat pencampuran (mixer)

dan perlakuan penggilingan dengan alat giling Hammer Mill dan terakhir proses pengemasan.

(Wahyono danHardianto, 2004). Hijauan Pakan Ternak Domba

Hijauan pakan merupakan makanan kasar yang terdiri dari hijauan pakan yang dapat berupa rumput lapangan, limbah hasil pertanian, rumput jenis unggul yang telah diintroduksikan, juga beberapa jenis leguminosa. Hijauan pakan merupakan makanan utama bagi ternak ruminansia dan berfungsi tidak saja sebagai pengisi perut, tetapi juga sumber gizi, yaitu protein, sumber tenaga, vitamin dan mineral (Murtidjo, 1993).

Hijauan yang masih muda akan lebih dapat dicerna daripada yang tua. Perbedaan dalam daya cerna tersebut terjadi bila tumbuh-tumbuhan menjadi tua, disebabkan terutama karena bertambahnya kadar lignin yang hampir tidak dapat dicerna meskipun oleh hewan ruminansia (Anggorodi, 1979).

Tillman et al (1981) menyatakan bahwa kadar serat tanaman adalah terendah bila tanaman masih sangat muda dan cenderung naik kadar serat kasarnya bila tanaman makin tua. Pada umumnya, kadar serat kasar tanaman yang makin tinggi, pencernaannya makin lama dan nilai energi produktifnya makin rendah. Rendahnya nilai gizi limbah pertanian sangat erat hubungannya dengan umur tanaman.

Hijauan merupakan pakan utama untuk ruminansia sehingga penyediaannya harus kontinyu. Rumput gajah merupakan rumput yang berasal dari Afrika tropik dan merupakan rumput potong (Reksohadiprodjo, 1994). Rumput gajah mengandung protein kasar (PK) 9,72%, lemak kasar (LK) 1,04%, serat kasar (SK) 27,54%, abu


(26)

18,13% dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) 43,56%. Penggunaan rumput gajah sebagai pakan tunggal belum dapat memenuhi kebutuhan protein dan energi untuk ternak berproduksi. Penggunaan rumput gajah sebagai pakan membutuhkan suplementasi protein, energi dan mineral, sehingga perlu dilakukan penambahan pakan berupa konsentrat. Rumput gajah dan konsentrat yang dicampur secara homogen bisa disebut dengan istilah pakan komplit (complete feed). Complete feed

merupakan suatu jenis pakan yang terdiri dari hijauan dan konsentrat yang diberikan dalam imbangan yang memadai (Wahjuni dan Bijanti, 2006).

Tongkol Jagung

Tongkol jagung/janggel adalah hasil samping yang diperoleh ketika biji jagung dirontokkan dari buahnya. Akan diperoleh jagung pipilan sebagai produk utamanya dan sisa buah yang disebut tongkol atau janggel (Rohaeni et al., 2006).

Tongkol jagung ini sangat potensial dikembangkan untuk pakan ternak ruminansia. Namun hasil samping ini belum dimanfaatkan secara optimal sebagai bahan pakan ternak. Hal ini mungkin disebabkan oleh kualitasnya yang relatif rendah seperti pada hasil samping pertanian lainnya. Tongkol jagung ini mempunyai kadar protein yang rendah dengan kadar lignin dan selulosa yang tinggi (Aregheore, 1995). Dengan kandungan sellulosa yang cukup tinggi yang merupakan komponen serat yang dapat dicerna, maka tongkol jagung dapat menyediakan energi yang cukup untuk pertumbuhan mikroba dalam rumen . Namun karena rendahnya kandungan protein dan tingginya kadar lignin menyebabkan selulose menjadi tidak tersedia untuk difermentasi di dalam rumen akibatnya kecernaannya menjadi rendah (kecernaan in vitronya < 50%) (Brandt, 1986). Oleh karena itu perlu diolah untuk meningkatkan nilai nutrien dan kecernaannya. Hasil penelitian sebelumnya


(27)

pengolahan tongkol jagung menggunakan urea dapat menghasilkan kadar protein sebasar 10% dan kecernaan sebasar 60% (Yulistiani et al., 2009) .

Nilai nutrisi dari limbah tanaman dan hasil samping industri jagung sangat bervariasi (terdapat pada Tabel 3). Nilai kecernaan kulit jagung dan tongkol (60%) ini hampir sama dengan nilai kecernaan rumput gajah sehingga bahan-bahan tersebut

dapat untuk menggantikan rumput gajah sebagai sumber hijauan pakan ternak (Mcctucheon dan Samples, 2002).

Tabel 3. Komposisi kimia dan nutrisi limbah tanaman jagung

Jenis limbah BK TDN PK UIP SK ADF NDF LK Abu Ca P --- % --- Jerami jagung (corn fodder) 80 67 9 45 25 29 48 2,4 7 0,50 0,25 Batang jagung tua 80 59 5 30 35 44 70 1,3 7 0,35 0,19 (corn stover/stalk, mature)

Silase tanaman jagung termasuk buah muda

(corn silage, milk stage) 26 65 8 18 26 32 54 2,8 6 0,40 0,27 Silase tanaman jagung termasuk buah yangsudah matang (corn silage,

mature well eared) 34 72 8 28 21 27 46 3,1 5 0,28 0,23 Silase tanaman jagung manis

(corn silage, sweet corn) 24 65 11 t a d 20 32 57 5,0 5 0,24 0,26 Tongkol (corn cobs) 90 48 3 70 36 39 88 0,5 2 0,12 0,04 TDN = Total Digestible Nutrient (total nutrien tercerna).

UIP = Undegradable Insoluble Protein (protein tak larut dan tidak terdegradasi; dalam rumen). ADF = Acid Detergent Fiber (serat deterjen asam).

NDF = Neutral Detergent Fiber (serat deterjen netral). t a d = tidak ada data.

Sumber: Preston (2006).

Dedak Padi

Dedak padi adalah bahan pakan yang diperoleh dari pemisahan beras dengan kulit gabahnya melalui proses penggilingan padi dari pengayakan hasil ikutan penumbukan padi (Parakkasi, 1995). Sedangkan menurut Rasyaf (1992) Sebagai bahan makanan asal nabati, dedak memang hasil samping proses pengolahan padi menjadi beras. Oleh sebab itu kandungan nutrisinya juga cukup baik, dimana


(28)

kandungan protein dedak halus sebesar 12 % - 13 %, kandungan lemak 13 %, dan serat kasarnya 12 %. Kandungan nilai gizi dalam dedak halus ini dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan nilai gizi dedak halus

Uraian Kandungan (%)

Protein Kasar 11,90

TDN 67.00

Serat Kasar 8.50

Lemak Kasar 9.10

Bahan Kering 89,60

Sumber : Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, Departemen Peternakan FP USU (2001).

Bungkil Inti Sawit

Menurut Devendra (1997) bungkil inti sawit adalah hasil samping/hasil ikutan dari hasil ekstraksi inti sawit. Bahan ini diperoleh dengan proses kimiawi atau cara mekanik walaupun kandungan proteinnya agak baik tapi karena serat kasarnya tinggi dan palatabilitasnya rendah menyebabkan kurang cocok bagi ternak monogastrik dan lebih cocok pada ternak ruminansia.

Silitonga (1993) menyatakan bahwa semakin tinggi persentase bungkil inti sawit dalam ransum maka kenaikan berat badan perhari semakin besar, namun demikian pemberian optimal dari bungkil inti sawit ialah 1,5 % dari berat badan untuk mempengaruhi pertumbuhan ternak domba. Batubara et al., (1992) melaporkan bungkil inti sawit dapat digunakan sebesar 40% dalam konsentrat domba yang ditambah dengan molases 20%. Kandungan nilai gizi dalam bungkil inti sawit ini dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini :

Tabel 5. Kandungan nilai gizi bungkil inti sawit

Uraian Kandungan (%)

Protein Kasar 15,4 a


(29)

Serat Kasar 16,9 Lemak Kasar

a

2,4 Bahan Kering

a

92,6 a

Sumber : a. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, Departemen Peternakan FP USU (2005). b. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak IPB, Bogor (2000).

Molases

Molases atau tetes tebu adalah hasil sampingan pengolahan tebu menjadi gula. Bentuk fisiknya berupa cairan yang kental dan berwarna hitam. Kandungan karbohidrat, protein dan mineralnya cukup tinggi sehingga bisa juga dijadikan pakan ternak walaupun sifatnya hanya sebagai pakan pendukung. Disamping harganya

murah, kelebihan lain tetes tebu terletak pada aroma dan rasanya (Widayati dan Widalestari, 1996).

Molases sebagai hasil ikutan proses pengolahan tebu menjadi gula sangat palatabel bagi ternak domba. Penyertaan molases dalam campuran dengan bahan pakan tambahan lain dapat meningkatkan konsumsi pakan tambahan secara keseluruhan akibat aroma yang ditimbulkannya, maupun terbentuknya ikatan fisik dintara bahan penyusun pakan tambahan sehingga mengurangi hilangnya pakan terutama bahan pakan yang bersifat pendebuan. Pemberian molases sebagai bahan pakan tambahan tunggal atau dalam bentuk campuran dengan bahan pakan lain

meningkatkan laju pertambahan berat badan harian pada domba (Batubara et al., 1993).

Kandungan nilai gizi molases dapat dilihat pada Tabel 6 yang tertera dibawah ini :

Tabel 6. Kandungan nilai gizi molases

Kandungan Zat Kadar Zat (%)


(30)

Protein Kasar 3-4

Lemak Kasar 0,08

Serat Kasar 0,38

TDN 81,0

Sumber : Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Jurusan Peternakan FP-USU, Medan (2000).

Urea

Urea dalam ransum mempertinggi daya cerna selulosa dalam hijauan. Menurut Basir (1990) selain meningkatkan kualitas hijauan, urea juga dapat dimanfaatkan sebagai pengganti protein butir-butiran. Urea juga dapat memenuhi kebutuhan protein untuk pertumbuhan dan produksi ternak ruminansia.

Menurut Utomo (1991) menyatakan bahwa penggunaan urea dalam ransum ternak domba sebanyak 4,5% dari pemberian konsentrat belum menunjukkan gejala keracunan. Namun apabila urea yang diberikan terlalu banyak akan menyebabkan kenaikan pH rumen dan serum darah yang menyebabkan pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme terhambat.

Garam

Garam diperlukan oleh domba sebagai perangsang menambah nafsu makan. Garam juga sebagai unsur yang dibutuhkan sekali dalam kelancaran pekerjaan faali tubuh (Sumoprastowo, 1993).

Semua herbivora akan suka memakan garam apabila disediakan dalam bentuk jilatan (lick) atau dalam bentuk halus dalam tempat mineral. Oleh karena hewan suka akan garam maka biasanya garam dipakai sebagai campuran fosfor atau mineral mikro dan senyawa lain misalnya obat parasit (Tillman et al., 1981).


(31)

Pada umumnya bahan makanan yang digunakan untuk ternak tidak cukup mengandung Na dan Cl untuk memenuhi kebutuhan produksi optimum (termasuk untuk unggas). Hampir semua bahan makanan nabati (termasuk khususnya hijauan tropis) mengandung Na dan Cl relatif lebih kecil dibanding bahan makanan hewani. Oleh karena itu bahan makanan ruminan (terutama hijauan) maka suplemen Na dan Cl dalam bentuk garam dapur dapat (hendaknya) dilakukan oleh peternak, pemberian tersebut dapat ad libitum (Parakkasi, 1995).

Penggunaan toleransi maksimum terhadap pemberian NaCl untuk berbagai spesies dapat dilihat pada Tabel 7 :

Tabel 7. Toleransi maksimum berbagai spesies terhadap NaCl

Spesies Level NaCl dalam makanan (%)

Sapi

Beef (Potong) 4

Dairy (Perah) 9

Domba 9

Babi 8

Unggas 2

Kuda 3

Kelinci 3

Sumber : Didapatkan dengan ekstrapolasi dari hewan lain.

Mineral

Mineral adalah zat anorganik yang dibutuhkan dalam jumlah yang kecil, namun berperan pentin agar proses fisiologis dapat berlangsung dengan baik. Mineral digunakan sebagai kerangka pembentukan tulang dan gigi, pembentukan darah dan pembentukkan jaringan tubuh serta diperlukan sebagai komponen enzim yang berperan dalam proses metabolisme didalam sel. Penambahan mineral dalam ransum

domba dapat mencegah kekurangan mineral didalam makanan (Setiadi dan Inounu, 1991).


(32)

Mineral yang dibutuhkan ternak domba memang relatif sedikit, namun mineral sangat penting dan diperlukan untuk kesempurnaan makanan yang dikonsumsi oleh ternak domba. Mineral esensial yang diperlukan oleh tubuh ternak domba terbagi dalam 2 kelompok, yakni mineral makro yang terdiri dari Ca, P, Mg, Na, K dan Cl, serta mineral mikro yang terdiri dari Cu, Mo,Fe dan lain-lain.Kebutuhan akan mineral makro lebih banyak daripada jumlah kebutuhan mineral mikro (Murtidjo, 1993).

Parakkasi (1995) menyatakan bahwa guna memenuhi kebutuhan mineral, mungkin dapat diusahakan bila ruminan bersangkutan dapat mengkonsumsi hijauan yang cukup. Hijauan tropis umumnya mengandung (relatif) kurang mineral (terutama dimusim kemarau) maka umumnya ruminan didaerah tropis cenderung defisiensi akan mineral.

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kebutuhan mineral pada domba ini. Diantaranya adalah sebagai berikut: bangsa hewan, umur, jenis kelamin, pertumbuhan, kesuburan berkembang biak, laktasi, iklim, ransum, kandungan mineral tanah, keseimbangan hormonal dan kegiatan faali di dalam tubuh

(Sumoprastowo, 1993).

Secara umum mineral-mineral berfungsi sebagai berikut :

1. Bahan pembentukan tulang dan gigi yang menyebabkan adanya jaringan keras dan kuat

2. Mempertahankan keadaan koloidal dari beberapa senyawa dalam tubuh 3. Memelihara keseimbangan asam basa dalam tubuh

4. Aktivator sistem enzim tertentu 5. Komponen dari suatu enzim


(33)

6. Mineral mempunyai sifat yang karakteristik terhadap kepekaan otot dan saraf. (Tillman et al., 1981)

Tabel 8. Unsur-unsur Mineral yang Esensial dan Kadarnya dalam Tubuh Hewan

Makro Mikro

Unsur % Unsur Mg/Kg

Kalsium (Ca) 1.5 Besi (Fe) 20-80

Fosfor (P) 1.0 Seng (Zn) 10-50

Kalium (K) 0.2 Tembaga (Cu) 1.5

Natrium (Na) 0.16 Mangan (Mn) 0.2-0.5

Khlor (Cl) 0.11 Yodium (J) 0.3-0.6

Sulfur(S) 0.15 Kobalt (Co) 0.02-0.1

Magnesium(Mg) 0.04 Molibdum (Mo) 1.4

Selenium (Se) 1.7

Khromium (Cr) 0.08

Sumber : Tillman et, al., (1981).

Kandungan beberapa mineral dalam ultra mineral dapat dilihat pada Tabel 9 yang tertera dibawah ini :

Tabel 9. Kandungan beberapa mineral dalam ultra mineral

Kandungan Zat Kadar Zat (%)

Kalsium Karbonat 50,00

Phospor 25,00

Mangan 0,35

Iodium 0,20

Kalium 0,10

Cuprum 0,15


(34)

Besi 0,80

Zn 0,20

Mg 0,15

Sumber : Eka Farma.

Mikroba Untuk Fermentasi Starbio

Starbio merupakan serbuk berwarna coklat hasil pengembangan bioteknologi modern temuan LHM Research Station. Berisi koloni bakteri yang diisiolasi dari alam, bersifat bersahabat dengan kehidupan (Probiotik). Kandungan bakteri dalam Starbio antara lain: Azobacter spp., Spirillum lipoferum, Trichoderma polysporeum, Cellulomonas acidula, Bacillus cellulase, Clavaria dendroidie, Streptomyces, Pseudomonas, Fusarium, Bacillus cellulase Disolvens. Starbio bekerja secara enzimatis (menghasilkan enzim) yang berfungsi memecah protein (proteolitik), karbohidrat struktural (selulolitik, hemiselulolitik, lignolitik), dan lemak (lipolitik) serta dilengkapi dengan bakteri nitrogen fiksasi non simbiose Starbio dapat digunakan untuk menguraikan limbah baik limbah rumah tangga, Rumah Potong Hewan, Pabrik, Tambak yang sering menimbulkan masalah terhadap pencemaran air. (LHM, 1995).

Pemberian probiotik starbio pada pakan ternak akan meningkatkan kecernaan ransum, kecernaan protein dan mineral fosfor (Piao et al., 1999). Hal ini terjadi karena probiotik starbio merupakan kumpulan mikroorganisme (mikroba probiolitik, selulolitik, lignolitik, lipolitik, dan aminolitik serta nitrogen fiksasi non simbiosis)


(35)

yang mampu menguraikan bahan organik kompleks pada pakan menjadi bahan organik yang lebih sederhana (LHM, 1995).

Penggunaan probiotik dalam ransum ternyata dapat meningkatkan daya cerna sehingga zat-zat pakan lebih banyak diserap oleh tubuh untuk pertumbuhan maupun produksi. Penggunaan probiotik pada ternak unggas ternyata sangat menguntungkan karena dapat menghasilkan berbagai enzim yang dapat membantu pencernaan dan dapat menghasilkan zat antibakteri yang dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme yang merugikan. Penambahan probiotik Starbio 0,25 % pada pakan yang mengandung serat kasar 6 % nyata dapat meningkatkan pertambahan berat badan ayam pedaging (Zainuddin et al, 1995 ).

Aspergillus niger

Aspergillus niger menghasilkan enzim urease untuk memecah urea menjadi amina dan CO2

Menurut Hardjo, (1989) klasifikasi Aspergillus niger adalah berasal dari genus Aspergillus, famili Euratiaceae, ordo Eutiales, kelas Asomycotina, dan divisi

Asmatgmycota.

yang selanjutnya digunakan untuk pembentukan asam amino yang berfungsi sebagai perangsang pertumbuhan (Lehninger, 1991). Aspergillus niger

didalam pertumbuhannya berhubungan langsung dengan zat makanan yang terdapat dalam medium. Molekul sederhana seperti gula dan komponen lain yang larut disekeliling hifa dapat langsung diserap. Molekul lain yang lebih kompleks seperti selulosa, pati dan protein harus dipecah terlebih dahulu sebelum diserap kedalam sel. Untuk itu Aspergillus niger menghasilkan beberapa enzim ekstraseluler seperti

amilase, amiloglukosidase, pektinase, selulase, katalase, dan glukosidase (Hardjo et al., 1989).


(36)

Aspergillus niger bersifat aerobik sehingga membutuhkan oksigen terhadap pertumbuhan. Temperatur optimum bagi pertumbuhannya adalah antara 35oC – 37o

Trichodermaviride

C. pH optimum antara 5 - 7 dan pH antara 2 - 8,5 kadar air media antara 65-70%. Ciri-ciri khas Aspergillus niger menurut Fardiaz (1989) antara lain: berupa benang-benang tunggal yang disebut hifa, tidak mempunyai klorofil dan berkembang biak secara generatif dan vegetatif.

Trichoderma viride adalah salah satu jenis jamur yang bersifat selulolitik karena dapat menghasilkan selulase. Enzim yang dapat menghidrolisis selulosa adalah selulase. Produksi selulase secara komersial biasanya menggunakan kapang atau bakteri. Kapang yang bisa menghasilkan selulase adalah Aspergillus niger, Trichoderma viride, dan lain-lain. Bakteri yang bisa menghasilkan selulase adalah

Pseudomonas, Cellulomonas, dan Bacillus. Diantara beberapa jenis kapang dan bakteri yang bisa menghasilkan selulase, yang potensial untuk dikembangkan dalam pembuatan enzim selulase salah satunya adalah kapang Trichoderma viride.

Trichoderma viride adalah kapang berfilamen yang sangat dikenal sebagai organisme selulolitik dan menghasilkan enzim-enzim selullolitik, termasuk enzim

selobiohidrolase, endoglukanase dan ß-glukosidase. Kelebihan dari Trichoderma viride selain menghasilkan enzim selulolitik yang lengkap, juga menghasilkan enzim

xyloglukanolitik. Keberadaan enzim ini akan semakin mempermudah enzim

selulolitik dalam memecah selulosa. Trichoderma viride telah dimanfaatkan untuk mengisolasi xylooligosaccharida dari bronjongsawit (Salina et al., 2008).

Untuk keperluan fermentasi, Trichoderma bisa aktivasi dengan menggunakan media air steril, yang dimasukkan ke dalamnya gula pasir (1% dari volume air), urea


(37)

(1%) dan NPK (0.5% dari berat air), lalu dilarutkan. Ke dalam larutan tersebut dimasukkan bibit kapang Trichoderma sebanyak 1% dari volume air. Lalu larutan diaerasi menggunakan aerator selama 35-48 jam. Larutan Trichoderma virede

tersebut kemudian dijadikan inokulan dalam fermentasi tongkol jagung. Sebelum difermentasi, sebaiknya tongkol jagung dicacah atau lebih baik jika ditepungkan, untuk memperkecil bentuknya. Selanjutnya difermentasi selama 7 hari, dan kemudian dikeringkan. Melalui teknik fermentasi, akan dapat meningkatkan kandungan protein dan energi bahan, sehingga akan lebih mudah dicerna oleh ternak. Trichoderma dapat memfermentasi janggel jagung sebagai pakan alternatif pada musim kemarau (Rohaeni et al., 2006) dan memfermentasilimbah agroindustri (Prayitno, 2008.).

Fermentasi

Fermentasi adalah proses biologis yang menghasilkan komponen-komponen dan jasa sebagai akibat adanya pertumbuhan maupun metabolisme mikrobia. Pengertian fermentasi ini mencakup baik fermentasi aerob maupun anaerob (Muchtadi et al., 1992).

Fermentasi merupakan proses penguraian unsur-unsur organik kompleks terutama karbohidrat untuk menghasilkan energi melalui reaksi enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang biasanya terjadi dalam keadaan anaerob dan diiringi dengan pembebasan gas (Sarwono, 1996).

Penambahan bahan-bahan nutrien kedalam fermentasi dapat menyokong dan merangsang pertumbuhan mikroorganisme. Salah satu bahan yang dapat digunakan pada proses fermentasi adalah urea. Urea yang ditambahkan pada proses fermentasi akan terurai oleh enzim urease menjadi ammonia dan karbondioksida yang selanjutnya digunakan untuk pembentukan asam amino (Fardiaz, 1989).


(38)

Fermentasi timbul sebagai hasil metabolisme tipe aerobik dan anaerobik. Untuk hidup semua organisme membutuhkan sumber energi, energi diperoleh dari metabolisme bahan pangan dimana berada didalamnya. Bahan baku yang paling banyak digunakan diantara mikroorganisme adalah glukosa. Dengan adanya oksigen beberapa mikroorganisme mencerna glukosa dan menghasilkan air, karbondioksida dan sejumlah besar energi (ATP) yang digunakan untuk tumbuh (Bukcle et al., 1985). Fermentasi merupakan proses perubahan kimia pada substrat sebagai hasil kerja enzim dari mikroba dengan menghasilkan produk tertentu. Proses ini berjalan tergantung pada jenis substrat, mikroba, dan lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dan metabolisme mikroba. Pada proses fermentasi akan merombak struktur jaringan kimia dinding sel, pemutusan ikatan lignoselulosa dan penurunan kadar lignin (Winarno., et al, 1980). Syamsu (2006) menyatakan bahwa penggunaan stater mikroba menurunkan kadar dinding sel (NDF).

Fermentasi dapat meningkatkan kadar protein, disebabkan karena terjadinya perubahan karbohidrat menjadi protein ataupun karena adanya peningkatan mikroba pembusuk yang mati karena tidak tahan hidup dalam suasana asam sewaktu fermentasi berlangsung (Darmono, 1993). Menurut Fathul (1997) bahwa protein bentuk baru pada pengawetan pakan ternak secara fermentasi tersusun dari penggabungan antara N bebas dari bangkai bakteri dan senyawa sisa asam lemak volatile (campuran asam asetat, propionat dan butirat) yang telah kehilangan ion O, N dan H. Terbebasnya ion O, N dan H tersebut disebabkan oleh peningkatan suhu selama proses fermentasi.


(39)

Tingkat konsumsi (Voluntary Feed Intake) adalah jumlah makanan yang terkonsumsi oleh hewan bila bahan makanan tersebut diberikan secara ad libitum. Dalam mengkonsumsi ransum ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu tingkat energi, keseimbangan asam amino, tingkat kahalusan ransum, aktivitas ternak, berat badan, kecepatan pertumbuhan dan suhu lingkungan. Tingkat perbedaan konsumsi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor ternak (bobot badan, umur, tingkat kecernaan pakan, kualitas pakan dan palatabilitas). Palatabilitas pakan dipengaruhi oleh bau, rasa, tekstur, dan bentuk pakan yang diberikan (Chuch, 1988).

Ensminger (1990) faktor yang mempengaruhi palatabilitas untuk ternak ruminansia adalah kecerahan warna, rasa, tekstur dan kandungan nutrisi. Makanan yang berkualitas baik tingkat konsumsinya lebih tinggi dibandingkan dengan makanan berkualitas rendah sehingga kualitas pakan yang relatif sama maka tingkat konsumsinya juga tidak berbeda (Parakkasi, 1995). Penambahan kecepatan konsumsi pakan sesuai dengan bertambahnya daya cerna dari makanan (Tillman., et al, 1981). konsumsi bahan kering domba berkisar antara 2 – 4 % dari bobot badannya. Tinggi dan rendahnya konsumsi bahan kering pakan tergantung pada nilai manfaat pakan terhadap pertumbuhanya.Selain itu, konsumsi yang maksimum sangat tergantung pada keseimbangan nutrisi dalam pencernaan (Preston., et al, 1984).

Pertambahan Bobot Badan Ternak

Tingkat Pertambahan bobot badan yang tinggi dapat dicapai jika ternak domba tersebut memiliki potensi genetik yang baik dan ditunjang oleh kondisi lingkungan dan pakan yang menunjang munculnya potensi genetik tersebut. Seperti halnya ternak lain, domba mengalami pertumbuhan yang biasa digambarkan sebagai “kurva S”. Ketika baru lahir domba mengalami pertumbuhan yang sangat lambat,


(40)

kemudian laju pertumbuhan semakin meningkat dan sampai pada titik tertentu akan menurun. Pertumbuhan yang sangat cepat hanya berlangsung beberapa bulan. Pada saat-saat inilah domba memiliki kemampuan yang optimal dalam mengkonversi pakan menjadi daging (Sodiq dan Abidin, 2002).

Pertambahan bobot badan harian di pengaruhi oleh konsumsi pakan (Parakkasi, 1999). Pertambahan bobot badan juga dipengaruhi salah satunya oleh kualitas dan kuantitas pakan, pertambahan bobot badan berkorelasi positif dengan konsumsi pakan dan zat makanan (Cheeke, 1999).

Konversi Pakan

Konversi pakan diukur dari jumlah bahan kering yang dikonsumsi dibagi dengan unit pertambahan bobot badan persatuan waktu. Konversi pakan khususnya pada ternak ruminansia dipengaruhi oleh kualitas pakan, pertambahan bobot badan dan nilai kecernaan. Dengan memberikan kualitas pakan yang baik ternak akan tumbuh lebih cepat dan lebih baik konversi pakannya (Martawidjaya et al., 1999).

Konversi pakan khususnya ternak ruminansia kecil dipengaruhi oleh kualitas pakan, nilai kecernaan dan dimensi memanfaatkan zat gizi dalam proses metabolisme di dalam jaringan tubuh ternak. Semakin baik kualitas pakan yang dikonsumsi ternak, diikuti dengan pertambahan bobot badan yang tinggi maka nilai konversi pakan akan semakin rendah dan akan semakin efisien pakan yang digunakan (Pond et al., 1995).

Nilai standar konversi pakan ternak domba adalah sebesar empat (NRC, 1985). Perbedaaan iklim di Indonesia yang beriklim tropis dengan standar NRC yang didasarkan dengan iklim subtropis merupakan salah satu pnyebab perbedaan standar nilai konversi pakan. Kebutuhan nutrisi didaerah tropis cenderung lebih tinggi dibandingkan daerah subtropis. Suhu udara yang tinggi akan menyebabkan konsumsi


(41)

air minum meningkat dan konsumsi pakan menurun sehingga berakibat pada penurunan konsumsi energi (Siregar, 1984).

Kecernaan Bahan Kering

Secara keseluruhan semakin tinggi waktu inkubasi, terutama pada 1,5 – 4,5 jam semakin tinggi pula BK terdegradasi. Fenomena ini dapat dijelaskan dengan dua pendekatan, pertama ditinjau dari kelarutan bahan pakan atau ransum itu sendiri terutama pada 0 – 1 jam inkubasi, semakin tinggi daya larut (solubilitas) suatu bahan akan memberi kontribusi tinggi terhadap meningkatnya BK terdegradasi. Kedua pada 3 – 4,5 jam fermentasi merupakan puncak aktivitas mikroba rumen dalam mendegradasi pakan, karena itu semakin tinggi BK terdegradasi lebih banyak ditentukan oleh aktivitas mikroba rumen itu sendiri (Putra, 2006).

Substrat bagi pertumbuhan mikroorganisme rumen adalah selulosa dan hemiselulosa dan degradasi lignin terjadi pada akhir pertumbuhan primer melalui metabolisme sekunder dalam kondisi defisiensi nutrien seperti nitrogen, karbon atau sulfur (Hatakka, 2001).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecernaan bahan kering adalah suhu, laju perjalanan melalui alat pencernaan, bentuk fisik dari pakan, komposisi ransum, dan pengaruh dari perbandingan dengan zat lainnya dari bahan pakan tersebut (Anggorodi, 1984).

Menurut (Tillman et al., 1991) Nilai kecernaan adalah persentase bahan makanan terkonsumsi yang tidak didapatkan dalam feses dan dapat diserap oleh saluran pencernaan; jika dinyatakan dalam persen, maka disebut koefisien cerna. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecernaan suatu bahan pakan adalah komposisi kimia bahan, penyiapan pakan (pemotongan, penggilingan, pemasakan, dan


(42)

lain-lain), jenis ternak, umur ternak, dan jumlah ransum. Kecernaan juga dipengaruhi oleh kandungan protein kasar dan serat pakan, perlakuan terhadap bahan pakan, faktor spesies ternak, serta jumlah konsumsi pakan. Kecernaan sering erat hubungannya dengan konsumsi, yaitu pada pemberian pakan dengan kandungan serat yang tinggi yang sifatnya sangat voluminous, lamban dicerna dibandingkan pakan yang tidak berserat. Oktarina et al (2004) menyatakan bahwa peningkatan kadar protein kasar dalam pakan akan meningkatkan laju perkembangbiakan dan populasi mikroba

rumen sehingga kemampuan mencerna menjadi besar. Selain itu menurut Mackie et al. (2002) adanya aktivitas mikroba dalam saluran pencernaan sangat

mempengaruhi kecernaan. Nilai rataan koefisien cerna bahan kering pada domba lokal adalah 57,34% sedangkan nilai rataan koefisien cerna bahan organik adalah 60,74% (Elita, 2006).

Kecernaan yang mempunyai nilai tinggi mencerminkan besarnya sumbangan nutrisi tertentu pada ternak, sementara itu pakan yang mempunyai kecernaan rendah menunjukkan bahwa pakan tersebut kurang mampu mensuplai nutrisi untuk diabsorbsi dalam memenuhi kebutuhan hidup pokok maupun untuk tujuan produksi (Putra, 2006).

Kecernaan Bahan Organik

Kecernaan bahan organik menggambarkan ketersedian nutrien dari pakan. Bahan organik terdiri dari lemak, protein kasar, serat kasar dan Bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN), faktor-faktor yang mempengaruhi kecernaan bahan organik adalah aktivitas mikroorganisme, bentuk fisik pakan, dan kecernaan bahan kering. Kecernaan serat suatu bahan makanan sangat mempengaruhi kecernaan pakan, baik dari segi jumlah maupun dari komposisi kimia seratnya (Tillman et al., 1991).


(43)

Setelah 24 jam inkubasi, residu pakan dalam tabung dikeluarkan dan dicampurkan dengan larutan detergen netral, ditransfer ke cawan, dibilas, dikeringkan dan diabukan. Nilai kecernaan bahan organik (KBO) didapatkan melalui selisih kandungan bahan organik (BO) awal sebelum inkubasi dan setelah inkubasi, proporsional terhadap kandungan BO sebelum inkubasi tersebut. Nilai kecernaan bahan organik didapatkan melalui selisih kandungan bahan organik awal sebelum inkubasi dan setelah inkubasi, proporsional terhadap kandungan Bahan organik sebelum inkubasi (Jayanegara et al., 2009). Nilai degradasi bahan organik antara 48,26-53,75% (Firsoni et al., 2008). Menurut Sutardi (1980), bahan organik merupakan bagian dari bahan kering, sehingga meningkatnya konsumsi bahan kering maka konsumsi bahan organik akan meningkat pula. Peningkatan kecernaan bahan organik sejalan dengan meningkatnya kecernaan bahan kering, karena sebagian besar komponen bahan kering terdiri atas bahan organik sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kecernaan bahan kering akan berpengaruh juga terhadap tinggi rendahnya kecernaan bahan organik. Van Soest (1994) yang menyatakan bahwa kemampuan mencerna bahan makanan ditentukan oleh beberapa faktor seperti jenis ternak, komposisi kimia pakan dan penyimpanan pakan. Daya cerna suatu bahan pakan tergantung pada keserasian zat-zat makanan yang terkandung didalamnya.

Income Over Feed Cost (IOFC)

Analisis ekonomi sangat penting dalam usaha penggemukan domba, karena tujuan akhir dari penggemukan adalah untuk mendapatkan keuntungan. Salah satu perhitungan yang dapat digunakan adalah Income Over Feed Cost (IOFC), yaitu pendapatan dari pemeliharaan setelah dikurangi biaya pakan selama pemeliharaan.


(44)

Ada beberapa faktor yang berpengaruh penting dalam penghitungan IOFC yaitu pertambahan bobot tubuh selama pemeliharaan, konsumsi dan harga pakan. Wahju (1997) mengemukakan bahwa pertumbuhan yang baik belum tentu menjamin keuntungan maksimum, tetapi pertumbuhan yang baik dan diikuti dengan konversi pakan yang baik serta biaya pakan yang minimum akan mendapatkan keuntungan yang maksimum.


(45)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Prosedur Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua tahapan, yaitu tahap uji kemampuan mikroba terhadap komponen kimia pakan dan tahap pengujian in vivo. Tahap uji kemampuan mikroba terhadap komponen kimia pakan meliputi coloning forming unit (CFU), fermentasi tongkol jagung, dan peubah yang diamati. Tahap pengujian in vivo

meliputi penampilan domba dan kecernaan pakan.

I. Tahapan Uji Kemampuan Mikroba Terhadap Komponen Kimia Pakan 1. Coloning Forming Unit (CFU)

Trichoderma viride dan Aspergillus niger yang sudah dalam bentuk serbuk di uji di laboratorium dengan menghitung jumlah koloni jamur yang bekembang. Mula-mula mikroba tersebut di encerkan hingga 10 -10 dengan menggunakan aquades steril didalam tabung reaksi. Kemudian larutan mikroba yang terhitung mulai dari pengenceran 10 -6 sampai 10 -10 di tuangkan masing-masing sebanyak 1 ml kedalam media agar steril yang sebelumnya telah dibuat di dalam cawan petridis, simpan di tempat yang steril dan dilakukan pengamatan mulai keesokan harinya hingga jumlah koloni jamur dapat dihitung. Hasil perhitungan merupakan parameter yang akan menentukan berapa persen Trichoderma viride dan Aspergillus niger akan digunakan.

2. Fermentasi tongkol jagung

Sebelum difermentasi, tongkol jagung ditepungkan (grinder) untuk memperkecil bentuknya, kemudian buat larutan Trichoderma virede dan Aspergillus niger hingga koloniya 107, atau sebesar 0,01% dari tongkol jagung dengan kadar air


(46)

17%, dan jumlah kolonial 1010

P

sedangkan pada perlakuan dengan starbio, penggunaan starbio sesuai dengan anjuran dari produk itu sendiri, yaitu sebesar 0,5% dari bahan. Larutan tersebut kemudian dijadikan inokulan dalam fermentasi tongkol jagung sesuai dengan perlakuan masing-masing sehingga kelembaban bahan menjadi 60 %. Adapun perlakuannya yaitu :

0 = Tongkol jagung tanpa perlakuan (kontrol)

P1

P

= Tongkol jagung fermentasi dengan starbio

2

P

= Tongkol jagung fermentasi dengan Aspergillus niger 3

P

= Tongkol jagung fermentasi dengan Trichoderma viride 4

Trichoderma viride

= Tongkol jagung fermentasi dengan Aspergillus niger dan

Selanjutnya perlakuan fermentasi dilakukan selama 10 hari didalam karung goni yang di biarkan terbuka, kemudian dikeringkan (lampiran 4).

3. Peubah yang diamati

Hasil fermentasi dari tiap perlakuan di keringkan dan dihaluskan, kemudian dianalisa di Laboratorium untuk mendapatkan gambaran data awal terhadap peubah yang diamati meliputi serat kasar (SK) dan protein kasar (PK) pada tongkol jagung yang telah difermentasi.

II. Tahap pengujian secara in vivo

Pada tahap pengujian secara in vivo ini menggunakan domba jantan sebanyak 20 ekor. Metode penelitian yang digunakan adalah metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan dan 4 ulangan. Model rancangan acak lengkap yang digunakan adalah :


(47)

Dimana : Yij = Hasil pengamatan pada ulangan ke-i dan perlakuan ke-j µ = Nilai rata-rata (mean) harapan

τ = Pengaruh faktor perlakuan

ε = Pengaruh galat (experimental error)

Adapun susunan ransum komplit dan kandungan beberapa nutrisi dalam ransum yang disusun dapat dilihat pada Tabel 10 dibawah ini :

Tabel 10. Susunan Ransum Komplit

Bahan Pakan Perlakuan (%)

P 0 P 1 P 2 P 3 P 4 Tongkol jagung tanpa perlakuan (kontrol) 50 0 0 0 0

Tongkol jagung + starbio 0 50 0 0 0

Tongkol jagung + Aspergillus niger 0 0 50 0 0 Tongkol jagung + Trichoderma viride 0 0 0 50 0 Tongkol jagung + Aspergillus niger

dan Trichoderma viride 0 0 0 0 50

Bungkil inti sawit 30 30 30 30 30

Dedak padi 9 9 9 9 9

Molases 6 6 6 6 6

Urea 3 3 3 3 3

Garam 1 1 1 1 1

Ultra mineral 1 1 1 1 1

Jenis Nutrisi Kandungan Nutrisi (%)

Protein Kasar (PK) 15.7 17,2 16,4 16,3 17,3

Serat Kasar (SK) 23.8 17,1 17,6 17,9 17

TDN 61.5

Pembuatan pakan komplit di lakukan dengan cara menghaluskan terlebih dahulu bahan pakan penyusun ransum yang tertera dalam Tabel 10 untuk memperkecil partikel, kemudian bahan pakan tersebut ditimbang berdasarkan persentase dalam susunan ransum. Setelah itu bahan tersebut diaduk agar homogen dan dicampur dengan tongkol jagung yang telah difermentasi sebelumnya dengan mikroba pada perlakuan masing-masing. Setelah tercampur secara merata, bahan dimasukkan kedalam karung goni yang dilapisi plastik agar kondisi anaerob dapat tercapai sehingga pakan tidak cepat rusak, lalu ikat karung goni dengan tali rapiah.


(48)

Adapun beberapa peubah yang menjadi pengamatan pada tahap pengujian secara in vivo ini meliputi : penampilan domba dan kecernaan pakan.

1. Penampilan domba

Penampilan domba yang menjadi parameter dalam penelitian meliputi : konsumsi pakan, pertambahan bobot badan, konversi pakan dan income over feed cost (IOFC).

a. Konsumsi pakan dihitung setiap satu hari satu malam (24 jam). Data konsumsi pakan diperoleh dengan cara melakukan penimbangan pakan yang diberikan pada pagi hari kemudian dikurangkan dengan penimbangan pakan sisa yang dilakukan pada pagi hari besoknya.

b. Pertambahan bobot badan domba dihitung berdasarkan selisih dari penimbangan bobot badan akhir dikurangi dengan bobot badan awal dibagi dengan jumlah hari pengamatan.

c. Konversi pakan dihitung berdasarkan perbandingan jumlah pakan yang dikonsumsi (g/ekor/hari) dengan pertambahan bobot badan (g/ekor/hari). d. Income Over Feed Cost diperoleh dengan menghitung selisih pendapatan

usaha peternakan dikurangi dengan biaya pakan. Pendapatan merupakan perkalian antara produksi peternakan atau pertambahan bobot badan akibat perlakuan (dalam kg hidup) dengan harga jual, sedangkan biaya pakan adalah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan pertambahan bobot badan ternak tersebut.


(49)

2. Kecernaan pakan

Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel pada kecernaan pakan ini adalah metode total collection sesuai petunjuk Harris (1970), yaitu dengan menggunakan koleksi total feses dalam satu hari (24 jam). Cara mengkoleksi feses tersebut adalah :

- Feses diambil setiap pagi hari pada tiap ekor domba yang menjadi perlakuan, kemudian di timbang berat totalnya

- Feses diaduk merata, kemudian diambil sampel 100 gram untuk kemudian dimasukkan oven 60 o

- Selanjutnya diambil sampel untuk dianalisa kandungan bahan kering (BK), dan bahan organik (BO).

C untuk analisa BK udara kemudian dikomposit sampai periode koleksi selesai.

Pengambilan data dilakukan pada dua minggu setelah berakhirnya penelitian. Adapun parameter kecernaan pakan yang akan diamati dalam penelitian ini meliputi: kecernaan bahan kering (KCBK) dan kecernaan bahan organik (KCBO).

a. Persentase kecernaan bahan kering dihitung dengan cara bahan kering konsumsi dikurangi dengan bahan kering feses dibagi dengan bahan kering konsumsi setelah itu dikalikan 100%.

b. Persentase kecernaan bahan organik dihitung dengan cara bahan organik konsumsi dikurangi dengan bahan organik feses dibagi dengan bahan organik konsumsi setelah itu dikalikan 100%.

Analisis data

Semua data pada peubah dalam penelitian dianalisa berdasarkan anova pada Rancangan Acak Lengkap (RAL) Non Faktorial. Apabila diantara perlakuan terdapat


(50)

perbedaan yang nyata atau sangat nyata, maka akan dilanjutkan dengan menggunakan Uji Beda Jarak Nyata Duncan (BJND) yang dikemukakan Hanafiah (2002).


(51)

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. Kemampuan Mikroba Terhadap Komponen Kimia Pakan

Semua perlakuan pakan pada peubah yang diamati, yaitu serat kasar dan

protein kasar dianalisa proksimat. Adapun hasil analisa dapat dilihat pada Tabel 11 dibawah ini.

Tabel 11. Hasil analisa proksimat bahan perlakuan pakan

Bahan Perlakuan Pakan PK SK

Tongkol jagung tanpa perlakuan 3 36

Tongkol jagung + Starbio 5,8 22,5

Tongkol jagung + Aspergillus niger 4,2 23,6

Tongkol jagung + Trichoderma viride 4,1 24,1

Tongkol jagung + Aspergillus niger dan Tricoderma

viride 6,1 22,3

Kisaran kandungan protein kasar tongkol jagung tanpa perlakuan yaitu sebesar 3%, sedangkan protein kasar tongkol jagung fermentasi yang terbaik yaitu dengan menggunakan Aspergillus niger dan Tricoderma viride sebesar 6,1% dan dengan starbio sebesar 5,8%. Fermentasi tongkol jagung yang hanya menggunakan

Aspergillus niger menghasilkan protein sebesar 4,2% dan Tricoderma viride sebesar 4,1%.

Kandungan serat kasar pada perlakuan pakan P1, P2, P3 dan P4 mengalami

penurunan rata-rata 13% dibandingkan dengan kontrol (tongkol jagung tanpa perlakuan), dan bila dipersentasekan dengan kontrol maka penurunan mencapai 36,1%. Substrat yang mengalami fermentasi ternyata memiliki nilai gizi yang lebih baik daripada bahan asalnya. Hal tersebut disebabkan karena sifat katabalik dan anabolik mikroba sehingga mampu memecah komponen yang lebih komplek menjadi


(52)

senyawa sederhana yang mudah dicerna. Fermentasi merupakan proses perubahan kimia pada substrat sebagai hasil kerja enzim dari mikroba dengan menghasilkan produk tertentu. Proses ini berjalan tergantung pada jenis substrat, mikroba, dan lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dan metabolisme mikroba. Pada proses fermentasi akan merombak struktur jaringan kimia dinding sel, pemutusan ikatan lignoselulosa dan penurunan kadar lignin (Winarno et al, 1980). Selanjutnya, Syamsu (2006) menyatakan bahwa penggunaan stater mikroba menurunkan kadar dinding sel (NDF). Dengan demikian dapat diduga bahwa selama fermentasi, terjadi pemutusan ikatan lignoselulosa dan hemiselulosa tongkol jagung. Dilain pihak, dengan menurunnya kadar NDF menunjukkan telah terjadi pemecahan selulosa dinding sel, sehingga pakan akan menjadi lebih mudah dicerna oleh ternak.

Hasil penelitian juga menggambarkan bahwa komposisi protein tongkol jagung yang telah difermentasi dengan menggunakan mikroba secara umum mengalami peningkatan, dari 3% menjadi 6,1%. Yulistiani et al (2012) melaporkan bahwa tongkol jagung yang di fermentasi menggunakan mikroba Aspergillus niger

menghasilkan kandungan protein kasar 4,% sedangkan tongkol jagung yang difermentasi dengan Trichoderma virede menghasilkan protein sebesar 3,4 %. Pada penelitian yang dilakukan pretein yang dihasilkan dari fermentasi tongkol jagung baik menggunakan mikroba Aspergillus niger maupun Trichoderma virede lebih tinggi, yaitu 4,1 % dan 4,2 %. Adanya peningkatan pada tongkol jagung yang difermentasi memberikan indikasi bahwa stater mikroba mengandung mikroba proteolitik yang akan menghasilkan enzim protease yang dapat merombak protein menjadi polipeptida yang selanjutnya menjadi peptida sederhana. Darmono (1993) menyatakan bahwa peningkatan kadar protein pada hasil fermentasi ini bukan karena


(53)

disebabkan terjadinya perubahan karbohidrat menjadi protein, tetapi karena adanya peningkatan mikroba pembusuk yang mati dimana mikroba tersebut tidak tahan hidup dalam suasana asam sewaktu fermentasi berlangsung. Pada waktu pakan ternak difermentasi, bakteri berkembang biak dengan cepat dan memfermentasi karbohidrat menjadi asam organik terutama asam laktat, sehingga pH turun. Dalam kondisi asam ini pertumbuhan bakteri terhambat dan pada pH 3,4 – 4 pertumbuhan mikroba terhenti. Menurut Fathul (1997) bahwa protein bentuk baru pada pengawetan pakan ternak secara fermentasi tersusun dari penggabungan antara N bebas dari bangkai bakteri dan senyawa sisa asam lemak volatile (campuran asam asetat, propionat dan butirat) yang telah kehilangan ion O, N dan H. Terbebasnya ion O, N dan H tersebut disebabkan oleh peningkatan suhu selama proses fermentasi.

Kandungan serat kasar pada semua perlakuan pakan cukup tinggi yaitu sekitar 22,3% - 36%. Perlu diketahui bahwa tongkol jagung mempunyai nilai gizi relatif rendah yaitu protein sebesar 3% dan dengan serat kasarmya yang tinggi sebesar 36%, demikian juga kandungan vitamin dan mineral serta daya cernanya sangat rendah. Tongkol jagung tersebut diperoleh dari tanaman jagung yang sudah dapat dipanen. Namun hasil samping ini belum dimanfaatkan secara optimal sebagai bahan pakan ternak. Hal ini disebabkan oleh kualitasnya yang relatif rendah seperti pada hasil samping pertanian lainnya. Tongkol jagung ini mempunyai kadar protein yang rendah dengan kadar lignin dan selulosa yang tinggi (Aregheore, 1995).Menurut Tillman et al (1981), rendahnya nilai gizi limbah pertanian sangat erat hubungannya dengan umur tanaman. Kadar protein dari hijauan setinggi- tingginya sewaktu belum berkembang, lambat laun bertambah rendah dan serendah-rendahnya sesudah kembang menjadi buah, serat kasar menjadi sebaliknya. Angka manfaat dari hijauan


(54)

berhubungan dengan kadar serat kasar, semakin rendah serat kasar dari tanaman semakin tinggi koefisien cernanya.

II. Pengujian Secara In vivo 1. Penampilan Ternak Konsumsi Pakan

Konsumsi pakan dihitung dalam bantuk bahan kering (BK). Rataan konsumsi pakan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Rataan konsumsi pakan (dalam bahan kering) selama penelitian

Variabel Perlakuan Rataan

P0 P1 P2 P3 P4

Konsumsi BK

(g/ekor/hari) 492,78 546,20

B 551,33 A 494,37 A 525,63 B 522,06 AB

Konsumsi kg/kg BB 0,040tn 0,039tn 0,040tn 0,039tn 0,036tn 0,0393 Konsumsi g/kg BB 0,75 75,57tn 75,79tn 75,67tn 74,98tn 71,81tn 75,56

Ket : P0 = Tongkol jagung fermentasi tanpa mikroba (kontrol); P1 = Tongkol jagung fermentasi dengan starbio; P2 = Tongkol jagung fermentasi dengan Aspergillus niger; P3 = Tongkol jagung fermentasi dengan Trichoderma viride; P4

Superskrip yang berbeda pada kolom rataan perlakuan menunjukkan adanya perbedaan = Tongkol jagung fermentasi dengan

Aspergillus niger dan Trichoderma viride.

yang sangat nyata pada konsumsi pakan (dalam bahan kering) selama penelitian (p<0,01).

Pada Tabel 12 tampak bahwa rataan konsumsi pakan pada perlakuan P0 sebesar 492,78 g/ekor/hari; P1 sebesar 546,20 g/ekor/hari; perlakuan P2 sebesar

551,33 g/ekor/hari; perlakuan P3 sebesar 494,37 g/ekor/hari dan perlakuan P4

sebesar 525,63 g/ekor/hari . Rataan konsumsi total pakan keseluruhan selama penelitian adalah sebesar 522,06 g/ekor/hari. Signifikansi pemberian lima perlakuan pakan terhadap konsumsi pakan dalam bahan kering, dapat dilakukan dengan uji keragaman yang dilanjutkan pengujian dengan Uji Jarak Duncan (UJD) yang dapat dilihat pada Lampiran 13.


(55)

Konsumsi pakan tertinggi terdapat pada perlakuan P2 dan tidak berbeda nyata

dengan perlakuan P1, dan P4. Konsumsi pakan paling rendah terdapat pada perlakuan

P0 yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan P3. Rendahnya konsumsi pakan

tersebut dibuktikan pada tingkat palatabilitas yang memang rendah saat penelitian berlangsung, pakan pada perlakuan P0 dan P3 tidak memiliki aroma yang disukai

ternak, yang berbeda halnya dengan aroma pakan pada perlakuan lainnya. Chuch (1988) menyebutkan bahwa palatabilitas pakan dipengaruhi oleh bau, rasa, tekstur, dan bentuk pakan yang diberikan. Menurut Ensminger (1990) faktor yang mempengaruhi palatabilitas untuk ternak ruminansia adalah kecerahan warna, rasa, tekstur dan kandungan nutrisi. Pada parameter perubahan komponen kimia pakan juga cukup jelas bahwa P0 mempunyai kandungan nitrisi yang paling rendah

dibanding dengan perlakuan lainnya, yaitu protein kasar sebesar 3 % dan kandungan serat kasar 36 %. Peningkatan terhadap kandungan serat kasar berkaitan dengan konsumsi bahan kering. Kandungan serat kasar yang tinggi dalam pakan menyebabkan bahan sulit dicerna, sehingga kecepatan alirannya rendah. Hal itu akan membatai kemampuan ternak dalam mengkonsumsi pakan karena kapasitas tampung rumen terbatas, ruang rumen tidak tersedia untuk penambahan pakan dan akan mengakibatkan konsumsi menurun. Penambahan kecepatan konsumsi pakan sesuai dengan bertambahnya daya cerna dari makanan (Tillman., et al, 1981). Selain itu, konsumsi yang maksimum sangat tergantung pada keseimbangan nutrisi dalam pencernaan (Preston., et al, 1984). Rendahnya tingkat palatabilitas pada perlakuan P3

diakibatkan oleh aroma pakan yang tidak enak, yaitu berbau tanah sehingga ternak domba kurang menyukainya. Berbeda halnya dengan perlakuan P4 yang merupakan


(56)

perlakuan kombinasi antara perlakuan P2 dan P3 , aroma yang tidak enak yang

ditimbulkan oleh perlakuan P3 ditutupi karena adanya perlakuan P

Konsumsi pakan pada perlakuan tongkol jagung yang mendapat fermentasi starbio sebesar 546,20 g/ekor/hari dan lebih rendah dibandingkan dengan konsumsi pada penelitian Hermiyati (2004) yang menggunakan 60% Jerami padi fermentasi dengan starbio + 40 % Konsentrat menghasilkan rataan konsumsi pakan 774,24 g/ekor/hari. Perbedaan terhadap konsumsi tersebut salah satunya diakibatkan faktor berat badan domba yang digunakan pada penelitian Hermiyati jauh lebih besar dibandingkan pada penelitian ini yaitu rataan 16 kg : 11 kg. Seperti yang diungkapkan oleh Tilman et al (1981) bahwa bobot hidup ternak merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan. Pada perlakuan P

2.

3

Rataan konsumsi bahan kering dibandingkan rataan bobot badan domba pada pakan perlakuan P

(tongkol jagung fermentasi dengan Trichoderma viride) menghasilkan rataankonsumsi bahan kering pakan sebesar 494,37 g/ekor/hari, dan lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian

Prayuwidayati (2005) dengan menggunakan pakan 15% rumput lapangan + 70% konsentart + 15% bagas tebu fermentasi dengan Trichoderma viride menghasilkan konsumsi sebesar 362,10 g/ekor/hari.

0, P1, P2, P3 dan P4 berturut-turut adalah 4,04 %, 3,92 %, 4,02 %,

3,98 % dan 3,69 %. Nilai tersebut sesuai dengan pernyataan Tillman et al (1981) bahwa konsumsi bahan kering domba berkisar antara 2 – 4 % dari bobot badannya. Tinggi dan rendahnya konsumsi bahan kering pakan tergantung pada nilai manfaat pakan terhadap pertumbuhannya.


(1)

Lampiran 12. Analisa proksimat bahan perlakuan pakan

Bahan Perlakuan Pakan PK SK

Tongkol jagung tanpa perlakuan 3 36

Tongkol jagung + Starbio 5,8 22,5

Tongkol jagung + Aspergillus niger 4,2 23,6

Tongkol jagung + Trichoderma viride 4,1 24,1

Tongkol jagung + Aspergillus niger dan Tricoderma


(2)

Lampiran 13. Analisa sidik ragam parameter selama penelitian

Uji keragaman konsumsi pakan (dalam bahan kering) selama penelitian (g/ekor/hari)

SK DB JK KT Fhitung Ftabel

0,05 0,01

Perlakuan 4 12305,68 3076,42 10,76 3,06 4,89

Galat 15 4288,03 285,87

Total 19 16593,71

KK = 3,24%

Ket : ** = Berbeda sangat nyata

Hasil Uji Duncan konsumsi pakan (dalam bahan kering)

Perlakuan Rerata

Konsumsi Pakan

BNJD 0.01

P2 551,33A A

P1 546,20A A

P4 525,63AB AB

P3 494,37B B

P0 492,78B B

Uji keragaman pertambahan bobot badan selama penelitian (g/ekor/hari).

SK DB JK KT F.Hit F Tabel

5% 1%

Perlakuan 4 6528,01 1632,00 38,14 3,06 4,89

Galat 15 641,89 42,79

Total 19 7169,90

KK = 9,90% Ket : **

Hasil Uji Duncan pertambahan bobot badan domba = Berbeda sangat nyata

Perlakuan Rerata Pertambahan Bobot Badan

BNJD 0.01

P1 90,63A A

P4 82,60A A

P3 58,93B B

P2 57,13B B


(3)

Uji keragaman konversi pakan selama penelitian.

SK DB JK KT F.Hit F Tabel

5% 1%

Perlakuan 4 97,98 24,49 29,22 3,06 4,89

Galat 15 12,58 0,84

Total 19 110,55

KK = 10,72%

Ket : ** = Berbeda sangat nyata

Hasil Uji Duncan konversi pakan

Perlakuan Rerata

Konversi Pakan

BNJD 0.01

P0 12,06A A

P2 9,73B B

P3 8,46B B

P4 6,43C C

P1 6,05C C

Uji keragaman kecernaan bahan kering (KCBK) selama penelitian.

SK DB JK KT F.Hit F Tabel

5% 1%

Perlakuan 4 267,89 66,97 5,64 3,06 4,89

Galat 15 178,12 11,87

Total 19 446,01

KK = 5,85%

Ket : ** = Berbeda sangat nyata

Hasil Uji Duncan kecernaan bahan kering (KCBK)

Perlakuan Rerata

Konversi Pakan

BNJD 0.01

P1 64,15 A

P4 61,78 A

P3 58,03 AB

P2 56,75 AB


(4)

Uji keragaman konsumsi bahan organik (KBO) selama penelitian.

SK DB JK KT F.Hit F Tabel

5% 1%

Perlakuan 4 7875,64 1968,91 10,76 3,06 4,89

Galat 15 2744,34 182,96

Total 19 10619,98

KK = 3,24%

Ket : ** = Berbeda sangat nyata

Hasil Uji Duncan konsumsi bahan organik (KBO)

Perlakuan Rerata

Konversi Pakan

BNJD 0.01

P2 441,06 A

P1 436,96 A

P4 420,50 AB

P3 395,49 B

P0 3,94,22 B

Uji keragaman kecernaan bahan organik (KCBO) selama penelitian.

SK DB JK KT F.Hit F Tabel

5% 1%

Perlakuan 4 249,23 62,31 6,52 3,06 4,89

Galat 15 143,45 9,56

Total 19 392,69

KK = 5,12%

Ket : ** = Berbeda sangat nyata

Hasil Uji Duncan kecernaan bahan organik (KCBO)

Perlakuan Rerata

Konversi Pakan

BNJD 0.01

P1 65,60 A

P4 63,15 AB

P3 59,68 ABC

P2 57,73 BC


(5)

Lampiran 14. Analisa Kelayakan Penggunaan pakan perlakuan (IOFC)

Bahan Persen Harga/kg (Rp) Ransum/kg

Tongkol 50 300 150

Bis 30 1500 450

Dedak 9 2000 180

Molases 6 2000 120

Urea 3 2500 75

Garam 1 1000 10

Mineral 1 5500 55

100 1040

Ket : Harga pakan Rp 1.040,- dengan BK 85 %, sedangkan untuk BK 100 % Harga pakan Rp 1.225,-

Konsumsi

Perlakuan Rataan (g) Harga ransum/kg Harga Ransum Rp/hr/ekor

P0 492,78 1225 603,65

P1 546,20 1305 712,79

P2 551,33 1275 702,94

P3 494,37 1275 630,32

P4 525,63 1275 670,17

PBB

Perlakuan Rataan (g) Harga domba/kg Harga PBB Rp/hr/ekor

P0 41,08 45000 1848,38

P1 90,63 45000 4078,13

P2 57,13 45000 2570,63

P3 58,93 45000 2651,63

P4 82,60 45000 3717,00

IOFC

Perlakuan PBB (Rphr/ekor)

Ransum

(Rp/hr/Ekor) IOFC

P0 1848,38 603,65 1244,73

P1 4078,13 712,79 3365,33


(6)