Tujuan Penulisan Pembatasan Masalah Metode Penulisan

1.2 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulis mengangkat “Makna Huruf Kanji yang Ada Ditempat- tempat Umum Di Jepang” sebagai judul Kertas Karya adalah sebagai berikut : 1. Untuk lebih memahami makna dari huruf kanji yang ada di tempat-tempat umum di Jepang khususnya Stasiun Kereta api, Stasiun Bus dan Stasiun taksi. 2. Mempermudah bagi yang tidak mempunyai latar belakang Budaya Kanji ketika mereka berada di Jepang.

1.3 Pembatasan Masalah

Dalam kertas kaya ini penulis membahas mengenari Makna Huruf Kanji yang terdapat ditempat-tempat umum di Jepang, seperti makna huruf kanji pada Stasiun Kereta Api, Stasiun Bus dan Stasiun Taksi. Disinilah perlu diuraikan apa makna huruf kanji di tempat-tempat tersebut.

1.4 Metode Penulisan

Dalam Kertas Karya ini penulis menggunakan metode kepustakaan yaitu mengumpulkan ada atau informasi dengan membaca buku atau mencari di internet. Selanjutnya data analisa dan dirangkum untuk kemudian dideskripsikan ke dalam kertas karya ini. Universitas Sumatera Utara BAB II GAMBARAN UMUM MENGENAI HURUF KANJI 2.1 Sejarah Huruf Kanji Huruf kanji lahir kira-kira pada 1500 tahun SM di kalangan suku Kan di Cina Hamzon, 2007:82. Huruf kanji merupakan huruf yang mengutarakan arti yang dibentuk meniru bentuk bendanya atau tanda-tanda yang diberikan dalam menunjukkan arti sesuatu benda atau sifat atau pekerjaan atau tanda-tanda lainnya. Huruf kanji adalah sistem aksara dengan aksara piktografis sebagai dasarnya. Jumlahnya tercatat 10.000 lebih, diantaranya 3000 huruf yang sering dipakai. Dengan 3000 huruf itu, terbentuklah kata-kata dan kalimat bahasa Kan. Menurut para sarjana, huruf kanji terbentuk pada Dinasti Shang abad ke XVI SM. Menurut hasil survei arkeologis, jauh pada masa awal Dinasti Shang, peradaban Tiongkok telah berkembang sampai taraf yang cukup tinggi dengan salah satu lambangnya ialah munculnya Jiaguwen atau aksara di batok kura-kura dan tulang binatang, yang merupakan huruf zaman kuno Tiongkok httpms.wikipedia.orgWikiTulisan kanji. Menurut catatan sejarah, pada Dinasti Shang, raja mengadakan upacara tenung sebelum melakukan sesuatu hal yang penting. Batok kura-kura dan tulang binatang adalah alat yang digunakan dalam upacara penenungan. Sebelum dipakai sebagai alat untuk ditulisi, batok kura-kura harus diproses terlebih dahulu, yaitu pertama dibersihkan dan kemudian dipepat halus. Setelah itu, di atas permukaan Universitas Sumatera Utara batok itu akan dipahat tanda huruf yang diatur rapi. Biasanya, penenung memahat namanya serta tanggal penenungan, dan hal yang hendak diramalkan semuanya dipahat di atas batok. Seusai pemahatan, batok itu akan dipanggang dimana pahatan akan memunculkan celah-celah. Berdasarkan arah dan bentuk celah-celah itulah, si penenung akan mendapatkan hasil ramalan. Benar atau tidaknya ramalan itu kemudian juga akan dipahat di atas batok. Apabila ramalan yang dipahat dalam batok itu terbukti benar, maka batok kura-kura itu akan disimpan sebagai arsip. Dewasa ini, arkeolog seluruhnya menemukan 160 ribu keping batok kura-kura. Diantaranya ada beberapa batok yang utuh. Namun, ada juga keping-keping tanpa aksara. Menurut statistik, jumlah huruf yang terdapat di atas batok kura-kura dan tulang bintang itu melebihi 4000, tetapi hanya 3000 yang pernah dipelajari. Di antara 3000 aksara itu, hanya 1000 lebih yang dapat dibaca oleh sarjana. Adapun huruf yang lain tak bisa dimengerti atau terdapat perselisihan serius mengenai artinya. Walaupun demikian, melalui 1000 lebih aksara itu dapat kita ketahui secara kasar keadaan politik, ekonomi dan kebudayaan Dinasti Shang. Huruf yang tertulis di batok kura- kura dan tulang binatang merupakan huruf yang sistematis dan merupakan dasar huruf kanji kemudian. Menurut Indra 2002:15, bahwa sampai abad ke-3 SM bangsa Jepang tidak mempunyai bahasa tulisan sama sekali. Namun, bangsa Jepang telah memiliki bahasa lisan dan ketika mereka menemukan bahwa bangsa Cina yang menjadi tetangga mereka sudah memiliki bahasa lisan dan tulisan, mereka lalu meminjam sistem Universitas Sumatera Utara penulisan bangsa Cina. Huruf kanji didatangkan ke Jepang pada abad ke-4 atau awal abad ke-5 yang juga disertai pengucapannya dalam bahasa Kan, yang kemudian di Jepang disebut dengan on-yomi cara baca on. Tetapi, arti huruf tersebut juga bisa diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang asli, sehingga huruf kanji tersebut juga dibaca dengan bahasa Jepang asli yang disebut kun-yomi cara baca kun. Walaupun, bangsa Jepang dapat menggunakan huruf-huruf kanji Cina yang dipinjamnya itu untuk menuliskan akar kata bahasa mereka, namun huruf-huruf tersebut tidak bisa dipakai untuk menuliskan akhiran gramatikal, karena tata bahasa dan morfologi bahasa Cina tidak ada akhiran gramatikal yang memperlihatkan kedudukan kata dalam kalimat seperti halnya dalam bahasa Jepang. Pada mulanya, bangsa Jepang mencoba menggunakan huruf-huruf Cina untuk menuliskan baik akar kata maupun akhiran gramatikalnya. Tetapi, setelah beberapa ratus tahun kemudian, mereka menemukan bahwa cara ini tidak berhasil dengan baik, sehingga mereka mencoba meringkas beberapa huruf menjadi sistem fonetik, yang menyerupai sistem abjad latin dan dengan demikian mereka bisa menggunakannya untuk menuliskan akhiran gramatikal dalam bahasa mereka. Mereka berhasil dengan cara ini dan menanamkan huruf-huruf fonetik tersebut dengan nama Kana. Huruf kanji Jepang keseluruhannya berjumlah berkisar sekitar 50.000 huruf dan dipergunakan berjumlah sekitar 10.000 huruf. Tetapi yang dipergunakan sehari- sehari yang telah ditetapkan oleh kementerian pendidikan Jepang sebanyak 1850 huruf yang disebut jouyou kanji Hamzon, 2007:82. Universitas Sumatera Utara

2.2 Jenis-jenis Huruf Kanji