Analisis Makna Simbolik dari Simbol-simbol yang Terdapat pada Yoroi Milik Toyotomi Hideyoshi

(1)

ANALISIS MAKNA SIMBOLIK DARI SIMBOL-SIMBOL YANG TERDAPAT PADA “YOROI” MILIK TOYOTOMI HIDEYOSHI

TOYOTOMI HIDEYOSHI NO YOROI NI OKERU SHINBORU KARA NO SHOUCHOU TEKINA IMI NO BUNSEKI

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana dalam

bidang ilmu Sastra Jepang

Oleh:

SURYA DHARMA 080708024

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA


(2)

SKRIPSI

ANALISIS MAKNA SIMBOLIK DARI SIMBOL-SIMBOL YANG TERDAPAT PADA “YOROI” MILIK TOYOTOMI HIDEYOSHI

TOYOTOMI HIDEYOSHI NO YOROI NI OKERUSHINBORU KARA NO SHOUCHOU TEKINA IMI NO BUNSEKI

Oleh:

Nama : Surya Dharma

Nim : 080708024 Program Studi : Sastra Jepang

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana dalam

bidang ilmu Sastra Jepang

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Hamzon Situmorang, MS, Ph.D

Nip: 19580704 1984 12 1 001 Nip: 19691011 2002 12 1 001 Muhammad Pujiono, S.S., M.Hum

Menyetujui

Departemen Sastra Jepang Ketua,

Nip: 19600919 1988 03 1 001 Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah Swt. Selawat dan salam kepada baginda Rasulullah Saw. Skripsi ini berjudul “Analisis Makna Simbolik dari Simbol-simbol yang Terdapat pada Yoroi milik Toyotomi Hideyoshi”. Penyusunan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana pada jurusan Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak menemui kesulitan-kesulitan, Namun berkat bantuan dari berbagai pihak maka skripsi ini dapat diselesaikan. Untuk itu dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum, selaku Ketua Jurusan Program Studi Sastra Jepang fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. 3. Ibu Adriana Hasibuan, S.S, M.Hum, selaku Sekretaris Jurusan Program

Studi Sastra Jepang fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak Prof. Drs. Hamzon Situmorang, MS, Ph.D, selaku Dosen

Pembimbing I.

5. Bapak Muhammad Pujiono, S.S., M.Hum selaku Dosen Pembimbing II 6. Bapak/ Ibu Dosen Program Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara.


(4)

8. Kedua Orangtua dan adik penulis yang tercinta. 9. Ingrid Hestia Yasin

10.Teman-teman penulis di Program Studi Sastra Jepang. 11.Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Mengingat keterbatasan penulis sendiri, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan untuk memperbaikinya sehingga akhirnya skripsi ini dapat berguna dengan baik untuk penulis maupun pembelajar bahasa Jepang atau pihak-pihak yang memerlukan.

Medan, Juli 2012


(5)

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1Latar Belakang Masalah 1

1.2Perumusan Masalah 3

1.3Ruang Lingkup Pembahasan 4

1.4Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 5

1.5Tujuan dan Manfaat Penelitian 9

1.6Metode Penelitian 9

BAB II PERKEMBANGAN PAKAIAN TEMPUR DAN “YOROI”

MILIK TOYOTOMI HIDEYOSHI 11

2.1Perkembangan Pakaian Tempur Jepang dari Akhir

Periode Yayoi Hingga Edo 11

2.1.1 Akhir Periode Yayoi 12

2.1.2 Periode Kofun 13

2.1.2.1 Tanko 13

2.1.2.2 Keiko 14

2.1.3 Periode Nara 15


(6)

2.1.4.1 O-Yoroi 15

2.1.4.2 Haraate 19

2.1.4.3 Doumaru 19

2.1.5 Periode Nanbokucho 20

2.1.5.1 Haramaki 21

2.1.6 Periode Sengoku 23

2.1.6.1 Tousei gusoku 23

2.1.7 Periode Edo 24

2.1.8 Yoroi Pasukan Pejalan Kaki (Ashigaru) 25

2.2 Yoroi Milik Toyotomi Hideyoshi 26

2.3 Simbol-simbol yang Terdapat pada Yoroi

Milik Toyotomi Hideyoshi 29

2.3.1 Go shici kiri 29

2.3.2 Oda mokkou 29

2.3.3 Omodaka 29

2.3.4 Hi no maru 29

2.3.5 Kuro tetsuji hossu nari ushiro date kabuto 29 2.3.6 Kuro kuma ue shii nari kabuto 30


(7)

2.3.7 Barin kabuto 30

2.3.8 Ogon taiko 30

BAB III ANALISIS MAKNA SIMBOL-SIMBOL YANG TERDAPAT

PADA YOROI MILIK TOYOTOMI HIDEYOSHI 31

3.1 Go shici kiri 31

3.2 Oda mokkou 32

3.3 Omodaka 33

3.4 Hi no maru 34

3.5 Barin kabuto 35

3.6 Kuro tetsuji hossu nari ushiro date kabuto 36

3.7 Kuro kuma ue shii nari kabuto 36

3.8 Ogon taiko 37

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 38

4.1 Kesimpulan 38

4.2 Saran 40

DAFTAR PUSTAKA 41


(8)

ABSTRAK

Salah satu wujud kebudayaan ialah objek material atau benda-benda. Di setiap Negara di dunia memiliki benda-benda khas yang melambangkan kebudayaannya masing-masing. Seperti menara Eiffel di Perancis, alat musik angklung di Indonesia dan sebagainya. Jepang juga mempunyai berbagai macam benda-benda khas yang salah satunya ialah Yoroi.

Yoroi ialah alat yang digunakan pada tubuh untuk melindungi tubuh dari serangan panah, pedang, tombak, senjata api dll. Menurut sejarah, Yoroi muncul sejak zaman Yayoi. Seiring dengan dimulainya kegiatan pertanian terjadilah pertempuran-pertempuran untuk memperebutkan lahan. Dan yoroi sebagai alat untuk melindungi tubuh saat bertempur pun muncul.

Sejak saat itu pertempuran tidak juga berakhir. Di zaman selanjutnya, zaman Kofun muncul Tanko, Keiko, dan Menkatchu. Di abad pertengahan saat keluarga samurai berkuasa, muncul O-Yoroi, Domaru, Domaru yoroi, Haramaki, dan Haraate. Kemudian sampai pada abad modern muncul Tousei gusoku. Pada masa-masa itulah Yoroi mengalami perkembangan.

Sejak zaman Meiji, Yoroi sudah tidak digunakan lagi karena Jepang telah mengadopsi peralatan-peralatan ala Barat.

Pakaian tempur Jepang pada awalnya dipengaruhi oleh pakaian tempur China, akan tetapi dengan segera mendapatkan karakternya sendiri dengan sambungan kepingan yang terbuat dari besi dan kulit, yang kemudian dilapisi vernis dan diikat bersama-sama dengan benang yang berwarna-warni.


(9)

Hal yang menarik dari Yoroi selain bentuknya yang unik ialah adanya simbol-simbol yang dikenakan pada Yoroi milik Jendral-jendral. Simbol-simbol tersebut digunakan untuk menunjukkan identitas diri mereka, dan juga untuk menunjukkan kepercayaan religius dan cita rasa seni mereka.

Salah satu Jendral perang yang paling terkenal di Jepang ialah Toyotomi Hideyoshi. Toyotomi Hideyoshi (1537-1598) ialah Samurai yang hidup pada periode Azuchi-momoyama, periode dimana Jepang tercabik-cabik oleh perang saudara seseantero negeri, disebut juga dengan periode Sengoku. Toyotomi hideyoshi hampir di sepanjang karirnya mengabdi pada bangsawan bernama Lord Nobunaga. Dari seorang petani yang dipanggil “monyet” ia mendaki hingga menjangkau puncak kejayaan sebagai penguasa mutlak Jepang. Tugas demi tugas dijalaninya dengan penuh dedikasi, hingga sulit dipercaya, di kemudian hari menjadi seorang penguasa negeri.

Simbol-simbol yang terdapat pada Yoroi milik Toyotomi Hideyoshi ialah: Go sichi kiri, Oda Mokkou, Omodaka, Hi no maru, Barin kabuto, Kuro tetsuji hossu nari ushiro date kabuto, Kuro kuma ue shii nari kabuto, dan Ogon taiko.

Go sichi kiri ialah lambang keluarga Toyotomi. Oda mokkou ialah lambang keluarga Oda. Omodaka ialah lambang bunga militer di Jepang. Hi no maru ialah salah satu lambang Negara Jepang. Barin kabuto, Kuro tetsuji hossu nari ushiro date kabuto dan Kuro kuma ue shii nari kabuto ialah kabuto yang digunakan oleh toyotomi Hideyoshi. Ougon taiko ialah warna emas yang disukai oleh Toyotomi hideyoshi sejak dirinya digelari Taiko.


(10)

Seluruh simbol-simbol tersebut memiliki maknanya masing-masing yang melambangkan sosok Toyotomi hideyoshi. Dengan mempelajari makna dari simbol-simbol tersebut kita akan mendapatkan pengetahuan tentang sosok seorang penguasa mutlak Jepang di abad pertengahan. Dan dengan demikian kita akan mendapatkan tambahan pengetahuan tentang kebudayaan orang Jepang.


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Koentjaraningrat (2004:5-8) menyatakan bahwa kebudayaan itu mempunyai tiga wujud :

a. Wujud kebudayaan sebagai suatu yang kompleks dari ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya.

b. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.

c. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Salah satu wujud kebudayaan ialah objek material atau benda-benda. Di setiap Negara di dunia memiliki benda-benda khas yang melambangkan kebudayaannya masing-masing. Seperti kincir angin di Belanda, alat musik angklung di Indonesia dan sebagainya. Jepang mempunyai berbagai macam benda-benda khas yang salah satunya ialah Yoroi, yaitu pakaian tempur. Yoroi ialah alat yang dikenakan pada tubuh untuk melindungi diri dari serangan senjata lawan seperti panah, tombak, pedang dll. Sejak akhir periode Heian di abad ke 12 sampai akhir periode Edo di abad ke 19 Yoroi menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jepang, khususnya kaum Samurai. Puncaknya pada masa Sengoku atau perang


(12)

seluruh negeri sekitar abad ke 15-16. Saat ini Yoroi menjadi salah satu benda pusaka nasional Jepang.

Pada awalnya kata Yoroi hanya menunjukkan lapisan besi pada pelindung dada, namun akhirnya secara umum digunakan untuk menunjukkan pakaian tempur secara keseluruhan.

Faktanya, pakaian tempur Jepang dipengaruhi oleh negara-negara asing. Misalnya China dan Korea pada awal mula dan Negara-negara Barat di akhir periode Edo. Namun, didukung oleh letak geografis Jepang berupa kepulauan yang dikelilingi oleh Samudra Pasifik serta terpisah dari daratan utama Asia dan sikap politik penutupan Negara dalam jangka waktu yang panjang, menjadikan para Samurai seiring hidup matinya selama masa perang mengkreasikan karakteristik yang khas, dan menghasilkan bentuk original yang berbeda dari Negara lain dan juga unik. “Pakaian tempur Jepang sangat berbeda dengan model dari Negara lain dalam hal desain dan estetika” (Chung-Chuen-Yeung dkk, 2011: 23-24)

Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti Yoroi yang merupakan salah satu wujud kebudayaan Jepang. karena dengan meneliti kebudayaan akan mengantarkan kita pada pemahaman mengenai tata cara kehidupan, tingkah laku, dan adat istiadat masyarakat Jepang. Skripsi ini berjudul: MAKNA SIMBOLIK DARI SIMBOL-SIMBOL YANG TERDAPAT PADA “YOROI” MILIK TOYOTOMI HIDEYOSHI.


(13)

1.2 Perumusan Masalah

Aart van Zoest dan Lavers, t.th dalam Indah (2011) mengatakan bahwa manusia adalah Homo Semioticus, yaitu manusia mencari arti pada barang-barang dan gejala-gejala yang mengelilinginya.

Yoroi yang dikenakan oleh Samurai kelas atas seperti para Daimyo dan Jendral-jendralnya selalu memiliki simbol-simbol khusus. Simbol-simbol tersebut pastilah memiliki suatu makna. Geertz dalam Indah (2011) mengatakan Simbol adalah sebagai ajang/ tempat/ wahana yang memuat sesuatu nilai bermakna.

Oleh karena itu penulis meneliti apa makna dari simbol yang terdapat pada Yoroi. Dan agar pembahasan tidak terlalu luas maka penulis memutuskan untuk meneliti Yoroi milik Toyotomi Hideyoshi. Toyotomi Hideyoshi adalah satu dari tiga serangkai yang berhasil menyatukan Jepang saat pecahnya perang seluruh negeri yang telah berlangsung hingga 100 tahun lebih. Ia digelari gelar Taiko oleh Kaisar yang menandakan bahwa dirinya seorang penguasa.

Setiap samurai kelas atas memiliki Yoroi yang mencirikan dirinya sendiri. Lalu seperti apakah Yoroi milik Toyotomi Hideyoshi dan simbol apa saja yang dikenakan oleh Hideyoshi merupakan sesuatu yang menjadi tanda tanya. Untuk itu penulis merumuskan masalahnya sebagai berikut:

1. Apa saja simbol yang terdapat pada Yoroi milik Toyotomi Hideyoshi?

2. Apa makna simbolik dari simbol yang terdapat pada Yoroi milik Toyotomi Hideyoshi?


(14)

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Pembahasan dalam skripsi ini ialah mengenai sejarah perkembangan Yoroi dari zaman Yayoi sampai zaman Edo. Juga membahas Yoroi milik Toyotomi Hideyoshi, dari bentuk hingga simbol-simbol yang menghiasinya. Dan makna simbolik dari simbol-simbol tersebut.

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

Iris Varner & Linda Beamer dalam Indah (2011) mengatakan Kebudayaan adalah sebagai pandangan yang koheren tentang sesuatu yang dipelajari, yang dibagi, atau yang dipertukarkan oleh sekelompok orang.

Larry A. Samovar dan Richard E. Porter dalam Indah (2011) mengatakan Kebudayaan dapat berarti simpanan akumulatif dari pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, pilihan waktu, peranan, relasi ruang, konsep yang luas, dan objek material atau kepemilikan yang dimiliki dan dipertahankan oleh sekelompok orang atau suatu generasi.

Gudkunts & Kim dalam Indah (2011) mengatakan, Kebudayaan adalah sistem pengetahuan yang dipertukarkan oleh sejumlah orang dalam sebuah kelompok yang besar.

Rene Char dalam Indah (2011) mengatakan, Kebudayaan adalah warisan kita yang diturunkan tanpa surat wasiat.

C.A van Peursen dalam Indah (2011) mengatakan, Kebudayaan merupakan gejala manusiawi dari kegiatan berfikir (mitos, ideologi, dan ilmu), komunikasi (sistem


(15)

masyarakat), kerja (ilmu alam dan teknologi), dan kegiatan-kegiatan lain yang lebih sederhana.

Banyak hal yang tidak "terbaca" di dunia ini karena selalu ada sesuatu yang tidak bisa terungkap secara langsung. Oleh karena itu simbol merupakan cara paling tepat untuk membahasakan sesuatu yang tidak bisa diungkapkan dengan mudah. Lonergan dalam Indah (2011) mengatakan, Simbol adalah intensionalitas yang mendasar artinya. Subyek merasa tertarik pada suatu obyek atau sebaliknya; subyek menanggapi secara spontan.

Pierce dalam Indah (2011) mengatakan, simbol adalah salah satu bagian dari hubungan antara tanda dengan acuannya, yaitu hubungan yang akan menjelaskan makna dari sebuah referen tertentu dalam kehidupan secara umum atau sebuah karya sastra sebagai replika kehidupan.

Helena dalam Indah (2011) mengatakan, simbol adalah tanda untuk menunjukkan hubungan dengan acuan dalam sebuah hasil konvensi atau kesepakatan bersama, contohnya adalah bahasa (verbal, non-verbal, atau tulisan), dan juga benda-benda yang mewakili sebuah eksistensi yang secara tradisi telah disepakati.

Geertz dalam Indah (2011) mengatakan, simbol adalah sebagai ajang/tempat/wahana yang memuat sesuatu nilai bermakna (meaning).

Charles Morris dalam Indah (2011) mengatakan, simbol adalah satu isyarat/sign yang dihasilkan oleh seorang penafsir sebuah signal dan berlaku sebagai pengganti untuk signal itu, dan dengannya ia bersinonim


(16)

Kamus Webster menjelaskan simbol adalah sesuatu yang berarti atau mengacu pada sesuatu yang berdasarkan hubungan nalar, asosiasi, konvensi, kebetulan ada kemiripan...tanda yang dapat dilihat dari sesuatu yang tak terlihat.

Oleh karena pembahasan pada penulisan ini mengenai makna dari simbol pada suatu objek, maka teori yang digunakan ialah teori Semiotika. Berikut ini penjelasan teori semiotika oleh para pakarnya :

Semiotika, ilmu tanda dan istilah ini berasal dari kata Yunani semion yang berarti tanda. Panuti Sudjiman & Aart van Zoest (1996) mengatakan Tanda bisa terdapat dimana-mana, misalnya: lampu lalu lintas, bendera, karya sastra, bangunan dan lain-lain. Hal ini disebabkan manusia adalah Homo Semioticus, yaitu manusia mencari arti pada barang-barang dan gejala-gejala yang mengelilinginya.

Semiotika moderen mempunyai dua orang pelopor, yaitu Charles Sanders Peirce (1839-1914) dan Ferdinand de Saussure. Pierce mengusulkan kata semiotika untuk bidang penelaahan ini, sedangkan Saussure memakai kata semiologi. Sebenarnya kata semiotika tersebut telah digunakan oleh para ahli filsafat Jerman bernama Lambert pada abad XVIII.

Menurut Pierce, makna tanda yang sebenarnya adalah mengemukakan sesuatu. Ia menyebutnya sebagai representamen. Apa yang dikemukakan oleh tanda, apa yang diacunya, apa yang ditunjuknya, disebut oleh Pierce dalam bahasa Inggris object. Dalam bahasa Indonesia disebut “acuan”. Suatu tanda mengacu pada suatu acuan dan representasi seperti itu adalah fungsinya yang utama.Agar tanda dapat berfungsi harus menggunakan sesuatu yang disebut ground. Sering ground suatu tanda berupa kode, tetapi tidak selalu begitu. Kode adalah suatu sistem peraturan


(17)

yang bersifat transindividual. Banyak tanda yang bertitik tolak dari ground yang bersifat sangat individual.

Teori Semiotik oleh Ferdinand De Saussure (1857-1913). Dalam teori ini semiotik dibagi menjadi dua bagian (dikotomi) yaitu penanda (signifier) dan pertanda (signified). Penanda dilihat sebagai bentuk/wujud fisik dapat dikenal melalui wujud karya arsitektur, sedang pertanda dilihat sebagai makna yang terungkap melalui konsep, fungsi dan/atau nilai-nlai yang terkandung didalam karya arsitektur. Eksistensi semiotika Saussure adalah relasi antara penanda dan petanda berdasarkan konvensi, biasa disebut dengan signifikasi. Semiotika signifikasi adalah sistem tanda yang mempelajari relasi elemen tanda dalam sebuah sistem berdasarkan aturan atau konvensi tertentu. Kesepakatan sosial diperlukan untuk dapat memaknai tanda tersebut.

Menurut Saussure, tanda terdiri dari: Bunyi-bunyian dan gambar, disebut signifier atau penanda, dan konsep-konsep dari bunyi-bunyian dan gambar, disebut signified.

Dalam berkomunikasi, seseorang menggunakan tanda untuk mengirim makna tentang objek dan orang lain akan menginterpretasikan tanda tersebut. Objek bagi Saussure disebut “referent”. Hampir serupa dengan Peirce yang mengistilahkan interpretant untuk signified dan object untuk signifier, bedanya Saussure memaknai “objek” sebagai referent dan menyebutkannya sebagai unsur tambahan dalam proses penandaan. Contoh: ketika orang menyebut kata “anjing” (signifier) dengan nada mengumpat maka hal tersebut merupakan tanda kesialan (signified).


(18)

Begitulah, menurut Saussure, “Signifier dan signified merupakan kesatuan, tak dapat dipisahkan, seperti dua sisi dari sehelai kertas.” (Sobur, 2006).

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penulisan skripsi ini ialah:

1. Untuk mengetahui simbol apa saja yang ada pada Yoroi milik Toyotomi Hideyoshi.

2. Untuk mengetahui makna simbolik dari simbol-simbol yang ada pada Yoroi milik Toyotomi Hideyoshi.

Manfaat penulisan skripsi ini ialah:

1. Bagi penulis, mendapatkan pemahaman tentang makna simbolik dari simbol-simbol yang terdapat

2. Bagi pelajar dan pengajar bidang Kejepangan, menambah referensi bacaan tentang Kebudayaan masyarakat Jepang.

1.6 Metode Penelitian

Studi pustaka merupakan teknik pengumpulan data melalui teks-teks tertulis maupun soft-copy edition, seperti buku, ebook, artikel-artikel dalam majalah, surat kabar, buletin, jurnal, laporan atau arsip organisasi, makalah, publikasi pemerintah, dan lain-lain. Bahan pustaka yang berupa soft-copy edition biasanya diperoleh dari sumber-sumber internet yang dapat diakses secara online. Pengumpulan data melalui bahan pustaka menjadi bagian yang penting dalam penelitian ketika peneliti memutuskan untuk melakukan kajian pustaka dalam menjawab rumusan masalahnya. Pendekatan studi pustaka sangat umum dilakukan dalam penelitian


(19)

karena peneliti tak perlu mencari data dengan terjun langsung ke lapangan tapi cukup mengumpulkan dan menganalisis data yang tersedia dalam pustaka.

Penerjemahan semantis (semantic translation) biasanya lebih luwes daripada penerjemahan setia. Penerjemahan setia lebih kaku dan tidak kompromi dengan kaidah bahasa sasaran atau lebih terikat dengan bahasa sumber, sedangkan penerjemahan semantis lebih fleksibel dengan bahasa sasaran. Penerjemahan semantis biasanya mempertimbangkan unsur estetika teks bahasa sumber dengan cara mengkompromikan makna selama masih dalam batas kewajaran (Machali, 2000:52).

Langkah-langkah dalam penulisan skripsi ini ialah:

a. Mengumpulkan data dengan teknik studi pustaka untuk kemudian menentukan masalah.

b. Menggunakan metode penerjemahan semantis untuk menerjemahkan referensi-referensi dari bahasa asing.


(20)

BAB II

PERKEMBANGAN PAKAIAN TEMPUR DAN “YOROI” MILIK

TOYOTOMI HIDEYOSHI

2.1 Perkembangan Pakaian Tempur Jepang dari Akhir Periode Yayoi

hingga Periode Edo

Kachu ialah alat yang digunakan untuk melindungi tubuh dari serangan panah, tombak, pedang dll. yang dikenakan pada badan disebut dengan yoroi, dan yang dipakai untuk melindungi kepala disebut dengan kabuto. Namun saat ini pakaian tempur Jepang secara umum disebut juga dengan Yoroi.

Awalnya pakaian tempur Jepang diadopsi secara langsung dari pengaruh kebudayaan timur seperti China, Korea dll. Namun, dengan pengaruh dan pengembangan teknik, ide, senjata original Jepang, peraturan pertempuran Jepang, dan seni pertempuran Jepang menghasilkan suatu bentuk yang khas dan unik. Diawali dengan bahan dari bulu hewan dan kulit tebal, pakaian tempur Jepang kemudian berkembang dengan bahan kulit yang dilekatkan dengan potongan kayu, selanjutnya berkembang dengan metode bahan kulit yang dikeraskan dengan vernis, sampai akhirnya penggunaan potongan besi.

Bagian-bagian utama pakaian tempur Jepang terdiri dari; Kabuto 兜 (pelindung kepala), Do胴 (pelindung badan), Sode 袖 (pelindung bahu). Selain dari itu ada juga bagian-bagian untuk menambah kesempurnaan perlindungan seperti; pelindung wajah, leher, tangan, betis, kaki dll. yang disebut dengan kogusoku.


(21)

Ada beragam variasi dari Yoroi. Sejak periode Yayoi hingga Periode Edo Yoroi mengalami perubahan. Pakaian tempur dari bahan kayu pada akhir periode Yayoi (abad 2-3). Model Keiko dan Tankou yang berbahan baja dan kulit hewan yang muncul pada periode Kofun (abad 4-7). O-Yoroi, domaru, dan Domaru-yoroi pada periode Heian (abad 8-12). Pada periode Kamakura (abad 12-14) muncul Haramaki dan Hara-ate. Pada awal periode Muromachi (abad 14) kaum bushi tampil dengan perpaduan dari model-model yang telah ada sebelumnya ditambah dengan beragam corak dan aksesoris-aksesoris yang sangat eksentrik. Nakanishi (2008:86) mengatakan bahwa di awal periode Muromachi, para prajurit mengenakan kostum yang sangat eksentrik, sambil membawa senjata berat dan kelihatan seperti parade iblis di malam hari. Memasuki periode Sengoku Jidai (abad 15-16) muncul Gusoku dan Tousei gusoku. Dan di periode Edo (abad 17-19) yang penuh kedamaian pun, pakaian tempur yang glamor tetap diproduksi dalam jumlah besar sebagai kebanggaan bagi kaum Samurai.

Berikut ini perkembangan baju tempur Jepang dari akhir periode Yayoi sampai periode Edo:

2.1.1 Akhir Periode Yayoi (Abad ke 2 sampai Abad ke 3)

Baju tempur pada periode Yayoi termasuk kedalam kategori itamonoyoroi (板物 甲) berupa potongan kayu yang disusun dan disambung dengan paku maupun benang, bersifat kaku. Berbahan dasar kayu dan kulit sapi. Termasuk kedalam model Tanko (短甲) yang berarti baju tempur pendek. Hanya melindungi bagian


(22)

dilekatkan pada bagian punggung dengan ukiran-ukiran. Melihat bentuknya diperkirakan digunakan untuk acara-acara ritual. “Tanko yang terdapat pada periode Yayoi terbuat dari kayu dan kulit (kulit sapi yang diolah) dilihat dari bentuknya, daripada digunakan untuk bertempur lebih terlihat seperti perlengkapan upacara ritual” (Miura, 2010:26).

2.1.2 Periode Kofun (Abad ke 4 sampai abad ke 7)

Pada periode Kofun ada 2 karakteristik baju tempur yang muncul; Tanko dan Keiko.

2.1.2.1 Tanko

Tanko, sesuai namanya yang berarti “baju tempur pendek” hanya melindungi bagian dada, perut dan punggung. terdiri dari potongan besi berbentuk persegi panjang yang tersusun dan disambung dengan paku. Pada akhir abad ke 4 muncul potongan-potongan berbentuk segitiga dan segi empat. Bagian membuka dan menutup terdapat pada bagian depan dengan cara diikat dengan tali. Pada abad ke 5 pemakaian engsel untuk membuka dan menutup menjadi tren. Cara pemakaiannya ialah dengan sambungan tali dan mengikatnya pada bahu. Digunakan untuk bertempur dengan berjalan kaki. Model Tanko ini tidak ditemukan lagi pada Kofun abad ke 6.

2.1.2.2 Keiko

Keiko muncul sejak kira-kira abad ke 5. Ciri khas keiko ialah strukturnya terbentuk dari kozane 小札, yaitu potongan kecil berbahan besi dan kulit yang


(23)

berbentuk persegi panjang. Yang disusun kebawah dan kesamping dan disambung dengan menggunakan benang. Bagian do 胴dan kusazuri 草摺 (pelindung bawah perut sampai paha atas) terhubung menjadi satu bagian. Bagian buka-tutupnya terdapat pada bagian depan. Berbeda dengan model tanko yang termasuk itamono yoroi 板物 yang kaku, keiko termasuk kedalam bentuk kozane yoroi 小札甲 yang elastis, sehingga digunakan pada pertempuran dengan menunggang kuda, munculnya keiko juga menjadi awal pemakaian kuda pada pertempuran di Jepang. Namun bentuk kozane yang terdapat pada keiko berbeda dengan kozane pada periode Heian. Kozane pada keiko secara khusus disebut dengan keikozane.

Ada 2 jenis baju tempur yang muncul pada periode Kofun, begitu juga dengan Kabuto 兜. Pada periode kofun muncul shoukakutsukikabuto 衝 角 付 冑 dan mabisashitsukikabuto 眉庇付冑.

Kogusoku yang muncul ialah; akabeyoroi (pelindung mulai dari bagian lingkaran bahu, dada, dan punggung bagian atas), katayoroi (pelindung bagian bahu sampai lengan atas), kote (pelindung tangan, dan suneate (pelindung tulang kering). Secara umum kogusoku pada tanko terbuat dari papan dan pada keiko terbuat dari kozane.


(24)

2.1.3 Periode Nara (Abad 8)

2.1.3.1 Menkachu

Periode Nara ialah saat terbentuknya sistem militer Negara Jepang yang berbasis model militer China yang disebut Taihou Ritsuryou. Seluruh produksi dan pengelolaannya dilaksanakan oleh divisi militer pemerintah, jadi bentuknya seragam dan kepemilikan pribadi dilarang. Ada perubahan besar dari periode sebelumnya. Keiko sedikit lebih panjang dan muncul Menkachu (綿甲冑) baju tempur katun, seluruh baju tempur berbahan katun dengan potongan-potongan dari besi dan kulit yang dilekatkan pada permukaan luarnya. Model ini sama dengan baju tempur Dinasti Tang pada saat itu juga.

2.1.4 Periode Heian (Abad ke 8 sampai abad ke 12)

2.1.4.1 O-yoroi

Berlawanan seperti sebelumrnya, dimana pakaian tempur hanya disuplai oleh pemerintah, pada periode Heian Pakaian tempur menjadi milik pribadi. Pada masa ini terjadi persaingan antara keluarga-keluarga Samurai yang kuat. Cara bertempur pun mengalami perubahan dari dengan berjalan kaki, berubah ke pertempuran dengan menggunakan tombak sambil berkuda. Desain pakaian tempur pun mengalami perubahan. Pada periode ini terbentuk model orisinil pakaian tempur Jepang yang disebut dengan O-Yoroi. Jenis-jenis yang muncul pada periode ini ialah: O-Yoroi dan Hoshi kabuto, Domaru yoroi, Domaru, dan Haramaki.


(25)

Yang disebut dengan O-Yoroi ialah Yoroi yang ukurannya besar dan model ini dikatakan sebagai bentuk orisinil pakaian tempur Jepang karena memiliki bentuk yang indah. Karakter dasar dari O-Yoroi ialah penggunaannya dalam pertempuran berkuda. Dimana tubuh harus dapat bergerak bebas ke kiri dan ke kanan agar bisa menyerang dengan tombak maupun panah secara maksimal. O-yoroi memiliki kapasitas menyerang dan bertahan secara seimbang. Perlengkapan O-Yoroi ialah: Kabuto (pelindung kepala), waidate (pelindung badan bagian samping kanan), do (pelindung dada), sode (pelindung bahu), sawan nomi kote (Pelindung tangan sebelah kiri), suneate (pelindung tulang kering). Bahan-bahan materialnya ialah: kulit sapi, kulit rusa, vernis, benang, tali, kuningan, batang pohon, emas, perak. Kesemuanya adalah benda-benda yang sangat mahal dan oleh karena itu hanya digunakan oleh para Jenderal dan samurai kelas atas. Salah satu karakteristik lainnya ialah termasuk ke dalam jenis kozane (potongan besi kecil-kecil) yang sesuai digunakan dalam pertempuran menggunakan tombak sambil berkuda. Komponennya terdiri dari: Kozane, bulu-bulu hewan, kulit, benang, bahan emas dan perak. Kabuto atau pelindung kepalanya ialah tipe hoshi kabuto. Dan pengganti tameng ialah O-sode.

Maksud dari mengganti tameng dengan O-sode bertujuan untuk memaksimalkan penyerangan. Pakaian tempur Jepang termasuk jenis menyerang. Meskipun banyak celah namun mendapatkan gerakan yang bebas lebih ideal. Tidak memegang tameng dengan tangan, karena kedua tangan digunakan untuk membawa senjata. Celah-celah yang terdapat pada O-yoroi ialah, meskipun bagian kepala dan dahi terlindungi oleh kabuto, tapi bagian wajah terbuka. Dan


(26)

menggunakan kote (pelindung tangan). Kemudian agar mendapatkan gerakan tubuh yang bebas struktur O-yoroi terbentuk dari kozane yaitu potongan-potongan kecil berbentuk persegi panjang yang tersusun. Kemudian, agar anak panah musuh tidak tersangkut maka bagian do strukturnya dibuat lebar.

Pemakaian O-yoroi berbeda dengan Gusoku pada sengoku jidai. Bagian dibawah do tidak dikencangkan. Hal ini pun merupakan faktor penting untuk mendapatkan gerakan yang lebih ringan. Untuk menghubungkan bagian do depan dan punggung terdapat tameng kecil yang melindungi bagian samping dada, sebelah kanan disebut dengan sendan no ita, sedangkan sebelah kiri disebut dengan kyuubi no ita.

O-yoroi, demi memudahkan pergerakan tangan dalam menggunakan panah atau tombak ada bagian dari yoroi yang dikurangi. Yaitu bagian tengah dada yang tidak mendapatkan pelindung. Sendan no ita untuk mendapatkan kelenturan terbentuk dari kozane, sedangkan kyubi no ita untuk mendapatkan kekuatan dalam menarik busur panah terbentuk dari besi berbentuk satu potongan besar kozane. Kemudian bagian yang terdapat pada samping leher berbentuk tipis panjang yang menghubungkan do bagian depan dan punggung disebut watagami, diikat dengan rapi berbentuk seperti layar disebut shouji ita. Terbuat dari besi yang dilapisi oleh kulit bertujuan melindungi bagian kiri-kanan leher dari serangan panah musuh. Pelindung badan bagian samping disebut waidate, yaitu besi keras yang dilapisi dengan kulit merupakan alat pertahanan yang kuat. Potongan-potongan besi yang terdapat pada bagian dari pinggang ke pantat disebut dengan kusazuri. Kusazuri terdapat 3 lembar yaitu pada bagian depan, kanan, dan belakang.1 lembar dilekatkan dengan waidate. Total seluruhnya ada 4 lembar. Melindungi bagian


(27)

pinggang hingga pantat. Dibawah kusazuri, untuk melindungi lutut terdapat alat pelindung yang disebut hizayoroi, yang mirip dengan haidate pada periode-periode selanjutnya.

Ketika memakai O-yoroi, pertama-tama kita harus mengikuti langkah-langkahnya, dibutuhkan waktu lama untuk memakainya. Agar tidak terlepas disaat berperang. Hal ini merupakan hal yang sangat penting. Dan juga untuk mendapatkan kenyamanan disaat memakainya. Lebih jauh lagi, saat berada di dalam air atau ketika terjatuh kelaut, penting untuk dapat melepaskannya dengan cepat. Dengan maksud ini ikatan-ikatan benang pada O-yoroi diikat dengan simpul kupu-kupu, sehingga bisa langsung terlepas. Teknik ini merupakan peraturan dasar.

Peraturan dasar memakainya ialah dari bawah ke atas dan dari kiri ke kanan. Menurut susunannya, pertama-tama memakai shita obi (cawat), kemudian kosode (baju dalam yoroi), kemudian naka obi (tali pengikat di pinggang). Setelah itu memakai hakama yang panjang. Kemudian memakai eboshi (kain penutup kepala), eboshi ini disebut juga dengan hikitate eboshi karena bentuknya yang berdiri, lalu dikencangkan dengan hachimaki (handuk). Kemudian memakai sarung tangan, hanya pada bagian ini dimulai dari sebelah kanan. Kemudian memakai yoroi hitatare (baju seperti hakama), memakai habaki dan suneate (pelindung tulang kering), memakai tsuranuki (sepatu), memakai kote (pelindung tangan), memakai waidate (pelindung bagian samping badan), kemudian memakai do yoroi pada badan, kemudian memakai sode (pelindung bahu), kemudian kabuto (pelindung kepala), demikianlah susunannya.


(28)

Pada pertempuran samurai, pertempuran dengan berkuda menjadi hal yang utama, selain itu para samurai pejalan kaki bertempur dengan berjalan kaki dengan alat tempur berupa tachi, katana, dll. Dan oleh karena itu, untuk pertempuran dengan berkuda lahirlah O-yoroi dan pertempuran dengan kaki lahirlah haraate dan haramaki yang digunakan pada pertempuran Shouhei, tengyo no ran, zenkunen no eki, gosannen no eki, henkyou no han ran. Seiring berjalannya waktu kedua model ini semakin mendapatkan improvisasi.

2.1.4.2 Haraate

Diantara yoroi ada model yang paling simpel. Hanya melindungi bagian dada dan perut. Hanya terdiri dari bagian depan do dan samping kiri-kanan badan dengan bentuk setengah lingkaran. Cara memakainya ialah dengan mengaitkan tali dari kulit pada bagian atas do hinngga punggung bagian bawah do. Biaya produksi hara ate ialah yang paling murah. Ringan dan mudah digunakan, merupakan alat perlindungan bagi para bawahan. Seiring berjalannya waktu diilhami oleh hara ate muncullah haramaki.

2.1.4.3 Doumaru

Setelah O-yoroi, berkembanglah do yoroi, melingkar dari pinggan hingga punggung, karena terdapat perlindungan pada bagian samping kanan, maka menambah beratnya. Bentuknya ialah ditarik dan diikat pada pinggang sebelah kanan. Biasanya memiliki 7 sampai 8 buah kusazuri.

Pada masa-masa awal kalangan kelas bawah dan menengah memakainya tanpa sode dan menggantinya dengan gyouyou pada bahu kiri dan kanan. Kabuto pun tidak dipakai. Namun seiring berjalannya waktu doumaru dipakai juga oleh


(29)

kalangan samurai kelas atas. Dan tidak lama kemudian mereka juga menambahkan sode, kabuto, dan kogusoku. Pada periode Nanbokucho model seperti ini menjadi populer dan mirip dengan model gusoku. Strukturnya simpel, termasuk kedalam pakaian tempur karakteristik ringan.

2.1.5 Periode Nanbokucho (awal abad ke 14)

Dengan dipengaruhi oleh perang-perang saudara seperti perang Bun ei, kou an, dan yang lebih besar perang Nanbokucho, dan juga persaingan diantara kaum samurai, peralatan-peralatan tempur mengalami perkembangan yang besar. Pada masa ini banyak terjadi pertempuran di area kastil, dan pertempuran dengan berkuda maupun dengan berjalan kaki pun semakin berkembang, begitu juga dengan senjata-senjata yang semakin beragam seperti: tachi, nagamaki, choutou, dll. Panah dan tombak semakin lazim dibawa oleh kalangan kelas bawah, begitu juga dengan baju tempur, perlengkapan pertahanan yang kuat menjadi sangat penting. Untuk tujuan itu, tidak adanya celah dalam melindungi tubuh menjadi hal yang sangat diperhatikan. Hal inilah yang menjadi dasar berkembangnya kogusoku.

Kemunduran o-yoroi digantikan oleh doumaru. Dou merupakan karakteristik utama dari yoroi, kemudian kabuto, o sode, kogusoku. Suji kabuto menjadi populer menggantikan hoshi kabuto. Dan juga selain doumaru, haramaki yang lebih ringan pun pada periode muromachi menjadi populer. Awalnya Haramaki ialah pakaian tempur yang hanya dikenakan oleh pasukan infatri atau pasukan


(30)

Pada periode muromachi haramaki lebih banyak digunakan daripada doumaru. Style pemakaian haramaki oleh kalangan samurai kelas atas ialah, melengkapinya dengan shuji kabuto, o-sode, atau tsuba sode. Dan juga Hara ate, yoroi yang paling ringan dan simpel pun lahir pada periode ini. Dibandingkan pertempuran sebelumnya, pada masa nanbokucho permintaan akan pakaian tempur meningkat. Kozane yang lebih simpel, iyozane lahir pada masa ini, digunakan pada tateage, chougawa, dan bagian atas kusazuri. Penggunaan iyozane ialah pada doumaru dan haramaki, dibuat juga untuk haraate.

Kogusoku ialah, perlengkapan-perlengkapan ringan dari kachu yang dikembangkan dan berfungsi untuk menutupi seluruh tubuh agar tidak ada area yang terbuka. Untuk melengkapi hatsuburi (pelindung wajah), nodowa dan menbou pun dibuat. Tsutsu gote dan shino gote (pelindung tangan) pun berkembang, haidate (pelindung paha) pun menjadi populer, sune ate (pelindung tulang kering) menjadi lebih besar, untuk melindungi bagian belakang suneate yang terbuka dibuat juga kou gake. Dan juga, karena beban berat tidak diperlukan bagi pasukan pejalan kaki, maka ashi naka dan waraji (alas kaki berbahan jerami) digunakan. Kemudian setelah perang onin, Jepang memasuki periode perang seluruh negeri, di setiap wilayah terus-menerus terjadi pertempuran. Perlengkapan tempur pun diperlukan setiap saat, sejak masa ini, bagian belakang haramaki yang terbuka pun dibuat penutupnya.


(31)

2.1.5.1 Haramaki

O-yoroi ialah pakaian tempur yang disesuaikan untuk pertempuran dengan berkuda, kekuatan pertahanannya kuat dan memerlukan biaya yang mahal. Untuk mencegah produksi besar-besaran maka tidak digunakan pada pertempuran dengan berjalan kaki. Dibuatlah haramaki, model yang tidak menelan banyak biaya, dan juga dapat digunakan dalam pertempuran berkuda maupun berjalan kaki, juga memiliki bobot yang ringan, dan cara memakainya pun mudah. Bahan-bahan material pembentuk haramaki hampir sama dengan o-yoroi, namun potongan-potongan besinya sedikit lebih kecil dari o-yoroi, tidak ada waidate. Bentuknya ialah pada bagian do, di tengah-tengah bagian punggung terbuka jarena merupakan tempat mengikat talinya. Pada masa-masa awal, kabuto, sode, dan kogusoku tidak dikenakan. Hanya bagian do yang digunakan. Akan tetapi kemudian, sebagai pengganti sode digunakan gyou you, dan seiring pergantian zaman, kabuto, sode, kogusoku juga ditambahkan dalam pemakaiannya. Kelebihan dari haramaki ialah tidak ada hubungannya dengan bentuk tubuh pemakainya, semua bentuk tubuh bisa memakainya. Seiring berjalannya waktu haramaki digunakan oleh kalangan samurai kelas atas. Bagian yang terbuka pada punggung ditutup dengan komponen yang dinamakan se ita, yaitu potongan berbentuk tipis panjang dengan struktur kozane dan satu set kusazuri. Dibuat untuk menambah kekuatan pertahanan pada bagian belakang tubuh. Se ita juga dikenal dengan sebutan okubyou ita. Dan juga bagian belakang suneate yang terbuka, komponen tambahannya juga disebut dengan okubyou ita.


(32)

2.1.6 Periode Sengoku (abad ke 15 sampai abad ke 16)

2.1.6.1 Tousei Gusoku

Pada periode Azuchi-momoyama bersamaan dengan periode Sengoku pertempuran yang terjadi ialah pertempuran jarak dekat, dan tombak menjadi senjata utama. Kemudian mulai muncul senjata api. Untuk mengantisipasi senjata api maka pakaian tempur pun bertambah berat. O-yoroi yang merupakan bentuk dasar dari pakaian tempur Jepang sudah tidak digunakan lagi pada pertempuran. Terlihat model dengan struktur yang baru pada yoroi. Mulai akhir periode Muromachi sampai periode Sengoku banyak komponen-komponen baru yang diciptakan. Hasilnya disebut dengan Tousei gusoku. Dan Secara umum disebut dengan gusoku saja. Kata gusoku berarti persiapan penuh. Dengan kata lain menunjukkan satu set lengkap pakaian tempur Jepang. Domaru, haramaki dll lengkap dengan kabuto, sode, kogusoku, seluruhnya disebut dengan gusoku. Sedangkan kata Tousei berarti modern atau up to date. Jadi Tousei gusoku berarti Gusoku yang modern. Atau bisa disebut juga bentuk pakaian tempur Jepang paling modern pada saat itu. Karakteristik utamanya ialah dengan do dan kugosoku yang tidak lagi terdapat celah, melindungi seluruh bagian tubuh. Tingkat pertahanannya sangat tinggi. Tousei gusoku ialah model terakhir yang dikembangkan oleh keluarga samurai. Haramaki yang memiliki celah pada bagian punggung tidak digunakan pada tousei gusoku. Akan tetapi bentuknya diadopsi dari doumaru yang memiliki karakteristik menarik dan mengikat pada bagian badan sebelah kanan. Model do yoroi pada tousei gusoku diambil dari model doumaru. Dan juga dibandingkan dengan o-yoroi pada periode chuusei, doumaru,


(33)

haramaki, dll. Yang memiliki satu bentuk dan satu fungsi, tousei gusoku memiliki beragam bentuk dan beragam fungsi. Khususnya untuk beradaptasi dari serangan panah, senjata api, dll. Dan juga pengaruh dari negeri asing, menghasilkan bentuk yang sangat kuat. Disisi lain, sode, dengan berbagai perlengkapan dari nanban gusoku lama-kelamaan menjadi tidak berfungsi lagi. Dan juga untuk mengekspresikan diri dan meningkatkan tensi para samurai menggunakan kabuto, tate mono, sashi mono dengan ide-ide sendiri. Pada bagian belakang do dipasang gattari dan mochiuke. Dengan menggunakan ukezuke pada bagian ini dipasang sashimono. Kabuto pun berubah dari model yang selama ini dipakai, lahir bentuk baru yang disebut kawari kabuto, bentuk dan komponen-komponennya bertambah. Tatemono dipasang pada bagian depan, samping, maupun belakang secara bebas, menghasilkan bentuk yang sangat eksentrik.

2.1.7 Periode Edo

Setelah kemunduran keluarga Toyotomi pada perang Osaka, dengan pemerintahan Bakufu, pertempuran-pertempuran menurun, kebutuhan akan pakaian tempur pun menurun. Penggantinya ialah, penelitian akan pakaian-pakaian tempur pada masa lalu dilakukan. Muncul ketertarikan kembali pada o-yoroi abad pertengahan. Dan ingin merealisasikannya lagi. Untuk tujuan itu, pada periode Edo lahirlah pakaian tempur dengan bentuk original dari pakaian tempur zaman chuusei yang dinamakan fukko chou. Namun, secara praktiknya dibuat, bukan karena fungsinya akan tetapi lebih kepada dekorasinya dan berlawanan dengan fungsi aslinya.


(34)

militer, dan menggunakan senjata model barat, tanpa membawa pedang, dan dengan ini mengakhiri pemakaian pakaian tempur ala Jepang.

2.1.8 Yoroi Para Pasukan Pejalan Kaki (Ashigaru)

Seperti yang disebut sebelumnya, pada periode Sengoku pasukan ashigaru tidak bisa juga dikatakan sebagai penentu kemenangan atau kekalahan. Para ashigaru direkrut dari para petani di wilayah kekuasan daimyo. Mereka biasanya tidak memiliki persiapan dalam menghadapi peperangan. Banyak kasus dimana mereka tidak membawa gusoku maupun katana. Berdasarkan hal itu, ada yang disebut o-kashi gusoku, yaitu gusoku yang dipinjam dari daimyo tetangga. Satu set o-o-kashi gusoku terdiri dari do yoroi, kote, suneate, dan jingasa (bentuknya seperti topi petani). Ini merupakan bentuk simpel dari tousei gusoku dalam keadaan darurat. Dengan demikian, tentu saja persiapan gusoku dalam jumlah yang banyak merupakan suatu keharusan.

Para ashigaru karena termasuk kedalam pasukan pejalan kaki, kemampuan mobilitasnya sangat ditekankan, yoroi nya pun semakin ringan semakin baik. Dan juga, pada jingasa dan do disematkan lambang sebagai identitas. Hal ini dimaksudkan agar bisa segera mengetahui sesama anggota pasukan. Pedangnya terdiri dari pedang panjang dan pedang pendek. Pedang ini pun merupakan satu paket dari o-kashi gusoku. Akan tetapi, tidak disebutkan tombak sebagai senjata utama ashigaru pada masa ini, senjata utamanya ialah tombak dengan pegangan yang panjang yang disebut nagae ashigaru.


(35)

Toyotomi Hideyoshi (1537-1598) ialah Samurai yang hidup pada periode Azuchi-momoyama, periode dimana Jepang tercabik-cabik oleh perang saudara seseantero negeri, disebut juga dengan periode Sengoku. Dari seorang anak petani yang dipanggil “monyet” ia mendaki hingga menjangkau puncak kejayaan sebagai penguasa mutlak Jepang. Tugas demi tugas dijalaninya dengan penuh dedikasi, hingga sulit dipercaya, sang pelayan rendahan itu di kemudian hari menjadi seorang penguasa negeri yang berhasil menyatukan Jepang. Dialah Toyotomi hideyoshi hampir di sepanjang karirnya mengabdi pada bangsawan bernama Lord Nobunaga. Atas pencapaian besarnya berhasil menyatukan Jepang dibawah satu pedang, dunia mengakuinya sebagai salah satu tokoh besar.

Ada kisah yang sangat populer bagi masyarakat Jepang yang menggambarkan integritas tinggi sosok Hideyoshi. Pada saat ingin menyerang benteng terkuat klan Saito, benteng Inabayama. Lord Nobunaga mendengar berita terjadinya perselisihan di dalam tubuh klan Saito. Lalu memerintahkan Hideyoshi untuk menjalin persekutuan militer dengan penguasa dari benteng-benteng lain didaerah itu, yang dapat dijadikan batu loncatan untuk meyerang Inabayama.

Dengan menyamar sebagai pedagang keliling, Hideyoshi pergi mengelilingi daerah Bitchu, bertemu diam-diam dengan setiap panglima perang. Pertemuan rahasia yang dilakukan di tengah-tengah suasana panas penuh intrik dari masing-masing anggota klan, adalah tugas yang sangat berbahaya, yang bisa menyebabkan nyawa melayang. Namun usaha tersebut berhasil meyakinkan beberapa jenderal Saito untuk masuk ke dalam daftar Hideyoshi.


(36)

Hideyoshi terdorong untuk meyakinkan Osawa Motoyasu, pimpinan pasukan pertahanan Benteng Unuma, untuk bergabung dengan Oda Nobunaga. Berkat kelihaiannya berbicara, ia berhasil menemui Osawa. Namun belum selesai Hideyoshi mengutarakan maksudnya, ia sudah dijebloskan ke dalam penjara. Di dalam penjara, di keremangan obor Hideyoshi melihat seseorang yang tubuhnya tinggal tulang berbalut kulit, bergerak lemah dalam borgol besi. Sebelumnya ia mengira orang itu sudah mati.

Ketika Hideyoshi menanyakan berapa lama ia dipenjara di sel tersebut, orang itu mengatakan bahwa ia sudah dipenjara selama tiga tahun. Seketika Hideyoshi melompat, berteriak memanggil penjaga, dan menggedor-gedor pintu sel.

Berkat keterampilannya dalam berbicara, ia bisa meyakinkan penjaga bahwa ia adalah utusan yang membawa pesan untuk Osawa. Jika ia tahu soal itu, ia akan murka pada siapapun yang bertanggung jawab atas keterlambatan pesan itu. hideyoshi berhasil membujuk penjaga dan dipertemukan dengan sang pemimpin untuk kedua kalinya. Perbincangan kali ini berhasil dengan baik, Hideyoshi bisa membujuknya untuk beralih dan bersekutu dengan Nobunaga, dengan persyaratan mereka bisa terus berkuasa di daerahnya.

Berdua mereka kembali ke Benteng Kiyoshu. Namun diluar dugaan Nobunaga menyuruhnya membunuh Osawa karena sangsi akan ketulusannya. Tentu saja perintah itu bertolak belakang dengan prinsip dasar yang dipegang teguh untuk selalu memenuhi janjinya. Hideyoshi berusaha untuk mengajukan keberatannya dengan mengungkapkan beberapa alas an yang mnyatakan keputusan tersebut


(37)

akan berdampak buruk. Namun Nobunaga tetap memutuskan untuk membunuh Osawa.

Hideyoshi menemui suasana yang sangat dilematis: mengingkari janji dan membiarkan Osawa mati, atau membangkang perintah pemimpin sendiri yang akan membuatnya kehilangan jabatan. Akhirnya Hideyoshi tetap mempertahankan keyakinan dan janjinya untuk menyelamatjan Osawa dan menjadikannya sebagai tumbal Osawa. Melihat keteguhan hati Hideyoshi yang sampai rela mengorbankan nyawanya akhirnya Nobunaga menyadari bahwa Osawa penting bagi klan Oda.

Namun dibalik kisah yang tampak sederhana ini, ada yang berpendapat bahwa keputusan Hideyoshi untuk melindungi Osawa ialah karena ia berpikir apabila Osawa dibunuh, maka pada masa yang akan datang tidak akan ada lagi orang yang mau berkhianat.

Yoroi milik Toyotomi Hideyoshi termasuk kedalam kategori Tousei gusoku. Ciri khasnya ialah memakai kabuto dengan bentuk mousu, yaitu topi yang dipakai para pendeta Buddha. Dan memiliki ushiro date berupa Hossu (merupakan alat yang dulunya digunakan untuk menghalau serangga). Bagian do memiliki ciri khas 2 baris lempengan besi pelindung dada, kusazurinya 5 baris, pada sode terdapat lambang gosichikiri, pada haidate terdapat lambang omodaka. Secara keseluruhan berbentuk ramping dan disebut-sebut sebagai gusoku yang elegan.


(38)

2.3Simbol-simbol yang Terdapat pada Yoroi Milik Toyotomi Hideyoshi Pada tousei gusoku milik Toyotomi Hideyoshi terdapat beberapa simbol-simbol yaitu:

2.3.1 Go Sichi Kiri

Go sichi kiri ialah lambang keluarga Toyotomi, yaitu bunga paulownia.

2.3.2 Oda Mokkou

Simbol ini terdapat pada Jinbaori. Oda mokkou ialah lambang keluarga Oda Nobunaga.

2.3.3 Omodaka

Simbol ini terdapat pada Haidate. Omodaka ialah tanaman yang tumbuh di pinggiran air pada danau dan rawa, bentuknya seperti panah. Disebut-sebut sebagai bunga militer. Juga dijadikan kamon bagi beberapa keluarga Samurai.

2.3.4 Hi no maru

Simbol ini terdapat pada bagian do. Hi no maru ialah lambang matahari, yang juga merupakan lambang Negara Jepang.

2.3.5 Barin kabuto

Barin ialah kabuto yang diambil dari bentuk tanaman neji ayame dari jenis ayame. Terdiri dari 29 tangkai neji ayame yang bersusun satu-satu membentuk sebuah halo (fenomena cahaya pada matahari).


(39)

2.3.6 Kuro tetsuji hossu nari ushiro date kabuto

Simbol ini terdapat pada kabuto yang merupakan pasangan dari yoroi yang bernama iroiro odoshi ni mai do gusoku. Yang berupa kabuto dengan bahan baja berwarna hitam berbentuk mousu, yaitu kerudung yang digunakan para pendeta Buddha dengan tatemono atau aksesorisnya berupa hossu, yaitu salah satu perkakas pada altar Buddha.

2.3.7 Kuro kuma ue shii nari kabuto

Simbol ini terdapat pada kabuto yang merupakan pasangan dari yoroi yang bernama gin iyozane shiro ito odoshi doumaru gusoku. Yang berupa kabuto berbentuk tumbuhan chinquapin dengan menempelkan bulu beruang hitam dan bulu yak putih. Aksesorisnya berupa dua buah gunbai atau kipas pemimpin perang berwana emas yang terdapat pada bagian depan dan belakang. Yang depan bergambar bulan kecil, sedangkan yang belakang bergambar matahari.

2.3.8 Ogon Taiko

Ogon Taiko ialah warna emas yang menghiasi beberapa elemen pada Yoroi milik Toyotomi Hideyoshi.


(40)

BAB III

ANALISIS MAKNA SIMBOLIK DARI SIMBOL-SIMBOL YANG TERDAPAT PADA YOROI MILIK TOYOTOMI HIDEYOSHI

3.1 Go shici kiri

Go sichi kiri ialah kamon, yaitu lambang keluarga milik Toyotomi hideyoshi. Lambang ini berupa pohon kiri (pohon paulownia) dengan jumlah bunganya berpola 5-7-5. Lambang ini terdapat pada sode, pelindung bahu juga pada kabuto, pelindung kepala dan juga pada jinbaori yaitu baju luar pada Yoroi yang awal fungsinya sebagai pelindung dari hujan kemudian pada periode sengoku beralih fungsinya sebagai fashion.

Kamon ialah desain gambar yang menunjukkan nama keluarga. Juga digunakan untuk menunjukkan silsilah keturunan, pangkat, dan kedudukan sosial keluarga. Kamon pertama kali digunakan pada akhir periode Heian, dimana para bangsawan menggunakan lambang-lambang seperti goshouguruma dan sebagainya. Pada perang Genpei pihak Heike mengibarkan bendera merah dan pihak Genji mengibarkan bendera putih, tanpa lambang keluarga. Penggunaan kamon oleh para Samurai dalam peperangan dimulai pada periode Kamakura. Mereka menyertakan kamon pada peralatan perangnya untuk tujuan menunjukkan keberanian, dan juga bertujuan untuk membedakan lawan.

Lambang go sichi kiri memiliki sebuah legenda, dikatakan pada zaman dahulu, di China, ada seekor burung phoenix yang hinggap di pohon kiri, kemudian dari pohon kiri tersebut terdengar suara malaikat suci yang baru dilahirkan, lalu pohon


(41)

kiri dianggap sebagai pohon yang suci. Kemudian, pohon kiri menjadi simbol malaikat suci.

Lambang ini kemudian juga digunakan oleh keluarga kaisar Jepang. Dari kaisar, lambang ini diturunkan ke bawahannya, kemudian dari bawahannya diturunkan ke bawahannya lagi. Dengan cara inilah lambang ini menyebar. Dan contoh yang paling mudah dimengerti adalah kasus Toyotomi Hideyoshi. karena ia menjadi penguasa maka ia dianugerahi nama keluarga Toyotomi. Selain lambang pohon kiri, lambang pohon kiku pun dianugerahi oleh kaisar. Hideyoshi sendiri mewariskan lambang kiri kepada jenderal- jenderalnya.

Dengan menggunakan lambang yang sama diharapkan dapat menimbulkan rasa solidaritas dan kedekatan. Jumlah bunga pada lambang kiri di klasifikasikan menjadi 2 bagian yaitu, 5-3 dan 5-7.

3.2 Oda Mokkou

Oda Mokkou ialah kamon, lambang keluarga Oda Nobunaga. Lambang ini terdapat pada jinbaori yang dihadiahkan Oda Nobunaga kepada Hideyoshi saat ia masih menjadi pengikut klan Oda.

Tidak diketahui secara pasti sejarah lambang mokkou. Ada pendapat, ini adalah bagian dari timun-timunan, ada juga pendapat ini adalah ketimun. Akan tetapi ini kelihatan berbeda dengan ketimun, oleh karena itu tetap sulit dalam menentukan asal mula lambang ini.


(42)

Ada juga yang menyebutkan ini adalah lambang yang muncul dari Cina. Di Jepang sendiri, pada bagian ujung bambu yang tertutup yang terdapat di kuil Shinto, diletakkan semacam hiasan. Bagian hiasan ini disebut dengan mokou. Ada pendapat bahwa kata Mokkou lahir dari sini.

Pada periode Sengoku, keluarga Asakura yang mula-mula menggunakan lambang ini dan disebut-sebut bahwa Asakura Tarou mewariskan lambang ini dari Minamoto no yoritomo. Kemudian lambang ini juga digunakan oleh Oda nobunaga. Yang memiliki hubungannya dengan lambang milik keluarga Asakura. Perbedaannya ialah Oda mokkou terdiri dari satu buah mokkou, sedangkan milik keluarga Asakura terdiri dari tiga buah mokkou.

Pada periode Muromachi hingga Sengoku jidai, sering terjadi pertempuran antar sesama keluarga. Untuk membedakan lambang keluarga yang sama, maka terciptalah variasi baru dari motif asli. Dan jumlah kamon pun bertambah drastis. Sampai periode Edo terdapat sekitar 350 buah kamon. Dewasa ini dikatakan terdapat lebih dari 20.000 buah kamon tercipta hasil dari variasi-variasi tersebut. Terdapat motif tumbuh-tumbuhan dan hewan yang sama, namun dengan desain yang beragam menghasilkan jumlah karakteristik kamon yang sangat ekstrim.


(43)

3.3 Omodaka

Lambang ini terdapat pada Haidate, yaitu pelindung paha pada yoroi. Omodaka tumbuh di pinggiran air pada danau dan rawa-rawa. Pada musim panas mengeluarkan bunga berwarna putih. Biasanya bunganya memiliki 3 lembar daun bunga. Sejak dulu omodaka disebut sebagai rumput kemenangan atau juga rumput Shogun.

Sejarahnya sebagai rumput yang bagus, menjadikannya sangat disukai. Karena komunitas omodaka yang bersusun terlihat seperti busur dan anak panah, menjadikannya sangat populer dimata para samurai sebagai bunga militer.

Pada lambang omodaka, terdapat beberapa klasifikasi oleh kombinasi daun dan bunganya. Terdiri dari omodaka yang memiliki 1 daun sampai yang memiliki 9 daun. Omodaka yang tertanam didalam air disebut dengan omodaka air. Omodaka yang terdiri dari 1 daun dan 5 bunga adalah bentuk dasar. Tetapi ada juga yang memiliki 7 bunga maupun 9 bunga.

3.4 Hi no maru

Hi no maru berarti matahari. Lambang ini terdapat pada bagian do yoroi. Konon jepang adalah negeri yang diciptakan oleh dewa matahari, dan bendera nasionalnya juga berasal dari legenda itu.

Seperti kebanyakan Negara yang membentuk masyarakatnyan pada zaman dahulu, Jepang juga memiliki mitos yang menjelaskan bagaimana semuanya dimulai.


(44)

memasukkan panah kedalam laut dan ketika mengangkatnya jatuhlah tetesan air yang kemudian membentuk pulau Jepang. Kemudian mereka juga menciptakan Dewa matahari, Amaterasu untuk memimpin bumi. Mereka juga menciptakan Susawono dewa badai untuk menemani Amaterasu. Susawono dikirim ke bumi dan anaknya menjadi orang Jepang pertama. Amaterasu kemudian mengirim cucunya Ninigi untuk memimpin mereka, dan untuk memastikan mereka semua mendapatkan kekuatannya, dia memberikan kepada Ninigi cermin. Permata dan pedang. Benda-benda ini merupakan simbol yang sacral pada abad-abad awal pemerintahan Jepang.

Para ahli sejarah tidak yakin dari mana cerita ini berasal namun satu hal yang diketahui bahwa pada sekitar tahun 500 masehi ada satu klan yang bernama Yamato menjadi pemimpin di Jepang. Klan-klan lainnya tetap menguasai lahannya namun harus membayar pajak kepada pemimpin klan Yamato. Pemimpin klan Yamato mengklaim mereka berasal dari Amaterasu dan memiliki hak untuk memimpin Jepang. Pemimpin Yamato bernama Jimmu dan bergelar “kekaisaran dari surga” dan membangun garis kepemimpinan yang tidak pernah putus. Kaisar Jepang saat ini Akihito merupakan keturunan dari Jimmu.


(45)

3.5 Barin Kabuto

Barin ialah kabuto, pelindung kepala yang diambil dari bentuk tanaman neji ayame dari jenis ayame. Terdiri dari 29 tangkai neji ayame berwarna emas yang bersusun satu-satu membentuk sebuah halo (fenomena cahaya pada matahari). Ini disebut juga dengan kyakujitsu-shouten, yaitu menunjukkan keadaan dimana matahari pagi yang sedang naik. Lambang ini juga menunjukkan keyakinan Toyotomi Hideyoshi bahwa masa kejayaan dan impian menyatukan Jepang akan segera tiba.

3.6 Kuro tetsuji hossu nari ushiro date kabuto

Ialah kabuto yang berbentuk mousu, yaitu kerudung kepala yang dipakai oleh para pendeta Buddha. Dibuat dan didekorasi dengan bahan besi. Kemudian permukaannya dilapisi dengan ginpaku, yaitu lembaran sangat tipis yang terbuat dari bahan metal. Hiasan pada bagian belakang ialah Hossu, yaitu salah satu perabot pada altar Buddha yang fungsinya sebagai pengusir serangga. Kabuto ini ialah pasangan dari iro-iro odoshi nimai do gusoku, yaitu yoroi yang merupakan harta warisan pusaka keluarga toyotomi. Masih berbekas figur hideyoshi pada yoroi ini.

Shigeki (2010) mengatakan para jenderal perang di periode sengoku menggunakan pelindung kepala dengan bentuk yang sangat eksentrik, yang disebut dengan kawari kabuto, selain untuk menunjukkan dirinya di medan perang, juga untuk menunjukkan kepercayaan religius dan cita rasa seni mereka.


(46)

3.7 Kuro kuma ueshii nari kabuto

Kabuto berbentuk shii atau tumbuhan pasania, pada bagian atasnya ditanam bulu beruang hitam, dipinggirnya ditanam bulu yak berwarna putih yang ditarik kebawah menutupi daerah belakang leher. Hiasan pada bagian depan dan belakang ialah gunbai, yaitu kipas pemimpin dalam perang, dilapisi dengan ginpaku, yaitu lembaran sangat tipis yang terbuat dari bahan metal. Pada kipas depan terdapat gambar bulan yang kecil, pada kipas belakang terdapat gambar janome atau mata ular. Gambar janome juga bisa diartikan sebagai nichirin, yaitu matahari. Ini adalah kabuto yang dipakai Hideyoshi untuk menunjukkan dirinya sebagai putra matahari.

3.8 Ougon taiko

Ougon Taiko ialah warna emas yang menghiasi beberapa bagian pada Yoroi milik Toyotomi Hideyoshi. Warna emas yang diambil dari warna logam mulia ini menyimbolkan kemewahan dan kekayaan bagi penggunanya, juga menunjukkan kekekalan dan kesetiaan. Setelah bergelar Taiko Toyotomi Hideyoshi sangat menggilai kemewahan, yang di cerminkan dengan istilah Ougon taiko (emas Taiko). Ia memiliki perabotan rumah dari emas, kertas pintu yang dihiasi emas, hingga ruang minum teh yang dihiasi dengan emas, yang jelas-jelas bertentangan dengan sen no rikyu, seorang ahli upacara minum teh yang hidup pada masa Azuchi-momoyama.


(47)

Yoroi dan jinbaori yang dipakai di medan perang juga dihiasi dengan emas. Hal ini juga terlihat pada barin kabuto yang sangat eksentik yang menjelaskan betapa tingginya selera seorang Toyotomi Hideyoshi.


(48)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Alat yang digunakan orang Jepang untuk melindungi tubuh dari serangan senjata musuh seperti panah, tombak, pedang, dll disebut dengan kachu. Kachu awalnya terdiri dari dua bagian utama yaitu yang melindungi tubuh disebut dengan yoroi, dan yang melindungi kepala disebut dengan kabuto. Namun akhirnya kata yoroi juga digunakan untuk menyebut seluruh bagian dari kachu. Catatan sejarah menyatakan bahwa yoroi mulai ada sejak akhir periode yayoi dan terus berkembang hingga periode Edo. Seiring perkembangannya yoroi menjadi semakin lengkap dan beragam. Ada beberapa karakteristik dari yoroi yaitu: Tanko, keiko, O-yoroi, hara ate, haramaki, doumaru, doumaru yoroi, gusoku, tousei gusoku. Namun O-yoroi yang lahir pada periode Heian disebut-sebut merupakan bentuk original pakaian tempur Jepang.

Para jenderal perang Jepang khususnya pada periode sengoku mengenakan yoroi dengan aksesoris yang sangat eksentrik. Khususnya pada bagian kabuto, dimana masing-masing Jenderal mendekorasi kabutonya sendiri dengan bentuk dan hiasan-hiasan yang sangat beragam dan eksentrik. Selain bertujuan untuk menunjukkan dirinya pada medan laga, kabuto-kabuto yang eksentrik ini juga digunakan para jenderal untuk menunjukkan keyakinan religius dan cita rasa seni mereka.


(49)

Salah satu Jenderal perang pada masa sengoku ialah Toyotomi hideyoshi. Toyotomi hideyoshi hampir di sepanjang karirnya mengabdi kepada Lord Nobunaga. Ketika Nobunaga terbunuh Hideyoshi yang diangkat menjadi pemimpin dan pada akhirnya mampu mewujudkan cita-cita mereka untuk menyatukan Jepang yang telah porak-poranda oleh perang saudara seseantero negeri selama lebih dari 100 tahun. Hideyoshi juga memiliki lambang-lambang yang mencerminkan kepribadian dan keyakinannya yang ditunjukkan pada Yoroinya. Salah satunya ialah Barin kabuto, yaitu kabuto berbentuk halo (fenomena cahaya pada matahari) dengan warna emas. Kabuto ini menunjukkan cahaya matahari pagi yang sedang naik. Yang bisa dipahami sebagai bentuk keyakinan hideyoshi bahwa kejayaan akan segera dapat diraih.

Selain simbol-simbol pada kabuto, juga terdapat kamon atau lambang keluarga pada bagian-bagian yoroi yang lainnya. Kamon sendiri sudah muncul pada periode Heian, namun baru digunakan sebagai atribut pada peperangan sejak periode Kamakura. Kamon Toyotomi ialah go sichi kiri. Namun tidak hanya go sichi kiri, kamon oda mokkou dan omodaka juga digunakan oleh Toyotomi Hideyoshi. Selain itu juga ada lambang nichirin dan ougon taiko. Semua simbol-simbol tersebut memiliki makna dan menunjukkan kepribadian Toyotomi Hideyoshi.


(50)

4.2 Saran

Pembahasan dalam skripsi ini hanya sebatas pada sosok Toyotomi Hideyoshi, masih ada puluhan Jenderal perang yang memiliki beragam simbol lainnya yang sangat beragam, unik dan penuh makna. Diharapkan bagi para mahasiswa lainnya untuk melanjutkan penelitian dengan tokoh-tokoh lainnya sebagai objek penelitian. Agar pengetahuan kita akan kebudayaan orang Jepang menjadi semakin luas.


(51)

DAFTAR PUSTAKA

Agustian, Ari G. 2010. Spiritual samurai. Jakarta: Arga tilanta

Boris Petrov Bedrosov. 2003. The Evolution of Japanese Armour. [online]. 2012)

Chung-Chuen-Yeung, Melissa K dkk. 2011. THE EVOLUTION OF MATERIALS IN ARMS AND ARMORS: MEDIEVAL ERA. [pdf].

(http://www.me.wpi.edu/research/IMDC/IQP%20Website/IQP-EvolutionOfMaterials-MedievalEra.pdf. Diakses tanggal 4 Maret 2012)

Indah F. 2011. Pengertian dan Definisi Kebudayaan Menurut Para Ahli. [online].

Indah F. 2011. Pengertian dan Definisi Simbol Menurut Para Ahli. [online].

Koentjaraningrat. 2000. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Radar Jaya Offset. Machali, Rochayah. 2000. Pedoman bagi Penerjemah. Jakarta : PT Grasindo Mancabelli, A. 2006.A Handbook for understanding Japanese tangible properties: Juyo bunkazai- An armor perspective. [pdf].

(http://www.yamabushiantiques.com/BM%20Collection/JUYOBUNKAZAI.pdf. Diakses tanggal 8 Februari 2012)

Miura, Ichiro. 2010. Nihon Kachu Zukan. Tokyo: Shinkigensha

Nakanishi, Ritta. 2008. The History of Japanese Armor [Volume 1] From the Yayoi period to Muromachi period. Tokyo: Dainippon Kaiga

Nakanishi, Ritta. 2009. The History of Japanese Armor [Volume 2] From the Warring States period to Edo period. Tokyo: Dainippon Kaiga

Nakanishi, Takeshi dan Oyama Itaru. 2010. Sengoku Buki Kachu Jiten. Seibundo Shinkosha

Ogawa, M. 1989. “A Famous Fourteenth-Century Japanese Armor”.Metropolitan Museum Journal .Edisi 24. Hal 75-83.


(52)

Poerwanto, Hari. 2000. Kebudayaan dan lingkungan: dalam perspektif antropologi. Pustaka Pelajar

Septiani, Dwii. 2011. Teknik pengumpulan data dengan studi kepustakaan. [online]. (http://septianidwii.blogspot.com/2011/12/teknik-pengumpulan-data-dengan-studi.html. Diakses tanggal 2 Maret 2012)

Setiawan, Agus. 2008. Ilmu semiotika.[online].

(http://goestoge.wordpress.com/2008/11/18/ilmu-semiotika/. Diakses tanggal 1 Maret 2012)

Shigeki, Sudo. 2010. Sengoku busho kawari kabuto zukan. Tokyo: Shinjin mono ou raisha

Sinclaire, C. 2008. Japanese armour. [online].

(http://www.to-ken.com/articles/ArmourMay08.htm. Diakses tanggal 8 Februari 2012)

Sudjiman, Panuti H.M dan Aart van Zoest. 1996. Serba-serbi Semiotika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

____ . 2011. Kumpulan Teori Konsep Kebudayaan, [online],


(53)

LAMPIRAN GAMBAR

Yoroi milik Toyotomi Hideyoshi

Gambar 1.


(1)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Alat yang digunakan orang Jepang untuk melindungi tubuh dari serangan senjata musuh seperti panah, tombak, pedang, dll disebut dengan kachu. Kachu awalnya terdiri dari dua bagian utama yaitu yang melindungi tubuh disebut dengan yoroi, dan yang melindungi kepala disebut dengan kabuto. Namun akhirnya kata yoroi juga digunakan untuk menyebut seluruh bagian dari kachu. Catatan sejarah menyatakan bahwa yoroi mulai ada sejak akhir periode yayoi dan terus berkembang hingga periode Edo. Seiring perkembangannya yoroi menjadi semakin lengkap dan beragam. Ada beberapa karakteristik dari yoroi yaitu: Tanko, keiko, O-yoroi, hara ate, haramaki, doumaru, doumaru yoroi, gusoku, tousei gusoku. Namun O-yoroi yang lahir pada periode Heian disebut-sebut merupakan bentuk original pakaian tempur Jepang.

Para jenderal perang Jepang khususnya pada periode sengoku mengenakan yoroi dengan aksesoris yang sangat eksentrik. Khususnya pada bagian kabuto, dimana masing-masing Jenderal mendekorasi kabutonya sendiri dengan bentuk dan hiasan-hiasan yang sangat beragam dan eksentrik. Selain bertujuan untuk menunjukkan dirinya pada medan laga, kabuto-kabuto yang eksentrik ini juga digunakan para jenderal untuk menunjukkan keyakinan religius dan cita rasa seni mereka.


(2)

Salah satu Jenderal perang pada masa sengoku ialah Toyotomi hideyoshi. Toyotomi hideyoshi hampir di sepanjang karirnya mengabdi kepada Lord Nobunaga. Ketika Nobunaga terbunuh Hideyoshi yang diangkat menjadi pemimpin dan pada akhirnya mampu mewujudkan cita-cita mereka untuk menyatukan Jepang yang telah porak-poranda oleh perang saudara seseantero negeri selama lebih dari 100 tahun. Hideyoshi juga memiliki lambang-lambang yang mencerminkan kepribadian dan keyakinannya yang ditunjukkan pada Yoroinya. Salah satunya ialah Barin kabuto, yaitu kabuto berbentuk halo (fenomena cahaya pada matahari) dengan warna emas. Kabuto ini menunjukkan cahaya matahari pagi yang sedang naik. Yang bisa dipahami sebagai bentuk keyakinan hideyoshi bahwa kejayaan akan segera dapat diraih.

Selain simbol-simbol pada kabuto, juga terdapat kamon atau lambang keluarga pada bagian-bagian yoroi yang lainnya. Kamon sendiri sudah muncul pada periode Heian, namun baru digunakan sebagai atribut pada peperangan sejak periode Kamakura. Kamon Toyotomi ialah go sichi kiri. Namun tidak hanya go sichi kiri, kamon oda mokkou dan omodaka juga digunakan oleh Toyotomi Hideyoshi. Selain itu juga ada lambang nichirin dan ougon taiko. Semua simbol-simbol tersebut memiliki makna dan menunjukkan kepribadian Toyotomi Hideyoshi.


(3)

4.2 Saran

Pembahasan dalam skripsi ini hanya sebatas pada sosok Toyotomi Hideyoshi, masih ada puluhan Jenderal perang yang memiliki beragam simbol lainnya yang sangat beragam, unik dan penuh makna. Diharapkan bagi para mahasiswa lainnya untuk melanjutkan penelitian dengan tokoh-tokoh lainnya sebagai objek penelitian. Agar pengetahuan kita akan kebudayaan orang Jepang menjadi semakin luas.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Agustian, Ari G. 2010. Spiritual samurai. Jakarta: Arga tilanta

Boris Petrov Bedrosov. 2003. The Evolution of Japanese Armour. [online]. 2012)

Chung-Chuen-Yeung, Melissa K dkk. 2011. THE EVOLUTION OF MATERIALS IN ARMS AND ARMORS: MEDIEVAL ERA. [pdf].

(http://www.me.wpi.edu/research/IMDC/IQP%20Website/IQP-EvolutionOfMaterials-MedievalEra.pdf. Diakses tanggal 4 Maret 2012)

Indah F. 2011. Pengertian dan Definisi Kebudayaan Menurut Para Ahli. [online].

Indah F. 2011. Pengertian dan Definisi Simbol Menurut Para Ahli. [online].

Koentjaraningrat. 2000. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Radar Jaya Offset. Machali, Rochayah. 2000. Pedoman bagi Penerjemah. Jakarta : PT Grasindo Mancabelli, A. 2006.A Handbook for understanding Japanese tangible properties: Juyo bunkazai- An armor perspective. [pdf].

(http://www.yamabushiantiques.com/BM%20Collection/JUYOBUNKAZAI.pdf. Diakses tanggal 8 Februari 2012)

Miura, Ichiro. 2010. Nihon Kachu Zukan. Tokyo: Shinkigensha

Nakanishi, Ritta. 2008. The History of Japanese Armor [Volume 1] From the Yayoi period to Muromachi period. Tokyo: Dainippon Kaiga

Nakanishi, Ritta. 2009. The History of Japanese Armor [Volume 2] From the Warring States period to Edo period. Tokyo: Dainippon Kaiga

Nakanishi, Takeshi dan Oyama Itaru. 2010. Sengoku Buki Kachu Jiten. Seibundo Shinkosha

Ogawa, M. 1989. “A Famous Fourteenth-Century Japanese Armor”.Metropolitan Museum Journal .Edisi 24. Hal 75-83.

(http://www.metmuseum.org/pubs/journals/1/pdf/1512871.pdf.bannered.pdf. Diakses tanggal 8 Februari 2012)


(5)

Poerwanto, Hari. 2000. Kebudayaan dan lingkungan: dalam perspektif antropologi. Pustaka Pelajar

Septiani, Dwii. 2011. Teknik pengumpulan data dengan studi kepustakaan. [online]. (http://septianidwii.blogspot.com/2011/12/teknik-pengumpulan-data-dengan-studi.html. Diakses tanggal 2 Maret 2012)

Setiawan, Agus. 2008. Ilmu semiotika.[online].

(http://goestoge.wordpress.com/2008/11/18/ilmu-semiotika/. Diakses tanggal 1 Maret 2012)

Shigeki, Sudo. 2010. Sengoku busho kawari kabuto zukan. Tokyo: Shinjin mono ou raisha

Sinclaire, C. 2008. Japanese armour. [online].

(http://www.to-ken.com/articles/ArmourMay08.htm. Diakses tanggal 8 Februari 2012)

Sudjiman, Panuti H.M dan Aart van Zoest. 1996. Serba-serbi Semiotika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

____ . 2011. Kumpulan Teori Konsep Kebudayaan, [online],


(6)

LAMPIRAN GAMBAR

Yoroi milik Toyotomi Hideyoshi

Gambar 1.