Pembelian dan Penjualan Satuan Rumah Susun

Pindah tempat tinggal” antara lain karena pindah domisili, mengalami perubahan taraf hidup, lokasi pekerjaan pindah, dan terkena pemutusan hubungan kerja. Selain mengalihkan kepemilikan atas satuan rumah susun, pemilik sarusun mempunyai kewajiban untuk memanfaatkan sarusun sesuai dengan fungsinya. Misalnya dengan menyewakan sarusun yang dimilikinya. Penyewaan sarusun terebut meliputi hak orang perseorangan atas sarusun dan pemanfaatan terhadap bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.

B. Pembelian dan Penjualan Satuan Rumah Susun

Peraturan tentang transaksi jual-beli rumah susun terdapat di dalam Pasal 42-44 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun. Isi pasal-pasal tersebut yaitu: Pasal 42 1 Pelaku pembangunan dapat melakukan pemasaran sebelum pembangunan rumah susun dilaksanakan. 2 Dalam hal pemasaran dilakukan sebelum pembangunan rumah susun dilaksanakan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, pelaku pembangunan sekurang-kurangnya harus memiliki: a. kepastian peruntukan ruang; b. kepastian hak atas tanah; c. kepastian status penguasaan rumah susun; d. perizinan pembangunan rumah susun; dan e. jaminan atas pembangunan rumah susun dari lembaga penjamin. 3 Dalam hal pemasaran dilakukan sebelum pembangunan rumah susun sebagaimana dimaksud pada ayat 2, segala sesuatu yang dijanjikan oleh pelaku pembangunan danatau agen pemasaran mengikat sebagai perjanjian pengikatan jual beli PPJB bagi para pihak. 17 Yang dimaksud dengan “hal yang diperjanjikan” adalah kondisi satuan rumah susun sarusun yang dibangun dan dijual kepada konsumen yang dipasarkan, termasuk melalui media promosi, antara lain, lokasi rumah susun, bentuk sarusun, spesifikasi bangunan, harga sarusun, prasarana, sarana, dan utilitas umum rumah susun, fasilitas lain, serta waktu serah terima sarusun. Pasal 43 1 Proses jual beli sarusun sebelum pembangunan rumah susun selesai dapat dilakukan melalui PPJB yang dibuat di hadapan notaris. 2 PPJB sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan setelah memenuhi persyaratan kepastian atas: a. status kepemilikan tanah; b. kepemilikan IMB; c. ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum; d. keterbangunan paling sedikit 20 dua puluh persen; dan e. hal yang diperjanjikan. Dari ketentuan-ketentuan di atas, konsumen selayaknya berhati-hati dalam menandatangani berbagai kesepakatan atau perjanjian yang disodorkan oleh pihak penjual. Apabila pembangunan belum mencapai 20, maka tidak dapat dibuat perjanjian dalam bentuk PPJB. Beberapa developer biasanya mengikat calon pembeli dengan perjanjian pemesanan. Dengan ditandatanganinya perjanjian pemesanan, konsumen sudah mulai dibebankan pembayaran berupa booking fee. Berdasarkan ketentuan tersebut, transaksi pembelian unit apartment diawali dengan perjanjian pemesanan, dilanjutkan dengan PPJB saat proses pembangunan sudah mencapai minimum 20 dan barulah proses AJB. Untuk memiliki unit apartment, konsumen dapat menggunakan fasilitas Kredit Pemilikan Apartment KPA yang saat ini banyak diberikan oleh bank. Bank menetapkan berbagai persyaratan yang harus dilengkapi sehubungan dengan proses pengajuan KPA tersebut salah satunya adalah bukti transaksi antara pihak konsumen dengan pihak developer, yaitu perjanjian pemesanan. Dokumen lain yang harus 18 dipersiapkan sebagai syarat utama pengajuan KPA yaitu dokumen data diri, data pekerjaan sekaligus penghasilan. Rincian dokumen yang dimaksud adalah:  fotokopi KTP pemohon dan istri,  fotokopi kartu keluarga,  fotokopi akta nikah atau cerai,  fotokopi NPWP,  fotokopi SPTPPh 21,  surat keteranganrekomendasi perusahaan,  slip gaji 1 bulan terakhir dan  fotokopi buku tabungan tiga bulan terakhir. Saat perjanjian kredit dengan bank selesai ditandatangani, berarti telah timbul kewajiban bagi anda untuk membayar cicilan unit apartment tersebut sesuai dengan yang diperjanjikan, walaupun unit apartment masih dalam proses pembangunan. Hak akan secara resmi beralih pada saat pembangunan apartment selesai, dan dilaksanakan transaksi di hadapan notaris dalam bentuk Akta Jual Beli, dan bagi pembeli diterbitkan Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun. Hal ini diatur di dalam Pasal 44 UU Nomor 20 Tahun 2011 dimana dikatakan bahwa: 1 Proses jual beli, yang dilakukan sesudah pembangunan rumah susun selesai, dilakukan melalui akta jual beli AJB. 2 Pembangunan rumah susun dinyatakan selesai sebagaimana dimaksud pada ayat 1 apabila telah diterbitkan: a. Sertifikat Laik Fungsi; dan b. SHM sarusun atau SKBG sarusun. Hak kepemilikan atas satuan rumah susun merupakan hak milik atas satuan rumah susun yang bersifat perseorangan yang terpisah dengan hak bersama atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Terdapat berbagai macam hak kepemilikan atas tanah yang dimana rumah susun tersebut didirikan, yaitu: 1. tanah hak milik 2. hak guna bangunan, atau hak pakai di atas tanah negara, 3. hak guna bangunan atau hak pakai di atas tanah hak pengelolaan 19 SHM sarusun sebagaimana merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan yang terdiri atas: 1. salinan buku tanah dan surat ukur atas hak tanah bersama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 2. gambar denah lantai pada tingkat rumah susun bersangkutan yang menunjukkan sarusun yang dimiliki; dan 3. pertelaan mengenai besarnya bagian hak atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama bagi yang bersangkutan. Dengan memiliki SHM Satuan Rumah Susun, SHM tersebut dapat dijadikan sebagai jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.

C. Pemilikan atas Satuan Rumah Susun