Perlakuan Khusus bagi Negara sedang berkembang

15 8 mengatur masuknya barang ekspor dari luar negeri, pengenaan tarif ini masih dibolehkan oleh GATT. Negara-negara anggota GATT umumnya banyak menggunakan cara ini untuk melindungi industri dalam negerinya untuk menarik pemasukan bagi negara yang bersangkutan.

6.3. Perlakuan Khusus bagi Negara sedang berkembang

Sekitar 23 negara-negara anggota GATT WTO adalah negara- negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia yang masih berada dalam tahap awal pembangunan ekonominya. Untuk membantu perkembangan mereka, pada tahun 1965, suatu bagian baru yaitu part 4 yang memuat 3 Pasal Pasal XXXVI-XXXVIII tersebut dimaksudkan untuk mendorong negara-negara industri dalam membantu pertumbuhan ekonomi negara yang sedang berkembang. Bagian IV ini mengakui kebutuhan negara yang sedang berkembang untuk menikmati akses pasar yang lebih menguntungkan. Bagian ini juga melarang negara- negara maju untuk membuat rintangan-rintangan baru terhadap ekspor negara-negara berkembang. Negara-negara industri juga mau menerima bahwa mereka tidak akan meminta balasan dalam perundingan mengenai penurunan atau penghilangan tarif dan rintangan- rintangan lain terhadap perdagangan negara-negara yang sedang berkembang. Sebagaimana halnya praktek dumping merupakan metode yang menguntungkan bagi negara-negara berkembang. Di satu pihak, negara-negara berkembang memiliki daya beli yang rendah, sehingga tidak memungkinkan membeli barang-barang impor yang nilainya sangat tinggi. Di pihak lain, negara-negara maju sepakat untuk menerima barang-barang ekspor dengan harga dan nilai tukar negara penerima. Model Dumping ini termasuk kesepakatan dalam ekonomi internasional yang mendorong terjadinya kerjasama ekonomi yang berkeadilan. Dengan kata lain, Dumping dan subsidi atau bantuan 15 9 termasuk suatu ancaman terbesar dalam perdagangan bebas internasional. 167 Dalam kaidah perjanjian internasional dengan tegas, bahwa daya ikatnya sangat tergantung pada jenis-jenis perjanjian. Misalnya, Pasal 2 Konvensi Wina 1969, mendefinisikan perjanjian treaty adalah suatu kesepakatan internasional dalam bentuk tertulis yang diadakan oleh negara-negara, diatur oleh hukum internasional, atau Komisi Hukum internasional atas obyek tertentu bersifat internasional. Pentingnya sumber- sumber HEI selain disebabkan oleh kompleksitas Perjanjian Internasional, juga HEI memiliki karakter yang khusus. Adapun masalah-masalah dalam perjanjian ekonomi internasional yaitu: a.Sulitnya koordinasi antara suatu perjanjian dengan perjanjian dengan perjanjian lainnya. b.Perbedaan penafsiran, khususnya saat terjadi sengketa di antara para pihak terhadap perjanjian tersebut. c. Masuknya suatu perjanjian ekonomi internasional ke dalam hukum nasional, pada prakteknya tidak ada keseragaman. 168 Di pihak lain, pada dasarnya perjanjian ekonomi internasional memiliki sifat-sifat sebagai berikut: 1. Berpengaruh, tidak saja pada hubungan negara-negara tetapi juga sistem hukum dan politik negara-negara yang menjadi pihak atau peserta pada perjanjian tersebut. 2. Umumnya mengatur mengenai kewenangan negara peserta dalam mengatur kebijakan ekonomi dan kepentingan ekonomi, sehingga efektifitas dan kelanjutan dari perjanjian ini bergantung pada pesertanya. 167 Op.Cit, Martin Dixon dan Robert McCorquodale, Cases and meterials ..., hlm. 514. 168 Op.Cit, Huala Adolf, Hukum Ekonomi Internasional ...,. 169 Lihat lebih jelas dalam situs www.imf.org 170 Lihat lebih jelas dalam situs www.imf.org 16 3. Untuk dapat berlaku suatu perjanjian haruslah ada harapan di dalam hukum nasional dari negara pesertanya, sehingga efektifitas dari perjanjian ini bergantung pada efektifitas perjanjian tersebut.

6.4. Badan Hukum Ekonomi Internasional