Disorientasi pendidikan: BAHASA INDONESIA MAKALAH

akan dipengaruhi oleh corak pengalaman seseorang di dalam lingkungan masyarakat. Pengalarnan pada berbagai kelompok masyarakat, jenis bacaan, tontonan serta aktivitas-aktivitas lainnya dalam masyarakat dapat mempengaruhi fungsi pendidikan yang dimainkan oleh sekolah. Sekolah juga berkepentingan terhadap perubahan lingkungan seseorang di dalam masyarakat. Perubahan lingkungan itu antara lain dapat dilakukan melalui fungsi layanan bimbingan, penyediaan forum komunikasi antara sekolah dengan lembaga sosial lain dalam masyarakat. Sebaliknya partisipasi sadar seseorang untuk selalu belajar dari lingkungan masyarakat, sedikit banyak juga dipengaruhi oleh tugas-tugas belajar serta pengarahan belajar yang dilaksanakan di sekolah. Fungsi sekolah sebagai partner masyarakat akan dipengaruhi pula oleh sedikit banyaknya serta fungsional tidaknya pendayagunaan sumber-sumber belajar di masyarakat. Kekayaan sumber belajar dalam masyarakat seperti adanya lembaga gereja, masjid, perpustakaan, museum, surat kabar, majalah dan sebagainya dapat digunakan oleh sekolah dalam menunaikan fungsi pendidikan. Sebagai produser kebutuhan pendidikan masyarakat sekolah dan masyarakat memiliki ikatan hubungan rasional di antara keduanya. Pertama, adanya kesesuaian antara fungsi pendidikan yang dimainkan oleh sekolah dengan apa yang dibutuhkan masyarakat. Kedua, ketepatan sasaran atau target pendidikan yang ditangani oleh lembaga persekolahan akan ditentukan pula oeh kejelasan perumusan kontrak antara sekolah selaku pelayan dengan masyarakat selaku pemesan Ketiga, keberhasilan penunaian fungsi sekolah sebagai layanan pesanan masyarakat sebagian akan dipengaruhi oleh ikatan objektif di antara keduanya. Ikatan objektif ini dapat berupa perhatian, penghargaan dan tunjangan tertentu seperti dana, fasilitas dan jaminan objektif lainnya yang memberikan makna penting eksistensi dan produk sekolahan.

D. Disorientasi pendidikan:

Pendidikan kita telah lama mengalami disorientasi, dan lebih mengedepankan pemenuhan keinginan politik ketimbang proses pencerdasan insan manusia. Aktivitas pendidikan hanya berkutat pada persoalan klasik yang memusatkan aspek rasional manusia. Transfer ilmu pengetahuan rasional ini begitu ditekankan dalam pendidikan sehingga dimensi lain pendidikan seperti aspek psikis, spiritual, aspek kejujuran, aspek kesederhanaan, aspek sosial dilupakan. Akibatnya pendidikan kita menjadi berat sebelah, yang pada gilirannya melahirkan manusia-manusia yang tinggi kadar intelektualnya namun tanpa emosi dan jiwa social yang haus akan nilai-nilai human. Itulah konsep pendidikan yang salah selama beberapa tahun kita alami, yang pada akhirnya pendidikan itu tidak akan bermanfaat, karena proses yang berjalan adalah pragmatisme nilai. Simpton pendidikan ini nampak pula dalam proses pendidikan yang secara singkat dapat dikatakan bahwa pendidikan kita hanya mendidik manusia untuk tahu banyak hal dan pandai mengetrapkan sejumlah keterampilan teknis Henderyk Beribe, 1984. Ideologi pertumbuhan membuat manusia bukan lagi sebagai subyek human yang otonom melainkan budak yang tertindas karena keseimbangan psikologis tergoncang ketika norma-norma etos sosial, keadilan sosial, kemanusiaan manusia, solidaritas sosial, dijungkirbalikan. Maka tidak mengherankan kalau rasa keadilan sosial, solidaritas sosial pada anak didik kita meluntur habis, karena etika sosial diganti dengan etika materialisme yang menjadi tolok ukur dari kriterium nilai. Manusia tidak lagi menjadi makhluk sosial societas dialogis yang hidup bersama orang lain melainkan mahluk tunggal yang hidup sendiri dalam penjara-penjara kebudayaan yang diciptakannya sendiri, yang hanya bisa bertahan karena pupuk materialisme sebagai konsekwensi dari ideologi pertumbuhan tanpa batas. Materialisme lebih jauh memaksa manusia untuk memandang dirinya sebagai dewa dan Allah. Begitu sekularisme dan ateisme praktis muncul sebagai agama baru tanpa promulgasi resmi, Hendryk Beribe, 1984. Materialisme semestinya dimengerti dalam konteks sosial budaya masyarakat yang berada pada tahap transisi, perubahan, perkembangan yang terus melaju untuk mendapatkan identitas sosial dan personalnya. Bahwa saintisme, pendewasan teknologi sebagai nilai mutlak, materialisme merajalela, kemerosotan mental dan moral, ketidakadilan sosial yang meluas, kekerasan merajalela, yang sering terjadi di sekolah, menjadi pilihan dan merasuk serta membantin pada sebagian masyarakat sekolah, tidak dapat tidak karena proses pendidikan yang keliru sebagai salah satu sebab kemungkinan. Walau demikian, sisi positifnya tetap ada, yakni lembaga pendidikan merupakan lembaga social yang paling arkais manakala masyarakat begitu dinamis dan rentan terhadap perubahan, fungsi pendidikan tetap sebagai watchdog terhadap perubahan yang keliru. Sebab dengan memperoleh pendidikan yang secukupnya masyarakat kita akan tetap beradab dan menjadi merdeka pikiran dan batinnya.

E. Praktek pendidikan kita saat ini: