menginterpretasikan bahwa 98 atau 96 keragaman dari nilai suhu kecerahan kanal 31
dapat diterangkan oleh keragaman dari nilai suhu kecerahan kanal 32. Nilai koefisien
determinasi R
2
yang tinggi pada grafik akan menyebabkan koefisien korelasi r yang
dihasilkan juga tinggi sehingga kedua kanal tersebut
mempunyai hubungan
yang berkorelasi
positif atau
mempunyai keidentikkan. Akibat korelasi positif dari
kedua nilai suhu kecerahan, maka nilai suhu kecerahan
dapat dihubungkan
dengan menggunakan suatu algoritma dari simulasi
untuk mendapatkan nilai suhu permukaan. Semakin besar nilai koefisien determinasi R
2
maka dapat dikatakan hasil model adalah baik.
4.2.2 Pemisahan Penutupan Awan Cloud
Masking Energi radiasi matahari yang datang ke
permukaan bumi, sebagian ada yang diserap oleh permukaan dan ada juga yang dilepaskan
oleh permukaan dalam bentuk emisi termal. Nilai emisi yang dilepas oleh permukaan yang
tertutup oleh awan bukanlah nilai emisi sebenarnya yang dilepaskan oleh permukaan
daratan, tetapi nilai tersebut merupakan nilai emisi yang dihasilkan oleh permukaan awan.
Pemisahan awan menggunakan emisi dari permukaan
bumi, sangat
sulit untuk
membedakan karakteristik awan dan daratan. Oleh karena itu, pemisahan penutupan awan
yang baik dapat dilakukan melalui pendekatan nilai
albedo atau
nilai reflektannya
menggunakan kanal reflektan 1, 4, dan 3. Gambar
10 dan
Gambar 11
menunjukkan perbandingan citra true colour kanal 1, 4, dan 3 dengan nilai rata-rata albedo
dari permukaan awan pada tanggal 20 Juli 2002 dan 23 September 2003 sebagai contoh,
dimana nilai piksel yang berwarna kisaran merah hingga kuning menginterpretasikan
nilai kisaran albedo permukaan awan terendah hingga tertinggi. Persamaan USGS dan
Xiaming Xiao untuk menghitung albedo dan pemisahan awan mampu membuktikan bahwa
pemisahan awan melalui pendekatan albedo dapat dilakukan dalam penginderaan jauh
dengan menggunakan sensor MODIS kanal reflektan 1, 4, dan 3.
Gambar 10 Citra true colour kanal 1, 4, dan 3 serta albedo rata-rata awan kanal 1, 4, dan 3 setelah dilakukan pemisahan awan 20 Juli 2002
Gambar 11 Citra true colour kanal 1, 4, dan 3 serta albedo rata-rata awan kanal 1, 4, dan 3 setelah dilakukan pemisahan awan 23 September 2003
4.2.3 Suhu Permukaan Lahan Land
Surface Temperature
Suhu permukaan sangat mempengaruhi jumlah energi untuk memindahkan panas dari
permukaan ke udara. Energi tersebut menjadi sumber pembangkit gradien suhu, gradien
kecepatan, dan gradien konsentrasi. Gradien tersebut merupakan penggerak pada proses
pemindahan massa, bahang, dan momentum. Nilai
suhu permukaan
lahan sangat
dipengaruhi berbagai faktor –faktor yang
mempengaruhinya seperti
emisivitas, kapasitas panas jenis, dan konduktivitas
termal pada lahan tersebut. Tabel 10 dan Tabel 11 menunjukkan
nilai rata-rata suhu permukaan dari seluruh wilayah
kajian. Nilai
rata-rata suhu
permukaan tertinggi berada pada algoritma Vidal yaitu sebesar 31
C 20 Juli 2002, 37 C
15 Oktober 2002, 32.4 C 12 Juni 2003,
36.2 C 23 September 2003 sedangkan nilai
rata-rata suhu permukaan rata-rata terendah berada pada algoritma Ulivieri sebesar 27.9
C 20 Juli 2002, 33.7
C 15 Oktober 2002, 30.2
C 12 Juni 2003, 33.9 C 23 September
2003. Tabel 10 Nilai rata
–rata SP seluruh wilayah kajian tahun 2002
Jenis Algoritma Rata-rata SP seluruh
wilayah kajian
o
C 20-Jul-02
15-Okt-02 Vidal
31.0 37.0
Ulivieri 27.9
33.7 Coll
29.4 35.2
Sobrino 28.8
35.0 Price
30.3 36.4
Becker and Li 29.9
35.9 Ulivieri [Sobrino]
30.0 36.0
Price [Sobrino] 29.0
35.0 Tabel 11 Nilai rata
–rata SP seluruh wilayah kajian tahun 2003
Jenis Algoritma Rata-rata SP seluruh
wilayah kajian
o
C 12-Jun-03 23-Sep-03
Vidal 32.4
36.2 Ulivieri
30.2 33.9
Coll 31.5
35.1 Sobrino
30.3 34.1
Price 31.1
35.1 Becker and Li
31.5 35.3
Ulivieri [Sobrino] 31.4
35.3 Price [Sobrino]
30.4 34.3
Hasil perhitungan Tabel 10 dan 11 menunjukkan
bahwa algoritma
Vidal menghasilkan nilai suhu permukaan rata-rata
yang paling tinggi sedangkan algoritma Ulivieri menghasilkan nilai suhu permukaan
rata-rata yang paling rendah untuk wilayah kajian.
4.3 Hubungan Nilai Suhu Permukaan