III METODOLOGI 3.1
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai dengan Februari tahun
2012-2013, dengan wilayah kajian berada pada wilayah Provinsi Jawa Barat, DKI
Jakarta, dan
Banten. Pengolahan
data dilakukan di laboratorium Meteorologi dan
Pencemaran Atmosfer, Departemen Geofisika dan Meteorologi, FMIPA-IPB.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat lunak pengolah citra image
processing seperti HDF view 2.8, ENVI 4.5, dan Er.Mapper 7.1, perangkat pengolah
sistem informasi geografis seperti ArcGis 10.0 Lisensi IPB No. EFL588104064 dengan
ekstensi Hawths analysis tools dan perangkat pengolah lainnya seperti Microsoft Office,
Notepad ++, Stellarium 0.10.2. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini berupa:
1.
Data citra satelit Terra-MODIS level 1B yang mencakup wilayah Jawa Barat,
Banten, dan DKI Jakarta pada tanggal 20 Juli 2002, 15 Oktober 2002, 12 Juni
2002, dan 23 September 2003. Citra yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu sedikit penutupan awan. Kanal yang digunakan yaitu kanal 1, 4, dan 3
sebagai kanal reflektan dan kanal 31, 32 sebagai kanal emissive. Resolusi yang
dipakai 1x1 km untuk setiap masing- masing kanal. Data tersebut dapat
diperoleh dari alamat : http:ladsweb.nascom.nasa.govdatase
arch.html.
2. Data DEM–SRTM yang telah dikonversi
resolusinya menjadi 1x1 km. Data tersebut dapat diperoleh dari alamat :
http:www.cgiar.csi.orgdatasrtm- 90m-digital-elevation-database-v4-1.
3. Peta Rupa Bumi Indonesia RBI tema 1
: penutupan lahan tahun 2002 BPDAS. 4.
Peta Administrasi wilayah Provinsi Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta.
3.3
Metode Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan pada penelitian ini disajikan dalam diagram alir
Gambar 4.
3.3.1 Pemrosesan Awal Data Citra Satelit
Georeferensi MODIS merupakan suatu langkah awal dalam pemrosesan data citra
satelit. Langkah
ini digunakan
untuk mendapatkan
informasi-informasi yang
diinginkan dari suatu data citra sebelum dilakukan analisis spasial dan atributnya,
seperti penentuan sistem proyeksi yang akan digunakan,
pemilihan datum,
penentuan Ground Control Point GCP yang digunakan
sebagai acuan dalam proses georeferensi, dan pengkoreksian citra. Beberapa tahapan yang
akan dilakukan yaitu :
3.3.1.1 Koreksi Bowtie
Pada data mentah citra MODIS level 1B terdapat kerusakan citra berupa efek
duplikasi data
akibat peningkatan
Instantaneous Field of View IFOV yang semula berukuran 1x1 km pada titik nadir
menjadi 2x5 km pada sudut scan maksimum yaitu 55
o
. Fenomena ini dikenal dengan Bowtie effect yang terjadi akibat pengaruh
kelengkungan bumi yang mengakibatkan ukuran piksel yang direkam diatas sudut 15
o
mengalami perbesaran. Sebelum citra diproses lebih lanjut, diperlukan suatu pengkoreksian
untuk menghilangkan
efek tersebut.
Pengkoreksian ini menggunakan perangkat lunak ENVI 4.5 pada semua kanal yang
digunakan.
3.3.1.2 Koreksi Geometrik dan Penentuan GCP Ground Check Point
Pada data pemanfaatan penginderaan jauh, pengaruh rotasi bumi, arah gerakan
satelit, dan kelengkungan permukaan bumi mengakibatkan posisi geografis hasil scanning
pada citra tidak sesuai dengan koordinat geometri pada peta. Oleh karena itu, informasi
posisi koordinat citra satelit harus diperbaiki antara lain dengan menggunakan acuan
koordinat peta dasar atau peta topografi. Proses ini dikenal dengan istilah koreksi
geometrik. Tujuan koreksi ini adalah untuk mereferensikan citra sehingga mempunyai
koordinat
geografi dan
mengkoreksi mencocokan secara geometri dengan citra
yang menjadi dasar koreksi. Pada pengkoresian ini dilakukan
dengan memberikan 11 titik ikat atau 11 Ground Check Point GCP pada citra dan
peta dasar menggunakan metode image to map. Jumlah titik yang dicatat koordinatnya
dianjurkan menyebar terutama pada daerah yang bertopografi berbukit sampai bergunung.
Koreksi
geometrik ini
dilakukan menggunakan perangkat lunak ENVI 4.5
dengan penggunaan sistem proyeksi UTM dengan unit meter dan datum WGS-84.
Pada proses pengkoreksian ini akan ditampilkan
juga nilai
kesalahan ketidaktepatan pengkoreksian. Pada dasarnya
kesalahan tersebut masih dapat diterima sepanjang masih memenuhi kaidah-kaidah
kartografi. Menurut Purwadhi 2001 batas toleransi untuk nilai kesalahan
adalah RMS ≤ 1 piksel, sehingga apabila nilai RMS 1
piksel maka harus dilakukan perhitungan ulang.
3.3.1.3 Penentuan Nilai RMSE