2.1.3 Kandungan Kimia Kecapi
Daun, batang dan akar tumbuhan kecapi mengandung saponin, flavonoida dan polifenol Hutapea,1994.
2.1.4 Efek Farmakologis dan Hasil Penelitian
Efek farmakologis tumbuhan kecapi diantaranya sebagai obat sakit perut, peluruh keringat, keputihan dan cacing gelang Hutapea,1994.
2.2 Senyawa Organik Bahan Alam
Kimia organik mengalami kemajuan yang sejajar dengan kemajuan cara pemisahan dan penelitian bahan alam. Karena sangat beranekaragam, molekul yang berasal dari
makhluk hidup mempunyai arti yang sangat penting bagi para ahli kimia organik, yaitu untuk memperluas dan memperdalam pengetahuan tentang reaksi-reaksi
organik, dan terutama dapat untuk menguji hipotesis-hipotesis tertentu, misalnya hipotesis tentang mekanisme reaksi. Pada mulanya, biogenesis dari produk alami
berkaitan dengan kimia organik dan biokimia, tetapi mempunyai tujuan yang berlainan. Manitto, 1992
2.3 Senyawa Flavonoida
Senyawa-senyawa flavonoida adalah senyawa-senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom karbon, terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan menjadi satu oleh
rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon. Senyawa-senyawa flavonoida adalah senyawa 1,3 diaril propana, senyawa isoflavonoida adalah senyawa 1,2 diaril propana,
sedangkan senyawa-senyawa neoflavonoida adalah 1,1 diaril propana.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Istilah flavonoida diberikan pada suatu golongan besar senyawa yang berasal dari kelompok senyawa yang paling umum, yaitu senyawa flavon, suatu jembatan
oksigen terdapat diantara cincin A dalam kedudukan orto, dan atom karbon benzil yang terletak disebelah cincin B. Senyawa heterosoklik ini, pada tingkat oksidasi yang
berbeda terdapat dalam kebanyakan tumbuhan. Flavon adalah bentuk yang mempunyai cincin C dengan tingkat oksidasi paling rendah dan dianggap sebagai
struktur induk dalam nomenklatur kelompok senyawa-senyawa ini. Manitto, 1981.
Sekitar 2 dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh tumbuhan atau kira- kira 1x10
9
tontahun diubah menjadi flavonoida atau senyawa yang berkaitan dengannya. Sebagian besar tanin pun berasal dari flavonoida. Jadi flavonoida
merupakan salah satu golongan fenol alam yang terbesar.
Senyawa flavonoida sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, bunga, buah, dan biji. Kebanyakan
flavonoida ini berada di dalam tumbuh-tumbuhan, kecuali alga. Namun ada juga flavonoida yng terdapat pada hewan, misalnya dalam kelenjar bau berang-berang dan
sekresi lebah. Dalam sayap kupu - kupu dengan anggapan bahwa flavonoida berasal dari tumbuh-tumbuhan yang menjadi makanan hewan tersebut dan tidak dibiosintesis
di dalam tubuh mereka. Penyebaran jenis flavonoida pada golongan tumbuhan yang tersebar yaitu angiospermae, klorofita, fungi, briofita Markham, 1988.
Flavonoida merupakan senyawa 15-karbon yang umumnya tersebar di seluruh dunia tumbuhan. Lebih dari 2000 flavonoid yang berasal dari tumbuhan telah
diidentifikasi. Kerangka dasar flavonoida biasanya diubah sedemikian rupa sehingga terdapat lebih banyak ikatan rangkap, menyebabkan senyawa itu menyerap cahaya
tampak, dan ini membuatnya berwarna.
Ada tiga kelompok flavonoida yang amat menarik perhatian dalam fisiologi tumbuhan, yaitu antosianin, flavonol, dan flavon. Antosianin dari bahasa Yunani
anthos, bunga dan kyanos, biru-tua adalah pigmen berwarna yang umunya terdapat di bunga berwarna merah, ungu, dan biru. Pigmen ini juga terdapat di berbagai bagian
tumbuhan lain, misalnya buah tertentu, batang, daun, dan bahkan akar. Sering
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
flavonoida terikat di sel epidermis. Warna sebagian besar buah dan banyak bunga adalah akibat dari antosianin, walaupun beberapa warna tumbuhan lainnya, seperti
buah tomat dan beberapa bunga kuning, karena karotenoid. Warna cerah daun musim gugur disebabkan terutama oleh timbunan antosianin pada hari cerah dan dingin,
walaupun karotenoid kuning atau jingga merupakan pigmen terbesar di daun musim gugur pada beberapa spesies.
Antosianin umumnya tidak terdapat di lumut hati, ganggang, dan tumbuhan tingkat rendah lainnya, walaupun beberapa antosianin dan flavonoida ada di lumut
tertentu. Antosianin jarang ditemui di gimnospermae, walaupun gimnospermae mengandung jenis lain dari flavonoida. Beberapa macam antosianin terdapat di
tumbuhan tingkat tinggi, dan sering lebih dari satu macam terdapat di bunga tertentu atau organ lain. Mereka dijumpai dalam bentuk glikosida, biasanya mengandung satu
atau dua unit glukosa atau galaktosa yang tertempel pada gugus hidroksil di cincin tengah, atau pada gugus hidroksil di posisi 5 cincin A. Bila gula dihilangkan, maka
bagian sisa molekul, yang masih berwarna, dinamakan antosianidin Salisbury, 1995.
2.3.1 Struktur Dasar Senyawa Flavonoida
Senyawa flavonoida adalah senyawa yang mengandung C15 terdiri atas dua inti fenolat yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon. Struktur dasar flavonoida dapat
digambarkan sebagai berikut :
C C
C A
B
Gambar 1.Kerangka dasar senyawa flavonoida
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.3.2 Klasifikasi Senyawa Flavonoida
Flavonoida mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi sehingga menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum sinar ultraviolet dan spektrum sinar tampak,
umumnya dalam tumbuhan terikat pada gula yang disebut dengan glikosida
1. Flavonoida O-glikosida, satu gugus hidroksil flavonoida atau lebih terikat pada satu gula lebih dengan ikatan hemiasetal yang tak tahan asam. Pengaruh
glikosilasi menyebabkan flavonoida menjadi kurang reaktif dan lebih mudah larut dalam air. Glukosa merupakan gula yang paling umum terlibat dan gula
lain yang sering juga terdapat adalah galaktosa, ramnosa, xilosa, dan arabinosa. Gula lain yang kadang-kadang ditemukan adalah alosa, manosa,
fruktosa, apiosa, dan asam glukoronat serta galakturonat. Harborne, 1996.
2. Flavonoida C-glikosida, gula terikat pada atom karbon flavonoida dan dalam hal ini gula tersebut terikat langsung pada inti benzena dengan suatu ikatan
karbon-karbon yang tahan asam. Glikosida yang demikian disebut C-glikosida. Jenis gula yang terlibat ternyata jauh lebih sedikit ketimbang jenis gula pada
O-glukosa, biasanya dari jenis glukosa yang paling umum, dan juga galaktosa, ramnosa, xilosa, dan arabinosa.
3. Flavonoida sulfat, senyawa ini mengandung satu ion sulfat, atau lebih, yang terikata pada hidroksil fenol atau gula. Senyawa ini sebenarnya bisulfat karena
terdapat sebagai garam, yaitu flavon-O-SO
3
4. Biflavonoida, yaitu flavonoida dimer. Flavonoida yang biasanya terlibat adalah flavon dan flavanon yang secara biosintesis mempunyai pola oksigenasi yang
sederhana 5,7,4’ dan ikatan antar flavonoida berupa ikatan-ikatan karbon atau kadang-kadang eter. Monomer flavonoida yang digabungkan menjadi
biflavonoida dapat berjenis sama atau berbeda, dan letak ikatannya berbeda- beda. Biflavonoida jarang ditemukan sebagai glikosida, dan penyebarannya
terbatas, terdapat terutama pada gimnospermae. K. Banyak yang berupa glikosida
bisulfat, bagian bisulfat terikat pada hidroksil fenol yang mana saja yang masih bebas atau pada gula.
5. Aglikon flavonoida yang aktif-optik, sejumlah aglikon flavonoida mempunyai atom karbon asimetrik dan dengan demikian menunjukkan keaktifan optik
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
yaitu memutar cahaya terpolarisasi-datar. Yang termasuk dalam golongan flavonoida ini adalah flavanon, dihidroflavonol, katekin, rotenoid, dan lain-lain
Markham, 1988.
Menurut Robinson 1995, flavonoida dapat dikelompokkan berdasarkan keragaman pada rantai C
3
yaitu :
1. Flavonol Flavonol paling sering terdapat sebagai glikosida, biasanya 3-glikosida, dan aglikon
flavonol yang umum yaitu kamferol, kuersetin, dan mirisetin yang berkhasiat sebagai antioksidan dan antiimflamasi. Flavonol lain yang terdapat di alam bebas kebanyakan
merupakan variasi struktur sederhana dari flavonol. Larutan flavonol dalam suasana basa dioksidasi oleh udara tetapi tidak begitu cepat sehingga penggunaan basa pada
pengerjaannya masih dapat dilakukan.
O O
OH
flavonol
2. Flavon Flavon berbeda dengan flavonol dimana pada flavon tidak terdapat gugusan 3-
hidroksi. Hal ini mempunyai serapan UV-nya, gerakan kromatografi, serta reaksi warnanya. Flavon terdapat juga sebagai glikosidanya lebih sedikit daripada jenis
glikosida pada flavonol. Flavon yang paling umum dijumpai adalah apigenin dan luteolin. Luteolin merupakan zat warna yang pertama kali dipakai di Eropa. Jenis yang
paling umum adalah 7-glukosida dan terdapat juga flavon yang terikat pada gula melalui ikatan karbon-karbon. Contohnya luteolin 8-C-glikosida. Flavon dianggap
sebagai induk dalam nomenklatur kelompok senyawa flavonoida.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
O O
flavon
3. Isoflavon Isoflavon merupakan isomer flavon, tetapi jumlahnya sangat sedikit dan sebagai
fitoaleksin yaitu senyawa pelindung yang terbentuk dalam tumbuhan sebagai pertahanan terhadap serangan penyakit. Isoflavon sukar dicirikan karena reaksinya
tidak khas dengan pereaksi warna manapun. Beberapa isoflavon misalnya daidzein memberikan warna biru muda cemerlang dengan sinar UV bila diuapi amonia, tetapi
kebanyakan yang lain tampak sebagai bercak lembayung yang pudar dengan amonia berubah menjadi coklat.
O O
isoflavon
4. Flavanon Flavanon terdistribusi luas di alam. Flavanon terdapat di dalam kayu, daun dan bunga.
Flavanon glikosida merupakan konstituen utama dari tanaman genus prenus dan buah jeruk ; dua glikosida yang paling lazim adalah neringenin dan hesperitin, terdapat
dalam buah anggur dan jeruk.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
O O
flavanon
5. Flavanonol Senyawa ini berkhasiat sebagai antioksidan dan hanya terdapat sedikit sekali jika
dibandingkan dengan flavonoida lain. Sebagian besar senyawa ini diabaikan karena konsentrasinya rendah dan tidak berwarna.
O O
OH
Flavanonol
6. Katekin Katekin terdapat pada seluruh dunia tumbuhan, terutama pada tumbuhan berkayu.
Senyawa ini mudah diperoleh dalam jumlah besar dari ekstrak kental Uncaria gambir dan daun teh kering yang mengandung kira-kira 30 senyawa ini. Katekin berkhasiat
sebagai antioksidan.
O HO
OH OH
OH OH
katekin
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
7. Leukoantosianidin Leukoantosianidin merupakan senyawa tan warna, terutama terdapat pada tumbuhan
berkayu. Senyawa ini jarang terdapat sebagai glikosida, contohnya melaksidin, apiferol.
O OH
HO OH
Leukoantosianidin
8. Antosianin Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar luas dalam
tumbuhan. Pigmen yng berwarna kuat dan larut dalam air ini adalah penyebab hampir semua warna merah jambu, merah marak , ungu, dan biru dalam daun, bunga, dan
buah pada tumbuhan tinggi. Secara kimia semua antosianin merupakan turunan suatu struktur aromatik tunggal yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin
ini dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau dengan metilasi atau glikosilasi.
O
OH
Antosianin
9.Khalkon Khalkon adalah pigmen fenol kuning yang berwarna coklat kuat dengan sinar UV bila
dikromatografi kertas. Aglikon khalkon dapat dibedakan dari glikosidanya, karena hanya pigmen dalam bentuk glikosida yang dapat bergerak pada kromatografi kertas
dalam pengembang air. Harborne, 1996.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
O kalkon
10. Auron Auron berupa pigmen kuning emas yang terdapat dalam bunga tertentu dan briofita.
Dalam larutan basa senyawa ini berwarna merah ros dan tampak pada kromatografi kertas berupa bercak kuning, dengan sinar ultraviolet warna kuning kuat berubah
menjadi merah jingga bila diberi uap amonia Robinson, 1995.
HC O
O
Auron
Menurut Harborne 1996, dikenal sekitar sepuluh kelas flavonoida dimana semua flavonoida, menurut strukturnya, merupakan turunan senyawa induk flavon dan
semuanya mempunyai sejumlah sifat yang sama yakni:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Golongan flavonoida
Penyebaran Ciri khas
Antosianin
Proantosianidin
Flavonol
Flavon
Glikoflavon
Biflavonil
Khalkon dan auron
Flavanon
Isoflavon pigmen bunga merah
marak,dan biru juga dalam daun dan jaringan lain.
terutama tan warna, dalam daun tumbuhan berkayu.
terutama ko-pigmen tanwarna dalam bunga sianik dan
asianik; tersebar luas dalam daun.
seperti flavonol
seperti flavonol
tanwarna; hampir seluruhnya terbatas pada gimnospermae
pigmen bunga kuning, kadang-kadang terdapat juga
dalam jaringan lain tanwarna; dalam daun dan
buah terutama dalam Citrus tanwarna; sering kali dalam
akar; hanya terdapat dalam satu suku,
Leguminosae larut dalam air,
λmaks 515-545 nm, bergerak dengan BAA pada kertas.
menghasilkan antosianidin bila jaringan dipanaskan dalam HCl 2M
selama setengah jam. setelah hidrolisis, berupa bercak
kuning murup pada kromatogram Forestal bila disinari sinar UV;
maksimal spektrum pada 330 – 350 setelah hidrolisis, berupa bercak
coklat redup pada kromatogram Forestal; maksimal spektrum pada
330-350 nm. mengandung gula yang terikat
melalui ikatan C-C; bergerak dengan pengembang air, tidak seperti flavon
biasa. pada kromatogram BAA beupa
bercak redup dengan R
F
dengan amonia berwarna merah, maksimal spektrum 370-410 nm.
tinggi .
berwarna merah kuat dengan MgHCl; kadang – kadang sangat
pahit .
bergerak pada kertas dengan pengembang air; tak ada uji warna
yang khas.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.3.3 Sifat Kelarutan Flavonoida
Aglikon flavonoida adalah polifenol dan karena itu mempunyai sifat kimia senyawa fenol, yaitu bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa. Tetapi harus diingat,
bila dibiarkan dalam larutan basa, dan disamping itu terdapat oksigen, banyak yang akan terurai. Karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil, atau suatu gula, flavonoida
merupakan senyawa polar, maka umumnya flavonoida cukup larut dalam pelarut polar seperti etanol EtOH, metanol MeOH, butanol BuOH, aseton, dimetilsulfoksida
DMSO, dimetilformamida DMF, air dan lain-lain. Adanya gula yang terikat pada flavonoida bentuk yang umum ditemukan cenderung menyebabkan flavonoida lebih
mudah larut dalam air dan dengan demikian campuran pelarut yang disebut diatas dengan air merupakan pelarut yang lebih baik untuk glikosida. Sebaliknya, aglikon
yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon dan flavon serta flavonol yang termetoksilasi cenderung lebih mudah larut dalam pelarut seperti eter dan kloroform.
Gambar 2. Biosintesis hubungan antara jenis monomer flavonoida dari alur asetat malonat dan alur sikimat Markham,1988.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.4.Tehnik Pemisahan
Tujuan dari teknik pemisahan adalah untuk memisahkan komponen yang akan ditentukan berada dalam keadaan murni, tidak tercampur dengan komponen-
komponen lainnya. Ada 2 jenis teknik pemisahan: 1. Pemisahan kimia adalah suatu teknik pemisahan yang berdasarkan adanya
perbedaan yang besar dari sifat-sifat fisika komponen dalam campuran yang akan dipisahkan.
2. Pemisahan fisika adalah suatu teknik pemisahan yang didasarkan pada perbedaan-perbedaan kecil dari sifat-sifat fisik antara senyawa-senyawa yang
termasuk dalam suatu golongan Muldja, 1995.
2.4.1 Kromatografi
Kromatografi merupakan suatu cara pemisahan fisik dengan unsur-unsur yang akan dipisahkan terdistribusikan antara dua fasa, satu dari fasa-fasa ini membentuk lapisan
stasioner denagn luas permukaan yang besar dan yang lainnya merupakan cairan yang merembes lewat. Fasa stasioner mungkin suatu zat padat atau suatu cairan dan fasa
yang bergerak mungkin suatu cairan atau suatu gas Underwood, 1981.
Cara-cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat – sifat dari fasa diam, yang dapat berupa zat padat atau zat cair. Jika fasa diam berupa zat padat
disebut kromatografi serapan, jika berupa zat cair disebut kromatografi partisi. Karena fasa gerak dapat berupa zat cair atau gas maka ada empat macam sistem kromatografi
yaitu: 1 Fasa gerak cair–fasa diam padat kromatografi serapan:
a.kromatografi lapis tipis b.kromatografi penukar ion
2 Fasa gerak gas–fasa diam padat, yakni kromatografi gas padat 3 Fasa gerak cair–fasa diam cair kromatografi partisi, yakni kromatografi
kertas. 4 Fasa gerak gas–fasa diam zat cair, yakni :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
a. kromatografi gas–cair b. kromatografi kolom kapiler
Semua pemisahan dengan kromatografi tergantung pada kenyataan bahwa senyawa – senyawa yang dipisahkan terdistribusi diantara fasa gerak dan fasa diam dalam
perbandingan yang sangat berbeda – beda dari satu senyawa terhadap senyawa yang lain Sastrohamidjojo, 1991.
2.4.1.1 Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi Lapis Tipis pada plat berlapis yang berukuran lebih besar, biasanya 5x20 cm, 10x20 cm, atau 20x20 cm. Biasanya memerlukan waktu pengembangan 30
menit sampai satu jam. Pada hakikatnya KLT melibatkan dua fase yaitu fase diam atau sifat lapisan, dan fase gerak atau campuran pelarut pengembang. Fase diam dapat
berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan penyerap atau penyangga untuk lapisan zat cair. Fase gerak dapat berupa hampir segala macam pelarut atau
campuran pelarut Sudjadi, 1986.
Pemisahan senyawa dengan Kromatografi Lapis Tipis seperti senyawa organik alam dan senyawa organik sintetik dapat dilakukan dalam beberapa menit dengan alat
yang harganya tidak terlalu mahal. Jumlah cuplikan beberapa mikrogram atau sebanyak 5 g dapat ditangani. Kelebihan KLT yang lain ialah pemakaian jumlah
pelarut dan jumlah cuplikan yang sedikit. Kromatografi Lapis Tipis KLT merupakan salah satu metode pemisahan yang cukup sederhana yaitu dengan menggunakan plat
kaca yang dilapisi silika gel dengan menggunakan pelarut tertentu Gritter,1991.
Nilai utama Kromatografi Lapis Tipis pada penelitian senyawa flavonoida ialah sebagai cara analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit. Menurut
Markham, Kromatografi Lapis Tipis terutama berguna untuk tujuan berikut: 1. Mencari pelarut untuk kromatografi kolom
2. Analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom 3. Identifikasi flavonoida secara ko-kromatografi.
4. Isolasi flavonoida murni skala kecil
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5. Penyerap dan pengembang yang digunakan umumnya sama dengan penyerap dan pengembang pada kromatografi kolom dan kromatografi kertas
Markham, 1988.
2.4.1.2 Kromatografi Kolom
Kromatografi cair yang dilakukan dalam kolom besar merupakan metode kromatografi terbaik untuk pemisahan dalam jumlah besar lebih dari 1 g. Pada
kromatografi kolom, campuran yang akan dipisahkan diletakkan berupa pita pada bagian atas kolom penyerap yang berada dalam tabung kaca, tabung logam, dan
tabung plastik. Pelarut atau fasa gerak dibiarkan mengalir melalui kolom karena aliran yang disebabkan oleh gaya berat atau didorong dengan tekanan. Pita senyawa
linarut bergerak melalui kolom dengan laju yang berbeda, memisah, dan dikumpulkan berupa fraksi ketika keluar dari atas kolom Gritter, 1991.
Dengan menggunakan cara ini, skala isolasi flavonoida dapat ditingkatkan hampir ke skala industri. Pada dasarnya, cara ini meliputi penempatan campuran
flavonoida berupa larutan diatas kolom yang berisi serbuk penyerap seperti selulose, silika atau poliamida, dilanjutkan dengan elusi beruntun setiap komponen
memakai pelarut yang cocok. Kolom hanya berupa tabung kaca yang dilengkapi dengan keran pada salah satu ujung Markham, 1988.
2.4.1.3 Harga Rf Reterdation Factor
Mengidentifikasi noda-noda dalam lapisan tipis lazim menggunakan harga Rf yang diidentifikasikan sebagai perbandingan antara jarak perambatan suatu zat dengan
jarak perambatan pelarut yang dihitung dari titik penotolan pelarut zat. Jarak yang ditempuh oleh tiap bercak dari titik penotolan diukur dari pusat bercak. Untuk
mengidentifikasi suatu senyawa, maka harga Rf senyawa tersebut dapat dibandingkan dengan harga Rf senyawa pembanding.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Jarak perambatan bercak dari titik penotolan Rf =
Jarak perambatan pelarut dari titik penotolan Sastrohamidjojo, 1991.
2.4.2 Ekstraksi
Ekstraksi dapat dilakukan dengan metoda maserasi, sokletasi, dan perkolasi. Sebelum ekstraksi dilakukan, biasanya serbuk tumbuhan dikeringkan lalu dihaluskan dengan
derajat kehalusan tertentu, kemudian diekstraksi dengan salah satu cara di atas. Ekstraksi dengan metoda sokletasi dapat dilakukan secara bertingkat dengan berbagai
pelarut berdasarkan kepolarannya, misalnya n-heksana, eter, benzena, kloroform, etil asetat, etanol, metanol, dan air.
Ekstraksi dianggap selesai bila tetesan terakhir memberikan reaksi negatif terhadap senyawa yang diekstraksi. Untuk mendapatkan larutan ekstrak yang pekat
biasanya pelarut ekstrak diuapkan dengan menggunakan alat rotari evaporator Harborne, 1996.
2.5 Teknik Spektroskopi
Teknik spektroskopi adalah salah satu teknik analisis kimia–fisika yang mengamati tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik. Ada dua macam
instrumen pada teknik spektroskopi yaitu spektrometer dan spektrofotometer. Instrumen yang memakai monokromator celah tetap pada bidang fokus disebut
sebagai spektrometer. Apabila spektrometer tersebut dilengkapi dengan detektor yang bersifat fotoelektrik maka disebut spektrofotometer Muldja, 1955.
Informasi Spektroskopi Inframerah menunjukkan tipe – tipe dari adanya gugus fungsi dalam satu molekul dan Resonansi Magnetik Inti yang memberikan informasi
tentang bilangan dari setiap tipe dari atom hidrogen dan juga memberikan informasi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
yang menyatakan tentang lingkungan dari setiap tipe dari atom hidrogen Pavia, 1979.
2.5.1 Spektrofotometri Ultra Violet
Spektrum Flavonoida biasanya ditentukan dalam larutan dengan pelarut Metanol MeOH atau Etanol EtOH. Spektrum khas terdiri atas dua maksima pada rentang
240-285 nm pita II dan 300-550 nm pita I. Kedudukan yang tepat dan kekuatan nisbi maksima tersebut memberikan informasi yang berharga mengenai sifat
flavonoida dan pola oksigenasinya. Ciri khas spektrum tersebut ialah kekuatan nisbi yang rendah pada pita I dalam dihidroflavon, dihidroflavonol, dan isoflavon serta
kedudukan pita I pada spektrum khalkon, auron dan antosianin yang terdapat pada panjang gelombang yang tinggi.
Ciri spektrum golongan flavonoida utama dapat ditunjukkan sebagai berikut : λ
maksimum utama nm
λ maksimum tambahan nm dengan intensitas
nisbi Jenis flavonoida
475-560 390-430
365-390 350-390
250-270 330-350
300-350 275-295
± 225 310-330
± 275 55 240-270 32
240-260 30 ± 300 40
± 300 40 tidak ada
tidak ada 310-330 30
310-330 30 310-330 25
Antosianin Auron
Kalkol Flavonol
Flavonol Flavon dan biflavonil
Flavon dan biflavonil Flavanon dan flavononol
Flavonon dan flavononon Isoflavon
Markham, 1988.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.5.2 Spektrofotometri Infra Merah FT-IR
Spektrum inframerah suatu molekul adalah hasil transisi antara tingkat energi getaran yang berlainan. Pancaran inframerah yang kerapatannya kurang dari 100 cm
-1
panjang gelombang lebih daripada 100 µm diserap oleh sebuah molekul organik dan
diubah menjadi putaran energi molekul.
Penyerapan ini tercantum, namun spektrum getaran terlihat bukan sebagai garis – garis melainkan berupa pita – pita. Hal ini disebabkan perubahan energi
getaran tunggal selalu disertai sejumlah perubahan energi putaran Silverstein, 1986.
Dalam molekul sederhana beratom dua atau beratom tiga tidak sukar untuk menentukan jumlah dan jenis vibrasinya dan menghubungkan vibrasi-vibrasi tersebut
dengan energi serapan. Tetapi untuk molekul-molekul beratom banyak, analisis jumlah dan jenis vibrasi itu menjadi sukar sekali atau tidak mungkin sama sekali,
karena bukan saja disebabkan besarnya jumlah pusat – pusat vibrasi, melainkan karena juga harus diperhitungkan terjadinya saling mempengaruhi inter-aksi
beberapa pusat vibrasi.
Vibrasi molekul dapat dibagi dalam dua golongan , yaitu vibrasi regang dan vibrasi lentur.
1. Vibrasi regang Di sini terjadi terus menerus perubahan jarak antara dua atom di didalam suatu
molekul. Vibrasi regang ini ada dua macam yaitu vibrasi regang simetris dan tak simetri.
2.Vibrasi lentur Di sini terjadi perubahan sudut antara dua ikatan kimia. Ada empat macam vibrasi
lentur yaitu vibrasi lentur dalam bidang yang dapat berupa vibrasi scissoring atau vibrasi rocking dan vibrasi keluar bidang yang dapat berupa waging atau berupa
twisting Noerdin, 1985.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.5.3 Spektrometri Resonansi Magnetik Inti Proton
1
H-NMR
Spektrometri Resonansi Magnetik Inti Nuclear Magnetic Resonance, NMR merupakan alat yang berguna pada penentuan struktur molekul organik. Teknik ini
memberikan informasi mengenai berbagai jenis atom hidrogen dalam molekul.. Struktur NMR memberikan informasi mengenai lingkungan kimia atom hidrogen,
jumlah atom hidrogen dalam setiap lingkungan dan struktur gugusan yang berdekatan dengan setiap atom hidroge Cresswell, 1982.
Spektrometri Resonansi Magnetik Inti Nuclear Magnetic Resonance, NMR pada umumnya digunakan untuk :
1. Menentukan jumlah proton yang memiliki lingkungan kimia yang sama pada suatu senyawa organik.
2. Mengetahui informasi mengenai struktur suatu senyawa organik. Dachriyanus, 2004.
Pergeseran kimia adalah pengukuran medan dalam keadaan bebas. Semua proton-proton dalam satu molekul yang ada dalam lingkungan kimia yang serupa
kadang-kadang menunjukkan pergeseran kimia yang sama. Setiap senyawa memberikan penaikan menjadi puncak absorbsi tunggal dalam spektrum NMR. Di
dalam medan magnet, perputaran elektron-elektron valensi dari proton menghasilkan medan magnet yang melawan medan magnet yang digunakan. Hingga setiap proton
dalam molekul dilindungi dari medan magnet yang digunakan dan bahwa besarnya perlindungan ini tergantung pada kerapatan elektron yang mengelilinginya. Makin
besar kerapatan elektron yang mengelilingi inti, maka makin besar pula medan yang dihasilkan yang melawan medan yang digunakan Bernasconi,1995.
Senyawa yang paling lazim dan paling berguna dipakai sebagai acuan adalah tetrametilsilana TMS. Beberapa keuntungan dari pemakaian standar internal TMS
yaitu : 1. TMS mempunyai 12 proton yang setara sehingga akan memberikan
spektrum puncak tunggal yang kuat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
CH
3
CH
3
Si CH
3
CH
3
2. TMS merupakan cairan yang mudah menguap, dapat ditambahkan kedalam larutan sampel dalam pelarut CDCl
3
atau CCl
4
Silverstein, 1986
Pada spektrometri RMI integrasi sangat penting. Harga integrasi menunjukkan daerah atau luas puncak dari tiap – tiap proton . Sedangkan luas daerah atau luas
puncak tersebut sesuai dengan jumlah proton. Dengan demikian perbandingan tiap integrasi proton sama dengan perbandingan jumlah proton dalam molekul
Muldja,1995.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Alat – Alat
1. Gelas ukur 50 ml100 ml
Pyrex 2. Gelas Beaker
250 ml1000 ml Pyrex
3. Gelas Erlenmeyer 250 ml
Pyrex 4. Corong kaca
5. Corong pisah 500 ml
Pyrex 6. Kolom kromatografi
Pyrex 7. Tabung reaksi
Pyrex 8. Plat tetes
9. Rotari evaporator Büchi R-114
10. Alat pengukur titik lebur Fisher
11. Kertas aluminium 7,6 m x 300 mm
Total Wrap 12. Statif dan klem
13. Lampu UV 254 nm 356 nm
UVGL 58 14. Spatula
15. Batang pengaduk 16. Neraca analitis
Mettler AE 200 17. Pipet tetes
18. Penangas air Büchi B-480
19. Botol vial 20. Bejana Kromatografi Lapis Tipis
21. Spektrofotometer FT-IR Shimadzu
22. Spektrometer
1
23. Spektrofotometer UV-Visible H-NMR
JeolDelta2NMR-500MHz
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
24. Kertas Saring 25. Pelat KLT
Merck Kieselgel 60 F
254
3.2 Bahan-Bahan
1. Kulit Batang Tumbuhan Kecapi Sandoricum koetjape Merr.
2. Metanol Me-OH Destilasi
3. N-heksana Teknis
4. Etil asetat EtOAc Teknis
5. Aquadest 6. Silika gel 40 70-230 mesh ASTM untuk k.kolom
E.Merck. KGaA 7. FeCl
3
8. NaOH 10 5
9. Mg-HCl 10. H
2
SO 11. Kloroform
4p
12. Kapas 13. Pelat KLT silika gel 60 F
254
E.Merck.Art 554
3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Penyediaan Sampel
Sampel yang diteliti adalah kulit batang kecapi yang diperoleh dari desa Huta Namora Kecamatan Pangururan Samosir. Kulit batang kecapi dikeringkan di udara
terbuka, lalu dihaluskan sampai diperoleh serbuk kulit batang kecapi sebanyak 2500 g.
3.3.2 Uji Pendahuluan Terhadap Ekstrak Kulit Batang Tumbuhan Kecapi
Serbuk kulit batang kecapi diidentifikasi dengan menggunakan cara: - Skrining fitokimia
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.3.2.1 Skrining Fitokimia
Untuk mengetahui adanya senyawa flavonoida pada kulit batang tumbuhan kecapi, maka dilakukan uji pendahuluan secara kualitatif sebagai berikut :
Prosedur :
- Dimasukkan ± 10 gram serbuk kulit batang kecapi Sandoricum koetjape
Merr. yang telah dikeringkan dan dipotong-potong kecil ke dalam erlenmeyer
- Ditambahkan metanol ± 100 ml - Didiamkan
- Disaring - Dibagi ekstrak metanol ke dalam 4 tabung reaksi
- Ditambahkan masing-masing pereaksi a.
Tabung I : dengan FeCl
3
b. Tabung II : dengan H
5 menghasilkan larutan berwarna hitam
2
SO
4p
c. Tabung III : dengan Mg-HCl menghasilkan larutan
berwarna merah muda menghasilkan larutan orange kekuningan
d. Tabung IV : dengan NaOH 10 menghasilkan larutan berwarna biru violet
3.3.3 Prosedur Memperoleh Ekstrak Pekat Lapisan Metanol dari Kulit Batang Tumbuhan Kecapi
Sandoricum koetjape Merr.
Serbuk kulit batang tumbuhan kecapi ditimbang sebanyak 2500 g, kemudian dimaserasi dengan metanol sebanyak ± 10 L sampai semua sampel terendam dan
dibiarkan selama ± 3 hari. Maserat ditampung dan dipekatkan dengan menggunakan alat rotarievaporator sehingga diperoleh ekstrak pekat metanol. Kemudian diuapkan
hingga semua pelarut metanol menguap. Lalu dilakukan pemblokan tannin dengan cara melarutkan fraksi metanol dengan etil asetat, dan disaring. Filtrat kemudian
dirotarievaporator lalu diuapkan hingga semua pelarut etil asetat menguap. Lalu fraksi etil asetat dilarutkan dengan metanol dan dipartisi berulang-ulang dengan n-heksana.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lapisan metanol dipisahkan dari lapisan n-heksana, lalu dipekatkan kembali dengan rotarievaporator dan diuapkan sehingga diperoleh ekstrak pekat lapisan metanol
sebanyak 15,10 g.
3.3.4 Analisis Kromatografi Lapis Tipis KLT
Analisis Kromatografi Lapis Tipis dilakukan terhadap ekstrak metanol dengan menggunakan fasa diam silika gel 60F
254
Merck. Analisis ini dimaksudkan untuk mencari pelarut yang sesuai didalam analisis kromatografi kolom. Pelarut yang
digunakan adalah campuran pelarut kloroform : metanol. Fasa gerak yang digunakan adalah campuran kloroform : metanol dengan perbandingan 90:10 ; 80:20 ; 70:30 ;
60:40 ; 50:50 vv.
Prosedur:
Dimasukkan 10 ml larutan fase gerak kloroform : metanol 90:10vv ke dalam bejana kromatografi, kemudian dijenuhkan. Ditotolkan ekstrak pekat metanol pada plat KLT
yang telah diaktifkan. Dimasukkan plat ke dalam bejana yang telah berisi pelarut yang telah dijenuhkan, lalu ditutup dan dielusi. Plat yang telah dielusi dikeluarkan dari
bejana, lalu dikeringkan dan difiksasi dengan pereaksi FeCl
3
5. Diamati warna bercak yang timbul dan dihitung harga Rf yang diperoleh. Perlakuan yang sama
dilakukan untuk perbandingan pelarut kloroform : metanol dengan perbandingan 80 :20vv; 70:30 vv; 60:40 ; 50:50 vv.
Dari hasil analisis KLT menunjukkan bahwa di dalam kulit batang kecapi terkandung senyawa flavonoida. Hasil pemisahan yang baik diberikan pada fase gerak
kloroform : metanol 80:20 vv LAMPIRAN C.
3.3.5 Isolasi Senyawa Flavonoida dengan Kromatografi Kolom
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Isolasi senyawa flavonoida secara kolom dilakukan terhadap ekstrak pekat metanol yang telah diperoleh. Fasa diam yang digunakan adalah silika gel 40 70-230 mesh
ASTM dan fasa gerak yaitu n-heksana 100, campuran pelarut kloroform : metanol dengan perbandingan 90:10 vv, 80:20 vv, 70:30 vv,60:40 vv,dan 50:50 vv
Prosedur :
Dirangkai alat kolom kromatografi. Terlebih dahulu dibuburkan silika gel 40 70-230 mesh ASTM dengan menggunakan n-heksana, diaduk-aduk hingga homogen lalu
dimasukkan ke dalam kolom kromatografi. Kemudian dielusi dengan menggunakan n- heksan 100 hingga silika gel padat dan homogen. Dimasukkan 15,10 g ekstrak
metanol kulit batang kecapi ke dalam kolom kromatografi yang telah berisi bubur silika gel, lalu ditambahkan fasa gerak kloroform : metanol 90:10 vv secara
perlahan – lahan, dan diatur sehingga aliran fasa yang keluar dari kolom sama banyaknya dengan penambahan fasa gerak dari atas. Ditingkatkan kepolaran dengan
menambahkan fasa gerak kloroform : metanol dengan perbandingan 80:20vv , 70:30vv, 60:40vv dan 50:50vv. Hasil yang diperoleh ditampung dalam botol
vial setiap 12 ml , lalu di KLT dan digabung fraksi dengan harga Rf yang sama lalu diuji dengan FeCl
3
5. Kemudian diuapkan sampai terbentuk kristal.
3.3.6 Pemurnian Rekristalisasi
Senyawa yang diperoleh dari hasil isolasi kromatografi kolom harus dimurnikan. Prosedur :
Kristal yang diperoleh dari isolasi dilarutkan kembali dengan etil asetat, diaduk hingga semua kristal larut sempurna. Kemudian ditambahkan n – heksana secara perlahan–
lahan hingga terjadi pengendapan zat-zat pengotor di dasar wadah. Kemudian didekantasi larutan bagian atas wadah, lalu diuapkan sisa pelarut dari kristal hingga
diperoleh kristal yang benar – benar bebas dari pelarut.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.3.7 Uji Kemurnian Hasil Isolasi dengan Kromatografi Lapis Tipis KLT
Uji kemurnian kristal dilakukan dengan kromatografi lapis tipis dengan menggunakan fasa diam silika gel 60 F
254
dengan fasa gerak kloroform : metanol 80:20 vv.
Prosedur : Dimasukkan 10 ml larutan fasa gerak ke dalam bejana kromatografi, lalu dijenuhkan.
Ditotolkan kristal yang sebelumnya dilarutkan dengan etil asetat pada plat KLT. Dimasukkan plat KLT tersebut ke dalam bejana kromatografi yang telah jenuh.
Setelah pelarut fasa gerak merembes sampai batas tanda, plat KLT dikeluarkan dari bejana, dikeringkan, dan difiksasi dengan menggunakan pereaksi FeCl
3
5 dalam metanol menghasilkan bercak berwarna hitam yang menunjukkan adanya senyawa
flavonoida.
3.3.8 Penentuan Titik Lebur
Kristal hasil isolasi yang telah murni dimasukkan ke dalam alat pengukur titik lebur, diatur suhu. Lalu diamati suhu sampai kristal melebur.
3.3.9 Identifikasi Senyawa Hasil Isolasi 3.3.9.1 Identifikasi dengan Spektrofotometer UV-Visible
Analisis dengan alat Spektrofotometer UV-Visible diperoleh dari Laboratorium Pusat Penelitian Kimia - LIPI, Kawasan PUSPIPTEK Serpong, Tangerang dengan
menggunakan metanol sebagai pelarut.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.3.9.2. Identifikasi dengan Spektrometer Resonansi Magnetik Inti Proton
1
H-NMR
Analisis dengan alat Spektrometer
1
H-NMR diperoleh dari Laboratorium Pusat Penelitian Kimia - LIPI, Kawasan PUSPIPTEK Serpong, Tangerang dengan
menggunakan aseton sebagai pelarut.
3.3.9.3 Identifikasi dengan Spektrofotometer Inframerah FT-IR
Analisis dengan alat Spektrofotometer FT-IR diperoleh dari Laboratorium Pusat Penelitian Kimia-LIPI, Kawasan PUSPIPTEK Serpong, Tangerang.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.4 Bagan Skrining Fitokimia
diekstraksi maserasi dengan metanol disaring
dipekatkan dibagi ke dalam 4 tabung reaksi
ditambahkan ditambahkan ditambahkan ditambahkan pereaksi FeCl
3
pereaksi NaOH pereaksi Mg-HCl pereaksi
5 10 H
2
SO
4p
han warna han warna
han warna bahan warna diamati peruba- diamati peruba-
diamati peruba- diamati peru-
Larutan biru violet
Larutan merah muda
Larutan orange kekuningan
Larutan hitam
10 g serbuk kulit batang tumbuhan kecapi
Sandoricum koetjape Merr.
Tabung I Tabung II
Tabung III Tabung IV
Positif Flavonoida
Positif Flavonoida
Positif Flavonoida
Positif Flavonoida
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.5 Bagan Penelitian