Pengembangan Minuman Fungsional Sumber Serat Dan Antioksidan Dari Daun Hantap (Sterculia oblongata R. Brown.)

(1)

PENGEMBANGAN MINUMAN FUNGSIONAL SUMBER SERAT

DAN ANTIOKSIDAN DARI DAUN HANTAP

(Sterculia oblongata R. Brown.)

DUDUNG ANGKASA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(2)

ABSTRAK

Sterculia oblongata R. Brown atau hantap (Sunda) sudah dikenal masyarakat dapat membersihkan dahak, melegakan sakit tenggorokan, dan menenangkan perut dan mengurangi sembelit. Khasiat tanaman ini diduga terkait dengan kandungan zat fitokimianya, klorofil dan serat. Khasiat tanaman hantap yang belum banyak diketahui dan sedikitnya penelitian pada tanaman membuat penelitian ini menjadi penting

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mempelajari cara pembuatan minuman fungsional sumber serat dan antioksidan dari daun hantap. Aktivitas antioksidan dianalisis dengan metode DPPH sedangkan serat dengan metode enzimatis. Daun ini mengandung alkaloid, sapoin, tanin, flavonoid, triterpenoid, steroid and glikosida. AA daun berkorelasi positif dengan TPCnya dengan koefisien korelasi (r) sebesar 0,9914. Daun memiliiki AA dengan aktivitas sebesar 42,75-47,66% yang setara dengan 133,46 mg vitamin C tiap 100 gram (AEAC) daun (wb). Selain itu, daun juga berpotensi Tiap 100 gram daun mengandung 919,47 setara asam galat (GAE) (db) atau 326,16 GAE (wb) dan mengandung 54,76 mg vitamin C (db) atau 19,43 mg vitamin C (wb). Disamping itu, daun mengandung klorofil sebesar 5245,81 µg/gram dan dapat menjadi sumber serat dengan kandungan serat larut dan tidak larut berturut-turut sebesar 4,5% dan 15,67%.

Formula minuman fungsional daun hantap dibuat dengan ekstraksi 1:15 dengan dua metode yaitu remas (R) dan blender (B) serta penambahan essens melon sebesar 0,4% dan gula sebanyak 15%. Secara keseluruhan formula R dan B disukai dengan persentase berturut-turut sebesar 72,41% dan 86,20%. Formula memiliki karakteristik berasam rendah (6,0045-6,2625), encer (300-450cp), memiliki padatan terlarut (13,25-13,5). AA formula R berkisar 50,87%-64,61% (3,92-4,99 AEAC) sedangkan formula B berkisar 38,69%-44,44% (2,95-3,39 AEAC). Kandungan klorofil formula yaitu 800,49 µg/gram dan 1194,06 µg/gram berturut-turut untuk formula R dan B. Kandungan serat larut pada formula B lebih besar daripada formula R yaitu berturut-turut 0,353 % (wb) dan 0,134% (wb) sebaliknya kandungan serat tidak larut formula R lebih tinggi daripada B berturut-turut 0,310%(wb) dan 0,243% (wb).

Kata kunci:Sterculia oblongata R. Brown, Hantap, Aktivitas Antioksidan, Total Fenol, Klorofil, Dietary Fiber, Minuman Fungsional


(3)

ABSTRACT

Sterculia oblongata R. Brown or in Sundanese known as Hantap has been used as expectorant, sore throat, stomachache, and constipation medicine. The health benefit of those was related to its phytochemical content, chlorophyll and dietary fiber. Due to limited information to hantap research, this research become important. The main goal of this research was to study the production of hantap’s leaves drink as antioxidant and dietary fiber source. Antioxidant activity (AA) and dietary fiber content (DFC) were analysed by DPPH and Enzymatic methode. Leaves contained alkaloid, sapoin, tanin, flavonoid, triterpenoid, steroid and glicoside. Leaves’s AA correlated positively to total phenol content (TPC) (r=0,9914). The leaves had AA about 42,75-47,66% (133,46 mg vitamin C/100 gram) (wb), TPC about 919,47 mg Galic Acid Equivalen (GAE) (db) or 326,16 (wb) GAE and 54,76 mg vitamin C (db) or 19,43 mg vitamin C (wb). The leaves contained chlorophyll about 5245,81 µg/gram and could be the source of dietary fiber with soluble (SDF) and insoluble fiber (IDF) content 4,5% dan 15,67% respectively. The Hantap’s Leave Functional Drink (HLFD) formula was produced by extracting the leaves with leaves-water ratio 1:15. The extraction used two methode namely hand squezzing (R) and blender (B) machine. Then the leaves extract mixed with water melon essens about 0,4% and sugar about 15%. General acceptancy level of the HLFD was respectively 72,41% and 86,20% for B and R. HLFD characteristics were moderate acid (6,00-6,26), moderate viscous (300-450 Cp) and have total solid dissolved (TDS) that supposed as soluble dietary fiber (13,25-13,50Brix). AA of R about 50,87%-64,61% (3,92-4,99 AEAC). Adversly, B antioxidant activity was about 38,69%-44,44% (2,95-3,39 AEAC). Chlorophyl content of HLFD was 800,49 µg/gram and 1194,06 µg/gram respectively for R and B. Soluble fiber content of B was higher than R respectively 0,353% (wb) dan 0,134% (wb). Adversly insoluble fiber content for R was higher than B respectively 0,310% (wb) and 0,243% (wb).

Key words:Sterculia oblongata R. Brown, Hantap, Antioxidant Activity, Total Phenol, Chlorophyll , Dietary Fiber, Functional Drink


(4)

RINGKASAN

DUDUNG ANGKASA. Pengembangan Minuman Fungsional Sumber Serat dan Antioksidan dari Daun Hantap (Sterculia oblongata R. Brown.). Dibimbing oleh

AHMAD SULAEMAN.

Sterculia oblongata R. Brown atau di kalangan masyarakat Sunda lebih dikenal sebagai hantap diketahui banyak digunakan untuk perawatan banyak penyakit seperti membersihkan dahak, melegakan sakit tenggorokan sehingga suara dapat kembali lega, dan menenangkan perut dan mengurangi sembelit. Khasiat tanaman ini terkait dengan kandungan zat fitokimianya. Zat fitokimia tersebut adalah senyawa polifenol dan fenol. Senyawa polifenolik dan fenol memiliki aktivitas antioksidan. Selain kandungan zat fitokimia, kandungan klorofil dan serat daun juga memberi khasiat. Klorofil juga memberikan aktivitas antioksidan sedangkan serat membantu memelihara kesehatan saluran pencernaan. Khasiat tanaman hantap yang belum banyak diketahui dan sedikitnya penelitian pada tanaman membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadapnya.

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mempelajari cara pembuatan minuman fungsional sumber serat dan antioksidan dari daun hantap. Secara khusus penelitian ini bertujuan 1). mengetahui anaisis proksimat, kandungan fitokimia (kualitatif), hubungan aktivitas antioksidan (AA) dengan total fenol (TPC), kandungan klorofil (CC) serta kandungan serat daun (DFC) hantap, 2). mempelajari cara pembuatan minuman ekstrak daun hantap, 3). membuat formula minuman fungsional dari ekstrak daun hantap, 4). mempelajari daya terima, sifat fisiko-kimia, DFC dan AA minuman fungsional daun hantap.

Penelitian dilaksanakan dari Juni 2010 sampai dengan Januari 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pecobaan Makanan, Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan serta Laboratorium Uji Organoleptik, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun hantap yang diperoleh dari halaman Departemen Gizi Masyarakat-FEMA IPB. Tanaman hantap ini sudah diidentifikasi di bagian Herbarium Botani-LIPI sebagai species Sterculia oblongataR. Brown. Penelitian dilaksanakan dalam dua tahapan yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan terdiri dari tiga bagian, yaitu a) analisis proksimat, kandungan fitokimia (kualitatif), AA dan TPC, CC dan DFC daun b) mempelajari cara pembuatan ekstrak daun hantap, c) penentuan ekstrak terpilih. Penelitian utama meliputi formulasi ekstrak terpilih, daya terima, sifat fisik-kimia minuman, analisis proximat (kadar abu dan kadar air), aktivitas antioksidan dan kandungan seratnya. Penelitian ini menggunakan

Rancangan Acak Lengkap (RAL). Pengolahan data dilakukan dengan


(5)

Daun hantap mengandung air dan abu berturut-turut sebesar 71.08% (wet basis/wb) atau 18,47 (dry basis/db) dan 4,33% (wb) atau 9,9% (db). Daun ini mengandung alkaloid, sapoin, tanin, flavonoid, triterpenoid, steroid and glikosida. AA daun berkorelasi positif dengan TPCnya dengan koefisien korelasi (r) sebesar 0.9914. Daun memiliiki AA dengan aktivitas sebesar 42.75-47.66% yang setara dengan 133,46 mg vitamin C tiap 100 gram (AEAC) daun (wb). Selain itu, daun juga berpotensi Tiap 100 gram daun mengandung 919,47 setara asam galat (GAE) (db) atau 326,16 GAE (wb) dan mengandung 54,76 mg vitamin C (db) atau 19,43 mg vitamin C (wb). Disamping itu, daun mengandung klorofil sebesar 5245,81 µg/gram dan dapat menjadi sumber serat dengan kandungan serat larut dan tidak larut berturut-turut sebesar 4.5% dan 15,67%.

Formula minuman fungsional daun hantap dibuat dengan ekstraksi 1:15 dengan dua metode yaitu remas (R) dan blender (B) serta penambahan essens melon sebesar 0.4% dan gula sebanyak 15%. Berdasarkan hasil t-test, cara ekstraksi tidak berpengaruh (p>0.05) terhadap nilai rata-rata mutu hedonik aroma, kekentalan dan keseluruhan formula tetapi berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap warna dan rasa. Berdasarkan hasil t-test cara ekstraksi tidak berbeda nyata (p>0.05) terhadap nilai rata-rata hedonik kekentalan dan keseluruhan formula tetapi berpengaruh nyata terhadap warna, aroma dan rasa formula. Secara keseluruhan panelis menyukai formula SF sebesar 72.41% dan formula B sebesar 86,20%

Analisis terhadap pH, viskositas, dan total padatan terlarut menunjukkan baik formula R dan formula B termasuk kategori berasam rendah (6.0045-6.2625), encer (300-450cp) dan memiliki padatan terlarut yang banyak yang diduga serat larut (13,25-13.5). kandungan gizi formula R dan B menghasilkan kadar air berturut-turut 84.80-86.26% dan kadar abu berturut-turut 0.043% dan 0.112%. Aktivitas antioksidan formula R berkisar antara 50.87%-64.61% atau setara dengan 3.92-4.99 mg vitamin C tiap 100 gram (3.92-4.99 AEAC). Sebaliknya, aktivitas antioksidan formula blender berkisar antara 38.69%-44.44% atau setara dengan 2.95-3.39 mg vitamin C tiap 100 gram (2.95-3.39 AEAC). Aktivitas antioksidan sejalan dengan kandungan klorofil formula yaitu 1.40 mg/L dan 1.68 mg/L berturut-turut untuk formula R dan B. Kandungan serat larut pada formula B lebih besar daripada formula R yaitu berturut-turut 0.353 % (db) dan 0.134 (%wb) sebaliknya kandungan serat tidak larut formula R lebih tinggi daripada B berturut-turut 0.310% (wb) dan 0.243 % (wb).


(6)

SUMMARY

DUDUNG ANGKASA. Development of Functional Drink as The Source of Antioxidant and Dietary Fiber from Hantap Leaves Extract (Sterculia oblongata R. Brown.). Supervised byAHMAD SULAEMAN.

Sterculia oblongata R. Brown or in Sundanese known as Hantap has been used as expectorant, sore throat, stomachache, and constipation medicine. The health benefit of those is related to its phytochemical content namely phenol and poliphenol compound that were known to have antioxidant activity. Apart from those, chlorophyll and dietary fiber of the hantap leaves also complete the health benefits of its. Cholorphyll was known to have antioxidant activity too whereas the dietary fiber could maintain the gut or colon health

The main goal of this research was to study the production of hantap’s leaves drink as the source of antioxidant and dietary fiber. Special goals were 1). To search the proximate analysis, phytochemical content, correlation between antioxidant activity (AA) and total phenol content (TPC), chlorophyll content (CC) and dietary fiber content (DFC) of the hantap leaves 2). To study the production process of hantap leaves extract 3). To study acceptance level, physic-chemistry characteristic, and the potent of antioxidant and dietary fiber in Hantap Leaves Functional Drink (HLFD).

The research was conducted in June 2010 to January 2011 placed in Food Experimental Laboratory, Food Analysis and Chemistry Laboratory, and Organoleptic Laboratory, Department of Community Nutrition, Faculty of Human Ecology, Bogor Agricultural University.

Material of this research was taken from plant collection of Department Community Nutrition. This plant has been identified as Sterculia oblongata R. Brown. First research comprise from three parts, namely 1) The leaves analysis: proximate analysis, phytochemical content (qualitative), correlation between AA and TPC, CC and DFC 2) Leaves extract production process, 3) Determination of best extract. The second research comprise from best leaves extract drink formulation, acceptance level, physic-chemistry characteristic, AA and dietary fiber in hantap leaves functional drink (HLFD). Complete Random Design was used in this research. All data were processed with Microsoft Excel 2007. Data analysed with t-test.

In summary, leaves contained water and ash about 71.08% (wet based/wb), 18,47% (dry based/db) and 4,33% (wb), 9,9% (db) respectively. The leaves contained pythochemical compound namely alkaloid, sapoin, tanin, flavonoid, triterpenoid, steroid and glicoside. Leaves’s AA correlated positively to TPC (r=0,9914). The leaves had AA about 42,75-47,66% compare with 133,46 mg vitamin C/100 gram (AEAC) (wb). Each 100 gram of leaves contained 919,47 mg Galic Acid Equivalen (GAE) (db) or 326,16 (wb) GAE and 54,76 mg vitamin C (db) or 19,43 mg vitamin C (wb). Beside that, the leave contained chlorophyll


(7)

about 5245,81 µg/gram and could be the source of dietary fiber with soluble and insoluble fiber content 4,5% dan 15,67% respectively.

The formula was produced by extracting the leaves with leaves-water ratio 1:15. The extraction used two methode namely hand squezzing (R) and blender (B) machine. Then the leaves extract mixed with water melon essens about 0,4% and sugar about 15%. Based on t-test the extraction methode did not affect significantly (p>0,05) towards the hedonic quality average value of flavor and viscosity of formula HLFD but affect significantly (p<0,05) towards colour and taste. Based on t-test the extraction methode did not affect significantly (p>0,05) towards the hedonic average value of viscosity and general characteristic of formula HLFD but, its affected significantly (p<0,05) towards colour, taste and flavor of formula HLFD. General acceptancy level of the HLFD was respectively 72,41% and 86,20% for B and R.

Physic analysis towards the pH, viscosity, and total disolved solid (TDS) showed the R and B formula was in moderate acid (6,00-6,26), moderate viscous (300-450 Cp) and have TDS that supposed as soluble dietary fiber (13,25-13,5). HLFD chemistry analysis showed the water content for R and B were 84,80% and 86,26% respectvely. Ash content of HLFD were 0,043% (R) and 0,112% (B). AA of R was about 50,87%-64,61% or compare with 3,92-4,99 AEAC. Adversly, AA of B was about 38,69%-44,44% or compare with 2,95-3,39 AEAC. CC of formula about 800,49 µg/gram and 1194,06 µg/gram respectivly for R and B. Soluble fiber content of B was higher than R respectively 0,353% (wb) dan 0,134% (wb). Adversly insoluble fiber content for R was higher than B respectively 0,310% (wb) and 0,243% (wb).


(8)

PENGEMBANGAN MINUMAN FUNGSIONAL SUMBER SERAT

DAN ANTIOKSIDAN DARI DAUN HANTAP

(Sterculia oblongata R. Brown.)

DUDUNG ANGKASA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada

Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(9)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Pengembangan Minuman Fungsional Sumber Serat dan Antioksidan dari Daun Hantap (Sterculia oblongata R. Brown.)

Nama : Dudung Angkasa

NIM : I14060650

Disetujui, Dosen Pembimbing:

Prof. Dr. Ir. Ahmad Sulaeman, MS 19620331 198811 1 001

Diketahui,

Ketua Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS 19621218 198703 1 001


(10)

RIWAYAT HIDUP

Dudung Akasa adalah nama kecil, asli dan lengkap penulis. Nama ini merupakan pemberian Abi Suherman dan Umi Suparti ketika penulis dilahirkan tanggal 24 November 1987 di Lahat, Sumatera Selatan. Penulis merupakan putra kelima dari enam bersaudara.

Penulis merantau dari pulau sumatera menuju pulau jawa tahun 1993. Penulis sempat sekolah SD di Jakarta selatan selama satu tahun. Tahun 1994 penulis melanjutkan pendidikan ke M.I Al-Muawanah yang menempa penulis mendapat NEM tertinggi hingga penulis dapat masuk ke SLTP Negeri 7 Bogor dan belajar di SMA Negeri 3 Bogor. Hasil pembelajaran di SMA membuat penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) tahun 2006. Penulis memilih mayor Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia dan minor Komunikasi pada fakultas yang sama.

Selama mengikuti perkuliahan tingkat kedua tahun ajaran 2007/2008, penulis menjadi asisten Laboratorium Praktikum Fisika untuk mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB). Di Departemen Gizi Masyarakat, penulis menjadi asisten mata kuliah Penilaian Status Gizi (PSG) tahun ajaran 2010/2011. Penulis melakukan Kuliah Kerja Praktek (KKP) di Desa Balumbang Jaya dan Internship Dietetik (ID) di Rumah Sakit Syamsudin, SH, Sukabumi.

Penulis juga aktif mengikuti perlombaan dan organisasi. Penulis pernah memenangi lomba Debat Politik Tingkat Fakultas sebagai juara II tahun 2009 dan sebagai Juara III pada Musabaqah Fahmul Qur’an (MFQ) dalam rangka MTQ Nasional ke-12 pada tahun yang sama. Proposal penulis lolos didanai DIKTI dalam Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKM-K) 2008 dengan judul “Peningkatan Mutu Susu Kedelai Pisang dengan Fortifikasi Kalium dari Pisang” dan PKM-K 2010 dengan judul “Vruitpao Camilan Berbahan Baku Lokal dan Turut dalam Menggalakan Kampanye Konsumsi Sayur dan Buah”.

Dalam organisasi, penulis pernah menjabat sebagai KOMTI kelas dan staff kebijakan daerah BEM KM IPB Kabinet IPB Bersatu tahun 2006, sebagai Kepala Divisi (KADIV) PSDM HIMAGIZI tahun 2008, dan sebagai reporter majalah peduli pangan dan gizi EMULSI tahun 2008, tahun 2009 penulis menjadi Pimpinan Umum EMULSI. Tahun 2010, penulis yang senang dengan dunia pendikan, sosial dan kewirausahaan ini menjadi KADIV SOSKEMAS di Pondok Pesantren Mahasiswa (PPM) Al-Inayah, Tahun 2011 penulis menjabat KADIV Pendidikan di Yayasan Pewaris Peradaban 554. Selama kuliah penulis mulai mandiri dengan bekerja di Lembaga Bimbingan Belajar (LBB) Spektrum tahun 2007 hingga 2009 dan mengisiprivatemata pelajaran IPA bagi siswa SMP, SMA dan Mahasiswa. Selain itu penulis sedang menyelesaikan satu buku terkait pangan dan gizi dan satu buku motivasi. Penulis terinspirasi oleh Muhammad bin Idris Asy-syafi’i yang telah menghasilkan kitab sebanyak 140 kitab semasa hidupnya yaitu 54 tahun. Hidup beliau begitu produktif sehingga bila dirata-rata secara kasar maka sekitar 2,59 kitab yang dihasilkan beliau. Kitab yang bermanfaat dunia dan akhirat.Subhanallah! Wallahu’alam.


(11)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, tuhan langit, bumi dan diantara keduanya atas izin-Nya penelitian tentang tanaman hantap yang merupakan potensi lokal Indonesia dapat terlaksana dengan baik. Sholawat serta salam untuk utusan Allah yaitu Nabi Muhammad SAW dengan haditsnya ”tuntutlah ilmu walau pun ke negeri cina” dan ”tuntutlah ilmu dari buaian hingga liang lahat” menyadarkan penulis bahwa menuntut ilmu itu harus terus-menerus, berletih-letih dan sabar baru kemudian menghasilkan hasil yang manis. Penelitian yang berlangsung selama 6 bulan ini tidak dapat berjalan tanpa peran dan dukungan orang lain. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada:

1. Dosen pembimbing skripsi yaitu Prof. Dr. Ahmad Sulaeman, MS dan Prof. Dr. Ir Faisal Anwar sebagai pemandu seminar dan penguji skripsi atas masukannya terhadap topik, konsultasi, dukungan dan keleluasaan waktunya.

2. Dosen pembimbing akademik Dr Rimbawan tempat berkonsultasi dalam menentukan studi

3. Teknisi laboratorium, Pak Mashudi, Bu Nina, Bu Rizki dan lain-lain atas masukannya dalam teknis di laboratorium.

4. Dosen-dosen yang telah memberikan ilmunya. Semoga menjadi amal jariyah.

5. Guru-guru dari SD hingga SMA yang telah menghantarkan penulis pada pendidikan yang lebih tinggi.

6. Umiku Suparti dan Abiku Suherman, semoga kalian dikaruniai umur panjang dan barakah, diampuni atas segala dosa dan selalu dalam ridho Allah. Juga untuk kakak-kakakku dan saudara-saudariku atas do’a dan dukungannya.

7. DPU DT Bogor, sahabat-sahabat di GM 43, 42, 44, 45 dan 46, santri-santri di PPM Al Inayah, sahabat Yayasan Pewaris Peradaban 554, dan semua pihak yang tentu tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penelitian ini tidak lepas dari kekurangan sehingga kritik dan saran yang membangun dari pembaca penulis harapkan untuk menjadi perbaikan bagi penelitian selanjutnya.

Bogor, Juni 2011


(12)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GRAFIK iv

DAFTAR GAMBAR v

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Tujuan 2

Kegunaan penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA

Daun Hantap dan Khasiatnya secara Tradisional 3

Antioksidan 4

Vitamin C 8

Senyawa Fenolik 8

Klorofil 9

Serat 11

Pangan Fungsional 12

METODE

Bahan Dan Alat 13

Waktu Dan Tempat 13

Tahapan Penelitian 13

Penelitian Pendahuluan 13

Penelitian Utama 13

Rancangan Percobaan 25

Pengolahan Data 26

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Proksimat, Serat Makanan dan Aktivitas Antioksidan Daun Hantap 27

Pembuatan Ekstrak Daun Hantap 34

Penentuan Ekstrak Terpilih 35

Formulasi Minuman Ekstrak Daun Hantap 36

Karakteristik Organoleptik Minuman Ekstrak Daun Hantap 37

Sifat Fisik-Kimia Minuman Fungsional Daun Hantap 43

Analisis Proksimat Minuman Fungsional Daun Hantap 44

Aktivitas Antioksidan dan Kandungan Klorofil Serta Kandungan Serat Minuman Fungsional Daun Hantap

45

KESIMPULAN DAN SARAN 49

DAFTAR PUSTAKA 50


(13)

DAFTAR TABEL

Nama tabel Hal

Tabel 1 Hasil analisis proksimat daun hantap 27

Tabel 2 Aktivitas antioksidan daun hantap (basis basah/bb) 29

Tabel 3 Aktivitas antioksidan daun hantap (basis kering/bk) 29

Tabel 4 Kandungan zat fitokimia daun hantap (bk) 31

Tabel 5 Kandungan total phenol dan vitamin C daun hantap (bk) 32

Tabel 6 Hasil ekstraksi daun hantap metode remas dan blender 34

Tabel 7 Hasilrangkinghedonik ekstrak daun hantap 35

Tabel 8 Formulasi minuman fungsional daun hantap pertama 36

Tabel 9 Formulasi minuman fungsional daun hantap kedua 37

Tabel 10 Nilai pH, viskositas dan total padatan terlarut formula minuman fungsional daun hantap

43

Tabel 11 Kadar air dan abu formula minuman fungsional daun hantap 44

Tabel 12 Aktivitas antioksidan dan klorofil formula minuman fungsional daun hantap

45

Tabel 13 Kandungan serat larut dan tidak larut formula minuman fungsional daun hantap


(14)

DAFTAR GRAFIK

Nama Grafik Hal

Grafik 1. Aktivitas antioksidan daun hantap danvitex negundo 30


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nama Gambar Hal

Gambar 1. Tanaman dan serbukfreeze dryingdaun hantap 4

Gambar 2. Prosedur uji kualitatif alkaloid 17

Gambar 3. Prosedur uji kualitatif saponin 17

Gambar 4. Prosedur uji kualitatif tanin 18

Gambar 5. Prosedur uji kualitatif flavonoid 18

Gambar 6. Prosedur uji kualitatif triterpenoid dan steroid 19

Gambar 7. Prosedur uji kualitatif glikosida 20

Gambar 8. Prosedur pembuatan ekstrak daun hantap 23

Gambar 9. Prosedur penentuan ekstrak terbaik melalui uji Organoleptik

23

Gambar 10. Kadar klorofil daun dan ekstrak daun 33

Gambar 11. Nilai uji mutu hedonik panelis terhadap minuman fungsional daun hantap

38

Gambar 12. Nilai kesukaan panelis terhadap minuman fungsional daun hantap


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nama lampiran Hal

Lampiran 1. Kuesioner Uji Mutu Hedonik 56

Lampiran 2. Kuesioner Uji Hedonik 57

Lampiran 3. Rekapitulasi Data Organoleptik-Ekstrak Daun Hantap Metode Remas 58 Lampiran 4. Rekapitulasi Data Organoleptik-Ekstrak Daun Hantap Metode Blender 59 Lampiran 5. Rangking Data Organoleptik-Ekstrak Daun Hantap Metode Remas dan

Metode Blender

60

Lampiran 6. Rekapitulasi Data Organoleptik-Hedonik Warna dan Aroma Formula Minuman Fungsional Daun Hantap

61

Lampiran 7. Rekapitulasi Data Organoleptik-Hedonik Rasa, kekentalan dan Seluruh Formula Minuman Fungsional Daun Hantap

62

Lampiran 8. Rekapitulasi Data Organoleptik-Mutu Hedonik Warna dan Aroma Formula Minuman Fungsional Daun Hantap

63

Lampiran 9. Rekapitulasi Data Organoleptik-Mutu Hedonik Rasa dan Kekentalan Formula Minuman Fungsional Daun Hantap

64

Lampiran 10. Hasil Uji T-Test Mutu Hedonik Formula Minuman Fungsional Daun Hantap

65

Lampiran 11. Hasil Uji T-Test Hedonik Formula Minuman Fungsional Daun Hantap 65 Lampiran 12. Hasil Analisis Proksimat Formula Minuman Fungsional Daun Hantap 65 Lampiran 13. Kadar Klorofil Daun dan Formula Minuman Fungsional Daun Hantap 67 Lampiran 14. Aktivitas Antioksidan Standar vitamin C, Daun dan Formula Minuman

Fungsional Daun Hantap

69

Lampiran 15 Kurva Standar Galic Acid untuk Analisis Total Phenol 65

Lampiran 16 Hubungan Total Phenol dan Aktivitas Antioksidan Daun Hantap 74


(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sterculia oblongata R. Brown atau di kalangan masyarakat Sunda lebih dikenal sebagai hantap, daunnya sudah secara empiris sudah banyak diketahui menyehatkan diantaranya membantu dalam proses pencernaan, mengobati panas dalam, mencegah sariawan, melancarkan BAB, dan mengurangi perut kembung (Trihendarini, 2010) juga membersihkan dahak, melegakan sakit tenggorokan sehingga suara dapat kembali lega, dan menenangkan perut dan mengurangi sembelit (Xiao, 2002). Khasiat tanaman ini diduga terkait dengan aktivitas antioksidan dan kandungan seratnya.

Aktivitas antioksidan pada tanaman lebih banyak disebabkan oleh kandungan zat fitokimianya. Zat fitokimia tersebut adalah senyawa polifenolik (polifenol dan fenol). Menurut Kumar et al (2008) aktivitas antioksidan pada tanaman sebagian besar 85% berasal dari total fenolnya. Sandrasari (2008) juga menemukan korelasi positif antara aktivitas antioksidan dengan total fenol pada 10 jenis tanaman indigenous Indonesia seperti mangkokan, kemangi dan lain sebagainya. Menurut Chairul (2003) tanaman hantap memiliki peroxide value

(POV) yang lebih rendah dari pada alfa-tokoferol (vitamin E). Nilai POV berkebalikan dengan aktivitas antioksidan sehingga aktivitas antioksidan tanaman hantap lebih besar daripada aktivitas alfa-tokoferol. Zat fitokimia lain yang diduga terkandung pada daun ini, terkait dengan khasiatnya ialah glikosida sebagai peluruh air seni dan espektoran (Sirait, 2007), tanin, saponin dan flavonoid yang memiliki potensi hipokolesterolamik (Sayar et al, 2005; King, 2002; dan Olestek, 2000). Flavonoid juga memiliki aktivitas antiseptik (Harborne, 1987). Pigmen daun seperti klorofil juga dapat berfungsi sebagai antioksidan (Endo et al 1985). Klorofil dan turunannya dapat memiliki fungsi antimutagenik, antikarsiogenik, menurunkan serum kolesterol, menurunkan trigleserida, dan menurunkan sembelit (Lanfer-Marquez, 2005).

Kandungan serat daun hantap diduga tinggi karena tanaman ini satu genus denganSterculia urensyang menghasilkan gum karaya. Kandungan serat inilah yang disebut juga dietary fiber yang mampu memperlancar pencernaan terutama bagi penderita konstipasi (sembelit). Tanaman hantap yang digunakan dalam penelitian ini ialah Sterculia oblongata R. Brown. Tanaman ini secara tradisional sudah dikonsumsi warga kota Sukabumi dalam mengobati demam,


(18)

panas dalam, maag dan batuk. Di kota ini masyarakat sudah terbiasa konsumsi hantap dengan cara memeras daun menjadi suatu ekstrak dan meminumnya secara langsung.

Pembuatan minuman ekstrak daun hantap masih tergolong tradisional. Daun diperas dengan tangan kemudian langsung diminum. Cara pembuatan ini kurang praktis dari hasil perasaannya, kurang higienis dan kurang aman. Sementara itu, informasi mengenai analisis proksimat, aktivitas antioksidan, total fenol, zat fitokimia, klorofil, serat daun serta pengembang produk dari daun hantap belum banyak diketahui sehingga penelitian mengenai hal tersebut menjadi penting.

Tujuan

Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mempelajari cara pembuatan minuman fungsional daun hantap sebagai sumber serat dan antioksidan.

Tujuan Khusus

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:

1. mengetahui kandungan serat, zat fitokimia dan hubungan total fenol dengan aktivitas antioksidan daun hantap

2. mempelajari cara pembuatan minuman ekstrak daun hantap 3. membuat formula minuman fungsional dari ekstrak daun hantap

4. mempelajari daya terima, sifat fisiko-kimia, kandungan serat dan aktivitas antioksidan minuman fungsional daun hantap

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan produk minuman fungsional dari daun hantap yang dapat dengan mudah dikonsumsi oleh masyarakat tanpa menghilangkan khasiat kesehatannya. Selain itu, diharapkan informasi yang diperoleh dari penelitian ini dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk

bact to nature sehingga secara tersirat ada tuntutan untuk merawat dan melestarikan tanaman berkhasiat yang ada di nusantara ini.


(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Daun Hantap dan Khasiatnya secara Tradisional

Tanaman hantap dengan nama latinSterculia oblongata R. Brownsecara tradisional biasa digunakan sebagai minuman kesehatan terutama pada masyarakat Sukabumi, Jawa Barat. Bagian tanaman yang dijadikan minuman adalah daun karena paling banyak jumlahnya. Khasiat daun hantap yang diklaim masyarakat antara lain mengurangi rasa nyeri, peluruh air seni, peluruh dahak, obat batuk, peluruh keringat, dan pencahar. Berdasarkan hasil survey Trihendarini (2010) diketahui bahwa presentase pemanfaatan daun hantap yang terbesar adalah untuk panas dalam sebesar 76,5%, sariawan dan melancarkan persalinan sebesar 27,5%, melancarkan BAB sebesar 17,6%, batuk 15,7%, menurunkan panas sebesar 9,8%, perut kembung 5,9%, sakit gigi 3,9% dan radang tenggorokan dan keputihan masing-masing 3,9%.

Daun yang berkhasiat obat dan memiliki aktivitas antioksidan khasiat tersebut berasal dari komponen fitokimia terutama senyawa polifenol (Yildirimet al,2001; Gupta et al, 2004; Chandaet al,2010; Linet al,2010). Lebih jelas lagi bahwa aktivitas antioksidan daunElaocapus ganitrus, yang juga memiliki khasiat kesehatan, sebagian besar 84% dan 85% berasal dari total flavonoid dan total fenolnya (Kumaret al,2008)

Chairul (2003) menyatakan bahwa tanaman hantap memiliki peroxide value (POV) yang lebih rendah dari pada alfa-tokoferol (vitamin E). Nilai POV berkebalikan dengan aktivitas antioksidan sehingga aktivitas antioksidan tanaman hantap lebih besar daripada aktivitas alfa-tokoferol. Menurut Apaket al

(2007) polifenol memiliki struktur kimia yang sangat baik dalam aktivitas

scavenging radikal dan menunjukkan aktivitas antioksidan yang lebih efektif secara in vitro dibandingkan asam askorbat (vitamin C) dan alfa-tokoferol. Polifenol juga mempunyai aktivitas sebagai antiseptik (Harborne 1987). Zat fitokimia lain yang diduga terkandung pada tanaman daun ini, terkait dengan khasiatnya ialah glikosida sebagai peluruh air seni dan espektoran (Sirait, 2007), tanin, saponin dan flavonoid yang memiliki potensi hipokolesterolamik (Sayaret al, 2005; King, 2002; dan Olestek, 2000). Flavonoid juga memiliki aktivitas antiseptik (Harborne, 1987).

Tanaman ini memiliki ukuran pohon yang sedang dengan tinggi mencapai 12 meter. Beberapa penggunaan Sterculia oblongata R.Brown yang diketahui


(20)

adalah 1) Bijinya dapat dimakan mentah dan memiliki flavor yang baik saat dipanggang. Hasil analisis proximat terhadap buah pohon ini menunjukkan kadar air 48%, abu 1.31%, serat kasar 41.72%, protein kasar 5.61%, lemak kasar 50%, kalsium 0.78%, Nitrogen 0.90%, Posfor 0.12%, Kalium 0.20%. 2) batangnya digunakan untuk bahan korek api dan sebagai tali karena kandungan serat yang baik (Weideltet al. 1976).

Gambar 1. Tanaman dan serbukfreeze dryingdaun hantap

Berikut disajikan tatanama Sterculia oblongata R.Brown:

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbungai)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil) Sub Kelas : Dilleniidae

Ordo : Malvales

Famili : sterculiaceae

Genus : Sterculia

Spesies :Sterculia oblongata R. Brown

Sumber(www.plantamor.com)

Antioksidan

Manusia sebagai mahluk bernapas memerlukan oksigen untuk metabolisme karbohidrat, protein dan lemak untuk menghasilkan energi. Tapi oksigen memiliki daya reaktif yang tinggi yang mampu menjadi bagian yang merusak molekul yang disebut radikal bebas. Radikal bebas mampu menyerang sel tubuh yang sehat sehingga dapat merubah struktur dan fungsinya (Pecival, 1998)


(21)

Kerusakan sel akibat radikal bebas dapat menjadi kontributor utama terhadap penuaan (aging) dan penyakit degeneratif seperti kanker, penyakit kardiovaskular, katarak, penurunan sistem imun, dan disfungsi otak. Radikal bebas adalah molekul yang muatan listriknya tidak berpasangan sehingga molekul ini akan mencari molekul lain untuk menstabilkan dirinya. Antioksidan adalah molekul yang mampu menginaktifkan atau menstabilkan radikal bebas sebelum radikal bebas menyerang sel karena itu antioksidan penting untuk menjaga kesehatan sistem tubuh.

Pada radikal bebas dikenal istilah ROS (reactive oxygen species). ROS merupakan sebuah terminologi yang mencakup semua molekul berikatan oksigen yang reaktif termasuk radikal bebas. ROS memiliki beberapa bentuk yaitu radikal hidroxil, radikal anion superoksida, hidrogen peroksida(H2O2),

oksigen tunggal (singlet oxygen), radikal oksida nitrit (NO), radikal hipoklorit, dan berbagai macam peroksida lipid. Semua molekul itu mampu bereaksi dengan membran lipid, asam nukleat, protein dan enzim serta molekul kecil lainnya menghasilkan kerusakan selular.

ROS terbentuk dari banyak cara diantaranya;

1. Konsekuensi metabolisme aerobik: hampir 90% oksigen digunakan pada sistem transport elektron pada mitokondria sel yang menghasilkan molekul tidak stabil

2. Pembakaran oksidatif dari pagosit (sel darah putih) sebagai bagian mekanisme penghancuran virus atau bakteri dan denaturasi antigen asing. 3. Metabolisme xenobiotik seperti detoksifikasi bahan beracun.

Olahraga, aktivitas atau keadaan yang mempercepat metabolisme sel seperti inflamasi kronik, infeksi, terkena allergen asing, obat-obatan atau racun (asap rokok, polusi, pestisida) semuanya meningkatkan oksidan (radikal bebas) tubuh.

Walau banyak oksidan yang dapat merusak struktur dan fungsi sel tubuh, tubuh dilengkapi dengan sistem pertahanan antioksidan yang luar biasa. Menurut Pecival (1998) antioksidan meliputi berbagai komponen endogen (dihasilkan dalam tubuh) dan eksogen (ada di alam). Komponen tersebut ialah:

1. Antioksidan gizi: asam askorbat (vitamin C), tokoferol dan tokotrienol (vitamin E), karotenoid, dan senyawa dengan berat molekul rendah seperti glutation dan asam lipoat


(22)

2. Antioksidan enzim: superoxide dismutase (SOD), glutation peroxide, dan

glutation reduktase yang menjadi katalis pada reaksi pemadaman (inaktivasi) radikal bebas

3. Protein pengikat logam; feritin, lactoferin, albumin, dan seruloplasmin yang menangkap ion bebas dan ion tembaga yang mampu mengkatalis reaksi oksidatif

4. Antioksidan phytonutrient (fitokimia) yang tersebar pada berbagai jenis tanaman contoh antioksidan ini ialah polifenol, fenol, dan flavonoid.

Berdasarkan fungsinya, antioksidan dibagi menjadi antioksidan primer dan antioksidan sekunder (Gordon, 1990). Antioksidan primer dikenal sebagai antioksidan pemecah rantai radikal bebas. Antioksidan dengan fungsi ini bereaksi dengan radikal lipida lalu mengubahnya ke bentuk lebih stabil. Antioksidan primer (AH) adalah yang dapat mendonorkan atom H-nya secara cepat ke radikal lipida (RO*) dan radikal turunan antioksidan (A*) lebih stabil dibandingkan radikal lipida atau mengubahnya ke bentuk lebih stabil. Antioksidan sekunder disebut sebagai juga antioksidan pencegah. Antioksidan ini berfungsi memperlambat laju reaksi autooksidasi lipida. Cara kerjanya ialah mengikat ion metal, menangkap O2,

memecah hidroperoksida ke bentuk non radikal, menyerap radiasi UV atau mendeaktivkan singlet oksigen.

Metode untuk mengukur aktivitas antioksidan ada banyak jumlahnya sesuai dengan kekhasan senyawa yang akan dianalisis. Diantara metode tersebut ialah metode yang berbasis spektrofotometri yaitu DPPH ( 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl), FRAP (Ferric Reducing Antioxidant Power), dan Blue CrO5(chromium peroxide). Tetapi dari semua metode yang ada, DPPH adalah

metode yang paling banyak digunakan dan paling cepat untuk analisis secara manual (Chanda dan Dave, 2009).

Penelitian antioksidan terhadap daun tanaman berkhasiat cukup banyak. Penelitian rata-rata menggunakan berbagai metode dan berbagai bahan pelarut (solvents) karena sifat antioksidan ada yang larut air, larut lemak, tidak larut keduanya atau terikat pada dinding sel tanaman (Prakash, 2001). Selain itu keberadaan aktivitas antioksidan pada tanaman berhubungan dengan keberadaan zat fitokimianya, terutama senyawa fenol dan flavonoid. Berikut penelitian-penelitian terkait aktivitas antioksidan pada tanaman terutama pada daun:


(23)

1. Gupta et al (2004), penelitiannya terhadap ekstrak metanol daun Ervatamia coronaria Stapf menggunakan berbagai metode diantaranya DPPH,

superoxide anion radical, dan hydroxyl radical assay. Penelitiannya menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis atau konsentrasi ekstrak daun maka akan memberikan daya hambat terhadap radikal bebas semakin tinggi. 2. Yildirim et al (2001) penelitiannya terhadap daun Cydonia vulgaris

menggunakan metode thiosianat. Daun tersebut diekstrak dengan etanol, eter dan air. Ekstrak eter adalah ekstrak yang terbaik karena menghasilkan aktivitas antioksidan yang tertinggi tetapi berdasarkan kemampuan menurunkan kemampuan radikal bebas (reducing power) ekstrak etanol paling tinggi dan ekstrak eter yang paling rendah. Ekstrak air juga memiliki aktivitas antioksidan tetapi tergantung konsentrasi ekstrak semakin tinggi konsentrasinya, semakin tinggi pula aktivitas antioksidannya. Aktivitas antioksidan ekstrak etanol dan air bahkan tidak berbeda nyata pada penelitian ini.

3. Singh et al (2010), penelitiannya menggunakan metanol pada daun dan biji tanaman Cordia dichotoma dengan metode DPPH dan Peroksida. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ekstrak metanol pada daun menunjukkan aktivitas antioksidan lebih tinggi daripada ekstrak metanol pada biji. Kedua metode tidak memiliki perbedaan yang besar dari presentase aktivitas antioksidan

4. Lin et al (2010) mengevaluasi aktivitas antioksidan dan antiproliferatif pada daun, batang dan biji tanaman Perilla frutescens dengan pelarut metanol. Metode yang digunakan ialah DPPH. Peneliti menilai kemampuan menangkap radikal bebas, mereduksi (reducing power), mengkelat logam (metal chelating), total kandungan fenol dan total flavonoid. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa batang, daun dan biji memiliki aktivitas antioksidan (menangkap radikal bebas), mereduksi radikal bebas, dan kemampuan mengkelat logam tetapi dengan perlakuan dosis. Semakin tinggi dosis yang diberikan maka semakin tinggi pula kemampuannya

5. Chandaet al(2010) meneliti kapasistas antioksidan daunManilkara zapotaL. menggunakan pelarut air, petroleum eter, aseton, toluene dan etil asetat. Metode yang digunakan ialah DPPH, superoxide and hydroxyl radical scavenging activity dan reducing capacity assessment assay. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ekstrak aseton memberikan aktivitas


(24)

antioksidan terbaik dengan metode DPPH. Aktivitas antioksidan ini diduga karena tingginya kandungan total fenol. Tetapi hasil ekstraksi daun menunjukkan bahwa hasil ekstrak (volume) tertinggi ke rendah berturut-turut ekstrak air>petroleum eter>ekstrak aseton>ekstrak toluene>dan ekstrak etil asetat. Peneliti juga menyarankan bahwa untuk mengevaluasi antioksidan pada suatu tanaman harusnya dilakukan dengan lebih dari satu metode dan lebih dari satu pelarut.

Vitamin C

Vitamin C adalah vitamin larut air yang essensial bagi manusia karena manusia tidak dapat mensintesisnya. Berbeda dengan mamalia lain yang dapat mensintesis dari glukosa karena mereka memiliki enzim gulonolakton oksidase. Vitamin C terkenal sebagai antioksidan larut air dan memiliki kemampuan mereduksi yang kuat.

Vitamin C menjadi kofaktor banyak enzim yang terkait dengan biosintesis kolagen, karnitin, dan neutransmitter in vitro, dapat meredam spesies oksigen dan nitrogen reaktif dalam lingkungan (medium) cair. Kebutuhan vitamin C untuk menyediakan antioksidan berdasarkan recommended daily allowance

(RDA) adalah 90 mg/hari untuk dewas wanita dan 75 mg/hari untuk dewasa pria. Bagi para perokok diperlukan tambahan 35 mg/hari karena rokok dapat meningkatkan stress oksidatif (FNB, 2000)

Sumber vitamin C yang utama ialah buah dan sayuran terutama yang berwarna kuning. Sayuran berwarna hijau pun mengandung vitamin C walau dalam jumlah sedikit. Kekurangan vitamin C dapat menyebabkan penyakit yang dikenal dengan scurvy (sariawan). Selain itu, vitamin C juga berperan dalam menjaga elastisitas kulit sehingga jika kekurangan dapat menyebabkan kulit pecah-pecah.

Vitamin C tidak lama disimpan dalam tubuh. Vitamin C dalam tubuh paling banyak terletak pada kelenjar pituitary dan adrenal, leukosit, jaringan dan cairan humor mata, dan otak. Vitamin ini hanya sedikit tersedia diplasma darah dan ludah. Berdasarkan regulasi hemeostatis, waktu paruh vitamin C (askorbat) bervariasi dari 8 hingga 40 hari (FNB, 2000)

Senyawa Fenolik

Senyawa antioksidan pada tanaman tingkat tinggi selain berupa protein, senyawa bernitrogen, karotenoid, vitamin C, adalah senyawa fenolik.


(25)

Senyawa fenolik merupakan metabolite kedua dari tanaman yang memiliki rentang struktur yang besar dan bertanggung jawab terhadap penilaian karakteristik utama organoleptik makanan dan minuman yang berasal dari tanaman, terutama parameter waran dan rasa (Tapas et al, 2008). Senyawa ini adalah antioksidan yang umum pada tanaman (Prat & Hudson, 1992). Senyawa ini, terutama flavonoid yang merupakan golongan fenol terbesar, bekerja sebagai antioksidan dengan mendonorkan hidrogen atau electron, mereduksi turunan radikal polifenol untuk menstabilkan dan memindahkan elektron yang tidak stabil, dan mengkelat logam transisi (Apaket al, 2007)

Flavonoid meliputi banyak pigmen, sebagian besar pigmen berwarna kuning, dan terdapat di seluruh dunia tumbuhan. Flavonoid mudah terurai pada suhu tinggi dan memiliki bau yang khas (tajam). Flavonoid merupakan persenyawaan glukosida yang terdiri dari gula yang terikat dengan flavon. Flavonoid memiliki variasi tipe seperti flavonol, flavon, isoflavon, dan flavonone.

Aktivitas antioksidan flavonoid sangat tergantung pada jumlah dan posisi gugus fenolik-OH yang berperan dalam menetralkan radikal bebas. Terdapat 3 struktur yang memungkinkan aktivitas scavenging radikal dari flavonoid yaitu 3,4 dihidroksil misalnya o-dihidroksil (struktur katekol) pada cincin B, berperan sebagai donor electron dan menjadi target radikal.

Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan pada tanaman berhubungan positif dengan kandungan total fenol atau total flavonoid. Hasil penelitian Sandrasari (2008) menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan 10 jenis sayuran indigenous Indonesia berkorelasi positif dengan total fenol sayuran. Bahkan, total fenol menyebabkan aktivitas antioksidan lebih dari 80% dari semua senyawa yang menyumbangkan aktivitas antioksidan pada tanaman. Penelitian Kumar et al (2010) pun menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan disebabkan oleh senyawa fenolik yaitu 85% total fenol dan 84% total flavonoidnya.

Klorofil

Klorofil berasal dari bahasa Yunani yaitukhloros (hijau kekuningan) dan

phullon (daun). Secara struktural, klorofil merupakan porfirin yang mengandung cincin dasar tetrapirol, dimana keempat cincin berikatan dengan ion Mg2+, dan memiliki cincin isosiklik yang kelima yang berada dekat dengan cincin pirol ketiga. Pada cincin keempat, substituent asam propionat


(26)

diesterifikasi oleh diterpen alkohol fitol (C20H39OH) yang bersifat hidrofobik,

sehingga jika dihilangkan dari struktur intinya akan berubah menjadi turunan klorofil yang hidrofilik (Gross, 1991)

Kandungan klorofil pada beberapa tanaman sekitar 1% basis kering. Semua tanaman hijau mengandung klorofil-a dan klorofil-b. Klorofil-a jumlahnya lebih banyak sekitar 75% dari pigmen hijau tanaman. Klorofil-a adalah suatu struktur tetrational melalui ikatan Mg, dengan subtitusi metal pada posisi 1,3,5 dan 8, vinil pada posisi 2, etil pada posisi 4, propionat yang diesterifikasi dengan fitil alkohol (fitol) pada posisi 7, keto pada posisi 9 dan karbometoksi pada posisi 10.

Rumus molekul klorofil-a adalah C55H72N4O5Mg, sedangkan klorofil-b

adalah C55H70N4O6Mg. klorofil-b berbeda dengan klorofil-a karena

mempunyai satu grup formil(-CHO) menggantikan grup metil pada posisi 3 dari klorofil-a (Gross 1991). Rasio klorofil-a terhadap Klorofil-b umumnya sebesar 3:1. Menurut Gross (1991), klorofil berwarna hijau karena menyerap secara kuat daerah merah dan biru dari spektrum sinar tampak. Perbedaan kecil dalam struktur dari dua klorofil menghasilkan perbedaan dalam penyerapan spectrum, biru-hijau untuk klorofil-a dan kuning hijau untuk klorofil-b. posisi penyerapan maksimum bervariasi sesuai dengan pelarut yang digunakan. Klorofil merupakan ester dan larut pada pelarut organik.

Klorofil sangat peka terhadap cahaya. Sinar dalam ruangan yang lemah, jika mengenai klorofil kurang dari satu detik dapat mengakibatkan reaksi protopigmen. Pengerjaan klorofil dan penyimpanan klorofil harus dilakukan dalam ruang gelap atau ruang gelap dengan cahaya yang aman dan sejuk (Gross, 1991). Pemanasan pun dapat merusak klorofil. Klorofil dapat berfungsi sebagai antioksidan (Endo et al 1985). Klorofil dan turunannya dapat memiliki fungsi antimutagenik, antikarsiogenik, menurunkan serum kolesterol, menurunkan trigliserida, dan menurunkan sembelit (Lanfer-Marquez, 2005). Prangdimurti (2007) dengan menggunakan daun suji dalam penelitiannya, menunjukkan bahwa klorofil memiliki aktivitas antioksidan. Banyak penelitian yang menunjukan manfaat klorofil dan turunannya diantaranya penelitian Alsuhendra (2006) dengan turunan Zn-klorofil yang dapat menurunkan resiko ateroskleriosis.


(27)

Serat

Serat pangan adalah bagian yang dapat dimakan (edible portion) dari tanaman pangan atau analog karbohidrat yang tahan terhadap pencernaan dan penyerapan dalam usus halus serta dapat difermentasi secara parsial atau sempurna di dalam usus besar manusia. Komponen serat pangan meliputi polisakarida, oligasakarida, lignin, dan senyawa lain dari tanaman pangan.

Berdasarkan sifat kelarutannya di dalam air, serat pangan (total dietary fiber, TDF) dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu serat pangan tidak larut dan serat pangan larut. Komponen serat pangan tidak larut antara lain adalah selulosa, lignin, sebagian besar hemiselulosa, sejumlah kecil kutin, dan lilin tanaman, senyawa pekat yang tidak larut, serta resistant starch. Serat tidak larut ini dapat berperan dalam pencegahan penyakit kanker usus besar, divertikulosis, konstipasi, dan haemorroid. Komponen serat pangan larut antara lain adalah gum, pektin, sebagian kecil hemiselulosa dan oligosakarida.

Komponen tersebut diduga dapat menjadi prebiotik karena memenuhi kriteria yang disampaikan Collin & Gibson (1999) yaitu

1. Tidak terhidrolisis atau terserap pada bagian atas usus

2. Dapat mengalami fermentasi secara selektif oleh bakteri yang bermanfaat bagi kolon dengan merangsang pertumbuhan baktria, aktif secara metabolic, atau keduanya. Bakteri tersebut seperti Bifidobacterium dan Lactobacilli

3. Prebiotik harus mampu menjadikan komposisi mikroflora usus lebih sehat Bagian yang dimakan pada tanaman, sebagai sumber serat, biasanya daun seperti pada sayur bayam, sayur daun singkong dan daun kol. Sayur dan buah mengandung 1% pektin (Truswell 1995). Jika konsumsi 5 porsi buah/sayur per hari maka diperkirakan telah konsumsi 5 gram pektin per hari. Serat makanan mampu membantu menyehatkan pencernaan. Menurut Truswell (1995) senyawa pektat, guar gumdan serat oat dapat menurunkan kolesterol tetapi pada tingkat sedang (moderat) saja. Selain dapat menunda rasa lapar dengan memberi rasa kenyang di lambung, serat makanan dapat memperlancar buang air besar.

Batang hantap terkenal sebagai penghasil gum. Batang hantap dari jenis Sterculia urens menghasilkan gum karaya. Gum karaya adalah


(28)

polisakarida asam yang terdiri dari gula galaktosa, ramnosa, dan asam galakturonat. Biasanya gum karaya digunakan untuk pengembang, emulsifier, dan pencahar dalam makanan.

Gum merupakan polisakarida yang dihasilkan dari getah atau eksudat tanaman seperti gum arab, gum tragacanth, gum karaya, gum ghatti. Ada pula gum yang diekstrak dari biji atau cabang tanaman berbatang lunak dan gum yang berasal dari mikroorganisme seperti gum xhantan. Gum kecuali gum arab umumnya membentuk gel atau larutan yang kental bila ditambahkan air. Molekul gum ada yang polisakarida berantai lurus dan ada yang bercabang. Polisakarida berantai lurus lebih banyak terdapat dan membentuk larutan yang lebih kental dibandingkan dengan molekul bercabang pada berat yang sama.

Pangan Fungsional

Menurut Golberg (1994) di Jepang pangan fungsional memiliki criteria yaitu:

1. Merupakan pangan (bukan dalam bentuk kapsul, tablet, ataupun serbuk) yang berasal dari bahan alami

2. Pangan dapat dikonsumsi sebagai bagian dari diet sehari-hari

3. Pangan tersebut memiliki fungsi tertentu ketika dikonsumsi, memperlancar, dan membantu metabolisme tubuh seperti meningkatkan imunitas, kesegaran tubuh dan lain-lain.

Minuman daun hantap berbentuk cairan. Daun hantap sudah secara empiris sudah banyak diketahui menyehatkan diantaranya membantu dalam

proses pencernaan, mengobati panas dalam, mencegah sariawan,

melancarkan BAB, dan mengurangi perut kembung (Trihendarini, 2010), peluruh kemih, peluru dahak, dan obat panas/demam. Chaerul (2003) mengatakan tanaman hantap termasuk di daunnya mengandung fitokimia berupa polifenol dan fenol yang memiliki aktivitas antioksidan. Aktivitas antioksidannya lebih besar daripada alfa-tokoferol. Polifenol pun berfungsi sebagai antiseptik (Harborne, 1987). Selain antioksidan, daun diduga mengandung serat larut yang tinggi karena tanaman ini terkenal sebagai penghasil gum. Oleh karena itu, minuman dari ekstrak daun hantap memenuhi kriteria minuman fungsional.


(29)

METODE

Bahan dan Alat Bahan

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun hantap yang diperoleh dari halaman Departemen Gizi Masyarakat-FEMA IPB. Tanaman hantap ini sudah diidentifikasi di bagian Herbarium Botani-LIPI sebagai species

Sterculia oblongata R. Brown. Bahan kimia yang digunakan adalah Buffer standar pH 4 dan pH 7, akuades, NaOH 0,1 N terstandar dengan asam oksalat hingga fenolftalein 0,1%, pelarut Hexana, K2SO4, larutan H3BO3, indicator metil

merah,termamyl, HCl 4M, air destilat, etanol, aseton, larutan 1mM DPPH dalam metanol 50ml (0.0197 g/ 100ml), dan Methanol dan Ethanol.

Alat

Peralatan yang digunakan adalah kain saring, baskom, timbangan, neraca analitik, blender, sarung tangan plastik, mortar, viskometer rion, gelas kimia, gelas piala 300 ml, petri dish, oven, desikator, tanur, labu Soxhlet, Labu lemak, labu Kjeldal, batu didih, Erlenmeyer, pH Meter orion benchtopmodel 410 A, tisu, labu takar, hand refraktometer Atago N-1E (Briz 0-32%), refraktometer, media NA dan APDA steril, corong pemisah, pipet, dan kuesioner untuk uji mutu hedonik.

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksakan mulai bulan Juli 2010 hingga Januari 2011 bertempat di laboratorium analisis zat gizi, laboratorium instrument, dan laboratorium pengolahan makanan Departemen Gizi Masarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Tahapan Penelitian

Penelitian terdiri atas penelitian pendahuluan dan penelitian utama.

Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan meliputi tiga bagian, yaitu 1) analisis proksimat, serat makanan daun, dan aktivitas antioksidan (meliputi aktivitas antioksidan DPPH, total fenol, zat fitokimia, dan klorofil); 2) mempelajari cara pembuatan ekstrak daun hantap; 3) penentuan ekstrak terpilih.

1. Analisis proksimat, serat makanan, aktivitas antioksidan (DPPH, total fenol, vitamin C, zat fitokimia)


(30)

i). Analisa Proksimat

a). Kadar Air, metode oven (AOAC, 1995)

Cawan kosong dan tutupnya dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator, lalu timbang (untuk cawan alumunium didinginkan selama 10 menit, dan cawan porselein selama 20 menit). Kemudian sampel yang sudah dihomogenkan dengan cawan ditimbang sejumlah kurang lebih 5 gram dengan cepat. Angkat tutup cawan dan tempatkan cawan beserta isi dan tutupnya di dalam oven selama 6 jam. Hindarkan kontak antara cawan dengan dinding oven. Pindahkan cawan ke desikator untuk didinginkan, setelah dingin ditimbang kembali. Kemudian keringkan kembali ke dalam oven sampai diperoleh berat yang tetap.

Perhitungan:

Kadar Air (%) = W1

W2

W1= kehilangan berat (gram)

W2= berat sampel (gram)

b). Uji Kadar Abu, metode oven (AOAC, 1995)

Cawan pengabuan dibakar dalam tanur, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Sampel sebanyak 3-5 gram ditimbang dalam cawan tersebut, kemudian diletakkan dalam tanur pengabuan, baker sampai didapat abu berwarna abu-abu atau sampai berat tetap. Pengabuan dilakukan dalam dua tahap, yaitu pertama pada suhu sekitar 400 C dan kedua pada suhu 550 C. Sampel didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.

Kadar Abu (%) = Berat abu (g) Berat sampel (gram)

ii). Uji Kadar Serat Pangan (Enzimatis-Aspet al, 1983)

Metode analisis yang digunakan adalah metode fraksinasi cepat-enzimati. Penentuan kadar serat pangan terdiri dari persiapan sampel


(31)

dan penentuan kadar serat pangan tidak larut dan serat pangan larut. Sebeluma analisis serat makanan diperlukan persiapan sampel. Sampel kering homogen diekstrasi lemaknya dengan petroleum benzene pada suhu kamar selama 15 menit. Penghilangan lemak dari sampel bertujuan untuk memaksimumkan degradasi pati. Sejumlah 1 gram sampel dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer. Kemudian masukan 25 ml buffernatrium fosfat dan dibuat menjadi suspensi agar saat menambahkan 100 µl enzim termamil suasana keasaman menjadi stabil. Labu yang digunakan ditutup dan diinkubasi pada suhu 100 C selama 15 menit sambil sekali-kali diaduk. Tujuan penambahan termamyl dan pemanasan ialah untuk memecahkan pati dengan menggelatinisasi lebih dahulu. Labu diangkat dan dinginkan kemudian tambahkan 20 ml air destilasi dan pHnya diatur hingga menjadi 1,5 untuk mengkondisikan agar aktivitas enzim pepsin maksimum. Kemudian HCl 4M ditambahkan diikuti 100 mg pepsin. Inkubasi Erlenmeyer pada suhu 400C dan digoyang dengan diagitasi selama 60 menit. Tambahkan 20 ml air destilat dan pH diatur menjadi 6.8 dengan NaOH untuk memaksimumkan aktivitas enzim pankreatin.

Kemudian, tambahkan 100 mg pankreatin ke dalam larutan. Tutup labu dan inkubasi pada suhu 40 C dan digoyang dengan diagitasi selama 60 menit. Atur pH dengan HCl menjadi pH 4,5. Saring larutan dengan crucible kering yang telah ditimbang beratnya (porositas 2) yang mengandung 0,5 g celite kering (berat tepat diketahui). Cuci dengan 2x10ml air destilat. Setelah melakukan proses ini diperoleh residu dan filtrat. Residu digunakan untuk penentuan serat pangan tidak larut, sementara filtrat untuk penentuan serat pangan larut. Untuk serat pangan tidak larut (Insoluble Dietary Fiber/IDF), residu dicuci dengan 2x10 ml etanol 95% dan 2 x10 ml aseton. Keringkan pada suhu 105C sampai berat tetap (12 jam) dan ditimbang setelah didinginkan pada desikator (D1). Residu diabukan dalam tanur 500 C

selama paling sedikit 5 jam, lalu dinginkan dalam desikator dan ditimbang setelah dingin (I1). Untuk serat pangan larut (Soluble Dietary Fiber/SDF), volume filtrat yang didapat dari hasil penyaringan diatur dengan air sampai 100 ml. Tambahkan 400 ml etanol 95% hangat (60C) dan endapkan selama 1 jam. Saring larutan dengan crucible


(32)

kering yang telah ditimbang beratnya (porositas 2) yang mengandung 0,5 g celite kering. Cuci dengan 2x 10 ml etanol 78%, 2 x 10 ml etanol 95%, dan 2 x 10 ml aseton. Endapan dikeringkan pada suhu 105 C (sekitar 12 jam) atau sampai beratnya tetap. Dinginkan dalam desikator dan timbang (D2). Residu diabukan dalam tanur 500 C

selama paling sedikit 5 jam, lalu dinginkan dalam desikator dan ditimbang setelah dingin (I2). Untuk serat pangan total (Total Dietary Fiber/TDF) diperoleh dengan menjumlahkan IDF dengan SDF. Blanko dalam penelitian ini diperoleh dengan cara yang sama tetapi tanpa sampel. Berikut rumus perhitungan IDF dan SDF

Nilai IDF (persen berat sampel kering) = D1-I1-B1x 100%

W

Nilai SDF (persen berat sampel kering) = D2-I2-B2x 100%

W

Nilai TDF= IDF+SDF Keterangan

W = Berat sampel (gram)

D = Berat setelah analisis dan dikeringkan (gram)

I = Berat setelah diabukan (gram)

B = Berat blanko bebas serat (gram)

iii). Fitokimia daun kualitatif (Materia Medica Indonesia) (Kushartoet al, 2008)

Daun hantap diduga mengandung zat fitokimia yang dapat memberikan khasiat mengurangi rasa nyeri, peluruh air seni, peluruh dahak, obat batuk, peluruh keringat, dan pencahar serta membantu penurunan tekanan darah dan kolesterol. Zat fitokimia tersebut adalah alkaloid, saponin, tanin, dan glikosida. Analisis secara kualitatif fitokimia dapat dilakukan dengan cara merujuk pada Materia Medica Indonesia.


(33)

a). Uji Alkaloid

b). Uji Saponin

Panaskan, 2 menit

0.5 g sampel+1 ml HCL 2N+9ml aquadest panas

Dinginkan

Saring filtrat ke 4 buah tabung

+pereaksi Dragendorf

+pereaksi Bauchardat +pereaksi Hager +pereaksi

Mayer+Methanol+pereak asi Bauchardat

Endapan putih

Endapan coklat-hitam Endapan kuning Endapan coklat-hitam

Dinginkan

0.5 g sampel+10 ml air panas

Kocok hingga berbuih

Diamkan, 2 menit

Kocok hingga berbuih, 10 menit +1 tetes HCL 2N

Gambar 2. Prosedur uji kualitatif alkaloid


(34)

c). Uji Tanin

Uji tanin

Dinginkan

1 g sampel+10 ml air panas, 1 jam

saring

filtrat

Biru tua +FeCl31%

Senyawa fenol dan flavonoid

Panaskan sesaat 0.5 g sampel+2 ml Methanol

dinginkan

saring

filtrat

+NaOH +H2SO4pekat

Merah (fenol/hidroquinon)

Merah (senyawa Flavonoid) Gambar 4. Prosedur uji kualitatif tanin


(35)

d). Uji Triterpenoid dan Steroid

Panaskan sesaat 0.5 g sampel+2 ml Ethanol

Dinginkan

Saring

Filtrat

Triterpenoid Steroid

Merah/Ungu Hijau

Uapkan

Kental

+eter+3 tetes asetat anhidrat+1 tetes H2SO4pekat


(36)

e). Uji Glikosida

Gambar 7. Prosedur uji kualitatif glikosida Panaskan 1000C, 10 menit

3 g sampel dalam labu Colf 50 ml+30 ml (21 ml Etanol+9 ml air)

Dinginkan

Saring

Filtrat

+25 ml Pb Asetat 5%

Uapkan hingga kering Uapkan hingga kering Lapisan bawah Cawan penguap

Panaskan 400C

Kental+2ml metanol

+10 tetes H2SO4

+5 ml asam asetat anhidrat

+5 tetes molisch +2 ml H2SO4

+2,9 ml Metanol +Baljet

+2 ml KOH 0,1 N +2 ml kadede

Uapkan hingga kering

+3 ml asam asetat glacial

Panaskan, dinginkan+1

tetes FeCl3 +3 ml H2SO4

pekat, panaskan Biru/hijau Glikosida (Lieberman-Bauchardat) Cincin ungu Glikosida Merah jingga Glikosida jantung Merah ungu-biru ungu Glikosida jantung Ungu Glikosida Diamkan, 5 menit

+kloroform+isopropanol 3x3 ml Saring ke dalam corong pemisah


(37)

iv). Aktivitas Antioksidan (DPPH) (Blois, 1958)

Aktivitas antioksidan ditentukan dengan sebuah metode reduksi radikal bebas stabil 1,1-diphenyl-2-2picrylhydrazyl (DPPH). Bahan antioksidan pada minuman akan bereaksi dengan DPPH, dan reduksi pereaksi dimonitor dengan mengukur penurunan absorbansi pada panjang gelombang 517 nm. Sebagai pembanding digunakan vitamin C sebagai standar sehingga aktivitas antioksidan (AA) dinyatakan sebagai ekivalen dengan vitamin C atau Antioxidant Equivalen Ascorbat Acid (AEAC). AA dihitung dengan rumus berikut:

AA (%) = (Absblanko-Abssampel) x 100 %

Absblanko

AEAC (mg/L) = (%AA - b)

a

AEAC (mg vitamin C/100 gram) = AEAC (mg/L) x FP x 100 BS

Keterangan

a = slope/gradient kurva standar vitamin C b = intersept kurva standar vitamin C FP = faktor pengenceran

BS = berat sampel

Aktivitas antioksidan juga dinyatakan dengan nilai IC 50, yaitu konsentrasi sampel yang dapat menurunkan/menangkap setengah dari radikal bebas. Semakin kecil nilai IC 50 maka semakin besar aktivitas antioksidan sampel karena dengan jumlah yang lebih kecil didapatkan aktivitas yang besar.

v). Total fenol (Javanmardiet al, 2003)

Sebelum analisis total fenol, dilakukan persiapan sampel yaitu pengeringan freeze drying daun hantap dan ekstraksi komponen antioksidan dalam bubuk daun hantap. Freeze drying dilakukan dengan mengambil daun dari beberapa dahan, disortir berupa daun yang utuh, dibersihkan dengan cara dilap dan kemudian diacak hingga homogen. Kemudian daun dibekukan dalam freeze dryer

selam 48 jam. Daun yang telah beku kemudian dihancurkan lalu diayak dengan ayakan 60 mesh (bubuk). Tujuan dibuat bubuk ialah agar memudahkan kontak antara bahan dan pelarut.

Ekstraksi komponen antioksidan dilakukan dengan menimbang sebanyak 2 gram bubuk freeze drying ditambah dengan 100 ml metanol kemudian diaduk selama 3 jam. Kemudian ekstrak sample


(38)

disentrifuse sehingga didapatkan filtrat. Residu berupa ampas kemudian diekstrak lagi hingga warna residu yang hijau menjadi putih karena senyawa flavonoid sebagiannya adalah pigmen daun. Filtrat kemudian dipekatkan dengan rotavorator dengan suhu 400 C dan tekanan 13,5 Kgf/cm2. Hasil pekatan kemudian ditambah 10 ml metanol dan disebut sebagai ekstrak antioksidan untuk analisis total fenol dan antioksidan metode DPPH. Ekstrak antioksidan disimpan dalamfreezer.

Kemudian, sebanyak 2 ml ekstrak antioksidan ditambah dengan 2,5 ml reagent Folin-Ciocalteau 50% dan dicukupkan hingga volume 5 ml dengan aquades. Setelah didiamkan selama 5 menit, tambahkan Na2CO3 7,5%. Inkubasi selama 15 menit pada suhu 45

0

C kemudian diukur dengan panjang gelombang 765 nm. Total fenol dibaca sebagai mg ekivalen asam galat (GAE)/gr berat kering (bk). Standar asam galat merujuk penelitian Sandrasari (2008) dengan konsentrasi 50-300 mg/L dan persamaan kurva standar GAE (mg/L) y=0.004x-0.0699 (R2=0.9989)

TPC (mg GAE/gram) = (Abssampel-a) x FP x 1

b BS

Keterangan

a = slope/gradient kurva standar asam galat b = intersept kurva standar asam galat FP = faktor pengenceran

BS = berat sampel

vi). Analisa Klorofil (Yoshidaet al, 1976)

Pengukuran klorofil dilakukan dengan spektrofotometri. Semakin tinggi serapan, kadar klorofil makin tinggi. Sebanyak 2 gram larutan ekstrak ditambah dengan aseton 80% lalu dihomogenisasi. Saring filtrat dengan kertas Whatman 42 ke dalam labu takar 100 ml. Residu pun diekstrak kembali dengan aseton 80% kemudian filtratnya dimasukan ke dalam labu takar. Jadikan volume labu menjadi 100 ml dengan aseton 80%.

Sebanyak 5 ml larutan sampel dimasukan ke dalam labu takar 50 ml. Tambahkan aseton 80% hingga volume tepat 50 ml. Ukur pada panjang gelombang 663nm dan 645 nm.


(39)

Klorofil-a = (12,7 A663-2,69 A645) x 1000 ml x 1

ml aseton berat sampel Klorofil-b = (22,9 A645-4,68 A633) x 1000 ml x 1

ml aseton berat sampel

Klorofil total dihitung dengan cara menjumlahkan kadar klorofil-a dan klorofil b.

vii). Vitamin C Iodimetri (Apriyantonoet al, 1989)

Sebanyak 1 gram bubuk daun hantap ditimbang kemudian ditambahkan 2 gram asam oksalat. Asam oksalat berfungsi melindungi vitamin C pada daun. Kemudian ditambah aquades hingga volume 100 ml aduk selama 10 menit lalu saring dengan kertas Whatman 42. Kemudian titrasi dengan larutan Dye (iodium). Kurva standar vitamin C dibuat dengan konsentrasi 0, 0,27, 0,54, 0, 81, 1,08, 135 mg vitamin C. Kadar vitamin C dihitung dengan persamaan berikut:

mg vitamin C/100 gram) = (ml titrasi-a) x FP x 100

b BS

Keterangan

a = slope/gradient kurva standar vitamin C b = intersept kurva standar vitamin C FP = faktor pengenceran

BS = berat sampel

2. Cara pembuatan ekstrak daun hantap

Pembuatan ekstrak daun hantap pada penelitian awal ini menggunakan empat perbandingan ekstraksi yaitu 1:5, 1:10, 1:15 dan 1:20. Penentuan perbandingan tersebut berdasarkan pada konsentrasi yang digunakan dalam ekstrasi secara umum berkisar antara 1:5 sampai 1:20 (Yulianti, 2008). Cara pembuatan dibedakan dengan cara blender dan remas. Daun akan diblender selama 1 menit hingga homogen kemudian diekstrak dengan cara disaring dan diletakkan pada gelas. Waktu satu menit berdasarkan trial and error. Sedangkan untuk metode remas campuran daun diremas dengan daya remas sedang sebanyak 70 kali remas dan diekstrak hingga ampas terlihat berwarna putih. Semua ekstrak diuji coba organoleptik untuk memilih ekstrak terbaik. Prosedur pembuatan ekstrak daun hantap dapat dilihat pada gambar dibawah ini:


(40)

3. Penentuan ekstrak terpilih

Ekstrak daun hantap secara blender dan remas kemudian dinilai dengan uji organoleptik dengan fokus utama kesukaan panelis terhadap ekstrak. Panelis yang digunakan adalah panelis terbatas berjumlah 10 orang.

Penelitian utama

Penelitian utama meliputi formulasi ekstrak terpilih, daya terima, sifat fisik-kimia minuman, analisis proximat (kadar abu dan kadar air), aktivitas antioksidan dan kandungan seratnya.

a. Formulasi ekstrak terpilih

Penelitian utama meliputi formulasi ekstrak terpilih. Formulasi ekstrak terbaik diberi penambahan gula dan essens melon. Formula terbaik selanjutnya akan dianalisis.

Gula A1:10%

A2:15%

Sitrat Pasta

B1:0.1% C:1%

B2:0.3%

B3:0.5%

Uji Organoleptik (modus kesukaan)

Ekstrak blender Ekstrak remas

Ekstrak blender terbaik Ekstrak remas terbaik

Gambar 9. Prosedur penentuan ekstrak terpilih melalui uji organoleptik Gambar 8. Prosedur pembuatan ekstrak daun hantap

Daun hantap segar

Dicuci

Ekstrak blender

Remas

Ekstrak remas Dipotong

Blender


(41)

A3:20%

A4:25%

b. Daya terima (Uji organoleptik)

Uji organoleptik merupakan uji dengan menggunakan indera manusia. Manusia yang melakukan uji disebut sebagai panelis. Uji ini terdiri dari dua cara, yaitu penerimaan dan scalar (pembedaan) yaitu mutu hedonik dan uji kesukaan. Panelis terlatih sebanyak 8 orang diminta untuk memberikan penilaian terhadap produk berdasarkan skala hedonik 1 sampai 9. Tingkat penilaian meliputi: (1) amat sangat tidak suka, (2) sangat tidak suka, (3) tidak suka, (4) agak tidak suka, (5) biasa, dan (6) suka, (7) agak suka, (8) sangat suka dan (9) amat sangat suka. Panelis juga memberikan penilaian terhadap pembedaan produk dengan skala 1 sampai 9 pula. Pembedaan meliputi warna, aroma, rasa, dan kekentalan. Pengujian dilakukan dengan kuesioner

c. Sifat fisik-kimia

i). Sifat fisik yang dianalisis adalah viskositas (Apriyantonoet al, 1989) Viskositas dapat diukur dengan alat Viskometer Rion. Alat dalam keadaan operasi. Masukan 60 gram sample ditambah air panas 300 ml dalam gelas viscometer. Masukkan gelas ke dalam alat. Rotor pengukur dikaitkan dengan lubang yang menghubungkan rotor dengan alat. Lalu masukkan ke dalam gelas viscometer untuk mengukur sample. Nyalakan alat, jarum akan menunjukkan angka viskositas dalam satuan poise

ii). Uji kimia yang dilakukan adalah nilai pH dan total padatan terlarut

a). Nilai pH (Apriyantonoet al, 1989)

Setiap formula diukir nilai pHnya. Pengukuran nilai pH sampel menggunakan alat pH meter Orion Benchtop model 410A. Sebelum pengukuran, pH meter ditandarisasi menggunakan buffer standar pH 4 dan pH 7. Kemudian elektroda dibilas dengan akuades dan dikeringkan dengan tisu. Elektroda dicelupkan pada larutan sampel dan dibiarkan beberapa saat sampai diperoleh pembacaan yang stabil lalu nilai pH sampel dicatat


(42)

b). Total Padatan Terlarut (Apriyantonoet al, 1989)

Pengukuran total padatan terlarut sampel dilakukan dengan menggunakanhand refraktometerAtago N-1E (Briz 0-32%). Sebanyak dua tetes sampel diteteskan pada refraktometer. Total padatan terlarut dinyakan dalamoBrix

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Unit percobaan yang diamati adalah daun dan ekstrak hantap. Untuk daun, perlakuan yang diberikan pada unit percobaan adalah perbedaan konsentrasi analisis antioksidan dan total fenol yaitu masing-masing 50, 100, 150, dan 200 µL.

Model Matematikanya: Yij = μ+Ai+ij Keterangan:

Yij = nilai pengamatan respon karena pengaruh taraf ke-i ulangan antioksidan pada ulangan ke-j

i = banyaknya taraf ulangan analisis (i=1,2,3,4) j = banyaknya ulangan (j= 1, 2)

μ = Nilai rata-rata pengamatan

Ai = Pengaruh ulangan antioksidan pada taraf ke-i

ij = Pengaruh galat percobaan taraf ulangan ekstraksi pada ulangan ke-j

Untuk ekstrak perlakuannya yaitu adalah cara ekstraksi. Cara ekstrasi terdiri dari Blender dan Remas.

Model Matematikanya: Yij = μ+Ai+ij Keterangan:

Yij = nilai pengamatan respon karena pengaruh taraf ke-i ulangan ekstrasi pada ulangan ke-j

i = banyaknya taraf ulangan ekstrasi (i=1x, 2x, 3x) j = banyaknya ulangan (j= 1, 2)

μ = Nilai rata-rata pengamatan

Ai = Pengaruh ulangan ekstrasi pada taraf ke-i

ij = Pengaruh galat percobaan taraf ulangan ekstraksi pada ulangan ke-j


(43)

Pengolahan Data

Analisis hubungan aktivitas antioksidan dan total fenol daun hantap dianalisis dengan regresi linear dan korelasi sedangkan pengolahan data karakteristik minuman dilakukan dengan program Microsoft excel dan statistik uji T-Test denganMicrosoft excel2007for Windows.


(44)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Proksimat, Serat Makanan dan Aktivitas Antioksidan Daun Hantap Analisis Proksimat

Analisis yang dilakukan pada daun hanya kadar air dan kadar abu basis basah (segar) dan basis kering (freeze drying/bk). Hal ini dilakukan agar dapat menkonversi nilai aktivitas antioksidan atau total fenol dari sampel kering ke sampel segar. Selain kadar air dan kadar abu, kadar serat pangan baik serat larut maupun serat tidak larut juga dianalisis karena daun hantap diduga mengandung serat yang baik karena tanaman hantap satu genus dengan

Sterculia urensyang batangnya dijadikan sumber gum (gum karaya) di India. Kadar air menunjukkan kandungan air yang tersedia pada daun. Menurut Nielsen (1998) pada bahan pangan, ada 3 bentuk air berdasarkan ikatannya, yaitu air bebas, air terserap dan air yang terikat secara kimia. Air yang diuapkan pada analisis kadar air metode oven biasa ini adalah air bebas dan air yang terserap secara fisik. Air bebas adalah air yang menempel pada daun sedangkan air yang terserap secara fisik adalah air yang hanya terikat pada matriks daun dan dapat dengan mudah keluar dengan perlakuan fisik seperti peremasan dan pemanasan. Kadar air akan menentukan keawetan suatu bahan pangan. Bahan pangan yang tinggi kadar air maka akan lebih mudah rusak. Daun hantap seperti sayur-sayuran memiliki kadar air yang tinggi dan termasuk mudah rusak. Kadar air pada daun hantap hanya sekitar 71,08% basis basah dan 18,47% basis kering. Nilai kadar air basis kering termasuk besar karena biasanya untukfreeze drying berkisar antara 5-10%. Hal ini diduga karena adanya komponen air yang terikat secara kimia dengan komponen daun yang lain seperti gum daun. Hal ini juga didukung dengan besarnya komponen serat daun. Nilai kadar air daun dapat dlihat pada tabel berikut:

Tabel 1 Hasil analisis proksimat daun hantap

Analisis Proksimat % basis basah (bb) % basis kering (bk)

Kadar Air 71,08 18,47

Kadar Abu 4,33 9,9

Kadar Serat Pangan

-*

- larut 4,5

- tidak larut 15,67

*tidak dianalisis


(45)

Kadar abu menggambarkan zat yang tersisa setelah pengabuan (Nielsen, 1998). Zat ini biasanya berupa zat yang memiliki daya lebur tinggi sehingga tidak lebur/menguap pada suhu tanur (5500C) seperti mineral. Kadar abu pada daun

hantap termasuk tinggi karena mencapai 4,33% berat basah dan 9,9% berat kering. Diduga mineral yang ada pada daun adalah magnesium (Mg) karena Mg merupakan pusat koordinat dari klorofil (Gross, 1991). Selain itu, diduga juga adanya mineral Fe, K, dan Zn berdasarkan kemiripan penggunaannya dengan daun torbangun yaitu dikonsumsi setelah melahirkan. Menurut survei Trihendarini (2010) diketahui bahwa presentase pemanfaatan daun hantap 27,5% untuk sariawan dan melancarkan persalinan. Menurut Damanik (2005) daun Torbangun (Colues amboinicus Lour) adalah salah satu jenis tanaman yang umum dikonsumsi oleh ibu yang baru melahirkan di daerah Sumatera Utara, khususnya oleh suku batak. Daun ini memiliki kandungan zat gizi tinggi, terutama zat besi dan karoten juga mineral seperti zat besi, kalium, seng dan magnesium. Mineral pada daun torbangun juga dapat mengurangi gejala premenstruasi sindrom (PMS) remaja putri (Alfitra, 2009).

Serat Makanan

Kadar serat pangan total adalah 20,17% yang merupakan hasil penjumlahan kadar serat larut sebesar 4,5% dan kadar serat tidak larut sebesar 15,67%. Serat makanan larut tahan terhadap hidrolisis enzim pencernaan dan akan membentuk larutan kental yang akan difermentasi oleh mikroflora di usus besar. Serat makanan larut ini sebagian besar terdiri atas β-glukan, pektins and berbagai macam sumber gum. Serat makanan tidak larut akan melewati saluran pencernaan tanpa modifikasi dan berfungsi memperlancar pengeluaran feses. Oleh karena itu, diduga serat daun hantap juga dapat berfungsi sebagai prebiotik. Apalagi, sayur dan buah mengandung 1% pektin (Truswell, 1995). Jika konsumsi 5 porsi buah/sayur per hari maka diperkirakan telah konsumsi 5 gram pektin per hari sedangkan pektin dapat difermentasi oleh mikroflora usus.

American Dietetic Association (ADA) menyarankan kebutuhan serat minimum 20-25 gr/hari dan tergantung dengan kalori yang dibutuhkan (Kumalaningsih & Prayogi, 2006). Oleh karena itu, kadar serat pada daun hantap yang sekitar 20% dapat dinyatakan sebagai sumber serat. Kadar serat yang tinggi ini dikarenakan bahan penelitian merupakan daun. Serat makanan dikenal dapat membantu memperlancar buang air besar (BAB) dan menurunkan resiko arteroskleriosis.


(46)

Aktivitas Antioksidan

Analisis aktivitas antioksidan (AA) pada penelitian ini dilakukan pada bagian daun dengan metode DPPH dan pelarut metanol. Daun dipilih untuk dianalisis karena bagian daunlah yang digunakan masyarakat untuk diekstrak dan diminum. Daun merupakan bagian yang paling banyak digunakan untuk penelitian aktivitas antioksidan (Chanda dan Dave, 2009). Metode DPPH dipilih karena mudah, murah dan mudah diproduksi (reproduceable). Pelarut yang digunakan untuk analisis aktivitas antioksidan pada prinsipnya adalah yang bersifat polar seperti aseton, dietil eter, dan metanol. Pada penelitian ini dipilih metanol karena polaritasnya lebih baik dan teruji efektif dalam mengekstrak polifenol (Geethaaet al, 2009). Selain itu menurut Larson (1988) senyawa fenolik yang berfungsi sebagai antioksidan primer adalah bersifat polar. Hasil analisis aktivitas antioksidan daun hantap dapat dilihat pada tabel 2 berikut:

Tabel 2. Aktivitas antioksidan daun hantap (basis basah/bb)

Sampel (gram) Filtrat (µL) AA (%) AEAC (mg Vitamin C/100 g)

0,564 60 47,66 121,91

0,564 80 42,75 145,37

Rata-rata 133,64

Tabel 3. Aktivitas antioksidan daun hantap (basis kering/bk)

Sampel (gram) Filtrat (µL) AA (%)

2,0059

20 6,47

40 12,05

60 13,62

80 19,30

100 23,94

AEAC (mg/100 gram) Hantap 25,39

Vitex negundo* 23,21

IC 50 (µL) Hantap 242,42

Vitex negundo* 51,84 Vitamin C (standar) 11,38 *Kumar (2010)


(47)

Grafik 1. Aktivitas antioksidan Vitex negundo(Kumaret al,2010) dan daun hantap

Daun vitex negundo dipilih untuk dibandingkan karena dianalisis dengan metode dan pelarut yang sama. Berdasarkan nilai IC50 (inhibition concentration to 50%), yaitu nilai konsentrasi ekstrak yang dapat menurunkan atau menghambat setengah dari radikal bebas, diperlukan 242,42 µL ekstrak daun hantap sedangkan ekstrakvitex negundodiperlukan hanya 51,48 µL dan standar vitamin C hanya sebesar 11,3 µL. Tetapi nilai ekivalen terhadap vitamin C lebih besar dikandung oleh daun hantap yaitu 25,39 AEAC dibandingkan denganVitex negundo yang hanya 23,21 AEAC. Tetapi, pada Tabel 2 dan Tabel 3 terlihat perbedaan nilai AEAC daun hantap segar dan daun hantap kering (freeze drying)

dimana nilai AEAC daun hantap segar hampir 6 kali lebih besar daripada daun hantap kering. Hal ini diduga disebabkan oleh perbedaan lokasi daun hantap yang digunakan untuk pengeringan. Perbedaan lokasi, pupuk, iklim pada suatu tanaman dapat mempengaruhi kandungan kimia tanaman (Widha, 2010).

Nilai aktivitas antioksidan daun hantap disebabkan oleh zat fitokimianya. Berdasarkan hasil analisis fitokimia secara kualitatif daun hantap mengandung alkaloid, saponin, tanin, flavonoid, triterpenoid, steroid, dan glikosida sedangkan fenolik tidak ditemukan. Diduga fenolik sangat kecil sehingga tidak terlihat pada

screening fitokimia ini karena polifenol, terutama golongan flavonoid, terdapat hampir pada semua tanaman sehingga diduga zat fitokimia inilah yang paling besar menunjukkan aktivitas antioksidan. Bahkan, aktivitas antioksidan berkorelasi positif dengan total fenol (Chanda et al 2010). Selain itu, tanaman

Vitex negundo Hantap


(48)

berdaun hijau juga mengandung vitamin C yang menyumbang aktivitas antioksidan pula.

Berikut pada tabel 4 disajikan hasil screening fitokimia secara kualitatif dan pada Grafik 2 disajikan hubungan total fenol dan aktivitas antioksidan.

Tabel 4 Kandungan zat fitokimia daun hantap (bk)

Zat fitokimia Hasil analisis Keterangan

Alkaloid + Positif lemah

Saponin + Positif lemah

Tanin +++ Positif kuat

Fenolik - Negatif

Flavonoid + Positif lemah

Triterpenoid + Positif lemah

Steroid +++ Positif kuat

Glikosida ++ Positif

Grafik 2. Aktivitas antioksidan dan total fenol daun hantap

Berdasarkan grafik diatas, terlihat bahwa adanya hubungan linear antara aktivitas antioksidan dengan total fenol. Semakin besar kandungan total fenol maka akan semakin besar pula aktivitas antioksidan suatu bahan pangan. Pada sebagian besar daun yang mengandung khasiat obat, aktivitas antioksidannya disebabkan oleh senyawa polifenol (Yildirim et al, 2001; Gupta et al, 2004; Chanda et al, 2010; Lin et al, 2010). Berdasarkan Grafik 2, nilai korelasi antara aktivitas antioksidan dan total fenol adalah 0.9914. Artinya, sekitar 99% aktivitas


(49)

antioksidan daun hantap disebabkan oleh total phenolnya. Penelitian Kumar et al (2008), Sandrasari (2008) menunjukkan bahwa total fenol menyumbang lebih dari 85% aktivitas antioksidan. Juga sejalan dengan penelitian Chanda et al

(2010) bahwa aktivitas antioksidan berkorelasi positif terhadap total fenolnya Menurut Mamphiswana et al (2010) senyawa polifenol menyumbang lebih dari 90% aktivitas antioksidan. Menurut Kumar et al (2008) selain total fenol, total flavonoid juga menyumbang 84% aktivitas antioksidan. Nilai total fenol daun hantap termasuk tinggi sedangkan vitamin C nya jika dibandingkan AKG vitamin C lelaki dan wanita dewasa dapat mencukupi sekitar 21-25% kebutuhan vitamin C dalam sehari. Nilai total fenol dan vitamin C selengkapnya disajikan pada Tabel 5 dibawah ini.

Tabel 5 Kandungan total fenol dan vitamin C daun hantap

Uji Satuan Hasil

bk bb

Total fenol mg GAE /100 gram 919,47±70,01 326,16±24,83

Vitamin C mg/100 gram 54,76±9,9 19,43±3,52

Selain fitokimia dan vitamin C tanaman, klorofil dan turunannya juga berfungsi sebagai antioksidan (Endo et al 1985). Klorofil dan turunannya juga memiliki fungsi antimutagenik, antikarsiogenik, menurunkan serum kolesterol, menurunkan trigleserida, dan menurunkan sembelit (Lanfer-Marquez, 2005). Ekstrak klorofil juga dapat meningkatkan respon imun dan sebagai anti arteroskleriosis (Kusharto et al 2008). Kandungan klorofil dan ekstrak daun hantap dengan dua cara ekstraksi remas dan blender dapat dilihat pada gambar 10 berikut:


(50)

Gambar 10. Kadar klorofil daun dan ekstrak daun

Kandungan klorofil metode blender lebih besar daripada metode remas. Hal ini disebabkan pada blender hancuran daun lebih luas sehingga lebih banyak klorofil yang terekstrak. Pada tabel dapat dilihat bahwa ekstraksi metode blender dengan perbandingan 1:5 mendekati kadar klorofil daun. Kadar ini menurun sebanding dengan meningkatnya perbandingan antara daun dan air. Berbeda dengan metode remas, kandungan klorofil lebih besar pada perbandingan 1:20 dan menurun hingga perbandingan 1:10 dan membesar pada perbandingan 1:5. Hal ini dapat disebabkan ketidakkonsistenan dalam meremas daun karena cukup sulit menjaga daya remas agar setara pada setiap ekstraksi. Ini merupakan salah satu kekurangan metode remas.

Kadar klorofil daun hantap yaitu 5245,81 ug/gram lebih besar dari pada daun singkong (3967,5 ug/gram) sedangkan daun singkong mengandung klorofil tertinggi pada penelitian Alsuhendra (2004) terhadap 10 sayuran dan 2 rumput laut Indonesia. Alsuhendra (2004) menggunakan klorofil daun singkong untuk diturunkan dengan mengganti ion Mg2+ menjadi Zn2+ sehingga turunannya disebut Zn-klorofil. Zn-klorofil terbukti mampu mencegah arteriskleriosis yaitu timbulnya plak pada pembuluh darah yang dapat menyebabkan penyakit jantung koroner. Oleh karena penelitian ini menggunakan metode yang sama dengan Alsuhendra (2004) maka kadar klorofil daun hantap lebih besar dari semua sampel yang telah dianalisis dan layak pula dijadikan turunan klorofil.

Blender Remas

Daun


(1)

y = 4.2245x + 1.8925 R2 = 0.9977

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0 5 10 15 20 25

S eries 1 L inear (S eries 1)

Lampiran 14 Aktivitas Antioksidan Standar vitamin C, Daun dan Formula Minuman Fungsional Daun Hantap (lanjutan)

Grafik dan Persamaan Linear Kurva Standar Vitamin C Antioksidan Daun Hantap (basis basah)

Berat daun (gram) Konsentrasi (uL) Absorbansi Aktivitas Antioksidan AEAC (mg/l) AEAC (ug/100 gr bahan)

AEAC (mg/100 gr bahan)

0.564 80 0.437 47.66 11.00 121912.7 121.91


(2)

Lampiran 14 Aktivitas Antioksidan Standar vitamin C, Daun dan Formula Minuman Fungsional Daun Hantap (lanjutan) Antioksidan Daun Hantap (basis kering/freeze drying)

Kode Sampel (gram) Filtrat (uL) Vol (ml) FP Abs % % AEAC

(mg/100 gram) A1

2.0059

20 10000 500 0.781 6.46 6.46 27.00

B1 40 10000 250 0.734 12.05 11.89 29.51

B2 40 10000 250 0.737 11.73

C1 60 10000 166.6 0.726 13.04 13.32 22.49

C2 60 10000 166.6 0.721 13.61

D1 80 10000 125 0.708 15.23 17.26 22.68

D2 80 10000 125 0.674 19.30

E1 100 10000 100 0.635 23.94 23.31 25.28

E2 100 10000 100 0.646 22.69


(3)

Lampiran 14 Aktivitas Antioksidan Standar vitamin C, Daun dan Formula Minuman Fungsional Daun Hantap (lanjutan) Aktivitas Antioksidan Formula Minuman Fungsional Daun Hantap

perlakuan Kode massa absorbansi AA AEAC (mg/L)

AEAC (ug/100 gr bahan)

AEAC (mg/100 gr bahan)

Rata-rata

Blender B1 3.0002 0.511 38.69 8.87 2959.10 2.95 3.17

B2 3.0133 0.463 44.44 10.23 3397.97 3.39

Remas R1 3.0008 0.410 50.87 11.76 3919.57 3.91 4.45


(4)

Lampiran 15 Kurva standar galic acid untuk analisis total fenol

[GAE mg/L] Abs 1 Abs 2 Abs 3 50 0.173 0.220 0.220 100 0.382 0.432 0.390 150 0.622 0.670 0.615 200 0.824 0.994 0.842 250 1.087 1.185 1.108 300 1.308 1.398 1.358


(5)

Lampiran 16 Hubungan Total Fenol dan Aktivitas Antioksidan Daun Hantap

Filtrat (uL) Abs [sampel] mg/L Abs % AA Bb (mg/ 100 gr)

Bk (mg/ 100 gr)

Correlation

50 0.314 95.00 0.794 4.913 947.21 336.00 0.99147152

0.99147152

100 0.740 201.50 0.725 13.124 1004.54 356.34

150 0.957 255.75 0.704 15.675 849.99 301.52

200 1.340 351.50 0.638 23.645 876.17 310.80


(6)

Lampiran 17 Kurva Standar Vitamin C dan Kandungan Vitamin C Daun Hantap

Ulangan Sampel (gram) As. oksalat ml Iod FP a b mg C/100 gram mg C/100 gram

Bb bk

1 1.0258 2.0268 12.2 1 23.12 0.876 47.74 16.94

2 1.0238 2.0226 15.5 1 23.12 0.876 61.78 21.92

Rata-rata 54.76 19.43

Stdev 9.92 3.52

Kurva standar Konsentrasi

vit C (mg)

mL titrasi

0 0

0.27 8.2

0.54 13.9

0.81 19.6

1.08 24.3