Pengaruh Pemberian Infusa Biji Adas (Foeniculum vulgare Mill.) terhadap Perkembangan Folikel Ovarium Tikus Putih (Rattus norvegicus) Produktif dan Premenopause

PENGARUH PEMBERIAN INFUSA BIJI ADAS
(Foeniculum vulgare Mill.) TERHADAP PERKEMBANGAN
FOLIKEL OVARIUM TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)
PRODUKTIF DAN PREMENOPAUSE

YENI KAZIA BEKALANI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Pemberian
Infusa Biji Adas (Foeniculum vulgare Mill.) terhadap Perkembangan Folikel
Ovarium Tikus Putih (Rattus norvegicus) Produktif dan Premenopause adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Yeni Kazia Bekalani
NIM B04090209

ABSTRAK
YENI KAZIA BEKALANI. Pengaruh Pemberian Infusa Biji Adas (Foeniculum
vulgare Mill.) terhadap Perkembangan Folikel Ovarium Tikus Putih (Rattus
norvegicus) Produktif dan Premenopause. Dibimbing oleh EVA HARLINA dan
HERA MAHESHWARI.
Biji adas (Foeniculum vulgare Mill.) diketahui mengandung fitoesrogen,
yang mempunyai efek kerja seperti hormon estrogen. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh pemberian infusa adas (Foeniculum vulgare Mill.)
pada berbagai dosis terhadap perkembangan folikel ovarium tikus putih (Rattus
norvegicus) produktif dan premenopause. Sebanyak 50 puluh ekor tikus yang
terdiri atas 25 ekor tikus produktif dan 25 ekor tikus premenopause, masingmasing dibagi menjadi 5 kelompok yaitu kelompok kontrol negatif (KN) yang
diberi aquades 1 ml, kelompok kontrol positif (KP) yang diberi etinil estradiol
9x10-3 mg/200 g BB, kelompok dosis I (D1) yang diberi infusa adas dengan dosis
36.5 mg/100 g BB, kelompok dosis 2 (D2) yang diberi infusa adas dengan dosis

73 mg/100 g BB, dan kelompok dosis 3 (D3) yang diberi infusa adas dengan dosis
146 mg/100 g BB. Pemberian infusa adas dilakukan dengan cara pencekokan
selama 16 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian infusa adas dosis
36.5 mg/100 g BB, 73 mg/100 g BB, dan 146 mg/100 g BB selama 16 hari tidak
berpengaruh terhadap tingkat perkembangan folikel ovarium tikus putih (Rattus
norvegicus).
Kata kunci: adas, fitoestrogen, premenopause

ABSTRACT
YENI KAZIA BEKALANI. The Effect of Fennel (Foeniculum Vulgare Mill.)
Infusion Treatment to Development of Ovarian Follicles of Productive anod
Premenopausal White Rats (Rattus Norvegicus). Supervised by EVA HARLINA
and HERA MAHESHWARI.
Fennel (Foeniculum vulgare Mill.) knows contain phytoestrogens, the
chemical substances that have effect as well as estrogen hormones. This research
aimed to determine the effect of fennel infusion treatment on various doses to
development of ovarian follicles of productive and premenopausal white rats
(Rattus norvegicus). Twenty five productive rats and 25 premenopausal rats each
were divided into 5 groups, i.e. negative control group (KN) which were treated
by 1 ml of aquades, positive control group (KP) which were treated by etinil

estradiol 9x10-3 mg/200 g of body weight (BW), Doses 1 group (D1) was treated
by 36.5 mg/100 g of BW fennel infusion, Doses 2 group (D2) was treated by 75
mg/100 g of BW fennel infusion and Doses 3 (D3) were treated by 146 mg/100 g
of BW fennel infusion. The infusion fennel treatment was done by force feeding
method for 16 days. The results showed that the treatment of fennel infusion for
all groups for 16 days had no effect on the development of ovarian follicles.
Keywords: fennel, fitoestrogen, premenopause

PENGARUH PEMBERIAN INFUSA BIJI ADAS
(Foeniculum vulgare Mill.) TERHADAP PERKEMBANGAN
FOLIKEL OVARIUM TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)
PRODUKTIF DAN PREMENOPAUSE

YENI KAZIA BEKALANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

Judul Sklipsi : Pengaruh Pemberian Infusa Biji Adas (Foeniculum vulgare Mill.)
terhadap Perkembangan Folikel Ovarium Tikus Putih (Rattus
norvegicus) Produktif dan Premenopause
Nama
: Yeni Kazia Bekalani
: B04090209
NIM

Disetujui oleh

Dr drh Eva Harlina, MSi, APVet
Pembimbing I

Tanggal Lulus:


25 SEP LG \l

Dr drh Hera Maheshwari, MSc
Pembimbing II

Judul Skripsi : Pengaruh Pemberian Infusa Biji Adas (Foeniculum vulgare Mill.)
terhadap Perkembangan Folikel Ovarium Tikus Putih (Rattus
norvegicus) Produktif dan Premenopause
Nama
: Yeni Kazia Bekalani
NIM
: B04090209

Disetujui oleh

Dr drh Eva Harlina, MSi, APVet
Pembimbing I

Dr drh Hera Maheshwari, MSc
Pembimbing II


Diketahui oleh

Drh Agus Setiyono, MS. Ph.D. APVet
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas
kasih dan anugerah-Nya yang luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan menyusun hasilnya dalam bentuk skripsi. Skripsi ini berjudul
Pengaruh Pemberian Infusa Biji Adas (Foeniculum vulgare Mill.) terhadap
Perkembangan Folikel Ovarium Tikus Putih (Rattus norvegicus) Produktif dan
Premenopause.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang turut
membantu hingga skripsi ini berhasil diselesaikan dengan baik. Terimakasih
penulis sampaikan kepada:
1. Ibu Dr drh Eva Harlina, MSi, APVet dan Ibu Dr drh Hera Maheshwari, M.Sc
selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan

koreksi yang sangat berguna bagi penulis selama penelitian dan penyusunan
skripsi.
2. Ibu Rini Madyastuti, Apt. MSi selaku dosen pembimbing akademik yang selalu
memberikan dukungan dan masukan yang membangun dari semester 3 hingga
semester 8.
3. Staf laboratorium Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan
Patologi FKH IPB atas bantuan yang telah diberikan selama penelitian.
4. Ayahanda Yusuf Bekalani dan ibunda Maria Nodil, beserta bang Jams Imanuel
Bekalani dan bang Abraham Ihsak Bekalani atas kasih sayang, perhatian dan
motivasi yang diberikan.
5. Teman-teman sepenelitian: kak Anita, Novri, Adib, dan kak Matto atas
kerjasama yang baik selama penelitian.
6. Sahabat-sahabatku: kak Ruly, Lisa, Dewi, Sarah, Lantri, Desi, kak Mita dan
semua yang ada di kos novia yang telah banyak membantu dan memberikan
perhatian dan semangat kepada penulis.
7. Komisi Pelayanan Siswa IPB dan semua teman seperjuangan Geochelone
(FKH angkatan 46) dan yang telah memberi warna dalam hari-hari penulis.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini,
namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak
yang membutuhkan. Kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan penulis

agar kedepannya karya penulis bisa lebih baik.
.

Bogor, September 2013
Yeni Kazia Bekalani

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Adas (Foeniculum vulgare Mill.)
Fitoestrogen
Ovarium
Estrogen

Tikus Putih (Rattus sp.)
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan dan Alat
Metode Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vii
viii
viii
viii
1
1
2

2
2
2
3
4
5
6
6
6
6
7
9
15
15
15
15
17
27

DAFTAR TABEL

1 Konsentrasi hormon serum rata-rata pada wanita premenopause dan
pascamenopause
2 Rata-rata persentase folikel primordial, primer, sekunder, tersier, de
Graaf, korpus luteum, dan folikel atresia dari ovarium tikus produktif
dan premenopause

6

11

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

Tanaman dan biji buah adas (Foeniculum vulgare Mill.)
Ovarium tikus produktif, dosis 2
Ovarium tikus produktif, dosis 2, folikel primordial dan folikel primer
Ovarium tikus premenopause, kontrol negatif. Folikel sekunder
Ovarium tikus produktif, dosis 3. Folikel tersier
Ovarium tikus produktif, dosis 2. Folikel de Graaf

2
9
9
10
10
10

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil analisis ragam (ANOVA)
2 Determinasi tanaman adas (Foeniculum vulgare Mill.)
3 Uji fitokimia tanaman adas (Foeniculum vulgare Mill.)

17
25
26

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Menopause adalah fase setelah siklus menstruasi berakhir dan
premenopause adalah fase sebelum menopause. Premenopause terjadi ketika lama
siklus menstruasi memendek. Hal ini disebabkan oleh pemendekan siklus fase
folikuler. Fase luteal tidak terpengaruh oleh umur. Karena pematangan folikel
pada periode premenopause tidak beraturan, sehingga ovulasi dapat terjadi dapat
juga tidak, dan sekresi hormon oleh folikel pada fase premenopause berkurang
(Benson and Martin 2008).
Kata menopause berasal dari bahasa Yunani, yakni mensis (bulan), dan
poresis (berhenti) yang berarti berhentinya siklus menstruasi. Menopause
dianggap telah menetap setelah amenore (hilangnya menstruasi) yang berlangsung
selama satu tahun (Sloane 2003). Menopause terjadi ketika ovarium menua dan
tidak lagi berespon terhadap signal gonadotropin untuk mensintesis dan
mensekresi estrogen sehingga kadar estrogen menjadi rendah (Corwin 2009). Hal
ini dikarenakan hilangnya folikel sejalan pertambahan usia karena atresia dan
ovulasi bulanan. Kehilangan folikel mengakibatkan berkurangnya sekresi estrogen
dan progesteron. Penurunan kadar estrogen dan progesteron menganggu poros
hormon dari hipotalamus-hipofisis-ovarium dan mekanisme umpan balik negatif.
Siklus terhenti walaupun sejumlah kecil hormon ovarium masih disekresi oleh
kelenjar adrenal (Sloane 2003). Rendahnya kadar estrogen tersebut berpengaruh
buruk terhadap wanita karena menyebabkan penurunan densitas tulang,
peningkatan risiko penyakit kardiovaskular, mengeringnya kulit dan mukosa
vagina, serta hot flashes atau sensasi rasa panas dalam tubuh, berkeringat, detak
jantung cepat yang diikuti dengan kemerahan pada kulit (Corwin 2009).
Untuk mengatasi akibat buruk yang ditimbulkan pada saat menopause,
maka banyak wanita yang memilih untuk melakukan terapi hormon estrogen.
Terapi hormon tersebut dikenal dengan hormon replacement therapy (HRT).
Menurut Corwin (2009), terapi estrogen maupun kombinasinya dengan
progesteron dapat meningkatkan resiko kanker payudara, penyakit kardiovaskular,
dan stroke pada wanita pascamenopause. Hal tersebut juga didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh Nurses’ Health Study dimana wanita yang
menjalani terapi hormon selama lima tahun atau lebih cenderung terkena kanker
payudara (30-70%) dibanding mereka yang tidak melakukan terapi (Astawan
2009). Menurut Purwoastuti (2008), terapi estrogen yang dilakukan pada wanita
yang masih mempunyai uterus (rahim) dapat meningkatkan kemungkinan
terjadinya kanker endometrium.
Banyaknya dampak negatif yang ditimbulkan akibat terapi hormon
membuat para peneliti mulai mencari bahan yang aman bagi tubuh sebagai
pengganti estrogen. Fitoestrogen merupakan zat kimia yang ditemukan pada
tanaman dan mempunyai efek kerja seperti halnya hormon estrogen pada wanita
yang masih subur. Fitoestrogen dapat menunda terjadinya menopause, membuat
jantung lebih sehat, dan menurunkan resiko kanker (Muaris 2004). Kedelai,
flakseed, biji-bijian, padi-padian, leguminosa dan sayuran merupakan sumber
fitoestrogen (Winarsi 2007). Diketahui pula bahwa adas (Foeniculum vulgare
Mill.) mengandung anethol. Anethol merupakan agen estrogen aktif yang terdapat
pada minyak adas esensial. Beberapa penelitian lain telah menyatakan bahwa

2
sebenarnya agen farmakologis aktif merupakan polimer dari anethol, seperti
dianethol dan photoanethol (Albert-puleo 1980 dalam Rather et al. 2012).
Berdasarkan hasil penelitian tentang adanya kandungan fitoestrogen dalam adas,
maka dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efek pemberian adas secara
histopatologi terhadap organ sistem reproduksi yaitu ovarium.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian
infusa adas (Foeniculum vulgare Mill.) pada berbagai dosis terhadap
perkembangan folikel ovarium tikus putih (Rattus norvegicus) produktif dan
premenopause.
Manfaat Penelitian
Diharapkan adas (Foeniculum vulgare Mill.) dapat menjadi sumber
fitoestrogen untuk mengganti kekurangan estrogen pada wanita yang mengalami
menopause.

TINJAUAN PUSTAKA
Adas (Foeniculum vulgare Mill.)
Adas (Foeniculum vulgare Mill.) atau yang disebut juga dengan Anethum
foeniculum Linn, merupakan famili Apiaccae (Umbelliferae). Adas adalah satu
dari sembilan tumbuhan obat yang dianggap berkhasiat di Anglo-Saxon (Anonim
2000). Adas berasal dari Eropa Selatan dan daerah Mediterania yang kemudian
menyebar luas di berbagai negara seperti Cina, Meksiko, India, Itali, dan termasuk
Indonesia. Di Indonesia telah dibudidayakan sebagai tanaman bumbu atau
tanaman obat (Anonim 2008b).

Gambar 1 Tanaman dan biji adas (Foeniculum vulgare Mill.)
Genus Foeniculum mempunyai tiga spesies yaitu F. vulgare (adas), F.
azoricum (adas bunga yang digunakan sebagai sayuran) dan F. dulce (digunakan
sebagai sayuran). F. vulgare mempunyai subspesies yaitu F. vulgare var. dulce
(adas manis) dan F. vulgare var. vulgare (adas pedas). Biji adas berbentuk
lonjong dan berusuk dengan panjang 6-10 mm dan lebar 3-4 mm. Saat masih
muda bijinya berwarna hijau dan setelah tua berubah warna menjadi cokelat agak
hijau atau cokelat agak kuning sampai sepenuhnya cokelat (Rusmin dan Melati
2007). Dikenal 2 jenis adas yang terdapat di Indonesia, yaitu adas (Foeniculum

3
vulgare Mill.) dan adas sowa (Anethum graveolens Linn.). Adas lebih banyak
dibudidayakan di daerah dataran tinggi sedangkan adas sowa lebih banyak
dibudidayakan di daerah dataran rendah dan daunnya digunakan sebagai lalap
(Agusta dan Harapini 1998).
Biji adas yang digunakan pada penelitian ini adalah adas manis (Foeniculum
vulgare subspesies vulgare varietas dulce Mill.). Adas manis mengandung anethol
(50-80%), limonen (5%), fenkon (5%), alpha-pinen (0.5%), estragol (methylchavicol), safrol, camphene, beta-pinen, beta-myrcene dan p-cymen (Rusmin dan
Melati 2007). Kandungan anethol pada adas menyebabkan aroma yang khas dan
berkhasiat karminatif atau mencegah atau mengurangi perut kembung (flatulen)
(Anonim 2008a).
Adas berkhasiat dalam meningkatkan daya tahan tubuh, mengobati flu,
mengatasi ejakulasi dini, dan merangsang ereksi. Adas juga bersifat anestetik,
merangsang keringat (diaforetik), merangsang saraf pusat, dan merangsang
hormon androgen. Adas juga berperan dalam menghambat pengeluaran enzim
aldose-reduktase, fosfodiesterase dan lipoksiginase. Khasiat lain dari adas adalah
dapat memperlambat penuaan, merangsang ovulasi, dan melindungi hati dari
racun (antihepatotoksik) (Kurniawati 2010).
Fitoestrogen
Fitoestrogen adalah senyawa kimia yang terdapat pada tanaman dan
memiliki sifat estrogenik. Makanan yang kaya fitoestrogen adalah tumbuhan dari
famili umbelliferous (fennel, seledri, anise, peterseli), brassica (kubis, bunga kol,
brokoli, dan brussel sprout), kedelai, kacang-kacangan, gandum, apel, dan alfalfa
(Anonim 2004). Fitoestrogen dapat mencegah estrogen tubuh berikatan dengan
reseptornya dan dapat mencegah terbentuknya kanker yang dipicu oleh hormon
estrogen (Anonim 2004). Kanker payudara, endometrial dan kanker indung telur
merupakan kanker yang dirangsang oleh ada tidaknya estrogen (Muaris 2004).
Menurut Jin (2003), fitoestrogen juga mempunyai efek positif terhadap
osteoporosis, penyakit jantung, facial flushing dan simptom postmenopause
lainnya.
Walaupun bekerja pada reseptor estrogen, efek dari fitoestrogen kurang
begitu aktif jika dibandingkan dengan estrogen biasa. Fitoestrogen dapat
menurunkan aktivitas estrogen dengan cara menghambat aktivitas reseptor jika
kadar estrogen sangat tinggi. Sebaliknya, bila kadar estrogen rendah, fitoestrogen
yang terikat pada reseptor dapat memberikan efek seperti estrogen (Anonim
2004).
Murkies et al. (1998) membagi fitoestrogen ke dalam 3 kelompok, yaitu
isoflavon, lignan, dan coumestan. Isoflavon terdapat pada leguminosa dan produk
dari kacang kedelai, lignan terdapat pada biji-bijian serealia, sayuran, buahbuahan, dan sumber alkohol, sedangkan coumestan terdapat pada tauge dan
semanggi. Menurut Wirakusumah (2003), lignan akan diubah menjadi komponen
yang strukturnya mirip dengan estrogen di dalam tubuh oleh aktivitas bakteri di
saluran pencernaan, sedangkan isoflavonoid akan berperan sebagai estrogen
lemah yang berfungsi sebagai antiestrogen yang menghambat sintesis estrogen.

4
Ovarium
Ovarium adalah organ berpasangan yang terletak di kedua sisi rahim, dekat
dengan dinding panggul lateral, berada dibelakang ligamentum besar dan anterior
rektum (Clement 2007). Bentuk dan ukuran ovarium berbeda-beda menurut
spesies dan fase siklus birahinya. Ovarium mempunyai fungsi ganda, yaitu
sebagai organ eksokrin yang menghasilkan ovum dan sebagai organ endokrin
yang mensekresikan hormon estrogen dan progesteron (Toelihere 1979). Secara
histologi, ovarium terdiri atas dua zona, yaitu medulla dan korteks. Di bagian
korteks banyak terdapat folikel dengan berbagai tahapan perkembangan dan juga
terdapat banyak korpus luteum, sel interstisial, serta elemen-elemen stromal
(Banks 1993). Bentuk dan struktur ovarium hewan berbeda pada setiap tingkat
pubertasnya. Ovarium prepubertas berwarna cokelat, memanjang, pipih dan
terletak di atas panggul. Kadang-kadang berlobulasi dengan tepi irreguler.
Ovarium dewasa (pubertas) memiliki permukaan yang berwarna pink-putih
(Clement 2007).
Folikel primordial terdiri dari oosit primer yang diselubungi oleh lapisan
tunggal sel-sel folikuler berbentuk pipih (Sloane 2003). Pada folikel primer, oosit
tumbuh menjadi lebih besar dan sel folikuler kehilangan konfigurasi epitel
skuamosanya sehingga membentuk sel kuboid. Folikel yang sedang tumbuh
dengan antrum di dalamnya disebut folikel sekunder (Fawcett 2002). Awalnya
antrum tersebut membentuk ruang-ruang kemudian menyatu membentuk ruang
seperti bulan sabit. Sel-sel folikuler dari folikel ini terus berkembang menjadi
beberapa lapis seluler. Folikel tersier dikelilingi oleh dua lapis jaringan ikat, teka
interna dan teka eksterna. Teka interna adalah lapis bagian dalam sedangkan teka
eksterna adalah lapis bagian luar yang berangsur-angsur akan bersatu dengan
stroma ovarium. Antrum folikuler akan terus bertambah besar seiring dengan
perkembangan folikel tersier sampai menjelang ovulasi. Pada saat ini folikel
tersier disebut folikel de Graaf (Djuwita et al. 2009).
Setelah menopause, indung telur biasanya menyusut kira-kira setengah
ukuran awal dari masa reproduksi. Kebanyakan ovarium pada pascamenopause
menyusut, gyriform, dan ada beberapa yang lebih halus dan seragam serta
konsistensinya kuat. Ditemukan juga beberapa folikel berukuran kecil hingga
besar pada bagian korteks, sedangkan di medula biasanya terdapat corpus albican
(Clement 2007).
Ovarium berada dibawah pengaruh langsung dari hormon hipofisis
anterior. Hormon tersebut berfungsi dalam mengontrol pematangan folikel dan
pembentukan korpus luteum. Ovarium juga menghasilkan hormon sendiri yang
mempengaruhi organ-organ reproduksi aksesori seperti rahim, saluran tuba dan
kelenjar susu, dan juga memberikan suatu efek regulasi pada hipofisis anterior
(Copenhaver et al.1978).
Hormon-hormon yang dihasilkan ovarium adalah estrogen dan progesteron.
Ovarium melakukan fungsi endokrin dalam merespon FSH dan LH. Dibawah
pengaruh LH, sel teka interna menghasilkan dua androgen, yaitu androstenedion
dan testosteron. Di bawah pengaruh FSH, sel membran granulosa memproduksi
estrogen, terutama estradiol-17β. Androgen mencapai sel granulosa, dimana
enzim aromatik mengkonversi androgen menjadi estrogen. Estrogen mencapai
antrum yang sedang berkembang dan menginduksi proliferasi sel granulosa dan
pertumbuhan folikel. Kelenjar interstisial juga merupakan sumber estrogen. Sel

5
granulosa memproduksi follikulostatin, hormon yang mempengaruhi feedback
negatif dari produksi FSH. Progesteron diproduksi terutama oleh sel-sel granulosa
lutein. Korpus luteum juga memproduksi hormon polipeptida, yaitu relaxin yang
berfungsi untuk merelaksasi ligamentum yang terkait dengan simfisis pubis
sebelum kelahiran (Banks 1993). Hormon streroid merespon pengaruh
gonadotropin pada ovarium yang disintesis dan dilepaskan untuk mengerahkan
pengaruh feedback negatif terhadap hipotalamus dan hipofisis anterior.
Estrogen
Estrogen adalah hormon steroid yang berperan penting dalam
perkembangan organ dan sistem reproduksi wanita. Estrogen dihasilkan terutama
di ovarium dan sebagian kecil di kelenjar adrenal. Menurut Corwin (2009),
estrogen mempengaruhi jaringan targetnya dengan mengubah kecepatan replikasi
DNA, transkripsi DNA, atau translasi RNA.
Ada tiga jenis estrogen yang utama di dalam tubuh, yaitu estron (E1),
estradiol (E2) dan estriol (E3) (Pangkahila 2007). Estradiol adalah estrogen yang
secara biologis paling aktif dan paling penting yang disekresi ovarium. Estron
adalah estrogen lemah yang dibentuk melalui konversi androstenedion, dan estriol
adalah estrogen terlemah (Sloane 2003). Estron diproduksi di ovarium, kelenjar
adrenal, dan sel lemak. Di dalam ovarium, estron dikonversi menjadi estradiol.
Namun setelah menopause, hanya sedikit estron dikonversi menjadi estradiol
karena menurunnya fungsi ovarium. Efek estrogenik yang ditimbulkan estradiol
sekitar 12 kali lebih kuat daripada estron dan 80 kali lebih kuat daripada estriol.
Estradiol dihasilkan secara tidak langsung oleh kelenjar adrenal (Benson and
Martin 2008). Pengaruh estradiol antara lain membantu penyerapan kalsium,
magnesium dan zinc, menurunkan kolesterol total dan trigliserid, meningkatkan
growth hormone, serotonin dan endorphin, membantu mempertahankan memori,
memperbaiki kenyamanan tidur, dan mengurangi kelelahan. Estriol berperan
dalam mengendalikan gejala menopause, meningkatkan kolesterol HDL dan
menurunkan kolesterol LDL, mempertahankan pH vagina sehingga mencegah
infeksi saluran kencing, membantu usus mempertahankan lingkungan bagi
berkembangnya lactobacilli dan mengurangi bakteri patogen (Pangkahila 2007).
Estrogen berpengaruh terhadap organ reproduksi dan non reproduksi. Efek
estrogen pada organ reproduksi adalah untuk menstimulasi pertumbuhan lapisan
endometrium uterus setiap bulan dalam mempersiapkan implantasi embrio,
mempengaruhi perkembangan in utero organ seks internal dan eksternal wanita,
dan memelihara kehamilan. Efek estrogen terhadap organ non reproduksi adalah
dalam menstimulasi pembentukan tulang, membatasi resorpsi tulang,
menstimulasi ginjal untuk menahan natrium, mempengaruhi sinyal saraf otak
terkait perilaku dan mood (Corwin 2009). Estrogen juga memiliki efek metabolik,
termasuk menurunkan kadar kolesterol dan lipoprotein densitas rendah dalam
darah, mengurangi resiko penyakit arteri dan koroner dan juga memfasilitasi
metabolisme kalsium serta berperan dalam distribusi lemak tubuh (Sloane 2003).
Estrogen bertanggung jawab atas perilaku reseptif betina selama estrus serta
perkembangan dari sex sekunder betina (Banks 1993).
Pada masa premenopause pematangan folikel tidak beraturan, ovulasi
dapat terjadi dan dapat juga tidak dan sekresi hormon estrogen oleh folikel
berkurang. Pada masa menopause, produksi estrogen terutama estradiol jauh lebih

6
menurun dari kadar pada premenopause karena berhentinya aktivitas folikuler
(Benson and Martin 2008).
Tabel 1

Rata-rata konsentrasi hormon serum pada wanita premenopause dan
pascamenopause

Hormon

Premenopause
(ng/ml)
1.5
4.2
1600
0.05
0.08
0.47
0.32

Androstenedion
Dehidroepiandrosteron
Dehidroepiandrosteron-S
Estradiol
Estron
Progesteron
Testosteron

Pascamenopause
(ng/ml)
0.6
1.8
300
0.013
0.029
0.17
0.25

Sumber: Benson and Martin (2008)

Tikus Putih (Rattus sp.)
Penggunaan tikus untuk studi perkembangan seksual dan pubertas dimulai
pada awal abad ke-20 ketika peneliti memulai dengan hipotesis bahwa indung
telur mengandung zat yang bertanggung jawab atas munculnya pematangan
seksual. Tikus merupakan hewan yang cocok digunakan untuk studi
perkembangan seksual. Hal tersebut dikarenakan tikus tumbuh dengan cepat,
sering bereproduksi, relatif murah, mudah ditangani, dan tanda-tanda kematangan
seksual terlihat dari luar walaupun hanya sedikit yang mudah terdeteksi (Ojeda
and Urbanski 1994).
Tikus putih (Rattus norvegicus) terwakili dalam beberapa genus. Tikus ini
terbagi dalam tiga strain, yaitu Hooded, Wistar, dan Spraque-Dawley. Usia tikus
untuk mencapai kematangan seksual atau pubertas bervariasi tergantung strain dan
laju pertumbuhannya. Pada tikus betina, pubertas sesuai dengan periode
pertumbuhan dan pematangan oosit dalam ovarium. Tikus dikatakan dewasa
secara seksual apabila umurnya mencapai 50-72 hari (Bennet and Vickery 1970).

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Bagian Patologi, Departemen Klinik,
Reproduksi, dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Waktu pelaksanaan penelitian dari bulan Juni 2012 sampai April 2013.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji adas manis
(Foeniculum vulgare), 50 ekor tikus putih (Rattus novergicus) betina galur
Spraque-Dawley yang sedang produktif (usia 3-4 bulan) dan sudah premenopause
(1,5 tahun), etinil estradiol, aquades, BNF (Buffer Normal Formalin) 10%, xylol,
pewarna Mayer’s Hematoxylin, lithium karbonat dan pewarna Eosin.

7
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik,
pengayak mesh 8, 24 dan 30, kapas, gelas ukur, erlenmeyer, corong, sonde
lambung, pengaduk gelas, gelas objek, gelas penutup, peralatan untuk nekropsi,
tissue cassette, tissue processor, rotary microtome, inkubator, pipet, mikroskop
cahaya Olympus CH-1® dan digital eye piece camera microscope MD 130.
Metode Penelitian
Infusa Adas
Determinasi tanaman adas manis dilakukan di Herbarium Bogoriense,
Cibinong, Bogor. Simplisia biji adas yang telah kering kemudian dibuat serbuk
dengan grinder dan diayak dengan pengayak berukuran 8 dan 24 mesh.
Pembuatan infusa adas dilakukan setiap hari (per perlakuan) dengan cara merebus
sebanyak 10 g adas dalam 100 ml air dengan suhu 900C selama 15 menit.
Kemudian larutan adas disaring menggunakan ayakan berukuran 30 mesh. Setelah
penyaringan, infusa adas disimpan ke dalam botol dan dicekokkan ke tikus.
Hewan Coba
Sebanyak 25 ekor tikus produktif dan 25 ekor tikus premenopause, masingmasing dibagi menjadi 5 kelompok yaitu kelompok kontrol negatif (KN,
kelompok kontrol positif (KP) dan kelompok perlakuan dosis I (D1), dosis 2 (D2),
dan dosis 3 (D3). Tikus diaklimatisasi selama 2 minggu dengan pemberian pakan
dan minum serta penggantian sekam. Selama penelitian tikus diberi pakan
berbentuk pelet serta air minum yang diberikan ad libitum.
Rancangan Percobaan
Pencekokan infusa adas manis dilakukan setiap hari selama enam belas hari
dengan dosis sebagai berikut: kelompok kontrol negatif (KN) diberi aquades 1 ml,
kelompok kontrol positif (KP) diberi etinil estradiol dosis 9x10-3 mg/200 g BB,
kelompok D1 diberi infusa adas 36.5 mg/100 g BB, kelompok D2 diberi infusa
adas 73 mg/100 g BB, dan kelompok D3 diberi infusa adas 146 mg/100 g BB.
Setelah selesai perlakuan, tikus ditidurkan menggunakan eter, dan dilakukan
dislokasio cervikalis. Selanjutnya tikus dinekropsi untuk pengambilan organ
ovarium, kemudian organ difiksasi dalam BNF 10% untuk selanjutnya dibuat
sediaan histopatologi.
Pembuatan Sediaan Histopatologi
Ovarium kiri dan kanan dipisahkan dari uterus kemudian ditempatkan dalam
tissue cassette. Kemudian dilakukan dehidrasi dengan merendam sediaan secara
berturut-turut ke dalam alkohol 70%, 80%, 90%, alkohol absolut , xylol I, xylol II,
parafin I dan parafin II. Perendaman dilakukan selama 2 jam pada masing-masing
bahan dalam tissue processor. Selanjutnya potongan organ dicetak dalam parafin
(embedding).
Jaringan kemudian dipotong dengan ketebalan 5 µm, dan hasil potongan
yang berbentuk pita diletakkan di atas permukaan air hangat yang bersuhu 450C
untuk menghilangkan lipatan akibat pemotongan. Selanjutnya sediaan diangkat
dari permukaan air dengan gelas objek yang telah diulasi larutan albumin yang
berfungsi sebagai perekat, kemudian dikeringkan dalam inkubator dengan suhu

8
600C selama semalam. Setelah itu sediaan dimasukkan ke dalam xylol untuk
dideparafinasi sebanyak dua kali, masing-masing selama 2 menit.
Tahapan selanjutnya adalah pewarnaan HE (Hematoxylin dan Eosin).
Sediaan dimasukkan ke dalam xylol I, II, III masing-masing selama 2 menit,
kemudian sediaan melalui tahap rehidrasi, dimulai dari alkohol 95% dan 80% dan
air mengalir masing-masing selama 1 menit, Selanjutnya sediaan dimasukkan ke
dalam larutan Mayer’s Hematoxylin selama 6 menit, dicuci dengan air mengalir
selama 30 detik, lalu dimasukkan ke dalam lithium karbonat selama 15-30 detik,
dan dicuci kembali dengan air mengalir selama 2 menit. Kemudian slide diwarnai
dengan eosin selama 6 menit, dicuci kembali dengan air mengalir selama 30-60
detik, dicelupkan dalam alkohol absolut I sebanyak 2 kali celupan, direndam
dalam alkohol absolut II selama 2 menit, direndam dalam xylol I selama 1 menit
dan xylol 2 selama 2 menit. Tahap terakhir adalah sediaan ditetesi perekat
permount kemudian ditutup dengan gelas penutup dan dibiarkan kering.
Pengamatan Histopatologi
Evaluasi histopatologi dilakukan dengan cara menghitung jumlah folikel
ovarium kiri dan kanan dalam berbagai fase perkembangan folikuler.
Penghitungan dilakukan pada seluruh lapang pandang menggunakan mikroskop
cahaya. Jumlah folikel kemudian dikonversi dalam bentuk persentase dengan cara
membagi folikel pada tahap tertentu dengan jumlah folikel secara keseluruhan
dari satu ovarium. Selanjutnya hasil pengamatan disampaikan secara deskriptif
dan kuantitatif.
Analisis Data
Data dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA) dan dilanjutkan
dengan uji Duncan untuk melihat adanya pengaruh pemberian infusa adas dan
dosis yang efektif menggunakan dua variabel uji.

9

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengamatan histopatologi ovarium tikus ditemukan berbagai tingkat
perkembangan folikel pada seluruh kelompok perlakuan mulai dari folikel
primordial, primer, sekunder, tersier, dan de Graaf. Berbagai fase perkembangan
folikel disajikan pada Gambar 2, 3, 4, 5, dan 6.

Gambar 2 Ovarium tikus produktif, dosis 2. FS: Folikel sekunder, DG: Folikel
de Graaf, CL: Korpus luteum. Pewarnaan HE, bar: 200 µm

Gambar 3 Ovarium tikus produktif, dosis 2. Folikel primordial (panah kuning),
folikel primer (panah hitam). Pewarnaan HE, bar: 100 µm

10

Gambar 4 Ovarium tikus premenopause, kontrol negatif. Folikel sekunder
dengan antrum folikuli (panah hitam) dan oosit (panah merah).
Pewarnaan HE, bar: 100 µm

Gambar 5 Ovarium tikus produktif, dosis 3. Folikel tersier dengan antrum folikuli
(AF) dan oosit (panah hitam). Pewarnaan HE, bar: 100 µm

Gambar 6 Ovarium tikus produktif, dosis 2. Folikel de Graaf dengan korona
radiata (panah merah), teka eksterna (panah kuning), teka interna
(panah biru) dan oosit (panah hitam). Pewarnaan HE, bar: 100 µm

11
Tabel 2 Rata-rata persentase folikel primordial, primer, sekunder, tersier, de
Graaf, korpus luteum, dan folikel atresia dari ovarium tikus produktif dan
premenopause
Folikel
KN

KP

Perlakuan
D1

Primordial
43,40±24,33a
39,90±8,31a
51,66±6,50a
Produktif
a
a
30,64±6,81
39,40±12,39
42,59±22,39a
Premenopause
a
a
37,02±17,89
39,62±10,00
45,61±18,20a
Rataan
Primer
15,19±4,80a
28,58±8,56a
9,01±3,90a
Produktif
a
a
12,35±9,20
15,66±9,58a
Premenopause 21,97±8,24
a
a
18,58±7,22
19,31±11,92
13,44±8,36a
Rataan
Sekunder
7,80±5,41a
5,99±2,64a
6,07±0,26a
Produktif
a
a
8,42±4,90
3,57±7,15
5,06±5,29a
Premenopause
a
a
8,11±4,79
4,61±5,43
5,40±4,13a
Rataan
Tersier
1,85±3,71a
1,42±1,23a
4,51±1,94a
Produktif
a
a
2,04±2,78
1,19±2,38
1,94±2,25a
Premenopause
a
a
1,95±3,03
1,29±1,83
2,79±2,36a
Rataan
De Graaf
1,47±2,94a
1,39±2,41a
0,00±0,00a
Produktif
a
a
2,08±2,42
0,89±1,79a
2,80±3,31
Premenopause
a
a
1,78±2,52
2,20±2,82
0,60±1,46a
Rataan
C. Luteum
9,03±8,31 a
11,87±7,22a
16,64±1,43a
Produktif
a
a
13,04±9,06
17,90±10,52
13,45±5,63a
Premenopause
b
ab
ab
11,03±8,33
15,31±9,11
14,51±4,71
Rataan
Atresia
21,26±16,79a
10,86±5,23a
12,13±0,52a
Produktif
a
a
22,79±13,86
20,42±9,78a
Premenopause 21,82±4,55
a
a
21,54±11,39
17,67±12,08
17,66±8,70a
Rataan
Keterangan : Huruf superscript yang berbeda (a,b) pada
yang berbeda (x,y) pada kolom yang sama
pada taraf 5%

Rataan
D2

D3

37,71±6,73a
31,75±13,40a
34,73±10,32a

30,39±3,81a
31,36±5,01a
30,88±4,15a

39,36±13,3 2a
35,15±12,97a

10,84±2,82a
6,93±9,92a
8,89±7,07a

20,41±10,86a
13,80±10,40a
17,10±10,46a

17,03±9,19a
14,14±9,81a

11,26±3,00a
5,13±5,93a
8,20±5,44a

3,98±2,93a
1,93±2,41a
2,95±2,71a

7,19±4,11a
4,82±5,25a

2,53±2,14a
0,00±0,00a
1,27±1,95a

3,46±2,51a
0,68±1,35a
2,07±2,39a

2,63±2,47a
1,17±1,95b

1,62±1,95a
0,66±1,32a
1,14±1,62a

1,76±2,48a
0,00±0,00a
,88±1,88a

1,39±2,12a
1,29±2,12a

19,71±7,36a
33,42±14,06a
26,56±12,72a

20,20±9,41a
25,90±16,70a
23,05±12,92a

15,56±8,33a
20,74±13,25a

16,33±2,42a
22,11±17,17a

19,80±6,47a
26,34±5,52a
23,07±6,57a

16,85±9,05a
22,69±10,21a

19,22±11,77a

baris yang sama dan huruf superscript
menunjukkan hasil yang berbeda nyata

Pada masa prenatal, oogonium berploriferasi selama kehidupan embrio dan
merupakan asal dari oosit primer. Setiap oosit primer diselubungi oleh satu
lapisan tunggal sel-sel folikular dan pada tahap ini disebut sebagai folikel
primordial. Oosit primer akan tetap berada pada tahap profase I meiosis selama
kehidupan embrio, setelah lahir hingga pubertas (Sloane 2003). Pada tikus segera
setelah dilahirkan, jumlah oosit kurang lebih 8.000 buah, dalam keadaan istirahat
dan dilapisi oleh selapis sel folikel (Hardjopranjoto 1995). Jumlah folikel
primordial dapat berkurang seiring bertambahnya usia karena atresia (regresi dan
degenerasi folikel) (Sloane (2003).
Berdasarkan hasil analisis data, diketahui bahwa persentase folikel
primordial dari tikus produktif tidak berbeda nyata antar kelompok perlakuan. Hal
ini dikarenakan usia tikus produktif yang digunakan sama sehingga jumlah folikel
primordial tidak jauh berbeda. Selain itu, pemberian dosis adas dan etinil estradiol
tidak mempengaruhi pertumbuhan folikel primordial sehingga tidak menstimulasi
terjadinya atresia. Begitu juga halnya dengan tikus premenopause, persentase

12
folikel primordial yang tidak berbeda nyata pada setiap perlakuan dikarenakan
umur tikus yang sama dan pemberian dosis adas dan etinil estradiol tidak
mempengaruhi pertumbuhan folikel primordial. Data dari tabel di atas juga
memperlihatkan bahwa rataan persentase folikel primordial tidak berbeda nyata
pada tikus produktif dan premenopause. Namun jika dilihat dari angka
persentasenya, folikel primordial pada tikus produktif lebih tinggi dibandingkan
pada tikus premenopause. Hal ini dikarenakan folikel primordial dapat berkurang
seiring bertambahnya usia karena atresia, regresi dan degenerasi folikel (Sloane
2003).
Memasuki masa pubertas, oosit primer mulai membesar, sedangkan sel
epitel yang mengelilinginya berubah dari pipih menjadi kuboid sehingga folikel
ini kemudian disebut folikel primer (Djuwita et al. 2009). Transisi dari folikel
primordial menjadi folikel primer melibatkan perubahan pada oosit, sel folikuler
dan sel-sel stroma yang berdekatan (Fawcett 2002).
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tidak ada perbedaan yang
nyata antar kelompok perlakuan dari persentase folikel primer, baik pada tikus
produktif maupun tikus premenopause. Hal ini dikarenakan dosis infusa adas dan
etinil estradiol yang diberikan tidak mempengaruhi perkembangan folikel primer.
Tabel di atas juga menunjukkan bahwa rataan persentase folikel primer tidak
berbeda nyata pada tikus produktif dan premenopause. Namun jika dilihat dari
dari angka persentasenya, folikel primer pada tikus produktif lebih tinggi
dibandingkan dengan tikus premenopause. Penurunan jumlah folikel pada usia tua
selain dikarenakan atresia, ovum juga telah banyak diovulasikan pada setiap siklus
birahinya sehingga jumlah folikel semakin berkurang.
Menurut Rosenfeld dan Schatten (2007), GnRH dari hipotalamus
menginduksi hipofisis anterior untuk memproduksi dan mengeluarkan FSH yang
berfungsi untuk menstimulasi perkembangan folikel. Dengan kata lain folikel
primer berkembang menjadi folikel sekunder karena adanya stimulasi dari FSH.
Folikel sekunder adalah folikel yang sedang tumbuh, memiliki antrum, kumulus
oophorus, dan korona radiata di dalamnya. Kumulus oophorus adalah tumpukan
sel-sel granulosa yang menyelubungi dan menunjang oosit dalam folikel
sekunder, sedangkan korona radiata dibentuk oleh sel-sel granulosa yang
mengelilingi oosit (Sloane 2003). Folikel ini terdiri dari oosit yang tumbuh
sempurna dan dikelilingi oleh zona pelusida, 5-8 lapis sel granulosa, lamina
basalis, theca interna dan theca eksterna yang mengandung sejumlah pembuluh
darah kecil (Williams and Erickson 2012). Dibawah pengaruh FSH, sel-sel dari
folikel sekunder mulai mensekresikan estrogen (Weller and Wiley 1985).
FSH disekresikan dari hipofisis karena turunnya kadar estrogen (Anonim
2008a). Jumlah folikel sekunder yang banyak pada ovarium mengindikasikan
bahwa sebelumnya kadar estrogen rendah sehingga FSH disekresikan untuk
merangsang pematangan folikel agar dapat mensekresikan estrogen. Berdasarkan
hasil penelitian diperoleh persentase folikel sekunder tidak berbeda nyata antar
kelompok perlakuan, baik dari tikus produktif maupun tikus premenopause. Hal
tersebut dikarenakan fitoestrogen pada adas dan etinil estradiol yang diberikan
tidak mencukupi kebutuhan estrogen tubuh sehingga memberikan umpan balik
positif terhadap sekresi FSH dari hipofisis. Dengan demikian, pemberian adas dan
etinil estradiol tidak mempengaruhi perkembangan folikel sekunder selama
perlakuan 16 hari. Tabel di atas juga menunjukkan bahwa rataan persentase

13
folikel primordial tidak berbeda nyata pada tikus produktif maupun
premenopause. Namun jika dilihat dari dari angka persentasenya, folikel sekunder
pada tikus produktif lebih tinggi dibandingkan dengan tikus premenopause.
Folikel tersier dikelilingi oleh dua lapis jaringan, yaitu teka interna dan
teka eksterna. Teka interna adalah lapis bagian dalam yang menghasilkan estrogen
dan kaya pembuluh darah, sedangkan teka eksterna adalah lapis luar yang
berangsur-angsur akan bersatu dengan stroma ovarium. Antrum folikuler akan
terus membesar seiring dengan perkembangan folikel tersier (Djuwita et al. 2009).
Antrum folikuler diisi oleh suatu cairan jernih (liquor foliculi) yang kaya akan
protein dan estrogen (Toelihere 1977). Folikel ini berkembang dibawah pengaruh
FSH dari kelenjar hipofisis anterior (Hardjopranjoto 1995).
Menurut Benson dan Martin (2008), pada usia premenopause sekresi
hormon estrogen oleh folikel berkurang. Hal tersebut membuat tubuh kekurangan
estrogen sehingga membutuhkan estrogen tambahan. Persentase folikel tersier
antar kelompok perlakuan tidak berbeda nyata, baik pada tikus produktif maupun
tikus premenopause. Hal tersebut membuktikan bahwa estrogen masih terus
diproduksi. Dengan demikian, fitoestrogen yang berasal dari adas dan etinil
estradiol yang diberikan belum mencukupi kebutuhan tubuh sehingga folikel terus
berkembang untuk menghasilkan estrogen karena adanya stimulasi FSH dari
hipofisis akibat umpan balik positif yang diberikan oleh kadar estrogen tubuh
yang rendah. Tabel di atas juga menunjukkan bahwa rataan persentase folikel
tersier berbeda nyata pada tikus produktif dan premenopause. Persentase folikel
tersier lebih rendah pada kelompok tikus premenopause. Penurunan jumlah folikel
tersier ini dikarenakan banyaknya folikel yang mengalami atresia seiring
bertambahnya usia. Selain itu ovum juga telah banyak diovulasikan pada setiap
siklus birahinya.
Folikel de Graaf adalah folikel yang akan berovulasi dengan antrum yang
bertambah besar dan ukuran folikelnya juga lebih besar dibandingkan folikel yang
lain. Menjelang ovulasi, sel telur di dalam folikel de Graaf menyelesaikan proses
pembelahan meiosis pertamanya, dimana akan terbentuk oosit sekunder dan satu
badan kutub pertama. Setelah melakukan pembelahan meisosis pertama, sel telur
masuk pembelahan meiosis kedua dan berhenti pada tahap metafase II (Djuwita et
al. 2009). Folikel ini terbentuk karena adanya peningkatan FSH pada ovarium.
Folikel de Graaf yang matang berisi liquor foliculi, mengandung estrogen dan siap
berovulasi. Menurut Isnaeni (2006), estrogen menekan pengeluaran FSH dan
merangsang pengeluaran LH dari hipofisis anterior. LH adalah hormon yang
bertanggung jawab terhadap pemasakan folikel agar dapat berkembang secara
sempurna. Apabila ovum telah masak maka akan terjadi ovulasi.
Persentase folikel de Graff tidak berbeda nyata antar kelompok perlakuan,
baik pada tikus produktif maupun tikus premenopaus. Hal ini diduga karena dosis
fitoestrogen yang diberikan pada perlakuan 16 hari belum mampu mempengaruhi
kelenjar hipofisis dalam menghambat keluarnya FSH yang menstimulasi
perkembangan folikel. Menurut Isnaeni (2006), estrogen dapat menekan
pengeluaran FSH. Fitoestrogen bekerja dengan cara berikatan pada reseptor
estrogen dan akan menyebabkan timbulnya aktivitas estrogenik (Tsourounis
2004). Berdasarkan uji statistik, tidak ada perbedaan yang nyata dari rataan
persentase folikel de Graaf pada tikus produktif maupun pada tikus

14
premenopause. Namun angka persentasenya lebih rendah pada tikus
premenopause, yang diduga terkait dengan faktor usia tikus.
Segera setelah ovulasi, rongga folikel diisi oleh darah dan lymphe,
membentuk corpus hemorrhagicum (Toelihere 1977). Selanjutnya corpus
hemorrhagicum yang berupa bekuan darah akan berkembang menjadi korpus
luteum dengan banyak mengandung sel lutein yang menghasilkan hormon
progesteron (Djuwita et al. 2009). Jumlah korpus luteum menggambarkan jumlah
sel telur yang berhasil diovulasikan. Peningkatan jumlah estradiol yang mencapai
puncaknya akan merangsang pengeluaran LH sehingga semakin meningkatkan
tekanan intrafolikuler untuk terjadinya ovulasi (Manuaba et al. 2007). LH
merupakan hormon yang mempertahankan dan menstimulasi sekresi dari korpus
luteum (Weller and Wiley 1985).
Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa persentase korpus luteum
antar kelompok perlakuan, baik pada tikus produktif maupun tikus premenopause
tidak berbeda nyata. Menurut Benson dan Martin (2008) pada usia premenopause,
ovulasi dapat terjadi dapat juga tidak. Hal ini dikarenakan hormon estrogen dalam
tubuh sudah sedikit sehingga kurang mampu merangsang ledakan LH untuk
terjadinya ovulasi. Menurut Hardjopranjoto (1995), estrogen mendorong kelenjar
hipofisis anterior untuk menghasilkan LH. Namun rataan persentase corpus
luteum dosis 2 (D2) dan dosis 3 (D3) terlihat jauh lebih tinggi dan berbeda nyata
terhadap kontrol negatif. Hal ini menunjukkan bahwa infusa adas yang diberikan
memicu terjadinya ovulasi. Menurut Wang et al. (2013), fitoestrogen dapat
meningkatkan jumlah korpus luteum. Kadar estrogen yang tinggi memicu ledakan
LH sehingga folikel yang matang mengalami ovulasi.
Atresia merupakan proses degenerasi yang menyebabkan ovum tidak
mengalami ovulasi. Diperkirakan sekitar 99,9% oosit yang ada di dalam ovarium
ketika dilahirkan memang ditakdirkan untuk hilang secara atresia pada stadium
tertentu perkembangannya. Kejadian atresia dapat dipengaruhi oleh umur, musim,
nutrisi, stadium siklus reproduksi, kebuntingan dan laktasi, hipofisisktomi,
ovariektomi unilateral, hormon eksogen, dan gangguan terhadap suplai darah
dalam ovarium (Turner dan Bagnara 1988).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata
dari persentase folikel atresia antar kelompok perlakuan, baik pada tikus produktif
maupun tikus premenopause. Hal ini menunjukkan bahwa efek dari fitoestrogen
yang diberikan pada perlakuan selama 16 hari tidak mempengaruhi folikel untuk
mengalami atresia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wang et al.
(2013), fitoestrogen dapat mempengaruhi perkembangan folikel, menurunkan
serum estradiol dan meningkatkan jumlah folikel atresia dan korpus luteum. Tabel
di atas menunjukkan bahwa persentase folikel atresia tidak berbeda nyata secara
statistik namun pada kelompok tikus premenopause persentasenya lebih tinggi.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Turner dan Bagnara (1988) bahwa atresia
dipengaruhi oleh umur. Semakin tua umur tikus maka semakin banyak ditemukan
folikel yang mengalami atresia.

15

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian infusa adas
(Foeniculum vulgare Mill.) dosis 36.5 mg/100 g BB, 73 mg/100 g BB, dan 146
mg/100 g BB selama 16 hari belum mempengaruhi perkembangan folikel ovarium
tikus putih (Rattus norvegicus). Hal ini dikarenakan dosis yang diberikan sangat
rendah dan waktu pemberian atau perlakuan sangat singkat.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yaitu pemberian dosis adas yang
lebih tinggi dan jangka waktu pemberian adas yang lebih lama sehingga
diharapkan dapat mempengaruhi hormon reproduksi tikus.

DAFTAR PUSTAKA
[Anonim]. 2004. Seluk Beluk Food Supplement. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka
Utama.
[Anonim]. 2008a. Kumpulan Kuliah Farmakologi. Edisi ke-2. Jakarta (ID): EGC.
[Anonim]. 2008b. Tanaman Obat Indonesia. [Internet]. Jakarta (ID): Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi. [diunduh 28 Jan 2013]. Tersedia pada:
http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/view.php?mnu=2&id=106.
Agusta A, Harapini M. 1998. Perubahan Komposisi Komponen Kimia Minyak
Adas (Foeniculum Vulgare Mill.) karena Penyimpanan. Warta Tumbuhan
Obat Indonesia. 4(1): 16-18.
Astawan M. 2009. Sehat dengan Hidangan Kacang dan Biji-bijian. Jakarta (ID):
Penebar Swadaya.
Banks WJ. 1993. Applied Veterinary Histology. 3rd Ed. USA: William & Wilkins.
Bennet JP, Vickery BH. 1970. Rats and Mice. In: Reproduction and Breeding
Techniques for Laboratory Animals. Hafez ESE, editor. Philadelpia (USA):
Lea and Febiger.
Benson RC, Martin LP. 2008. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Edisi ke-9.
Wijaya S, penerjemah. Primarianti SS, Resmisari T, editor. Jakarta (ID):
EGC.
Jin WC. 2003. Breast augmentation by the effect of phytoestrogen: The Newest
Medical Journal, Korea [Internet]. Seoul (KOR): The Catholic University
of
Korea.
[diunduh
27
Jan
2013].
Tersedia
pada:
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=breast%20augmentation%20by
%20the%20effect%20of%20phytoestrogen.
Clement PB. 2007. Female Genital System. In: Histology for Pathologists. 3rd Ed.
Mills SE, editor. Philadelphia (USA): Lippincott Williams & Wilkins.
Copenhaver WM, Douglas EK, Richard LW. 1978. Biley’s Textbook of Histology.
17th Ed. Baltimore (USA): Waverly Pr inc.
Corwin EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi ke-3. Subekti NB, penerjemah;
Yudha EK, Wahyuningsih E, Yulianti D, Karyuni PE, editor. Jakarta (ID):
EGC.
Djuwita I, Boediono A, Mohamad K. 2009. Bahan Kuliah Embriologi.
Laboratorium Embriologi. Bogor (ID): Insitut Pertanian Bogor.

16
Fawcett DW. 2002. Buku Ajar Histologi. Edisi ke-12. Tambayong J, penerjemah;
Hartanto H, editor. Jakarta (ID): EGC.
Hardjopranjoto S. 1995. Ilmu Kemajiran Pada Ternak. Surabaya (ID): Airlangga
University Pr.
Isnaeni W. 2007. Fisiologi Hewan. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Kurniawati N. 2010. Sehat dan Cantik Alami Berkat Khasiat Bumbu Dapur.
Bandung (ID): Qanita.
Manuaba IBG, Manuaba IAC, Manuaba IBGF. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri.
Jakarta (ID): EGC.
Muaris H. 2004. Makanan Sehat dan Lezat di Masa Menopause, Minuman Segar.
Jakarta (ID): Gramedia Pustaka utama.
Murkies AL, Wilcox G, Davis SR. 1998. Phytoestrogens. J of Clinic Endocrinol
and Metabol. 83(2):297-303.
Ojeda SR, Urbanski HF. 1994. Reproductive Processes and Their Control. In: The
physiology of reproduction. Volumes 2. Knobil E, Neil JD, editor. New
York (USA): Raven Pr.
Pangkahila W. 2007. Anti-Aging Medicine: Memperlambat Penuaan,
Meningkatkan Kualitas Hidup. Jakarta (ID): PT Kompas Media Nusantara.
Purwoastuti TE. 2008. Menopause, Siapa Takut?. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Rather MA, Dar BA, Sofi SN, Bhat BA, Qurishi MA. 2012. Foeniculum vulgare:
A comprehensive review of its traditional use, phytochemistry,
pharmacology, and safety. Arabian J of Chemist. 30:3040.doi.org/10.1016/j.arabjc.2012.04.011.
Rusmin D, Melati. 2007. Adas Tanaman yang Berpotensi Dikembangkan sebagai
Bahan Obat Alami. Warta Puslitbangun Balai Penelitian Tanaman Obat
Aromatik. 13(2).
Sloane E. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Veldman J, penerjemah;
Widyastuti P, editor. Jakarta (ID): EGC.
Toelihere RM. 1979. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Bandung (ID): Angkasa

Tsourounis C. 2004. Clinical effects of phytoestrogens. Clin Obst Gynecol. 44:
836-42.
Turner CD, Bagnara JT. 1988. Endrokinologi Umum. Edisi ke-6. Harsojo,
penerjemah. Moeljono E, editor. Yogyakarta (ID): Airlangga University Pr.
Wang W, Wenchang Z, Jin L, Yan S, Yuchen L, Hong L, Shihua X, Xiaohua S.
2013. Metabolomic changes in follicular fluid induced by soy isoflavones
administered to rats from weaning until sexual maturity. J Toxicol and
Applied Pharmacol. 269:280-289.
Weller H, Wiley RR.. 1985. Basic Human Physiology. 2nd Ed. Boston (USA):
PWS Publishers.
Williams CJ, Erickson GF. 2012. Morphology and Physiology of the Ovary
[Internet]. Philadelpia (USA): Endotext. [diunduh 8 Juli 2013]. Tersedia
pada: http://www.endotext.org/female/female1/femaleframe1.htm.
Winarsi H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta (ID):
Kanisius.
Wirakusumah ES. 2003. Agar Tetap Sehat, Cantik, dan Bahagia di Masa
Menopause dengan Terapi Estrogen Alami. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka
Utama.

17

LAMPIRAN
Hasil Analisis Ragam (ANOVA)
The GLM Procedure
Class Level Information
Class Levels
Values
F1
2
Premenopause Produktif
F2
5
D1 D2 D3 Ktrl_N Ktrl_P
Number of Observations Read 37
Number of Observations Used 37
Dependent Variable: Primordial
Source
DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F
Model
9
0.76152866
0.08461430
0.59
0.7952
Error
27
3.88490442
0.14388535
Corrected Total 36
4.64643308
R-Square Coeff Var Root MSE Primordial Mean
0.163895 10.67741
0