PENGARUH EKSTRAK DAUN KENARI (Canarium indicum, L.) TERHADAP PERKEMBANGAN FOLIKEL OVARIUM TIKUS PUTIH BETINA (Rattus norvegicus, L.).

(1)

i

PENGARUH EKSTRAK DAUN KENARI (Canarium indicum, L.) TERHADAP PERKEMBANGAN FOLIKEL OVARIUM TIKUS PUTIH

BETINA (Rattus norvegicus, L.)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

guna Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Disusun oleh: Rahayu Tri Rejeki NIM 13308141040

PROGRAM STUDI BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

iii

HALAMAN PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Mahasiswa : Rahayu Tri Rejeki

NIM : 13308141040

Jurusan/Prodi : Pendidikan Biologi/Biologi

Fakultas : MIPA

Judul TAS : PENGARUH EKSTRAK DAUN KENARI (Canarium indicum, L.) TERHADAP PERKEMBANGAN FOLIKEL OVARIUM TIKUS PUTIH BETINA (Rattus norvegicus, L.)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata penulisan ilmiah yang telah lazim.

Yogyakarta, Maret 2017 Yang menyatakan,

Rahayu Tri Rejeki NIM. 13308141040


(4)

(5)

v

MOTTO Hidup itu belajar.

Belajar merendah, agar tidak direndahkan. Belajar mengalah, agar tidak terkalahkan.

Waktu itu adalah pedang, jika kita bisa menggunakannya dengan baik, maka akan membawa kita pada keberuntungan, tapi jika kita menggunakan dengan buruk, pasti dia akan membunuh kita.

Dan seberat apapun hari-hari yang kita lalui,

Jangan pernah biarkan seseorang membuat kita merasa bahwa kita tidak pantas mendapat apa yang kita inginkan.


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Allhamdulillah puji syukur kehadirat ALLAH SWT atas rahmat, kesehatan, kemudahan kelancaran dan kesabaran sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas

akhir skripsi ini.

Karya kecil ini aku persembahkan untuk almarhum Bapa yang telah memberikan nasihat , panutan dan

kasih sayang semasa hidupnya.

Terimakasih juga aku ucapkan kepada malaikat ku didunia Mamah tercinta , terimakasih atas segala doa,

pengorbanan, keikhlasan, kesabaran dan cinta kasih yang tak terhingga yang selalu mamah berikan kepada

Mas Eko, Mba Dwi dan Tri.

Tak seujung kukupun kami anak-anakmu dapat membalas apa yang telah mamah dan bapa berikan sampai saat ini. Semoga ALLAh SWT senantiasa mencatat

dan membalas semua kebaikan yang telah mamah dan bapa perbuat dan berikan kepada kami.

Terimakasih juga tidak lupa tri ucapkan teruntuk kakak-kakak ku tersayang

Mas Patuh Eko Prasetyo, SE. Sy.i Mba Indri Dwi Setyawati, S. Pd.i

Mba Tuti Marhamah, S.Pd.i

yang telah memberikan doa dan motivasi nya selama ini.

Mohon maaf atas segala kesulitan yang selalu tri perbuat hingga sampai saat ini.

Terimakasih kepada teman seperjuangan penelitian, Yuniar Ajeng Pratiwi, Ismiyati Marfuah, dan Kharirotul


(7)

vii

Munawiroh yang telah bekerjasama dalam menyelesaikan penelitian ini.

Terimakasih juga kepada Ibu Subardi dan teman-teman Kos 788 yang telah membersamai selama 4 tahun. Terimakasih juga kepada rekan-rekan mahasiswa Prodi

Biologi B 2013 yang telah membersamai.

Semoga kita semua selalu ada dalam naungan ALLAH SWT. Sehingga kita senantiasa diberikan kesehatan, ketawakalan dan ketaqwaan agar kita semua selalu


(8)

viii

“PENGARUH EKSTRAK DAUN KENARI (Canarium indicum, L.) TERHADAP PERKEMBANGAN FOLIKEL OVARIUM TIKUS PUTIH

BETINA (Rattus norvegicus, L.)” Oleh

Rahayu Tri Rejeki NIM 13308141040

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun kenari (Canarium indicum,L) terhadap perkembangan folikel ovarium tikus putih (Rattus norvegicus,L).

Penelitian eksperimen ini menggunakan 16 ekor tikus putih betina yang dibagi dalam 4 kelompok. Kelompok tanpa ekstrak daun kenari sebagai kelompok kontrol, tiga kelompok lain sebagai kelompok perlakuan yang diberi perlakuan ekstrak daun kenari dengan dosis, masing-masing P1 (200mg ekstrak daun kenari), P2 (300mg ekstrak daun kenari) dan P3 (400mg ekstrak daun kenari). Pemberian perlakuan ekstrak daun kenari dilakukan selama 21 hari secara oral. Data hasil pengamatan dianalisis dianalisis dengan uji Kruskal Wallis dengan menghitung jumlah folikel ovarium, yaitu : folikel primer, folikel sekunder, folikel tersier, folikel de graff, ovulasi, corpus luteum dan folikel atresia.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun kenari berpengaruh nyata (P≤0,05) terhadap folikel tersier, folikel atresia, ovulasi dan corpus luteum, serta berpengaruh tidak nyata (p≥0,05) terhadap folikel primer, folikel sekunder dan folikel de graff.


(9)

ix

THE EFFECTS OF GIVING LEAF CANARY EXTRACT (Canarium indicum, L.) TO THE GROWTH OF OVARIAN FOLLICLES OF WHITE

RAT (Rattus norvegicus, L.).

By

Rahayu Tri Rejeki NIM 1330814104

ABSTRACT

This research aims to find out both influence of leaf canary extract to ward growth of ovarian follicles layer in female white rats (Rattus norvegicus, L.).

This experiments is using16 female white rat which later on were divided to four groups, four rat eah group. Group without the extracts of leaf canary was used as in control group, and the other three groups were given the extract of leaf canary P1 (200mg leaf canary extract), P2 (300 mg leaf canary extract) and P3 (400 mg leaf canary extract). The extract of leaf canary were given for 21 days per oral. The result of the observation was analyzed by Kruskal Wallis Test, means by counting the numbers of ovarian follicles that are primary, secondary, tertiary, de gaff, ovulatian, corpus luteum and atresia.

The result shows that giving extracts of leaf canary significan (p≤0,05) effect was seen in tertiary follicles, atresia follicle, ovulation and corpus luteum, then not significan (p≥0,05) was seen in primary follicles, secondary follicles and de graff follicles.


(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan hidayah yang telah dilimpahkan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Pengaruh Ekstrak Daun Kenari (Canarium indicum, L.) terhadap Perkembangan Folikel Ovarium Tikus Putih Betina (Rattus norvegicus, L.)” ini dengan baik. Penelitian ini dilakukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat S1 pada Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta.

Penulis menyadari banyak pihak yang telah berpartisipasi dan memberi bantuan yang tidak terhingga dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Untuk itu, ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Dr. Hartono, selaku Dekan FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta yang telah berperan dalam pemberian izin penelitian.

2. Bapak Dr. Paidi, M.Si, selaku Ketuaa Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY, yang memberikan dukungan dan meberikan izin dalam melakukan penelitian ini.

3. Ibu Dr. Tien Aminatun, selaku Ketua Prodi Biologi FMIPA UNY yang telah memberikan dorongan motivasi dan dukungan.

4. Ibu Dra. Budiwati, M.Si., selaku Penasehat Akademik yang selalu memberikan motivasi dan arahan selama ini.

5. Bapak Tri Harjana, M.P., selaku dosen pembimbing I yang memberikan petunjuk, masukan, arahan, perbaikan dan memacu penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.


(11)

xi

6. Bapak Sukiya, M.Si., selaku dosen pembimbing II yang dengan tulus hati dan sabar sejak awal selalu memberi saran, petunjuk, koreksi dan perbaikan selama penyusunan skripsi.

7. Bapak Dayat selaku laboran laboratorium Biologi FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta yang senantiasa membantu penulis selama penelitian.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu penulis sangat mengharap saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak untuk penyempurnaan yang lebih baik. Semoga Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi penulis dan juga dapat menambah wawasan bagi pembaca pada umumnya.

Yogyakarta, 7 Maret 2017

Penulis


(12)

xii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4


(13)

xiii

D. Rumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Penelitian ... 5

G. Definisi Operasional ... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori ... 8

1. Tanaman Kenari (Canarium indicum,L) ... 8

a. Tanaman Kenari (Canarium indicum,L) ... 8

b. Morfologi Tanaman Kenari (Canarium indicum,L) ... 11

c. Taksonomi Tanaman Kenari (Canarium indicum,L) ... 15

d. Kandungan Kimia Daun Kenari ... 16

2. Fitoestrogen ... 17

3. Tikus Putih ... 19

a. Karakteristik Tikus Putih ... 19

b. Taksonomi Tikus Putih ... 22

c. Siklus Estrus ... 23

d. Sistem Reproduksi Tikus Putih ... 25

4. Ovarium ... 26

a. Karakteristik Ovarium ... 26

b. Folikel Ovarium ... 28

c. Fungsi Ovarium ... 35

d. Peran Hormon Reproduksi Betina ... 37

B. Kerangka Berpikir ... 40

C. Hipotesis ... 42

BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 43


(14)

xiv

C. Waktu dan Tempat Penelitian ... 44

D. Populasi dan Sampel ... 45

E. Variabel Penelitian ... 45

F. Alat dan Bahan Penelitian ... 46

G. Langkah Penelitian ... 47

H. Teknik Sampling ... 55

I. Teknik Pengumpulan Data ... 55

J. Analisis data ... 55

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 56

B. Pembahasan ... 72

BAB V. PENUTUP A. Simpulan ... 82

B. Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 83


(15)

xv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Deskripsi Tikus Putih ... 19

Tabel 2.Fase Estrus ... 24

Tabel 3. Rata-rata Jumlah Folikel Ovarium Uji Pendahuluan ... 43


(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Tanaman kenari ... 8

Gambar 2. Batang tanaman kenari ... 11

Gambar 3. Akar tanaman kenari. ... 12

Gambar 4. Daun tanaman kenari ... 13

Gambar 5. Bunga tanaman kenari ... 13

Gambar 6. Buah tanaman kenari ... 14

Gambar 7.Struktur molekul flavonoid ... 18

Gambar 8. Tikus putih betina ... 22

Gambar 9. Mikrograf epitel vagina tikus putih fase estrus ... 23

Gambar 10. Ovarium tikus putih ... 26

Gambar 11. Folikel ovarium ... 29

Gambar 12. Struktur kimia estrogen ... 37

Gambar 13. Bagan kerangka berpikir pengaruh fitoestrogen terhadap ovarium... 42

Gambar 14. Diagram Rata-rata jumlah folikel ovarium uji Pendahuluan ... 44

Gambar 15. Fotomikrograf folikel primer, perbesaran 4x10, pewarnaan HE (Hematoxylin Eosin) ... 56

Gambar 16. Fotomikrograf folikel sekunder, perbesaran 4x10, pewarnaan HE (Hematoxylin Eosin) ... 57

Gambar 17. Fotomikrograf folikel tersier, perbesaran 4x10, pewarnaan HE (Hematoxylin Eosin) ... 58

Gambar 18. Fotomikrograf folikel de graff, perbesaran 4x10, pewarnaan HE (Hematoxylin Eosin) ... 59

Gambar 19. Fotomikrograf ovulasi, perbesaran 4x10, pewarnaan HE (Hematoxylin Eosin) ... 60


(17)

xvii

Gambar 20. Fotomikrograf Corpus luteum, perbesaran 4x10, pewarnaan HE

(Hematoxylin Eosin) ... 61

Gambar 21. Fotomikrograf Atresia, perbesaran 4x10, pewarnaan HE (Hematoxylin Eosin ... 62

Gambar 22. Grafik rata-rata jumlah folikel primer ... 64

Gambar 23. Grafik rata-rata jumlah folikel sekunder ... 65

Gambar 24. Grafik rata-rata jumlah folikel tersier ... 66

Gambar 25. Grafik rata-rata jumlah folikel De Graff ... 68

Gambar 26. Grafik rata-rata jumlah ovulasi ... 69

Gambar 27. Grafik rata-rata jumlah corpus luteum ... 70


(18)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman LAMPIRAN 1. Dokumentasi Penelitian ... 86 LAMPIRAN 2. Rekap Data Rata-rata Perhitungan Jumlah Folikel Ovarium ... 92 LAMPIRAN 3. Grafik Rata-Rata Perhitungan Jumlah Folikel Ovarium ... 93 LAMPIRAN 4. Hasil Uji Kruskal Wallis ... 94


(19)

1 BABBIB PENDAHULUANB A.BLatarBBelakangB

Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia yang memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan sebagai bahan untuk makanan maupun untuk pengobatan tradisional. Masyarakat Indonesia sampai saat ini masih menggunakan tumbuh-tumbuhan sebagai obat tradisional yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Manfaat obat tradisional ini selain digunakan sebagai obat juga digunakan sebagai pencegahan terhadap berbagai jenis penyakit. Salah satu jenis tanaman yang digunakan sebagai obat tradisional adalah tumbuhan kenari. Resin yang terdapat dalam tanaman kenari untuk mengobati sariawan, buah kenari untuk diare, akar kenari untuk mengobati sakit kepala, serta biji keringnya dimakan untuk menginduksi sterilitas (Lukmanto, 2015:3).

Tanaman kenari (Canarium indicum, L.) merupakan salah satu tumbuhan yang banyak tumbuh di Indonesia bagian timur, seperti Sulawesi Utara, Maluku dan pulau Seram. Daun kenari mengandung senyawa : flavonoid, polifenol, tanin dan saponin tetapi tidak mengandung senyawa alkaloid dan steroid (Lukmanto, 2015: 49). Salah satu senyawa daun kenari merupakan senyawa fitoestrogen. Fitoestrogen adalah senyawa yang terdapat pada tanaman yang memiliki aktivitas estrogenik karena strukturnya mirip dengan estrogen endogen dan dapat berikatan dengan reseptor endogen. Penggunaan fitoestrogen memiliki efek keamanan yang sekiranya lebih baik


(20)

2

dibandingkan dengan estrogen sintesis atau obat-obat hormonal pengganti (Hormonal Replacement Therapy/ HRT).

Perkembangan ovum dan folikel ovarium dipengaruhi oleh produksi

Follicle Stimulating Hormone (FSH). Produksi FSH pada pituitari menyebabkan folikel menjadi berongga dan menghasilkan hormon estrogen. Estrogen paling banyak dihasilkan oleh sel-sel granulosa yang mengubah androgen yang dihasilkan oleh sel-sel teka interna menjadi estrogen. Sel granulosa berfungsi untuk memberikan makan ovum dan untuk mensekresi suatu faktor yang menghambat pematangan oosit. Tahap perkembangan folikel berupa pembesaran sedang dari ovum yang di ikuti dengan adanya lapisan sel-sel granulosa dan folikel primer terjadi karena adanya bantuan FSH (folicle stimulating hormone) dan LH binding site (Luteinizing hormone) sehingga terjadi proliferasi pada sel granulosa dan menyebabkan terdapat lebih banyak lapisan sel-sel granulosa dan banyak sel-sel yang membentuk kumparan yang dihasilkan oleh intersitium ovarium berkumpul dalam beberapa lapisan di luar sel granulosa membentuk sel kedua yang disebut dengan sel teka, setelah tahap awal dari pertumbuhan mengalami proliferasi massa sel granulosa menyekresi cairan folikular yang mengandung estrogen dalam konsentrasi tinggi sehingga pengumpulan cairan ini menyebabkan munculnya antrum di dalam masa sel granulosa. Jika antrum sudah terbentuk, sel granulosa dan teka berproliferasi dengan cepat dan laju kecepatan sekresinya meningkat maka masing masing folikel tumbuh menjadi folikel antral (Guyton and Hall, 2007;1289)


(21)

3

Perubahan ovarium selama siklus seksual bergantung pada hormon-hormon gonadotropin, FSH, LH yang disekresikan oleh kelenjar hipofisis anterior. Perkembangan folikel ovarium dipengaruhi oleh hormon estrogen. Estrogen terutama dihasilkan oleh sel-sel granulosa yang mengubah androgen yang dihasilkan oleh sel-sel teka interna menjadi estrogen. Pertumbuhan dan pemasakan folikel ovarium dan sekresi estrogen dikendalikan olen hormon

gonadotropin hipofisis yaitu FSH dan LH. Sekresi estrogen oleh ovarium memicu pelepasan LH untuk ovulasi pada masa estrus. LH merangsang pembentukan korpus luteum, sedangkan estrogen mempengaruhi sekresi hormon gonadotropin hipofisis melalui efek umpan balik pada hipotalamus. FSH yang berpengaruh dalam perkembangan folikel yang bekerja didalam sel granulosa dan sel teka interna dapat mensekresikan estrogen. Estrogen yang dihasilkan kemudian merangsang perkembangan sel folikel lainnya. Pengaruh itu lebih besar untuk LH karena konsentrasi estrogen yang tinggi, selain merangsang sekresi GnRH, juga meningkatkan sensitivitas mekanisme pelepasan LH dipituitari terhadap sinyal hipotalamus. Folikel yang telah memiliki reseptor terhadap LH dan dapat merespon terhadap petunjuk hormonal ini, dalam satu contoh umpan balik positif, peningkatan konsentrasi LH yang disebabkan oleh peningkatan sekresi estrogen dari folikel yang sedang tumbuh menginduksi pematangan akhir folikel tersebut dan ovulasi terjadi sekitar satu hari setelah lonjakan LH (Campbell, 2004:164)

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian mengenai pengaruh ekstrak daun kenari (Canarium indicum,L) terhadap perkembangan folikel


(22)

4

ovarium adalah tikus putih betina jenis Rattus norvegicus galur wistar dengan syarat tikus putih belum pernah mengalami kebuntingan. Alasan utama digunakannya tikus putih sebagai hewan uji dikarenakan tikus putih termasuk hewan mamalia, oleh sebab itu dampaknya suatu perlakuan yang diuji cobakan pada tikus tidak jauh berbeda dengan mamalia lainnya.

Selain itu juga tikus merupakan hewan yang sangat mudah untuk dikembangbiakkan, mudah dipelihara, mudah beradaptasi dengan baik pada lingkungan yang baru, memiliki siklus estrus berkisar 4-6 hari dan memilili masa lama kebuntingan antara 21-22 hari.

Tikus juga memiliki umur yang relatif pendek yaitu antara dua hingga tiga tahun, sehingga dalam waktu yang singkat dapat mengamati beberapa generasi tikus. Tikus mudah diperoleh dalam jumlah besar dan harganya relatif murah. Berdasarkan yang telah diuraikan diatas, maka perlu adanya penelitian untuk mengetahui efek fitoestrogen yang terdapat dalam daun kenari terhadap perkembangan folikel ovarium tikus putih betina yang belum pernah mengalami kebuntingan dengan cara pemberian ekstrak daun kenari secara oral pada tikus putih (Rattus norvegicus, L.).

B.BIdentifikasiBMasalahB

1. Daun kenari mengandung senyawa fitoestrogen berupa flavonoid, senyawa tersebut berpotensi dalam menimbulkan efek hormonal, tetapi pengaruhnya dari ekstrak daun kenari terhadap organ reproduksi khususnya pada ovarium belum diketahui.


(23)

5

2. Kekurangan dan kelebihan pemberian fitoestrogen yang berasal dari ekstrak daun kenari terhadap pertumbuhan folikel ovarium belum diketahui

3. Fitoestrogen dalam daun kenari memiliki struktur mirip dengan estrogen endogen. Kelebihan dan kekurangan pemberian ekstrak daun kenari yang mengandung fitoestrogen terhadap perkembangan folikel ovarium pada tikus putih belum diketahui.

C.BBatasanBMasalahB

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut maka dalam penelitian ini hanya dibatasi untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun kenari (Canarium indicum, L.) terhadap perkembangan folikel ovarium tikus putih (Rattus norvegicus, L.).

D.BRumusanBMasalahB

Apa pengaruh pemberian ekstrak daun kenari (Canarium indicum, L.) terhadap perkembangan folikel ovarium pada tikus putih (Rattus norvegicus, L.) betina ?

E.BTujuanBPenelitianB

Mengetahui pengaruh ekstrak daun kenari (Canarium indicum, L.) terhadap perkembangan folikel ovarium tikus putih (Rattus norvegicus, L.). F.BManfaatBPenelitianB

1. Bidang Penelitian

Penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk data bagi penelitian selanjutnya. Data hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai pembelajaran mengenai kandungan yang terdapat dalam daun kenari


(24)

6

(Canarium indicum, L.) dan pengaruhnya terhadap struktur perkembangan folikel ovarium pada tikus putih (Rattus norvegicus, L.).

2. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi tentang pengaruh fitoestrogen terhadap organ reproduksi sehingga masyarakat dapat mengetahui efek negatif maupun positif pada daun kenari (Canarium indicum, L.).

G.BDefinisiBOperasionalB

1. Tanaman kenari (Canarium indicum L) merupakan tanaman yang terkenal di kepulauan maluku utara khususnya di Ternate, karena di kepulauan ini merupakan salah satu sentra produksi tanaman kenari. Daun tanaman kenari (Canarium indicum, L.) mengandung senyawa flavonoid, polifenol, tanin dan saponin serta tidak mengandung senyawa alkaloid dan steroid.B

2. Daun kenari yang digunakan adalah daun kenari tua berwarna hijau yang diambil dari kebun biologi UGM.B

3. Daun kenari yang diberikan pada tikus putih betina adalah daun yang sudah diekstrak dengan menggunakan teknik maserasi menggunakan pelarut etanol 96%.B

4. Tikus yang digunakan adalah tikus putih betina (Rattus norvegicus, L.) galur

wistar yang berumur ±2 bulan yang di beli dari peternak tikus di daerah bantul.B

5. Perkembangan folikel dalam tubuh tikus putih bersifat mikroskopik. Perkembangan folikel ovarium yang diamati meliputi folikel primer, folikel


(25)

7

sekunder, foliker tersier, folikel de graff, korpus luteum, folikel atresia dan ovulasi. B


(26)

A. Kajian Teori 1. Tanaman Kenari (

a. Tanaman Kenari

Gambar 1. Tanaman Kenari (Dokumentasi Penelitian, 2016)

Pohon kenari merupakan tanaman hutan dan belum banyak di budidayakan. Kenari merupakan tanaman asli Indonesia yang banyak tumbuh di daerah Indonesia bagian timur, seperti Sulawesi Utara, Maluku dan Pulau Seram.

Beberapa sumber menyatakan

di beberapa negara seperti Afrika, Nige Fiji, dan Papua N

8 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

1. Tanaman Kenari (Canarium indicum, L.) Tanaman Kenari

Gambar 1. Tanaman Kenari (Dokumentasi Penelitian, 2016)

Pohon kenari merupakan tanaman hutan dan belum banyak di budidayakan. Kenari merupakan tanaman asli Indonesia yang banyak tumbuh di daerah Indonesia bagian timur, seperti Sulawesi Utara, Maluku dan Pulau Seram. Tanaman ini diduga berasal dari Indonesia ba

Beberapa sumber menyatakan bahwa tanaman kenari juga banyak dijumpai di beberapa negara seperti Afrika, Nigeria, Thailand, Filipina, Kepula Fiji, dan Papua Nugini. Penelitian intensif tentang asal-usul tanaman ini

Gambar 1. Tanaman Kenari (Dokumentasi Penelitian, 2016)

Pohon kenari merupakan tanaman hutan dan belum banyak di budidayakan. Kenari merupakan tanaman asli Indonesia yang banyak tumbuh di daerah Indonesia bagian timur, seperti Sulawesi Utara, Maluku berasal dari Indonesia bagian timur. tanaman kenari juga banyak dijumpai ria, Thailand, Filipina, Kepulauan usul tanaman ini


(27)

9

yang sebenarnya masih perlu dilakukan. Tanaman ini berpotensi ekonomi, kenari diambil buahnya terutama bagian dalam bijinya untuk di makan dan bijinya diolah menjadi minyak. Tumbuhan ini berasal dari kawasan Malenesian (Lukmanto,2015:6)

Di Indonesia bagian timur buah kenari ini penghasilan utama warga Pulau Makian di Halmahera Selatan, Maluku Utara. Banyaknya kenari menyebabkan pulau ini dikenal sebagai Pulau Kenari. Tanaman kenari memiliki beberapa sebutan nama. Penyebutan umum atau dalam bahasa inggris diantaranya Blume Galip, C. Almond, C. Nut, Galip, Galip Nut, Almond Java, Java Olive, Kenari, Nangai Nut, Nut Ali. Penyebutan dalam bahasa daerah di Indonesia diantaranya : Jal, Jar (Ambon), Kanari Bagea (Maluku), Kenari Ambon (Suku Sunda). Kenari merupakan tanaman vascular (mempunyai system jaringan pembuluh pada batangnya), berbunga dan berbiji dikotil (Lukmanto,2015:5).

Genus Canarium L. Termasuk dalam famili Burseraceae. Genus Canarium L. terdiri dari 5 spesies utama yang ditemukan di daerah tropis Asia dan Pasifik dan beberapa spesies di daerah Afrika tropis (Orwa st al., 2009). Dari spesies yang ada, spesies yang terdapat di Pasifik Barat diklasifikasikan menjadi 2 group, yaitu : 1). Maluense (spesies canarium lamili, canarium salomonense, canarium harveyi) dan 2). Vulgare (canarium vulgare, canarium indicum, canarium ovatum). Ketiga spesies yang dominan tersebut berbeda-beda asalnya Canarium vulgare berasal dari


(28)

10

indonesia, Canarium ovatum berasal dari Filipina dan Canarium indicum berasal dari Indonesia (Lukmanto,2015:7)..

Tempat tumbuh dari tanaman kenari yaitu di hutan primer. Tanaman kenari ini tumbuh dengan baik pada tanah-tanah kapur, tanah-tanah berpasir di pantai. Tetapi dapat juga tumbuh pada tanah-tanah podsolik yang kurang subur sampai yang subur dan pada tanah-tanah latosol. Tanaman kenari dapat tumbuh dan berproduksi baik pada ketinggian 0 – 1000 meter di atas permukaan laut, walaupun dibeberapa tempat dapat juga tumbuh pada ketingian 1500 meter dpl. Tanaman kenari ini juga dapat tumbuh pada lahan datar, bergelombang dan bertebing-tebing curam.

Ditinjau dari kondisi iklimnya, tanaman kenari ini dapat tumbuh di daerah-daerah yang beriklim kering dan basah. Tanaman kenari dapat tumbuh di daerah dengan jumlah curah hujan 1.500 – 2.400 mm per tahun dan suhu 200 – 270 C (Donuata, 2014:12).


(29)

b. Morfologi Tanaman Kenari Secara morfologi ta 1) Batang

Gambar 2. Batang Pohon Kenari

Batangnya tegak dengan warna coklat tua. Jika kulit batang pohon diiris akan menegluarkan getah kenari yang memiliki tekstur lunak, berwarna keputih-putihan, berbau aromatik seperti terpentin, dan merupakan hasil eksudasi patologis dari tumbuhan kenari itu sendiri. Pohon kenari memproduksi getah pada saat daun mulai tumbuh. Selama musim kering, pohon kenari berada dalam masa dorman, tanpa daun,

memproduksi resin (Donuata,2014:6).

11 b. Morfologi Tanaman Kenari

Secara morfologi tanaman memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

Gambar 2. Batang Pohon Kenari (Dokumentasi Penelitian, 2016) Batangnya tegak dengan warna coklat tua. Jika kulit batang pohon diiris akan menegluarkan getah kenari yang memiliki tekstur lunak, berwarna putihan, berbau aromatik seperti terpentin, dan merupakan hasil eksudasi patologis dari tumbuhan kenari itu sendiri. Pohon kenari memproduksi getah pada saat daun mulai tumbuh. Selama musim kering, pohon kenari berada dalam masa dorman, tanpa daun,

memproduksi resin (Donuata,2014:6).

ciri sebagai berikut :

(Dokumentasi Penelitian, 2016) Batangnya tegak dengan warna coklat tua. Jika kulit batang pohon diiris akan menegluarkan getah kenari yang memiliki tekstur lunak, berwarna putihan, berbau aromatik seperti terpentin, dan merupakan hasil eksudasi patologis dari tumbuhan kenari itu sendiri. Pohon kenari memproduksi getah pada saat daun mulai tumbuh. Selama musim kering, pohon kenari berada dalam masa dorman, tanpa daun, dan tidak


(30)

2) Akar

Gambar 3. Akar Pohon Kenari

Sistem perakaran pada tanaman kenari ini adalah sistem akar tunggang. Pada sistem akar tunggang, baik akar primer maupun satu atau lebih aka lateral yang menggantikan akar primer pada tahap awal perkembangan kecambah tumbuh lebih cepat dan menjadi lebih besar serta kuat daripada akar-akar lain, sehingga terbentuk s

(Donuata,2014:7).

12

Gambar 3. Akar Pohon Kenari (Dokumentasi Penelitian, 2016) Sistem perakaran pada tanaman kenari ini adalah sistem akar tunggang. Pada sistem akar tunggang, baik akar primer maupun satu atau lebih aka lateral yang menggantikan akar primer pada tahap awal perkembangan kecambah tumbuh lebih cepat dan menjadi lebih besar serta kuat daripada

akar lain, sehingga terbentuk satu atau lebih akar (Donuata,2014:7).

(Dokumentasi Penelitian, 2016) Sistem perakaran pada tanaman kenari ini adalah sistem akar tunggang. Pada sistem akar tunggang, baik akar primer maupun satu atau lebih akar lateral yang menggantikan akar primer pada tahap awal perkembangan kecambah tumbuh lebih cepat dan menjadi lebih besar serta kuat daripada atu atau lebih akar –akar utama


(31)

3) Daun

Gambar 4. Daun

Daunnya majemuk menyirip gasal dengan 4

menjorong memanjang, dengan permukaan licin dan mengkilap. Da tidak mempunyai daun penumpu

4) Bunga

13

Gambar 4. Daun Kenari (Dokumentasi Penelitian, 2016)

Daunnya majemuk menyirip gasal dengan 4-5 pasang pinak daun yang menjorong memanjang, dengan permukaan licin dan mengkilap. Da tidak mempunyai daun penumpu (Donuata,2014:8).

Gambar 5. Bunga Kenari (Donuata, 2014:9) Kenari (Dokumentasi Penelitian, 2016)

5 pasang pinak daun yang menjorong memanjang, dengan permukaan licin dan mengkilap. Daun


(32)

Tanaman ini adalah tumbuhan berumah dua, dengan bunganya yang tumbuh di pangkal daun yang masih muda. Seperti layaknya pada

atau rambutan

Bunga tumbuhan ini muncul dalam waktu yang teratur, walaupun buahnya memerlukan waktu yang lama untuk masak. Ovarium berisi tiga locules, masing-masing dengan dua ovula, sebagian besar waktu

mengembangkan.

zigomorf, kelopak dan mahkota berbilangan 5, daun kelopak dan daun mahkota berbilangan 5, daun mahkota bebas. Benang sari 8. Tersusun dalam 2 lingkaran yang tidak lengkap

5) Buah

Gambar 6. Buah Kenari Buahnya adalah

45,7 g. Kulit (

keunguan ketika buah matang; pulp (

berdaging, dan kehijauan dalam warna, dan cangkang keras (

14

Tanaman ini adalah tumbuhan berumah dua, dengan bunganya yang tumbuh di pangkal daun yang masih muda. Seperti layaknya pada

rambutan. Penyerbukan bunga tanaman ini dilakukan oleh serangga. Bunga tumbuhan ini muncul dalam waktu yang teratur, walaupun buahnya memerlukan waktu yang lama untuk masak. Ovarium berisi tiga locules,

masing dengan dua ovula, sebagian besar waktu hanya satu

mengembangkan. Perbungaannya berbentuk malai. Berkelamin tunggal, zigomorf, kelopak dan mahkota berbilangan 5, daun kelopak dan daun mahkota berbilangan 5, daun mahkota bebas. Benang sari 8. Tersusun dalam 2 lingkaran yang tidak lengkap (Donuata, 2014:9)

Gambar 6. Buah Kenari (Dokumentasi Penelitian, 2016)

adalah buah berbiji, diameter 4 sampai 7 cm dan beratnya 15,7 45,7 g. Kulit (exocarp) adalah halus, tipis, mengkilap, dan berwarna hitam keunguan ketika buah matang; pulp (mesocarp) adalah kuning berserat, berdaging, dan kehijauan dalam warna, dan cangkang keras (

Tanaman ini adalah tumbuhan berumah dua, dengan bunganya yang tumbuh di pangkal daun yang masih muda. Seperti layaknya pada pepaya Penyerbukan bunga tanaman ini dilakukan oleh serangga. Bunga tumbuhan ini muncul dalam waktu yang teratur, walaupun buahnya memerlukan waktu yang lama untuk masak. Ovarium berisi tiga locules, hanya satu ovula Perbungaannya berbentuk malai. Berkelamin tunggal, zigomorf, kelopak dan mahkota berbilangan 5, daun kelopak dan daun mahkota berbilangan 5, daun mahkota bebas. Benang sari 8. Tersusun

(Dokumentasi Penelitian, 2016)

dan beratnya 15,7-) adalah halus, tipis, mengkilap, dan berwarna hitam

) adalah kuning berserat, berdaging, dan kehijauan dalam warna, dan cangkang keras (endocarp)


(33)

15

dalam melindungi normal dicotyledonous embrio. Para basal akhir shell (endocarp) adalah menunjuk dan apikal akhir lebih atau kurang tumpul; antara benih dan cangkang keras (endocarp) adalah, tipis kecoklatan, berserat kulit biji dikembangkan dari lapisan bagian dalam endocarp tersebut. Ini lapisan tipis biasanya melekat erat pada dan shell / atau benih. Sebagian dari berat kernel terdiri dari kotiledons, yang sekitar 4,1-16,6% dari buah utuh. Bakal buah beruang 2-3, tiap ruang dengan 1-2 bakal biji yang apotrop atau epitrop. Berbiji, gepeng, panjang, terdapat 2-3 biji dalam satu buah (berbentuk sawo kecil).

c. Taksonomi Tanaman Kenari

Secara taksonomi, kenari memilki klasifikasi sebagai berikut : Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Superdivisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliopsida Kelas : Magnoliopsida Subkelas : Rosidae Ordo : Sapindales Famili : Burseraceae Genus : Canarium Sumber : (Lukmanto, 2015:5). Nama binominal :


(34)

16 Canarium vulgars Lssnh.

d. Kandungan Kimia Daun Kenari

Berdasarkan studi literatur, telah banyak dilaporkan tentang kandungan kimia dari daun spesies genus Canarium L. lainnya diantaranya C. Schwsinfurthii (Atile) mengandung senyawa :

1. Flavonoid

Flavonoid merupakan senyawa alami yang mengandung 15 atom karbon sebagai rangka dasarnya (William, 1955:104). Wurlina (2003:90) menyatakan flavonoid termasuk golongan fitoestrogen yaitu sumber estrogen yang berasal dari tanaman yang merupakan senyawa non steroidal dan memiliki aktivitas estogenik.

2. Saponin

Senyawa saponin merupakan larutan berbuih dan merupakan steroid atau glikosida triterpenoid. Efek negatif dari saponin pada reproduksi hewan diketahui sebagai abortivum, menghambat pembentukan zigot dan anti implantasi. Saponin bersifat sitoksik terhadap sel terutama yang sedang mengalami perkembangan seperti pada saat oogenesis ( De Padua 1978 dalam Rusmiati, 2010:34).

3. Tanin

Tanin merupakan senyawa yang termasuk ke dalam golongan polifenol yang dapat membentuk kompleks dengan protein. Tanin memiliki peranan biologis yang kompleks. Hal ini dikarenakan sifat tanin yang sangat kompleks mulai dari pengendap protein hingga pengkhelat


(35)

17

logam. Tanin juga dapa berfungsi sebagai antioksidan biologis. (Lukmanto, 2015:27).

Pada C. Adontophyllum mengandung terpenoid, tanin, flavonoid, fenol dan saponin sedangkan alkaloid tidak ada (Lukmanto, 2015: 8). Pada C. Album mengandung flavonoid, triterpena dan seskuiterpena dan untuk C. Indicum mengandung : senyawa flavonoid, polifenol, tanin dan saponin tetapi tidak mengandung senyawa alkaloid dan steroid (Lukmanto, 2015: 8). Penggunaan kandungan zat kimia sebagai salah satu cara untuk menentukan hubungan kekerabatan jenis (inter specific) dan dibawah tingkat jenis (infra spesific) disebut dengan kemotaksonomi. McNair (1935 dalam Lukmanto,2015:8) menyatakan bahwa semakin dekat hubungan kekerabatannya (taxa) akan menghasilkan kandungan kimia yang lebih mirip. Berdasarakan kemotaksonominya kandungan kimia daun kenari memiliki kemiripan dengan spesies Canarium lainnya.

2. Fitoestrogen

Fitoestrogen memiliki struktur yang mirip dengan 17ß estradiol, sehingga dapat berikatan dengan kedua reseptor estrogen yaitu Erɑ dan Erß. Fitoestrogen berpengaruh khusus terhadap prostat, ovarium, paru-paru, vesika urinaria, ginjal, uterus dan testis. Fitoestrogen kurang poten dibandingkan estrogen tetapi sirkulasi berulang dapat menyebabkan efek yang potensial (Permana, 2009; 11). Fitoestrogen dapat terserap dalam tubuh dan mengalami berbagai macam perubahan dengan cara dipecah menjadi komponen lain yang berbeda didalam tubuh tetapi masih mengandung khasiat yang sama seperti estrogen


(36)

endogen (Biben, 2012:1

fitoestrogen, yaitu flavonoid. Nama flavonoida diberikan pada suatu golongan besar senyawa yang berasal dari kelompok senyawa yang paling umum, senyawa flavon, suatu jembatan oksigen terdapat diantara cincin A dalam kedudukan orto, dan atom karbon benzil yang terletak sebelah cincin B. Senyawa heterosiklik ini, pada tingkat oksidasi yang berbeda terdapat dalam kebanyakan tumbuhan. Flavon ad

dengan tingkat oksidasi paling rendah dan dianggap sebagai struktur induk dalam nomenklatur kelompok senyawa

Flavonoid merupakan salah satu kelompok senyawa metabolit sekunder yang paling banyak ditemukan di dalam jaringan tanaman. Flavonoid termasuk dalam golongan senyawa phenolik dengan struktur kimia C6

flavonoid terdiri atas satu cincin aromatik A, satu cincin aromatik B dan cincin tengah berupa heterosiklik yang m

cincin ini dijadikan dasar pembagian flavonoid ke dalam sub (Redha, 2010 : 197).

Gambar 7. Struktur Molekul Flavonoid (Redha, 2010 : 197)

18

endogen (Biben, 2012:1-2). Dalam daun kenari juga terdapat salah satu bentuk fitoestrogen, yaitu flavonoid. Nama flavonoida diberikan pada suatu golongan besar senyawa yang berasal dari kelompok senyawa yang paling umum, senyawa flavon, suatu jembatan oksigen terdapat diantara cincin A dalam kedudukan orto, dan atom karbon benzil yang terletak sebelah cincin B. Senyawa heterosiklik ini, pada tingkat oksidasi yang berbeda terdapat dalam kebanyakan tumbuhan. Flavon adalah bentuk yang mempunyai cincin C dengan tingkat oksidasi paling rendah dan dianggap sebagai struktur induk dalam nomenklatur kelompok senyawa-senyawa ini (Tampubolon, 2011 ; 10).

Flavonoid merupakan salah satu kelompok senyawa metabolit sekunder ling banyak ditemukan di dalam jaringan tanaman. Flavonoid termasuk dalam golongan senyawa phenolik dengan struktur kimia C6-C3

flavonoid terdiri atas satu cincin aromatik A, satu cincin aromatik B dan cincin tengah berupa heterosiklik yang mengandung oksigen dan bentuk teroksidasi cincin ini dijadikan dasar pembagian flavonoid ke dalam sub-sub kelompoknya (Redha, 2010 : 197).

Gambar 7. Struktur Molekul Flavonoid (Redha, 2010 : 197)

2). Dalam daun kenari juga terdapat salah satu bentuk fitoestrogen, yaitu flavonoid. Nama flavonoida diberikan pada suatu golongan besar senyawa yang berasal dari kelompok senyawa yang paling umum, yaitu senyawa flavon, suatu jembatan oksigen terdapat diantara cincin A dalam kedudukan orto, dan atom karbon benzil yang terletak sebelah cincin B. Senyawa heterosiklik ini, pada tingkat oksidasi yang berbeda terdapat dalam alah bentuk yang mempunyai cincin C dengan tingkat oksidasi paling rendah dan dianggap sebagai struktur induk senyawa ini (Tampubolon, 2011 ; 10). Flavonoid merupakan salah satu kelompok senyawa metabolit sekunder

ling banyak ditemukan di dalam jaringan tanaman. Flavonoid termasuk C3-C6. Kerangka flavonoid terdiri atas satu cincin aromatik A, satu cincin aromatik B dan cincin engandung oksigen dan bentuk teroksidasi sub kelompoknya


(37)

19

Senyawa golongan flavonoid terbukti memilki efek hipoglikemik melalui mekanisme penghambatan aktivitas ɑ-glukosidae. Beberapa jenis senyawa golongan flavonoid yang sudah ditemukan sebelumnya dan diketahui memiliki efek penghambatan aktivitas ɑ-glukosidae antara lain galaktosida, 3-O-glukosida, 3-O-arabinopyranoside, 3-Oramnosida dari mirisetin dan kuersetin (Fitriyandi, 2012:67).

3. Tikus Putih

a. Karakteristik Tikus Putih Tabel 1. Dekskripsi Tikus Putih

Berat dewasa Jantan : 250-300, betina : 180-220 gram Rata-rata rentang hidup 2-3 tahun

Umur siap kawin Jantan : 8-10 minggu, betina : 8-10 minggu

Siklus estrus 2-5 hari

Estrus 9-20 jam

Masa Kehamilan 19-22 hari

Umur sapih 19-22 hari

Jumlah anak 9-11 ekor

Berat lahir normal 5-6 gram

Berat sapih 45-46 gram

Konsumsi makanan 15-30 gram/hari (dewasa) Konsumsi air 20-45 ml/hari (dewasa)

Mata terbuka 10-14 hari


(38)

20

Muncul rambut 8-9 hari

Jumlah puting 3 pasang di thorax dan 2 pasang di abdomen (National Laboratory Animal Center, 2016)

Tikus merupakan hewan laboratorium yang banyak digunakan dalam penelitian dan percobaan antara lain untuk mempelajari pengaruh obat-obatan, toksisitas, metabolisme, embriologi maupun dalam mempelajari tingkah laku. Tikus putih (Rattus norvsgicus) berasal dari Asia Tengah dan penggunaannya telah menyebar luas di seluruh dunia. Terdapat dua sifat yang membedakan tikus dengan hewan-hewan percobaan lain yaitu tikus tidak dapat muntah karena struktur anatomi tikus tidak lazim pada bagian esofagus yang langsung bermuara ke lambung dan tikus tidak mempunyai empedu. Selain itu juga tikus memiliki keunggulan lain diantaranya, yaitu : 1) Siklus reproduksinya sangat singkat sehingga hasil uji cepat diketahui. 2) Masa aktivasi reproduksi sangat panjang.

3) Mudah diperlakukan.

4) Reaksi-reaksi didalam tubuhnya lebih sesuai dengan manusia sehingga hasilnya akan lebih cocok daripada menggunakan spesies lain.

5) Ukuran tikus seragam dan mudah ditangkarkan.

Tikus lebih cepat dewasa, tidak memperlihatkan fertilisasi musiman dan lebih mudah berkembang biak. Berat badan pada umur 4 minggu dapat mencapai 35-40 gram dan setelah dewasa 200-250 gram. Tikus putih galur wistar mudah didapatkan.


(39)

21

1) Kepala, badan dan ekor terlihat jelas, tertutup rambut, tetapi ekornya bersisik dan kadang-kadang berambut.

2) Memilki sepasang daun telinga, mata dengan membran nitikans, bibir kecil dan lentur. Di sekat hidung terdapat misae.

3) Badan tikus berukuran kecil (± 600mm) : mamalia kecil. 4) Ukuran panjang badan tikus lebih besar dari pada mencit. 5) Tikus betina memiliki kelenjar mamae berjumlah 4-6 pasang.

6) Kaki depan lebih kecil dari pada kaki belakang. Kaki depan memiliki 4 jari, sedangkan kaki belakang 5 jari.

7) Anus terdapat dibawah ekor dan organ reproduksi terletak di sebelah anterior anus.

Reaksi metabolisme yang terjadi dalam tubuh tikus hampir mirip dengan metabolisme pada manusia, hasil pengamatan tehadap kondisi tikus setelah diujikan dapat digunakan sebagai salah satu acuan dosis untuk manusia (Martin dan De blalse, 2001:333). Reaksi metabolisme tubuh tikus putih dan manusia tidak jauh berbeda sehingga hasil yang akan diperoleh pada penelitian dengan menggunakan tikus putih sebagai hewan uji akan lebih cocok digunakan oleh manusia. Selain beberapa hal diatas data biologis dan angka konservasi tikus putih sudah banyak dipubllikasikan sehingga dosis bahan uji dapat diterapkan pada manusia (Smith and Mangkoedjiwo, 1998 dalam Ika, 2012:19)


(40)

b. Taksonomi Tikus Putih Tikus termasuk familia

menyusui). Para ahli zoologi sepakat untuk menggolongkannya kedalam ordo rodensia (hewan yang mengerat), untuk lebih lanjut, tikus dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom Filum Kelas Familia Genus Spesies

Gambar 8. Tikus Putih Betina (Dokumentasi Pribadi, 2016)

22

Tikus Putih (Rattus norvegicus, L.)

Tikus termasuk familia Muridae dari kelompok mamalia

menyusui). Para ahli zoologi sepakat untuk menggolongkannya kedalam ordo rodensia (hewan yang mengerat), untuk lebih lanjut, tikus dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

: Animalia : Chordata : Mammalia : Muridae : Rattus

: Rattus norvegicus, L. (Priyambodo, 1995:55)

Gambar 8. Tikus Putih Betina (Dokumentasi Pribadi, 2016) Muridae dari kelompok mamalia (hewan menyusui). Para ahli zoologi sepakat untuk menggolongkannya kedalam ordo rodensia (hewan yang mengerat), untuk lebih lanjut, tikus dapat

: Rattus norvegicus, L. (Priyambodo, 1995:55)


(41)

c. Siklus Estrus

Siklus reproduksi adalah proses berulang yang terjadi pada sistem reproduksi hewan betina dewasa yang

orga reproduksi tertentu. Organ

seperti ovarium, oviduk, uterus dan vagina. Siklus reproduksi pada mamalia (primata) disebut dengan siklus menstruasi, sedangkan siklus reproduks non-primata disebut siklus estrus (Cambpell,dkk., 2004: 163)

Siklus estrus adalah siklus reproduksi yang berlangsung pada hewan non primata betina dewasa seksual yang tidak hamil. Estrus dikenal dengan istilah istilah yaitu satu periode secara psiko

betina yang bersedia menerima pejantan untuk kopulasi (Ketut, dkk., 2010: 56).

Gambar 9.

23

Siklus reproduksi adalah proses berulang yang terjadi pada sistem reproduksi hewan betina dewasa yang meperlihatkan perubahan

orga reproduksi tertentu. Organ—organ tersebut adalah organ-organ reproduksi seperti ovarium, oviduk, uterus dan vagina. Siklus reproduksi pada mamalia (primata) disebut dengan siklus menstruasi, sedangkan siklus reproduks

primata disebut siklus estrus (Cambpell,dkk., 2004: 163)

Siklus estrus adalah siklus reproduksi yang berlangsung pada hewan non primata betina dewasa seksual yang tidak hamil. Estrus dikenal dengan istilah istilah yaitu satu periode secara psikologis maupun fisiologis pada hewan betina yang bersedia menerima pejantan untuk kopulasi (Ketut, dkk., 2010:

. Mikrograf Epitel Vagina Tikus Putih Fase Estrus Perbesaran 40X (Dokumentasi Penelitian, 2016)

Siklus reproduksi adalah proses berulang yang terjadi pada sistem meperlihatkan perubahan-perubahan organ reproduksi seperti ovarium, oviduk, uterus dan vagina. Siklus reproduksi pada mamalia (primata) disebut dengan siklus menstruasi, sedangkan siklus reproduksi pada

Siklus estrus adalah siklus reproduksi yang berlangsung pada hewan non primata betina dewasa seksual yang tidak hamil. Estrus dikenal dengan

istilah-logis maupun fisioistilah-logis pada hewan betina yang bersedia menerima pejantan untuk kopulasi (Ketut, dkk., 2010:

Mikrograf Epitel Vagina Tikus Putih Fase Estrus Perbesaran 40X (Dokumentasi Penelitian, 2016)


(42)

24

Siklus estrus mamalia dibedakan dalam 2 fase, yaitu fase folikular dan fase lueal. Fase folikular adalah pembentukan folikel sampai masak, sedangkan fase luteal adalah fase setelah ovulasi, kemuadian terbentuknya korpus luteum dan sampai mulainya siklus. Siklus estrus dibagi menjadi 4 fase, yaitu fase proestrus, estrus, melestrus dan diestrus. Setiap fase dalam siklus ditentukan berdasarkan bentuk sel epitel. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel dibawah ini : Tabel 2. Fase estrus tikus putih (Putri, 2012: 10).

No Fase Sel Epitel Bentuk Leukosit

1. Proestrus Sel intermediet Bulat,terdapat inti dan terbentuk oval ditengah dan berada ditengah sel.

Ada

2. Estrus Sel superfisial Poligonal, pipih, sitoplasma luas, tidak berinti, pinggiran sel melipat.

Tidak ada

3. Melestrus Sel prabasal Bulat inti relatif besar dibandingkan sitoplasma.

Ada

4. Diestrus Sel prabasal - Ada

Usapan vagina pada siklus estrus dapat dibedakan menjadi 4 fase yaitu : 1) Proestrus yang diamati dengan adanya sel epitel normal.


(43)

25

2) Estrus yang ditandai dengan sel epitel menanduk. 3) Diestrus ditandai dengan sel epitel normal dan leukosit

4) Melestrus yang ditandai dengan sel epitel normal, sel epitel menanduk dan leukosit (Sugiyanto, 1996:22)

Manifestasi birahi ditimbulkan oleh hormon seks betina, yaitu estrogen yang dihasilkan oleh folikel-folikel ovarium. Pemberian estrogen secara eksogen pada hewan betina dapat menimbulkan birahi pada hampir setiap saat selama periode siklus estrus, bahkan pada hewan betina yang di ovariektomi. Banyak hewan ketika birahi menjadi sangat aktif. Babi dan sapi pada saat birahi berjalan empat atau lima kali leih banyak dibandingkan dengan sisa masa siklusnya. Aktivitas yang tinggi ini disebabkan oleh estrogen. Tikus yang berada di dalam kandang berlari secara spontan jauh lebih banyak ketika birahi dibandingkan selama diestrus (Nalbandov, 1990:141).

d. Sistem Reproduksi Tikus Putih

Fisiologi reproduksi pada tikus putih akan timbul apabila berat badannya mencapai kurang lebih setengah dari berat tubuh dewasa. Keadaan ini dicapai pada umur 50-70 hari. Pembukaan vagina terjadi pada umur 28-49 hari, birahi pertama muncul setelah 1-2 hari mulainya pembukaan vagina (Bennet dan Vickery dalam Nanda 2013:37). Tikus merupakan spesies poliestrus yang dalam satu tahun mengalami beberapa kali siklus birahi. Selama berlangsungnya siklus estrus terjadi perubahan berkala pada berbagai alat kelamin sehingga dibedakan dalam tahap proestrus, estrus, melestrus dan diestrus (Wildan, 194, 1984:29).


(44)

Periode estrus merupakan periode birahi dan kopulasi dimungkinkan hanya pada saat ini. Setiap siklusnya berlangsung selama 9

menanduk banyak terdapat pada preparat ulas vagina. Periode melestrus berlangsung selama 10

Banyak leukosit terlihat dalam ulas vagina bers menanduk. Periode diestrus berlangsung selama 60

terjadi regresi fungsional korpus luteum. Mukosa vagina tipis dan leukosit mendominasi hasil ulasan vagina. Apabila terjadi kebuntingan, siklus akan terganggu selama masa kebuntingan namun siklusnya tertunda lagi sampai akhir laktasi (Turner dan Bragna, 1988:592

4. Ovarium

a. Karakteristik Ovarium

Gambar

Ovarium adalah organ betina yang homolog dengan testes pada hewan jantan. Berbeda dengan testes, ovarium tertinggal dalam cavum abdominalis (Feradis, 2010: 35). Ovarium merupakan kelenjar ganda, sebagai kelenjar

26

Periode estrus merupakan periode birahi dan kopulasi dimungkinkan da saat ini. Setiap siklusnya berlangsung selama 9-15 jam. Sel epitel menanduk banyak terdapat pada preparat ulas vagina. Periode melestrus berlangsung selama 10-14 jam, pada umumnya tidak terjadi perkawinan. Banyak leukosit terlihat dalam ulas vagina bersama dengan sedikitnya sel menanduk. Periode diestrus berlangsung selama 60-70 jam. Pada masa tersebut terjadi regresi fungsional korpus luteum. Mukosa vagina tipis dan leukosit mendominasi hasil ulasan vagina. Apabila terjadi kebuntingan, siklus akan nggu selama masa kebuntingan namun siklusnya tertunda lagi sampai akhir laktasi (Turner dan Bragna, 1988:592-594).

a. Karakteristik Ovarium

Gambar 10. Ovarium Tikus Putih (Dokumentasi Penelitian, 2016) Ovarium adalah organ betina yang homolog dengan testes pada hewan jantan. Berbeda dengan testes, ovarium tertinggal dalam cavum abdominalis (Feradis, 2010: 35). Ovarium merupakan kelenjar ganda, sebagai kelenjar

Ovarium

Periode estrus merupakan periode birahi dan kopulasi dimungkinkan 15 jam. Sel epitel menanduk banyak terdapat pada preparat ulas vagina. Periode melestrus 14 jam, pada umumnya tidak terjadi perkawinan. ama dengan sedikitnya sel 70 jam. Pada masa tersebut terjadi regresi fungsional korpus luteum. Mukosa vagina tipis dan leukosit mendominasi hasil ulasan vagina. Apabila terjadi kebuntingan, siklus akan nggu selama masa kebuntingan namun siklusnya tertunda lagi sampai

10. Ovarium Tikus Putih (Dokumentasi Penelitian, 2016) Ovarium adalah organ betina yang homolog dengan testes pada hewan jantan. Berbeda dengan testes, ovarium tertinggal dalam cavum abdominalis (Feradis, 2010: 35). Ovarium merupakan kelenjar ganda, sebagai kelenjar


(45)

27

eksorin dan kelenjar endokrin, yang mampu menghasilkan sel reta berupa ovum sekresi eksokrin dan menghasilkan hormon ovarium terutama estrogen dan progesteron (sekresi endokrin). Struktur ovarium sangat bervariasi tergantung pada spesies dan umur tahap siklus seksual. Ovarium merupakan bagian alat kelamin yang utama (Suhandoyo,1992:29).

Pada semua mamalia terdapat sepasang ovarium. Ovarium tersebut terletak dekat ginjal, yaitu tempat ovarium pertama kali mengalami diferensiasi. Selama perkembangannya ovarium terletak pada tempat semula atau tetap tidak seperti halnya pada testis yang mengalami penurunan. Ukuran ovarium sangat tergantung pada umur dan status reproduksi betina. Pertumbuhan ovarium dan perkembangan komponen-komponen histologisnya dikontrol oleh hormon-hormon yang berasal dari kelenjar pituitari (Nalbandov, 1990: 21). Besar ovarium sangat tergantung pada umur dan status reproduksi hewan betina. Pada permukaan bebas, organ ini ditutupi oleh selapis sel kuboid yaitu epitel gonade (Brown dan Dellman, 1992:489)

Jaringan dasar ovarium disebut stroma, mengandung serat jaringan ikat, otot polos dan pembuluh darah yang bergelung-gelung banyak sekali. Badan ovarium terbagi atas korteks yang langsung disebelah dalam tunika albuginea dan medula berada didalamnya (Wildan Yatim, 1990:70)

Ovarium dikelilingi oleh Epithel germinal. Pada bagian bawah epithel terdapat tunika albugenia yang memiliki vaskularisasi sangat sedikit. Ovarium terdiri dari korteks dan medulla. Korteks merupakan bagian


(46)

28

fungsional ovarium yang terdiri dari jaringan konektif yang disebut stroma yang didalamanya terdapat folikel ovarium dalam berbagai tahap perkembangan, sedangkan medulla berada dibagian tengah ovarium, terdiri atas jaringan konektif yang kaya vaskularisasi, saraf, limfa, serta terdapat sel interestial (Rusmiatik, 2013: 12). Stroma korteks berupa jaringan ikat longgar. Tunika albuginea tebal dan merupakan lapisan yang langsung berada dibawah epitel permukaan. Tebal tunika albuginea dapat menipis dan bahkan menghilang karena terdesak oleh perkembangan folikel ovarium serta corpus luteum selama aktivitas ovarium meningkat (Dellman dan Brown, 1992: 490-491)

Dua komponen pada ovarium yang terpenting adalah folikel dan korpus luteum (Nalbandov, 1990: 22). Fisiologis ovarium sangat berkaitan dengan pembentukan dan perkembangan folikel (folikulogenesis). Folikulogenesis merupakan proses dimana sel-sel somatik serta menjadi matur dan mampu untuk di fertilisasi. Menurut sadler (2004), oosit primer yang bertahan hidup dikelilingi oleh sel epitel pipih yang disebut folikel primordial. Selama masa pubertas, setiap bulannya 15-20 folikel primordial berkembang dan satu folikel diantaranya mengalami ovulasi setiap 28 hari. Hal ini terjadi selama 35-40 tahun (Rusmiatik, 2013: 2012).

b. Folikel Ovarium

Ovum terbentuk karena adanya pembelahan meiosis yang sering disebut sebagai oogenesis. Sel telur berasal dari perkembangan epitel germinativum yang mengalami penggandaan yang hebat dan terdefersiansi menjadi oosit


(47)

primer (Mamet, 1978:23, Turner C.D dan J.T Bagnara 1988:461). Proses meiosis dihentikan pada stadium profase akhir, sedangkan folikel oosit itu sendiri ukurannya akan menjadi bertambah. Pada penyelesaian pembelahan meiosis pertama, selanjutnya oosit sekunder yang haploid akan mengalami pembelahan meiosis yang kedua, sel germinal akan m

yang masak setelah benda kutub kedua dilepaskan (Partowirohartono, S. 1987: 82).

Gambar 11. Proses Folikulogenesis dan Ovulasi dalam ovarium

Sel telur pada ovarium dikelilingi oleh sel folikel yang merupakan sel hasil deferesiansi ephitelium germinativum yang bersifat sebagai sel soma. Folikel ovarium mengalami tiga tahap perkembangan. Pada embrio betina pada pasca lahir juga sebagian besar fol

primer. Folikel

albuginea dan memiliki ciri khusus, yaitu bahwa ovarium yang terdapat

29

primer (Mamet, 1978:23, Turner C.D dan J.T Bagnara 1988:461). Proses ntikan pada stadium profase akhir, sedangkan folikel oosit itu sendiri ukurannya akan menjadi bertambah. Pada penyelesaian pembelahan meiosis pertama, selanjutnya oosit sekunder yang haploid akan mengalami pembelahan meiosis yang kedua, sel germinal akan menjadi suatu ovum yang masak setelah benda kutub kedua dilepaskan (Partowirohartono, S.

Gambar 11. Proses Folikulogenesis dan Ovulasi dalam ovarium (Anwar, 2005:2)

Sel telur pada ovarium dikelilingi oleh sel folikel yang merupakan sel hasil deferesiansi ephitelium germinativum yang bersifat sebagai sel soma. Folikel ovarium mengalami tiga tahap perkembangan. Pada embrio betina pada pasca lahir juga sebagian besar folikel-folikelnya berupa folikel primer. Folikel-folikel tersebut membentuk lapisan tebal dibawah tunika albuginea dan memiliki ciri khusus, yaitu bahwa ovarium yang terdapat primer (Mamet, 1978:23, Turner C.D dan J.T Bagnara 1988:461). Proses ntikan pada stadium profase akhir, sedangkan folikel oosit itu sendiri ukurannya akan menjadi bertambah. Pada penyelesaian pembelahan meiosis pertama, selanjutnya oosit sekunder yang haploid akan mengalami enjadi suatu ovum yang masak setelah benda kutub kedua dilepaskan (Partowirohartono, S.

Gambar 11. Proses Folikulogenesis dan Ovulasi dalam ovarium

Sel telur pada ovarium dikelilingi oleh sel folikel yang merupakan sel hasil deferesiansi ephitelium germinativum yang bersifat sebagai sel soma. Folikel ovarium mengalami tiga tahap perkembangan. Pada embrio betina folikelnya berupa folikel folikel tersebut membentuk lapisan tebal dibawah tunika albuginea dan memiliki ciri khusus, yaitu bahwa ovarium yang terdapat


(48)

30

didalamnya tidak memiliki membran vitelina. Ovarium dikelilingi oleh banyak lapisan granulosa pada folikel yang lebih masak (Dellman, H. D. dan Brown, E. M. 1992: 491-496)

Jumlah folikel yang tersedia sangat berbeda pada setiap perempuan. Oosit dan pertumbuhan folikel juga dipengaruhi oleh stress biologis seperti radikal bebas, kerusakan DNA dan menumpuknya bahan kimia yang dihasilkan oleh proses metabolisme tubuh. Folikel yang berada di korteks ovarium seluruhnya pada tahap folikel primordial sebelum mencapai masa pubertas. Oosit berhenti berkembang sampai berada pada stadium diploten. Oosit tersebut dikelilingi oleh selapis sel granulose pipih dan tidak memiliki suplai pembuluh darah. Folikel tidak dipengaruhi oleh gonadotropin. Tetapi diferensiasi dan proliferasinya dipicu oleh faktor lokal (Rusmiatik, 2013: 13).

Morfologi dan ukuran folikel-folikel yang sedang tumbuh sangat berbeda-beda oleh karena folikel itu tergantung pada umurnya, dan folikel yang mulai tumbuh sampai ke folikel yang sangat besar hampir masak. Pada waktu oosit tumbuh, selapis sel folikular menjadi kuboid dan kemudian melalui pembelahan mitosis bertambah menjadi epitel berlapis. Oosit juga tumbuh menjadi lebih besar dan muncul lapisan non selular disekitar yang disebut zona pelusida (Sugiyanto, 1996:6-7). Stroma yang mengelilingi folikel membetuk teka folikuli. Lapisan tersebut selanjutnya berdiferensiansi menjadi teka interna dan teka eksterna. Batas antara kedua lapis teka ini tidak jelas, tetapi batas antara teka interna dengan lapisan


(49)

31

granulosa lebih jelas karena terdapat lamina basalis yang tebal. Pada waktu folikel tumbuh, terutama karena penambahan jumlah dan ukuran sel granulosa maka timbul penimbunan cairan. Beberapa ruangan yang mendukung cairan bersatu dan akhirnya membentuk satu rongga yang disebut antrum folikuli.

Perkembangan folikel ovarium memiliki beberapa tahapan yang meliputi tahap pertama (pembentukan folikel primer), tahap kedua (pembentukan folikel sekunder), tahap ketiga (pembentukan folikel tersier) dan tahap keempat (pembentukan folikel de Graff) (Partodiharjdo, 1982: 45).

Berikut ini merupakan tahap perkembangan folikel ovarium, yaitu : 1) Folikel Primer

Folikel pada masa embrio berupa folikel primer. Folikel tersebut membentuk lapisan tebal dibagian bawah tunka albuginea dan berciri khusus yaitu bahwa ovarium yang terdapat didalamnya tidak empunyai membran vitelline (Nalbandov, 1990:22)

Folikel primer (folikel unilaminar) terdiri dari oosit primer, berdiameter sekitar 20µm pada kebanyakan jenis hewan, dikelilingi oleh epitel pipih atau kubus selapis yang disebut sel-sel folikel. Folikel primer paling muda (awal) dikelilingi oleh epitel pipih selapis yang disebut dengan folikel primordia. Pada stadium lebih lanjut, epitel berubah menjadi kubus sebaris. Folikel primer, berdiameter sekitar 40µm, yang


(50)

32

dikelilingi membran basal dan terletak di bagian luar korteks dibawah epitel permukaan (Dellman and Brown, 1992: 491)

Folikel primer berasal dari satu epitel benih yang membelah diri. Sel tersebut nantinya menjadi ovum dengan posisi berada ditengah dan dikelilingi oleh sel-sel hasil pembelahan sebelumya. Sel-sel tersebut merupakan lapisan sel yang isebut membran granulosa. Folikel primer terletak dekat atau menempel pada permukaan ovarium dan ovanya tidak terbungkus oleh membran viteline (Partodiharjdo, 1982: 45-46).

2) Folikel Sekunder

Ovarium pada folikel sekunder dikelilingi oleh banyak lapisan sel-sel folikel, kemudian akan membentuk sel-sel granulose pada folikel yang telah masak. Bila sebuah ovum sudah dilengkapi dengan sebuah membran (zona pelucida) dan bila folikel sudah tumbuh, maka disebut folikel sekunder (Nalbandov, 1990:22)

Folikel sekunder (folikel multilaminar atau folikel tumbuh) terdiri dari epitel banyak lapis dari sel-sel granulosa yang berbentuk polihedral dan mengitari oosit primer. Folikel sekunder ditandai oleh berkembangnya 3 sampai 5 µm lapis glikoprotein tebal disebut zona pellucida, mengitari membran plasma oosit. Zona pellucida dihasilkan oleh sel-sel granulosa yang langsung mengitari oosit dan sebagian oosit itu sendiri (Dellman and Brown, 1992:491-492).

Folikel sekunder kearah pusat stroma cortex sewaktu sel-sel folikuler memperbanyak diri membentuk suatu lapisan multiseluler


(51)

33

disekeliling vittelus. Pada stadium ini terbentuk suatu lapisan membran, zona pellucida, antara oogonium dan sel-sel folikuler (Feradis,2010: 37). Pada perkembangan akhir folikel sekunder terjadi pemisahan teka folikuli menjadi teka interna dan teka eksterna.

Folikel sekunder memiliki ukuran yang lebih besar ari folikel primer, hal ini dikarenakan oleh jumlah sel-sel granulosanya yang lebih banyak dari sebelumnya. Pada tahap ini, folikel berbentuk oval dan sudah bergerak menjauhi korteks menuju medulla ovarium. Letak folikel sekunder agak jauh dari permukaan ovarium (Partodiharjo, 1982: 46) 3) Folikel Tersier

Foliker tersier merupakan tahap perkembangan folikel yang ketiga. Folikel tersier ditandai dengan perkembangan rongga sentral yang disebut antrum. Antrum terbentuk apabila cairan pengisi celah antara sel-sel granulosa pada folikel sekunder bergabung untuk membentuk satu rongga besar yang Folikel tersier yaitu tahapan dari folikel sekunder menjadi folikel tersier. Folikel tersier ditandai dengan ukuran lebih besar dari folikel sekunder maupun folikel primer dan letaknya lebih jauh dari korteks. Selain itu folikel tersier ditandai dengan terbentuknya atrum menyimpan cairan folikel (Dellman and Brown, 1992: 492).

Folikel tersier merupakan folikel sekunder yang telah tumbuh lebih dewasa, dimana jumlah sl-sel granulosa lebih banyak dari fase sebelumnya sehingga ukuran folikel menjadi lebih besar dari


(52)

34

sebelumnya. Letak folikel tersier lebih jauh dibanding letak folikel sekuder dari korteks ovarium (Partodiharjo, 1982:46).

4) Folikel de Graff

Folikel de Graff merupakan tahapan keempat pembentukan folikel de Graaf. Diameter folikel de Graaf berbeda-beda menurut jenis hewan. Karena ukurannya yang selalu bertambah, folikel de Graff. Karena ukuran yang selalu bertambah, folikel de Graff yang matang menonjol keluar melalui korteks ke permukaan ovarium. Pertumbuhan meliputi dua lapis sel stroma korteks yang mengelilingi sel-sel folikuler (Feradis, 2010:37-38).

Folikel de Graff merupakan folikel yang sudah masak. Folikel de Graff menghasilkan estrogen tempat pembuatan hormon ini teka interna (Syaifuddin,2009:336).

Menurut Dellman and Brown (1992:496) tahapan folikel de Graff merupakan tahapan beberapa hari sebelum estrus. Dalam folikel de Graff ovum terbungkus oleh masa sel yang disebut dengan kumulus oosporus. Telur bersama dengan masa sel yang membungkus menonjol ke dalam ruang antrum yang penuh dengan cairan folikel semakin menepi menjelang ovulasi.

Perkembangan folikel ovarium akan mengalami proses kematian sel (apoptosis) dalam hal ini menyebabkan folikel menjadi atresia. Apoptosis merupakan kematian sel yang terprogram secara genetik. Apoptosis merupakan proses penting dalam pengaturan homeostasis


(53)

35

normal untuk menghasilkan keseimbangan sel yang ditandai oleh kondensasi kromatin, fragmentasi sel dan fagositosis sel (Fitriyah, 2009: 34)

5) Corpus Luteum

Corpus luteum adalah masa jaringan kuning didalam ovarium yang dibentuk oleh sebuah folikel yang telah masak dan mengeluarkan ovumnya. Dalam uteri, corpus luteum akan menghasilkan hormon progesteron yang berguna untuk mengatur siklus menstruasi, mengembangkan jaringan glandul mamae, menyiapkan uteri pada waktu kelahiran dan melindungi dari kanker endometrium. Corpus luteum akan berhenti memproduksi progesteron pada saat ovum tidak dibuahi dan berkembang menjadi corpus albican. Pada saat ini, lapisan uterus akan meluruh keluar dari uterus.

c. Fungsi Ovarium

Ovarium memiliki fungsi sebagai kelenjar eksokrin dan endokrin selain sebagai penghasil oosit. Ukuran ovarium secara umum tergantung pada umur, spesies dan tahap siklus seksual (Dellman and Brown, 1992: 489). Kelenjar eksokrin adalah ovarium mampu menghasilkan ovum dan sebagai kelenjar endokrin adalah ovarium mampu menghasilkan hormon estrogen dan progesteron. Estrogen terutama dihasilkan oleh sel-sel granulosa yang mengubah androgen, yang dihasilkan oleh sel-sel teka interna menjadi estrogen. Progesteron terutama dihasilkan oleh sel-sel lutein besar selama melestrus, diestrus dan kebuntingan, disamping itu dihasilkan


(54)

36

pula oleh placenta. Pertumbuhan dan pemasakan folikel ovarium dan sekresi estrogen dikendalikan oleh hormon gonadotropin hipofise yaitu FSH (folicls stimulsting hormons) dan LH (Lutsinizing hormons). Sekresi estrogen oleh ovarium memicu pelepasan LH yang digunakan untuk ovulasi pada masa birahi (Dellman and Brown, 1992:489)

Pada beberapa spesies, seperti tikus dan mencit, hormon luteotropik (LTH) diperlukan untuk mempertahankan korpus luteum agar terus mensekresikan progesteron. Surutnya (regresi) korpus luteum dapat diikuti dengan penarikan LH, LTH atau keduanya (Dellman, H. D. dan Brown, E. M. 1992:506). Saat kebuntingan, korpus luteum tetap dipertahankan, karena korpus luteum pada saat kebuntingan berbeda dengan korpus luteum periode lain pada berbagai spesies.

Pada stadium lanjut kebuntingan pada kebanyakan spesies, korpus luteum tidak penting, sebab plasenta mampu menghasilkan hormon progesteron yang diperlukan untuk memertahankan kebuntingan secara berhasil. Hormon steroid ovarium dan plasenta mempengaruhi sekresi hormon gonadotropin dari hipofise memalui efek umpan balik pada hipotalamus yang terutama mengatur pelepasan hormon pelepas hipotalamik gonadotropin. Organ diensefalon lain, seperti epifise (pinal gland), juga mempengaruhi fungsi gonadotropin (Dellman, H. D. dan Brown, E. M. 1992: 506-507).


(55)

d. Peran Hormon Reproduksi Betina

Kegiatan fisiologis dari ovarium tidak terlepas dari peranan hormon, termasuk aktifitas folikulogenesis. Ovarium menghasilkan gamet dan merangsang sekresi estrogen yang mana membutuhkan LH dan FSH merupakan hormon yang dilepas dari hipofisis anterior. Pelepasan LH dan FSH selanjutnya dikendalikan oleh hipotalamus (Neal, 200

1. Hormon Estrogen

Estrogen sebagian besar dibentuk oleh folikel yang berkembang. Estrogen merangsang tumbuh kembangnya alat reproduksi wanita dan kelenjar mammae. Estrogen disintesis da

dan di kelenjar lain misalnya Kemudian melalui beberapa reaksi en terbentuklah hormon st

maupun testoteron yang mempunyai 4 cincin siklik dengan 19 atom C.

Gambar 12. Str

37 . Peran Hormon Reproduksi Betina

Kegiatan fisiologis dari ovarium tidak terlepas dari peranan hormon, termasuk aktifitas folikulogenesis. Ovarium menghasilkan gamet dan merangsang sekresi estrogen yang mana membutuhkan LH dan FSH merupakan hormon yang dilepas dari hipofisis anterior. Pelepasan LH dan FSH selanjutnya dikendalikan oleh hipotalamus (Neal, 2005:74)

Hormon Estrogen

Estrogen sebagian besar dibentuk oleh folikel yang berkembang. Estrogen merangsang tumbuh kembangnya alat reproduksi wanita dan mammae. Estrogen disintesis dari kolesterol terutaa diovarium, dan di kelenjar lain misalnya korteks adrenal, testis dan plasenta. dian melalui beberapa reaksi enzimatik dalam biosintesis steroid terbentuklah hormon steroid. Estrogen dibentuk dari al

maupun testoteron yang mempunyai 4 cincin siklik dengan 19 atom C.

. Struktur kimia estrogen (Guyton, 1995)

Kegiatan fisiologis dari ovarium tidak terlepas dari peranan hormon, termasuk aktifitas folikulogenesis. Ovarium menghasilkan gamet dan merangsang sekresi estrogen yang mana membutuhkan LH dan FSH merupakan hormon yang dilepas dari hipofisis anterior. Pelepasan LH dan FSH

Estrogen sebagian besar dibentuk oleh folikel yang berkembang. Estrogen merangsang tumbuh kembangnya alat reproduksi wanita dan ri kolesterol terutaa diovarium, korteks adrenal, testis dan plasenta. zimatik dalam biosintesis steroid eroid. Estrogen dibentuk dari aldostenedion maupun testoteron yang mempunyai 4 cincin siklik dengan 19 atom C.


(56)

38

Hormon estrogen berperan sebagai hormon pertumbuhan folikel ovarium dan meningkatkan pertumbuhan tuba uterus, jumlah otot uterus, kadar protein kontraktil uterus. Estrogen juga dapat mempengaruhi organ endokrin dengan menurunkan sekresi LH dan meningkatkan sekresi LH (Syaifuddin, 2009: 338)

Esrogen terutama estradiol, sebagaian besar dibentuk oleh folikel yang berkembang. Estrogen merangsang tumbuh kembang alat reproduksi wanita dan kelenjar mammae. Estrogen disintesis dari kolesterol terutama ovarium dan dikelenjar lain misalnya korteks adrenal, testis dan plasenta. Pada wanita estrogen secara langsung mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan organ kelamin primer yaitu vagina, servik, uterus dan tuba falopi (Suherman, 1995:11).

2. Hormon Progesteron

Menurut Turner (1998). Progesteron memiliki aksi yang bervariasi terhadap organ reproduksi betina, dibawah kondisi fisiologis sering bekerja secara sinergik dengan estrogen. Progesteron terdapat pada ovarium, testis, korteks adrenal dan plasenta.

Hormon progesteron sebagian besar dihasilkan oleh korpus luteum dan plasenta. Hormon progesteron bertanggung jawab atas perubahan endometrium dan perubahan siklik dalam serviks serta vagina. Progesteron berpengaruh anti estrogenik pada sel-sel myometrium terhadap oksitosin dan aktivitas listrik spontan (Syaifuddin,2009:338).


(57)

39

Progesteron merupakan substansi intermedia dari sintesa androgen, estrogen dan kortisol. Dalam cairan folikel diketahui banyak mengandung estrogen dan sedikit progesteron merupakan keterangan bahwa pembentukan progesteron telah dimulai sebelum folikel pecah dan korpus luteum dibentuk (Fitriyah, 2009: 40).

3. Folicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH) Folicls Stimulating Hormons (FSH) dan Lutsinizing Hormons(LH) keduanya merupakan glikoprotein kecil dengan berat molekul kira-kira 30.000 baik FSH maupun LH merangsang sel target ovarium dengan cara kombinasi dengan reseptor FSH dan LH yang sangat spesifik pada membran sel. Reseptor kemudian diaktifkan selanjutnya akan meningkatkan laju kecepatan sekresi dari sel-sel sekaligus pertumbuhan dan proliferasi sel. Hampir semua efek perangsangan ini dihasilkan dari pengaktifan sistem sscond mssssngsr siklus adenosin monofosfat dalam sitoplasma sel, yang selanjutnya menyebabkan pembentukan protein kinase dan kemudian berbagai fosforilasi dari enzim-enzim kunci dan membangkitkan banyak fungsi intrseluler (Guyto dan Hall, 2007: 1285)

FSH memiliki fungsi utama untuk merangsang pertumbuhan folikel pada ovarium, namun tidak menyebabkan ovulasi. Sel-sel basophil membentuk FSH dari lobus anterior hipofisa, pembentukan FSH akan berkurang pada pembentukan estrogen dalam jumlah yang cukup, suatu keadaan yang dapat dikatakan sebagai umpan balik negatif (Partodiharjdo, 1992: 107).


(58)

40

LH berperan merangsang sel-sel teka pada folikel yang masak untuk memproduksi estrogen, selanjutnya oleh karena kadar estrogen yang tinggi produksi LH menjadi semakin tinggi dan ketinggian kadar LH menyebabkan terjadinya ovulasi (Partodiharjdo, 1992: 107).

B. Kerangka Berfikir

Perkembangan ovum dan folikel ovarium dipengaruhi oleh produksi Follicls Stimulating Hormons (FSH). Produksi FSH pada pituitari menyebabkan folikel menjadi berongga dan menghasilkan hormon estrogen. Sekresi estrogen ke dalam folikel menyebabkan sel-sel granulosa membentuk reseptor FSH semakin banyak sehinga menyebabkan suatu efek umpan balik positif terhadap FSH yang disekresikan oleh kelenjar hipofisis anterior. FSH dari hipofisis dan estrogen bergabung untuk memacu reseptor LH untuk dapat merangsang sel granulosa sehingga LH dapat merangsang sel-sel granulosa sebagai tambahan terhadap rangsangan oleh FSH dan membentuk peningkatan sekresi folikular yang cepat. Peningkatan jumlah estrogen dan folikel serta peningkatan LH dari kelenjar hipofisis anterior bekerja sama untuk menyebabkan proliferasi sel-sel teka folikular dan juga mningkatkan sekresi folikular (Guyton and Hall, 1286).

Untuk meningkatkan kadar estrogen dapat dilakukan dengan pemberian fitoestrogen, fitoestrogen merupakan dekomposisi alami yang ditemukan pada tumbuhan yang memiliki banyak kesamaan dengan estradiol, bentuk alami estrogen yang paling poten. Penggunaan fitoestrogen memiliki efek keamanan yang lebih baik dibandingkan dengan estrogen sintesis atau


(59)

41

obat-obat hormonal pengganti (hormonal rsplacsmsnt thsrapy/HRT). Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun kenari terhadap perkembangan folikel ovarium tikus putih.

Pada tanaman dikenal beberapa kelompok fitoestrogen yaitu : isoflavon, lignan, kumestan, triterpen, glikosida, dan senyawa lain yang berefek estrogenik seperti flavones, chalconcs, diterpenoids, triterpenoids, coumarins dan acyclics (Ika,2013:34). Pada kelompok isoflavon merupakan senyawa yang banyak dimanfaatkan, dikarenakan kandungan fitoestrogen yang cukup tinggi. Senyawa isoflavon merupakan senyawa metabolit sekunder yang banyak disintesa oleh tanaman. Salah satu tanaman yang mengandung fitoestrogen adalah tanaman kenari (Canarium indicum, L.).

Daun kenari mengandung : senyawa flavonoid, polifenol, tanin dan saponin tetapi tidak mengandung senyawa alkaloid dan steroid (Lukmanto, 2015: 49). Pemberian ekstrak daun kenari tersebut diduga dapat meningkatkan perkembangan folikel karena sifat estrogeniknya yang dimiliki oleh daun kenari tersebut. Fitoestrogen berperan dalam menjaga keseimbangan estrogen endogen dalam jumlah yang sedikit. Fitoestrogen memiliki dua gugus hidroksil (OH) yang berjarak 11,0-11,5. Struktur kimia fitoestrogen memiliki kemiripan dengan struktur kimia estrogen pada mammalia. Fitoestrogen merupakan kompetitor aktif untuk reseptor estrogen terutama reseptor β (Alif, Trisnani; 2015:2). Mekanisme kerja fitoestrogen dalam tubuh khususnya dalam jaringan adalah dengan berikatan pada reseptor estrogen dan mencegah pengikatan oleh estrogen alami, namun fitoestrogen memiliki potensi yang jauh lebih kecil


(60)

42

(0,01-0,001) dari kekuatan estrogen alami (Muflichatun, 2008;55). Mekanisme tersebut juga terjadi dalam penghambatan fitoestrogen terhadap siklus sel. Fitoestrogen merupakan inhibitor bagi aromatase yang berperan dalam pembentukan estradiol (Alif, Trisnani;2015:2).

Gambar 13. Bagan Kerangka Berpikir Pengaruh Fitoestrogen terhadap Ovarium

C. Hipotesis

Pemberian ekstrak daun kenari (Canarium indicum, L.) mempengaruhi perkembangan folikel ovarium tikus putih betina (Rattus norvsgicus, L.).

Daun Kenari Fitoestrogen Jenis :

Flavonoid

Organ Reproduksi Betina

Ovarium Estrogen

Berpengaruh terhadap perkembangan folikel ovarium


(61)

434 4

BABBIIIB

METODEBPENELITIANB A.JenisBPenelitianB

Jenis penelitian ini adalah eksperimen satu faktor dengan pola acak lengkap. Dosis uji pendahuluan dilakukan untuk menentukan dosis uji sesungguhnya. Dosis uji pendahuluan menggunakan 3 kelompok perlakuan dan 1 kali kontrol dengan masing-masing kelompok 3 ekor tikus putih. Pemberian ekstrak daun kenari dengan volume 3 ml perhari sesuai dengan dosis sebagai berikut :

1. P0 : 0 mg/ekor/hari

2. P1 : 100 mg/ ekor /hari

3. P2 : 200 mg/ ekor /hari

4. P3 : 300 mg/ ekor /hari

Tabel 3. Rata-rata jumlah folikel ovarium uji pendahuluan

4 JumlahBFolikelB

4 P04 P14 P24 P34

FolikelBPrimerB 1,64 2,64 2,64 3,34

FolikelBSekunderB 2,64 3,04 4,04 4,34

FolikelBTersierB 6,04 7,04 8,64 8,04

FolikelBDeBeraffB 4,04 5,64 6,04 4,04

OvulasiB 1,34 2,34 2,64 2,04

CorpusBluteumB 5,64 7,04 8,64 8,34


(1)

80

dibentuk oleh sel-sel granulosa yang merupakan dinding dalam folikel. Korpus luetum selanjutnya dibawah pengaruh LH berfungsi sebagai kelenjar endokrin yang menghasilkan estrogen dan progesteron (Partodiharjo, 1987:116)

Ovulasi pada tikus terjadi secara spontan selama fase estrus (Nalbandov, 1990:50). Pada tikus terdapat lebih dari satu folikel yang mengalami ovulasi dan menghasilkan 4-14 sel telur yang memungkinkan kelahiran multiple (smith & mangkoewdjoj. 1988:53). Setelah ovulasi terjadi dan terbentuk lekukan pada ovarium dan dilepaskan isinya kemudian terisi darah dan cairan. Bagian folikel yang pecah dan tertaut kembali, selanjutnya darah membeku dan direabsorbsi dan terjadi lutenisasi sel-sel ganulosa dan sel teka interna sehingga terbentuk korpus lueum (Partodiharjo, 1980 : 30). Hasil analisis kruskal wallis pada ovulasi menunjukkan nilai signifikansi 0,020 yang artinya adanya pengaruh yang nyata antar kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan.

Korpus luteum ditandai dengan adanya pecahan oosit dari kantung folikel, dalam hal ini folikel mulai ovulasi. Pada hasil analisis kruskal wallis, korpus luteum memiliki nilai signifikansi 0,009 artinya berpengaruh nyata antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol. Akibat dari adanya peningkatan LH yang diakibatkan oleh peningkatan sekresi estrogen dari folikel yang tumbuh menginduksi pematangan akhir folikel tersebut dan ovulasi terjadi setelah satu hari terjadi lonjakan kadar LH, setelah ovulasi LH merangsang transformasi jaringan folikel yang tertinggal di ovarium untuk membentuk korpus luteum yaitu suatu struktur kelenjar. Dibawah


(2)

81

perangsangan secara terus-menerus oleh LH selama fase luteal siklus ovarium, korpus luetum mensekresikan estrogen dan hormon steroid kedua yaitu progesteron Pemberian ekstrak daun kenari pada perlakuan kontrol sampai dengan perlakuan kedua dengan dosis 300mg/hari/tikus putih mengalami peningkatan jumlah korpus luteum, namun pada perlakuan ketiga dengan dosis 400mg/hari/tikus putih mengalami penurunan jumlah korpus luteum.

Berdasarkan hasil penelitian hampir semua perlakuan mengalami kerusakan folikel atau banyak terjadi folikel-folikel yang mengalami kegagalan dan bisa juga folikel belum mulai tumbuh dalam perkembangannya pada tikus putih yang diberi perlakuan ekstrak daun kenari. Folikel yang tidak mampu berkembang baik pada fase folikel primer sampai folikel yang matang disebut dengan folikel atresia.


(3)

82 BABBVB PENUVUPB

A. SimpulanB

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa :

1. Ekstrak daun kenari berpengaruh nyata (p≤0,005) terhadap perkembangan folikel tersier, folikel atresia, ovulasi dan korpus luteum. 2. Ekstrak daun kenari tidak berpengaruh nyata (p≥0,005) terhadap

perkembangan folikel primer, sekunder dan folikel de graff. B. SaranBB

1. Pada saat mencekok usahakan perut tikus tidak berisi penuh dengan makanan dan air minum, agar ekstrak dapat sepenuhnya masuk ke lambung tikus. Karena jika pada saat mencekok lambung tikus penuh maka ekstrak akan keluar kembali.

2. Perlu adanya penelitian lanjut dengan rentang dosis yang lebih panjang.


(4)

83

DAFTAR PUSTAKA

Alif, Trisnani. 2015. Pengaruh Pemberian Ekstrak Biji Mete (Anacardium occidentale, L) terhadap Perkembangan Folikel Ovarium Tikus Putih (Rattus norvegicus, L). Skripsi. Yogyakarta: FMIPA. UNY.

Biben, A. 2012. Fitoestrogen: Khasiat terhadap Sistem Reproduksi, Non

Reproduksi dan Keamanan Pengguanaanya. Seminar Ilmu Nasional.

Universitas Paadjajaran.

Cambpell, A. N., J. B. Reece, dan L.G. Mitchell. 2004. Biologi Edisi Kelima Jilid 3. Jakarta: Erlangga.

Dellmann, H.D. and E.M. Brown, 1992. Buku Teks Histologi Veteriner II.Edisi Ketiga. Alih bahasa: R. Hartono. Jakarta: Penerbit UI

Donuata, Jonigius 2014. Morfologi Tanaman Kenari. Makalah. Kupang : Politeknik Pertanian Kupang.

Eddy, Suparman.2006. Fitoestrogen/ HRT : Pro dan Kontra. Jurnal Ilmiah. Manado : Universitas Sam Ratulangi.

Feradis. 2010. Reproduksi Ternak. Bandung: Alfabeta.

Fitriyah, 2009. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Pegagan (Centella asiatica,

L) terhadap Perkembangan Folikel Ovarium Mencit(Mus musculus).

Skripsi. Malang: Fakultas Sains dan Teknologi UIN Malang.

Fitriyandini, Indah Nur. 2012. Uji Efek Penghambatan Aktivitas ɑ-Glukosida Fraksi dari Ekstrak Etil Asetat Daun Jambu Mete (Anarcadium

Occidentale, Linn)dan Penampisan Fitokoimia dari Fraksi Terakhir. Skripsi. Depok: Universitas Indonesia.

Guyton, A.C. dan J.E. Hall, 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

I Ketut Puja, dkk. 2010. Embriologi Modern. Bali: Udayana University Press.

Ika, Lilyn. 2013. Pengaruh Pemberian Ekstrak Biji Pare (Momordica

charania,L) terhadap Perkembangan Folikel Ovarium Tikus Putih (Rattus norvegicus, L). Skripsi. Yogyakarta: FMIPA. UNY.

Lukmanto. 2015. Uji Aktivitas Antioksidan dan Penetapan Kadar Flavonoid Total Ekstrak dan Fraksi Daun Kenari(Canarium indicum L.,). Skripsi.Jember: Universitas Jember.


(5)

84

Martin, R. E., dan A. F. De Blase. 2011. A manual ofmammalogy. Third Edition. Mc Graw- Hill Publishing, Boston.

Malole dan Pramono. 1989. Pengunaan Hewan-hewan Percobaan di

Labotorium. Bogor : Pusat Antar Universitas Bioteknologi-Institut Pertanian Bogor.

Nalbandov. A. V. 1990. Fisiologi Reproduksi pada Mamalia dan Unggas.

Jakarta: UI Press.

National laborary animal center. 2017. RAT: Wistar And Sprague Dawley Strains. http://www.nlac.mahidol.ac.th/nlacmusEN/p_anima_Rat.htm. Diakses pada tanggal 2 Maret 2017 Pukul 10.00 WIB

Neal, MJ. 2005. Ata Glance Farmakologi Medis. Jakarta : Erlangga. Niken, Puspita. 2013. Pengaruh Pemberian Ekstrak Kulit Kayu Manis

(Cinnamons burmanii, L.) terhadap Folikel Ovarium Tikus Putih (Rattus norvegicus, L.). Skripsi. Yogyakarta: FMIPA. UNY. Partodihardjo, S. 1982. Ilmu Reproduksi Hewan. Jakarta: Mutiara Sumber

Widya.

Priyambodo. 1995. Pengendalian Hewan Tikus Terpadu. Jakarta : Penebar Swadaya.

Putri, Krida. 2012. Profil Hormon Ovari Sepanjang Siklus Estrus Tikus (Rattus norvegicus) Betina Menggunakan Fourrier Transform Infrared (FTIR). Skripsi. Depok: FMIPA Universitas Indonesia.

Redha, Abdi. 2010. Flavonoid: Struktur Sifat Antioksidatif dan Perananya dalam Sistem Biologis. Jurnal berlian No.2 Hlm 196-202.

Anwar, Ruswana. 2005. Morfologi dan Fungsi Ovarium. Makalah. Bandung:

Fakultas Kedokteran UNPAD.

Rusmiatik, 2013. Pemberian Ekstrak Daun Gandarusa (Justicia gendarusa, burn f.) Menghambat Proses Penuaan Ovarium pada Marmut. Tesis. Denpasar: Universitas Udayana Denpasar.

Siti, Muflichatun Mardiati. 2008. Korelasi Jumlah Folikel Ovarium dengan Konsentrasi Hormon Estrogen Mencit (Mus musculus) setelah Konsumsi Harian Tepung Kedelai selama 40 Hari. Buletin anataomi dan fisiologi 2 (XVI). Hlm 54-59.


(6)

85

Smith, J.B., Mangkuwidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan

Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta: Universitas Indonesia.

Sugiyanto. 1996. Perkembangan Hewan.Yogyakarta: FBIO UGM.

Suherman, S.K. 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi 4:estrogen,

atiestrogen,progestrin dan Kontrasepsi Hormonal. Jakarta : Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Syaifuddin, 2009. Fisiologi Tubuh Manusia Edisi 2. Jakarta: Penerbit Salemba. Tampubolon, Tria Novita. 2011. Isolasi Senyawa Flavonoida dari Daun

Tumbuhan Jambu Monyet (Anacardium occidente, L.). Skripsi.Medan:

FMIPA Universitas Sumatera Utara.

Turner CD dan Bagnara JT. 1988. Endokrinologi Umum. Ed Ke-6. Surabaya : Unair Pr.

[USDA] United State Departement of Agriculture.2016. Canarium indicum L,. Cashew diakses dari http://plants.usda.gov/core/profile?symbol=ANOC. Pada tanggal 2 Maret 2017, pukul 13.00 WIB.