PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris, L.) TERHADAP PERKEMBANGAN FOLIKEL OVARIUM TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus, L.).

(1)

(2)

(3)

(4)

v MOTTO

“Everything depends on time. Once you cross it, it’ll never be back again.” – Author

“Every new day is another chance to change your life.” - Anonim

“Everyone has their own pace, you just need to find something at your own pace. And when you find what you want to do, you will know it without thinking.”

Kinnosuke Ikezawa-ITaKiss_LiT1

“ There are many roads you can take to reach your goal. Even if it seems like a long way around, you could realize something important along the way.” Naoki Irie

-ITaKiss_LiT1

“Man jadda wajada–barang siapa yang bersungguh-sungguh pasti dapat.“

“Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan sholat. Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat kecuali bagi orang yang khusyuk., (Q.S.


(5)

vi

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karyaku ini untuk:

 Ayahku, Bapak Harno, engkaulah semangat hidupku, terimakasih atas kasih sayang, doa dan cinta kasihmu selama ini untuk selalu merangkulku agar menjadi pribadi yang tak cengeng, serta memberikan segala kebutuhanku tanpa aku merasa kurang suatu apapun.

 Ibuku, Ibu Agata Jumiyati, wanita terhebat dalam hidupku, yang tidak pernah lelah menasehatiku, memotivasiku, selalu mendukungku disetiap langkah yang ku ambil, dan selalu menyebut namaku dalam doanya, terimakasih ibu. Sungguh aku mencintaimu.

 Kakakku tercinta,Agustin Fajarina Widyaningrum, terima kasih untuk semua perhatian dan kasih sayang tulus yang engkau berikan padaku. Terima kasih untuk kenangan dan pengalaman yang kau ajarkan padaku.Terima kasih pula untuk setiap doa yang kau panjatkan untukku meskipun kau tidak lagi bersamaku. Aku akan selalu merindukan kehadiranmu.

 Adikku, Mila Ermawati dan Gunawan Pambudi Prastowo, terima kasih telah menemani hari-hariku, dan selalu mendukungku disetiap langkahku, dan membuat hariku lebih berwarna.

 Untuk kakak sepupuku Ninik Susanti dan Frinda Setyawan, terimakasih untuk segala kasih sayangdan perhatian yang telah kalian berikan kepadaku sehingga aku tak pernah kekurangan figur seorang kakak.

 Untuk seluruh keluarga besarku, terima kasih untuk segala doa dan dukungan kalian yang telah membimbingku sehingga aku bisa menjadi diriku seperti saat ini.

 Sahabat seperjuanganku, Siti Ismawati dan Ramsi Widya Pujiarti, terimakasih untuk dukungan, nasehat, dan motivasi yang selalu kalian berikan, sehingga aku tetap bisa berjuang bersama kalian. Terima kasih pula untuk segala kenangan yang telah kalian berikan kepadaku, aku akan selalu merindukan kalian.

 Untuk teman-teman Biosfer 2011, terima kasih untuk semua semangat, kenangan dan segala pengalaman tak ternilai yang kalian berikan kepadaku, aku tidak akan pernah melupakan segala kenangan kita bersama.

 Untuk Almamater tercinta, terima kasih karena telah memberikan kesempatan kepadaku untuk belajar segala ilmu pengetahuan dan semua pengalaman yang tak ternilai harganya.


(6)

vii

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris, L.) TERHADAP PERKEMBANGAN FOLIKEL OVARIUM TIKUS

PUTIH (Rattus norvegicus, L.)

Rizka Qori Dwi Mastuti 11308141017

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak kacang merah (Phaseolus vulgaris, L.) terhadap perubahan pendewasaan dan jumlah folikel ovarium tikus putih (Rattus norvegicus, L.).

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap. Menggunakan 25 ekor tikus putih betina galur Wistar, umur ±2 bulan dengan berat badan ±200 gram, dibagi menjadi 5 kelompok, masing-masing 5 ekor, yaitu P0 satu kelompok tanpa ekstrak kacang merah digunakan sebagai kontrol. Empat kelompok lain diberi ekstrak kacang merah dengan dosis yang berbeda-beda, masing-masig P1 (50 mg ekstrak kacang merah), P2 (75 mg ekstrak kacang merah), P3 (100 mg ekstrak kacang merah), dan P4 (125 mg ekstrak kacang merah).Pemberian ektrak kacang merah dilakukan selama 21 hari secara oral. Preparat ovarium dibuat dengan pewarnaan Hematoxylin-Eosin (HE). Data hasil pengamatan dianalisis secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif dengan menghitung jumlah folikel ovarium yaitu, folikel primer, folikel sekunder, folikel tersier, folikel de Graff, korpus luteum, dan folikel atresia. Data dialasisis dengan One Way Anova, jika terdapat perbedaan hasil, dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test).

Hasil penelitian dan pembahasan pemberian ekstrak kacang merah (Phaseolus vulgaris, L.) terhadap perkembangan jumlah folikel ovarium tikus putih (Rattus norvegicus, L.) yaitu dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak kacang merah berpengaruh terhadap perkembangan folikel ovarium tikus putih secara signifikan (P˂0,05) pada jenis folikel primer, folikel sekunder, folikel tersier, folikel de Graff dan folikel atresia, sedangkan pada korpus luteum pemberian ekstrak kacang merah tidak berpengaruh secara signifikan (P>0,05). Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak kacang merah (Phaseolus vulgaris, L.) dapat mempengaruhi perkembangan folikel ovarium tikus putih (Rattus norvegicus, L.). Pemberian dosis bertingkat, terbukti semakin meningkatkan jumlah folikel ovarium tikus putih yang meliputi folikel primer, folikel sekunder, folikel tersier, folikel de Graff dan folikel atresia.


(7)

viii

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam atas segala nikmat yang tiada hentinya dialirkan kepada penulis, mulai dari awal penciptaan hingga nanti di hari akhir yang pasti niscaya adanya. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada pemimpin sekalian manusia, junjungan Rasulullah Muhammad SAW, manusia pilihan yang telah menunjukkan jalan kebenaran kepada umat manusia. Dalam penyusunan Laporan Penelitian ini, penulis menyadari bahwa banyak terdapat kendala yang harus dilalui dan dijalani. Dukungan moril serta bimbingan sangat dibutuhkan dalam penyelesaian Laporan Penelitan ini. Oleh karena itu, berkat bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak, maka penyusunan Laporan Penelitian ini bisa diselesaikan. Dengan penuh rasa hormat, penulis dengan tulus menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan Penelitianini, khususnya kepada :

1. Bapak Dr. Hartono, M.Si selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Bapak Dr. Paidi, M.Si selaku Ketua Jurusan Pendidikan Biologi Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta, beserta jajarannya.

3. Bapak Tri Atmanto, M.Si, selaku Penasihat Akademik penulis yang telah memberikan arahan dan dukungan selama menjalani pendidikan di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta.


(8)

ix

4. Dosen pembimbing Bapak Ir. Ciptono, M.Si dan Bapak Drh.Tri Harjana, MP, atas waktu yang telah diluangkan untuk membimbing dan memberi motivasi kepada penulis.

5. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta.

6. Kepada teman-teman Prodi Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta, tanpa terkecuali, terimaksih atas segala dukungan kalian.

7. Seluruh pihak yang telah memberikan kontribusi dan bantuannya bagi penulis namun tidak sempat dicantumkan namanya satu per satu.

Penulis menyadari bahwa penyusunan Laporan Penelitian ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik akan selalu penulis harapkan untuk perbaikan di masa yang akan datang. Penulis berharap Laporan Penelitian ini dapat memberikan manfaat baik bagi penulis maupun pihak lain yang membacanya. Semoga kebaikan yang telah diberikan oleh semua pihak mendapatkan berkah dari Allah SWT, Amin.

Yogyakarta, …….………2016


(9)

x DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL………..…………

HALAMAM PERSETUJUAN……….………… SURAT PERNYATAAN ………...……….……….. HALAMAN PENGESAHAN………...……….………. MOTTO………..…...……….…….... PERSEMBAHAN ………..…...………. ABSTRAK ………...……..……….……… KATA PENGANTAR ……….……….. DAFTAR ISI ……….………. DAFTAR TABEL ……….……….…… DAFTAR GAMBAR ……….……….…… DAFTAR LAMPIRAN ……….……….…… BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ………....

B. Identifikasi Masalah ………..…..…

C. Batasan Masalah ………...…..

D. Rumusan Masalah ………...

E. Tujuan Penelitian ………

F. Manfaat Penelitian ………..………

i ii iii iv v vi vii viii x xiii xiv xv 1 4 4 5 5 5


(10)

xi

G. Batasan Operasional ………

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian pustaka ………..

1. Kacang Merah (Phaseolus vulgaris, L.)………. a. Karakteristik kacang merah ………..

b. Jenis kacang merah ……….

c. Klasifikasi kacang merah ………..………. d. Kandungan Gizi Kacang merah ………. e. Kandungan Fitoestrogen Kacang Merah ……….… f. Khasiat Kacang Merah ……….. 2. Tikus Putih (Rattus norvegicus, L.) ………..

a. Karakteristik tikus putih ……….

b. Klasifikasi ………...

3. Ovarium Tikus Putih ……….

4. Siklus Estrus pada Tikus Putih ………. 5. Pengaturan Hormonal pada Siklus Estrus ………

B. Kerangka berfikir ……….

C. Hipotesis ……….

BAB III METODE PENELITIAN

A. Rancangan/ Desain Penelitian ………. B. Waktu Dan Tempat Penelitian ………....

5 7 7 7 8 10 10 13 17 19 19 20 20 27 32 34 35 36 36


(11)

xii

C. Populasi Dan Sampel ………;……….

D. Variabel Penelitian ……….………. E. Alat Dan Bahan Penelitian ……….…………. F. Langkah-Langkah Penelitian ……….…………. G. Teknik Pengumpulan Data ……….….……… H. Teknik Analisis Data ……….…….. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ………..

B. Pembahasan ………

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ……….

B. Saran ………

DAFTAR PUSTAKA ……….. LAMPIRAN ……….

37 37 38 39 44 44

45 56

67 67 69 71


(12)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Komposisi Zat Gizi Kacang Merah Per 100 gram ………...

Tabel 2. Komposisi Asam Amino dalam Kacang Merah ………. Tabel 3. Komposisi Senyawa Kimia yang Terdapat Dalam Ekstrak Kacang

Merah ………...

Tabel 4. Jumlah Rata-Rata Folikel Ovarium Tikus Putih Setelah Pemberian Ekstrak Kacang Merah Per Satuan Lapang Pandang (1,83 X 106μm2) ……… Tabel 5. Hasil Rata-Rata Jumlah Folikel Ovarium Tikus Per Satuan

Lapang Pandang (1,83 x 106μm2) pada Setiap Perlakuan Dosis Ekstrak Kacang Merah…... Tabel 6. Analisis Uji One Way Anova Pengaruh Ekstrak kacang merah

terhadap Jumlah Rata-Rata Folikel Ovarium Tikus Putih setelah Pemberian Ekstak Kacang Merah…………... Tabel 7. Hasil analisis uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) Folikel

Ovarium Tikus Putih setelah Pemberian Ekstak Kacang Merah...

11 12

13

40

49

53


(13)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Biji Kacang Merah (Phaseolus vulgaris, L.) ………...

Gambar 2. Persamaan Struktur antara Fitoestrogen dan Estroen……… Gambar 3. Tikus Putih (Rattus norvegicus, L.) Galur Wistar……… Gambar 4. Foto Mikroskopis Ovarium Tikus Putih (HE, perbesaran

100x)…... Gambar 5. Foto Mikroskopis Epitel Vagina Tikus Putih Fase

Estrus………... Gambar 6. Foto Mikroskopis Ovarium Tikus Putih Setelah Mendapat

Perlakuan Pemberian Ekstrak Kacang Merah ……….. Gambar 7. Foto Mikroskopis Ovarium Tikus Putih Setelah Mendapat

Perlakuan Pemberian Ekstrak Kacang Merah (HE, perbesaran 100x). Keterangan (a) korteks ovarium (b) folikel Primer (c) folikel sekunder (d) folikel de Graff ……… Gambar 8. Foto Mikroskopis Ovarium Tikus Putih Setelah Mendapat

Perlakuan Pemberian Ekstrak Kacang Merah (Phaseolus vulgaris, L.) (HE, perbesaran 100x). Keterangan (a) korteks ovarium (b) folikel sekunder (c) folikel atresia ………... Gambar 9. Foto Mikroskopis Ovarium Tikus Putih Setelah Mendapat

Perlakuan Pemberian Ekstrak Kacang Merah (HE, perbesaran 100x). Keterangan (a) korteks ovarium (b) folikel tersier (c) folikel de Graff (d) folikel sekunder ……… Gambar 10. Foto Mikroskopis Ovarium Tikus Putih Setelah Mendapat

Perlakuan Pemberian Ekstrak Kacang Merah (HE, perbesaran 100x). Keterangan (a) korteks ovarium (b) folikel tersier (c) folikel atresia (d) corpus luteum ………..… Gambar 11. Diagram Jumlah Rata-Rata Folikel per Satuan Lapang

Pandang (1,83 x106μm) Ovarium Tikus Putih Sesudah Perberian Ekstrak Kacang Merah ………....

7 16 19 20 27 45 46 46 47 47 50


(14)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan Jumlah Folikel Ovarium Tikus Putih Lampiran 2. Hasil Analisis Uji Anova dan DMRT

Lampiran 3. Prosedur Pewarnaan Hematoxilin-Eosin (HE) Lampiran 4. Prosedur Pembuatan Ekstrak Kacang Merah Lampiran 5. Foto Dokumentasi


(15)

1 BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehidupan masyarakat saat ini tidak lepas dari adanya masalah. Berbagai aspek permasalahan yang timbul dari setiap kehidupan manusia, membuat para peneliti mempunyai keinginan untuk memberikan solusi yang tepat untuk membantu dan mempermudah berjalannya kehidupan manusia sehingga berjalan efektif. Salah satu permasalahan yang sering timbul yaitu pada perkembangan sistem reproduksi. Biasanya terdapat kesenjanangan yang membuat manusia merasa gelisah. Misalnya terdapat perkembangan yang tidak normal pada organ-organ reproduksi dalam tubuh. Keadaan ini dapat dipengaruhi oleh sistem koordinasi yang tidak berjalan normal, sehingga dapat mempengaruhi aktivitas metabolisme tubuh, maupun sistem regulasi hormon, dengan demikian maka dapat meganggu aktivitas endokrinase dalam seluruh tubuh.

Cara yang dapat digunakan untuk menangani permasalahan ini yaitu dengan membantu kelancaran aktivitas metabolisme tubuh, seperti misalnya memperbaiki pola hidup sehat dengan mengkonsumsi makanan yang tepat. Alternatif makanan yang dapat digunakan diantaranya yaitu dengan memanfaatkan kacang-kacangan sebagai salah satu daftar makanan yang dapat dikonsumsi. Saat ini, banyak jenis tanaman kacang-kacangan telah banyak dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari, salah satu diantaranya yaitu kacang


(16)

2

merah (Phaseolus vulgaris, L.). Kacang merah ini memiliki banyak manfaat bagi tubuh, seperti sebagai sumber energi yang baik dan bahan pengobatan berbagai penyakit. Kacang-kacangan diketahui memiliki banyak kandungan nutrisi, menurut Made Astawan (2009: 22-24), kacang merah mengandung karbohidrat, protein, mineral, vitamin, serat tinggi dan zat-zat lainnya. Selain itu kacang merah juga merupakan sumber energi yang baik, yaitu sekitar 348 kkal per 100 gram.

Permintaan kebutuhan akan bahan pelengkap makanan di era modern ini tidak bisa dipungkiri lagi semakin meningkat dari tahun ke tahun, tidak terkecuali dengan jenis biji-bijian atau kacang-kacangan yang banyak digunakan dalam berbagai jenis makanan yang dikonsumsi dalam keseharian hidup manusia. Salah satu jenis kacang-kacangan yang umum konsumsi dalam kehidupan sehari-hari adalah kacang merah, disamping memiliki rasa yang enak tetapi juga memiliki kandungan nutrisi yang cukup lengkap.

Kacang merah mengandung banyak nutrisi, tapi dalam kacang merah juga mengandung zat lain yang disebut fitoestrogen. Fitoestrogen, menurut Biben (2012: 2) adalah senyawa yang terkandung dalam kelompok tanaman, baik biji-bijian, kacang-kacangan, sayuran, dan buah-buahan yang memiliki sifat khasiat menyerupai hormon estrogen. Estrogen tidak hanya dihasilkan secara endogen oleh hewan, melainkan estrogen juga ditemukan pada beberapa tanaman dan biji-bijian sehingga disebut dengan fitoestrogen.


(17)

3

Hormon estrogen dapat mendorong perkembangan organ reproduksi. Sekresi hormon estrogen akan mempengaruhi organ reproduksi pada hewan betina, termasuk ovarium, yang berkaitan dengan perkembangan endometrium dan folikelnya. Menurut Rizani Amran (2011:13) miripnya struktur kimia fitoestrogen dengan 17β-estradiol membuatnya mampu berikatan dengan reseptor estrogen, dengan demikian fitoesterogen juga dapat berpengaruh terhadap sirkulasi hormom dalam tubuh.

Biben (2012: 1-3) juga menyebutkan bahwa penggunaan fitoestrogen dalam dunia kesehatan masih banyak menimbulkan pro dan kontra. Selain itu juga disebutkan bahwa penelitian pada wanita pra menopause, penggunaan fitoestrogen dapat memperpanjang fase folikuler secara bermakna dan meningkatkan kadar progesteron, sedangkan FSH dan LH menurun.

Oleh karena itulah penelitian ini dilakukan untuk menunjukkan ada tidaknya manfaat positif fitoestogen yang terdapat pada kacang merah, terutama efeknya terhadap sistem reproduksi tikus. Berdasarkan uraian tersebut maka dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian fitoestrogen dari ekstrak kacang merah terhadap perkembangan folikel pada ovarium tikus putih (Rattus norvegicus, L.) yang dilihat dari jumlah folikel yang dihasilkan, dan ektrak diberikan secara oral.

Tikus putih merupakan hewan mamalia yang dikenal oleh para peneliti sebagai hewan percoabaan karena tikus putih memiliki struktur anatomi dan histologi yang sangat mirip dengan struktur anatomi dan histologi pada manusia.


(18)

4

Disamping itu, tikus putih juga sangat mudah diperoleh sebagai bahan praktikum atau bahan eksperimen. Selain hal tersebut diatas, keunggulan lainnya dari tikus putih adalah ukurannya yang cukup besar dan lebih tenang, sehingga lebih mudah untuk diamati.

B. Identifikasi Masalah

1. Bahan alami seperti kacang merah mengandung hormon fitoestrogen alami yang dapat memacu pertumbuhan

2. Selain hormon, dalam bahan alami seperti kacang merah juga terdapat senyawa-senyawa lain.

3. Sifat estrogenik kacang merah dapat berpengaruh terhadap perkembangan organ reproduksi.

4. Suatu senyawa flavanoid yang terakumulasi dalam organ tubuh dapat berpengaruh terhadap perkembangan struktur organ tubuh, dalam hal ini struktur organ reproduksi.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut maka dalam penelitian ini hanya dibatasi untuk mengetahui pengaruh ekstrak kacang merah (Phaseolus vulgaris, L.) terhadap perkembangan folikel ovarium tikus putih (Rattus norvegicus, L.) yang dilihat dari jumlah folikel yang terbentuk pada masing-masing tahap perkembangan folikel ovarium. Jenis folikel yang diamati meliputi folikel primer, sekunder, tersier, de Graff, korpus luteum, dan folikel atresia.


(19)

5 D. Rumusan Masalah

1. Apakah pengaruh ekstrak kacang merah terhadap perkembangan folikel pada ovarium tikus putih?

E. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh ekstrak kacang merah terhadap perkembangan folikel pada ovarium tikus putih.

F. Manfaat penelitian 1. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sarana informasi mengenai pengaruh ekstrak kacang merah terhadap jumlah pada tikus putih (Rattus norvegicus, L.). Penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu bahan acuan dalam melakukan penelitian lanjutan.

2. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pengaruh ekstrak kacang merah terhadap perkembangan folikel pada tikus putih (Rattus norvegicus, L.), sehingga nantinya diharapkan informasi tersebut dapat dimanfaatkan dalam kehidupan masyarakat.

G. Batasan Operasional

1. Kacang merah yang digunakan adalah kacang merah yang dijual bebas di pasaran, yang kemudian diekstrak bagian bijinya.

2. Kacang merah yang digunakan berupa ekstrak melaui proses maserasi sehingga didapatkan dalam bentuk pasta, kemudian dilarutkan dengan


(20)

6

aquades sesuai dosis yang ditentukan (0, 50, 75, 100, 125 mg/200 gram BB tikus per hari).

3. Tikus yang digunakan adalah jenis tikus putih (Rattus norvegicus, L.) galur wistar yang berumur ±2 bulan dengan berat badan kurang lebih ±200 gram. 4. Perkembangan folikel diamati sesudah tikus putih mendapat perlakuan ekstrak

kacang merah selama 21 hari.

5. Perkembangan folikel ovarium yang diamati meliputi folikel primer, sekunder, tersier, de Graff, korpus luteum dan atresia, dalam bentuk preparat. Folikel dihitung pada seluruh bagian ovarium dalam satuan bidang pandang dengan menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 100X.


(21)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka

1. Kacang Merah (Phaseolus vulgaris, L.) a. Karakteristik kacang merah

Gambar 1. Biji Kacang Merah (Phaseolus vulgaris, L.)

Kacang merah atau biasa dikenal dengan sebutan kacang buncis, merupakan tanaman semusim yang berbentuk perdu. Buahnya (polongnya) pendek, sekitar 12 cm, lurus atau bengkok dan warnanya bermacam-macam. Kacang merah sangat digemari oleh masyarakat, karena rasanya enak dan gurih, juga merupakam sumber protein nabati penting dan banyak mengandung vitamin A, vitamin B, dan vitamin C, terutama pada bagian bijinya (Hendro Sunaryo & Rismunandar, 1984: 132).

Kacang merah, dalam lingkungan masyarakat, dapat dengan mudah di taman di daerah daerah yang tingginya antara 300-600 m dari


(22)

8

permukaan air laut. Namun, tempat-tempat yang tingginya lebih dari 1000 m di atas permukaan air laut merupakan tempat yang paling baik untuk bertanam kacang merah ini. Untuk perawatan tanaman ini memerlukan beberapa perlakuan khusus, tapi tidak sulit dilakukan. Syarat-syarat penting yang harus diperhatikan untuk pertumbuhanya ialah: ketersediaan air tanah yang cukup dan tidak menggenang, suhu antara 20°-25°C dan iklimnya kering selama pertumbuhan.uantuk derajat keasaman (pH) berkisar antara 5,5-6. Waktu bertanam yang paling baik ialah menjelang akhir musim hujan (Maret/April) atau pada musim hujan, asalkan pembuangan airnya memadai dan teratur, sehingga tidak menyebabkan adanya air yang menggenang. Tanaman kacang merah ini sangat responsif terhadap tanah yang subur. Bila pada tanah yang subur tumbuhnya gemuk tapi buahnya menjadi sedikit, yang berarti hasilnya rendah. Itulah sebabnya, pemupukan yang berat, terutama dengan ZA, justru akan menurunkan hasil panen (Hendro Sunaryo & Rismunandar, 1984:133-134).

b. Jenis kacang merah

Kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) atau dapat juga disebut kacang buncis, termasuk sub famili Papilonaceae (famili Leguminisae). Kacang merah itu banyak sekali macam dan ragamnya, akan tetapi pada garis besarnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan, yaitu: yang membelit (merambat) dan yang tidak membelit. Hendro Sunaryo & Rismunandar


(23)

9

(1984: 134), menyatakan bahwa dari golongan yang membelit itu diantaranya ada yang disebut ‘buncis’, kacang lompeh, kacang kopak dan lainnya. Tapi yang terkenal ialah kacang yang disebut ‘koro buncis’ atau buncis. Buncis ada yang berbiji ungu, hitam, dan putih. Buncis itu biasanya dimakan saat buah (polongnya) masih muda. Dari golongan kacang buncis yang tidak membelit (biasa disebut kacang jago) yang terkenal adalah:

1) Kacang merah atau kacang jago (rode boom). Tanaman ini pendek, tingginya sekitar 30 cm, bijinya berwarna merah atau merah bintik-bintik putih. Kacang ini hanya dimakan bijinya, yakni dari buah yang telah tua. Jenis inilah yang banyak ditanam di Jawa Barat.

2) Kacang coklat (bruine boon). Tanaman kacang coklat ini pendek, tingginya hanya sekitar 40 cm. Warna biji-biji kacang coklat ini beranekaragam. Jenis kacang ini pun yang dimakan juga bagian bijinya saja, tapi dapat juga dimakan saat buahnya masih muda.

Peter Goldsworthly dan Fisher (1992: 405), menyatakan bahwa kacang merah (Phaseolus vulgaris, L.) adalah tanaman yang ditanam terluas diantara empat spesies Phaseolus yang diusahakan, yang semuanya berasal di Amerika. P. acoccius (runner bean) ditaman pada ketinggian >2000 m, daratan-daratan tinggi tropik Amerika latin dan garis-garis lintang iklim sedang. P. accutifolius (tepary bean) sangat sesuai untuk iklim-iklim subtropik yang hangat dan kering, sementara P.


(24)

10

lunatus (lima bean) sesuai untuk ketinggian sedang dan rendah didaerah tropik. Produksi P. vulgaris saja menaggung kira-kira 95% produksi kacang Phaseolus dunia total sebesar 8,3 juta ton, sehingga kurang dari 5% produksi total adalah dari spesies lainnya yang diusahakan.

c. Klasifikasi kacang merah

Berdasarkan USDA (Unites State Departement of Agriculture) kalsifikasi kacang merah yaitu sebagai berikut:

Kingdon : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Superdevision : Spermatophyta Devision : Magnoliophyta Class : Magnoliopsida Subclass : Rosidae Order : Fabales

Family : Fabaceae/ Leguminosae Genus : Phaseolus L.

Spesies : Phaseolus vulgaris, L. (Sumber: USDA, 2015)

d. Kandungan Gizi Kacang merah

Kacang merah banyak mengandung protein dan karbohidrat. Keunggulan lainnya yaitu kacang merah bebas kolesterol, sehingga aman untuk dikonsumsi oleh semua golongan masyarakat dari berbagai


(25)

11

kelompok umur. Protein kacang merah juga dapat digunakan untuk menurunkan kadar kolesterol LDL yang bersifat jahat bagi kesehatan manusia, serta meningkatkan kadar kolesterol HDL yang bersifat baik bagi kesehatan manusia Made Astawan (2009: 22).

Komposisi zat gizi biji kacang merah sangat bervariasi, tergantung pada kondisi tanaman dan cara perawatannya. Jenis-jenis protein yang terdapat dalam kacang merah adalah faseolin 20% (berat kering), faselin 2%, konfaseolin 0,36-0,40%. Lebih jelasnya adalah sebagai berikut: Tabel 1. Komposisi Zat Gizi Kacang Merah Per 100 gram

No Komponen Per 100g Kacang Merah

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Energi (mg) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Zat besi (mg) Vitamin A (Sl) Vitamin B1 (mg) Vitamin B2 (mg)

336 22,3 1,7 61,2 260 410 5,8 30 0,5 0,2 (Sumber: Direktorat Gizi, Depkes, 1992)


(26)

12

Tabel 2. Komposisi Asam Amino dalam Kacang Merah

No Komponen Asam Amino mg/g protein

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. Isoleusin Leusin Lisin Metionin Fenilalanin Tirosin Triptofan Valin Arginin Histidin Alanin Sistein 41,52 76,16 72 10,56 53,16 25,28 10,08 45,92 56,80 28,32 52,16 8,48 (Sumber: Kay, 1979)

Kandungan karbohidrat pada kacang merah juga sangat tinggi, yaitu mencapai 61gr/100gr. Komponen karbohidrat pada kacang merah terdiri dari gula 1,6%, dekstrin 2,7%, pati 35,2%, pentosa 8,4%, galaktan 1,3%, dan pektin 0,7%. Tingginya kadar karbohidrat pada kacang merah merupakan sumber energi yang baik, yaitu sekitar 348 kkal per 100 gram. Sedangkan kadar lemak pada kacang merah juga relafif rendah, yaitu 1,5 g per 100 g. Adapun komponen lemak dari kacang merah terdiri atas asam lemak jenuh 19% dan asam lemak tak jenuh 63,3%. Selain itu, Kacang merah merupakan sumber mineral yang baik. Komposisi mineral per 100 gram kacang merah kering adalah fosfor(410mg), kalsium (260 mg), mangan (194 mg), besi (5,8 mg), tembaga (0,95 mg), serta natrium (15 mg) (Made Astawan, 2009: 23-24).


(27)

13

Ratna Djamil dan Tria A (2009), dalam jurnal penelitiannya menyebutkan bahwa kacang merah mengandung berbagai jenis zat kimia. Berikut ini merupakan hasil penapisan fitokimia estrak kacang merah dalam penelitian Ratna Djamil (2009), yaitu:

Tabel 3. Komposisi Senyawa Kimia yang Terdapat Dalam Ekstrak Kacang Merah

Nama senyawa Hasil analisis kandungan kacang merah

Alkaloid -

Flavanoid +

Saponin +

Tanin +

Kuinon -

Steroid/triterpenoid +

Kumarin +

Minyak atsiri -

e. Kandungan Fitoestrogen Kacang Merah

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa dalam kacang merah mengandung zat kimia berupa fitroestrogen, ditunjukkan dengan adanya senyawa flavanoid. Biben (2012: 2), menyatakan bahwa fitoestrogen adalah senyawa yang terkandung dalam kelompok tanaman, baik biji-bijian, kacang-kacangan, sayuran, dan buah-buahan yang memiliki sifat khasiat menyerupai hormon estrogen. Meskipun saat ini, sifat atau khasiat tersebut menimbulkan pro dan kontra, terhadap perannya pada sistem reproduksi, namun kenyataan bahwa pengguna, pemakai fitoestrogen, disadari atau tidak tentang khasiat serupa estrogen tersebut, terus


(28)

14

meningkat. Peningkatan ini selain merupakan suatu kebiasaan menggunakan/memakai kandungan jenis fitoestrogen dalam makanan sehari-hari, juga penelitian epidemiologi, menemukan relatif menurunnya atau berkurangnya, penyakitpenyakit reproduksi, terkait dampak hormon estrogen dan ada juga kelompok fitoestrogen ini termasuk ke dalam golongan fitofarmaka, sebagai obat-obatan herbal.

Terdapat kurang lebih 20 golongan tanaman yang telah diidentifikasi berkhasiat estrogen dari sejumlah 300 jenis tanaman yang berasal dari 16 gugus tanaman. Banyak diantara tanaman yang termasuk golongan ini menjadi bahan makanan sehari-hari seperti bawang putih, gandum, kacang-kacangan, beras, kentang, wortel, apel, kurma, biji kopi, dan berbagai sayuran. Dari kelompok fitoestrogen ini yang paling banyak diteliti adalah kelompok lignan, termasuk kedalamnya buah-buahan & sayur-sayuran, kelompok isoflavon termasuk kedalamnya kacang-kacangan dan biji-bijian, dan kelompok koumestan termasuk ke dalamnya sejenis rumput umputan dan biji bunga matahari (Biben, 2012: 2).

Fitoestrogen merupakan senyawa alami yang berasal dari tumbuhan. Stuktur kimianya dan fungsinya mirip dengan hormon 17 β -estradiol, mengandung komponen defenolik yang berubah menjadi bahan estrogenik dalam saluran cerna. Dikenal 2 klasifikasi biokimia yaitu lignans (enterolacton, enterodiol) dan isoflavon (genistein, daizein, bio-chanin-A, formononetin dan glycetin), yang jumlahnya lebih sedikit yaitu


(29)

15

komestan, lactones dan teroles. Fitoestrogen genestein dan daizein banyak terdapat dalam kacang kedelai dan produk olahannya (Wolf A.S, 2000 dalam Rizani Amran, 2011:12).

Struktur kimia fitoestrogen yang mirip dengan 17β-estradiol membuatnya mampu berikatan dengan reseptor estrogen. Afinitas ikatan masing-masing anggota fitoestrogen dengan reseptor estrogen (RE) berbeda satu dengan yang lainya. Afinitas ikatan relatif genistein terhadap RE-β 36/100, sedangkan terhadap Re-α sebesar 5/100 dibandingkan dengan 17β-estradiol. RE-β terdistribusi tinggi di organ kelenjar prostat, ovarium, paru-paru, kandung kemih, ginjal, uterus dan testis, sehingga efek fitoestrogen akan tampil nyata khususnya di organ-organ tersebut. Estradiol akan dihambat ikatanya terhadap reseptor estrogen oleh isoflavon dan lignan pada konsentrasi relatif aman terhadap endometrium

karena efeknya pada endometrium hanya 0,08% dibandingkan 17β


(30)

16

Gambar 2. Persamaan struktur antara fitoestrogen dan estradiol : (1) 17β-estradiol, (2) geniestein (isoflavon), (3) trans-resveratrol (stibene), (4) coumestrol (coumestan), (5) mataresinol (lignan), dan (6) 8-prenyl naringenin. (Sumber: Elsevier, 2012)

Lignans dan isoflavon memiliki aktivitas biologis estrogen yang rendah, antiestrogenik parsial, antimikoba, antikarsinogenik, dan antiinflamasi melalui mekanisme peningkatan SHBG (menurunkan hormon steroid bebas termasuk androgen dan estradiol), memblok reseptor estrogen (menghambat poliferasi), dan menghambat enzim intrasel (Wolf A.S, 2000 dalam Rizani Amran, 2011:13).

Efek klinis fitoestrogen diantaranya yaitu menurunkan keluhan klimaterium, mencegah esteoporosis, efek perlindungan terhadap kardiovaskuler, dan pencegahan keganasan kanker pada payudara dan prostat (Wolf A.S, 2000 dalam Rizani Amran, 2011:13).


(31)

17

USDA menyatakan kacang merah (Phaseolus vulgaris, L.) mentah mengandung fitoestrogen jenis isoflavon yang terdiri dari genistein dan daidzein, dengan rincian sebagai berikut: genistein sebanyak 0,29 mg/100 g dan daidzein sebanyak 0,30 mg/100 g. Sehingga total isoflavon dalam 100 g kacang merah adalah 0,59 mg. Selain mengandung fitoestrogen jenis isoflavon, kacang merah (Phaseolus vulgaris, L.) juga mengandung fitoestrogen jenis coumestan dengan jumlah 0,01 mg/100 g kacang merah.

f. Khasiat Kacang Merah

Kacang merah sering digunakan dalam berbagai hidangan, terutama beras, kari, salad dan topping. Destrivana (2013), mengungkapkan ada banyak manfaat kesehatan dari kacang merah yang perlu kita ketahui. Berikut adalah manfaat kesehatan dari kacang merah: 1) Memasok banyak energi

Kacang merah dapat meningkatkan energi karena tinggi kandungan zat besi. Makanan ini mengandung banyak zat besi yang merupakan sumber utama yang diperlukan untuk meningkatkan metabolisme dan energi tubuh. Kacang merah juga membantu sirkulasi oksigen ke seluruh tubuh.


(32)

18 2) Mengontrol berat badan

Makanan ini baik dikonsumsi bagi mereka yang ingin mengontrol berat badan karena memberi rasa kenyang yang lebih lama.

3) Menjaga gula darah

Kacang merah terkenal kaya serat. Serat ini dapat menurunkan tingkat metabolisme kandungan karbohidrat dalam kacang-kacangan. 4) Baik untuk otak

Kacang merah menawarkan manfaat yang luar biasa bagi otak. Makanan ini mengandung banyak vitamin K yang menyediakan nutrisi penting untuk otak dan sistem saraf.

5) Sumber vitamin

Kacang merah juga merupakan sumber yang baik untuk vitamin B, yang penting untuk sel-sel otak. Vitamin ini memelihara saraf otak dan sel-sel yang mencegah penyakit yang terkait usia seperti Alzheimer.

6) Mempermudah buang air besar

Serat yang hadir dalam kacang merah dapat membantu mempertahankan gerakan usus yang sehat. Jika dimakan dalam jumlah yang tepat, kacang merah membantu membersihkan saluran pencernaan. Buang air besar secara teratur berhubungan dengan rendahnya risiko kanker usus besar.


(33)

19 7) Kardiovaskular

Kacang merah juga mengandung banyak magnesium dan serat yang bertanggung jawab untuk menurunkan kadar kolesterol jahat. Ingin terhindar dari risiko stroke, serangan jantung, dan penyakit pembuluh darah perifer.

2. Tikus Putih (Rattus norvegicus, L.) a. Karakteristik tikus putih

Gambar 3. Tikus Putih (Rattus norvegicus, L.) Galur Wistar

Tikus (Rattus sp) termasuk binatang pengerat yang merugikan dan termasuk hama terhadap tanaman petani. Selain menjadi hama yang merugikan, hewan ini juga membahayakan kehidupan manusia. Sebagai pembawa penyakit yang berbahaya, hewan ini dapat menularkan penyakit seperti wabah pes dan leptospirosis. Hewan ini, hidup bergerombol dalam sebuah lubang. Satu gerombol dapat mencapai 200 ekor. Di alam tikus ini dijumpai di perkebunan kelapa, selokan dan padang rumput. Tikus ini


(34)

20

mempunyai indera pembau yang sangat tajam. Tikus albino (tikus putih) merupakan jenis tikus yang banyak digunakan sebagai hewan percobaan di laboratorium. (Budhi Akbar, 2010: 4).

b. Klasifikasi

Berdasarkan ITIS (Interagency Taxonomic Information System) klasifikasi tikus putih adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Subkingdom : Bilateria Phylum : Chordata Subphylum : Vetebrata

Class : Mamalia

Subclass : Theria Order : Rodentia Family : Muridae Genus : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus 3. Ovarium tikus putih

Gambar 4. Foto Mikroskopis Ovarium Tikus Putih (HE, 100x), Hewan betina tidak saja menghasilkan sel-sel kelamin betina yang penting untuk membentuk satu individu baru, tetapi juga menyediakan


(35)

21

lingkungan dimana individu tersebur terbentuk, diberi makanan dan berkembang selama masa permulaan hidupnya (Feradis, 2010: 33).

Ovarium, merupakan alat kelamin yang paling utama. Ovarium menghasilkan sel kelamin betina (ovum) melalui peristiva oogenesis dan menghasilkan hormon ovarium terutama estrogen dan progesteron. Ovarium disokong oleh pelebaran peritonium yang disebut dengan mesovarium. Mesovarium tersebut mengandung pembuluh darah dan saraf. Ukuran ovarium sangat bervariasi tergantung pada spesies, umur, dan status kebuntingan (I Ketut Puja, 2010: 9).

Dellman (1992: 489), mengungkapkan bahwa ovarium merupakan kelenjar ganda, yaitu sebagai kelenjar eksokrin dan kelenjar endokrin, misalnya, sebagai kelenjar eksokrin mampu menghasilkan sekreta berupa ovum, dan sebagai kelenjar endokrin mampu menghasilkan hormon ovarium, terutama estrogen dan progesteron. Secara normal, struktur ovarium sangat bervariasi, tergantung pada spesies, umur dan tahap siklus seksual. Bentuknya lonjong dan pada sayatan memanjang tampak adanya bagian korteks dan medula. Berikut ini merupakan bagian-bagian dari ovarium secara umum pada setiap spesies, yaitu:

a. Korteks

Korteks pada ovarium merupakan daerah tepi yang lebar, mengandung folikel dan korpus luteum (corpus lutea), dan dibalut oleh epitel permukaan berbentuk kubus rendah. Stroma korteks berupa


(36)

22

jaringan ikat padat longgar. Tunika albuginea tebal dan merupakan lapis yang langsung di bawah epitel permukaan. Tebal tunika albuginea dapat menipis dan bahkan menghilang karena terdesak oleh perkembangan folikel ovariun serta korpus luteum selama aktivitas ovarium meningkat. b. Medula

Medula merupakan bagian dalam yang mengandung saraf, banyak pembuluh darah dengan bentuk mengulir dan pembuluh limfe, terdiri dari jaringan ikat longgar dengan jalur otot polos, berlanjut dengan otot mesovarium. Rete ovarii terdapat dalam medula, berbentuk jalinan saluran yang tidak teratur dan bibalut oleh epitel kubus atau tali sel-sel pekat. Rete ovarii tersebut dapat berdeferensiasi menjadi sel-sel folikel bila terletak jukstaposisi terhadap oosit yang cukup jelas pada karnivora dan ruminansia.

c. Folikel ovarium

Folikel ovarium, memiliki beberapa tahap perkembangan. Berikut ini merupakan tahap perkembangan folikel ovarium berdasarkan pernyataan dari Dellman (1992: 493), yaitu:

1) Folikel primer

Folikel primer (folikel unilaminar) terdiri dari oosit primer, berdiameter sekitar 20 μm pada kebanyakan jenis hewan, dikelilingi oleh epitel pipih atau kubus selapis, disebut sel-sel folikel. Folikel primer paling muda (paling awal) dikelilingi oleh epitel pipih selapis, yang


(37)

23

disebut folikel primordia. Pada stadium lebih lanjut, epitel berubah menjadi kubus sebaris. Folikel primer, berdiameter sekitar 40μm, dikelilingi oleh membran basal dan terletak dibagian luar korteks dibawah epitel permukaan.

Apparatus golgi dan mitokondria pada oosit, terdapat di dekat inti. Mikrovili dapat tampak pada sebagian permukaan oosit. Beberapa ratus ribu sampai satu juta oosit potensial, terdapat pada sebuah ovarium saat partus pada berbagai spesies. Hanya beberapa ratus yang dapat diovulasikan selama hidup. Kebanyakan mengalami degenerasi sebelum lahir. Proses yang menyangkut seleksi folikel yang harus tumbuh dari kelompok folikel primordia yang tidak berproliferasi belum banyak diketahui.

2) Folikel sekunder

Folikel sekunder (folikel multilaminar atau folikel tumbuh) terdiri dari epitel banyak lapis dari sel-sel granulosa berbentuk polihedral dan mengitari oosit primer. Rongga yang berisi cairan belum terbentuk diantara sel-sel folikel. Folikel sekunder ditandai oleh berkembangnya 3 sampai 5 μm lapis glikoprotein tebal, disebut zona pellucida, mengitari membran plasma oosit. Terdapat penetrasi parsial di daerah ini oleh mikrovili permukaan oosit. Zona pellucida dihasilkan oleh sel-sel granulosa yang langsung mengitari oosit dan sebagian oosit itu sendiri. Penjuluran sitoplasma sel-sel granulosa


(38)

24

yang mengitari oosit menembus zona pellucida dan berkaitan erat dengan mikrovili permukaan oosit.

Karena perkembangan folikel berlanjut, rongga kecil berisi cairan terbentuk diantara sel-sel granulosa. Lapis vaskular yang terdiri dari sel-sel berbebtuk kincir, disebut sel-sel teka, mulai terbentuk mengitari lapis sel-sel granulosa pada tahap akhir folikel tersier.

3) Folikel tersier

Folikel tersier (folikel antrum, veskular, atau de Graff) ditandai dengan perkembangan rongga sentral yang disebut folikel antrum. Antrum ini terbebtuk bila cairan pengisi celah antara selsel granulosa pada folikel sekunder bergabung untuk membentuk satu rongga besar yang menyimpan cairan folikel (liquor folliculi). Folikel tersier yang hampir mengalami ovulasi disebut folikel matang (mature folicle).

Oosit primer pada folikel tersier berdiameter 150 sampai 300 μm tergantung pada spesiesnya. Bentuk bulat, inti terletak di tengah dengan jalinan kromatin tipis, dan nukleus jelas. Apparatus golgi mula-mula tersebar dalam sitoplasma, kemudian terkonsentrasi dekat memptan plasma. Butir lipid dan pigmen lipolrom terjadi dalam sitoplasma. Akibat folikel antrum yang mulai membesar dengan meningkatkan liquor folliculi, oosit terdesak kearah tepi, lazimnya dibagian folikel yang paling dekat dengan pusat ovarium. Oosit


(39)

25

terdapat didaerah akumulasi sel-sel granulosa disebut kumulus ooforus. Pada folikel tersier yang besar, bentuk sel-sel granulosa yang langsung mengitari oosit menjadi silinder dengan susunan radial, yang dikenal sebagai korona radiata. Sel-sel yang membentuk korona radiata dianggap menjamin nutrisi bagi oosit (Dellman, 1992: 493). 4) Folikel atresia

Folikel ovarium tidak semuanya berkembang secara normal. Ovarium juga selalu memiliki sejumlah folikel tertentu yang mengalami degenerasi dan folikel yang mengalami atresia. Atresia folikuler biasanya menyertai pembentukan dan pemasakan folikel, serta ovarium dianggap tidak normal hanya bila sejumlah besar folikel menjadi atretik. Pembentukan folikel yang tidak normal, yaitu folikel yang akan mengalami atresia, ternyata ditandai dengan reaksi pengecatan yang menbrana disekitar telur. Membrana tercat biru tua atau ungu sangat berbeda bila dibandingkan dengan folikel normal. Pada tahap atresia lanjut, maka tanda-tanda histologik yang menunjukkan degenerasi akan tampak, yaitu berupa butir-butis lemak dan granula kasar di dalam ovum, pengerutan ovum, lepasnya ovum dari sel-sel granulosa disekitarnya, dan akhirnya sel-sel granulosa degenerasi. Atresia dapat menimpa folikel pada ketiga tahap perkembangannya, tetapi pada hewan domestika yang paling umum terhadi pada tahap folikel tersier (Nalbanov, A. V, 1990: 24).


(40)

26 5) Korpus luteum

Ruang folikuler akan terisi dengan darah dan cairan limpa setelah terjadinya fase ovulasi. Beberapa spesies, misalnya babi, cairan tersebut sangat merengangkan folikel yang telah mengalami ovulasi, sehingga selama lima sampai tujuh hari setelah pecah, folikel tersebut lebih besar dari saat sebelum-sebelumnya. Spesies lain, seperti domba dan sapi, penimbunan cairan tidak terlalu mencolok, dan bahkan folikel lebih kecil dari sebelum terjadinya ovulasi. Pada saat luteinasi mengalami kemajuan, maka bekuan darah secara berangsur-angsur deserap, dan akhirnya ruangnya terisi korpus luteum. Secara histologi, korpus luteum hampir seluruhnya terdiri dari sel-sel granulosa, tetapi sel-sel teka pun dapat ikut dalam pembentukan korpus luteum. Bertambah besarnya ukuran folikel terjadi karena hipertrofi, hiperplasiana sel-sel granulosa, dan sel-sel teka. (Nalbanov, A. V, 1990: 24-25).

Saat korpus luteum yang telah melewati puncak aktivitas fungsionalnya, maka semakin banyak jaringan pengikat, lemak, dan subtansi mirip hialin timbul diantara sel-sel luteal. Seluruh korpus luteum berangsur-angsur mengecil, akhirnya menjadi jaringan parut yang tidak berarti yang terlihat di permukaan ovarium. Korpus luteum


(41)

27

juga kehilangan warna merah-coklat yang semula dimilikinya dan berubah menjadi putih atau coklat pucat. Bagian ini kemudian disebut korpus albikan (Nalbanov, A. V, 1990: 25).

4. Siklus estrus pada tikus putih

Gambar 5. Foto Mikroskopis Epitel Vagina Tikus Putih Fase Estrus Perbesaran 100x (Foto Hasil Dokumentasi Penelitian, 2015) a. Periode Siklus Estrus

Sistem reproduksi pada hewan betina yang telah memasuki masa dewasa biasanya mengalami perubahan-perubahan secara teratur yang disebut dengan siklus estrus. Estrus atau birahi adalah suatu periode secara psikologis maupun fisiologis yang bersedia menerima pejantan untuk berkopulasi. Lamanya waktu siklus estrus pada seekor hewan dihitung dari munculnya estrus, sampai munculnya estrus lagi pada periode berikutnya. Umumnya setiap hewan mamalia lama siklus estrus akan berbeda-beda. (Feradis, 2010: 113).


(42)

28

Siklus estrus adalah siklus seksual pada mamalia bukan primata yang tidak menstruasi. Siklus estrus merupakan cerminan dari berbagai aktivitas yang saling berkaitan antara hipotalamus, hipofisis, dan ovarium. Selama siklus estrus terjadi berbagai perubahan baik pada organ reproduksi maupun pada perubahan tingkah laku seksual. Tikus dan mencit termasuk hewan poliestrus. Artinya, dalam periode satu tahun terjadi siklus estrus yang berulang-ulang (Budhi Akbar, 2010: 10).

Feradis (2010: 114) menyatakan lamanya waktu yang dipergunakan dalam setiap periode berbeda-beda untuk setiap spesies. Siklus estrus pada mamalia dibedakan menjadi empat periode, yaitu periode estrus, metestrus, diestrus, dan proestrus, sedangkan menurut Budhi Akhbar (2010: 10), daur estrus dibedakan menjadi lima fase yaitu Proestrus, Estrus, Metestrus I, Metestrus II dan Diestrus.

Siklus estrus mencit berlangsung 4-5 hari, sedangkan tikus satu siklus bisa selesai dalam 6 hari. Meskipun pemilihan waktu siklus dapat dipengaruhi oleh faktor- faktor eksteroseptif seperti cahaya, suhu, status nutrisi dan hubungan sosial. Setiap fase dari daur estrus dapat dikenali melalui pemeriksaan apus vagina. Apus vagina merupakan cara yang sampai kini dianggap relatif paling mudah dan murah untuk mempelajari kegiatan fungsional ovarium. Melalui apus vagina dapat dipelajari berbagai tingkat diferensiasi sel epitel vagina yang secara tidak langsung mencerminkan perubahan fungsional ovarium (Budhi Akbar, 2010:10).


(43)

29

Berikut adalah penjelasan dari masing-masing periode pada siklus estrus menurut Budi Akhbar (2010: 11), yaitu:

1) Fase proestrus

Proestrus adalah fase sebelum estrus yaitu periode dimana folikel ovarium tumbuh menjadi folikel de Graff dibawah pengaruh FSH. Fase ini berlangsung 12 jam. Setiap folikel mengalami pertumbuhan yang cepat selama 2-3 hari sebelum estrus sistem reproduksi memulai persiapan-persiapan untuk pelepasan ovum dari ovarium. Akibatnya sekresi estrogen dalam darah semakin meningkat sehingga akan menimbulkan perubahan-perubahan fisiologis dan saraf, disertai kelakuan birahi pada hewan-hewan betina peliharaan. Perubahan fisiologis tersebut meliputi pertumbuhan folikel, meningkatnya pertumbuhan endometrium, uteri dan serviks serta peningkatan vaskularisasi dan keratinisasi epitel vagina pada beberapa spesies. Preparat apus vagina pada fase proestrus ditandai akan tampak jumlah sel epitel berinti dan sel darah putih berkurang, digantikan dengan sel epitel bertanduk, dan terdapat lendir yang banyak.

2) Fase estrus

Estrus adalah fase yang ditandai oleh penerimaan pejantan oleh hewan betina untuk berkopulasi, fase ini berlangsung selama 12 jam. Folikel de Graff membesar dan menjadi matang serta ovum mengalami perubahan-perubahan kearah pematangan. Pada fase ini


(44)

30

pengaruh kadar estrogen meningkat sehingga aktivitas hewan menjadi tinggi, telinganya selalu bergerak-gerak dan punggung lordosis. Ovulasi hanya terjadi pada fase ini dan terjadi menjelang akhir siklus estrus. Pada preparat apus vagina ditandai dengan menghilangnya leukosit dan epitel berinti, yang ada hanya epitel bertanduk dengan bentuk tidak beraturan dan berukuran besar.

Feradis (2010: 114) menyatakan periode estrus dapat ditandai dari tingkah laku dari hewan yang bersangkutan, seperti misalnya betina yang sedang estrus menyediakan diri untuk dikawini oleh hewan lawan jenisnya, meningkatnya aktivitas fisik, bagian vulva berwarna kemerahan dan berlendir.

3) Fase metestrus

Metestrus adalah periode segera sesudah estrus di mana korpus luteum bertumbuh cepat dari sel granulose folikel yang telah pecah di bawah pengaruh LH dan adenohypophysa. Metestrus sebagian besar berada di bawah pengaruh progesteron yang dihasilkan oleh korpus luteum. Progesteron menghambat sekresi FSH oleh adenohypophysa sehingga menghambat pembentukan folikel de Graff yang lain dan mencegah terjadinya estrus. Selama metestrus uterus mengadakan persiapan-persiapan seperlunya untuk menerima dan memberi makan pada embrio. Menjelang pertengahan sampai akhir metestrus, uterus menjadi agak lunak karena pengendoran otot uterus. Fase ini


(45)

31

berlangsung selama 21 jam. Pada preparat apus vagina ciri yang tampak yaitu epitel berinti dan leukosit terlihat lagi dan jumlah epitel menanduk makin lama makin sedikit.

4) Fase diestrus

Diestrus adalah periode terakhir dan terlama siklus birahi pada ternak-ternak dan mamalia. Korpus luteum menjadi matang dan pengaruh progesteron terhadap saluran reproduksi menjadi nyata. Endometrium lebih menebal dan kelenjar-kelenjar berhypertrophy. Serviks menutup dan lendir vagina mulai kabur dan lengket. Selaput mukosa vagina pucat dan otot uterus mengendor. Pada akhir periode ini korpus luteum memperlihatkan perubahan-perubahan yang signifikan. Endometrium dan kelenjar-kelenjarnya beregresi ke ukuran semula. Mulai terjadi perkembangan folikel-folikel primer dan sekunder dan akhirnya kembali ke proestrus. Pada preparat apus vagina dijumpai banyak sel darah putih dan epitel berinti yang letaknya tersebar dan homogen. Pada setiap fase akan terlihat perubahan dengan ciri-ciri yang berbeda antara fase proestrus, estrus, metestrus dan diestrus.

Feradis (2010: 114) menyatakan periode diestrus merupakan periode terpanjang dibandingkan ketiga periode siklus estrus lainnya. Periode ini sudah tampak pengaruh dari progesteron yang dihasilkan oleh korpus luteum, yang menyebabkan terjadinya perubahan pada saluran reproduksi.


(46)

32

Endometrium menebal, kelenjar dan urat daging pada uterus berkembang untuk menrawat embrio dari hasil pembuahan, keadaan ini tetap berlanjut selama masa kebuntingan, dan korpus luteum akan beregregasi. Korpus luteum pada masa kebuntingan ini tidak dinamakan korpus luteum gravidatum, tetapi korpus luteum periodikum. Sedangkan bila korpus luteum tidak mau beregregasi, sedangkan hewan tidak bunting maka korpus luteumnya dinamakan korpus luteum persistan. Keadaan ini merupakan gangguan reproduksi pada hewan yang bersangkutan.

5. Pengaturan Hormonal Pada Siklus Estrus

Siklus estrus pada dasarnya diatur oleh keseimbangan antara hormon-hormon steroid dan protein dari ovarium dan hormon-hormon- hormon-hormon gonadotropin dari hipopisa anterior, sedangkan fungsi dari hipopisa anterior sendiri diatur oleh hipotalamus. Dengan mengunakan teknik RIA (Radio Immuno Assay), uji kimia dan biologi terlihat perubahan-perubahan relatif yang terjadi pada hormon-hormon ovarium dan gonadotropin yang dimonitor selama periode siklus estrus. Hasilnya ditemukan lebih banyak kesamaan-kesamaan dibandingkan ketidaksamaan dari spesies-spesies yang diamati. Berdasarkan hal ini, disimpulkan bahwa progesteron mempunyai pengaruh yang dominan terhadap siklus estrus (Feradis, 2010: 118).

GnRH (Gonadotropin Releasing Hormone) merupakan hormon yang disintesis di hipotalamus dan disekresikan ke hipofisis anterior melalui vena porta hipotalamo-hipofisis. Hipofisis anterior tidak mempunyai serabut saraf.


(47)

33

untuk Pelepasan hormon-hormonnya dirangsang oleh faktor-faktor hormonal melalui pembuluh darah. GnRH ini akan mempengaruhi sekresi FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan LH (Luitinizing Hormone) dari hipofisis anterior. FSH dan LH akan merangsang ovarium untuk mensekresikan hormon estrogen dan progesteron yang akan mempengaruhi siklus estrus (Budhi Akbar, 2010: 14).

Saat fase proestrus folikel-folikel ovarium masih dalam ukuran kecil. Adanya FSH yang disintesis di hipofisa anterior menyebabkan selsel granulose yang terdapat didalam folikel akan cepat menjadi banyak. Kemudian akan terbentuk ruangan dalam folikel. Folikel ini disebut folikel de Graff. Pada sel-sel granulose di dalam folikel de Graff akan dihasilkan estrogen. Estrogen berperan untuk merangsang pertumbuhan epitel vagina dan folikel ovarium sehingga menjadi matang dan siap untuk ovulasi (Budhi Akbar, 2010: 14).

Folikel yang matang akan terus memproduksi estrogen, akibatnya estrogen dalam darah menjadi tinggi. Kadar estrogen yang tinggi dalam darah menandakan sedang dalam fase estrus dan estrogen ini akan merangsang GnRH untuk memproduksi LH. Pada tahap berikutnya akibat terus dihasilkannya LH akan terjadi lonjakan LH yang penting untuk terjadinya ovulasi setelah oosit ke luar, maka folikel berubah menjadi korpus luteum yang mampu menghasilkan progesteron. Progesteron menyebabkan perubahan-perubahan endometrium berupa perubahan lapisan endometrium.


(48)

34

Lapisan endometrium ini dipersiapkan untuk terjadinya implantasi. Fase pembentukkan lapisan ini terjadi pada fase metestrus (Budhi Akbar, 2010: 14).

Fase berikutnya yaitu diestrus, jika terjadi implantasi peningkatan kadar progesteron penting untuk pertumbuhan plasenta. Plasenta dapat membentuk gonadotropin yang pada manusia disebut HcG (Human Chorionic Gonadothropine) untuk mempertahankan korpus luteum. Korpus luteum akan mampu memproduksi estrogen dan progesteron sendiri. Jika tidak terjadi implantasi maka tidak terbentuk plasenta sehingga kadar estrogen dan progesteron akan menurun. Menurunnya kadar progesteron menyebabkan terjadinya pengelupasan lapisan endometrium (Budhi Akbar, 2010: 15). B. Kerangka Berfikir

Banyak jenis tumbuhan yang dapat menghasilkan senyawa yang menyerupai estrogen, yang disebut fitoestrogen, salah satunya yaitu dari golongan kacang-kacangan. Kacang merah merupakan salah satu jenis kacang-kacangan yang telah banyak dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Kacang merah terdapat beberapa jenis senyawa yang terkandung seperti alkaloid, flavanoid, saponin, tanin, kuinon, steroid/tripernoid, kumarin dan minyak atsiri. Diantaranya seperti flavanoid, merupakan senyawa yang memiliki efek terhadap fertilitas.

Senyawa favanoid yang serupa dengan fitoestrogen ini diduga dapat memiliki pengaruh terhadap aktivitas hormonal dalam tubuh. Adanya penambahan senyawa lain dari luar yang menyerupai estrogen, akan


(49)

35

mempengaruhi sistem kerja dalam tubuh, terutama efeknya terhadap Progesteron yang sistem kerjanya saling berkebalikan. Budhi Akbar (2010: 14) menyatakan pelepasan hormon dirangsang oleh faktor-faktor hormonal melalui pembuluh darah. GnRH akan mempengaruhi sekresi FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan LH (Luitinizing Hormone) dari hipofisis anterior. FSH dan LH inilah yang kemudian akan merangsang ovarium untuk mensekresikan hormon estrogen dan progesteron yang akan mempengaruhi siklus estrus.

Perkembangan folikel, berjalan sesuai dengan siklus estrus yang berlangsung, sehingga perkembangan folikel ini juga dipengaruhi oleh aktivitas hormon yang bekerja pada setiap tahapnya. Hal inilah yang kemudian dapat menjadi perhatian, dimana adanya penambahan senyawa flavanoid dalam kacang merah diharapkan memiliki efek yang jelas terhadap perkembangan folikel ovarium tikus putih, serta dapat mengetahui berapakah jumlah dosis optimum yang dapat menunjukkan perningkatan perkembangan folikel ovarium tikur putih. C. Hipotesis

1. Pemberian ekstrak kacang merah dapat meningkatkan perkembangan folikel ovarium pada tikus putih yang ditandai dengan perdedaan jumlah folikel pada setiap perlakuan.


(50)

36 BAB III

METODE PENELITIAN A. Rancangan dan Desain Penelitian

Penelitian yang dilaksanakan merupakan penelitian eksperimen, rancangan penelitian yang digunakan adalah acak lengkap dengan lima kelompok, yaitu: 1 kelompok kontrol dan 4 kelompok perlakuan dengan masing-masing kelompok 5 ekor tikus putih sebagai ulangan. Tikus yang digunakan adalah tikus putih betina dari golongan Rattus norvegicus, galur wistar. Respon yang dilihat yaitu jumlah folikel ovarium pada masing-masing tahap perkembangan, dengan pemberian ekstrak kacang merah dengan kadar dosis yang berbeda dari ektrak kacang merah per ±200 gram berat badan tikus. Perlakuan dilakukan selama 21 hari dan diberikan secara oral.

B. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu

Penelitian dilaksanakan pada bulan April-Juni 2015. 2. Tempat penelitian

a. Pembuatan ekstrak kacang merah dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) UGM.

b. Pemeliharaan tikus dilakukan di Unit Pengelolaan Hewan Laboratorium Biologi FMIPA UNY.

c. Pembuatan preparat histologik organ dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran UGM.


(51)

37

d. Pengamatan preparat histologik dilakukan di laboratorium Anatomi dan Zoologi Jurdik Biologi FMIPA UNY.

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Tikus putih (Rattus norvegicus, L.) betina galur Wistar dengan berat badan ± 200 gr/BB tikus per hari.

2. Sampel

Sampel menggunakan 25 ekor tikus putih (Rattus norvegicus, L.) betina galur Wistar umur ±2 bulan dengan berat badan rata-rata 200 gr yang diberi perlakuan ekstrak kacang merah (Phaseolus vulgaris, L.).

D. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas

Variasi ekstrak kacang merah (Phaseolus vulgaris, L.) yaitu kontrol P0: 0 mg/200 gr BB tikus per hari, P1: 50 mg/200 gr BB tikus per hari, P2: 75 mg/200 gr BB tikus per hari, P3: 100 mg/200gr BB tikus per hari, P4: 125 mg/200 gr BB tikus per hari.

2. Variabel tergayut

Variabel tergayut yaitu perkembangan masing-masing jenis folikel yang dilihat dari jumlah folikel primer, sekunder, tersier, de Graff, korpus luteum dan folikel atresia pada ovarium tikus putih.


(52)

38 E. Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat yang digunakan

a. Alat yang digunakan untuk pemeliharaan tikus yaitu kandang tikus 5 buah, tempat pakan, tempat minum, timbangan analitik, cutton bud, tisu dan alat suntik 2,5 ml , dan kanul.

b. Alat yang digunakan untuk pembedahan yaitu toples untuk pembiusan, kapas, gunting bedah, scapel, pinset bak paraffin dan jarum pentul.

c. Alat yang digunakan untuk pembuatan preparat histologi ovarium yaitu botol flakon, pipet tetes, gelas ukur, pisau, timer, blok kayu, oven paraffin, hot plate, kotak perparat, gelas benda, gelas penutup, mikrotom, .

d. Alat yang digunakan untuk pengamatan dan pengambilan data yaitu mikroskop cahaya, mikrometer, alat tulis, dan kamera digital/optilab. 2. Bahan yang digunakan

a. Tikus putih betina umur ±2 bulan

b. Pakan tikus/pelet c. Aquadest

d. Formalin 10% e. Garam fisiologis f. Alkohol 70% g. Etanol 70% h. Pewarna giemsa

i. Ekstrak kacang merah j. Kloroform

k. Sabun antiseptic l. Xylol

m. Paraffin n. Canada balsam o. Gliserin

p. Pewarna eosin q. Hematoxylin


(53)

39 F. Langkah Penelitian

1. Tahap persiapan

a. Menyiapkan 20 tikus putih dengan umur ±2 bulan dan berat badan ± 200 gram.

b. Menyiapkan perlengkapan pemeliharaan.

c. Menyiapkan ekstrak kacang merah yang telah diencerkan. 2. Tahap pembuatan ekstrak kacang merah

Tahap pembuatan ekstrak kacang merah dilakukan dengan menggunakan teknik maserasi dengan etanol 70% yang dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT UGM), yaitu:

a. Kacang merah yang sudah dikeringkan kemudian dihaluskan, dengan menggunakan mesin penyerbuk dengan diameter lubang saringan 1 mm. b. Serbuk kacang merah yang sudah jadi kemudian direndam dengan

menggunakan bak, dan diberi etanol 70%, kemudian diaduk selama 30 menit dan didiamkan selama 24 jam, setelahnya disaring diambil bagian yang cair. Proses perendaman dilakukan selama kurang lebih 3 kali. c. Filtrat kemudian di uapkan dengan menggunakan Vaccum Rotary

Evaporator pemanas waterbath suhu 60°C.

d. Ekstrak yang telah agak mengental kemudian di pindahkan ke dalam cawan porselin dan dipanaskan dengan waterbath suhu 70°C sambil terus diaduk sampai mengental.


(54)

40

e. Hasil ekstrak kacang merah yang telah mengental (berupa pasta) akan berwarna kecoklatan.

f. Ektrak yang digunakan sebagai perlakuan nantinya diencerkan dalam aquades, yaitu 1 gr ektrak kacang merah dilarutkan dalam aquades hingga volume mencapai 100 ml.

3. Tahap penentuan dosis

Penentuan dosis perlakuan pada uji sesungguhnya didasarkan pada hasil uji pendahuluan. Uji pendahuluan terdiri dari 4 kelompok perlakuan. Satu kelompok kontrol (0 mg ekstrak kacang merah) dan tiga kelompok perlakuan, masing-masing 75 mg, 100 mg dan 150 mg ekstrak kacang merah. Berikut hasil dari uji pendahuluan:

Tabel 4. Jumlah Rata-Rata Folikel Ovarium Tikus Putih Setelah Pemberian Ekstrak Kacang Merah Per Satuan Lapang Pandang (1,83 X 106μm2)

Dosis Jumlah Rata-rata folikel ( per 1,83 x 106μm2) Primer Sekunder Tersier De

Graff

Corpus L

Atresia

0 mg/gr 27,3 5 4 0,6 4,6 6,6

75 mg/gr 27,6 5,6 3,3 1,3 7 5,3

100 mg/gr 37,6 7 5 2,6 4 6,6

150 mg/gr 14,3 6,6 5 1,3 4,6 6

Hasil rata-rata jumlah folikel yang dihasilkan dari setiap perlakuan, diketahui bahwa terdapat peningkatan jumlah folikel pada dosis 75 mg dan 100 mg, tapi mengalami penurunan pada dosis 150 mg. Berdasarkan hasil tersebut maka, untuk melihat perubahan yang signifikan dosis untuk uji


(55)

41

sesungguhnya berkisar antara dosis ±75 mg dan ±100 mg. Dari hasil ini, maka ditentukan dosis perlakuan untuk uji sebenarnya adalah 0 mg (sebagai kontrol), 50 mg, 75 mg, 100 mg, dan 125 mg.

4. Tahap pelaksanaan

a. Tahap Uji Pendahuluan

1) Tahap awal pemeliharaan dilakukan dengan membiarkan tikus beradapatsi dengan lingkungan barunya selama ± 7 hari (satu minggu). 2) Pemeliharaan tikus putih dengan pemberian pakan (pelet dan air

minum) yang harus selalu tersedia didalam kandang.

3) Pemeriksaan apus vagina sebelum perlakuan untuk melihat siklus reproduksi dalam tahap estrus.

4) Pemberian ekstrak kacang merah secara oral pada tikus putih menurut dosis masing-masing (0 mg/200gr BB per hari; 75 mg/200gr BB per hari; 100 mg/200gr BB per hari; dan 150 mg/200gr BB per hari), diberikan setiap 1 kali sehari selama 21 hari pada jam/waktu yang sama.

b. Tahap Uji Sesungguhnya

1) Tahap awal pemeliharaan dilakukan dengan membiarkan tikus beradapatsi dengan lingkungan barunya ±7 hari (satu minggu).

2) Pemeliharaan tikus putih dengan pemberian pakan (pelet dan air minum) yang harus selalu tersedia didalam kandang.


(56)

42

3) Pemeriksaan apus vagina sebelum perlakuan untuk melihat siklus reproduksi dalam tahap estrus.

4) Pemberian ekstrak kacang merah secara oral pada tikus putih menurut dosis masing-masing (0 mg/200gr BB per hari; 50 mg/200gr BB per hari; 75 mg/200gr BB per hari; 100 mg/200gr BB per hari; dan 125 mg/200gr BB per hari), diberikan setiap 1 kali sehari selama 21 hari pada jam/waktu yang sama.

5. Pembuatan preparat histologi ovarium

Proses pembuatan preparat dengan prosedur Harris Hematoxyline-Eosin, terdapat beberapa tahapan diantaranya yaitu:

a. Fiksasi b. Trimming c. Dehidrasi d. Embedding e. Cutting

f. Staining/pewarnaan g. Mounting

h. Pembacaan slide dengan mikroskop

6. Pengamatan struktur ovarium

Pengamatan struktur ovarium yang telah dibuat preparat kemudian diamati dibawah mikroskop cahaya perbesaran 100x. Preparat diamati pada seluruh bagian bidang pandang, kemudian dihitung jumlah folikel yang terbentuk pada masing-masing folikel primer, sekunder, tersier, de Graff, korpus luteum, dan atresia pada sayatan preparat histologi ovarium tikus putih.


(57)

43

Cara perhitungan masing-masing jumlah rata-rata folikel ovarium tikus putih adalah dengan cara menghitung seluruh folikel yang tampak, yaitu dihitung per satuan lapang pandang dengan perbesaran 100x. Penentuan satuan lapang pandang dapat dilakuakn dengan menghitung luas area

pangdang yang diamati menggunakan rumus πr2, yang sebelumnya telah

dilakukan kalibrasi antara mikrometer okuler dan obyektif. Berikut ini merupakan hasil kalibrasinya:

Skala obyektif (ob) = 2,6 μm Skala okuler (ok) = 28 μm

Perbesaran = 100x

Rumus: Skala okuler = Skala objektif X Perbesaran Sehingga :

28 ok = 2,6 ob X 100 28 ok = 260

ok = 260/ 28 ok = 9,285 μm

Jadi, 1 skala ok = 9,285 μm

Satuan Lapang Pandang = πr2 , r= 82,35 μm

r = 82,35 x skala perbesaran = 82,35 μm x 9,285 μm = 764,208 μm2


(58)

44 Jadi, Satuan Lapang Pandang = πr2

= 3,14 x 764, 2082 μm2

= 1.833.803,54 μm2

= 1,83 x 106μm2 G. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data terakhir diambil pada hari ke 21. Pengamatan hasil penelitian dilihat dari organ ovarium yang telah dibuat preparat dan diambil dokumentasinya kemudian dihitung jumlah folikel yang terbentuk pada masing-masing jenis folikel, sedangkan perkembangan folikel dapat dilihat dengan membandingan jumlah masing-masing jenis folikelnya pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan ekstrak kacang merah, kemudian keseluruhan hasil pengamatan dianalisis.

H. Analisis Data

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), dan data dari jumlah folikel de Graaf dan folikel atresia yang diperoleh dari hasil penelitian akan dianalisis menggunakan uji parametrik One Way Anova untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pemberian ekstrak kacang merah terhadap jumlah folikel pada ovarium tikus putih, dengan menggunakan software SPSS ver.16 Selanjutnya apabila terdapat pengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan rerata antar perlakuan kontrol dengan masing-masing kelompok perlakuan.


(59)

45 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

Hasil penelitian mengenai pengruh pemberian ekstrak kacang merah (Phaseolus vulgaris, L.) terhadap perkembangan folikel ovarium tikus putih diambil berdasarkan gambar histologik folikel ovarium tikus putih (Rattus norvegicus, L.) secara mikroskopik dengan pembesaran 100x, menggunakan teknik pewarnaan Hematoxilin-Eosin (HE). Folikel-folikel yang diamati meliputi folikel primer, sekunder, tersier, de Graff, korpus luteum dan folikel atresia, yang dilihat masing-masing perkembanganya berdasarkan perbedaan jumlah folikel yang terbentuk akibat pemberian dosis ekstrak kacang merah (Phaseolus vulgaris, L.) yang berbeda.

Gambar 6. Foto Mikroskopis Ovarium Tikus Putih Perlakuan Pemberian Ekstrak Kacang Merah (HE, perbesaran 10x)


(60)

46

Gambar 7. Foto Mikroskopis Ovarium Tikus Putih Setelah Mendapat Perlakuan Pemberian Ekstrak Kacang Merah (HE, perbesaran 100x). Keterangan (a) korteks ovarium (b) folikel Primer (c) folikel sekunder (d) folikel de Graff

Gambar 8. Foto Mikroskopis Ovarium Tikus Putih Setelah Mendapat Perlakuan Pemberian Ekstrak Kacang Merah (HE, perbesaran 100x). Keterangan (a) korteks ovarium (b) folikel sekunder (c) folikel atresia


(61)

47

Gambar 9. Foto Mikroskopis Ovarium Tikus Putih Setelah Mendapat Perlakuan Pemberian Ekstrak Kacang Merah (HE, perbesaran 100x). Keterangan (a) korteks ovarium (b) folikel tersier (c) folikel de Graff (d) folikel sekunder

Gambar 10. Foto Mikroskopis Ovarium Tikus Putih Setelah Mendapat Perlakuan Pemberian Ekstrak Kacang Merah (HE, 100x). Keterangan (a) korteks ovarium (b) folikel tersier (c) folikel atresia (d) korpus luteum

Gambar 7 menunjukkan berbagai fase pertumbuhan pada folikel ovarium tikus putih. Folikel-folikel tersebut diantaranya yaitu folikel primer,


(62)

48

sekunder, tersier, de Graff, korpus luteum, dan folikel atresia. Folikel primer ditandai dengan adanya satu lapis sel granulosa. Ukuran folikel primer biasanya yang paling kecil dari jenis folikel lainnya. Folikel primer sebenarnya hampir sama dengan folikel sekunder, hal yang membedakan yaitu ditandai dengan adanya dua lapis atau lebih sel granulosa. Folikel tersier merupakan tahap perkembangan lebih lanjut dari folikel sekunder, yang membedakan antara folikel tersier dan sekunder yaitu ditandai dengan adanya celah yang telah berisi dengan cairan folikuler dikedua sisi luar oosit, bagian ini disebut sebagai antrum. Folikel de Graff ditandai dengan adanya celah yang telah berisi dengan cairan folikuler yang jauh lebih besar dibandingkan folikel tersier dan oosit yang terletak pada bagian tepi folikel yang dihubungkan dengan beberapa sel granulose yang disebut korona radiata. Selain itu sel granulosa yang mengelilingi ovum jumlahnya semakin sedikit. Ukuran folikel de Graff biasanya besar, sehingga dapat lebih mudah diamati.

Korpus luteum, merupakan merupakan ruang folikuler akan terisi dengan darah dan cairan limpa setelah terjadinya ovulasi. Biasanya berukuran besar dan berwarna merah. Berkebalikan dengan korpus luteum, folikel atresia biasanya akan tampak berwarna gelap setelah pewarnaan, dengan ukuran yang bervariasi. Folikel atresia sebenarnya merupakan kondisi folikel yang tidak sempurna atau rusak selama masa perkembangannya.


(63)

49

1. Hasil perhitungan jumlah rata-rata folikel ovarium tikus putih persatuan lapang pandang setelah pemberian ekstrak kacang merah

Data hasil perhitungan jumlah rata-rata folikel ovariun tikus putih, diamati berdasarkan masing-masing jenis folikelnya, dengan cara menghitung jumlah keseluruhan folikel yang terdapat pada ovarium tikus putih. Data pada tabel dibawah ini menunjukkan jumlah rata-rata dari setiap jenis folikel ovarium yang ada per satuan lapang pandang (1,83 x 106μm2).

Tabel 5. Hasil Rata-Rata Jumlah Folikel Ovarium Tikus Per Satuan Lapang Pandang (1,83 x 106μm2) pada Setiap Perlakuan.

No Dosis Kode Jumlah Rata-rata folikel Ovarium Tikus

Pr Sk Tr dG CL At

1 0mg/ ml P0 10,6 3,1 1,7 0,2 2,1 2,5

2 50mg/ml P1 12,75 10,25 5,5 1,85 3,2 4,6 3 75mg/ml P2 12,45 3,05 1,9 0,6 2,8 2,75 4 100mg/ml P3 16,35 6,05 2,8 0,9 3,95 3,15


(64)

50

Gambar 11. Diagram Jumlah Rata-Rata Folikel per Satuan Lapang Pandang (1,83 x 106μm2) Ovarium Tikus Putih Sesudah Pemberian

Ekstrak Kacang Merah

Gambar diagram menunjukkan peringkat dari perkembangan masing-masing jenis folikel berdasarkan jumlah rata-rata yang paling banyak. Diagram pertama menunjukkan peringkat rata-rata masing-masing perlakuan pada folikel primer. Peringkat rata-rata dosis P3 lebih tinggi dari pada peringkat rata-rata dosis P2. Peringkat rata-rata dosis P2 lebih tinggi dari pada peringkat rata-rata dosis P1. Peringkat dosis P1 lebih tinggi dari pada dosis P0, sedangkan dosis P4 berada pada peringkat paling bawah.

Berdasarkan peringkat diatas, maka dapat diketahui bahwa jumlah peringkat rata-rata masing-masing perlakuan pada folikel primer yang paling tinggi yaitu pada perlakuan dengan dosis P3 (100 mg/gr BB per hari). Hal ini dapat dikatakan perkembangan folikel primer ovarium tikus putih yang paling

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

Primer Sekunder Tersier De Graff Korpus L Atresia

Ju m lah Jenis Folikel P0 P1 P2 P3 P4


(65)

51

baik adalah pada dosis 100 mg/gr BB per hari. Perkembangan folikel yang paling rendah yaitu pada perlakuan P4 yaitu dengan dosis 125 mg/ gr BB per hari.z

Perkembangan folikel sekunder dapat dilihat pada diagram yang kedua. Rata-rata dosis P1 lebih tinggi dari pada peringkat rata-rata dosis P4. Peringkat rata-rata dosis P4 lebih tinggi dari pada peringkat rata-rata dosis P3. Peringkat dosis P3 lebih tinggi dari pada dosis P0, sedangkan dosis P2 berada pada peringkat paling bawah. Jadi berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa jumlah peringkat rata-rata masing-masing perlakuan yang paling tinggi yaitu pada perlakuan dengan dosis P1. Hal ini dapat dikatakan perkembangan folikel sekunder ovarium tikus putih yang paling baik adalah pada dosis 50 mg/gr BB per hari. Perkembangan folikel sekunder yang paling rendah yaitu pada perlakuan P2 yaitu dengan dosis 75 mg/ gr BB per hari.

Perkembangan folikel tersier dapat dilihat pada diagram ketiga. Rata-rata dosis P1 lebih tinggi dari pada peringkat Rata-rata-Rata-rata dosis P3. Peringkat rata-rata dosis P3 lebih tinggi dari pada peringkat rata-rata dosis P2. Peringkat dosis P2 lebih tinggi dari pada dosis P0, sedangkan dosis P4 berada pada peringkat paling bawah. Jadi berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa jumlah peringkat rata-rata masing-masing perlakuan yang paling tinggi yaitu pada perlakuan dengan dosis P1. Hal ini dapat dikatakan perkembangan folikel tersier ovarium tikus putih yang paling baik adalah pada dosis 50


(66)

52

mg/gr BB per hari. Perkembangan folikel tersier yang paling rendah yaitu pada perlakuan P4 yaitu dengan dosis 125 mg/ gr BB per hari.

Perkembangan folikel de Graff dapat dilihat bada diagram keempat. Rata-rata dosis P1 lebih tinggi dari pada peringkat rata-rata dosis P4. Peringkat rata-rata dosis P4 lebih tinggi dari pada peringkat rata-rata dosis P3. Peringkat dosis P3 lebih tinggi dari pada dosis P2, sedangkan dosis P0 berada pada peringkat paling bawah. Jadi berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa jumlah peringkat rata-rata masing-masing perlakuan yang paling tinggi yaitu pada perlakuan dengan dosis P1. Hal ini dapat dikatakan perkembangan folikel de Graff ovarium tikus putih yang paling baik adalah pada dosis 50mg/gr BB per hari. Perkembangan folikel de Graff yang paling rendah yaitu pada perlakuan P0 yaitu dengan dosis 0 mg/gr BB per hari (kontrol).

Perkembangan korpus luteum dapat dilihat pada diagram kelima. Rata-rata dosis P4 lebih tinggi dari pada peringkat rata-rata dosis P3. Peringkat rata-rata dosis P3 lebih tinggi dari pada peringkat rata-rata dosis P1. Peringkat dosis P1 lebih tinggi dari pada dosis P2, sedangkan dosis P0 berada pada peringkat paling bawah. Jadi berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa jumlah peringkat rata-rata masing-masing perlakuan yang paling tinggi yaitu pada perlakuan dengan dosis P4. Hal ini dapat dikatakan perkembangan korpus luteum ovarium tikus putih yang paling baik adalah pada dosis 125 mg/gr BB per hari. Perkembangan folikel tersier yang paling rendah yaitu pada perlakuan P0 yaitu dengan dosis 50 mg/ gr BB per hari.


(67)

53

Pembentukan folikel atresia dapat dilihat pada diagram keenam. Rata-rata dosis P1 lebih tinggi dari pada peringkat Rata-rata-Rata-rata dosis P3. Peringkat rata-rata dosis P3 lebih tinggi dari pada peringkat rata-rata dosis P2. Peringkat dosis P2 lebih tinggi dari pada dosis P0, sedangkan dosis P4 berada pada peringkat paling bawah. Jadi berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa jumlah peringkat rata-rata masing-masing perlakuan yang paling tinggi yaitu pada perlakuan dengan dosis P1. Hal ini dapat dikatakan perkembangan folikel atresia ovarium tikus putih yang paling tinggi adalah pada dosis 50 mg/gr BB per hari. Pembentukan folikel atresia yang paling rendah yaitu pada perlakuan P4 yaitu dengan dosis 125 mg/ gr BB per hari.

2. Hasil analisis jumlah rata-rata folikel ovarium tikus putih setelah pemberian ekstak kacang merah

Tabel 6. Analisis Uji One Way Anova Jumlah Rata-Rata Folikel Ovarium Tikus Putih setelah Pemberian Ekstak Kacang Merah

No Variabel n Rata-rata F Sig.

1 F. Primer 25 11,67 4,234 0,012

2 F. Sekunder 25 5,81 4,155 0,013

3 F. Tersier 25 2,74 5,851 0,003

4 F. de Graff 25 1,01 3,996 0,015

5 Korpus Luteum 25 3,19 0,979 0,441

6 F. Atresia 25 3,04 3,033 0,042

Tabel diatas menunjukkan hasil analisis uji Anova yang dapat dilihat dari nilai signifikasi masing-masing jenis folikel ovarium tikus putih. Jika nilai sig < 0,05 maka dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada setiap perlakuan, sebaliknya jika nilai sig > 0,05 maka tidak terdapat perbedaan pada setiap perlakuan. Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa pada


(1)

66

Gambar grafik, menunjukkan perbadingan rata-rata antara masing-masing jenis folikel dengan mengabaikan jenis perlakuan yang digunakan. Dari grafik dapat diketahui bahwa rata-rata jumlah folikel yang paling banyak pada setiap perlakuan yaitu folikel primer 11,6 folikel per tikus, kemudian disusul pada folikel sekunder 5,81 folikel per tikus, kospus luteum pada peringkat ketiga dengan 3,19 folikel per tikus, berikutnya folikel atresia 3,04 folikel per tikus, kemudian folikel tersier 2,74 folikel per tikus, dan yang terakhir pada folikel de Graff 1,01 folikel per tikus. Hasil ini menunjukkan bahwa jumlah folikel primer jauh lebih banyak jika dibandingkan folikel lainya. Hal ini juga menandakan bahwa pembentukan folikel primer jauh lebih cepat dari yang lain. Proses perkembangan folikel primer menuju folikel sekunder juga masih tinggi. Sebaliknya, pada jumlah folikel de Graff justru menunjukkan jumlah yang paling rendah. Kondisi ini dapat disebabkan karena konsentrasi estrogen dalam darah yang tinggi akibat pemambahan ekstrak kacang merah, selain itu pada tahap ini folikel de Graff juga menghasilkan hormon estrogen, sehingga konsentrasi hormon estrogen semakin tinggi. Kemungkinan kondisi konsentrasi estrogen yang semakin tinggi inilah yang dapat menganggu perkembangan folikel. Akibat kondisi ini, yaitu konsentrasi estrogen yang tinggi akan memicu pembentukan hormon LH, dimana pada saat konsentrasi LH tinggi ini fase perkembangan folikel sudah memasuki tahap pelepasan dan membentuk korpus luteum.


(2)

67 BAB V

SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan

Hasil penelitian dan pembahasan tentang pengaruh pemberian ekstrak kacang merah (Phaseolus vulgaris, L.) terhadap perkembangan folikel ovarium tikus putih (Rattus norvegicus, L.) yang telah dilakukan, yaitu diketahui bahwa pemberian ekstrak kacang merah berpengaruh terhadap perkembangan folikel ovarium tikus putih secara signifikan (P˂0,05) pada jenis folikel primer, folikel sekunder, folikel tersier, folikel de Graff dan folikel atresia, sedangkan pada korpus luteum pemberian ekstrak kacang merah tidak berpengaruh secara signifikan (P>0,05). Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak kacang merah (Phaseolus vulgaris, L.) dapat mempengaruhi perkembangan folikel ovarium tikus putih (Rattus norvegicus, L.). Pemberian dosis bertingkat, terbukti semakin meningkatkan jumlah folikel ovarium tikus putih yang meliputi folikel primer, folikel sekunder, folikel tersier, folikel de Graff dan folikel atresia.

B. Saran

1. Diharapkan, untuk penelitian selanjutnya memakai dosis dengan rentang yang lebih kecil, agar pengaruh ekstrak terhadap perkembangan folikel terlihat jelas.


(3)

68

2. Diharapkan, untuk penelitian selanjutnya pemberian ekstrak kacang merah dapat digunakan untuk penelitian terhadap organ lain, untuk dapat melihat fungsi fitoestrogen yang sebenarnya.

3. Diharapkan, untuk penelitian selanjutnya dapat memanfaatkan jenis tumbuhan lain yang masih berkerabat dengan kacang merah untuk melihat bagaimana efeknya terhadap folikel ovarium.

4. Diharapkan, untuk penelitian selanjutnya jenis fitoestrogen yang terkandung dalam tumbuhan diidentifikasi dengan jelas, dengan demikian hasil penelitian akan lebih akurat.


(4)

(5)

69

DAFTAR PUSTAKA

Amri, Ahmad Faisal. 2001. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Gedi (I) Terhadap

Kadar Glukosa Darah Tikus Putih Galur Wistar. Skripsi. Yogyakarta: Jurusan

Pendidikan Biolosi FMIPA UNY

Biben 2012. Fitoestrogen: Khasiat Terhadap Sisitem Reproduksi, Non Reproduksi Dan Keamanan Penggunaanya. Prosiding, Seminar Ilmiah Nasional Bandung Universitas Padjajaran.

Budhi Akbar. 2010. Tumbuhan dengan Kandungan Senyawa Aktif yang Berpotensi

Sebagai Bahan Antifertilitas. Adabia Press: Jakarta

Dellmann, H. Dieter and Esther M. Brown. 1992. Buku Tesk Histologi Veteriner;

penerjemah, R. Hartono; pendamping Siti Sundari Juwono. UI-Press: Jakarta

Feradis. 2010. Reproduksi Ternak. Alfabeta: Bandung

Destriyana. 2013. 7 Khasiat Menakjubkan dari Kacang Merah, diakses pada hari Sabtu tanggal 21 November 2015 dari http://www.merdeka.com/sehat/7-khasiat-menakjubkan-dari-kacang-merah.html

Diah Aryulina, & Choirul Muslim. 2006. Biologi. Erlangga: Jakarta

Elizabeth, Puji Yanti. 2014. Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Kacang Merah (Phaseolus Vulgaris L) Terhadap Kerusakan Histologis Sel Hepar Mencit (Mus Musculus) Yang Diinduksi Parasetamol. Laporan Penelitian. Fakultas Kedokteran

Elsevier. 2012. Studies in Natural Products Chemistry. Elviser B.V : British

Goldsworthly, Peter R., & N.M. Fisher. 1992. Fisiologi Budidaya Tanaman Tropik

(terjemahan). UGM Press: Yogyakarta

Hendro Sunaryo, & Rismunandar. 1984. Seri Produksi Hortikultura II: Kunci

Bercocok Tanam Sayur-Sayuran Penting di Indonesia. Sinar Baru Offset :

Bandung

I Ketut Puja, dkk. 2010. Embriologi Modern. Udayana University Press: Denpasar Made Astawan. 2009. Sehat dengan Hidangan Kacang & Biji-bijian. Penebar


(6)

70

Nalbanov, A. V. 1990. Fisiologi Reproduksi pada Mamalia dan Unggas:

penerjemah, Sunaryo Keman. UI-Press: Jakarta

Partodiharjo, S. 1992. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara Sumber Widya: Jakarta Ratna Djamil dan Tria Anelia. 2009. Penapisan Fitokimia, Uji BSLT, dan Uji

Antioksidan Ekstrak Metanol Beberapa Spesies Papilionaceae. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia (vol.7 nomor 2 tahun 2009). Hlm. 65-71.

Rizani Amran. 2011. Penanda CTX dan N-MID Osteocalcin pada Perempuan

Menopouse. Unsri-Press: Palembang

ITIS Interagency Taxonomic Information System. 2015. Rattus norvegicus, L. diakses pada tanggal 11 September 2015, jam 23.00 WIB dari http://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?search_topic=TSN&search_ value=180363

[USDA] United State Department of Agriculture. 2015. Phaseolus vulgaris ,L.

Redbean diakses pada tanggal 7 September 2015, jam 23.14 WIB dari


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pemberian Infusa Biji Adas (Foeniculum vulgare Mill.) terhadap Perkembangan Folikel Ovarium Tikus Putih (Rattus norvegicus) Produktif dan Premenopause

0 14 36

Pengaruh Pemberian Ekstrak Buncis (Phaseolus vulgaris L.) terhadap Kadar High Density Lipoprotein (HDL) Tikus Putih (Rattus norvegicus) Model Hiperkolesterolemia.

0 2 18

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.) TERHADAP KADAR TRIGLISERIDA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) MODEL HIPERLIPIDEMIA.

0 0 11

PENGARUH EKSTRAK BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.) TERHADAP KADAR KOLESTEROL LOW DENSITY LIPOPROTEIN (LDL) TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) MODEL HIPERKOLESTEROLEMIA.

0 0 11

PENGARUH EKSTRAK DAUN KENARI (Canarium indicum, L.) TERHADAP PERKEMBANGAN FOLIKEL OVARIUM TIKUS PUTIH BETINA (Rattus norvegicus, L.).

14 82 104

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BIJI METE (Anacardium occidentale, L.)TERHADAP PERKEMBANGAN FOLIKEL OVARIUM TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus, L.

0 0 2

PENGARUH EKSTRAK KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris, L.) TERHADAP JUMLAH KELENJAR DAN KETEBALAN LAPISAN ENDOMETRIUM TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus, L.).

0 0 1

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BIJI WIJEN PUTIH (Sesamum indicum, L.) TERHADAP PERKEMBANGAN FOLIKEL OVARIUM TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus, L.).

1 2 1

PENGARUH PEMBERIAN CAMPURAN EKSTRAK BROTOWALI (Tinospora crispa, L.) DAN PACING (Costus specious, J.Smith) TERHADAP PERKEMBANGAN FOLIKEL OVARIUM TIKUS PUTIH (Rattus novergicus, L.).

0 0 1

PENGARUH PEMBERIAN MONOSODIUM GLUTAMAT TERHADAP PERKEMBANGAN FOLIKEL OVARIUM TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus).

0 0 1