Siklus Estrus Tikus Putih (Rattus norvegicus) Produktif Yang Diberi Infusa Buah Adas (Foeniculum vulgare MILL)

SIKLUS ESTRUS TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)
PRODUKTIF YANG DI BERI INFUSA BUAH ADAS
(Foeniculum vulgare MILL)

MUHAMMAD ADIB MUSTOFA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Siklus Estrus Tikus
Putih (Rattus norvegicus) Produktif Yang Diberi Infusa Buah Adas (Foeniculum
vulgare MILL) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
M.Adib Mustofa
NIM B04090144

ABSTRAK
MUHAMMAD ADIB MUSTOFA. Siklus Estrus Tikus Putih (Rattus norvegicus)
Produktif Yang Diberi Infusa Buah Adas (Foeniculum vulgare MILL) Dibimbing
oleh HERA MAHESWARI dan ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS
Adas adalah tanaman yang mengadung fitoestrogen dan memiliki efek
sama seperti estrogen alami. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran
siklus estrus pada tikus betina Sprague dawley produktif yang diberi infusa adas.
Penelitian ini menggunakan 25 ekor tikus betina yang dibagi dalam 5 kelompok.
Kelompok KN adalah kelompok kontrol negatif yang diberi 1 ml/100 gBB
aquades. Kelompok KP adalah kelompok yang diberi etinil estradiol 0.045
mg/100 gBB. Kelompok perlakuan 1, 2, dan 3 (P1, P2, P3) diberi infusa adas
sebesar 36. 5 mg, 73 mg, dan 146 mg masing-masing untuk 100 gBB. Pemberian
aquades, etinil estradiol dan adas dilakukan selama 20 hari dengan rute oral, dan
pada saat yang sama dengan ulas vagina. Pengambilan ulas vagina untuk
mengetahui gambaran siklus estrus dilakukan pagi dan sore hari dengan jarak 12

jam. Perubahan epitel vagina diperiksa untuk menentukan fase siklus estrus
dengan menggunakan mikroskop. Penelitian ini menunjukkan bahwa adas dengan
dosis 36.5 mg/100 gBB, 73 mg/100 gBB, dan 146 mg/100 gBB dapat
memperpanjang durasi fase estrus dan metestrus tetapi memperpendek durasi fase
proestrus dan fase diestrus.
Kata kunci: adas, estrus, fitoestrogen.

ABSTRACT
MUHAMMAD ADIB MUSTOFA. The Estrous Cycle Of Productive White Rats
(Rattus norvegicus) Given Fennel Fruit Infussion (Foeniculum vulgare Mill).
Under supervision of HERA MAHESWARI and ARYANI SISMIN
SATYANINGTIJAS.
Fennel fruit are natural phytoestrogen compounds derived from plants and
have an effect similar as natural estrogen. This study aims to describe the estrous
cycle in productive female rats Sprague dawley given infusion of fennel.This
research used 25 female rats that were divided in 5 goups. KN is negative
control given 1 ml/100 gBB distilled water. KP is positive control given (etinil
estradiol) 0.045 mg/100 gBB. Treatment 1, 2, and 3 (P1, P2, P3) given infusion of
fennel with three different doses of 36.5 mg, 73 mg and 146 mg respectively for
100 gBB. Administration of distilled water, etinil estradiol and fennel were done

for 20 days with the oral route, at the same time vaginal swab were taken to
reveal the estrous cycle in rats in the morning and evening with a period of 12
hours. The changes of vaginal epithelium were examined to determine estrous
cycle phase using a microscope. It was concluded that fennel fruit infussion doses
36.5 mg/100 gBB, 73 mg/100 gBB, 146 mg/100 gBB extend duration of estrous
and metestrus phase but it become shorter the duration of proestrus and diestrus
phase.
Keywords: estrus, fennel, phytoestrogen

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

SIKLUS ESTRUS TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)

PRODUKTIF YANG DI BERI INFUSA BUAH ADAS
(Foeniculum vulgare MILL)

MUHAMMAD ADIB MUSTOFA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Siklus Estrus Tikus Putih (Rattus norvegicus) Produktif Yang
Diberi Infusa Buah Adas (Foeniculum vulgare MILL)
Nama
: Muhammad Adib Mustofa

NIM
: B04090144

Disetujui oleh

Dr drh Hera Maheshwari ,MSc
Pembimbing I

Dr drh Aryani Sismin Satyaningtijas, MSc
Pembimbing II

Diketahui oleh

drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet
Wakil Dekan

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi
Nama

NIM

: Siklus Estrus Tikus Putih (Rattus norvegicus) Produktif Yang
Diberi Infusa Buah Adas (Foeniculurn vulgare MILL)
: Muhammad Adib Mustofa
: B04090144

Disetujui oleh

Dr drh Hera Maheshwari ,MSc
Pembimbing I

Dr drh Aryani Sismin Satyaningtijas, MSc
Pembimbing II

ti ono MS PhD APVet

Tanggal Lulus:

1 0 JAN 2D14


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, berkat rahmat dan
karunia-NYA lah penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul,
“Siklus Estrus Tikus Putih (Rattus norvegicus) Yang Diberi Infusa Buah Adas
(Foeniculum vulgare MILL)”. Dengan penuh rasa hormat penulis ingin
mengucapkan terimakasih kepada Dr drh Hera Maheshwari M.Sc dan Dr drh
Aryani Sismin Satyaningtijas M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah banyak
memberikan nasehat dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini. Kementrerian
Departemen Agama yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
belajar di FKH IPB. Bapak dan Ibu dosen FKH IPB tercinta yang telah banyak
memberikan ilmunya kepada penulis. Staf laboratorium Departemen Anatomi,
Fisiologi, dan Farmakologi FKH IPB (Ibu Ida, Ibu Sri, Pak Edi, Pak Wawan dkk).
Teman-teman satu penelitian: Novrianto, Kezia, Kak Mato dan grup Rumpii yang
membantu penelitian ini, teman teman penulis di DC D 6 dalam keluarga CSS
MoRA IPB serta teman-teman seperjuangan FKH 46 dan khususnya Kalpataru
dan C 2. Karya ini penulis persembahkan untuk bapak dan ibu penulis atas doa,
nasehat dan, dukungannya selama ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2014


Muhammad Adib Mustofa

.

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

x

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

4

Adas (Foeniculum vulgare MILL)


4

Fitoestrogen

4

METODE

5

Waktu dan Tempat Penelitian

5

Alat dan Bahan

6

Prosedur Penelitian


6

Persiapan infusa buah adas

6

Persiapan hewan percobaan

6

Pengambilan sampel ulas vagina

7

Pengamatan ulas vagina

7

Pengamatan vaskularisasi uterus

8

Analisis Data

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

8

Peran Infusa Adas terhadap Siklus Estrus Tikus Putih

8

Peran Infusa Adas terhadap Panjang Fase dalam Satu Siklus Eastrus

9

Peran Infusa Adas terhadap Vaskularisasi

12

SIMPULAN

14

DAFTAR PUSTAKA

14

RIWAYAT HIDUP

17

LAMPIRAN

18

DAFTAR TABEL
1 Identifikasi komposisi kimia minyak esensial buah adas manis dan
pedas dengan metode steam distillation
2 Relative binding affinity (RBA) berbagai hormon pada reseptor
estrogen α dan β pada tikus
3 Data nilai fisiologis tikus putih (Rattus sp).
4 Jenis-jenis sel yang terdapat pada preparat ulas vagina tikus putih
5 Hasil pengamatan panjang tiap tiap fase pada satu siklus estrus dan total
waktu siklus estrus normal (jam).

2
3
4
7
9

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

Klasifikasi fitoestrogen
Bagan perlakuan
Gambaran epitel hasil ulas vagina
Perbandingan vaskularisasi kontrol negatif dan kelompok perlakuan
dua pada fase estrus

1
7
7
13

DAFTAR LAMPIRAN
1 Analisis Of Variance Panjang siklus estrus tikus putih (Rattus
norvegicus ).

18

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Menopause pada dasarnya adalah suatu rentang masa yang pasti dialami
oleh para wanita, biasanya terjadi diatas usia 40 tahun. Menopause merupakan
akhir proses biologis dari siklus menstruasi yang terjadi karena penurunan
produksi hormon estrogen yang dihasilkan oleh indung telur. Berhentinya
menstruasi akan memberikan dampak negatif pada kesehatan baik fisik maupun
psikis (Yudomustopo 1999). Menopause dapat mengakibatkan sulit tidur,
berkeringat pada malam hari, gangguan fungsi seksual, kekeringan vagina, dan
osteoporosis (Achadiat 2007). Proses perubahan ke arah menopause itu sendiri
sudah mulai sejak wanita berusia 40 tahun, masa ini dikenal sebagai masa pramenopause (Northrup 2006). Untuk mengatasi menopause sebenarnya bisa
dilakukan dengan menggunakan terapi sulih hormon estrogen, namun pemberian
hormon estrogen sintetik dapat mengakibatkan efek samping kanker endometrium
atau selaput lendir rahim (Achadiat 2007).
Kesadaran masyarakat untuk menggunakan bahan-bahan alami sebagai
bahan terapi muncul dengan menyadari efek samping yang jauh lebih aman
dibandingkan dengan efek samping terapi sulih hormon dengan menggunakan
bahan bahan sintetik. Fitoestrogen adalah senyawa alami dari tanaman yang
mampu mempengaruhi aktivitas estrogenik tubuh. Fitoestrogen memiliki tiga
kelompok utama yaitu isoflavone, lignan, dan coumestane, serta beberapa herbal
lain. Tiga kelompok tersebut terdapat pada sekitar 300 jenis tanaman, terutama
keluarga polong-polongan. Menurut Tsourounis (2004) kelompok fitoestrogen
tersebut adalah isoflavone terdapat pada soy bean (kacang kedelai), lentil (mijumiju), chickpeas (buncis), dan red clover (semanggi merah). Coumestan terdapat
pada sun flower seed (biji bunga matahari) dan kecambah. Lignan terdapat pada
flax seed (biji rami), cereal (padi-padian), sayur-sayuran, dan buah-buahan.
Fitoestrogen yang terkandung di dalam adas termasuk dalam kelompok lignan.
Klasifikasi fitoestrogen berdasarkan Rishi (2002) dapat dilihat pada Gambar 1.
Phytoestrogen

Isoflavonoids

Coumestan

Lignans

Coumestol
Diadzein

Genistein

Glycetein
n

Enterolactone

Enterodiol

Gambar 1 Klasifikasi fitoestrogen (Sumber : Rishi 2002)
Buah Adas (Foeniculurn vulgare Mill) mengandung trans-anethol, fenchone dan
estragol yang diduga memiliki potensi sebagai fitoestrogen (Agustini dan Saepudin,
2006). Buah adas terdiri dari dua jenis yaitu adas pedas dan adas manis. Adas
pedas mengandung konsentrasi fitoestrogen yang lebih tinggi dibandingkan
dengan adas manis (EMEA 2008). Penelitian ini menggunakan hewan coba tikus

2
betina (Rattus.sp) usia produktif yang diberi infusa adas secara peroral untuk
mengetahui pengaruhnya terhadap kinerja reproduksi.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengkaji pengaruh pemberian infusa adas
(Foeniculum vulgare Mill) pada berbagai dosis terhadap vaskularisasi uterus dan
siklus estrus tikus putih usia produktif.

Manfaat Penelitian
Berdasarkan studi yang dilakukan, adas (Foeniculum vulgare Mill)
diharapkan dapat menjadi alternatif fitoestrogen bagi yang kekurangan estrogen
seperti pada wanita yang mengalami menopause.

TINJAUAN PUSTAKA
Adas (Foeniculum vulgare MILL)
Tanaman adas memiliki lima bagian yaitu, akar, batang, daun, bunga dan
biji (buah adas) (Fahmi 2008). Secara umum biji atau buah adas adalah bagian
yang sering dimanfaatkan, hal ini karena pada biji adas memiliki komponen utama
minyak atsiri yang penting yaitu anethol yang terkandung sekitar 70% dalam
bijinya (Bantain dan Chung 1994). Bagian tanaman yang digunakan umumnya
adalah biji (buah) tanaman adas. Tanaman adas terbagi menjadi dua yaitu adas
manis dan adas pedas. Tabel 1 menunjukkan perbedaan karakteristik fitokimia
antara adas manis dan pedas. Adas pedas memiliki karakteristik kandungan
minyak esensial minimal 40% dari berat kering buah sedangkan adas manis 20%
dari berat buah kering. Minyak esensial pada adas pedas mengandung minimal
15% fenchone, 60% anethole, dan maksimal 6% estragole, sedangkan minyak
esensial pada adas manis minimal mengandung 80% anethole, 7.5% fenchone,
dan maksimal 10% estragole (EMEA 2008).
Tabel 1 Identifikasi komposisi kimia minyak esensial buah adas manis dan pedas
dengan metode steam distillation
Kandungan
Trans Anethole
Fenchone
Estragole
Limopinene
Cis-Anethole
Anisaldehyde
Beta-myrcene
Sumber :EMEA (2008)

Adas pedas (%)
55-75
12-25
6
0.9-5
0.5 (maks)
2 (maks)

Adas manis (%)
79.8-83.1
4.6
3.9-5.1
2.2-3.8

1.4%

3
Buah Adas atau fennel fruit adalah buah yang dikeringkan dari tanaman
Foeniculum vulgare Mill. Buah Adas diduga memiliki potensi estrogenik pada
tubuh karena mengandung trans-anethole, fenchone dan estragol yang diduga
memiliki efek seperti estrogen (estrogen like-effect), sehingga dapat dimanfaatkan
sebagai terapi pada wanita dengan tanda-tanda menopause (Agustini dan Saepudin
2006). Wirakusumah (2003) menyatakan fitoestrogen yang terdapat di dalam
adas adalah anethol yang tergolong senyawa lignan. Beberapa studi telah
menunjukkan bahwa polimer anethole yaitu dianethole dan photoanethole adalah
agen estrogenik yang sebenarnya (Tognolini et al. 2007).

Fitoestrogen
Fitoestrogen diartikan sebagai senyawa alami yang berasal dari tanaman
dan memiliki kemampuan mempengaruhi aktivitas estrogenik tubuh. Fitoestrogen
akan bersaing dengan estradiol endogen untuk berikatan dengan reseptor estrogen
pada sitosol (Whitten and Patisaul 2001). Fitoestrogen memiliki struktur kimia
mirip 17 β estradiol, sehingga mampu untuk berikatan dengan kedua reseptor
estrogen yaitu reseptor estrogen alfa (RE α) dan reseptor estrogen beta (Re β).
Afinitas ikatan fitoestrogen antara kedua reseptor berbeda (Tabel 2), afinitas
fitoestrogen lebih besar pada RE β dibanding RE α.
Tabel 2 Relative binding affinity (RBA) berbagai hormon pada reseptor estrogen
α dan β pada tikus
RBA
LIGAND

RE α

RE β

17 β estradiol
Estron
17 α estradiol
Estriol
Tamoxifen
Caumestrol
Genistein

100
60
58
14
7
94
5

100
37
11
21
6
185
36

β- zearanol

16

14

Sumber : Ibanez & Bulieu (2005)

Fitoestrogen isoflavonoid dan lignan dapat mencegah kanker karena
memiliki aktivitas antioksidan, dan mengurangi berbagai keluhan menopause
(Purwoko dan Suyanto 2001; Achadiat 2003; Winarsi 2005). Beberapa penelitian
telah menunjukkan efek dari fitoestrogen yang memperlambat masa menopause
pada wanita dan mengurangi gejalanya. Kehadiran agen estrogenik pada tahap
awal perkembangan dapat memacu berbagai reaksi di dalam tubuh tikus usia
muda. Salah satunya dengan merangsang percepatan pertumbuhan organ
reproduksi, selain itu adanya kemungkinan terjadinya onset pubertas (Hughes et al.
2004). Telah dilaporkan penggunaan fitoestrogen sebagai agen estrogenik untuk
meningkatkan sekresi susu, memperlancar menstruasi, memfasilitasi kelahiran,
meningkatkan libido pada pria dan meringankan gejala klimaktarik (Albert 1980).

4
Tikus Putih (Rattus sp.)
Tikus putih (Rattus norvegicus) terwakili dalam tiga strain, yaitu Long
evans, Wistar, dan Sprague dawley. Galur Long evans memiliki ukuran tubuh
lebih kecil dari Sprague dawley dan memiliki warna hitam pada kepala serta
tubuh bagian depannya. Tikus golongan Long evans ini berasal dari persilangan
beberapa Wistar betina dengan tikus abu-abu liar jantan. Tikus golongan Wistar
ditandai dengan kepala lebar dan memiliki ekor yang selalu kurang dari panjang
badannya. Sprague dawley memiliki ekor yang panjangnya melebihi panjang
badannya (Kohn dan Barthold 1984). Pada tikus betina Sprague dawley, pubertas
sesuai dengan fase pertumbuhan dan pematangan oosit dalam ovarium. Tikus
mencapai pubertas pada usia 6-8 minggu dan biasanya tidak dikawinkan sampai
mencapai umur 3 bulan. Panjang siklus berahi pada tikus betina adalah 4-5 hari
yang terdiri dari fase proestrus selama 12 jam, estrus selama 12 jam, metestrus
selama 21 jam, dan diestrus selama 57 jam (Hrapkiewicz & Medina 1998;
Suckow et al. 2006).
Tikus memiliki tubuh yang kecil, perkembangannya cepat, mempunyai
kelenjar keringat di telapak kaki dan ekor tikus menjadi bagian badan yang paling
penting untuk mengurangi panas tubuh. Data fisiologis pada tikus putih jantan
dan betina terdapat pada Tabel 3.
Tabel 3 Data nilai fisiologis tikus putih (Rattus sp).
Kriteria
Berat badan dewasa
Berat lahir
Lama kebuntingan
Lama siklus birahi
Jumlah anak
Umur sapih
Waktu pemeliharaan komersial
Komposisi air susu

Nilai
450-520 g jantan, 250-300 g betina
5-6 g
21-23 hari
4-5 hari
6-12 ekor
21 hari
4-5 bulan
13% lemak, 9.7% protein, 3.2%
laktosa

Sumber : Malole dan Pramono (1989)

Siklus Reproduksi Tikus
Siklus estrus merupakan suatu fase dari terjadinya estrus ke estrus
berikutnya (Mulyono 2005). Estrus atau birahi adalah waktu saat hewan betina
siap menerima pejantan untuk melakukan perkawinan. Setiap spesies mempunyai
ciri khas pada pola siklus reproduksinya. Tikus memiliki siklus estrus berselang
antara 4-5 hari, pengaruh hormonal sangat penting dalam pengaturan siklus estrus.
Fluktuasi konsentrasi hormon merupakan respons terhadap bekerjanya hormonhormon hipofisis pada organ ovari (Campbell et al. 2004; Dewi 2010). Siklus
estrus diawali dengan persiapan perkembangan folikel (proestrus), kemudian
dilanjutkan dengan fase estrus, metestrus, dan diestrus (Hafez dan Hafez 2000).
Mekanisme siklus estrus menyebabkan pergantian fase-fase yang terjadi di dalam
ovarium yaitu fase folikular yang berlangsung saat proestrus dan estrus serta fase
luteal yang berlangsung saat metestrus dan diestrus (Campbell et al. 2004). Hasil

5
apus vagina menunjukkan hasil yang bervariasi sepanjang siklus estrus, terlihat
dari gambaran sel sel epitel berinti, sel epitel yang mengalami kornifikasi, leukosit
serta adanya lendir (Johnson and Everitt 1988; Taylor 1994).
Proestrus adalah fase yang terjadi sebelum fase estrus, biasanya terjadi
sealama 21 jam (Suckow et al. 2006), saat proestrus hormon folikel stimulating
hormon (FSH ) mempengaruhi pertumbuhan folikel de Graaf yang nantinya
menghasilkan sejumlah estradiol. Pada fase ini terjadi peningkatan pertumbuhan
sel dan lapis bersilia pada tuba fallopi, vaskularisasi mukosa uteri, dan
vaskularisasi epitel vagina. Serviks mengalami relaksasi secara bertahap dan
semakin banyak mensekresikan mucus berlendir. Pengamatan pada preparat ulas
vagina memperlihatkan adanya dominasi sel-sel epitel berinti (Nalbandov 1990).
Estrus adalah fase saat betina siap menerima pejantan, Hafez dan Hafez
(2000), lamanya fase estrus berkisar selama 12 jam (Suckow et al. 2006). Estrus
dikarakterisasi oleh tingginya konsentrasi estrogen yang bersirkulasi. Peningkatan
konsentrasi estrogen menyebabkan kenaikan sekresi luteinizing hormone (LH)
yang akan menyebabkan terjadinya ovulasi. Folikel yang telah mengalami ovulasi
akan berubah menjadi corpus hemoragicum (CH) dan secara perlahan berubah
menjadi corpus luteum (CL) Sangha et al. 2002. Estrogen mempengaruhi
perubahan dari epitel berinti menjadi epitel yang mengalamai kornifikasi.
Metestrus adalah fase setelah estrus, pada fase ini korpus luteum mulai
tumbuh, korpus luteum berasal dari folikel de Graaf tahap akhir yang berubah
setelah mengalami ovulasi (Wijono 1998). Lama fase ini selama 21 jam (Suckow
et al. 2006). Pengamatan dengan mikroskop menunjukkan banyak leukosit
muncul diantara sel bertanduk (Nalbandov 1990). Sebagian besar fase ini dibawah
pengaruh dari progesterone yang dihasilkan dari pematangan korpus luteum
(Guyton 1994).
Fase diestrus berlangsung selama 54 jam (Suckow et al. 2006). Sel epitel
basal berbentuk bundar dan terkadang terlihat oval, inti sel tersebut berubah
menjadi bulat oval dan terletak di tengah dan terkadang mulai bergeser ke arah
tepi sel. Batas sitoplasma sel tersebut mulai dibedakan. Sel epitel ini banyak
dijumpai saat ternak berada di dalam fase diestrus dan awalan estrus (Jhonston et
al. 2011; Durrant et al. 2003). Pengamatan dengan mikroskop pada ulas vagina
memperlihatkan leukosit dalam jumlah tinggi dan mulai terbentuknya sel sel
berinti (Nalbandov 1990).

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan di kandang terpadu Unit Pengelolaan Hewan
Laboratorium dan Laboratorium Fisiologi Departemen Anatomi, Fisiologi, dan
Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Waktu
pelaksanaan penelitian dari bulan Juni 2012 sampai Juli 2012.

6
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah adas manis
(Foeniculum vulgare MILL), 25 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) betina galur
Sprague dawley yang sedang produktif, NaCl fisiologis 0.9%, larutan giemsa
10 %,Etinil estradiol, aquades, pakan tikus dan air.
Alat yang di gunakan dalam penelitian ini adalah pengayak mesh 8, 24,
dan 30, blender, kapas, gelas ukur, erlenmeyer, corong, cotton bud, sonde
lambung, pengaduk gelas, gelas obyek, kandang dan mikroskop.
Metode Penelitian
Persiapan Infusa Adas
Buah adas yang digunakan dalam penelitian ini adalah adas manis
(F.vulgare Miller subsp. vulgare varietas dulce Miller) dan memiliki kandungan
fitoestrogen (trans-anethole) lebih tinggi 8.1% dibandingkan adas pedas.
Determinasi tanaman dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bogor. Simplisia buah
adas yang telah kering kemudian dibuat serbuk dengan grinder dan diayak dengan
pengayak mesh 8 dan 24. Pembuatan infusa adas dilakukan dengan cara merebus
sebanyak 10 mg adas dalam 100 ml air dengan suhu 90°C selama 15 menit,
kemudian larutan infusa adas disaring menggunakan ayakan mesh 30, dan
disimpan dalam botol.
Persiapan Hewan Percobaan
Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus galur Rattus
norvegicus dengan jenis kelamin betina, yang produktif dan sudah pernah sekali
melahirkan. Tikus yang digunakan memiliki bobot beragam dari 150 g sampai
300 g. Tikus diaklimatisasi selama dua minggu dengan perlakuan pemberian
pakan dan air minum serta penggantian sekam. Selama penelitian ini tikus
diberikan pakan dalam bentuk pelet serta air minum ad libitum. Pengambilan
sampel ulas vagina untuk pengelompokan awal untuk mempermudah dalam
pengelompokan berikutnya dilakukan selama aklimatisasi. Penelitian ini
menggunakan 25 ekor tikus betina yang dibagi dalam 5 kelompok masing masing
kelompok dipelihara dalam 2 kandang yang berisi 2-3 ekor tikus. Kelompok KN
adalah kelompok kontrol negatif yang diberi aquades 1 ml/100 gBB. Kelompok
KP adalah kelompok yang diberi etinil estradiol 0.045 mg/100 gBB. Kelompok
perlakuan 1, 2, dan 3 (P1, P2, P3) diberi infusa adas sebesar 36. 5mg, 73 mg, dan
146 mg masing-masing untuk 100 g/BB.
Tahap Perlakuan
Setelah pengelompokan, hewan diaklimatisasi terlebih dahulu selama dua
minggu, kemudian baru dilakukan perlakuan. Pemberian aquades, etinil estradiol
dan adas dilakukan selama 20 hari dengan rute oral menggunakan sonde lambung,
dan pada saat yang sama ulas vagina juga dilakukan. Ulas vagina dilakukan pagi
dan sore hari dengan jarak 12 jam untuk mengetahui perubahan gambaran sel
epitel vaginanya. Pengamatan gambaran sel epitel vagina diperiksa menggunakan

7
mikroskop untuk menentukan fase fase pada siklus estrus. Tahapan perlakuan ini
dapat dilihat pada bagan berikut

1

34 (Hari)

14
- Aklimatisasi

- Pengelompokan hewan

- Pemberian infusa adas dengan berbagai dosis
- Swab vagina

Gambar 2 Bagan perlakuan penelitian
Pengambilan Sampel Ulas Vagina
Pengambilan ulas vagina dilakukan dengan menggunakan cotton bud
yang direndam dalam larutan NaCl fisiologis 0.9%. Sebelum dimasukkan ke
dalam vagina dan diputar 360º. Hasil ulasan dioleskan secara merata pada gelas
objek, setelah itu dikeringkan dan direndam dalam methanol 70% selama 10
menit, selanjutnya dilakukan pewarnaan dengan giemsa 10% selama 30 menit,
dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan kemudian diamati dengan mikroskop.
Pengamatan Ulas Vagina
Pengamatan dilakukan dengan cara melihat jenis jenis sel yang ada pada
preparat ulas. Perubahan pada setiap fase ditandai dengan perubahan bentuk epitel
epitel berinti, epitel kornifikasi, epitel pavement, dan adanya sel darah putih.
Pengamatan dilakukan dibawah mikroskop. Tabel 4 adalah panduan dalam
menentukan fase-fase dalam siklus estrus.
Tabel 4 Jenis-jenis sel yang terdapat pada preparat ulas vagina tikus putih
Fase
Proestrus

Durasi
Awal
Akhir
Awal
Akhir
Awal
Akhir
Awal
Akhir

Estrus
Metestrus
Diestrus

Ulasan Vagina
Sel epitel berinti 75%
Sel kornifikasi (sel tanduk) 25%
Sel kornifikasi 75%
Sel pavement (menumpuk) 25%
Sel pavement 100%
Sel pavement dan leukosit
Leukosit 100%
Leukosit dan sel berinti mulai muncul

Sumber : Baker et al.(1980)

A

B

C

Gambar 3 Fase (A) proestrus (B) estrus (C) metestrus (D) diestrus

D

8
Pengamatan Vaskularisasi Uterus
Sebelum tikus dinekropsi, tikus dibius terlebih dahulu dengan
menggunakan eter.Tikus dinekropsi dengan melakukan pembedahan pada bagian
abdomen. Otot abdomen dikuakkan ke kiri dan kanan lalu difiksir sebelum
dipreparir vaskularisasi diamati (pemotretan vaskularisasi). Vaskularisasi uterus
diamati dengan pembedahan pada rongga abdomen.
Analisis Data
Data dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA) Analysis of
Variance dan dilanjutkan dengan uji Duncan (Mattjik dan Sumertajaya 2006).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Peran Infusa Adas terhadap Panjang Siklus Estrus Tikus Putih
Siklus reproduksi adalah siklus yang terjadi secara berulang pada betina
yang telah mengalami dewasa kelamin dan ditandai dengan perubahan pada organ
reproduksi seperti ovarium, uterus, dan vagina. Secara umum lama siklus estrus
pada tikus putih adalah 4-5 hari (Marcondes et al. 2002). Satu siklus estrus terdiri
dari fase proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus. Panjang waktu normal fase
proestrus selama 12 jam, estrus selama 12 jam, metestrus selama 21 jam, dan
diestrus selama 57 jam (Hrapkiewicz & Medina 1998; Suckow et al. 2006).
Perubahan-perubahan yang terjadi pada ulasan vagina sering digunakan untuk
menentukan waktu yang tepat untuk melakukan IB (McDonald 1980; Johnston et
al. 2001; Davidson 2004). Pola yang terbentuk dari penelitian ini menunjukkan
bahwa panjang siklus estrus pada KP dan yang diberi perlakuan infusa adas (P1,
P2, dan P3) lebih panjang dibandingkan KN terlihat pada Tabel 5, hal ini diduga
akibat kerja dari estradiol pada kelompok kontrol positif, sedangkan pada
kelompok adas perpanjangan dari siklus estrus kemungkinan disebabkan oleh
kerja senyawa yang menyerupai estrogen yang terdapat pada adas. Pada KP, P1
dan P3 memiliki panjang siklus dengan waktu yang sama, sedangkan pada P2
memiliki panjang siklus yang lebih pendek 0.48 jam. Pemberian dosis yang
berbeda pada fitoestrogen berpengaruh terhadap efek yang ditimbulkan.
Fitoestrogen memiliki struktur kimia yang mirip dengan estrogen dan bekerja
dengan meniru estrogen, hasil yang akan didapatkan sangat bergantung dengan
dosis yang diberikan. Fitoestrogen dengan dosis yang tinggi dapat bertindak
sebagai blok estrogen begitu pula sebaliknya fitoestrogen dapat bertindak seperti
estrogen dengan pemberian dosis rendah (Warren and Devine 2001). Respon
biologis fitoestrogen yang lain pada hewan bergantung pada faktor-faktor seperti
spesies, umur, jenis kelamin, dosis, cara pemberian, dan metabolisme.

9
Tabel 5 Hasil pengamatan panjang tiap tiap fase (jam) pada satu siklus estrus dan
total waktu siklus estrus pada tikus normal
FASE
KN
KP
P1
P2
P3
b
a
a
a
7.68±3.129
2.4
±
3.394
0.96±1.13
2.88±3,129
2.88 ±1.0773 a
Proestrus
17.73 ± 3.2 a
53.73±18.32c 33.6±14.5ab 41.28±18,386bc 41.73±9.075 bc
Estrus
a
a
b
ab
22.56±8.068ab
Metestrus 15.36±4.016 10.08±6.872 30.24±11.3 23.04±13,0
27.36 ± 6.7 b
5.73±9.075a
7.2 ± 3.794a 4.32±4,918 a
4.8±4.156 a
Diestrus
72 ± 16.33
7152 ± 18.1
72 ± 18.15
Total(jam) 68.16±8.112 72 ± 24.05
Keterangan :

Huruf superscript yang berbeda dalam satu baris menunjukkan hasil yang berbeda
nyata dengan taraf uji 5%.
(KN) 1 ml/100 gBB, tikus yang diberi etinil estradiol dosis 4.5x10-3 mg/100 gBB
(KP) dan infusa adas (P1) 36.5 mg/100 gBB, (P2) 73 mg/100 gBB, dan (P3) 146
mg/100 Gbb.

Fitoestrogen bekerja dengan berikatan pada reseptor estrogen endogen,
jika substrat berikatan dengan reseptor estrogen maka efek estrogenik dapat
terjadi (Achadiat 2007). Peran fitoestrogen dalam mempengaruhi siklus estrus
pada tikus dengan mempengaruhi poros hipotalamus sesuai dengan kerja dari
estrogen. Menurut Sherwood (2001), estrogen bekerja pada pituitari anterior dan
hipotalamus untuk pengaturan mekanisme umpan balik, konsentrasi estrogen yang
tinggi dalam waktu yang lama dapat mempengaruhi mekanisme feedback positif
untuk mensekresikan luteinizing hormone (LH). Fitoestrogen dengan konsentrasi
yang tinggi dan sirkulasi yang berulang dapat mengakibatkan efek yang potensial
seperti memperpanjang fase estrus. Hal ini disebabkan karena reseptor estrogen
akan diblokir oleh fitoestrogen dan tidak dapat diduduki oleh estrogen. Pemberian
fitoestrogen dapat bersaing dan menggantikan fungsi estrogen. Pemberian
fitoestrogen pada dosis yang tepat memberikan efek yang baik pada
keseimbangan hormonal di dalam tubuh, khususnya pada penderita menopause.
Fitoestrogen dapat berperan dalam menstabilkan fungsi hormonal, yakni dengan
cara menghambat aktivitas estrogen yang berlebihan yang dapat menginduksi
terjadinya kanker dan juga mensubstitusi estrogen ketika konsentrasinya di dalam
tubuh rendah. Kemampuan fitoestrogen untuk diterima oleh tubuh dikarenakan
memiliki kemiripan struktur kimia cincin fenolat dengan estrogen pada mamalia
(Winarsi 2005). Konsentrasi sirkulasi fitoestrogen yang berulang mampu
menghasilkan aktivitas biologis yang potensial (Tsorounis 2004)
Peran Infusa Adas terhadap Panjang Fase dalam Siklus Estrus
Proestrus
Pemberian infusa adas dengan berbagai dosis memberikan efek yang
berbeda terhadap panjang fase proestrus, kelompok P1, P2, P3, dan KP secara
umum fase proestrus menjadi lebih pendek secara signifikan dibandingkan dengan
fase proestrus pada kelompok KN. Fase proestrus pada kelompok P1 paling
pendek dibandingkan dengan P2, P3, dan KP. Perpendekan waktu proestrus ini
dikarenakan konsentrasi estrogen yang tinggi. Menurut Mc Donald (1980), folikel
tumbuh dan berkembang dibawah pengaruh FSH. Akibat rangsangan FSH ini
folikel akan semakin membesar dan semakin banyak mensekresikan estrogen.
Pemberian etinil estradiol dan infusa adas yang bersifat estrogenik membuat
konsentrasi estrogen mengalami kenaikan. Meningkatnya konsentrasi estrogen

10
dalam tubuh menyebabkan pembelahan dan proses penandukan (kornifikasi)
epitel vagina. Fitoestrogen meskipun bukan hormon, karena memiliki struktur
yang mirip dengan estradiol maka dapat menduduki reseptor estrogen dan mampu
menimbulkan efek layaknya estrogen endogenous sendiri (Harrison et al. 1999).
Penambahan infusa adas membuat konsentrasi estrogen dalam darah meningkat.
Fitoestrogen pada buah adas diduga memberi efek terhadap kornifikasi dan
proliferasi sel epitel vagina karena pemberian infusa adas mengakibatkan
tingginya konsentrasi hormon estrogen. Hal ini dimulai saat akhir proestrus atau
awal estrus. Pada saat menjelang fase estrus, folikel de Graaf mencapai ukuran
maksimum sehingga mampu mensintesis dan mensekresikan hormon estrogen
dalam jumlah banyak (Bearden et al. 2004). Kenaikan konsentrasi estrogen ini
menyebabkan kornifikasi pada epitel vagina menjadi lebih cepat, hal ini sesuai
pendapat Jesionowska et al. (1990) yang menyatakan bahwa konsentrasi estrogen
memiliki pengaruh terhadap kornifikasi epitel vagina. Konsentrasi estrogen
rendah menghambat kornifikasi epitel vagina sehingga tanda-tanda estrus tidak
dijumpai, akibat penambahan infusa adas, kenaikan konsentrasi estrogen yang
tinggi menjadi lebih cepat sehingga proliferasi dan kornifikasi epitel vagina
menjadi lebih cepat. Infusa adas yang mengandung fitoestrogen berikatan dengan
reseptor hormon estrogen sehingga mendorong fase proestrus menjadi lebih cepat
berubah menuju fase estrus, hal ini yang membuat fase proestrus menjadi lebih
pendek. Prinsip kerja hormon dipengaruhi oleh reseptor. Hormon hanya akan
bekerja seandainya di dalam sel target memiliki reseptor hormon tersebut
(Ganong 2002).
Estrus
Fase estrus kelompok P1, P2, P3, dan KP menunjukkan waktu lebih panjang
dibandingkan fase estrus kelompok KN. Fase estrus pada KP, P2, dan P3 lebih
lama dan berbeda secara nyata (P

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pemberian Infusa Biji Adas (Foeniculum vulgare Mill.) terhadap Perkembangan Folikel Ovarium Tikus Putih (Rattus norvegicus) Produktif dan Premenopause

0 14 36

Peran Infusa Buah Adas (Foeniculum vulgare Mill.) terhadap Kinerja Reproduksi Tikus Betina Umur 1 Tahun

0 5 29

Efektivitas Infusa Buah Adas (Foeniculum vulgare Mill.) terhadap Kadar Progesteron Darah Tikus Putih Betina (Rattus norvegicus) Ovariektomi.

0 4 28

Efektifitas Pemberian Infusa Buah Adas (Foeniculum vulgare Mill.) terhadap Peningkatan Kadar Kalsium dan Fosfor Darah Tikus Putih (Rattus norvegicus) Ovariektomi.

1 6 24

Efektivitas infusa buah adas (Foeniculum vulgare Mil.) terhadap kadar kalsium (Ca) tulang tikus putih btina ovariektomi.

0 4 31

Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Buah Adas Manis (Foeniculum vulgare Mill.) Pada Mencit

2 17 101

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL BUAH ADAS (Foeniculum vulgare Mill) TERHADAP Staphylococcus Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Buah Adas (Foeniculum vulgare Mill) Terhadap Staphylococcus epidermidis, Shigella sonnei ATCC 9290, Dan Citrobacter dive

0 4 17

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL BUAH ADAS (Foeniculum vulgare Mill.) TERHADAP Proteus mirabilis, Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Buah Adas (Foeniculum vulgare Mill.) TERHADAP Proteus mirabilis, Pseudomonas aeruginosa, DAN Staphylococcus saproph

0 0 10

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL BUAH ADAS (Foeniculum vulgare Mill.) TERHADAP Proteus mirabilis, Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Buah Adas (Foeniculum vulgare Mill.) TERHADAP Proteus mirabilis, Pseudomonas aeruginosa, DAN Staphylococcus saproph

0 14 17

FORMULASI LOTION MINYAK ATSIRI BUAH ADAS (Foeniculum vulgare Mill) DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERINYA

0 0 16