Evaluasi Lot Benih Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) dengan Controlled Deterioration Test untuk Pendugaan Vigor Benih terhadap Salinitas.

EVALUASI LOT BENIH KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.)
DENGAN CONTROLLED DETERIORATION TEST UNTUK
PENDUGAAN VIGOR BENIH TERHADAP SALINITAS

RIKANIA RENINTA
A24070136

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

Evaluasi Lot Benih Kedelai dengan Controlled Deterioration Test (CDT) untuk
Pendugaan Vigor Benih terhadap Salinitas
Evaluation of Soybean Seed Lot with Controlled Deterioration Test (CDT) to Estimate Seed
Vigour under Salinity Stress
Rikania Reninta1, Endang Murniati2, Maryati Sari3
1
Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB, A24070136
2
Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB

Abstract
The experiment was conducted at Seed Science and Technology, Department of
Agronomy and Horticulture, in IPB Bogor from February 2011 to June 2011. This research
consisted of three experiment. First experiment was effect of soybean seed varieties and level
of salinity to seed vigour.This research aimed to determine NaCl concentration for evaluate
vigour of soybean seeds. Second experiment was effect of soybean seed varieties
andControlled Deterioration Test (CDT) condition to seed viability. This research aimed to
determine of moisture content of soybean seeds and stress period that can be used on CDT.
Third experiment was to find out the correlation between variable selected saline condition
with variable CDT to estimate vigor of seed. First experiment used Randomized Complete
Block Design with two factors. First factor was five varieties of soybean seed, i.e Rajabasa,
Wilis, Sindoro, Gepak Kuning, and Tanggamus. Second factor was four concentration of
saline condition (0 g/l, 2.56 g/l, 5.12 g/l, 7.68 g/l NaCl). Experiment in salinity stress
condition with 5.12 g/l NaCl concentration was effective to identified varieties of soybean
seeds with characteristic tolerance or sensitive to salinity stress. Second experiment was
CDT, used combination of three level seed moisture content (15%, 20%, 25%) and three level
stress period (0 h, 24 h, 48 h) at 45oC with RH 100%. Condition of 15% moisture content
with 24 h stress period was the best condition for correlation testing with various variable of
salinity at concentration 5.12 g/l NaCl. Correlation analysis indicated no correlation
relationship between selected level of saline condition with VCDT. It case, CDT in this

research cannot used for estimate vigor of saline stress in soybean seeds.

Key Words: soybean, seed, controlled deterioration test, salinity stress, moisture content

RINGKASAN

RIKANIA RENINTA. Evaluasi Lot Benih Kedelai (Glycine max (L.) Merr.)
dengan Controlled Deterioration Test untuk Pendugaan Vigor Benih terhadap
Salinitas. (Dibimbing oleh ENDANG MURNIATI dan MARYATI SARI).
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan tingkat toleransi benih kedelai
terhadap salinitas, menentukan kondisi kadar air benih kedelai dan lama
penderaan yang dapat digunakan pada Controlled Deterioration Test (CDT), dan
untuk mengetahui korelasi antara vigor kekuatan tumbuh terhadap salinitas
dengan CDT. Penelitian dilakukan melalui tiga tahapan. Percobaan pertama yaitu
penentuan konsentrasi NaCl untuk simulasi cekaman salinitas. Percobaan kedua
yaitu pengaruh lot benih dan kondisi CDT (tingkat kadar air benih serta lama
penderaan) terhadap viabilitas. Percobaan ketiga yaitu uji korelasi antara berbagai
tolok ukur percobaan I pada konsentrasi 5.12 g NaCl/l dan VCDT hasil percobaan
II. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih,
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB pada bulan

Februari-Juni 2011.
Percobaan I menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak,
2 faktor dan 4 ulangan. Faktor pertama adalah varietas kedelai yakni: Rajabasa,
Wilis, Sindoro, Gepak Kuning, dan Tanggamus. Faktor kedua adalah kondisi
salinitas menggunakan larutan NaCl dengan konsentrasi 2.56 g/l, 5.12 g/l, dan
7.68 g/l.
Percobaan II menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak,
2 faktor dan 4 ulangan. Faktor pertama adalah varietas kedelai yang sama dengan
yang digunakan pada percobaan I. Faktor kedua adalah kondisi CDT (kadar air
dan lama penderaan) yang terdiri atas KA 15% penderaan 0 jam, 24 jam, dan
48 jam; KA 20% penderaan 0 jam, 24 jam, dan 48 jam; KA 25% penderaan 0 jam,
24 jam, dan 48 jam. Benih yang telah dinaikan kadar airnya sesuai perlakuan
kemudian dicekam dalam water bath suhu 45oC selama 24 dan 48 jam kemudian
ditanam pada media kertas merang dengan menggunakan metode UKDdp.
Percobaan III menggunakan analisis regresi dan korelasi sederhana. Berbagai

3
tolok ukur percobaan I pada konsentrasi NaCl 5.12 g/l dikorelasikan dengan VCDT
hasil percobaan II.
Percobaan penderaan pada kondisi salinitas dengan konsentrasi 5.12 g

NaCl/l dapat digunakan untuk mengidentifikasi varietas benih kedelai yang
toleran dan peka terhadap kondisi salin. Varietas yang paling toleran yaitu varietas
Tanggamus, kemudian diikuti dengan varietas Sindoro, Wilis, Rajabasa, dan
Gepak Kuning.
Hasil penelitian menunjukkan kondisi tingkat kadar air dan lama
penderaan pada percobaan Controlled Deterioration Test (CDT) mempengaruhi
performa perkecambahan kedelai. Kadar air 15% dengan lama penderaan 24 jam
merupakan kondisi paling tepat untuk mengevaluasi vigor benih. Pada percobaan
ini, diperoleh pengelompokkan varietas yang memiliki VCDT tinggi dan VCDT
rendah. Varietas yang memiliki VCDT tinggi adalah varietas Sindoro dan Gepak
Kuning, sementara varietas yang memiliki VCDT yang lebih rendah adalah
Rajabasa, Tanggamus, dan Wilis.
Analisis

korelasi

menunjukkan

tidak


satupun

tolok

ukur

yang

menunjukkan adanya hubungan antara VKTsalin konsentrasi 5.12 g NaCl/l dengan
VCDT kadar air 15% dan lama penderaan 24 jam. Hal ini menunjukkan percobaan
CDT pada penelitian ini tidak dapat digunakan untuk menguji ketahanan benih
terhadap kondisi cekaman salinitas.

EVALUASI LOT BENIH KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.)
DENGAN CONTROLLED DETERIORATION TEST UNTUK
PENDUGAAN VIGOR BENIH TERHADAP SALINITAS

Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor


RIKANIA RENINTA
A24070136

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : EVALUASI LOT BENIH KEDELAI
(GLYCINE MAX (L.) MERR.) DENGAN
CONTROLLED DETERIORATION TEST
UNTUK PENDUGAAN VIGOR BENIH
TERHADAP SALINITAS
Nama

: RIKANIA RENINTA


NIM

: A24070136

Menyetujui,

Pembimbing I,

Pembimbing II,

(Dr. Ir. Endang Murniati, MS)

(Maryati Sari, SP, MSi.)

NIP. 19471006 198003 2 001

NIP. 19700918 200003 2 001

Mengetahui,
Ketua Departemen


(Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr)
NIP.19611101 198703 1 003

Tanggal Lulus:

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberi
kekuatan dan hidayah sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penelitian ini berjudul “Evaluasi Lot Benih Kedelai (Glycine max (L.) Merr)
dengan Controlled Deterioration Test untuk Pendugaan Vigor Benih terhadap
Salinitas”. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih,
IPB Darmaga, Bogor. Penelitian ini disponsori oleh PT Indofood Sukses Makmur,
Tbk dalam kerangka program Indofood Riset Nugraha 2011.
Selama penelitian dan penyelesaian skripsi ini, penulis telah banyak
memperoleh bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Endang Murniati MS dan Maryati Sari, SP, MSi selaku dosen
pembimbing


skripsi

yang

selalu

sabar

membimbing

hingga

terselesaikannya skripsi ini.
2. Dr. Ir. Faiza C. Suwarno MS selaku dosen penguji yang telah memberikan
masukan dan kritikan untuk perbaikan skripsi ini.
3. Dr. Ir. Endang Murniati, MS selaku pembimbing akademis penulis yang
telah membimbing penulis selama menjalani perkuliahan di Institut
Pertanian Bogor.
4. Kepada PT Indofood Sukses Makmur, Tbk yang melalui program
Indofood Riset Nugraha 2011 yang telah memberikan dukungan finansial

untuk pelaksanaan penelitian.
5. Kepada kedua orangtua serta adiku (Lira Wigiana) dan seluruh keluarga di
Bandung, Bogor, Cirebon, Subang, dan Kuningan atas kasih sayang, doa,
dan dorongannya, baik secara moril dan materil.
6. Seluruh dosen dan staf Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta,
IPB atas ilmu dan pengalamannya.
7. Kepada Widya Merita dan Nyoman Ari Puspitaningsih sebagai teman
sekostan, atas segala bantuan, dukungan, dan pengertiannya selama ini.
8. Kepada Ali dan Yudia teman satu PS dan PA atas kerjasamanya

iv
9. Kepada teman-teman Agronomi dan Hortikultura angkatan 44 atas segala
keceriaan, pengalaman, persahabatan, dan bantuannya.
10. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian studi dan skripsi
ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Akhirnya, penulis berharap semoga hasil penelitian ini berguna bagi yang
memerlukan.

Bogor, Januari 2012


Penulis

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kuningan, Propinsi Jawa Barat pada tanggal 19 Juni
1989. Penulis merupakan anak pertama dari Bapak Sugiatna Sumawikarta dan Ibu
Euis Wiarsih.
Tahun 2001 penulis lulus dari SDPN Sabang Bandung, kemudian pada
tahun 2004 penulis menyelesaikan studi di SMPN 28 Bandung, Jawa Barat.
Selanjutnya penulis lulus dari SMAN 12 Bandung pada tahun 2007. Pada tahun
yang sama penulis diterima di IPB melalui USMI. Selanjutnya tahun 2008 penulis
diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas
Pertanian.
Tahun 2010 penulis menjadi asisten mata kuliah Dasar-dasar Agronomi.
Penulis juga aktif di berbagai organisasi mahasiswa. Tahun 2007-2009 penulis
aktif pada Paduan Suara Mahasiswa AGRIASWARA. Tahun 2007-2010 penulis
aktif pada organisasi mahasiswa daerah Pamaung Bandung.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................................

vii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................

viii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................

ix

PENDAHULUAN ........................................................................................

1

Latar Belakang ................................................................................
Tujuan..............................................................................................
Hipotesis ..........................................................................................
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................
Botani Tanaman Kedelai ..................................................................
Vigor Benih dan Uji Vigor Benih ....................................................
Pengaruh Salinitas terhadap Perkecambahan Benih ........................
Controlled Deterioration Test ..........................................................
BAHAN DAN METODE ..............................................................................
Tempat dan Waktu Percobaan..........................................................
Bahan dan Alat .................................................................................
Metode Pelaksanaan .........................................................................
Pelaksanaan Penelitian .....................................................................
Pengamatan ......................................................................................
HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................
Kondisi Umum .................................................................................
Penentuan Konsentrasi NaCl untuk Simulasi Cekaman
Salinitas ............................................................................................
Pengaruh Lot Benih dan Kondisi CDT (Tingkat Kadar Air
Benih serta Lama Penderaan) terhadap Viabilitas Benih .................
Korelasi antara Berbagai Tolok Ukur Percobaan I
pada Konsentrasi 5.12 g NaCl/l dengan VCDT (15%/24 jam) ...........
KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................
Kesimpulan.......................................................................................
Saran .................................................................................................

1
3
3
4
4
4
5
6
9
9
9
9
12
14
16
16
17
24
30
32
32
32

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................

33

LAMPIRAN ...................................................................................................

37

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Lot Benih
dan Tingkat Salinitas terhadap Beberapa Tolok Ukur
yang Diamati. ...................................................................................

17

2. Pengaruh Interaksi Lot Benih dan Tingkat Salinitas
terhadap Beberapa Tolok Ukur yang Diamati .................................

18

3. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Lot Benih
dan Kondisi CDT (Kadar Air dan Lama Penderaan)
terhadap Beberapa Tolok Ukur yang Diamati. ................................

24

4. Pengaruh Interaksi Lot Benih dan Kondisi CDT
(Kadar Air Benih dan Lama Penderaan) terhadap
Persentase Kecambah Normal (%)...................................................

25

5. Pengaruh Interaksi Lot Benih dan Kondisi CDT
(Kadar Air Benih dan Lama Penderaan) terhadap
Kecepatan Tumbuh (%/etmal) .........................................................

27

6. Pengaruh Interaksi Lot Benih dan Kondisi CDT
(Kadar Air Benih dan Lama Penderaan) terhadap
Berat Kering Kecambah Normal ......................................................

28

7. Pengaruh Faktor Tunggal Lot Benih dan Kondisi CDT
(Kadar Air dan Lama Penderaan) terhadap Panjang Akar
dan Panjang Hipokotil ......................................................................

29

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Halaman

1. Performa Perkecambahan pada Kondisi Salinitas
2.56 g NaCl/l ......................................................................................

19

2. Performa Perkecambahan pada Kondisi Salinitas
5.12 g NaCl/l .....................................................................................

22

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1. Deskripsi Varietas Rajabasa.............................................................

38

2. Deskripsi Varietas Wilis ..................................................................

39

3. Deskripsi Varietas Sindoro ..............................................................

40

4. Deskripsi Varietas Gepak Kuning....................................................

41

5. Deskripsi Varietas Tanggamus ........................................................

42

6. Perhitungan Konsentrasi Larutan NaCl dengan Rumus
Ayers dan Westcot (1976). ...............................................................

43

7. Proses Peningkatan KA Benih pada Percobaan CDT. .....................

43

8. Kondisi Viabilitas Awal Benih Bahan Penelitian ............................

44

9. Data Rata-Rata Kadar Air Benih Setelah Perlakuan CDT ...............

44

10. Analisis Ragam Pengaruh Varietas dan Kondisi Salinitas
terhadap Persentase Kecambah Normal ...........................................

44

11. Analisis Ragam Pengaruh Varietas dan Kondisi Salinitas
terhadap Kecepatan Tumbuh............................................................

45

12. Analisis Ragam Pengaruh Varietas Dan Kondisi Salinitas
terhadap Panjang Akar .....................................................................

45

13. Analisis Ragam Pengaruh Varietas dan Kondisi Salinitas
terhadap Panjang Hipokotil ...............................................................

45

14. Analisis Ragam Pengaruh Varietas dan Kondisi Salinitas
terhadap Bobot Kering Kecambah Normal .......................................

46

15. Analisis Ragam Pengaruh Varietas dan Kondisi CDT
terhadap Persentase Kecambah Normal ............................................

46

16. Analisis Ragam Pengaruh Varietas dan Kondisi CDT
terhadap Kecepatan Tumbuh.............................................................

46

17. Analisis Ragam Pengaruh Varietas dan Kondisi CDT
terhadap Panjang Akar ......................................................................

47

18. Analisis Ragam Pengaruh Varietas dan Kondisi CDT
terhadap Panjang Hipokotil ...............................................................

47

19. Analisis Ragam Pengaruh Varietas dan Kondisi CDT
terhadap Bobot Kering Kecambah Normal .......................................

47

20. Persamaan Regresi, Koefisien Korelasi dan
Koefisien Determinasi antara Berbagai Tolok Ukur
pada Tingkat Salinitas 5.12 g NaCl/l dengan
VCDT (KN) KA 15%/24 jam ..............................................................

48

x
21. Persamaan Regresi, Koefisien Korelasi dan
Koefisien Determinasi antara Berbagai Tolok Ukur
pada Tingkat Salinitas 5.12 g NaCl/l dengan
VCDT (KCT) KA 15%/24 jam ..............................................................

48

22. Persamaan Regresi, Koefisien Korelasi dan
Koefisien Determinasi antara Berbagai Tolok Ukur
pada Tingkat Salinitas 5.12 g NaCl/l dengan
VCDT (PA) KA 15%/24 jam ...............................................................

48

23. Persamaan Regresi, Koefisien Korelasi dan
Koefisien Determinasi antara Berbagai Tolok Ukur
pada Tingkat Salinitas 5.12 g NaCl/l dengan
VCDT (PH) KA 15%/24 jam ...............................................................

48

24. Persamaan Regresi, Koefisien Korelasi dan
Koefisien Determinasi antara Berbagai Tolok Ukur
pada Tingkat Salinitas 5.12 g NaCl/l dengan
VCDT (BKKN) KA 15%/24 jam.........................................................

49

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kedelai merupakan sumber protein nabati utama di Indonesia. Selain
dikonsumsi secara langsung, kedelai menghasilkan protein dan minyak untuk
industri makanan dan industri pakan ternak. Kebutuhan kedelai nasional Indonesia
saat ini mencapai 2 349 000 ton pada tahun 2009 dan diperkirakan terus
meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk (Atman, 2009),
sementara impor kedelai Indonesia mencapai 1 265 182 ton pada tahun 2009
(BPS, 2010).
Produksi kedelai di Indonesia cenderung berfluktuasi dari tahun ke tahun.
Pada tahun 2006, jumlah produksi kedelai Indonesia mencapai 747 611 ton
dengan luas lahan 580 534 hektar. Tahun 2007, jumlah tersebut menurun secara
tajam menjadi 592 534 ton dengan luas lahan 459 116 hektar. Tahun 2008,
produksi kedelai mengalami kenaikan sebesar 775 710 ton dengan luas lahan 590
956 hektar. Tahun 2009, produksi kedelai kembali naik menjadi 974 512 ton
dengan luas lahan 722 791 hektar (BPS, 2010).
Melihat begitu pentingnya kedelai bagi industri pangan di Indonesia, maka
peningkatan produksi baik melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi perlu
dilakukan. Salah satu upaya ekstensifikasi yang dapat dilakukan adalah
penggunaan lahan sub-optimum. Pemanfaatan lahan sub-optimum membutuhkan
benih kedelai yang bermutu dan mempunyai vigor yang tinggi. Benih yang
bervigor tinggi ditandai dengan kemampuan benih tersebut untuk tumbuh normal
pada kondisi yang suboptimum. Menurut Harris et al. (2000), kualitas benih
(viabilitas dan vigor) memiliki pengaruh besar terhadap produksi tanaman.
Penggunaan benih bervigor tinggi diharapkan akan meningkatkan produktivitas,
sehingga dapat meningkatkan produksi dan mengurangi impor kedelai dari luar.
Salah satu faktor lingkungan sub optimum yang sering dijumpai di areal
pertanian adalah salinitas. Menurut Ghoulam et al. dalam Mavi dan Demir (2005),
cekaman terhadap salinitas dapat mempengaruhi perkecambahan benih, menunda
perkecambahan, meningkatkan jumlah kecambah abnormal, dan mengurangi
jumlah benih yang dapat tumbuh. Hasil penelitian Bybordi dan Tabatabaei (2009)

2
menunjukkan meningkatnya salinitas menurunkan perkecambahan, panjang
radikula dan plumula, serta bobot segar pada berbagai jenis kultivar kecambah
canola (Brassica napus L.).
Penggunaan benih kedelai yang mempunyai vigor tinggi terhadap salinitas
dan penanaman kedelai pada lahan-lahan salin diharapkan mampu meningkatkan
produksi kedelai di Indonesia. Meningkatnya produksi kedelai dalam negeri akan
menurunkan tingkat ketergantungan Indonesia terhadap pasokan kedelai impor,
dan diharapkan mampu mensejahterakan petani kedelai di Indonesia.
Uji vigor benih yang spesifik lingkungan sangat dibutuhkan untuk
mengetahui vigor benih. Metode uji vigor benih yang telah banyak digunakan
adalah Accelerated Aging Test (AAT) dan Controlled Deterioration Test (CDT).
Dilihat dari metode percobaan yang dilakukan, CDT hampir sama dengan AAT.
Perbedaannya menurut Venter (2000), pada metode CDT kadar air benih
ditentukan terlebih dahulu sebelum didera menggunakan water bath. Benih juga
dikemas dengan kantong alumunium foil untuk mencegah benih menyerap air dari
lingkungan luar. Menurut Rodo dan Filho (2003), metode CDT dapat digunakan
untuk menentukan vigor benih pada kondisi sub-optimum pada benih bawang
(Allium cepa) dengan perlakuan kadar air 24%, lama penderaan 24 jam, dan suhu
penderaan 45oC.
Metode uji vigor dengan CDT ini telah banyak digunakan sebagai simulasi
uji vigor benih terhadap berbagai kondisi suboptimum, sehingga CDT diharapkan
dapat menjadi tolok ukur vigor benih yang bersifat general. Metode CDT telah
digunakan untuk menguji potensi fisiologis benih bawang (Rodo dan Filho, 2003),
menguji ketahanan benih Dalbergia nigra dan Dimorphandra mollis terhadap
penyimpanan (Chavez dan Usberti, 2004), menguji ketahanan benih kedelai pada
kondisi di lapang (Changrong et al., 2007), dan mempelajari perlakuan priming
pada benih selada (Hill dan Cunningham, 2007). Metode CDT juga telah
digunakan untuk mempelajari hubungan antara posisi buah pada tanaman induk
dengan kualitas benih yang dihasilkan pada cabai (Alan dan Eser, 2007).
Penggunaan metode uji vigor dengan CDT juga diharapkan dapat digunakan
untuk melihat pengaruh cekaman salinitas terhadap potensi perkecambahan benih
kedelai, sehingga penggunaan metode CDT dapat menjadi lebih luas.

3
Tujuan
1.

Menentukan konsentrasi NaCl yg tepat untuk mengevaluasi vigor
benih spesifik terhadap salinitas.

2.

Menentukan kondisi CDT (kadar air dan lama penderaan) yang efektif
untuk membedakan vigor kekuatan tumbuh benih.

3.

Mengetahui korelasi antara tolok ukur viabilitas pada kondisi salin
dengan VCDT.
Hipotesis

1.

Diperoleh konsentrasi NaCl yang tepat untuk membedakan vigor benih
terhadap salinitas.

2.

Terdapat kondisi CDT (kadar air benih dan lama penderaan) yang
efektif untuk membedakan vigor benih.

3.

Terdapat korelasi antara VKT hasil pengujian pada kondisi salin
(VKTsalin) dengan VCDT.

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Kedelai
Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) merupakan tanaman semusim yang
termasuk ke dalam tanaman kelas Dicotyledoneae, famili Leguminoceae, genus
Glycine dan species Glycine max. Tanaman kedelai mempunyai batang pendek
(30-100 cm), memiliki 3-6 percabangan, dan berbentuk tanaman perdu. Pada
pertanaman yang rapat seringkali tidak terbentuk percabangan atau hanya
bercabang sedikit. Batang tanaman kedelai berkayu, biasanya kaku dan tahan
rebah, kecuali tanaman yang dibudidayakan di musim hujan atau tanaman yang
hidup di tempat yang ternaungi (Pitojo, 2007).
Bunga kedelai termasuk tipe bunga sempurna dengan warna bunga ungu
dan putih. Penyerbukan terjadi saat mahkota bunga masih tertutup dan menyerbuk
sendiri (selfpolinated). Kedelai mulai berbunga setelah berumur 30-50 hari,
dimana kuntum bunga tersusun dalam rangkaian bunga (Sumarno dan Harnoto,
1983). Sekitar 60% bunga akan rontok sebelum membentuk polong. Polong
pertama muncul pada umur 10-14 hari setelah bunga pertama. Waktu yang
diperlukan untuk pembentukkan polong adalah 21 hari. Satu tanaman kedelai
dapat menghasilkan polong hingga mencapai 400 polong. Setiap polong berisi 1-5
biji dengan bentuk biji bulat pipih hingga bulat lonjong (Rukmana dan Yuniarsih,
2001). Menurut Suprapto (2001), biji kedelai berkeping dua dan terbungkus oleh
kulit biji. Warna kulit biji bervariasi yaitu kuning, hitam, hijau, dan coklat. Di
Indonesia, bobot biji bervariasi antara 6-30 gram per 100 butir.
Vigor Benih dan Uji Vigor Benih
Vigor benih secara kualitatif dapat diartikan sebagai sejumlah sifat-sifat
benih yang menentukan tingkat potensial aktivitas dan performa benih atau lot
benih selama masa perkecambahan dan munculnya bibit (Perry, 1978). Istilah
vigor ini mencakup pertumbuhan yang melibatkan peningkatan ukuran sel, jumlah
sel dan tingkat diferensiasi yang tepat untuk pengembangan berbagai bagian bibit,
dan semua aspek yang membutuhkan energi (Bedell, 1998). Sadjad et al. (1999),

5
menyimpulkan bahwa vigor benih merupakan kemampuan benih untuk tumbuh
normal pada kondisi tidak optimum atau sub optimum.
Faktor-faktor yang mempengaruhi vigor benih antara lain faktor genetik,
faktor fisiologis, dan faktor eksternal. Faktor genetik yang mempengaruhi vigor
benih adalah pola dasar perkecambahan dan pertumbuhan yang merupakan
bawaan genetik dan berbeda antara satu spesies dengan spesies lain. Faktor
fisiologis yang mempengaruhi vigor benih adalah semua proses fisiologis yang
merupakan hasil kerja komponen pada sistem biokimia benih. Faktor eksternal
yang mempengaruhi vigor benih adalah kondisi lingkungan pada saat
memproduksi benih, baik ketika panen, pengolahan, penyimpanan, dan
penanaman kembali (Bedell, 1998). Faktor-faktor yang dapat menyebabkan
perbedaan vigor benih menurut Powell (2006) adalah penuaan benih akibat
kemunduran, kerusakan pada saat imbibisi, dan kondisi lingkungan pada saat
pengembangan benih, serta ukuran benih.
Pengujian benih perlu dilakukan untuk mengetahui vigor benih. Metode
uji vigor benih dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok yaitu uji pada kondisi
stress, uji biokimia, serta uji pertumbuhan dan evaluasi kecambah. Uji pada
kondisi stress antara lain metode pengusangan cepat fisik (Accelerated Ageing
Test), metode pengusangan cepat terkontrol (Controlled Deterioration Test), dan
metode uji suhu dingin. Uji biokimia benih antara lain uji konduktivitas listrik
(Venter, 2000).
Metode uji vigor yang dilakukan harus memenuhi beberapa syarat yaitu
murah, mudah dilakukan, tepat guna, bersifat objektif, dapat dikembangkan, dan
berkorelasi dengan pertumbuhan benih di lapang (Copeland dan McDonald,
2004). Tolok ukur yang digunakan pada uji vigor benih antara lain keserempakan
tumbuh benih, kemampuan benih berkecambah pada kondisi lingkungan yang
sub-optimum, serta kemampuan benih berkecambah setelah benih tersebut
disimpan (ISTA, 2010).
Pengaruh Salinitas terhadap Perkecambahan Benih
Salinitas merupakan salah satu cekaman abiotik yang dapat menghambat
pertumbuhan tanaman pada daerah yang kering atau sedang, dimana air hujan

6
tidak mencukupi untuk mencuci kandungan garam dari akar tanaman
(Schmidhalter dan Oertli, dalam Mavi dan Demir, 2005). Tanah yang salin dapat
menyebabkan buruknya perkecambahan dan pembentukkan bibit (Afzal et al.,
2005). Hasil penelitian Jamil dan Rha (2007) menunjukkan, kondisi lingkungan
salin menyebabkan penurunan persentasi perkecambahan, rata-rata panjang akar,
dan bobot segar kecambah pada benih bit (Beta vulgaris L. cv. Tianjin qing
pielan).
Menurut Kim (1998), salinitas tanah ditetapkan dengan mengukur daya
hantar listrik (DHL) dalam mmhos/cm pada ekstrak jenuh tanah. Tanah salin
dicirikan oleh DHL melebihi 4 mmhos/cm yang diukur pada suhu 25oC.
Pemilihan nilai kritis untuk DHL pada 4 mmhos/cm dilaporkan didasarkan atas
kemungkinan tingkat kerusakan tanaman akibat garam.
Perkecambahan benih dan awal pertumbuhan tanaman merupakan tahapan
yang paling peka terhadap cekaman salinitas pada hampir semua jenis tanaman
pangan (Sivritepe et al., 2003; Ashraf dan Foolad, 2005). Salinitas dapat menunda
pertumbuhan awal, menurunkan rata-rata dan meningkatkan ketidakseragaman
pada perkecambahan, mengurangi tanaman yang tumbuh dan hasil panen (Ashraf
dan Foolad, 2005). Kondisi lingkungan yang salin juga dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan benih berbagai komoditas. Hasil penelitian yang
dilakukan Afzal et al. (2005), menunjukkan bahwa salinitas berpengaruh terhadap
penurunan persentase perkecambahan, berat segar dan kering tunas dan akar, serta
menghambat penyerapan berbagai nutrisi pada benih gandum (Triticum aestivim).
Ketahanan terhadap salinitas dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor
fisiologis (Flowers, 2004). Hal ini ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan
Bybordi dan Tabatabaei (2009) terhadap lima kultivar kanola yaitu Elite, Fornax,
Licord, Okapi, dan SLM046. Hasil penelitian menunjukkan setiap kultivar
memiliki ketahanan yang berbeda terhadap salinitas, dimana kultivar SLM046
lebih toleran terhadap salinitas dibandingkan dengan kultivar yang lain.
Controlled Deterioration Test
Prosedur tradisional yang diterapkan dalam metode pengusangan cepat
fisik memiliki berbagai kendala. Kendala tersebut antara lain ketidakseragaman

7
penyerapan air pada setiap sampel benih. Benih yang masih dalam kondisi baik,
penyerapan airnya tentu akan berbeda dengan benih yang kondisinya sudah tidak
baik. Kondisi ini dapat menyebabkan kondisi kemunduran benih yang berbeda,
sehingga dibutuhkan standarisasi hasil perkecambahan setelah pengusangan
(Rodo dan Filho, 2003).
Metode uji pengusangan cepat benih atau Accelerated Ageing Test (AAT)
merupakan pengujian benih vigor benih dengan memberikan perlakuan suhu dan
RH tinggi selama beberapa waktu. Ketika pengujian dilakukan, benih akan
menyerap kelembaban dari lingkungan, bersamaan dengan tingginya suhu
lingkungan, sehingga menyebabkan kemunduran benih secara cepat (ISTA,
2010).
Controlled Deterioration Test (CDT) pada prinsipnya sama dengan AAT.
Hal yang membedakan adalah teknik pengusangan yang digunakan serta adanya
penetapan kadar air. Menurut Matthews (1980), pada metode pengusangan cepat
fisik menggunakan alat pengusangan cepat, kadar air benih tidak sama antar lot
benih sehingga kecepatan penyerapan air berbeda-beda, sedangkan pada metode
pengusangan cepat terkontrol kadar air dibuat sama sesuai dengan perlakuan
kadar air yang telah ditentukan. Setelah itu, benih diusangkan dengan cara
dimasukkan ke dalam water bath bersuhu 40-45oC. Menurut Copeland dan
McDonald (2004), pada metode AAT benih diimbibisi pada kondisi suhu yang
tinggi (41o) dengan RH 100% selama beberapa waktu (tiga sampai empat hari).
Menurut metode CDT yang sudah di validasi ISTA (2010) pada benih
Brassica spp., benih dinaikkan kadar airnya hingga mencapai 20%, kemudian
dilakukan cekaman pada suhu tinggi (45oC) menggunakan water bath selama 24
jam.
Metode Controlled Deterioration Test (CDT), membutuhkan waktu, kadar
air, dan suhu pengusangan yang berbeda-beda antar komoditas, sehingga dalam
pengembangannya perlu diteliti terlebih dahulu kadar air, waktu, dan suhu yang
tepat. Hasil penelitian Lanteri (1996), penggunaan CDT selama 4 hari pada suhu
45oC dan kadar air 9.5% dapat digunakan untuk menguji vigor benih cabe
(Capsicum annum L.). Hasil penelitian Filho et al. (2001), menggunakan CDT
selama 48 dan 72 jam pada suhu 40oC dan kadar air benih 15.5%, dapat

8
digunakan untuk menguji vigor benih kedelai (Glycine max (L.) Merr.). Hal ini
juga didukung oleh penelitian Rodo dan Filho (2003), yang menunjukkan bahwa
CDT selama 24 jam pada suhu 45oC dan kadar air 24% dapat digunakan untuk
menguji potensi fisiologis benih bawang (Allium cepa). Penelitian Chaves dan
Usberti (2004) menunjukkan, bahwa perlakuan CDT selama 5 hari pada suhu
65oC dan kadar air 15% dapat digunakan untuk menguji vigor benih Dalbergia
nigra dan Dimorphandra mollis terhadap penyimpanan. Hasil penelitian Silva dan
Vieira (2010) menunjukkan, CDT selama 24 jam pada suhu 45oC dan kadar air
22% dapat digunakan untuk menguji vigor benih bit (Beta vulgaris).
Penggunaan CDT selain untuk pendugaan vigor benih, dapat digunakan
untuk pendugaan toleransi benih terhadap cekaman lingkungan (kondisi lapang).
Hasil penelitian Mavi dan Demir (2005) menunjukkan metode CDT dapat
digunakan untuk menguji vigor dan toleransi benih terhadap cekaman salinitas
pada benih winter squash (Cucurbita maxima). Hasil penelitian Changrong et al.
(2007), juga menunjukkan metode CDT sangat bermanfaat untuk evaluasi
ketahanan benih kedelai (Glycine max (L.) Merr) terhadap kondisi di lapang.

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Percobaan
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih IPB,
Darmaga, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Februari 2011
sampai dengan Juni 2011.
Bahan dan Alat
Benih sumber kedelai yang digunakan dalam penelitian ini berupa lima lot
benih dari lima varietas kedelai yaitu Rajabasa, Wilis, Sindoro, Gepak Kuning,
dan Tanggamus yang diperoleh dari BB BIOGEN dan BPTP Propinsi Banten.
Karakteristik masing-masing varietas kedelai dapat dilihat pada Lampiran 1-5.
Benih dipanen pada bulan Desember 2010. Bahan lain yang digunakan pada
penelitian ini adalah NaCl, aquades, kertas merang, kertas amplop, kertas label,
kantung alumunium foil, dan plastik.
Peralatan yang digunakan adalah neraca digital, oven, desikator, wadah
untuk pengukuran kadar air, waterbath, alat pengecambah benih IPB 72-1, alat
pengepres kertas, pipet, sealer, dan semprotan air.
Metode Pelaksanaan
Penelitian ini terdiri atas tiga percobaan, yaitu:
Percobaan I. Penentuan Konsentrasi NaCl untuk Simulasi Cekaman
Salinitas
Percobaan ini bertujuan untuk mendapatkan kondisi salin yang efektif
untuk mengevaluasi vigor benih terhadap salinitas pada beberapa lot benih.
Percobaan ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT)
dengan dua faktor. Faktor pertama adalah lot benih dengan 5 taraf yaitu:
D1 = Varietas Rajabasa

D4 = Varietas Gepak Kuning

D2 = Varietas Wilis

D5 = Varietas Tanggamus

D3 = Varietas Sindoro

10
Faktor kedua adalah kondisi salinitas yang digunakan. Kondisi salinitas ini
mengggunakan daya hantar listrik (DHL) sebagai taraf. Perlakuan ini terdiri dari 4
taraf yaitu:
S0 = kontrol
S1 = 2.56 g NaCl/l ~ 4 mmhos/cm
S2 = 5.12 g NaCl/l ~ 8 mmhos/cm
S3 = 7.68 g NaCl/l ~ 12 mmhos/cm
Perlakuan kondisi cekaman menggunakan simulasi larutan NaCl.
Perhitungan konsentrasi larutan NaCl dilakukan dengan pendekatan rumus Ayers
dan Westcot (1976) dalam Montana State University (2003) dapat dilihat pada
Lampiran 6.
Kombinasi dari kedua faktor menghasilkan 20 perlakuan. Masing-masing
perlakuan diulang sebanyak 4 ulangan, sehingga diperoleh 80 satuan percobaan.
Setiap satuan percobaan terdiri dari 50 butir benih. Model percobaan yang akan
digunakan adalah:
Yijk = µ + k + i + j + (

)ij + ijk

(i = 1, 2, 3,....n. k = 1, 2, 3)

Keterangan:
Yijk

: Nilai pengamatan pada ulangan ke-k yang memperoleh taraf ke-i faktor
lot benih dan taraf ke-j faktor kondisi tingkat salinitas.

µ

: Nilai tengah umum

k

: Pengaruh kelompok ke-k

i

: Pengaruh taraf ke-i faktor lot benih

j

: Pengaruh taraf ke-j faktor kondisi tingkat salinitas

(

)ij

: Pengaruh interaksi antara taraf ke-i faktor lot benih dengan taraf ke-j
faktor kondisi tingkat salinitas

ijk

: Galat percobaan
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (Anova), apabila

berpengaruh nyata akan dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test
(DMRT) pada taraf kesalahan 5%.

11
Percobaan II. Pengaruh Lot Benih dan Kondisi CDT (Tingkat Kadar Air
Benih serta Lama Penderaan) terhadap Viabilitas
Percobaan ini bertujuan untuk mendapatkan kondisi kadar air benih dan
lama penderaan yang efektif untuk CDT. Percobaan ini menggunakan Rancangan
Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dua faktor. Faktor pertama adalah lot benih
dengan 5 taraf yaitu:
D1 = Varietas Rajabasa

D4 = Varietas Gepak Kuning

D2 = Varietas Wilis

D5 = Varietas Tanggamus

D3 = Varietas Sindoro
Faktor kedua adalah kondisi Controlled Deterioration Test(CDT) yang
merupakan kombinasi kadar air dan lama penderaan, dengan 9 taraf yaitu:
P1 = KA 15% penderaan 0 jam

P6 = KA 20% penderaan 48 jam

P2 = KA 15% penderaan 24 jam

P7 = KA 25% penderaan 0 jam

P3 = KA 15% penderaan 48 jam

P8 = KA 25% penderaan 24 jam

P4 = KA 20% penderaan 0 jam

P9 = KA 25% penderaan 48 jam

P5 = KA 20% penderaan 24 jam
Kombinasi dari kedua faktor menghasilkan 45 perlakuan. Masing-masing
perlakuan diulang sebanyak 4 ulangan, sehingga diperoleh 180 satuan percobaan.
Setiap satuan percobaan terdiri dari 50 butir benih.
Model percobaan yang akan digunakan adalah:
Yijk = µ + k + i + j + (

)ij + ijk

(i = 1, 2, 3,....n. k = 1, 2, 3)

Keterangan:
Yijk

: Nilai pengamatan pada ulangan ke-k yang memperoleh taraf ke-i faktor
lot benih dan taraf ke-j faktor kondisi CDT (kadar air benih serta
periode penderaan).

µ

: Nilai tengah umum

k

: Pengaruh kelompok ke-k

i

: Pengaruh taraf ke-i faktor lot benih

j

: Pengaruh taraf ke-j faktor kondisi CDT(kadar air dan periode penderaan)

(

)ij : Pengaruh interaksi antara taraf ke-i faktor lot benih dengan taraf ke-j
faktor kondisi CDT (kadar air benih dan periode penderaan).
ijk

: Galat percobaan

12
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (Anova), apabila
berpengaruh nyata akan dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test
(DMRT) pada taraf kesalahan 5%.
Percobaan III. Uji Korelasi antara Berbagai Tolok Ukur Percobaan I pada
Konsentrasi 5.12 g NaCl/l dengan VCDT Hasil Percobaan II
Berbagai tolok ukur percobaan I pada konsentrasi 5.12 g NaCl/l
dikorelasikan dengan VCDT hasil percobaan II. Analisis data dilakukan dengan
menggunakan analisis korelasi sederhana.
Tingkat hubungan antara VKTsalin dengan VCDT ditentukan oleh nilai
koefisien korelasi. Setelah analisis korelasi, dilakukan juga analisis regresi linier
sederhana. Persentase VCDT difungsikan sebagai faktor X dan tolok ukur VKTsalin
sebagai faktor Y dalam persamaan regresi ini. Persamaan regresi yang digunakan
adalah:
Yi =

+ Xi

Keterangan : Yi

= Tolok ukur VKTsalin
= Kemiringan atau gradient

= Intersep
Xi

= VCDT

Pelaksanaan Penelitian
Pengukuran Kadar Air Awal
Cara untuk mengetahui kadar air awal (initial moisture content) benih,
dilakukan dengan menggunakan metode oven suhu rendah dengan kisaran suhu
103±2 oC selama 17 jam (ISTA, 2010). Wadah untuk mengukur kadar air (KA)
beserta dengan tutup ditimbang (M1). Kemudian dimasukkan contoh kerja ke
dalam cawan dan ditimbang bersama tutupnya (M2). Setelah di oven selama 17
jam, dikeluarkan dan didinginkan dalam desikator selama 30-45 menit, kemudian
timbang (M3). Penetapan kadar air (KA) dihitung dengan cara:
KA (%) =

× 100%

dimana:
M1 = berat wadah untuk mengukur KA + tutup (g)
M2 = berat wadah untuk mengukur KA + tutup + benih sebelum dioven (g)
M3 = berat wadah untuk mengukur KA + tutup + benih setelah dioven (g)

13
Pengukuran kadar air ini dilakukan secara duplo atau diulang 2 kali pada masingmasing lot benih.
Pengujian Ketahanan Benih terhadap Salinitas
NaCl ditimbang sesuai dengan perlakuan yaitu 2.56 g NaCl/l, 5.12 g
NaCl/l, dan 7.68 g NaC/l untuk mendapatkan kondisi DHL sebesar 4 mmhos/cm,
8 mmhos/cm, dan 12 mmhos/cm. Selanjutnya NaCl dilarutkan dengan aquades.
Substrat media kertas merang dilembabkan menggunakan larutan NaCl tersebut.
Sesudah itu benih dari masing-masing lot sebanyak 50 butir setiap ulangan diuji
dengan menggunakan media tersebut dengan metode UKDdp. Kemudian benih
dikecambahkan pada alat pengecambah benih IPB 72-1.
Controlled Deterioration Test
Benih dikelompokkan berdasarkan perlakuan yang akan dilakukan, yaitu
kadar air benih 15%, 20%, dan 25%. Tahapan selanjutnya, 50 butir benih tersebut
dimasukkan ke dalam kantung alumunium foil dan ditambahkan aquades di atas
timbangan hingga mencapai bobot benih pada kadar air yang diinginkan. Bobot
benih pada kadar air yang diinginkan diperoleh berdasarkan perhitungan:
W2 =

× W1

Dimana:
A = Kadar air awal benih (%)
B = Kadar air benih yang diinginkan (%)
W1 = Bobot awal benih yang telah diketahui (g)
W2 = Bobot benih dengan kadar air yang diinginkan (g)
Alumunium foil yang berisi benih dan aquades sesuai perlakuan
selanjutnya di sealed kemudian dikocok perlahan agar air merata ke seluruh
benih, lalu dimasukkan ke dalam refrigerator bersuhu 4oC dan didiamkan selama
24 jam agar benih dapat berimbibisi dan mencapai kadar air kesetimbangan yang
diinginkan (ISTA, 2010). Proses peningkatan kadar air benih dapat dilihat pada
Lampiran 7.
Benih yang telah mencapai kadar air sesuai perlakuan kemudian
dimasukkan ke dalam water bath bersuhu 45oC selama 0, 24, dan 48 jam. Tahap
selanjutnya setelah waktu penderaan tercapai, benih dikeluarkan dari water bath

14
dan didinginkan, selanjutnya diuji KA nya dan dikecambahkan menggunakan
kertas merang. Metode yang digunakan adalah UKDdp dan dikecambahkan pada
alat pengecambah benih IPB 72-1.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada seluruh lot benih dari setiap perlakuan.
Karakter yang diamati yaitu:
1. Jumlah kecambah

normal, ciri-ciri

yang terlihat sesuai dengan

karakteristik kecambah normal. Pengamatan dilakukan pada 3 dan 5 hari
setelah tanam (HST).
2. Persentase kecambah normal, dihitung dari jumlah kecambah normal pada
pengamatan I (3 HST) dan II (5 HST) terhadap jumlah benih yang ditanam
pada perlakuan tersebut dikali 100%. Rumus penghitungan persentase
kecambah normal:
KN (%) =

× 100%

Keterangan:
KN

= persentase kecambah normal (%)

KN I

= kecambah normal pada pengamatan pertama (3 HST)

KN II = kecambah normal pada pengamatan kedua (5 HST)
3. Kecepatan tumbuh (KCT), pengamatan dilakukan setiap hari terhadap
persentase kecambah normal dibagi dengan etmal. Nilai etmal kumulatif
dimulai saat benih ditanam sampai dengan waktu pengamatan dan
dihitung dengan rumus penentuan kecepatan tumbuh (Sadjad et al., 1999).
KCT =

!

Keterangan:
KCT = kecepatan tumbuh
N

= persentase jumlah kecambah normal

t

= etmal (jumlah jam dari saat tanam dibagi 24 jam)

tn

= waktu akhir pengamatan

15
4. Bobot kering kecambah normal (BKKN), kecambah normal tanpa
kotiledon pada tiap-tiap satuan percobaan di keringkan dengan cara dioven
selama 3 hari pada suhu 60oC kemudian ditimbang. Pengamatan dilakukan
pada 5 HST.
5. Panjang hipokotil (PH).
6. Panjang akar (PA), diukur mulai dari ujung akar hingga pangkal akar
dengan satuan centimeter.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Viabilitas yang tinggi ditunjukkan dengan tolok ukur persentase daya
berkecambah yang tinggi mengindikasikan bahwa benih yang digunakan masih
berkualitas baik. Benih kedelai yang digunakan dalam penelitian ini memiliki
rata-rata daya berkecambah awal sebesar 80-88%. Kadar air awal benih sebelum
mendapat perlakuan adalah 8.5-12.5%. Keterangan lebih lengkap mengenai
viabilitas awal benih dapat dilihat pada Lampiran 8.
Pengamatan pada proses CDT menunjukkan kadar air yang dicapai pada
peningkatan kadar air sebelum dilakukan penderaan pada suhu 45oC secara umum
sesuai dengan yang telah ditentukan. Kadar air yang dicapai berada pada kisaran
15±2%, 20±2%, dan 25±2%. Data kadar air benih setelah perlakuan kondisi CDT
dapat dilihat pada Lampiran 9. Suhu water bath pada percobaan ini cukup stabil,
yaitu 45±1oC.
Pertumbuhan cendawan pada media perkecambahan masih sering
ditemukan pada percobaan CDT. Kodisi ini terjadi akibat pertumbuhan cendawan
pada benih-benih yang digunakan pada penelitian ini. Pertumbuhan cendawan
tersebut mempengaruhi hasil yang didapat dengan mengurangi kemungkinan
benih yang dapat berkecambah normal. Cendawan paling banyak tumbuh pada
percobaan CDT, pada perlakuan kadar air 25% dan lama penderaan 48 jam.
Semua varietas menunjukkan respon yang sama pada perlakuan ini, yaitu benih
yang ditanam tidak dapat tumbuh karena terinfeksi cendawan.
Cendawan yang tumbuh pada perlakuan ini menginfeksi benih dan tumbuh
menyebar ke media kertas merang yang digunakan untuk pengujian benih. Benih
yang terinfeksi cendawan menjadi lunak dan berbau. Cendawan yang tumbuh
pada benih dan media perkecambahan benih dapat menghambat pertumbuhan
benih dan menghambat pertumbuhan kecambah sehingga kecambah menjadi
abnormal.

17
Penentuan Konsentrasi NaCl untuk Simulasi Cekaman Salinitas
Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh varietas dan tingkat salinitas
terhadap tolok ukur persentase kecambah normal (KN), kecepatan tumbuh (KCT),
bobot kering kecambah normal (BKKN), panjang akar (PA), dan panjang
hipokotil (PH) ditunjukkan pada Tabel 1. Pengaruh lot benih (varietas) dan tingkat
salinitas

menunjukkan interaksi yang nyata pada tolok ukur KN, KCT, dan

BKKN; dan sangat nyata pada tolok ukur PA dan PH. Faktor varietas dan
perlakuan salinitas masing-masing memberikan pengaruh yang sangat nyata
terhadap semua tolok ukur percobaan. Hasil analisis ragam pengaruh varietas dan
kondisi salinitas terhadap kelima tolok ukur yang diamati dapat dilihat pada
Lampiran 10-14.
Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Lot Benih dan
Tingkat Salinitas terhadap Beberapa Tolok Ukur yang Diamati.
Tolok Ukur
VSalinitas
KN (%)
KCT (%/etmal)
PA (cm)
PH (cm)
BKKN (gram)

Varietas
(V)

Perlakuan Salinitas
(S)

Interaksi
(VxS)

KK (%)

**
**
**
**
**

**
**
**
**
**

*
*
**
**
*

4.742
1.994
11.716
11.041
5.593

Keterangan: **)=berpengaruh sangat nyata p 0.01; *)=berpengaruh nyata p 0.05; tn=tidak
nyata; seluruh data sebelum diolah dengan uji F ditransformasi (x+0.5)1/2

Nilai tengah pengaruh interaksi antara lot benih (varietas) dengan berbagai
tolok ukur perlakuan salinitas dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan
masing-masing varietas memiliki respon yang berbeda terhadap konsentrasi NaCl
yang diberikan. Pada kondisi optimum (0 g NaCl/l), nilai KN, KCT, PA, PH, dan
BKKN antara varietas Rajabasa, Wilis, dan Tanggamus tidak berbeda nyata.
Varietas Sindoro dan Gepak Kuning memiliki nilai KN, KCT, PA, PH, dan BKKN
yang lebih rendah bila dibandingkan dengan ketiga varietas yang lain, tetapi tidak
berbeda nyata satu sama lain.

18
Tabel 2. Pengaruh Interaksi Lot Benih dan Tingkat Salinitas terhadap
Beberapa Tolok Ukur yang Diamati
Varietas

Tingkat salinitas (g/l)
2.56
5.12

0

7.68

Kecambah Normal (%)
83 ab

47 f

7 ij

89 ab

77 a-d

62 de

7 ij

74 bcd
75 bcd
94 a

79 abc
58 ef
88 ab

65 cde
31 g
80 abc

16 hi
4j
25 hi

Rajabasa

88

Wilis
Sindoro
Gepak Kuning
Tanggamus

ab

Rajabasa
Wilis

Kecepatan Tumbuh (%/etmal)
27.03 a
22.03 bc
10.80 e
28.43 a
22.30 bc
15.87 d

1.55 h
1.45 h

Sindoro
Gepak Kuning
Tanggamus

22.07 bc
22.22 bc
30.53 a

16.20 d
6.90 f
21.23 c

3.20 gh
0.80 h
5.45 fg

10.88 abc
9.44 bc

0.00 h
5.64 d

11.10 abc
8.40 c
11.07 abc

4.15 d
0.00 h
0.19 bc

a

33.03 bc
14.62 d
26.48 ab
Panjang Akar (cm)
13.07 ab
10.84 abc

Rajabasa
Wilis

14.65
12.52 ab

Sindoro
Gepak Kuning
Tanggamus

12.84 ab
12.06 abc
13.00 ab

Rajabasa
Wilis

Panjang Hipokotil (cm)
10.78
7.96 b-e
10.50 abc
7.77 cde

5.57 ef
5.72 def

0.00 h
4.61 f

Sindoro

11.46 a

8.13 bcd

5.76 def

2.40 g

Gepak Kuning
Tanggamus

10.42 abc
10.48 abc

7.57 de
8.01 b-e

5.11 f
5.86 def

0.00 h
3.94 f

0.41 gh
0.37 h

0.00 i
0.09 i

0.36 h
0.12 i
0.57 d-g

0.02 i
0.00 i
0.07 i

11.59 abc
11.85 abc
12.34 ab

ab

Rajabasa
Wilis

0.95
0.76 bc

BKKN (gram)
0.71 bcd
0.61 c-f

Sindoro
Gepak Kuning
Tanggamus

0.68 cde
0.52 e-h
0.88 ab

0.50 fgh
0.43 gh
0.79 abc

a

Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf
5%; data sebelum diolah dengan uji F ditransformasi (x+0.5)1/2

Peningkatan konsentrasi menjadi 2.56 g NaCl/l yang digunakan pada
percobaan ini menurunkan secara nyata kecambah normal (KN) dan kecepatan
tumbuh (KCT) benih varietas Gepak Kuning tetapi tidak nyata pada keempat

19
varietas lainnya. Varietas Tanggamus masih memiliki KN yang paling tinggi
dibandingkan dengan keempat varietas lain yaitu 88%, dan KN terendah dimiliki
oleh varietas Gepak Kuning, yaitu 58%. Pada tolok ukur KCT, varietas Sindoro
memiliki nilai KCT yang tinggi yaitu 33.03%/etmal, dan KCT terendah dimiliki
oleh varietas Gepak Kuning, yaitu 14.62%/etmal. Kondisi ini menunjukkan pada
perlakuan konsentrasi 2.56 g NaCl/l, belum membuat benih tercekam. Hasil ini
sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Farid (2006), yaitu varietas kedelai
yang tahan terhadap cekaman NaCl menunjukkan nilai indeks dari tolok ukur
yang diamati tetap tinggi dibanding varietas dengan ketahanan sedang dan rentan
pada konsentrasi yang memperlihatkan keragaman terbesar untuk masing-masing
tolok ukur. Performa perkecambahan benih pada konsentrasi 2.56 g NaCl/l dapat
dilihat pada Gambar 1.
a
b

c

d

e

Keterangan: a) Rajabasa, b) Wilis, c) Sindoro d) Gepak Kuning, e)Tanggamus

Gambar 1. Performa Perkecambahan pada Kondisi Salinitas 2.56 g NaCl/l.
Pada kondisi lingkungan tumbuh yang salin, adaptasi tanaman pada saat
tahap perkecambahan sangat penting bagi pertumbuhan tanaman (Kaymakanova,
2009). Cekaman salinitas dapat menghambat pertumbuhan tanaman melalui dua
mekanisme karena efek osmotik atau defisit air karena salinitas; dan efek garam-

20
garam spesifik atau kelebihan ion NaCl (Sobhanian, 2010). Peningkatan
konsentrasi NaCl yang diberikan menyebabkan penurunan persentase kecambah
normal dan KCT yang berbeda pada masing-masing varietas.
Bila konsentrasi NaCl ditingkatkan menjadi 5.12 g NaCl/l, dua varietas
yaitu Rajabasa dan Gepak Kuning menurun secara nyata KN, KCT, dan PH nya.
Hal ini menunjukkan bahwa kedua varietas tersebut kurang toleran dibandingkan
ketiga varietas yang lain, yaitu Wilis, Sindoro, dan Tanggamus. Pada larutan NaCl
konsentrasi 5.12 g NaCl/l setara dengan 4mmhos/cm menurut Kim (1998), sudah
mencerminkan kondisi tanah salin. Perbedaan ketahanan terhadap salinitas antar
varietas terlihat sangat nyata pada tingkat salinitas ini. Varietas Tanggamus
memiliki KN yang paling tinggi yaitu 80%, sedangkan varietas Gepak Kuning
memiliki KN terendah yaitu 31%.
Selain tolok ukur KN, pada konsentrasi 5.12 g NaCl/l juga telah terjadi
penurunan KCT secara nyata. Menurut Sadjad (1993), tolok ukur KCT
mengindikasikan VKT karena benih yang cepat tumbuh lebih mampu menghadapi
kondisi lapangan yang suboptimum. Semakin tinggi nilai KCT semakin