Kajian pengaruh jenis kemasan polietilen dan polipropilen terhadap umur simpan buah Belimbing manis (Averrhoa carambola L.)

(1)

KAJIAN PENGARUH JENIS KEMASAN POLIETILEN DAN

POLIPROPILEN TERHADAP UMUR SIMPAN BUAH

BELIMBING MANIS (

Averrhoa carambola L.

)

SKRIPSI

ADI NURYADI PARANDICA

F14070028

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

ADI NURYADI P. F14070028. Kajian Pengaruh Jenis Kemasan Polietilen dan Polipropilen terhadap Umur Simpan Buah Belimbing Manis (Averrhoa carambola L.). Di bawah bimbingan SUTRISNO. 2011

RINGKASAN

Tanaman belimbing tersebar di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Terdapat dua jenis buah belimbing yaitu manis dan wuluh. Beberapa varietas buah belimbing manis (Averrhoa carrmabola L.) antara lain Demak, Sembiring, Bangkok, Paris, Dewi, Siwalan,Wulan, dan Wijaya. Tanaman belimbing mudah berkembang dan beradaptasi, sehingga mudah untuk dibudidayakan dalam ikilim tropis seperti di Indonesia. Masa simpan buah belimbing setelah pascapanen sangat singkat, sehingga diperlukan metode perlakuan untuk mempertahankan mutu buah belimbing lebih lama. Salah satu cara untuk memperpanjang masa simpan buah belimbing yaitu dengan melakukan pengemasan dengan menggunakan jenis plastik yang tepat. Jenis plastik yang sering digunakan dalam pengemasan bahan pertanian setelah dipanen yaitu polietilen, polipropilen, polyester, nilon, dan vinil film. Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari pengaruh jenis kemasan terhadap perubahan mutu buah dan menentukan kemasan plastik film yang tepat untuk memperpanjang umur simpan buah belimbing.

Metode percobaan yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan plastik polietilen dan polipropilen sebagai bahan pengemas belimbing. Untuk mengetahui jenis kemasan yang tepat dalam mempertahankan mutu buah belimbing diperlukan beberapa uji dan penyimpanan pada suhu berbeda agar mengetahui perubahan fisik maupun kimiawi dari belimbing tersebut. Beberapa pengukuran yang dilakukan yaitu uji respirasi, perubahan warna, kekerasan, total padatan terlarut, susut bobot, dan organoleptik. Pengukuran respirasi mempunyai tujuan untuk mengetahui laju respirasi gas O2 dan CO2 pada buah belimbing setelah dikemas dengan berbagai jenis plastik, sedangkan pengamatan

dilihat perubahan buah secara fisik dan kimiawi berdasarkan kemasan plastik yang berbeda selama penyimpanan, nilai yang diperoleh dari hasil beberapa pengukuran tersebut dibandingkan dan dihitung untuk mengetahui jenis kemasan yang tepat dalam mempertahankan mutu buah belimbing dan umur simpan yang lebih lama.

Hasil dari beberapa pengukuran terhadap buah belimbing selama penyimpanan pada suhu 5 oC, 10 oC, dan ruang merujuk pada kemasan plastik polipropilen yang dapat mempertahankan mutu buah belimbing lebih lama dengan penyimpanan pada suhu 10 oC yang optimal. Hal ini dikarenakan buah belimbing yang dikemas dengan polipropilen memiliki laju respirasi yang tidak tinggi sehingga dapat memperlambat pematangan buah lebih cepat, perubahan kekerasan yang terjadi tidak terlalu cepat, dan dari hasil organoleptik para responden lebih menyukai belimbing dengan kemasan polipropilen. Sedangkan pada suhu 5 oC buah belimbing mengalami pembusukan lebih cepat yang dikarenakan kondisi suhu terlalu rendah atau sering disebut gejala chilling injury, sedangkan pada suhu ruang dikarenakan suhu penyimpanan yang tinggi maka proses pematangan lebih cepat terjadi dan mengalami pembusukan lebih awal. Belimbing dengan kemasan HDPE tidak cocok digunakan sebagai bahan pengemas pada berbagai suhu yang telah ditentukan, dikarenakan laju respirasi belimbing yang tinggi sehingga proses penurunan mutu dengan berbagai pengamatan yang dilakukan terjadi lebih cepat dibandingkan kemasan lainnya.


(3)

STUDY OF PACKAGING EFFECT ON POLYETHYLENE AND

POLYPROPYLENE IN SWEET STAR FRUIT SHELF LIFE

(

Averrhoa carambola L.

)

Adi Nuryadi Parandica* and Sutrisno**

Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 16680, Bogor, West Java,

Indonesia.

Phone 62 852 68505011, e-mail: adhie_kydi@yahoo.co.id

ABSTRACT

Star fruit is a fruit that spread out in Southeast Asia, including Indonesia. The shelf life of star fruit after postharvest are very short, so it is necessary to maintain the treatment method of star fruit quality to extend the shelf life of the fruit. One way to extend the star fruit shelf life is by package the fruit by choosing the right type of plastic. The type plastics that used in these experiments are low density polyethylene, high density polyethylene, and polypropylene. To find the right type of packaging in maintaining the quality of star fruit take several tests and storage at different temperatures in order to know the physical and chemical changes of the star fruit. Star fruit that has been packaged are stored in different temperatures (5 ° C, 10 °C, room temperature). The test that have been conducted is to determine the best packaging of respiration and the permeability test of plastic packaging color, hardness, soluble solids content, weights loss, and organoleptic. The results of several trials of star fruit during storage at 5 °C, 10 °C, and room temperature refers to the polypropylene plastic packaging that can maintain the quality of star fruit with a longer storage at optimum temperature of 10 °C.


(4)

KAJIAN PENGARUH JENIS KEMASAN POLIETILEN DAN POLIPROPILEN

TERHADAP UMUR SIMPAN BUAH

BELIMBING MANIS (

Averrhoa carambola L.

)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem,

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh

Adi Nuryadi Parandica F 14070028

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(5)

Judul Skripsi : Kajian Pengaruh Jenis Kemasan Poiletilen dan Poilpropilen

terhadap Umur Simpan Buah Belimbing Manis

(

Averrhoa carambola L.

)

Nama

: Adi Nuryadi Parandica

NIM

: F14070028

Menyetujui,

Pembimbing Akademik,

Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr.

NIP. 195907201986011002

Mengetahui :

Ketua Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

Dr. Ir. Desrial, M.Agr.

NIP. 196612011991031004


(6)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Kajian Pengaruh

Jenis Kemasan Polietilen dan Polipropilen Terhadap Umur Simpan Buah Belimbing Manis (Averrhoa carambola L.) adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2011

Yang membuat pernyataan

Adi Nuryadi Parandica


(7)

© Hak cipta milik Adi Nuryadi Parandica, tahun 2011 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, Fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya


(8)

BIODATA PENULIS

Penulis dilahirkan pada tanggal 21 April 1989 di Palembang. Penulis merupakan putra pertama dari pasangan Mulyadi dan Nurjanah. Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Dewi Sartika pada tahun 1995, sekolah dasar di SD Kartika II.2 Palembang pada tahun 2001, SMPN 9 Palembang pada tahun 2004, SMAN 5 Palembang tahun 2007 dan pada tahun yang sama penulis diterima di Departemen Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di Organisasi Mahasiswa Daerah dan kegiatan pengembangan mahasiswa bidang Teknik Pertanian. Pada tahun 2009, penulis lolos Program

Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang Kewirausahaan dari DIKTI yang berjudul “Alternatif Charger Mobile untuk Handphone”, dan juga pernah menjadi assisten pratikum untuk mata kuliah perbengkelan,

gambar teknik, dan teknik pengolahan pangan. Pada tahun 2010, penulis telah melaksanakan praktek lapang di PT. Mitra Ogan, Baturaja, Sumatera Selatan dengan judul “Aspek Keteknikan Pertanian pada Proses Pengolahan Kelapa Sawit di PT. Mitra Ogan. Penulis menyelesaikan skripsi pada tahun 2011

dengan judul “Kajian Pengaruh Kemasan Polietilen dan Polipropilen Terhadap Umur Simpan Buah


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Allah SWT atas karuniaNya sehingga skripisi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Kajian Pengaruh Jenis Kemasan Polietilen dan

Polipropilen terhadap Umur Simpan Buah Belimbing Manis (Averrhoa carambola L.)dilaksanakan di

Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian Departemen Teknik Mesin dan Biosistem IPB sejak bulan Februari sampai April 2011.

Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Keluarga besar ayahanda Drs. Mulyadi dan ibunda Nurjanah tercinta, beserta adinda tersayang Hardiyanti Agustina dan Intan Apriliana yang telah memberikan doa, motivasi dan bantuan lainnya dalam penyelesaian penelitian.

2. Dr.Ir. Sutrisno, M.Agr sebagai dosen pembimbing utama.

3. Dr. Lilik Pujantoro Eko Nugroho M. Agr dan Dr. Lenny Saulia, MSi sebagai dosen penguji skripsi.

4. Sugiyono STP, MSi. atas semua bimbingan dan arahannya selama penulisan skripsi.

5. Dr. Ir. Desrial, M.Agr. sebagai Ketua Departemen Teknik Mesin dan Biosistem.

6. Pak Sulyaden sebagai teknisi laboratorium TPPHP yang telah membantu selama penelitian

7. Teman-teman Ensemble yang telah memberikan semangat dalam pelaksanaan penyelesaian

penelitian.

8. Teman-teman Ikatan Keluarga Mahasiswa Bumi Sriwijaya (IKAMUSI) yang telah memberikan

semangat dalam pelaksanaan penyelesaian penelitian.

Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknik pertanian.

Bogor, Juli 2011


(10)

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Buah Belimbing ... 3

B. Panen dan Pascapanen ... 4

C. Respirasi Buah-Buahan ... 6

D. Pengemasan dan Penyimpanan Buah Segar ... 7

E. Konsentrasi Gas O2 danCO2 dalam Kemasan Plastik ... 8

F. Jenis Kemasan Film untuk Produk Segar... 9

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat ... 12

B. Bahan dan Alat ... 12

C. Tahapan Penelitian ... 12

D. Pengamatan ... 13

E. Rancangan Percobaan ... 15

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Konsentrasi Gas O2 danCO2 dalam Kemasan ... 16

B. Perubahan Laju Respirasi ... 20

C. Pengaruh Kemasan Film Terhadap Perubahan Mutu Selama Penyimpanan ... 24

D. Pemilihan Jenis Kemasan Film yang Optimal ... 33

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 36

B. Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kandungan nutisi dalam 100 gram buah belimbing manis... 4

Tabel 2. Warna matang beberapa varietas buah belimbing ... 5

Tabel 3. Laju respirasi buah belimbing ... 7

Tabel 4. Permeabilitas beberapa jenis film ... 8

Tabel 5. Laju konsumsi gas O2 buah belimbing dalam kemasan dengan berbagai suhu ... 19

Tabel 6. Laju produksi gas CO2 buah belimbing dalam kemasan dengan berbagai suhu ... 19


(12)

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Buah belimbing manis (Averrhoa carambola) ... 3

Gambar 2. Indeks warna kematangan buah belimbing ... 5

Gambar 3. Model pertukaran gas, air, dan energi pada film kemasan ... 6

Gambar 4. Kerusakan belimbing selama penyimpanan dingin ... 8

Gambar 5. Diagram alir proses penelitian ... 13

Gambar 6. Konsentrasi gas O2 buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu 5 oC ... 16

Gambar 7. Konsentrasi gas O2 buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu 10 oC ... 17

Gambar 8. Konsentrasi gas CO2 buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu ruang ... 17

Gambar 9. Konsentrasi gas CO2 buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu 5 oC ... 18

Gambar 10. Konsentrasi gas CO2 buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu 10 oC ... 18

Gambar 11. Konsentrasi gas CO2 buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu ruang ... 19

Gambar 12. Laju Respirasi O2 buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu 5 oC ... 20

Gambar 13. Laju Respirasi O2 buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu 10 oC ... 21

Gambar 14. Laju Respirasi O2 buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu ruang ... 21

Gambar 15. Laju Respirasi CO2 buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu 5 oC ... 22

Gambar 16. Laju Respirasi CO2 buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu 10 oC ... 22

Gambar 17. Laju Respirasi O2 buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu ruang ... 22

Gambar 18. Perubahan nilai RQ buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu 5 oC ... 23

Gambar 19. Perubahan nilai RQ buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu 10 oC ... 24

Gambar 20. Perubahan nilai RQ buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu ruang ... 24

Gambar 21. Susut bobot buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu 5 oC ... 25

Gambar 22. Susut bobot buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu 10 oC ... 25

Gambar 23. Susut bobot buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu ruang ... 26


(13)

Gambar 24. Perubahan kekerasan belimbing dalam kemasan selama penyimpanan pada

suhu 5 oC ... 27 Gambar 25. Perubahan kekerasan belimbing dalam kemasan selama penyimpanan pada

suhu 10 oC ... 27 Gambar 26. Perubahan kekerasan belimbing dalam kemasan selama penyimpanan pada

suhu ruang ... 27 Gambar 27. Perubahan TPT buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu

5 oC ... 28 Gambar 28. Perubahan TPT buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu

10 oC ... 29 Gambar 29. Perubahan TPT buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu

ruang ... 29 Gambar30. Perubahan Nilai L(kecerahan) bauh belimbing selama penyimpanan pada suhu

5 oC ... 30 Gambar 31. Perubahan Nilai L(kecerahan) bauh belimbing selama penyimpanan pada suhu

10 oC ... 30 Gambar 32. Perubahan warna kulit belimbing pada grafik munshel selama penyimpanan pada

suhu 5 oC ... 30 Gambar 33. Perubahan warna kulit belimbing pada grafik munshel selama penyimpanan pada

suhu 10 oC ... 31 Gambar 34. Faktor paling kuat penolakan panelis terhadap buah belimbing ... 31 Gambar 35. Perubahan Uji Organoleptik terhadap waktu pada suhu 5 o C dengan kemasan

berbeda... 32 Gambar 36. Perubahan Uji Organoleptik terhadap waktu pada suhu 10 o C dengan kemasan

berbeda... 32 Gambar 37. Perubahan Uji Organoleptik terhadap waktu pada suhu ruang dengan kemasan

berbeda... 33 Gambar 38. Kesesuaian kemasan buah belimbing berdasarkan komposisi gas optimum dan

jenis plastik film ... 33 Gambar 39. Pendugaan umur simpan optimal belimbing berdasarkan nilai kekerasan selama

penyimpanan pada suhu 5 oC dan10 oC ... 34 Gambar 40. Pendugaan umur simpan optimal belimbing berdasarkan nilai TPT selama


(14)

v

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1a. Konsentrasi O2 buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan pada

suhu 5 oC ... 40

Lampiran 1b. Konsentrasi O2 buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu 10 oC ... 41

Lampiran 1c. Konsentrasi O2 buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu ruang ... 42

Lampiran 2a. Konsentrasi CO2 buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu 5 oC ... 43

Lampiran 2b. Konsentrasi CO2 buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu 10 oC ... 44

Lampiran 2c. Konsentrasi CO2 buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu ruang ... 45

Lampiran 3a. Susut bobot buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu 5 oC ... 46

Lampiran 3b. Susut bobot buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu 10 oC ... 46

Lampiran 3c. Susut bobot buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu ruang ... 46

Lampiran 4. Kekerasan buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu 5 oC ... 47

Lampiran 5. Kekerasan buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu 10 oC ... 47

Lampiran 6. Kekerasan buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu ruang ... 48

Lampiran 7. Total padatan terlarut buah belimbing selama penyimpanan pada suhu 5oC ... 49

Lampiran 8. Total padatan terlarut buah belimbing selama penyimpanan pada suhu 10oC ... 49

Lampiran 9. Total padatan terlarut buah belimbing selama penyimpanan pada suhu ruang ... 50

Lampiran10. Nilai L, a, b buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu 5 oC ... 51

Lampiran11. Nilai L, a, b buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu 10 oC ... 53

Lampiran12. Hasil analisis susut bobot belimbing selama penyimpana dengan uji Duncan ... 55

Lampiran13. Hasil analisis kekerasan belimbing selama penyimpanan dengan uji Duncan ... 56

Lampiran14. Hasil analisis TPT belimbing selama penyimpanan dengan uji Duncan ... 57

Lampiran 15. Perubahan Warna belimbing selama penyimpanan pada suhu 5 oC ... 58


(15)

1

I.

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Belimbing manis merupakan salah satu buah tropis yang menjadi andalan bagi beberapa daerah di Indonesia. Iklim tropis yang ada di Indonesia sangat cocok untuk tanaman belimbing. Curah hujan yang tidak terlalu tinggi memungkinkan perkembangan budidaya tanaman ini dengan baik. Daerah penghasil belimbing di Indonesia antara lain Depok, Demak, Tulungagung, Blitar, Jepara dan masih banyak lainnya. Belimbing dapat dikonsumsi dalam bentuk buah segar maupun olahan. Tingkat permintaan belimbing di Indonesia mengalami peningkatan sebesar 6,8 persen selama jangka waktu 2005 hingga 2010.

Belimbing yang diproduksi di Indonesia hanya diperdagangkan untuk pasar lokal dan dalam negeri. Jumlah produksi buah belimbing di Indonesia pada tahun 2008 sebesar 72.397 ton/tahun dan pada tahun 2009 sebesar 72.443 ton/tahun (Badan Standarisasi Nasional, 2010). Pusat penanaman belimbing sebagai usaha tani secara intensif dan komersial adalah

Malaysia. Pada tahun 1993 negara ini mampu mengekspor buah belimbing segar sebanyak 10.220 mt (metrik ton) senilai Rp. 2 miliar yang dipasok ke Hongkong, Singapora, Taiwan,

Timur Tengah, dan Eropa Barat.

Produksi buah belimbing dalam satu hektar lahan dapat mencapai 40 ton dengan jumlah pohon sebanyak 500 batang. Panen buah belimbing dapat terjadi sepanjang tahun (tidak musiman), setiap 3 bulan sekali pohon belimbing akan berbuah, sedangkan untuk panen raya terjadi pada bulan Juli sampai Agustus (FAMA, 2005). Penentuan masa panen didasarkan pada kondisi fisik, seperti warna dan ukuran buah.Kematangan buah belimbing ditunjukkan dengan adanya perubahan warna dari belimbing sewaktu hijau muda hingga berubah menjadi kuning ataupun kemerahan setelah tua. Ciri dari belimbing manis unggul adalah bentuknya besar, warnanya menarik, seratnya halus, berair banyak, dan rasanya manis segar.

Komoditas belimbing dapat menjadi peluang bisnis yang bermanfaat dalam pengobatan tradisional, minuman segar, dan dimakan dalam bentuk segar atau olahan (Apandi, 1984). Dilihat dari segi kesehatan dan agribisnis, budidaya tanaman ini memang sangat tepat bagi para petani dan masyarakat yang ingin mengembangkan budidaya tanaman belimbing. Keunggulan dari buah belimbing sangat banyak manfaatnya bagi para konsumen, dari segi kesehatan, buah ini dapat menyembuhkan penyakit malaria, bisul, maag, hipertensi, dan melancarkan saluran air seni, sedangkan dari segi nutrisi sebagai sumber vitamin, khususnya vitamin A dan C, belimbing memiliki antioksidan yang ampuh dalam memerangi radikal bebas. Buah ini juga mampu membantu mencegah penyebaran sel-sel kanker, meningkatkan daya tahan tubuh dan mencegah sariawan (Abidin, 2008). Secara fisik buah belimbing memiliki daya tarik yang sangat tinggi, penampakan buah yang eksotik menyerupai bentuk bintang yang menarik daripada buah-buahan yang lainnya.

Belimbing manis termasuk komoditas pangan yang mudah rusak (perishable) sehingga fleksibilitasnya di pasaran menjadi sangat terbatas. Perubahan sepanjang proses pemasakan atau penuaan dapat meningkatkan kerentanan komoditas terhadap kerusakan mekanis maupun penyakit. Selama proses tersebut berlangsung, susut dapat terjadi baik pada saat prapanen maupun pada saat pascapanen. Hal ini mengakibatkan berkurangnya bagian buah yang dapat dikonsumsi dan menurunkan mutu buah. Tingkat kerusakan dan kehilangan pascapanen buah-buahan dan sayuran dapat mencapai 5-25% di negara maju dan 20-50% di negara berkembang, tergantung jenis komoditinya (Kader, 1985).


(16)

2

Untuk mengurangi susut mutu dan memperpanjang umur simpan buah belimbing diperlukan pengetahuan karakterisitik pasca panennya dan metode penanganannya. Sampai saat ini di Indonesia masih terbatas kajian penanganan pascapanen, terutama terhadap kemasan selama penyimpanan. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan kajian mengenai pengaruh kemasan polietilen densitas rendah, polietilen densitas tinggi, dan polipropilen terhadap umur simpan buah belimbing selama penyimpanan pada berbagai suhu.

B.

Tujuan

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk memperpanjang umur simpan dan mempertahankan mutu buah belimbing manis (Averrhoa carambola L.) dengan penggunaan kemasan plastik film polietilen dan polipropilen.

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui pola laju respirasi buah belimbing dalam kemasan plastik film jenis polietilen dan polipropilen selama penyimpanan pada berbagai suhu.

2. Mempelajari pengaruh jenis kemasan terhadap perubahan mutu.

3. Menentukan kemasan plastik film yang dapat memperpanjang umur simpan dan


(17)

3

II. TINJUAUAN PUSTAKA

A.

Buah Belimbing

Pada awalnya belimbing dengan bentuk yang khas banyak ditanam di Indonesia, India, dan Malaysia

,

dimana saat ini telah berkembang dan tersebar di Asia Tenggara, Republik Dominika, Brasil, Peru, Ghana, Guyana, dan Polinesia. Tanaman belimbing memilikki daun majemuk yang panjangnya dapat mencapai 50 cm, bunga berwarna merah muda yang umumnya muncul di ujung dahan, cabang banyak, serta batangnya dapat tumbuh hingga mencapai 5 m (Kader, 1985).

Pada saat dipotong melintang buah belimbing berbentuk bintang sehingga sering disebut

star fruit. Berdasarkan sistematik tumbuhan, belimbing merupakan tanaman yang berada di famili Oxalidaceae dan genus Averrhoa. Belimbing manis tergolong dalam spesies Averrhoa Carambola L. Di Indonesia terdapat beberapa varietas belimbing unggul seperti belimbing Demak, Dewi, Sembiring, Bangkok, Siwalan, Wulan dan Wijaya (Anonim, 2009).

Secara fisik pada bagian luar belimbing terdapat kulit buah yang melindungi bagian dalam atau daging buah. Bagian kulit belimbing ini sangat sensitif jika terjadi benturan secara langsung dengan benda lain, sedangkan pada bagian tengah terdapat mata buah. Untuk dimensi buah belimbing varietas unggul seperti Dewi rata-rata panjang buah mencapai 18 cm dengan lebar 9 cm. Visualisasi buah belimbing manis dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Buah belimbing manis (Averrhoa carambola)

Tanaman belimbing dapat tumbuh baik di daerah tropis dengan ketinggian 0-500 meter diatas permukaan laut, membutuhkan sinar matahari minimal 7 jam setiap harinya dengan intensitas penyinaran 45-50%. Tanah dengan kandungan unsur hara yang seimbang sangat cocok untuk pertumbuhan tanaman belimbing, faktor yang sangat menentukan adalah keasaman tanah (pH tanah), dimana yang cukup baik dan batas amannya berada di 5.5-7.0 (Widyastuti et al., 1992). Umur panen buah belimbing sangat dipengaruhi oleh letak geografis penanaman, yaitu faktor lingkungan dan iklim. Kondisi daerah yang memiliki iklim tropis, dimana curah hujan yang tidak terlalu tinggi dan suhu udara yang sedang, umur petik buah belimbing sekitar 35-60 hari setelah pembungkusan atau 65-90 hari setelah buah mekar (Rukmana,1996).

Tanaman ini mempunyai kandungan nutrisi dan vitamin yang bermanfaat bagi manusia, vitamin C yang tinggi dalam belimbing manis bermanfaat sebagai antioksidan yang berfungsi untuk memerangi radikal bebas dan mencegah penyebaran sel-sel kanker, meningkatkan daya tahan tubuh, dan mencegah sariawan. Pektin yang terdapat dalam buah belimbing manis mampu mengikat kolesterol dan asam empedu dalam usus, mengkonsumsi buah belimbing secara


(18)

4

teratur dapat menyembuhkan berbagai penyakit Nutrisi yang terkandung di dalam buah belimbing manis dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan nutrisi 100 gram buah belimbing manis

Sumber : USDA Nutrient Database (2010)

B.

Panen dan Pascapanen

Pemanenan buah belimbing berdasarkan pada tujuan pemasaran atau permintaan konsumen, serta beberapa indeks warna buah yang mengindikasikan tingkat ketuaan belimbing. Indeks 1 berwarna hijau tua merupakan buah yang belum matang dan belum siap untuk dipasarkan. Indeks 2 berwarna hijau dan sedikit kekuningan merupakan buah matang dan sesuai untuk diekspor. Indeks 3 berwarna kuning melebihi warna hijau, buah matang dan sesuai untuk diekspor melalui udara. Indeks 4 berwarna kuning dominan dibandingkan hijau, buah matang dan sesuai untuk diekspor melalui udara. Indeks 5 warna kuning dengan sedikit warna hijau, buah matang sesuai untuk pasaran lokal. Indeks 6 warna kuning, buah matang dan sesuai untuk pasar lokal. Indeks 7 berwarna oranye, buah terlalu matang dan tidak sesuai untuk dipasarkan. Pemetikan buah pada waktu yang tepat menghasilkan belimbing yang enak dan warna buah sangat menarik. Waktu yang tidak tepat dalam melakukan pemanenan dapat menurunkan kualitas buah belimbing, misalnya rasa asam dan sepat, warna kurang menarik, dan jika terlalu lama dipanen maka buah akan keriput dan warnanya pucat (FAMA, 2005). Indeks warna kematangan belimbing dapat dilihat pada Gambar 2.

Komponen Kadar

Energi (kJ) 31.80

Karbohidrat (g) 6.73

Lemak (g) 0.33

Gula (g) 3.98

Diet serat (g) 2.80

Kalium (mg) 133.00

Fosfor (mg) 12.00

Seng (mg) 0.12

Vitamin C (mg) 34.40

Folat (mg) 12.00

Protein (g) 1.04

Asam pantotenat (mg) 0.39

Vitamin B1 (mg) 0.03

Vitamin B2 (mg) 0.02

Serat (mg) 0.90

Kalsium (mg) 8.00


(19)

5

Indeks 1 Indeks 2 Indeks 3 Indeks 4

Indeks 5 Indeks 6 Indeks 7 Gambar 2. Indeks warna kematangan buah belimbing (FAMA, 2005)

Belimbing yang telah berbuah dan siap dipetik tidak bergantung pada musim, masa panen dilakukan tiga sampai empat kali per tahun, dimana panen raya terjadi pada bulan Juli sampai Agustus (FAMA, 2005). Belimbing merupakan buah klimaterik, hal ini dikarenakan buah mengalami peningkatan puncak pematangan setelah proses pemetikan (Eskin et al., 1971). Buah belimbing memiliki beberapa ciri jika telah masak, antara lain ukurannya besar hingga maksimal, warna berubah dari hijau menjadi kuning atau merah, kulitnya mengkilap dan daging sirip tampak penuh (Widyastuti et al., 1992). Waktu yang tepat untuk melakukan pemanenan yaitu pada pagi hari, saat buah masih segar dan sinar matahari yang tidak berlebihan. Untuk menjaga mutu dan kualitas dari buah belimbing maka proses pemetikan harus dilakukan secara hati-hati, dianjurkan pada saat proses pelepasan belimbing dari pembungkusnya dilakukan di tempat yang teduh. Warna buah matang pada beberapa varietas belimbing dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Warna matang beberapa varietas belimbing

No Varietas Warna buah matang

1 Demak Kapur Putih

2 Demak Kunir Kuning keemasan

3 Demak Jingga Kuning kemerah-merahan

4 Sembiring Kuning

5 Dewi Kuning kemerah-merahan

6 Siwalan Kuning keemasan

7 Bangkok Kuning kemerah-merahan


(20)

6

Menurut Rukmana (1996), setelah proses panen selesai, belimbing dikirim ke tempat proses pelepasan buah dari pembungkus, selanjutnya dilakukan proses pembersihan, sortasi dan grading (pengelompokan). Kegiatan sortasi meliputi pembuangan dan pemisahan buah yang busuk atau berkualitas rendah dari belimbing yang mempunyai kriteria baik, sedangkan

grading dikerjakan berdasarkan warna kulit, ukuran buah, dan kemulusan buah. Selama ini proses sortasi dan grading dilakukan secara manual sehingga dapat mempengaruhi mutu dan umur simpan dari buah belimbing tersebut. Kemudian proses selanjutnya yaitu buah diletakan pada wadah-wadah yang terbuat dari kayu atau bambu untuk dilakukan proses transportasi. Dalam proses transportasi harus diperhatikan beberapa akibat yang dapat menyebabkan belimbing mengalami kerusakan secara fisik, untuk itu diperlukan bahan-bahan yang berfungsi untuk mengurangi terjadinya benturan langsung terhadap buah. Umur simpan sampai kepada konsumen juga merupakan hal penting, sehingga saat buah siap dikonsumsi, buah tidak busuk ataupun rusak fisiknya.

C.

Respirasi Buah-buahan

Setelah buah dan sayuran dipanen, aktivitas respirasi masih terus berlanjut sehingga proses penanganan terhadap buah dan sayuran tetap diperhatikan. Proses pengemasan menjadi salah satu bagian yang penting dalam mengontrol aktivitas respirasi dari komoditi pertanian. Karbondioksida dan uap air merupakan hasil dari respirasi aerobik, sedangkan produk fermentasi yaitu etanol, acetaldehyde dan asam organik juga dihasilkan selama respirasi anaerobik ( Alexander et al., 1990 ). Dapat dilihat pada Gambar 3 proses pertukaran gas dan zat lainnya yang terjadi dari film kemasan.

O2 CO2 H2O + Energi (panas dan ATP)

film kemasan

produk

Gambar 3. Model pertukaran gas, air, dan enrgi pada film kemasan

Kebanyakan buah menunjukkan peningkatan respirasi yang tajam dan cepat setelah panen atau peningkatan respirasi klimaterik. Sedangkan buah yang tidak menunjukkan peningkatan respirasi secara cepat digolongkan repirasi non klimaterik (Wan dan Lam, 1984). Respirasi dibedakan dalam tiga tingkat menurut Phan (1986), antara lain pemecahan polisakarida menjadi gula sederhana, oksidasi gula menjadi asam piruvat, dan transformasi piruvat dan asam-asam organik lainnya secara aerobik menjadi CO2, air, dan energi.

Formula sederhana dari respirasi, yaitu :

C6H12O6 + 6 O2 → 6 CO2 + 6 H20 + energi (panas dan ATP) gula oksigen karbon dioksida air

Terdapat dua aspek yang mempengaruhi umur simpan buah, yaitu aspek internal (kecepatan respirasi) dan eksternal (suhu penyimpanan, kelembaban relatif, muatan inisial mikroba, plastik atau jenis kemasan, volume dan luasan, derajat persiapan, varietas produk dan kondisi pertumbuhan, kematangan dan tipe jaringan, komposisi atmosfer dan suhu. Respirasi dapat diartikan sebagai pembakaran yang terjadi pada suhu ruang dan pada penyimpanan suhu rendah (Kader et al., 1989).


(21)

7

Menurut Shiesh (1987), laju produksi etilen belimbing adalah 0.1-1.0 mg/kg/jam,

termasuk buah yang memiliki laju produksi etilen paling kecil dibandingkan buah lainnya. Demikian juga laju respirasi yang terjadi tidak berjalan dengan cepat dan tidak perlu perlakuan khusus untuk memperpanjang umur simpan dan mempertahankan mutu dengan baik. Namun tetap diperhatikan kondisi pengaturan laju respirasi seperti suhu ruang penyimpan serta jenis dan model kemasannya. Laju produksi etilen buah belimbing termasuk rendah, pada suhu 20 oC produksinya <3 µl C2H4/kg.h (bergantung pada tingkat kematangan). Produksi etilen

tertinggi terjadi setelah 20 hari penyimpanan pada suhu 20 oC dan akan berhubungan dengan kerusakan buah. Laju respirasi buah belimbing seperti pada Tabel 3, laju respirasi ini berbeda bergantung pada jenis atau varietas buah dan tingkat kematangannya (Shiesh et al., 1987).

Tabel 3. Laju respirasi buah belimbing

No. Temperatur (oC) Laju respirasi (mg CO2/kg.h)

1. 5 10 - 19

2. 10 15 - 29

3. 15 19 - 34

4. 20 37 - 92

Sumber: Shiesh et al., 1987

D.

Pengemasan dan Penyimpanan Buah Segar

Menurut Sacharow dan Griffin (1980), Pengemasan pangan adalah suatu rancangan struktur yang digunakan sebagai wadah produk pangan yang ditujukan untuk mempermudah transportasi, melindungi produk dari kontaminasi, melindungi produk dari kerusakan atau degradasi, serta sarana yang tepat unuk penjualan produk. Pengemasan buah-buahan dan sayuran adalah usaha untuk menempatkan komoditas ke suatu wadah yang memenuhi syarat sesuai kriteria buah dan sayur, sehingga mutunya tetap terjaga dan akhirnya saat komoditas tersebut diterima konsumen memiliki nilai jual yang tinggi. Bahan kemasan memberikan kontribusi yang besar terhadap pemasaran buah-buahan dan sayuran segar apabila mampu menahan kehilangan air (Sacharow dan Griffin, 1980). Salah satu cara menahan kadar air dengan melakukan penyimpanan di tempat dingin, buah belimbing dapat bertahan selama 3-4 minggu yang disimpan pada suhu 5-10 oC dan tahan selama 4-5 hari untuk penyimpanan pada suhu 20 oC.

Penyimpanan dingin adalah proses pengawetan bahan dengan cara pendinginan dibawah suhu optimum penyimpanan dan diatas titik bekunya. Penyimpanan pada suhu rendah mampu mempertahankan kualitas bahan dan memperpanjang masa simpan hasil pertanian karena dapat menurunkan proses respirasi, memperkecil transpirasi dan menghambat mikroba. Akan tetapi perlu diperhatikan terjadinya chilling injury selama penyimpanan dingin untuk buah buahan.

chillinginjury (CI) pada buah belimbing muda yang disimpan pada suhu 5 oC terjadi setelah 5 minggu penyimpanan (Wan dan Lam, 1984). Gejala CI tersebut terjadi ketika buah dikembalikan pada suhu ruang, dimana terjadinya peningkatan laju kehilangan air dan perubahan warna kulit. Selain itu tekstur buah mengalami perubahan yang sangat cepat oleh modifikasi dinding sel akibat aktivitas enzim. Batas kritis penyimpanan dingin adalah pada suhu 10 oC karena penyimpanan pada suhu 15 oC menunjukkan tidak ada pengaruh pada pematangan buah, sedangkan penyimpanan pada suhu yang lebih rendah mempercepat terjadinya CI (Ali et al., 2004).


(22)

8

Gambar 4. Kerusakan belimbing selama penyimpanan dingin Sumber : Google (picture).com

E.

Konsentrasi Gas O

2

dan

CO

2

dalam Kemasan Plastik

Penyimpanan buah dalam plastik kemasan merupakan sistem dinamis, dimana oksigen secara terus menerus digunakan buah untuk melakukan respirasi dan menghasilkan gas CO2.

Akibat terjadinya perbedaan kandungan O2 antara bagian dalam dan luar kemasan maka O2

akan masuk ke dalam kemasan dan CO2 akan keluar dari kemasan (Deily dan Rizvi, 1981).

Menurut Zagory dan Kader (1988), kandungan O2 yang terdapat di dalam kemasan

sebesar 2-5%, sedangkan kandungan CO2 tidak melebihi 16-19% karena dapat menimbulkan

kerusakan pada produk segar. Permeabilitas film kemasan plastik terhadap CO2 sebaiknya

berkisar 3-5 kali dibanding permeabilitas O2. Tabel 4 menunjukkan permeabilitas beberapa

jenis film.

Tabel 4. Permeabilitas plastik film menurut jenisnya

Jenis plastic Tebal (mm)

Permeabilitas (ml.mil/m2.jam)

Nisbah O2:CO2 (β)

O2 CO2

PVC 0.95 1033 389 0.38

OPP 1 3007 1282 0.43

LDPE 0.99 1002 3600 3.59

PP 0.61 229 656 2.86

strecth film 0.57 4143 6226 1.5

Sumber :Gunadya (1992), (pengukuran pada suhu ruang)

Mannapperuma et al. (1989) mendapatkan hubungan matematik antara konsentrasi gas O2 dan CO2 untuk mendapatkan permeabilitas yang sesuai sebagai berikut :

X2 = C2 +

β (C1 – X1 )

……….………..(1)

dimana, x : konsentrasi gas dalam kemasan (%)

c : konsentrasi gas udara sekitar (%)

β : nisbah permeabilitas CO2 dengan O2 dari film kemasan

R : laju respirasi (ml gas/ kg.jam)

Semakin besar nilai permeabilitas suatu film kemasan maka proses pertukaran udara sekitar dan gas yang terkandung di dalam buah akan semakin cepat, sehingga proses respirasi dan sistem metabolisme lainnya di dalam buah ikut terjadi pula.


(23)

9

F.

Jenis Kemasan Film untuk Produk Segar

Beberapa jenis kemasan plastik yang dikenal adalah polietilen, polipropilen, poliester, nilon dan vinil film. Jenis plastik yang banyak digunakan untuk berbagai tujuan kemasan (60% dari penjualan plastik yang ada di dunia) adalah polistiren, polietilen dan polivinil klorida. Wadah yang digunakan dalam pengemasan bahan pangan terdapat dua macam, yaitu wadah utama atau wadah yang langsung berhubungan dengan bahan pangan dan wadah kedua atau wadah yang tidak langsung berhubungan dengan bahan pangan. Wadah utama harus bersifat non toksik (tidak beracun) dan inert (kedap) sehingga tidak terjadi reaksi kimia dapat menyebabkan perubahan warna, flavour dan perubahan lainnya. Selain itu, untuk wadah utama biasanya diperlukan syarat-syarat tertentu bergantung pada jenis makanannya, misal melindungi makanan dari kontaminasi, melindungi kandungan air dan lemak, mencegah masuknya bau dan gas, melindungi makanan dari sinar matahari, tahan terhadap tekanan atau benturan dan transparan (Winarno, 1983).

Jenis kemasan film yang banyak digunakan untuk pengemas produk pangan seperti buah-buahan segar disajikan berikut ini.

(1) Polietilen (PE)

Polietilen merupakan film yang lunak, transparan dan fleksibel, mempunyai kekuatan benturan serta kekuatan sobek yang baik. Polietilen adalah polimer dari monomer etilen yang dibuat dengan proses polimerisasi adisi dari gas etilen yang diperoleh dari hasil samping industri minyak dan batubara (Winarno dan Jenie, 1983). Proses polimerisasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu polimerisasi dalam bejana bertekanan tinggi (1000-300 atm) menghasilkan molekul makro dengan banyak percabangan yakni campuran dari rantai lurus dan bercabang. Cara kedua, polimerisasi dengan bejana bertekanan rendah (10-40 atm) menghasilkan molekul makro berantai lurus dan tersusun paralel. Dengan pemanasan akan menjadi lunak dan mencair pada

suhu 1100C. Berdasarkan sifat permeabilitasnya yang rendah serta sifat-sifat mekaniknya yang baik, polietilen mempunyai ketebalan 0.001 sampai 0.01 inci, yang banyak digunakan sebagai pengemas makanan, karena sifatnya yang thermoplastik, polietilen mudah dibuat kantung dengan derajat kerapatan yang baik (Sacharow dan Griffin, 1980). Konversi etilen menjadi polietilen (PE) secara komersial semula dilakukan dengan tekanan tinggi, namun ditemukan cara tanpa tekanan tinggi. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

n(CH2 = CH2) (-CH2-CH2-)n etilen polimerisasi ploietilen Sifat-sifat polietilen adalah :

(a) Penampakannya bervariasi dari transparan, berminyak sampai keruh (translusid) tergantung proses pembuatan dan jenis resin.

(b) Fleksible sehingga mudah dibentuk dan mempunyai daya rentang yang tinggi.

(c) Heat seal (dapat dikelim dengan panas), sehingga dapat digunakan untuk laminasi dengan bahan lain. Titik leleh 120 oC.

(d) Tahan asam, basa, alkohol, deterjen dan bahan kimia. (e) Kedap terhadap air, uap air dan gas.

(f) Dapat digunakan untuk penyimpanan beku hingga suhu -50 oC.

(g) Transmisi gas tinggi sehingga tidak cocok untuk pengemasan bahan yang beraroma.


(24)

10

(i) Mudah lengket sehingga sulit dalam proses laminasi, tapi dengan bahan antiblok sifat ini dapat diperbaiki, serta

(j) Dapat dicetak.

LDPE (Low Density Polietilen) dihasilkan dengan cara polimerisasi pada tekanan tinggi, mudah dikelim dan harganya murah. Dalam perdagangan dikenal dengan nama alathon, dylan dan fortiflex. Kekakuan dan kuat tarik dari LDPE lebih rendah daripada HDPE (High Density Polietilen) (modulus Young 20.000-30000 psi, dan kuat tarik 1200-2000 psi), tapi karena LDPE memiliki derajat elongasi yang tinggi (400-800%). Plasik ini mempunyai kekuatan terhadap kerusakan dan ketahanan untuk putus yang tinggi, serta titik lelehnya berkisar antara 105-115 oC. Jenis ini biasanya untuk film, mangkuk, botol dan wadah atau kemasan ( Mimi, 2002).

(2) Polipropilen (PP)

Menurut Brody (1972), polipropilen adalah sebuah polimertermo-plastik yang dibuat oleh industri kimia dan digunakan dalam berbagai aplikasi, diantaranya pengemasan buah atau sayuran, tekstil (contohnya tali, pakaian dalam, termal, dan karpet), alat tulis, berbagai tipe wadah daur ulang serta bagian plastik, perlengkapan laboratorium, pengeras suara, komponen otomotif, dan uang kertas polimer. Polimer adisi yang terbuat dari propilena monomer, permukaannya tidak rata serta memiliki sifat resistan yang tidak biasa terhadap kebanyakan pelarut kimia, basa dan asam. Polipropena biasanya didaur-ulang, dan simbol daur ulangnya adalah nomor "5". Polipropilen memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

(a) Ringan, mudah dibentuk, transparan dan jernih dalam bentuk film. Tetapi dalam bentuk kemasan kaku maka PP tidak transparan.

(b) Kekuatan terhadap tarikan lebih besar dibandingkan PE.

(c) Pada suhu rendah akan rapuh.

(d) Dalam bentuk murni pada suhu -30°C mudah pecah sehingga perlu ditambahkan PE

atau bahan lain untuk memperbaiki ketahanan terhadap benturan.

(e) Tidak dapat digunakan untuk kemasan beku.

(f) Lebih kaku dari PE dan tidak mudah sobek sehingga dalam penanganan dan distribusi.

(g) Permeabilitas uap air rendah, permeabilitas gas sedang.

(h) Tidak baik untuk mengemas produk yang peka terhadap oksigen.

(i) Tahan terhadap suhu tinggi sampai 150°C, sehingga dapat digunakan untuk

mengemas produk pangan yang memerlukan proses sterilisasi. (j) Tahan terhadap asam kuat, basa dan minyak.

(k) Pada suhu tinggi PP akan bereaksi dengan benzene, silken, toluene, terpentin asam nitrat kuat.

(3) Polistiren (PS)

Polistiren banyak digunakan untuk mengemas buah-buahan dan sayuran karena memiliki permiabilitas yang tinggi terhadap air dan gas. PS memiliki sifat umum sebagai berikut:

(a) Lentur dan tidak mudah sobek.

(b) Titik lebur 88°C, akan melunak pada suhu 90 - 95°C. (c) Tahan terhadap asam dan basa, kecuali asam pengoksidasi.


(25)

11

(d) Akan terurai dengan ester, keton, hidrokarbon aromatik, klorin dan alkohol dengan konsentrasi yang tinggi.

(e) Memiliki permeabilitas yang sangat tinggi terhadap gas dan uap air, sehingga sangat sesuai untuk mengemas bahan-bahan segar.

(f) Memiliki afinitas yang tinggi terhadap debu.

(g) Baik untuk bahan dasar laminasi dengan logam (aluminium)

(4) Selulose Asetat (CA)

Selulose asetat memiliki sifat: (a) Sensitif terhadap air.

(b) Akan terdekomposisi olah asam kuat, basa kuat alkohol dan ester. (c) Tidak mudah mengkerut bila dekat api.

(d) Sangat jernih, mengkilap, agak kaku dan mudah sobek.

(e) Terhadap benturan maka selulosa asetat lebih tahan dibandingkan HDPE namun lebih lebih lemah bila dibandingkan dengan selulosa propionate.

(f) Tidak cocok untuk mengemas produk beku karena CA mudah rapuh pada suhu rendah.


(26)

12

III. METODOLOGI PENELITIAN

A.

Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian mulai Februari hingga April 2011.

B.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan baku utama dan bahan

tambahan lainnya. Bahan baku utama yang digunakan adalah buah belimbing Dewa yang diperoleh dari Koperasi Belimbing Depok, dengan indeks 4 berwarna kuning dominan dibandingkan hijau, buah matang dan sesuai untuk diekspor melalui udara, dengan berat rata-rata 350 gram. Buah dibawa ke laboratorium dengan menggunakan kardus pada suhu ruang dan terlindung dari sinar matahari. Untuk bahan pengemas digunakan plastik polietilen densitas rendah (LDPE), polietilen densitas tinggi (HDPE), dan polipropilen (PP) dengan tebal 0.1 mm. Alat yang digunakan yaitu continuous gas analyzer untuk mengukur laju respirasi gas O2 dan

CO2. Rheometer mengukur kekerasan buah pada titik tertentu pada bagian buah, chromameter

berfungsi untuk melihat perubahan warna, dan refratometer berguna untuk mengetahui total padatan terlarut pada buah belimbing. Alat penunjang lainnya yaitu pisau, impulse sealer, timbangan digital, dan refrigerator.

C.

Tahapan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, sebelumnya buah belimbing disortasi berdasarkan ukuran, berat, dan warna yang homogen. Kemudian belimbing dibersihkan menggunakan thiobendazole dengan cara direndam selama satu menit dan dibilas dengan air bersih, seperti ditunjukkan pada Gambar 5, dengan berikut ini.

(1) Pengemasan dan penyimpanan belimbing

Buah belimbing dikemas dengan tiga jenis plastic kemasan berbeda, yaitu LDPE, HDPE, dan PP. Plastik dipotong dan direkatkan dengan menggunakan alat impulse sealer, sehingga terbentuk kantung persegi panjang sebagai kemasan buah belimbing. Ukuran kantung yang dibuat dengan panjang 36 cm dan lebar 25 cm. Tahap selanjutnya proses penyimpanan pada tiga suhu yang berbeda, yaitu 5 oC, 10 oC, dan ruang.

(2) Pemilihan Kemasan

Pemilihan kemasan dilakukan berdasarkan pada hasil pengamatan terhadap penurunan mutu yang minimal dan umur simpan yang optimum. Penurunan mutu ditentukan berdasarkan pengaruh perlakuan terhadap perubahan parameter mutu seperti susut bobot, warna, total padatan terlarut, kekerasan, serta penilaian organoleptik. Sedangkan umur simpan ditentukan menurut batas penerimaan panelis dalam uji organoleptik. Pendugaannya dihitung berdasarkan parameter mutu yang paling berpengaruh dan korelasi batas penerimaan panelis. Secara keseluruhan pemilihan kemasan juga didasarkan pada perubahan konsentrasi O2 dan CO2 kesetimbangan yang dapat dicapai oleh penggunaan masing-masing perlakuan


(27)

13

Gambar 5. Diagram alir proses penelitian

D.

Pengamatan

a. Laju respirasi

Pengukuran respirasi dilakukan dengan membuat dua lubang pada kemasan, kemudian dipasang selang pengukur konsentrasi gas CO2 dan O2. Buah belimbing dimasukan ke dalam

stoples untuk menghindari lepasnya selang pada kemasan, tutup stoples dilubangi sebesar ¼ inchi untuk memasukkan selang plastik. Untuk tujuan yang sama, celah antara selang dan tutup botol dilapisi lilin (malam). Untuk mengetahui konsentrasi gas CO2 dan O2 maka dua

selang tersebut dihubungkan dengan continuous gas analyzer.

Pengukuran konsentrasi gas CO2 dan O2 dilakukan setiap 3 jam pada hari pertama, 6 jam

pada hari kedua, 9 jam pada hari ketiga, 12 jam pada hari keempat, dan 24 jam pada hari selanjutnya. Data yang diperoleh pada pengukuran ini berupa perubahan konsentrasi gas O2

Pembersihan dan sortasi buah

Kemasan PP (36x25) cm2 Kemasan LDPE

(36x25) cm2

Kemasan HDPE (36x25) cm2

Disimpan pada suhu 5 oC, setiap kemasan berisi tiga buah belimbing, terdapat 10 kemasan

Disimpan pada suhu 10 oC, setiap kemasan berisi tiga buah belimbing, terdapat 10 kemasan

Disimpan pada suhu ruang, setiap kemasan berisi tiga buah belimbing terdapat 10 kemasan (kontrol) Pengemasan

Penyimpanan

Pengamatan : Laju respirasi, susut bobot, warna, kekerasan, TPT, dan organoleptik

Pemilihan Jenis Kemasan

Verifikasi Analisis


(28)

14

dan CO2 yang diukur pada suhu 5°C, 10°C dan ruang. Laju respirasi dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan Mannaperumma dan Singh, 1989 :

……..……….. (2) Dimana : R = laju respirasi (ml/kg/jam)

V = volume bebas (ml) W = berat sampel (kg)

dx/dt = perubahan konsentrasi gas terhadap waktu (% / jam)

b. Susut bobot

Susut bobot dilakukan dengan menggunakan timbangan digital. Buah belimbing yang telah dikemas dengan tiga jenis kemasan yang berbeda, diamati perubahan bobot awal hingga terjadinya penurunan bobot nya. Pengamatan dilakukan dimulai pada hari ke– 0 sampai hari ke– 10.

Penurunan susut bobot dilakukan berdasarkan persentase penurunan berat bahan sejak awal penyimpanan sampai akhir penyimpanan. Persamaan yang digunakan untuk menghitung susut bobot adalah sebagai berikut:

………...(3) Dimana : W = bobot bahan awal penyimpanan (gram)

Wa = bobot bahan akhir penyimpanan (gram)

c. Perubahan Warna

Pengujian warna menggunakan chromameter minolta tipe CR 310. Data warna

dinyatakan dengan nilai L (kecerahan), nilai a (merah-hijau) dan nilai b (kuning-biru). Nilai L menyatakan kecerahan yaitu cahaya pantul yang menghasilkan warna akromatik putih, abu-abu dan hitam, bernilai 0 untuk warna hitam dan 100 untuk warna putih. Nilai L yang semakin besar menunjukkan warna buah yang semakin semakin pucat. Nilai a menyatakan warna akromatik merah-hijau, bernilai +a dari 0-60 untuk warna merahdan bernilai –a dari 0-(-60) untuk warna hijau. Nilai b menyatakan buah warna akromatik kuning-biru, bernilai +b dari 0-60 untuk warna kuning dan bernilai –b dari 0-(-60) untuk warna biru.

d. Perubahan kekerasan

Uji kekerasan diukur berdasarkan tingkat ketahanan buah terhadap jarum penusuk dari

rheometer shimadzu model CR 300. Alat diatur pada kedalaman 5 mm dengan beban maksimum 2 kg. Uji kekerasan dilakukan pada tiga titik yang berbeda, yaitu pada bagian pangkal buah, tengah, dan ujung bagian dari buah dengan tiga kali pengulangan tiap dua hari sekali selama 10 hari lalu diambil rataannya. Pengukuran kekerasan dilakukan untuk perlakuan penyimpanan pada suhu 5 0C, 10 0C, dan ruang.

e. Total padatan terlarut

Pengukuran total padatan terlarut dilakukan dengan menggunakan refraktometer. Buah belimbing dihancurkan kemudian dilakukan pengukuran kadar gula. Perlakuan dilakukan tiga kali ulangan terhadap masing-masing sampel. Besarnya nilai total padatan terlarut dinyatakan


(29)

15

dalam satuan °Brix. Pengamatan yang dilakukan terhadap buah dengan penyimpanan selama 10 hari pada suhu 5 oC, 10 oC, dan ruang.

f. Uji Organoleptik

Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan panelis terhadap perubahan mutu buah belimbing selama percobaan. Pengujian dilakukan selama penyimpanan pada suhu 5 oC, 10 oC, dan ruang terhadap skor hedonic untuk parameter warna, rasa, kekerasan, aroma, dan kesukaan. Skor hedonik yang digunakan dengan skala 1-5, dimana skor 1 (sangat tidak suka); 2 (tidak suka); 3 (biasa); 4 (suka); 5(sangat suka). Panelis yang digunakan sebanyak 10 orang dengan batas penerimaan panelis pada skor 3.

E.

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dan factorial dengan tiga kali ulangan perlakuan. Factor perlakuan yang digunakan adalah K (jenis kemasan), yaitu K1 (kemasan LDPE), K2 (kemasan HDPE), dan K3 (kemsasan PP). Sedangkan faktor perlakuan suhu (T), yaitu T1 (suhu 5 oC), T2 (suhu 10 oC), dan T3 (suhu ruang).

Kombinasi perlakuan dua faktor tersebut adalah K1T1, K1T2, K1T3, K2T1,K2T2,K2T3, K3T1,K3T1,K3T2,K3T3.

Model umum dari rancangan percobaan tersebut adalah :

Yijk = µ + Ki + Bj (KB)ij + Cijk ……….……….……(4)

Dimana : Yijk = Pengamatan perlakuan K ke i dan B ke j pada ulangan ke k

µ = Nilai rata-rata harapan Ki = Perlakuan K ke i

Bj = Perlakuan B ke j

(KB)ij =Interaksi K ke i dan B ke j

Cijk = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan K ke i dan B ke j pada ulangan

ke k

i = 1,2,3 (jenis kemasan)

j = 1,2,3 (suhu)

k = 1,2,3 (ulangan)

Analisis data didasarkan pada analisis sidik ragam untuk mengetahui pengaruh dan interaksi perlakuan, serta dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata


(30)

16

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Perubahan Konsentrasi O

2

dan CO

2

dalam Kemasan

LDPE mempunyai densitas antara 0.915 hingga 0.939 g/cm3 dan HDPE sebesar 0,940 g/cm3,

dimana densitas berpengaruh terhadap laju pertukaran udara luar dan dalam dari produk yang dikemas, pelepasan uap air, dan perubahan fisik maupun kimiawi (Hui, 1992 di dalam Mimi, 2002).

Pengukuran rata-rata konsentrasi O2 buah belimbing selama 10 hari tidak terdapat perbedaan

yang nyata pada suhu 5 oC dan 10 oC, ditunjukkan dengan hasil rata-rata laju penurunan konsentrasi O2 selama penyimpanan pada suhu dan kemasan berbeda. Konsentrasi awal gas O2

sebesar 21% yang merupakan kesetimbangan konsentrasi di udara, hingga buah belimbing mencapai kesetimbangan pada jam ke- 112 dengan rata-rata konsentrasi 19.80%, sedangkan kesetimbangan konsentrasi O2 pada suhu ruang terjadi lebih awal yaitu pada jam ke- 76 dengan

rata-rata konsentrasi 19.60% (Gambar 6, 7, 8), data konsentrasi gas O2 pada Lampiran 1a, 1b, dan

1c. Buah belimbing yang memiliki laju penurunan konsentrasi O2 paling lambat yaitu LDPE dan

PP, dapat dilihat Tabel 5 pada suhu 5 oC, 10 oC, dan ruang persamaan laju penurunan konsentrasi O2 terhadap waktu. Kemasan PP yang disimpan pada suhu 5

o

C dan 10 oC tidak terjadi penurunan yang jauh terhadap konsentrasi gas yang terjadi, dikarenakan sifat porositas plastik dari kemasan PP yang tidak mudah berubah meskipun terdapat pengaruh suhu lingkungan yang berbeda. Buah

belimbing dengan kemasan HDPE memiliki laju konsumsi O2 paling tinggi pada suhu

penyimpanan 5 oC dan 10 oC, akan tetapi pada suhu ruang tidak terjadi perbedaan dibandingkan kemasan lain. Konsentrasi O2 yang dihasilkan tidak terlalu tinggi nilainya, namun pada suatu saat

akan tetap terjadi respirasi anaerob (fermentasi), dimana terjadinya pembusukan terhadap buah yang disimpan akibat akumulasi gas O2 terlalu banyak dalam penyimpanan yang lama

(Lakakul et al., 1999).

Gambar 6. Konsentrasi gas O2 buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan

pada suhu 5 oC

19,5 20 20,5 21 21,5

0 18 36 54 72 90 108 126 144 162 180 198 216 234 252

LDPE PP HDPE

Ko

n

sen

trasi

O

2

(

%

)


(31)

17

Gambar 7. Konsentrasi gas O2 buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan

pada suhu 10 oC

Gambar 8. Konsentrasi gas O2 buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan

pada suhu ruang

Untuk konsentrasi gas CO2 pada buah belimbing mengalami peningkatan hingga mencapai

kesetimbangan, dimana masih terjadinya proses respirasi dan produksi gas CO2 selama

penyimpanan. Nilai konsentrasi awal gas CO2 di udara yaitu 0.03%, hingga mencapai

kesetimbangan rata-rata tertinggi pada suhu 5 oC, 10 oC, dan ruang sebesar 1.7%, 4.46%, dan 5.4% . Jika dibandingkan nilai rata-rata konsentrasi CO2 pada berbagai suhu (Gambar 9, 10, dan

11) tidak terlihat perbedaan jauh terhadap masing-masing kemasan. Buah belimbing dengan kemasan LDPE pada suhu 5 oC memiliki laju konsentrasi gas CO2 paling lambat, sedangkan yang

paling tinggi terjadi pada penyimpanan suhu 10 oC dengan kemasan HDPE (Tabel 6). Menurut Allende et al. (2004), bahwa akumulasi konsentrasi gas CO2 lebih dari 10% maka dapat

menumbuhkan mikroba pada buah segar. Pada masing-masing kemasan terlihat laju konsentrasi gas CO2 lebih cepat dibandingkan laju konsentrasi gas O2, untuk menghindari penumpukan gas

CO2 sehingga buah belimbing dapat disimpan lebih lama. Data konsentrasi gas CO2 selama

penyimpanan pada Lampiran 2a, 2b, dan 2c.

Penelitian ini menunjukkan laju perubahan konsentrasi gas pada berbagai suhu tidak mengalami perbedaan yang jauh selama penyimpanan, berdasarkan ketiga jenis film kemasan,

19,5 20 20,5 21 21,5

0 18 36 54 72 90 108 126 144 162 180 198 216 234 252

LDPE PP HDPE Ko n sen tr asi O2 ( %) Waktu (jam) 19 19,5 20 20,5 21 21,5

0 18 36 54 72 90 108 126 144 162 180 198 216 234 252

LDPE PP HDPE Ko n sen tr asi O2 ( %) Waktu (jam)


(32)

18

HDPE paling cepat melakukan pertukaran gas dibandingkan LDPE dan PP sehingga belimbing lebih cepat mengalami pematangan dan pembusukan. Hal ini disebabkan sifat kemasan film yang digunakan berbeda pada masing-masing belimbing, sehingga terjadi perbedaan dalam menghambat pertukaran gas antara belimbing dan lingkungan sekitar. Dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Harianto (1994) menggunakan atmospher termodifikasi dalam kemasan buah belimbing, dimana hasil konsentrasi O2 maupun CO2 yang diperoleh juga tidak

terjadi perbedaan yang signifikan pada suhu 5 oC dan 10 oC. Semakin besar kemampuan kemasan plastik memperlambat laju pertukaran gas antara buah dan lingkungan sekitar, maka dapat memperlambat proses respirasi, memperkecil proses transpirasi dan menghambat berkembangnya mikroba (Deily dan Rezvi, 1981). Permeabilitas plastik film kemasan menjadi salah satu faktor utama, semakin rendah permeabilitas suatu kemasan maka laju respirasi dan konsentrasi gas tersedia semakin cepat bereaksi.

Gambar 9. Konsentrasi gas CO2 buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan

pada suhu 5 oC

Gambar 10. Konsentrasi gas CO2 buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan

pada suhu 10 oC

0 0,75 1,5 2,25 3 3,75 4,5

0 18 36 54 72 90 108 126 144 162 180 198 216 234 252

LDPE PP HDPE Ko n sen tr asi C O2 ( %) Waktu (jam) 0 0,75 1,5 2,25 3 3,75 4,5

0 18 36 54 72 90 108 126 144 162 180 198 216 234 252

LDPE PP HDPE Ko n sen tr asi C O2 ( %) Waktu (jam)


(33)

19

Gambar 11. Konsentrasi gas CO2 buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan

pada suhu ruang

Tabel 5. Laju konsumsi gas O2 buah belimbing dalam kemasan pada berbagai suhu

Suhu (oC)

Jenis

kemasan Persamaan (O2) R2 dy/dt

5 LDPE y = 21.11e-0.01x 0.963 -0.2111 e-0.01x

HDPE y = 21.13e-0.01x 0.952 -0.2113 e-0.01x

PP y = 21.14e-0.01x 0.951 -0.2114 e-0.01x

10 LDPE y = 21.09e-0.01x 0.951 -0.2109 e-0.01x

HDPE y = 21.11e-0.01x 0.909 -0.2111 e-0.01x

PP y = 21.06e-0.01x 0.884 -0.2106 e-0.01x

ruang LDPE y = 21.08e-0.01x 0.918 -0.2108 e-0.01x

HDPE y = 21.22e-0.01x 0.959 -0.2122 e-0.01x

PP y = 20.96e-0.01x 0.808 -0.2096 e-0.01x

Tabel 6. Laju produksi gas CO2 buah belimbing dalam kemasan dengan berbagai suhu

Suhu (oC)

jenis

kemasan Persamaan (CO2) R2 dy/dt

5 LDPE y = 0.026e0.751x 0.826 0.019 e0.751x

HDPE y = 0.037e0.897x 0.761 0.033 e0.897x

PP y = 0.025e0.864x 0.836 0.022 e0.864x

10 LDPE y = 0.016e1.490x 0.808 0.024 e1.490x

HDPE y = 0.018e1.490x 0.769 0.027 e1.490x

PP y = 0.016e1.469x 0.814 0.024 e1.469x

ruang LDPE y = 0.088e0.076x 0.782 0.006 e0.076x

HDPE y = 0.104e0.069x 0.711 0.007 e0.069x

PP y = 0.088e0.073x 0.779 0.006 e0.073x

0 1 2 3 4 5 6

0 18 36 54 72 90 108 126 144 162 180 198 216 234 252

LDPE PP HDPE

Ko

n

sen

tr

asi

C

O2

(

%)


(34)

20

B. Perubahan Laju Respirasi

P

engukuran laju repisrasi buah belimbing dilakukan pada suhu dan kemasan yang berbeda. Laju respirasi yang rendah biasanya diikuti dengan umur simpan yang panjang. Hasil pengamatan menunjukkan rata-rata laju konsumsi gas O2 paling rendah pada buah belimbing dengan kemasan

LDPE, HDPE, dan PP selama 10 hari yaitu 0.163 ml O2/ kg.jam, 0.409 ml O2/ kg.jam, dan

0.201 ml O2/ kg.jam. Kemasan LDPE dan PP memiliki nilai laju respirasi paling rendah, hal ini

terkait dengan sifat permeabilitas yang ditunjukan pada Tabel 4 menurut Gunadya (1992) bahwa kemasan plastik PP dan LDPE mengalami pertukaran gas lebih lambat dibandingkan kemasan lainnya, sehingga buah belimbing lebih cepat melakukan proses respirasi dan metabolisme selama penyimpanan.

Nilai rata-rata laju konsumsi gas O2pada suhu ruang lebih tinggi dibandingkan suhu 5 oC dan

10 oC (Gambar 12, 13, dan 14). Laju respirasi pada suhu ruang kemasan LDPE, HDPE, dan PP

yaitu 0.493 ml O2/ kg.jam, 0.435 ml CO2/ kg.jam, dan 0.473 ml O2/ kg.jam, sedangkan pada suhu

5 oC sebesar 0.163 ml O2/ kg.jam, 1.040 ml O2/ kg.jam, dan 0.202 ml O2/ kg.jam. Nilai penurunan

gas O2 berbanding lurus dengan laju respirasi, dimana penurunan gas O2 terhadap waktu pada

suhu ruang lebih besar 2 kali lipat dibandingkan penyimpanan pada suhu 5 oC dan 10 oC (Tabel 5). Hal ini terkait dengan suhu lingkungan yang terlalu tinggi dan sifat permeabilitas dapat membuat buah belimbing mempercepat laju perpindahan gas, sehingga terjadinya pematangan buah lebih cepat dan umur simpan belimbing menjadi lebih pendek. Jenis kemasan yang cocok untuk suhu 5 oC dan 10 oC yaitu LDPE dan PP, karena memiliki nilai laju respirasi paling rendah yaitu 0.163 ml O2/ kg.jam dan 0.298 ml O2/ kg.jam. Faktor-faktor yang mengakibatkan

penurunan laju respirasi gas O2 yaitu jumlah oksigen yang diterima, jumlah panas yang

dihasilkan, jumlah energi (ATP) yang dihasilkan, jumlah substrat yang hilang (Deily dan Rezvi, 1981). Shiesh et al. (1987) menyatakan bahwa laju respirasi yang terjadi pada belimbing tidak cepat menurun. Oleh karena itu untuk memperpanjang umur simpan dibutuhkan suhu ruang penyimpanan dan kemasan yang sesuai.

Gambar 12. Laju Respirasi O2 buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan

pada suhu 5 oC

0 0,5 1 1,5 2

0 18 36 54 72 90 108 126 144 162 180 198 216 234 252

LDPE PP HDPE

L

aj

u

r

esp

ir

asi (

O2

/k

g

.j

am

)


(35)

21

Gambar 13. Laju Respirasi O2 buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan

pada suhu 10 oC

Gambar 14. Laju Respirasi O2 buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan

pada suhu ruang

Untuk laju produksi gas CO2yang terjadi pada berbagai suhu mengalami peningkatan di

awal penyimpanan. Akan tetapi mengalami penurunan secara perlahan selama penyimpanan, tepatnya pada hari ke-4 laju produksi CO2 mulai terjadi kesetimbangan (Gambar 15, 16, dan 17).

Laju produksi CO2 tertinggi pada suhu 5 oC dan 10 oC terjadi pada jam ke- 18 dengan kemasan

HDPE sebesar 1.494 ml CO2/ kg.jam dan 3.800 ml CO2/ kg.jam.Dalam perlakuan yang sama jika

d

ibandingkan dengan kemasan PP, laju produksi tertinggi terjadi pada jam ke-30 sebesar 0.563 ml CO2/ kg.jam dan pada suhu 10

o

C sebesar 2.303 ml CO2/ kg.jam.Terlihat jelas bahwa

kemasan PP dan LDPE lebih dapat memperlambat laju produksi buah belimbing selama penyimpanan dengan perlakuan yang sama. Nilai rata-rata laju produksi CO2 paling cepat terjadi

pada kemasan HDPE pada suhu ruang yaitu 2.624 ml CO2/ kg.jam, dan yangpaling lambat terjadi

pada kemasan PP pada suhu 5 oC yaitu 0.195 ml CO2/ kg.jam, perbedaan ini disebabkan suhu

penyimpanan dan permeabilitas jenis kemasan yang rendah sehingga laju produksi CO2 menjadi

terhambat. Pengaruh dari suhu penyimpanan yang dapat merubah sifat fisik dari kemasan yang berupa porositas menjadi berbeda. Untuk mengetahui sifat respirasi buah belimbing yang terjadi di dalam kemasan dapat dilihat dari nilai RQ yang dihitung.

0 0,5 1 1,5 2

0 18 36 54 72 90 108 126 144 162 180 198 216 234 252

LDPE PP HDPE L aj u r esp ir asi ( m l O2 / k g .j am ) Waktu (jam) 0 0,5 1 1,5 2

0 18 36 54 72 90 108 126 144 162 180 198 216 234 252

LDPE PP HDPE L aj u r esp ir asi (m l O 2 / k g .j am ) Waktu (jam)


(36)

22

Gambar 15. Laju Respirasi CO2 buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan

pada suhu 5 oC

Gambar 16. Laju Respirasi CO2 buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan

pada suhu 10 oC

Gambar 17. Laju Respirasi CO2 buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan

pada suhu ruang

0 1 2 3 4

0 18 36 54 72 90 108 126 144 162 180 198 216 234 252

LDPE PP HDPE L aj u r esp ir asi ( m l C O2 / k g .j am ) Waktu (jam) 0 1 2 3 4

0 18 36 54 72 90 108 126 144 162 180 198 216 234 252

LDPE PP HDPE L aj u r esp ir asi ( m l C O2 / k g .j am ) Waktu (jam) 0 4 8 12 16

0 18 36 54 72 90 108 126 144 162 180 198 216 234 252

LDPE PP HDPE L aj u r esp ir asi ( m l C O2 / k g .j am ) Waktu (jam)


(37)

23

Menurut Kader and Saltveit (2003), nilai RQ (kuosien respirasi) berkisar antara 0.7 sampai 1.3 untuk repirasi aerob dan jika lebih dari 1, mengindikasikan buah melakukan fermentasi selama penyimpanan (repirasi anaerob). Jika terjadi respirasi anaerob selama penyimpanan, maka mikroba akan cepat berkembang dan mempercepat proses pembusukan. Nilai RQ rata-rata pada

buah belimbing selama penyimpanan suhu 5 oC mempunyai RQ berkisar antara 0.0 sampai 0.7.

Buah belimbing yang disimpan pada suhu 5 oC memiliki nilai RQ yang mendekati range respirasi aerob yaitu kemasan PP sebesar 0.647 pada jam ke- 64. Nilai RQ pada suhu 10 oC dengan kemasan LDPE dan PP berada di 0.8 sampai 1.5 sampai jam ke- 88, hal ini menunjukkan buah melakukan proses respirasi aerob selama penyimpanan sehingga dapat disimpan lebih lama. Sedangkan belimbing yang dikemas dengan HDPE memiliki nilai RQ berada diatas 2 (respirasi anaerob), faktor konsentrasi gas yang dikonsumsi maupun diproduksi dari buah belimbing dan permeabilitas plastik yang berbeda menjadi pengaruh perubahan tersebut. Pada suhu ruang nilai RQ yang dihasilkan lebih dari 1 sejak jam ke- 18 untuk semua jenis kemasan, yang berarti proses respirasi terjadi secara anaerob sehingga dapat mempercepat proses pembusukan pada buah. Nilai RQ pada suhu ruang antara 2 sampai 10, dan nilai RQ tertinggi terjadi pada kemasan HDPE sebesar 10.43 pada jam ke- 18. Sedangkan untuk buah belimbing yang dikemas dengan LDPE dan PP, nilai RQ tertinggi sebesar 5.84 dan 6.20 (Gambar 18,19, dan 20). Hasil ini menunjukkan dalam respirasi buah belimbing, menggunakan substrat yang mengandung oksigen (asam-asam organik). Untuk respirasi anaerob memerlukan O2 lebih sedikit dibandingkan respirasi aerob

untuk menghasilkan sejumlah CO2 yang sama sehingga RQ lebih besar dari 1 (Pantastico, 1986).

Buah belimbing dengan kemasan LDPE melakukan proses respirasi aerob lebih lama, berarti buah dapat disimpan lebih lama karena perkembangan mikroba dapat ditahan. Akan tetapi dibutuhkan parameter lainnya untuk menentukan kemasan yang cocok untuk mutu buah belimbing secara keseluruhan.

Gambar 18. Perubahan nilai RQ buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu 5 oC

0 0,2 0,4 0,6 0,8

0 18 36 54 72 90 108 126 144 162 180 198 216 234 252

LDPE PP HDPE

RQ


(38)

24

Gambar 19. Perubahan nilai RQ buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu 10 oC

Gambar 20. Perubahan nilai RQ buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu ruang

C. Pengaruh Jenis Kemasan Film Terhadap Perubahan Mutu Selama

Penyimpanan

1.

Susut Bobot

Kehilangan air pada buah dan sayuran selama penyimpanan menyebabkan penurunan mutu dan kerusakan. Kehilangan air yang banyak mempengaruhi perubahan fisik seperti pelayuan, pengkeriputan, dan penurunan bobot. Dari hasil data yang diperoleh pada berbagai suhu dan kemasan berbeda, susut bobot buah belimbing yang disimpan selama 10 hari tidak nyata perubahannya, dikarenakan pengaruh dari kemasan yang dapat menghambat proses transpirasi dari buah belimbing, seperti terlihat pada Gambar 21, 22, dan 23.

Pada suhu 5 oC dan 10 oC yang mengalami penurunan susut bobot paling cepat yaitu belimbing dengan kemasan HDPE, dengan nilai susut bobot sebesar 0.46% dan 0.007%, sedangkan nilai susut bobot buah belimbing paling rendah terjadi pada kemasan PP dengan nilai 0.15% dan 0.03%. Berbeda halnya pada penyimpanan suhu ruang, kemasan LDPE mengalami penurunan bobot lebih lambat dibandingkan kemasan lainnya, nilai susut bobot belimbing pada hari ke-10 yaitu 0.79%. Hal tersebut disebabkan suhu selama penyimpanan

0 2 4 6 8

0 18 36 54 72 90 108 126 144 162 180 198 216 234 252

LDPE PP HDPE

RQ

Waktu (jam)

-2 0 2 4 6 8 10 12

0 18 36 54 72 90 108 126 144 162 180 198 216 234 252

LDPE PP HDPE

RQ


(39)

25

berbeda, semakin rendah kelembaban lingkungan maka proses evaporasi dan transpirasi akan semakin tinggi yang terjadi pada buah belimbing. Kadar air yang terkandung akan menguap dan mengurangi bobot dari belimbing selama penyimpanan.

Hal ini diperkuat dengan hasil uji Duncan, perubahan bobot buah belimbing selama penyimpanan selama 10 hari tidak terjadi pengaruh nyata terhadap suhu dan kemasan yang berbeda (Lampiran 12). Nilai susut bobot yang diperoleh pada masing-masing kemasan tidak signifikan. Berkaitan dengan laju respirasi dan pengaruh konsentrasi, bahwa kemasan HDPE lebih cepat melakukan proses respirasi dan metabolisme. Berbeda dengan kemasan PP dan LDPE yang mampu mempertahankan kandungan air pada buah belimbing lebih lama. Pantastico (1975) menjelasakan bahwa faktor suhu penyimpanan yang tinggi mengakibatkan proses respirasi, pelepasan kandungan air dan metabolisme terhadap buah menjadi lebih cepat, kehilangan air mencapai 85-90% terhadap buah segar yang telah dipanen. Data uji susut bobot dapat dilihat pada Lampiran 3a, 3b, dan 3c.

Gambar 21. Susut bobot buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu 5 oC

Gambar 22. Susut bobot buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu 10 oC

0 0,2 0,4 0,6 0,8

0 2 4 6 8 10 12

LDPE PP HDPE Waktu (hari) Sus u t b o b o t (%) 0 0,05 0,1 0,15

0 2 4 6 8 10 12

LDPE PP HDPE Su su t b o b o t (%) Waktu (hari)


(40)

26

Gambar 23. Susut bobot buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu ruang

2.

Kekerasan

Kekerasan buah belimbing yang disimpan pada suhu 5 oC dan 10 oC mengalami kenaikan pada 0-6 hari dimulai sejak pengamatan kemudian mengalami penurunan kembali setelah itu. Hal ini disebabkan buah yang diamati berada pada indeks 4, dimana belimbing masih mengalami proses pematangan. Sehingga buah mengalami pemasakan selama proses pengamatan berlangsung sampai terjadi penurunan kembali terhadap kekerasan buah, dan juga adanya kandungan dari zat protopektin dalam sel buah yang tidak dapat terhidrolisis sehingga belimbing menjadi keras, sampai akhirnya berubah menjadi zat pektin yang terhidrolisis berupa cairan. Pada suhu 5 oC kemasan LDPE mengalami puncak kekerasan terlama yaitu pada hari ke-6 dengan nilai 0.38 kgf, sedangkan belimbing yang disimpan pada suhu 10 oC dengan kemasan PP mampu mempertahankan kekerasan buah sampai hari ke-8 dengan nilai kekerasan 0.437 kgf. Kekerasan buah belimbing yang disimpan pada suhu ruang mengalami kenaikan lebih cepat pada hari ke-2, kecuali belimbing yang dikemas dengan PP walaupun mengalami penurunan setelah hari ke-4. Pada hari ke 8 buah menunjukkan penurunan kekerasan yang jauh, diperkuat dengan hasil data kekerasan yang menurun secara bersamaan pada hari ke 6, dapat dilihat pada Gambar 24, 25, dan 26. Data perubahan kekerasan buah belimbing tersaji pada Lampiran 6. Pengaruh kekerasan buah belimbing selama penyimpanan berdasarkan Uji Duncan, untuk suhu ruang dengan kemasan PP memiliki pengaruh nyata dibandingkan

kemasan LDPE dan HDPE. Akan tetapi belimbing dengan kemasan PP pada suhu 5 oC dan 10

o

C tidak mengalami pengaruh yang nyata (Lampiran 13). Buah belimbing mengalami kenaikan dan penurunan kekerasan sampai akhirnya melunak yang menandai buah sudah busuk. Perubahan kekerasan berhubungan dengan kandungan air yang terdapat di dalam belimbing. Jika dilihat pada pengukuran susut bobot bahwa kemasan PP dapat menghambat pelepasan kandungan air dari buah belimbing dibandingkan kemasan lainnya, sehingga nilai kekerasan buah dapat bertahan lebih lama pula.

0 0,25 0,5 0,75 1

0 2 4 6 8 10 12

LDPE PP HDPE

Su

su

t

b

o

b

o

t

(%)


(41)

27

Gambar 24. Perubahan kekerasan belimbing dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu 5 oC

Gambar 25. Perubahan kekerasan belimbing dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu 10 oC

Gambar 26. Perubahan kekerasan belimbing dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu ruang

0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5

0 2 4 6 8 10 12

LDPE HDPE PP Kek er asan ( k g f)

Waktu (hari

)

0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5

0 2 4 6 8 10 12

LDPE HDPE PP Kek er asan ( k g f) Waktu (hari) 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5

0 2 4 6 8 10 12

LDPE HDPE PP Kek er asan ( k g f

)

Waktu (hari)


(42)

28

3.

Total Padatan Terlarut

Perubahan total padatan terlarut belimbing yang disimpan pada tiga kondisi berbeda semakin meningkat selama penyimpanan. Hal ini merupakan sifat khas buah klimaterik dimana terjadi pematangan buah setelah proses pemanenan. Peningkatan total padatan terlarut dengan kandungan utama gula sederhana disebabkan laju respirasi yang meningkat, sehingga terjadi pemecahan oksidatif dari bahan-bahan yang kompleks seperti karbohidrat (perubahan pati di dalam belimbing menjadi gula). Pantastico et al., (1986) menyatakan peningkatan total gula tidak berlangsung lama setelah mencapai maksimum, total gula secara bertahap akan menurun.

Plastik kemasan LDPE dapat mempertahankan penurunan nilai total padatan terlarut lebih lama dibandingkan dengan dua kemasan lainnya. Rata-rata peningkatan nilai obrix pada suhu 5 oC, 10 oC, dan ruang meningkat dari 5 obrix hingga mencapai 8 obrix selama 4 hari, kemudian mengalami penurunan secara perlahan pada hari selanjutnya selama penyimpanan (Gambar 27, 28, dan 29). Pada suhu 10 oC buah belimbing mengalami nilai total padatan terlarut tertinggi pada hari ke- 4 dengan rata-rata nilai sebesar 7.8 obrix, nilai total padatan tersebut paling tinggi dibandingkan penyimpanan buah belimbing yang lainnya. Belimbing yang disimpan pada suhu ruang mengalami kerusakan dan penurunan rasa manis lebih awal, secara fisik buah melunak secara signifikan pada hari ke 10 dengan nilai total padatan terlarut yaitu 3.8 obrix. Data perubahan total padatan terlarut pada Lampiran 7, 8, dan 9.

Berdasarkan Uji Duncan perubahan total padatan terlarut terjadi pengaruh yang nyata terhadap belimbing dengan kemasan PP pada suhu 10 oC, sedangkan analisis pada suhu 5 oC dan ruang tidak terjadi pengaruh yang nyata terhadap buah belimbing (Lampiran 14). Hal ini menunjukkan bahwa pada suhu 10 oC nilai total padatan terlarut masih tinggi, sehingga terkait dari pengamatan yang dilakukan sebelumnya, bahwa nilai kekerasan dan susut bobot buah belimbing dengan kemasan PP lebih baik daripada kemasan lainnya. Hal ini mengakibatkan kandungan total padatan terlarut buah belimbing pada kemasan PP masih tinggi. Berdasarkan pengukuran total padatan terlarut, maka diperoleh suhu penyimpanan optimal bagi buah belimbing yaitu pada suhu 10 oC, seperti yang diperoleh pada analisis uji Duncan.

Gambar 27. Perubahan TPT buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu 5 oC

0 2 4 6 8 10

0 2 4 6 8 10 12

LDPE HDPE PP

T

o

tal

p

ad

atan

ter

lar

u

t (

ob

rix

)


(43)

29

Gambar 28. Perubahan TPT buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu 10 oC

Gambar 29. Perubahan TPT buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu ruang

4.

Perubahan Warna

Salah satu faktor perubahan warna yang terjadi pada buah yaitu berkurangnya klorofil dalam

buah. Kandungan klorofil yang sedang masak secara perlahan berkurang, pada umumnya

sejumlah zat warna hijau tetap terdapat dalam buah, terutama dalam jaringan bagian-bagian dalam buah (Pantastico, 1975). Perubahan warna pada yang diperoleh tampak jelas dilihat pada hari ke-4 sampai dengan hari ke-10. Buah belimbing dengan pengemas HDPE mengalami perubahan kecerahan (hitam menuju putih) paling cepat. Nilai L belimbing yang disimpan pada suhu 5 oC dan 10 oC dengan kemasan HDPE dapat mencapai 52. Hal ini menunjukkan buah belimbing semakin pucat dan terjadi penuaan lebih awal, sedangkan LDPE secara bertahap mengalami kenaikan nilai L, berarti mampu menunda penuaan warna kulit buah belimbing. Seperti terlihat pada Gambar 30 dan 31, dan data perubahan warna kulit buah belimbing pada Lampiran 15 dan 16.

0 2 4 6 8 10

0 2 4 6 8 10 12

LDPE HDPE PP T o ta l p ad ata n te rla ru t ( ob rix) Waktu (hari) 0 2 4 6 8 10

0 2 4 6 8 10 12

LDPE HDPE PP T o tal p ad atan ter lar u t ( ob rix ) Waktu (hari)


(1)

Lanjutan Lampiran 11

Hari ke 6 Hari ke 8 Hari ke 10

Jenis

Kemasan Ulangan L a b L a b L a b

LDPE

1 50.27 -0.66 13.56 49.19 -2.62 15.91 46.32 -2.03 15.07

2 50.05 -0.82 16.52 44.95 -1.76 18.6 46 -0.5 17.22

3 49.82 -0.47 20.9 50.16 1.45 30.55 50.13 -1 21.41

Rataan 50.046 -0.65 16.993 48.1 -0.976 21.686 47.483 -1.176 17.9

HDPE

1 48.66 -3.65 16.03 49.33 -1.08 18.61 49.11 -2.49 18.8

2 49.02 -3.05 18.09 49.73 -0.39 21.59 48.83 -2.02 19.96

3 52.27 -3.9 19.5 54.18 -0.95 24.33 47.04 -1.49 22.6

Rataan 49.983 -3.533 17.873 51.08 -0.806 21.51 48.327 -2.00 20.453

PP

1 49.61 -0.87 11.32 50.01 -1.72 15.64 48.37 -0.35 12.12

2 49.52 -1.08 13.4 48.11 -0.07 21.43 45.73 -0.4 13.22

3 52.39 -1.28 15.63 50.12 -0.41 21.65 50.04 -0.51 15.3


(2)

Lampiran 12. Hasil analisis susut bobot buah belimbing selama penyimpanan pada suhu 5 oC dengan uji Duncan

Susutbobot pada suhu 5 oC

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 328.804 2 164.402 .126 .883

Within Groups 27457.089 21 1307.480

Total 27785.892 23

Kemasan N Duncan grouping Subset for alpha

1 8 A 36.7187

3 8 A 44.4824

2 8 A 44.6558

Sig. 0.666

Susutbobot pada suhu 10 oC

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 338.527 2 169.263 .123 .885

Within Groups 28888.765 21 1375.655

Total 29227.291 23

Kemasan N Duncan grouping Subset for alpha

1 8 A 42.6136

3 8 A 44.1176

2 8 A 51.2255

Sig. 0.666

Susutbobot pada suhu ruang

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 1575.828 2 787.914 .569 .575

Within Groups 29099.230 21 1385.678

Total 30675.058 23

Kemasan N Duncan grouping Subset for alpha

1 8 A 42.6136

3 8 A 44.1176

2 8 A 51.2255

Sig. 0.666

Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%

K1 : kemasan LDPE K2 : kemasan HDPE K3 : kemasan PP


(3)

Lampiran 13. Hasil analisis kekerasan buah belimbing selama penyimpanan dengan Uji Duncan

Kekerasan buah belimbing selama penyimpanan pada suhu 5 oC

Source DF Sum of squares

mean

squares F Pr > F

model 8 23.3712 2.9214 2.5 0.0511

error 18 21.071467 1.170637

corrected total 26 44.442667

Kemasan N Duncan grouping Mean

K2 9 A 6.1778

K1 9 A 5.9622

K3 9 A 5.4733

Kekerasan buah belimbing selama penyimpanan pada suhu 10 oC

Source DF Sum of squares

mean

squares F Pr > F

model 8 0.07109630 0.00888704 0.75 0.6505

error 18 0.21393333 0.01188519

corrected total 26 0.28502963

Kemasan N Duncan grouping Mean

K3 9 A 0.39000

K1 9 A 0.33222

K2 9 A 0.28667

Kekerasan buah belimbing selama penyimpanan pada suhu ruang

Source DF Sum of squares

mean

squares F value Pr > F

model 8 0.11606154 0.01450769 2.91 0.0306

error 17 0.08480000 0.00498824

corrected

total 25 0.20086154

Kemasan N Duncan grouping Mean

K3 9 A 0.33000

K1 9 B 0.26333

K2 9 B 0.21667

Keterangan : angka yang diikuti huruf yang tidak sama pada kolom yang sama berbeda nyata pada DMRT 5%

K1 : kemasan LDPE K2 : kemasan HDPE K3 : kemasan PP


(4)

Lampiran 14. Hasil analisis total padatan terlarut buah belimbing dengan Uji Duncan

Total Padatan Terlarut selama penyimpanan pada hari suhu 5 oC

Source DF Sum of squares

mean

squares F value Pr > F

model 8 23.37120000 2.92140000 2.50 0.0511

error 18 21.07146667 1.17063704

corrected

total 26 44.44266667

Kemasan N Duncan grouping Mean

K2 9 A 6.1778

K1 9 A 5.9622

K3 9 A 5.4733

Total Padatan Terlarut selama penyimpanan pada hari suhu 10 oC

Source DF Sum of squares

mean

squares F value Pr > F model 8 27.42518519 3.42814815 9.15 <.0001

error 18 6.74666667 0.37481481

corrected

total 26 34.17185185

Kemasan N Duncan grouping Mean

K1 9 A 6.8778

K3 9 B 6.6556

K2 9 A 6.6444

Total Padatan Terlarut selama penyimpanan pada hari suhu ruang

Source DF Sum of squares

mean

squares F value Pr > F

model 8 46.31185185 5.78898148 27.76 <.0001

error 18 3.75333333 0.20851852

corrected

total 26 50.06518519

Kemasan N Duncan grouping Mean

K1 9 A 6.5222

K3 9 A 6.2778

K2 9 A 5.6222

Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada DMRT 5%

K1 : kemasan LDPE K2 : kemasan HDPE K3 : kemasan PP


(5)

Lampiran 15. Perubahan warna kulit buah belimbing selama penyimpanan pada suhu 5 oC

Hari ke-4 (HDPE) Hari ke-8 (HDPE) Hari ke-10 (HDPE)

Hari ke-4 (LDPE) Hari ke-8 (LDPE) Hari ke-10 (LDPE)


(6)

Lampiran 16. Perubahan warna kulit buah belimbing selama penyimpanan pada suhu 10 oC

Hari ke-4 (HDPE) Hari ke-8 (HDPE) Hari ke-10 (HDPE)

Hari ke-4 (LDPE) Hari ke-8 (LDPE) Hari ke-10 (LDPE)