Visi Otonomi Daerah

G. Visi Otonomi Daerah

Visi otonomi daerah itu dapat dirumuskan dalam tiga ruang lingkup interaksinya utama :

Dibidang politik, karena otonomi adalah buah dari kebijakan desentralisasi dan demokrasi, maka ia harus dipahami sebagai sebuah proses untuk Dibidang politik, karena otonomi adalah buah dari kebijakan desentralisasi dan demokrasi, maka ia harus dipahami sebagai sebuah proses untuk

dan dipihak lain terbukanya

nasional

daerah

pemerintah daerah mengembangkan kebijakan regional dan lokal untuk mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi di daerahnya. Dalam konteks ini, akan memungkinkan lahirnya berbagai prakarsa pemerintah daerah untuk menawarkan fasilitas investasi, memudahkan proses perizinan

peluang

bagi

membangun berbagai infrastruktur yang menunjang perputaran ekonomi di daerah. Yang membawa masyarakat ke tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi dari waktu ke waktu. Di bidang sosial dan budaya otonomi daerah harus dikelola sebaik mungkin demi menciptakan dan memelihara harmoni sosial, dan pada saat yang sama, memelihara nilai-nilai lokal yang dipandang kondusif dalam menciptakan kemampuan masyarakat untuk merespon dinamika kehidupan di sekitarnya, sesuai kemajuan jamannya.

usaha

dan

Berdasarkan visi ini, maka konsep dasar otonomi daerah yang kemudian melandasi lahirnya UU No. 22 tahun 1999 dan UU No. 25 tahun 1999, merangkum hal-hal berikut :

Penyerahan

mungkin kewenangan pemerintahan dalam hubungan domestik kepada daerah. Kecuali untuk bidang keuangan dan moneter, politik luar negeri, peradilan, pertahanan, keagamaan, serta beberapa bidang kebijakan pemerintah yang bersifat strategis nasional, maka pada dasarnya semua bidang pemerintahan yang lain dapat didesentralisasi. Dalam konteks ini, pemerintah daerah tetap terbagi atas dua ruang lingkup, bukan tingkatan,yaitu daeah kabupaten dan kota yang diberi status otonomi penuh dan propinsi yang diberi status otonomi terbatas. Otonomi penuh berarti tidak adanya operasi pemerintah pusat di pemerintah daerah kabupaten dan kota kecuali untuk bidang- bidang yang dikecualikan tadi. Otonomi terbatas berarti adanya ruang yang tersedia bagi pemerintah pusat untuk melakukan operasi di daerah propinsi. Karena sistem otonomi tidak bertingkat (tidak ada hubungan hirarki antara pemerintah propinsi dengan kabupaten/kota), maka hubungan propinsi dan kabupaten bersifat koordinatif, pembinaan dan pengawasan. Sebagai wakil pemerintah antara kabupaten dan kota dalam wilayahnya, Gubernur juga melakukan supervisi tehadap pemerintah kabupaten/kota atas pelaksanaan berbagai kebijakan pemerintah

sebanyak

bertanggung jawab mengawasi

pusat

serta

penyelenggaraan pemerintah berdasarkan otonomi daerah di wilayahnya

Penguatan peran DPRD sebagai representasi rakyat lokal dalam pemilihan dan penetapan kepala daerah. Kewenangan DPRD dalam menilai keberhasilan atau kegagalan kepemimpinan kepala daerah harus dipertegas. Pemberdayaan fungsi-fungsi DPRD dalam bidang legislasi, representasi dan penyalur aspirasi masyarakat harus dilakukan. Hak angket perlu dihidupkan, hak inisiatif perlu diaktifkan dan hak interpelasi perlu didorong. Dengan demikian produk legislasi akan dapat ditingkatkan dan pengawasan politik terhadap jalannya pemerintahan bisa diwujudkan, tanpa penyimpangan dari hukum dasar negara. Pembangunan tradisi politik yang lebih sesuai dengan kultur demokrasi demi menjamin tampilnya kepemimpinan pemerintahan yang berkualifikasi tinggi dengan tingkat akseptabilitas yang tinggi pula. Peningkatan efektifitas fungsi-fungsi pelayanan eksekutif melalui pembenahan organisasi dan institusi yang dimiliki agar lebih sesuai dengan ruang lingkup kewenangan yang telah di desentralisasikan, setara dengan beban tugas yang dipikul, selaras dengan kondisi daerah, serta lebih responsif terhadap kebutuhan daerah. Peningkatan efisiensi administrasi keuangan daerah serta pengaturan yang lebih jelas atas sumber-sumber pendapatan negara dan daerah, pembagian revenue (pendapatan) dari sumber penerimaan yang berkait dengan kekayaan alam, pajak dan restribusi serta tata cara dan syarat untuk pinjaman dan obligasi daerah.

Perwujudan desentralisasi fiskal dari pemerintah pusat yang bersifat alokasi subsidi berbentuk blok gran,

pengaturan pembagian sumber-sumber pendapatan daerah, pemberian keleluasaan kepada daerah untuk menetapkan prioritas pembangunan, serta optimalisasi upaya pemberdayaan masyarakat melalui lembaga-lembaga swadaya pembangunan yang ada.