Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI): bak tempat makanan dan minuman ternak (kuda,
55 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI): bak tempat makanan dan minuman ternak (kuda,
54 Putra Buddha Gotama.
kerbau, burung, dsb).
dalam palungan untuknya. Kemudian dia duduk di bawah sebuah Segera setelah mendengar ini, Bodhisatta bangkit untuk pohon, untuk melihat apa yang akan dilakukan makhluk tersebut.
pergi. Tetapi pada saat yang bersamaan, kera tersebut, dari Kera tersebut minum, duduk di dekat sana, dan membuat
dahan tempat dia duduk, membuang kotoran seperti suatu tampang menyeringai, untuk menakuti Bodhisatta. “Ah,
menjatuhkan hiasan, di atas kepalanya, dan kemudian lari masuk monyet yang jahat!” katanya, ketika melihatnya demikian—
ke dalam hutan sambil bersuara keras. Bodhisatta “Ketika Anda kehausan dan menderita, [71] saya memberikanmu
membersihkan dirinya dan kemudian kembali melanjutkan air yang banyak; dan sekarang Anda memperlihatkan tampang
perjalanan.
kera itu kepadaku. Baik, baik, menolong seorang yang jahat hanyalah akan menyia-nyiakan pengorbananmu.” Dan dia
[72] Ketika Sang Guru mengakhiri uraian ini, setelah mengulangi bait pertama:
berkata, “Bukan hanya sekarang Devadatta seperti itu, tetapi pada masa lalu juga dia tidak mengakui kebaikan hati yang Aku
Air yang banyak kuberikan kepadamu tunjukkan kepadanya,” Beliau mempertautkan kisah kelahiran ketika Anda kepanasan dan juga kehausan:
mereka: “Devadatta adalah kera pada saat itu, dan brahmana itu Sekarang dengan penuh keburukan, Anda duduk
adalah diri-Ku sendiri.
mengoceh,—terhadap orang-orang jahat, lebih baik tidak melakukan apa-apa.
Kemudian kera yang dengki tersebut membalas, “Menurutku Anda pasti berpikir hanya itulah yang dapat
No. 175.
kulakukan. Sekarang saya akan menjatuhkan sesuatu di ĀDICCUPAṬṬHĀNA- JĀTAKA.
kepalamu sebelum pergi.” Kemudian, sambil mengulangi bait kedua, dia meneruskan—
“Tidak ada bangsa,” dan seterusnya. Kisah ini diceritakan
oleh Sang Guru di Jetavana, tentang seorang bhikkhu yang Siapa yang pernah melihat seekor kera yang
menipu (curang).
berkelakuan baik?
Akan kujatuhkan kotoran di atas kepalamu; karena Dahulu kala ketika Brahmadatta memerintah di Benares,
demikianlah tingkah laku kami. Bodhisatta dilahirkan di dalam sebuah keluarga brahmana di
Kāsi. Setelah dewasa, dia pergi ke Takkasilā dan menyelesaikan Kāsi. Setelah dewasa, dia pergi ke Takkasilā dan menyelesaikan
Tidak ada bangsa hewan yang memiliki disiplin moral pencapaian meditasi, dan menjadi pembimbing dari sekelompok
seperti ini:
besar murid, dia menjalankan kehidupannya di Himalaya. Lihatlah bagaimana kera malang ini berdiri di sini Di sana dia tinggal dalam jangka waktu yang lama;
memuja matahari!
sampai suatu hari, dia turun dari gunung dan pergi ke perbatasan desa untuk memperoleh garam dan rempah-rempah, dan dia
Dengan cara itu orang-orang memuji moralitas sang kera. tinggal di sebuah gubuk yang terbuat dari daun. Ketika
Tetapi Bodhisatta, yang mengamatinya, menjawab, “Kalian tidak semuanya pergi berkeliling untuk mendapatkan derma makanan,
mengetahui kelakuan dari seekor kera jahat. Jika kalian tahu, seekor kera jahat biasanya memasuki pertapaan mereka dan
maka kalian tidak akan memuji dia yang hanya berhak memorak-porandakan semua isinya, menumpahkan air dari
mendapatkan sedikit pujian,” dan menambahkan bait kedua: kendi-kendi,
mengakhirinya dengan mengacaukan tempat perapian.
Kalian memuji sifat makhluk ini
Setelah musim hujan berakhir, para petapa berpikir untuk
karena tidak mengenalnya;
kembali dan berpamitan kepada penduduk desa; “Sekarang ini,”
Dia telah merusak api suci dan
pikir mereka, “bunga-bunga dan buah-buahan yang ada di
memecahkan semua kendi air.
gunung sudah masak.” “Besok,” jawab para penduduk, “kami akan datang ke tempat tinggal Bhante dengan membawa dana
Pada saat orang-orang mendengar betapa jahatnya kera makanan; makanlah terlebih dahulu sebelum pergi.” Maka pada
tersebut, dengan menggunakan kayu-kayu dan bongkahan- keesokan harinya, mereka datang ke sana dengan membawa
bongkahan tanah, mereka melemparinya dan memberikan dana makanan yang banyak, keras dan lunak. Sang kera berpikir di
makanan mereka kepada para petapa. Orang-orang suci itu dalam hatinya, “Saya akan menipu dan membujuk orang-orang
kembali ke Himalaya; dan tanpa terputus dalam meditasi (jhana), ini agar memberikan sedikit makanan kepadaku juga.” Jadi dia
mereka akhirnya terlahir di alam brahma.
menunjukkan dirinya seperti petapa yang sedang meminta derma makanan, [73] dan dengan berdiri di dekat para petapa, dia
Pada akhir uraian ini, Sang Guru mempertautkan kisah memuja matahari. Ketika orang-orang melihatnya, mereka
kelahiran mereka: “Bhikkhu yang menipu pada masa itu adalah berpikir, “Mereka yang tinggal bersama dengan orang suci
sang kera; para pengikut Buddha adalah sekelompok orang suci adalah orang suci juga,” dan mengulangi bait pertama:
itu, dan pemimpin mereka adalah diri-Ku sendiri.”
No. 176.
sedang dalam perjalanan untuk memadamkan pemberontakan di perbatasan; dan saya datang terlebih dahulu ke sini untuk
KALĀYA-MUṬṬHI-JĀTAKA. berpamitan dengan-Mu.” Terhadap ini, Sang Guru berkata “Kejadian Ini sudah pernah terjadi sebelumnya, raja-raja yang
[74] “Seekor kera bodoh,” dan seterusnya. Kisah ini sangat berkuasa, sebelum pergi bertempur, terlebih dahulu
diceritakan oleh Sang Guru di Jetavana, mengenai seorang Raja mendengarkan kata-kata orang bijak dan berbalik dari perjalanan
Kosala. mereka yang tidak sesuai pada musimnya.” Kemudian, atas
Di suatu musim hujan, pemberontakan terjadi di daerah permintaan sang raja, Beliau menceritakan sebuah kisah masa
perbatasannya. Para pasukan berpangkalan di sana, setelah dua
lampau.
atau tiga pertempuran gagal untuk menaklukkan musuhnya,
mereka mengirimkan pesan kepada sang raja. Meskipun musim Dahulu kala ketika Brahmadatta memerintah di Benares,
hujan, raja turun dalam pertempuran, dan berkemah di dekat dia mempunyai seorang menteri yang menjadi tangan kanannya
Jetavana. Kemudian dia mulai berpikir, “Ini adalah musim yang dan memberinya nasehat dalam urusan pemerintahan dan
buruk untuk (melakukan) perjalanan; setiap celah dan lubang spiritual. Kala itu, terjadi pemberontakan di perbatasan, dan para
terpenuhi dengan air, dan medannya menjadi berat. Saya akan pasukan yang berpangkalan di sana mengirimkan pesan kepada
pergi mengunjungi Sang Guru. Beliau pasti akan menanyakan raja. Raja pun berangkat meskipun kala itu adalah musim hujan,
‘hendak ke mana’, kemudian saya akan memberitahukannya dan mendirikan sebuah kemah di tamannya. Bodhisatta berdiri di
kepada Beliau. Sang Guru bukan hanya melindungi (diriku) dari depan raja. Pada waktu itu, orang-orang telah merebus kacang-
sesuatu (yang buruk) di masa yang akan datang, tetapi Beliau kacangan untuk kuda-kuda dan menuangkannya ke dalam
juga melindungi dari sesuatu yang dapat kita lihat sekarang. Jika palungan. Salah seekor kera yang tinggal di dalam taman
kepergian saya tidak membuahkan hasil, maka Beliau akan melompat dari pohon ke bawah, mengisi mulut dan tangannya
mengatakan ‘ini adalah waktu yang tidak baik untuk melakukan dengan kacang-kacang tersebut, kemudian naik kembali ke atas,
perjalanan, Paduka’, tetapi jika bakal berhasil, Beliau tidak akan dan duduk di pohon, sembari mulai makan. Selagi dia makan,
mengatakan apa-apa. Maka dia pergi berkunjung ke Jetavana salah satu kacangnya jatuh dari tangannya ke tanah. Kemudian
dan, setelah mengucapkan salam kepada Sang Guru, dia duduk semua kacangnya dibuang dari tangan dan mulutnya, [75] dan
di satu sisi. karenanya dia turun ke bawah, untuk mencari satu kacang yang
“Mengapa Anda datang, wahai Paduka,” tanya Sang jatuh itu. Tetapi kacang itu tidak bisa ditemukannya. Dia
Guru, “pada waktu yang tidak tepat?” “Bhante”, jawabnya, “saya memanjat ke atas pohon kembali dan duduk diam, sangat sedih, Guru, “pada waktu yang tidak tepat?” “Bhante”, jawabnya, “saya memanjat ke atas pohon kembali dan duduk diam, sangat sedih,
Pada masa kisah ini diceritakan, para pemberontak Raja mengamati bagaimana kera itu bertingkah laku, dan
(pada cerita pembuka di atas) melarikan diri dengan cara yang menunjukkan hal itu kepada Bodhisatta. “Teman, bagaimana
sama. Setelah mendengarkan ucapan Sang Guru, raja bangkit pendapatmu tentang itu?” tanyanya. Bodhisatta memberikan
dan berpamitan, kemudian kembali ke Sāvatthi. jawaban, “Paduka, ini adalah hal yang biasa dilakukan oleh
Sang Guru, pada akhir uraian ini, mempertautkan kisah orang-orang bodoh yang kurang cerdas; mereka menghabiskan
kelahiran mereka: “Pada masa itu, Ānanda adalah raja, dan banyak hal untuk mendapatkan sesuatu yang sedikit,” dan dia
menteri yang bijak itu adalah diri-Ku sendiri.” melanjutkan dengan mengulangi bait pertama:
Seekor kera bodoh, tinggal di pohon,
No. 177.
wahai Paduka, di saat kedua tangannya penuh dengan kacang, malah membuang semuanya untuk mencari satu: