Pengkayaan selenium organik, inorganik dan vitamin E dalam produk puyuh melalui suplementasi dalam ransum serta potensi telur puyuh sebagai bahan pembuat juice telur kaya selenium

(1)

PENGKAYAAN

VITAMIN E DA

SUPPLEMENTASI DALAM

POTENSI TELUR PUYUH

BAHAN PEMBUAT

SEKOLAH INSTITUT

SELENIUM ORGANIK, INORGANIK

DALAM PRODUK PUYUH MELALUI

LEMENTASI DALAM RANSUM SERTA

POTENSI TELUR PUYUH SEBAGAI

BAHAN PEMBUAT JUICE

TELUR

KAYA SELENIUM

SYAHRIR AKIL

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2009

, INORGANIK DAN

PRODUK PUYUH MELALUI


(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul Pengkayaan selenium organik, inorganik dan vitamin E dalam produk puyuh melalui supplementasi dalam ransum serta potensi telur puyuh sebagai bahan pembuat

juice telur kaya selenium adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi

pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber Informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi.

Bogor, Agustus 2009

Syahrir Akil


(3)

ABSTRACT

SYAHRIR AKIL. Enrichment of organic selenium, inorganic selenium and vitamin E in quail products through its supplementation in the diet and its potency of quail eggs as an ingredient in selenium-rich egg juice. Under the supervisions of WIRANDA GENTINI PILIANG, HANNY WIJAYA, DESIANTO BUDI UTOMO AND KOMANG G WIRYAWAN.

This study was aimed to achieve an optimum level of combine organic selenium, inorganic selenium and vitamin E in obtaining the best production and reproduction as well as the highest level of selenium in quail eggs. This study was conducted from January to August 2008. Numbers of observed quails were 720 (360 females and 360 males). The treatments were applied when the quails were six weeks old. Nine treatment diets were: To (commercial diet), T1 (0.46 ppm inorganic Se + 43.50 ppm vitamin E), T2 (0.46 ppm inorganic Se + 87.00 ppm vitamin E), T3 (0.92 ppm inorganic Se + 43.50 ppm vitamin E), T4 (0.92 ppm inorganic Se +87.00 ppm vitamin E), T5 (0.46 ppm organic Se + 43.50 ppm vitamin E), T6 (0.46 ppm organic Se + 87.00 ppm vitamin E), T7 (0.92 ppm organic Se + 43.50 vitamin E) and T8(0.92 ppm organic Se + 87.00 ppm vitamin E). The design in this expriment was a factorial – nested design. The significant difference among treatments was further analysed using Duncan's test. The results of this study indicated that 0.92 ppm organic selenium + 43.50 ppm vitamin E (T7) in the diet, in general, gave the highest content of selenium in egg yolk, albumin, and meat. The highest vitamin E in egg yolk, glutathione peroxidase ( GSH-Px), hatchability and d.o.q weight were also found in quails fed 0.92 ppm organic Se + 87.00 ppm vitamin E (T7). The low mortality was also found in this treatment. The egg juice made from eggs produced by quails fed this diet (T7), with additional ingredients such as lemon, honey and white grape (sparkling), red wine with the ratio of 50% : 10% : 30% : 10% : 0% respectively was best accepted by the panelist based on the hedonic test (colour, odor, taste and viscosity) and rank test.

Keywords: Quail, organic Selenium, inorganic Selenium, vitamin E, hedonic test,


(4)

RINGKASAN

SYAHRIR AKIL. Pengkayaan Selenium Organik, Inorganik dan Vitamin E dalam Produk Puyuh melalui Supplementasi dalam Ransum serta Potensi Telur Puyuh sebagai Bahan Pembuat Juice Telur Kaya Selenium. Dibimbing oleh WIRANDA GENTINI PILIANG, HANNY WIJAYA, DESIANTO BUDI UTOMO DAN KOMANG G WIRYAWAN.

Perubahan gaya hidup, stres, serta pola konsumsi masyarakat saat ini sangat berpengaruh terhadap kesehatan dan memberikan kontribusi terhadap timbulnya berbagai penyakit. Hal ini disebabkan karena kondisi tersebut sangat berpengaruh terhadap produksi dan metabolisme radikal bebas di dalam tubuh yang dapat mengakibatkan kerusakan jaringan dan gangguan metabolisme tubuh. Kelebihan radikal bebas dan kurangnya kemampuan antioksidan tubuh untuk menghambat serta menghancurkan radikal bebas akan mengakibatkan timbulnya kerusakan oksidatif di dalam tubuh sehingga memicu timbulnya berbagai penyakit. Salah satu langkah penting untuk meningkatkan antioksidan tubuh adalah dengan meningkatkan konsumsi asupan antioksidan.

Selenium (Se) merupakan komponen fungsional berbagai selenoprotein tubuh yang berinteraksi dengan vitamin E, keduanya merupakan nutrisi antioksidan yang berperan melindungi tubuh dari kerusakan yang diakibatkan oleh radikal bebas. Pengkayaan selenium organik, inorganik dan vitamin E dalam ransum puyuh dapat memperbaiki performa produksi dan reproduksi serta kandungan produk sehingga dapat dijadikan sebagai komponen juice telur kaya selenium yang bermanfaat dan dapat diterima melalui uji sensori.

Tujuan dari penelitian untuk mendapatkan level optimum kombinasi Se organik, inorganik dan vitamin E terbaik dalam menghasilkan performa produksi dan reproduksi burung puyuh serta telur dengan kandungan antioksidan tinggi untuk dijadikan komponen utama penyusun juice telur kaya selenium yang

palatable.

Penelitian ini berlangsung selama 29 minggu, terdiri dari tiga tahap penelitian yaitu tahap pemeliharaan induk, tahap penetasan dan tahap pembuatan

juice telur kaya selenium. Burung puyuh yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 720 ekor terdiri dari 360 ekor betina dan 360 ekor jantan, empat ulangan yang masing-masing terdiri dari 10 ekor jantan dan 10 ekor betina. Perlakuan ransum terdiri dari sembilan jenis perlakuan dengan rincian sebagai berikut : T0 (Ransum Komersial ), T1 (Ransum + Se inorganik 0.46 ppm + Vitamin E 43.50 ppm), T2(Ransum + Se inorganik 0.46 ppm + Vitamin E 87 ppm), T3(Ransum + Se inorganik 0.92 ppm +Vitamin E 43.50 ppm), T4(Ransum + Se inorganik 0.92 ppm + Vitamin E 87 ppm), T5 (Ransum + Se organik 0.46 ppm + Vitamin E 43.50 ppm), T6 (Ransum + Se organik 0.46 ppm + Vitamin E 87 ppm), T7 (Ransum + Se organik 0.92 ppm + Vitamin E 43.50 ppm) dan T8(Ransum + Se organik 0.92 ppm + Vitamin E 87 ppm).

Penetasan telur dimulai pada umur induk 12, 14, 16, 18 dan 20 minggu, dan selanjutnya anak puyuh yang diperoleh dari hasil penetasan dipelihara selama dua minggu. Proses selanjutnya adalah tahap pembuatan juice telur kaya selenium dengan formula sebagai berikut : kode 101 terdiri dari telur, lemon, madu, white grape (sparkling), red wine dengan perbandingan (100% : 0% : 0% : 0% : 0%) ; kode 121 terdiri dari telur, lemon, madu, white grape (sparkling), red


(5)

wine dengan perbandingan (45% : 10% : 30% : 15% : 0%); kode 242 terdiri dari telur, lemon, madu, white grape(sparkling), red wine dengan perbandingan (50% : 10% : 30% : 10% : 0%); kode 434 terdiri dari telur, lemon, madu, white

grape (sparkling, red wine dengan perbandingan (45% : 10% : 30% : 0% : 15%);

kode 565 terdiri dari telur, lemon, madu, white grape (sparkling), red wine

dengan perbandingan (50% : 10% : 30% :0% : 10%).

Hasil penelitian tahap pertama (pemeliharaan induk) menunjukkan konsumsi ransum berkisar antara 2.69 – 2.80 kg per ekor, berat badan 159.53 – 165.82 gram per ekor selama 22 minggu (P<0.01), umur mulai bertelur puyuh berkisar antara 43.50 – 46.25 hari, produksi telur (% hen day) berkisar antara 66.79 – 73.35%, produksi telur dalam kg berkisar antara 0.89 – 1.01 kg (P<0.05), konversi ransum 2.72 – 3.08 (P<0.05) selama 22 minggu, selenium daging (dada) berkisar antara 18.55 – 20.24 µg/100 gram, selenium albumin telur berkisar antara 12.45 – 14.05 µg/100 gram, kandungan selenium kuning telur berkisar antara 16.77 – 19.72 µg/100 gram, vitamin E kuning telur berkisar antara 0.76 – 0.81 mg/100 gram dan aktivitas enzim gluthathione peroksidase (GSH-Px) 0.21 – 1.21 unit/100 g sample.

Hasil penelitian tahap kedua (penetasan telur) menunjukkan fertilitas telur berkisar antara 84.89 – 93.68 % (P<0.01), daya tetas telur berkisar antara 71.92 – 82.91% (P<0.01), bobot tetas berkisar antara 7.48 – 8.21 gram/ekor, mortalitas berkisar antara 10.97 – 26.00 % (P<0.01), konsumsi anak berkisar antara 34.93 – 40.19 gram/ekor dan pertambahan bobot badan berkisar antara 36.1 – 39.38 gram/ekor selama dua minggu pemeliharaan.

Hasil penelitian tahap ketiga (Pembuatan juice telur kaya selenium) menunjukkan uji hedonik juice telur kaya selenium terhadap warna juice (skor kesukaan berkisar antara 3.08 – 4.01), aroma juice (skor kesukaan berkisar antara 2.01 – 4.04), rasa juice (skor kesukaan berkisar antara 1.77 – 4.03), kekentalanjuice(skor kesukaan berkisar antara 2.84 – 4.05), skor kesukaan secara keseluruhan juice berkisar antara 2.01 – 4.01, dan untuk uji ranking tingkat kesukaan panelis dengan urutan sebagai berikut : kode 242, kode 121, kode 434, kode 565, kode 101. Aktivitas antioksidan juicetelur kaya selenium berdasarkan perhitungan berkisar antara 509.21 µgAEA/ml – 961.13 µgAEA/ml dan selanjutnya kandungan selenium juice berkisar antara 23.96 µg – 33.77 µg/100g berdasarkan hasil perhitungan.

Pada penelitian ini secara keseluruhan perlakuan T7 (Ransum + Se organik 0.92 ppm + Vitamin E 43.50 ppm) memberikan hasil yang terbaik (berat badan yang paling tinggi, umur bertelur paling cepat, kandungan selenium (kuning telur dan albumin), kandungan vitamin E kuning telur serta aktivitas GSH – Px darah yang paling tinggi (penelitian tahap I). Demikian pula dengan fertilitas telur, daya tetas telur, mortalitas anak puyuh, konsumsi ransum dan pertambahan berat badan anak puyuh (penelitian tahap II) perlakuan T7 lebih baik daripada perlakuan lainnya. Sehingga dapat disarankan untuk diterapkan penggunaannya dilapangan sebagai sumber selenium dari produk puyuh.


(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB


(7)

PENGKAYAAN SELENIUM ORGANIK, INORGANIK DAN

VITAMIN E DALAM PRODUK PUYUH MELALUI

SUPPLEMENTASI DALAM RANSUM SERTA

POTENSI TELUR PUYUH SEBAGAI

BAHAN PEMBUAT JUICE

TELUR

KAYA SELENIUM

SYAHRIR AKIL

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Ternak

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(8)

Judul Disertasi : Pengkayaan Selenium Organik, Inorganik dan Vitamin E dalam Produk Puyuh melalui Supplementasi dalam Ransum serta Potensi Telur Puyuh sebagai Bahan Pembuat Juice

Telur Kaya Selenium Nama : Syahrir Akil

NRP : D061065011

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir.Wiranda G.Piliang, M.Sc. Prof.Dr.Ir.C.Hanny Wijaya, M.Agr. Ketua Anggota

Dr. Desianto B.Utomo, DVM, M.Sc. Dr. Ir. I Komang G. Wiryawan Anggota Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.


(9)

PRAKATA

Pertama-tama saya memanjatkan puji dan syukur pada Allah SWT atas limpahan rahmat, karunia, berkah dan hidayah-Nya dan salam untuk Rasulullah SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan studi Doktor hingga tahap akhir penyusunan disertasi ini.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih setulusnya kepada Prof. Dr. Ir. Wiranda G. Piliang, MSc., Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, M.Agr, Dr. Desianto Budi Utomo, DVM, M.Sc dan Dr. Ir. I Komang G. Wiryawan sebagai komisi pembimbing yang telah banyak memberikan arahan, masukan, kritikan, saran dan dorongan serta semangat selama proses studi Doktor yang dilakukan.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Presiden PT.Charoen Pokphand Indonesia, Bapak Hadi Gunawan, yang telah memberikan kesempatan untuk melanjutkan studi di Sekolah Pasca Sarjana IPB. Disampaikan juga ucapan terima kasih kepada Bapak Jemmy Wijaya, Bapak Askam Sudin, Bapak Moch.Filhasny Junus, Prof. Dr. drh. Aminuddin Parakkasi, M.Sc, Prof. Dr. drh. Harimurti Martojo, M.Sc, Dr. Ir. Muh. Ridla, M.Agr, selanjutnya kepada Rektor, Dekan SPS, dan seluruh staf SPS IPB atas seluruh layanan akademik yang diberikan.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Sc atas kesediaannya sebagai penguji ujian tertutup, Prof. Dr. Rudy I Hutagalung, DVM, M.Sc dan Dr. Ir. Sumiati, M.Si atas kesediaannya sebagai penguji ujian terbuka, teman – teman mahasiswa program Doktor Ilmu Ternak Angkatan 2006 (Syahriani, Fauziah Agustin, Dede Kardaya, Maijon Purba dan Muh. Daud) serta sahabat-sahabat yang tak dapat disebutkan satu per satu atas bantuan dan kerjasamanya.

Kepada seluruh keluarga besar terima kasih atas dukungan, do’a dan kasih sayangnya, khususnya kepada kedua orang tua saya Haji Muhammad Akil (Alm) dan H. Sitti Naidah (Alm), saudara saya Marhadiah Akil, Rohani Akil, Mansur Akil, Nurhayati Akil, Faridah Akil, Muh. Yahya Akil, Wahyuddin Akil, Amir Hamzah Akil, istri saya Erniwati dan anak saya tercinta Lutfia Zahra Talita, terima kasih telah melakukan berbagai hal untuk kesuksesan saya. Semoga Allah SWT membalas seluruh kebaikan yang telah diberikan dan melipatgandakan amalannya. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dibidang ilmu peternakaan, khususnya bidang ilmu nutrisi unggas.

Bogor, Agustus 2009

Syahrir Akil


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Watampone, Kabupaten Bone (Sulawesi Selatan) pada hari Senin 5 Februari 1973 sebagai anak kedelapan dari sembilan bersaudara dari pasangan (Alm) Haji Muhammad Akil dan Hajjah Sitti Naidah (Alm). Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas Hasanuddin, lulus pada tahun 1996. Pada tahun 2004 penulis melanjutkan studi S2 di Program Magister Ilmu Ternak (Nutrisi Unggas) Institut Pertanian Bogor, pada tahun 2006 melanjutkan ke program Doktor (Program Alih Jenjang) di Program Studi Ilmu Ternak (Nutrisi Unggas), Sekolah Pascasarjana IPB.

Sejak mahasiswa penulis aktif menjadi asisten luar biasa di Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas Hasanuddin pada mata kuliah : Fisiologi Ternak Dasar, Biokimia Nutrisi, Dasar Ilmu Reproduksi Ternak, Inseminasi Buatan, Dasar Ilmu Ternak Potong dan Kerja, Ilmu Tilik Ternak, Dasar Ilmu Ternak Perah, Ilmu Tatalaksana Ternak Perah, Parasitologi dan Kesehatan Ternak.

Tahun 1997 - 1998 penulis bekerja sebagai Supervisor pada PT.Satwa Utama Raya IV, Surabaya (Group Charoen Pokhand Indonesia), Tahun 1998 – 1998 Supervisor pada PT.Satwa Utama Raya V, Makassar (Group Charoen Pokphand Indonesia), Tahun 1998 – 2000 sebagai Kepala Produksi Agro Integration PT.Bina Pratama Satwa, Makassar (Group Charoen Pokphand Indonesia), Tahun 2000 – 2003 sebagai Pimpinan PT.Bina Pratama Satwa, Makassar (Group Charoen Pokphand Indonesia), Tahun 2003 – 2004 sebagai Pimpinan PT. Aneka Satwa Perkasa, Lombok (Group Charoen Pokphand Indonesia) Tahun 2004 – 2006 Manager Technical Service & Development PT.Charoen Pokphand Indonesia Area Jawa Barat & Jawa Tengah, Tahun 2006 – 2007 Deputy General Manager Technical Service & Development PT. Charoen Pokphand Indonesia – Divisi Broiler dan Tahun 2007 – sekarang sebagai Deputy General Manager Technical Service & Development PT.Charoen Pokphand Indonesia Area Jawa Barat.

Penulis pernah menjadi mahasiswa teladan di Fakultas Peternakan dan Perikanan - Universitas Hasanuddin (Tahun 1995), lulusan terbaik pada wisudawan sarjana Fakultas Peternakan dan Perikanan (Tahun 1996), The Best

Performance tingkat Section Head dan Manager Integration Area Timur,

PT.Charoen Pokphand Indonesia (Tahun 2003).

Di bidang organisasi, penulis pernah menjadi Ketua Badan Pertimbangan Organisasi Himpunan Mahasiswa Profesi Peternakan Fakultas Peternakan & Perikanan – Universitas Hasanuddin (Tahun 1995), Ketua Komite Sekolah SMK Negeri 1 Lombok (Tahun 2003), sebagai Ketua Umum Forum Mahasiswa Pasca Sarjana Asal Sulawesi Selatan (Tahun 2007 – 2008), sebagai wakil Ketua Forum Mahasiswa Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor (Tahun 2007 – 2008), sebagai Dewan Penasehat Forum Mahasiswa Pasca Sarjana asal Sulawesi Selatan Institut Pertanian Bogor (Tahun 2008 – 2009) dan sebagai Dewan Penasehat Forum Mahasiswa Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor (Tahun 2008 – 2009).


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN………... i

DAFTAR ISI……… ii

DAFTAR TABEL………. iii

DAFTAR GAMBAR………... iv

DAFTAR LAMPIRAN……… v

PENDAHULUAN Latar Belakang………... 1

Tujuan Penelitian………... 3

Manfaat Penelitian……….……… 3

Hipotesis Penelitian………... 3

TINJAUAN PUSTAKA Burung Puyuh ………... 4

Fertilitas dan Daya Tetas ……….. 6

Peranan Selenium (Se) dan Vitamin E……….. 6

Selenium Organik dan Inorganik………... 9

Metabolisme Selenium Organik dan Inorganik………. 12

Vitamin E………... 14

Metabolisme Vitamin E………... 15

Selenium dan Vitamin E sebagai Antioksidan ……… 15

Minuman Kaya Antioksidan………..……….. 20

Lemon………... 27

Wine……….. 28

Madu………. 29

Organoleptik ……… 30

MATERI DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian..……… 33

Materi Penelitian……….. 37

Metode Penelitian……… 38

Rancangan Penelitian………... 40

Peubah yang Diukur……… 42 HASIL DAN PEMBAHASAN


(12)

Konsumsi Ransum………... 50

Berat Badan Puyuh Betina……….. 51

Umur Mulai Bertelur ….……….……… 52

Produksi Telur……….. 53

Konversi Ransum………. 56

Selenium Daging……….. 58

Selenium Telur………. 60

Vitamin E Kuning Telur………... 63

Aktivitas Enzim Gluthatione Darah………. 65

Fertilitas………... 67

Daya Tetas……… 69

Bobot Tetas……….. 71

Mortalitas………. 72

Konsumsi Anak……… 74

Pertambahan Bobot Badan……….. 75

Uji Mikrobiologi Telur………. 77

Uji MikrobiologiJuiceTelur.………... 80

Komposisi JuiceTelur...………..………...….……….. 81

Kekentalan Minuman JuiceTelur……...………..…………..……. 84

Aktivitas Antioksidan …………...……….…………..….. 85

Kandungan Selenium JuiceTelur ……….………. 87

Penerimaan terhadap Atribut Sensori JuiceTelur………... 89

a.Uji Hedonik Terhadap Warna JuiceTelur……… 89

b.Uji Hedonik Terhadap AromaJuiceTelur………... 91

c.Uji Hedonik Terhadap RasaJuiceTelur ……….……... 92

d.Uji Hedonik Terhadap KekentalanJuiceTelur……….... 94

e.Uji Hedonik Secara Overall JuiceTelur ………..….…... 95

f.Uji Ranking………….……….. 97

PEMBAHASAN UMUM 99 SIMPULAN 102 DAFTAR PUSTAKA………... 103


(13)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1 Kandungan nutrisi telur puyuh……….. 5

2 Komposisi kimia jus jeruk lemon……….. 27

3 Komposisi nutrisi red wine……….. 29

4 Komposisi nutrisi madu………. 30

5 Komposisi nutrisi ransum control……….. 37

6 Komposisi nutrisi ransum perlakuan………. 38

7 Perlakuan pengkayaan Se dan vitamin E………... 39

8 Hasil pengamatan mutu mikroba telur puyuh perlakuan T7……….. 78

9 Total plate count juicetelur ……….. 80

10 Komposisi juicetelur ………...………... 81

11 Aktivitas antioksidan komponen penyusun juice telur……….. 85

12 Kandungan selenium komponen penyusun juicetelur……….. 87


(14)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1 Keseimbangan antioksidan-prooksidan pada organisme……...…….... 7

2 Gambaran pencernaan selenium, penyerapan dan transpor…………... 12

3 Metabolisme selenium ………..……… 13

4 Level pertahanan antioksidan di dalam sel……….... 18

5 Kerangka pemikiran………... 35

6 Diagram alir penelitian……….. 36

7 Pengukuran aktivitas antioksidan metode DPPH……….. 49

8 Rataan konsumsi ransum dengan pengkayaan Se organik, inorganik dan vitamin E selama 22 minggu....………..……… 50 9 Rataan berat badan puyuh betina (Gram/Ekor) dengan pengkayaan Se organik, inorganik dan vitamin E………..……… 51 10 Rataan umur pertama kali bertelur dengan pengkayaan Se organik, inorganik dan vitamin E………. 53 11 Rataan produksi telur Hen Day(%) dengan pengkayaan Se organik, inorganik dan vitamin selama 22 minggu……..……….... 54 12 Rataan produksi telur (Kg) dengan pengkayaan Se organik, inorganik dan vitamin E selama 22 minggu ………. 55 13 Rataan konversi ransum dengan pengkayaan Se organik, inorganik dan vitamin E selama 22 minggu ………….……… 57 14 Kandungan selenium daging dengan pengkayaan Se organik, inorganik dan vitamin E……… 58 15 Hubungan antara bentuk Se yang dimakan dan Se dalam jaringan... 60 16 Kandungan selenium albumin telur dengan pengkayaan Se organik,

inorganik dan vitamin E.……… 62 17 Kandungan selenium kuning telur dengan pengkayaan Se organik,

inorganik dan vitamin E….……… 63 18 Vitamin E kuning telur dengan pengkayaan Se organik, inorganik

dan vitamin E..………... 64 19 Aktivitas glutathione peroksidase (GSH-Px) dengan pengkayaan

selenium organik, inorganik dan vitamin E………... 66 20 Rataan fertilitas telur dengan pengkayaan selenium organik,

inorganic dan vitamin E………... 68 21 Rataan daya tetas telur dengan pengkayaan selenium organik, 69


(15)

22 Rataan bobot tetas dengan pengkayaan selenium organik, inorganik dan vitamin E………...

71 23 Mortalitas selama dua minggu pemeliharaan setelah menetas dengan

pengkayaan selenium organik,inorganik dan vitamin E... 72

24 Konsumsi ransum anak selama dua minggu dengan pengkayaan selenium organik, inorganik dan vitamin E...

74

25 Pertambahan bobot badan anak selama dua minggu dengan

pengkayaan selenium organik, inorganik dan vitamin E... 76

26 Hasil pengukuran kekentalan dari masing-masing formula juice

telur... 84 27 Hasil perhitungan aktivitas antioksidan berdasarkan formula dan

komponen penyusun juice... 86

28 Hasil perhitungan kandungan selenium juiceberdasarkan formula dan komponen masing-masing penyusun juice telur. ...

88 29 Skor rata-rata penerimaan panelis terhadap warna juicetelur………... 90 30 Skor rata-rata penerimaan panelis terhadap aromajuice telur ...…….. 91 31 Skor rata-rata penerimaan panelis terhadap rasa juice telur ..……….. 93 32 Skor rata-rata penerimaan panelis terhadap kekentalan juicetelur... 94 33 Skor rata-rata penerimaan panelis secara overall juicetelur ………... 96


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1 Analisis ragam konsumsi ransum………... 113

2 Analisis ragam berat badan betina...………... 115

3 Analisis ragam umur mulai bertelur ………....…... 117

4 Analisis ragam hen day (%)...………... 119

5 Analisis ragam produksi telur (Kg)………... 121

6 Analisis ragam konversi ransum...…………... 123

7 Analisis ragam fertilitas .………... 125

8 Analisis ragam daya tetas ………... 128

9 Analisis ragam bobot tetas... 131

10 Analisis ragam mortalitas………... 133

11 Analisis ragam konsumsi anak …….……… 136

12 Analisis ragam pertambahan bobot badan anak……… 139

13 Form uji hedonik juicetelur...……... 141

14 Rekapitulasi skor uji hedonik juicetelur...….……... 142

15 Hasil uji hedonik juicetelur...………..…... 145

16 Form uji ranking juice telur...……...……….... 149

17 Rekapitulasi skor uji ranking juicetelur dan uji friedman... 150

18 Perhitungan aktivitas antioksidan juicetelur berdasarkan analisa aktivitas antioksidan masing-masing komponen penyusun …………. 152 19 Perhitungan kandungan selenium juicetelur berdasarkan analisa kandungan selenium masing-masing komponen penyusun………….. 153 20 Komposisi nutrien white grape... 154

21 Komposisi red wine.... 154 22 Hasil analisa kandungan selenium telur puyuh komersial 154


(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perubahan gaya hidup, stres, serta pola konsumsi masyarakat saat ini sangat berpengaruh terhadap kesehatan dan memberikan kontribusi terhadap timbulnya berbagai penyakit. Hal ini disebabkan karena kondisi tersebut sangat berpengaruh terhadap produksi dan metabolisme radikal bebas di dalam tubuh yang dapat mengakibatkan kerusakan jaringan dan gangguan metabolisme tubuh. Kelebihan radikal bebas dan kurangnya kemampuan antioksidan tubuh untuk menghambat serta menghancurkan radikal bebas akan mengakibatkan timbulnya kerusakan oksidatif di dalam tubuh sehingga memicu timbulnya berbagai penyakit seperti kanker, jantung koroner, hipertensi, diabetes dan berbagai penyakit degeneratif lainnya. Salah satu langkah penting untuk meningkatkan antioksidan tubuh adalah dengan meningkatkan asupan antioksidan.

Selenium (Se) merupakan komponen fungsional berbagai selenoprotein tubuh yang berinteraksi dengan vitamin E, keduanya merupakan antioksidan yang berperan melindungi tubuh dari kerusakan yang diakibatkan oleh radikal bebas. Vitamin E merupakan komponen antioksidan utama dalam sistem biologis dan berperan penting dalam pengaturan metabolisme, melindungi struktur seluler dan menjaga stabilitas membran biologi dari kerusakan dan juga merupakan bagian penting dari reaksi reduksi oksidasi sel. Vitamin E tidak dapat disintesis di dalam tubuh manusia, karena itu peningkatan konsumsi vitamin E akan dapat mengurangi resiko berbagai penyakit. Berbagai penelitian yang telah dilakukan memperlihatkan bahwa konsumsi produk ternak yang mengandung Se melalui pakan ternak dapat menjadi langkah efektif untuk meningkatkan konsumsi Se pada manusia.

Produk unggas dapat memberikan kontribusi besar terhadap pemenuhan kebutuhan makanan dan nutrisi antioksidan. Produk unggas yang meliputi daging dan telur umum dikonsumsi masyarakat karena mudah diperoleh dan harganya lebih terjangkau dibandingkan ternak besar lainnya, disamping itu siklus produksi


(18)

unggas yang cepat menjadikan unggas sebagai ternak yang sangat diandalkan untuk memenuhi kebutuhan protein masyarakat yang terus meningkat. Puyuh merupakan salah satu jenis unggas yang memiliki siklus produksi tercepat sehingga dapat diandalkan untuk pemenuhan kebutuhan nutrisi dan antioksidan pada manusia. Oleh karena itu peningkatan dan perbaikan reproduksi puyuh perlu dilakukan untuk meningkatkan populasi dan kualitas nutrisi produk puyuh yang meliputi daging dan telur sehingga memberikan kontribusi besar terhadap konsumsi nutrisi pada manusia.

Kesadaran masyarakat yang tinggi akan pentingnya konsumsi nutrisi untuk menjaga kesehatan dan mencegah penyakit mengakibatkan permintaan produk konsumsi bernutrisi tinggi meningkat. Karena itu aneka produk makanan dan minuman bernutrisi makin banyak diproduksi untuk memenuhi permintaan tersebut. Minuman kaya antioksidan sedang diminati oleh konsumen karena dipercaya berkhasiat terhadap kesehatan, karena itu komponen-komponen penyusun minuman diupayakan berasal dari bahan bernutrisi tinggi.

Telur merupakan salah satu produk puyuh yang dapat diandalkan untuk menjadi makanan kaya antioksidan, dan sebagai produk yang kaya nutrisi dapat diandalkan menjadi komponen pembentuk minuman, karena itu telur yang dihasilkan harus berkualitas dengan nilai nutrisi dan antioksidan yang tinggi. Hal ini dapat dilakukan dengan manipulasi pada pakan puyuh induk untuk menghasilkan telur kaya antioksidan. Pemanfaatan selenium organik berpotensi meningkatkan kandungan Se pada telur, disamping itu Se organik sangat berperan dalam meningkatkan reproduksi puyuh sehingga memberikan kontribusi besar terhadap peningkatan populasi.

Aspek sensori meliputi cita rasa dan warna juga merupakan faktor utama yang menentukan penerimaan konsumen, karena itu selain aspek nutrisi yang berpengaruh terhadap kesehatan, nilai palatabilitas juga menjadi faktor penting dalam formulasi minuman kaya antioksidan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk menghasilkan suatu formulasi yang tepat untuk menjadikan telur sebagai minuman yang kaya antioksidan dan mempunyai cita rasa, aroma dan


(19)

warna yang digemari sehingga akan terbentuk minuman yang bermanfaat bagi kesehatan dan palatable untuk dikonsumsi. Berdasarkan hal-hal tersebut maka dilakukan penelitian tentang pengkayaaan selenium organik, inorganik dan vitamin E dalam produk puyuh terhadap performa serta potensi telur puyuh sebagai bahan pembuat juicetelur.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah: (1) untuk mendapatkan level optimum kombinasi selenium organik, inorganik dan vitamin E terbaik dalam menghasilkan performa produksi dan reproduksi burung puyuh (2) mendapatkan level optimum kombinasi selenium organik, inorganik dan vitamin E terbaik dalam menghasilkan telur dengan kandungan selenium tinggi untuk dijadikan bahan pembuat juice

telur kaya selenium. (3) Mendapatkan level komposisi telur terbaik untuk menghasilkan juice telur kaya selenium yang palatable.

Manfaat Penelitian

Di harapkan hasil penelitian ini menjadi bahan informasi untuk pengembangan dibidang peternakan khususnya burung puyuh dalam aspek nutrisi tentang level Se organik, Se inorganik dan vitamin E dalam ransum untuk peningkatan performa serta pemanfaatan produk puyuh sebagai bahan pembuat

juicetelur kaya selenium.

Hipotesis Penelitian

1. Pengkayaan Se organik, inorganik, vitamin E dan kombinasinya dapat meningkatkan produksi dan reproduksi .

2. Se organik, inorganik dan vitamin E dalam ransum dapat menghasilkan telur yang kaya selenium.

3. Telur puyuh dapat dijadikan komponen juice telur kaya selenium yang


(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Burung Puyuh

Bangsa burung puyuh hampir terdapat di seluruh belahan dunia yaitu benua Amerika, Eropa, Afrika, Asia sampai Australia (Woodard et al. 1973). Burung puyuh termasuk genus Coturnix dari family Phasianidae. Di Indonesia burung puyuh yang biasa dipelihara adalah Coturnix-coturnix japonica.

Wilson et al. (1961) menyatakan bahwa burung puyuh betina mulai bertelur pada umur 35 hari (rata-rata 40 hari) dan berproduksi penuh pada umur 50 hari. Dalam lingkungan yang sesuai puyuh berproduksi dalam periode yang lama, menghasilkan telur rata-rata 250 butir per tahun. Puyuh mampu menghasilkan 3 sampai 4 generasi dalam satu tahun. Menurut Yuwanta (1998) produksi telur ditentukan oleh produksi ovum, dan produksi ovum ditentukan oleh jumlah pakan yang dikonsumsi. Produksi telur yang tinggi sampai akhir produksi dapat dicapai dengan memberikan makanan yang berkualitas baik yang sesuai dengan kebutuhan. Woodard et al. (1973) mengemukakan bahwa waktu untuk pertama kali bertelur pada burung puyuh dicapai pada umur sekitar 42 hari, dimana dewasa kelamin lebih cepat dicapai oleh puyuh betina namun dewasa tubuh lebih cepat oleh puyuh jantan. Kemudian dilaporkan bahwa kematangan seksual puyuh dicapai pada pakan yang mengandung 25% protein sedangkan pada level 20% protein diperoleh produksi, fertilitas dan daya tetas telur yang optimal, disamping itu puyuh juga membutuhkan beberapa trace element seperti zinc, selenium dan magnesium.

Fertilitas optimum diperoleh dari perkawinan rasio 1 jantan dengan 1 atau 2 betina, fertilitas yang rendah dengan rasio perkawinan yang tinggi disebabkan oleh preferensi tingkah laku kawin (Woodard dan Abplanalp 1967). Selama penyimpanan daya tetas telur menurun secara konstan sekitar 3% per hari. Kandungan nutrisi telur puyuh disajikan pada Tabel 1.


(21)

Tabel 1 Kandungan nutrisi telur puyuh

Nutrisi Komposisi/100 g

Air (g) Energi (Kcal) Protein (g) Total Lemak (g) Karbohidrat (g) Serat (g) Mineral Kalsium (mg) Besi (mg) Magnesium (mg) Phospor (mg) Potassium (mg) Sodium (mg) Seng (mg) Tembaga (mg) Mangan Selenium (mcg) Vitamin

Vitamin C (mg) Thiamin (mg) Riboflavin (mg) Niacin (mg)

Asam panthothenat (mg) Vitamin B-6 (mg) Folat (mcg)

Vitamin B-12 (mcg) Vitamin A (IU) Vitamin A, RE (mcg) Vitamin E (mg)

74.35 158.439 13.05 11.09 0.41 0 64 3.65 12.53 226 132.4 141 1.47 0.062 0.038 32 0 0.13 0.79 0.15 1.761 0.15 66.3 1.577 300 90 0.74 Sumber : Riana (2000)

Umur induk berpengaruh terhadap daya tetas, dimana daya tetas telur maksimum terjadi pada umur induk 8-24 minggu (Woodard et al. 1973). Selanjutnya dijelaskan bahwa kematian sebagian besar embrio puyuh terjadi selama 3 hari pertama inkubasi dan sesaat sebelum menetas. Puncak kematian umumnya disebabkan ketidakmampuan embrio berkembang membentuk organ vital atau kegagalan perkembangan embrio dalam fungsi-fungsi kritis yang meliputi: pertukaran posisi embrio sebelum piping (pemecahan kerabang), pemanfaatan sisa albumen dan penyerapan kantong kuning telur.

Woodard dan Wilson (1963) menyebutkan bahwa Telur puyuh mempunyai karakteristik pola warna yang bervariasi mulai dari coklat gelap, putih kekuningan


(22)

dengan corak warna hitam, coklat atau biru. Telur puyuh pertama lebih kecil dibandingkan dengan telur puyuh berikutnya. Kemudian Mohmond dan Coleman (1967) melaporkan bahwa proporsi relatif dari telur puyuh adalah 47.4% albumen, 31.9% kuning telur, 20.7% membran dan kerabang telur, sedangkan ketebalan kerabang dan membran adalah 0.197 dan 0.063 mm. Berat rata-rata telur puyuh 10 gram (sekitar 8% dari berat tubuh betina).

Fertilitas dan Daya tetas

Fertilitas telur dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain adalah kualitas sperma, kualitas ransum dan umur induk (North dan Bell 1990; Funk dan Irwin 1955). Fertilitas akan menurun apabila induk dan pejantan puyuh telah berusia lebih dari enam bulan (Woodard dan Abplanalp 1967)

North dan Bell (1990) mengemukakan bahwa ada 2 pengertian daya tetas, yang pertama adalah persentase telur yang menetas dari sejumlah telur yang ditetaskan. Kedua adalah persentase telur yang menetas dari telur yang fertil. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi daya tetas, diantaranya adalah umur telur atau lamanya penyimpanan telur (Fasenko et al. 1992), dan ukuran telur (Tullet dan Burton 1982). Imbangan antara jantan dan induk juga akan mempengaruhi daya tetas (McDaniel et al. 1981), kualitas jantan ikut berperan dalam daya tetas. Inovasi dalam manajemen penetasan dan teknologi penetasan berkaitan erat dengan mortalitas embrio (Roque dan Soares 1994).

Peranan Selenium (Se) dan Vitamin E

Bowie dan O’Neill (2000) menyatakan bahwa keseimbangan antioksidan dan prooksidan merupakan unsur penting dalam pembentukan gen. Keseimbangan antioksidan merupakan salah satu jalan untuk memelihara efisiensi produksi dan reproduksi pada ternak. Jaeschke (1995) menyebutkan bahwa kondisi stres berhubungan dengan produksi radikal bebas yang menyebabkan stres oksidasi, dan keseimbangan prooksidan-antioksidan berpotensi mengakibatkan kerusakan jaringan. Gambar 1 menjelaskan keseimbangan antioksidan-prooksidan di mana selenium dan vitamin E sebagai komponen antioksidan dan keterkaitannya dalam produksi dan reproduksi ternak.


(23)

Pertahanan Antioksidan Kondisi Stres Lingkungan

Gambar 1 Keseimbangan antioksidan-prooksidan pada organisme (Surai 2003) Dalton et al.(1999) menerangkan bahwa berbagai kondisi stres merangsang pembentukan radikal bebas yang disebabkan penurunan rangkaian oksidasi dan phosporilasi dalam mitokondria sehingga menghasilkan peningkatan kerusakan elektron dan produksi radikal superoksida yang berlebihan. Kondisi stres secara umum dibagi kedalam tiga kategori utama. Kategori terpenting adalah stres nutrisi meliputi level tinggi asam lemak polyunsaturatedpada pakan, defisiensi vitamin

Kondisi LingkunganOptimun Pakan optimum

Pencegahan penyakit dan pengobatan dengan antibotik dan obat-obatan lain

Vitamin A,E,C, Carotenoid, Glutathione, asam urea, Enzim

antioksidan (SOD,GSH-Px,Katalase)

Cita rasa susu berbau Penurunan umur simpan dan kualitas daging

Sistem antioksidan organisme

Peroksidasi lemak, kerusakan lemak protein, DNA

Kerusakan membran Internal Penyakit, bakteri,

virus, alergi Temperature, Kelembaban, radiasi ultraviolet etc Pembentukan radikal bebas

Rantai transpor elektron, phagosit, oksidasi xantin

Ketidakseimbangan nutrisi

Kerusakan terhadap hati, pembuluh darah, otak,syaraf dan sistem otot

Penurunan absorsi nutrisi

Performa produksi dan reproduksi menurun. Ketidakmampuan

sistem kekebalan Antioksidan dalam pakan (Vitamin A, E, C, Carotenoid, Flavonoid)

Se ,Mn Zn, Cu

Faktor

nutrisi Toksik, PUFA tinggi

Defisiensi vitamin E Se, Mn, Zn,kelebihan Fe


(24)

E, Selenium, Zinc atau mangan, kelebihan besi, hipervitaminosis A dan kehadiran bermacam–macam racun serta komponen-komponen racun. Kelompok kedua adalah stres kondisi lingkungan seperti peningkatan temperatur, kelembaban, radiasi dan lain–lain. Kategori ketiga yaitu stres internal yang disebabkan oleh bermacam–macam bakteri atau virus penyebab penyakit. Selain itu penetasan, anak yang berada pada inkubator sesaat setelah menetas, pengangkutan dari inkubator ke kandang serta vaksinasi dapat meningkatkan stres.

Produksi radikal bebas melebihi kapasitas sistem antioksidan untuk menetralkan peroksida lemak mengakibatkan kerusakan lemak tak jenuh pada sel membran, asam amino pada protein dan nukleotida pada DNA. Sebagai hasilnya keutuhan sel dan membran terganggu (Surai 1999). Kerusakan membran dapat mengakibatkan penurunan efisiensi absorbsi nutrisi (meliputi vitamin larut dalam air) dan menimbulkan ketidakseimbangan vitamin, asam amino dan bahan bahan inorganik. Keadaan ini mengakibatkan penurunan produksi dan penampilan reproduksi, kondisi ini semakin memburuk dengan penurunan kekebalan dan perubahan pada Cardiovascular, otak, saraf dan otot disebabkan peningkatan peroksida lemak.

Surai (2003) mengatakan bahwa konsumsi nutrisi antioksidan pada pakan dapat memelihara status antioksidan alami ternak. Selanjutnya dijelaskan bahwa penyediaan optimal selenium organik (Se) dengan kombinasi vitamin E memperbaiki stres dan daya tahan terhadap penyakit sebagai hasilnya performa produksi dan reproduksi meningkat. Kerja Se berhubungan erat dengan antioksidan lainnya terutama vitamin E, manfaat selenium pada dasarnya terbentuk dari interaksi dengan vitamin E. Menurut Wilson (1997), dalam perkembangan embrio vitamin E dan selenium saling berinteraksi. Selanjutnya MacPherson (1994) menyatakan bahwa aktivitas Se dan vitamin E bekerja secara sinergis sebagai antioksidan utama menghilangkan radikal lemak, radikal bebas oksigen atau metabolit reactiveoksigen yang merupakan bagian yang penting dari fungsi sel, akan tetapi berpotensi mengakibatkan kerusakan sel dan proses penyakit bila pola mekanisme pertahanannya berlebihan. Sitompul (2003) menjelaskan bahwa peran antioksidan diartikan sebagai suatu fungsi homeostatis


(25)

dari organisme untuk menanggulangi akibat kerusakkan sel, jaringan dan organ akibat pengaruh radikal bebas.

Selenium dapat menghemat atau mengurangi kebutuhan vitamin E dengan tiga cara: (1) menjaga fungsi pankreas, yang membuat pencernaan lemak normal sehingga penyerapan vitamin E lebih baik; (2) menurunkan jumlah vitamin E yang dibutuhkan untuk menjaga keutuhan membran lemak melalui GSH-Px; (3) membantu retensi vitamin E dalam plasma darah (Scott et al. 1982). Selanjutnya dikatakan bahwa vitamin E dapat mengurangi kebutuhan selenium dengan cara: (1) mencegah hilangnya selenium dari tubuh dengan jalan mempertahankan selenium dalam tubuh dalam bentuk aktif; (2) mencegah terjadinya rantai otooksidasi yang reaktif dalam membran sehingga menghambat produksi hidroperoksida.

Selenium Organik dan Inorganik

Selenium suatu unsur semilogam (metalloid) yang mempunyai sifat-sifat kimia mirip dengan sulfur. Selenium mempunyai nomor atom 34 dan berat atom 78.96. (McDowell 1992). Dalam beberapa nomor senyawa, Se menggantikan S atau Se ditemukan sebagai kompleks dengan S melalui ikatan kovalen koordinat (Scott et al. 1982). Mineral Se dapat direduksi menjadi bentuk oksidasi -2 (selenida) atau dioksidasi menjadi bentuk reduksi +4 (selenit) atau +6 (selenat) (McDowell 1992). Se mempunyai dua bentuk asam yaitu selenious (H2SeO3) dan selenic (H2SeO4), dimana dalam bentuk garamnya berturut-turut adalah selenit dan selenat (Georgievskii 1982). Tanaman dan mikroorganisma dapat mengganti S dalam sistein dan methionine dengan Se dengan demikian menghasilkan selenosistein dan selenomethionin (Scott et al.1982).

Selenium secara kimiawi mempunyai 2 bentuk, organik dan inorganik. Selenium inorganik dapat ditemukan dalam bentuk logam selenit, selenat dan selenide. Sebaliknya dalam unsur sayuran selenium merupakan bagian dari asam-asam amino meliputi methionine dan sisteine yang menggantikan sulfur. Di alam ternak menerima selenium terutama dalam bentuk organik (Surai 1999). Selenoaminoacid adalah Selenomethionin, selenosisteine, dan selenosistine sumber utamanya terdapat pada selenium tumbuhan (Levander 1986).


(26)

Total selenium di dalam tumbuhan dan biji-bijian 50-80% merupakan selenoaminoacid yang terikat didalam protein sebagai selenomethionin dan selenosistine (Butler dan Peterson 1967).

Keterbatasan penggunaan selenium inorganik adalah dapat bersifat racun, penyimpanan rendah, efisiensi transfer ke susu dan daging rendah dan kemampuan untuk mempertahankan cadangan selenium tubuh rendah, sehingga sebagian besar dari selenium yang dikonsumsi akan diekskresikan (Surai 1999). Selenomethionin tidak dapat disintesis dari selenit atau selenat pada ternak, tetapi selenosistein dapat ditemukan pada tubuh ternak yang mengkonsumsi selenium inorganik seperti selenit dan selenat, hal ini disebabkan karena selenosistein

tergabung didalamnya sintesis glutathione dan selenoprotein lainnya (Sunde 1990). Unggas tidak dapat mensintesis sistein sehingga selenomethionin

dibutuhkan untuk konversi selenomethionin menjadi selenosistein. Selenomethionin berubah menjadi selenosistein melalui enzim sistothionase (Esaki et al. 1981). Lebih lanjut Sunde (1990) memaparkan, selenosistein dapat menggantikan sistein pada banyak protein, agar selenosistein dapat bergabung kedalam selenoprotein maka dibutuhkan reaksi selenosistein-β-lyase. Arthur (1997) melaporkan bahwa selenium organik harus berubah dari bentuk dasar inorganik dan kemudian kembali lagi kedalam bentuk organik untuk memenuhi fungsi biologisnya dalam sintesis selenoprotein. Kemudian Hawks et al. (1985) menambahkan bahwa 30-80% dari selenium didalam tubuh adalah selenosistein. Selenosistein adalah asam amino yang sangat penting dalam sintesis sitosolik glutathione peroksidase (Rotruck et al. 1973). Pada umumnya deposit Se dalam jaringan mempunyai konsentrasi lebih tinggi bila Se tersedia dalam bentuk organik dibandingkan dalam bentuk inorganik (McDowell 1992).

Kelebihan selenium organik dibandingkan dengan selenium inorganik adalah dapat berakumulasi pada jaringan dalam menyediakan cadangan selenium. Cadangan selenoaminoacid akan digunakan pada kondisi stres untuk sintesis selenoprotein dan mengatasi pengaruh buruk radikal bebas. Transfer yang efisien dari makanan induk ketelur dan jaringan embrio dapat memperbaiki pertahanan antioksidan anak yang baru menetas dan meningkatkan resistensi terhadap penyakit serta memperbaiki daya tahan hidup anak. Transfer Se ketelur dan


(27)

daging lebih efektif sehingga menghasilkan produk ternak yang dapat dikonsumsi kaya kandungan Se (Surai 2003). Se organik memiliki sifat antioksidan sedangkan Se inorganik bersifat prooksidan dapat memicu pembentukan superoksida dan stres oksidasi melalui reaksi reduksi dengan glutathion.

Selenomethionin relatif tidak toksik, tidak katalitik dan tidak menghasilkan

superoksida (Steward et al.1999).

Selenomethionin menyebabkan respon perbaikan DNA dan melindungi fibroblast dari kerusakan DNA (Seo et al. 2002). Sementara itu selenit dan selenat meningkatkan oksidasi elektron dan pemutusan rantai DNA (Sugiyama et al.

1987; Snyder 1988; Milligan et al. 2002). Selenomethionin dipertimbangkan sebagai antioksidan yang sangat kuat melindungi kerusakan sel dari pengaruh peroksinitrit. Selenoaminoacid ini secara langsung terlibat dalam garis ketiga dari pertahanan antioksidan (Sies et al. 1998).

Groof dan Sareen (2005) mengemukakan bahwa selenium dalam bentuk organik dan inorganik semuanya efisien diserap, meskipun berbeda tingkatannya dalam saluran pencernaan. Duodenum kelihatannya menjadi tempat penyerapan, beberapa penyerapan terjadi dalam jejenum dan ileum tetapi sesungguhnya tidak terjadi dalam perut. Keseimbangan dan stabilitas perunut isotop menunjukkan secara umum selenomethionin lebih efektif diserap daripada selenit. Penyerapan asam amino, yang mana terjadi melalui sistem transportasi asam amino, diperkirakan lebih 80 %. Selenomethonin lebih baik diserap daripada selenocysteine. Beberapa penelitian menunjukkan penyerapan selenit melebihi 85 %, selenat lebih baik diserap daripada selenit. Faktor yang meningkatkan penyerapan selenium termasuk vitamin C, vitamin A dan vitamin E, memperbaiki keberadaan gluthathione reduksi dalam lumen usus. Logam berat seperti merkuri dan phytat menghambat penyerapan selenium melalui penghambatan dan pengikatan. Selanjutnya penyerapan dari usus, selenium masuk ke transpor protein untuk masuk kedalam darah, hati dan jaringan lain. Dalam darah selenium berikatan dengan kelompok sulfyhydryl dalam alfa dan beta globulin seperti VLDL dan LDL. Selenocysteine mengandung protein plasma, selenoprotein P juga memperlihatkan fungsinya sebagai transpor protein, membawa (50 %) selenium dalam plasma. Selenoprotein P mengandung residu


(28)

selenocysteine tetapi mungkin telah mengalami sintesis dengan selenium yang terbatas. Glikoprotein disentesis banyak dalam hati dan selebihnya dalam ginjal, jantung dan paru-paru. Disirkulasikan dalam darah dan juga ditemukan bergabung dengan sel-sel endothelial capillary. Dapat dilihat pada gambar 2 dibawah ini :

Gambar 2 Gambaran pencernaan selenium, penyerapan dan transpor (Groof dan Sareen 2005)

Metabolisme Selenium Organik dan Inorganik

Menurut Groof dan Sareen (2005) jaringan seperti hati, asam-asam amino dan selenium dalam bentuk inorganik mengalami metabolisme. Selenomethionine yang berasal dari makanan, mungkin disimpan sebagai selenomethionine dalam pool asam amino, untuk sintesis protein hanya menggunakan asam amino methionine, atau katabolisme asam-asam amino,


(29)

selenocysteine dan selenocystine. Metabolisme selenomethionine sama dengan metabolisme methionine. Metabolisme selenium dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3 Metabolisme selenium (Groof dan Sareen 2005)

Di dalam jaringan hati, selenomethionin yang diperoleh dari makanan kemungkinan akan disimpan di dalam kelompok asam amino, atau digunakan untuk sintesis protein khususnya asam amino methionine atau dikatabolisme menjadi Se-Adenosylmethionin (SeAm) yang akhirnya menghasilkan selenosistein dan selenosistin. Selenosistein yang diperoleh dari makanan atau


(30)

hasil dari metabolisme selenomethionin akan didegradasi oleh selenosistein β-lyase untuk menghasilkan selenium bebas.

Selenium bebas tersebut kemudian menempel pada transfer RNA yang berisi serin dan akhirnya bergabung ke dalam kelompok enzim-enzim selenium. Selenium yang tidak digunakan sebagai kofaktor enzim kemungkinan disimpan untuk pemanfaatan berikutnya atau diubah menjadi selenid (H2Se) dan selenit, atau diekskresikan (Groof dan Sareen 2005).

Selenat di dalam tubuh diubah menjadi selenit kemudian dimetabolisme menjadi selenodigluthatione yang kemudian diubah menjadi selenide, selanjutnya selenide didegradasi menjadi selenophosphat atau methylselenide yang akan diekskresikan. Selenophosphat dimetabolisme dan kemudian menempel pada tRNA untuk sintesis 5-deiodinase atau gluthatione peroksidase.

Vitamin E

Vitamin E baru ditemukan sekitar tahun 1922 oleh Herbert Evans (Sell 1993). Kemudian Piliang (2004) menambahkan bahwa nama vitamin E dibuat oleh Evan (1925) yang kemudian peneliti lain yaitu Emerson mencoba memurnikan faktor tersebut dan menamakannya tocopherol yang berasal dari bahasa Yunani (tokos = kelahiran bayi dan kata kerja pherein = membawa atau menyebabkan). Penambahan akhiran ol pada akhir kata menunjukkan bahwa vitamin tersebut termasuk golongan alkohol.

Vitamin E meliputi 8 komponen yang disintesis oleh tumbuh-tumbuhan. Komponen ini dibagi menjadi 2 kelas yaitu: tocols yang mempunyai rangkaian jenuh (saturated) dan tocotrienols (trienol) yang mempunyai rangkaian tak jenuh (unsaturated). Masing-masing kelas tersusun dari 4 vitamer yaitu α, β, γ, dan δ yang memiliki karakteristik dan aktivitas biologis. Komponen yang paling aktif adalah α-tocopherol kemudian β-tocopherol yang lebih aktif dari γ dan δ tocopherol. Sedangkan untuk tocotrienols, hanya β-tocotrienols yang mempunyai aktivitas sedikit lebih tinggi dari α-tocotrienols, sementara aktivitas γ dan δ tocotrienol tidak diketahui. Komponen lain dari vitamin E adalah α-tocopheryl acetat (Groff dan Sareen 1999). Ekstraksi tocopherol dari minyak tumbuh-tumbuhan menghasilkandl-α-tocopheryl acetat. dl-α-tocopheryl acetatmerupakan


(31)

Farrel dan Robert (1994) mengemukakan bahwa secara umum vitamin E berfungsi sebagai antioksidan biologis yang melindungi membran seluler dari kerusakan oksidatif dan membersihkan (scavenger)membran dari radikal-radikal bebas. Vitamin E berpengaruh terhadap aktivitas enzim pada plasma, juga berperan dalam pengaturan sintesis asam nukleat, ekspresi gen dan kontrol daur hidup beberapa protozoa tertentu. Selanjutnya dikatakan, phospolipid pada sel dan subsel membran mengandung asam-asam lemak tak jenuh yang mudah mengalami peroksidasi karena itu vitamin E sebagai antioksidan yang larut dalam lemak melindungi asam-asam lemak tersebut dengan jalan memecahkan radikal bebas yang dapat mengakibatkan kerusakan membran.

Groff dan Sareen (1999) menambahkan bahwa fungsi vitamin E memelihara integritas sel tubuh, mencegah peroksidasi asam-asam lemak tak jenuh yang berada pada phospolipid membran seluler, membran mitokondria dan endoplasmik retikulum.

Metabolisme Vitamin E

Absorbsi vitamin E berhubungan dengan pencernaan lemak, dipermudah dengan adanya empedu dan lipase pankreas. Usus halus merupakan tempat utama absorbsi vitamin E dalam bentuk alkohol bebas maupun ester, sebagian besar vitamin E diabsorbsi sebagai alkohol. Alkohol memasuki usus dan ditranspor ke seluruh sirkulasi darah melalui kelenjar getah bening. Aktivitas terbesar vitamin E pada plasma dan jaringan hewan dalam bentuk α-tocopherol. Tocopherol masuk ke dalam sistem sirkulasi, menyebar keseluruh tubuh dan penyimpanan terbesar berada pada jaringan lemak. Vitamin E disimpan di dalam seluruh jaringan tubuh, terutama disimpan dijaringan adiposa, hati dan otot, penyimpanan terbesar berada pada hati. Sejumlah kecil vitamin E akan tersimpan di dalam tubuh dalam waktu yang lama. Jalur ekskresi utama dari absorbsi vitamin E adalah empedu. Biasanya kurang dari 1% konsumsi vitamin E akan diekskresikan melalui urine (McDowel 2000).

Selenium dan Vitamin E sebagai Antioksidan

MacPherson (1994) menjelaskan bahwa Se merupakan mineral jarang (trace mineral) yang sangat efektif sebagai antioksidan yang penting untuk ternak.


(32)

Peranan Se yang sangat penting bagi ternak adalah fungsinya dalam aktivitas selenoenzim (Gluthation peroksidase (GSH-Px), GSH-Px bersama dengan katalase, melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas, peroksida dan oksidasi asam-asam lemak tak jenuh yang mengakibatkan kerusakan sel lemak serta menghancurkan peroksida sebelum peroksida dapat merusak membran seluler. Berbagai reaksi dan fungsi GSH-Px dalam tubuh meliputi detoksifikasi mencegah berakumulasinya hidrogen peroksida (HOOH) dan organik peroksida (ROOH), menjaga gugus sulfhydryl dalam bentuk tereduksi, sintesis hormon-hormon tertentu yang berasal dari asam lemak arakhidonat, dan metabolisme senyawa-senyawa asing. Disamping itu glutathione sebagai kofaktor dalam metabolisme aldehida tertentu (methylglyoxal dan

formaldehid), kemungkinan juga sebagai transport asam amino dalam ginjal.

Brody (1994) menjelaskan, reabsorpsi asam amino yang terdapat dalam filtrat glomerulus menggunakan bermacam-macam sistem transport, salah satu sistem transport ini melibatkan glutathione. Sistem yang melibatkan

glutathione erat hubungannya dengan enzim batas luar membran yaitu

-glutamyltranspeptidase, enzim ini membatasi sel-sel epitel yang menempel pada lumen tubulus ginjal. Subtrat asam amino yang dikenali oleh enzim ini adalah sistein, glutamin, methionin, alanin dan serin, juga beberapa substrat dipeptida. Produk reaksi ini dipindahkan ke dalam sel epitel, dan kemudian dipecah kedalam asam amino sel. Selain itu Brigelius-Flohe (1999) menyebutkan bahwa fungsi utama dari GSH-Px adalah mengatur keseimbangan reaksi redoks. GSH-Px mengkatalisis pelepasan H2O2 menurut sepasang reaksi dibawah ini (Underwood 1977).

2GSH + H2O2 GSSG + H2O GSSG + NADPH 2GSH + NADP+

Selenium merupakan komponen penting sejumlah selenoprotein yang terlibat dalam aktivitas antioksidan. Selenoprotein P, selenoprotein W dan ke empat tipe GSH-Px berperan dalam menetralkan hidroperoksida dan radikal-radikal bebas oksigen pada berbagai jaringan. Selenoprotein terbaik adalah tipe

Glutation peroksidase peroksidase Glutation Peroksidase


(33)

GSH-Px. Empat tipe GSH-Px yaitu classical GSH-Px (Rotruck et al. 1973; Flohe

et al. 1973). Kemudian Ursini et al. (1982) menemukan selenoperoksida kedua adalah phospholipid hidroperoksida GSH-Px (PH-GSH-Px).

Maddipati dan Marnett (1987) menyebutkan selenoperoksida tipe ketiga adalah plasma GSH-Px (PGSH-Px). Selenoperoksida keempat adalah gastrointestinal GSH-Px (GI-GSH-Px) (Chu et al. 1993). Enzim-enzim ini berbeda pada spesifik jaringan dan fungsi utamanya adalah memusnahkan dan detoksifikasi hidrogen peroksida dan hidroperoksida lemak (Ursini et al.1982).

MacPherson (1994) menyebutkan bahwa distribusi masing-masing tipe gluthatione peroksidase berbeda-beda tiap jaringan dan species, sehingga kebutuhan dan gejala defisiensi tiap species juga berbeda. Cytosolic GSH-Px merupakan selenoprotein yang termasuk ke dalam salah satu enzim antioksidan yang meliputi katalase, glutathion transferase dan superoksida dismutase. Enzim-enzim ini menetralkan radikal-radikal oksigen dan hidrogen peroksida yang dihasilkan didalam sel. Bersama-sama enzim-enzim tersebut mengurangi persediaan superoksida dan peroksida sehingga mengurangi kemungkinan kerusakan isi sel dan membran sel (Combs dan Combs 1986).

Phospholipid hidroperoksida GSH-Px, erat kaitannya dengan membran sel, pada tipe GSH-Px ini terjadi interaksi antara selenium dan vitamin E, enzim ini dapat menetralkan peroksidasi lemak dan secara langsung melindungi membran. PH-GSH-Px kurang sensitif dibandingkan dengan cytosolic GSH-Px (McPherson 1994). Selanjutnya dikatakan bahwa plasma GSH-Px (PGSH-Px) adalah antioksidan ekstraseluler yang bersumber dari ginjal, berperan melindungi sel endothelial lapisan darah dan pembuluh getah bening. Gastrointestinal GSH-Px (GI-GSH-Px) merupakan bentuk enzim dalam sel sistem gastrointestinal.

Selenoprotein P memiliki peranan antioksidan, di dalam fraksi protein plasma darah mengandung 60-80% Se. Selenoprotein W merupakan antioksidan yang berada di dalam hati dan jaringan otot, dan kemungkinan jumlahnya didalam jaringan tersebut sama dengan jumlah GSH-Px. Konsentrasi selenoprotein jaringan tergantung pada konsumsi selenium (Chen et al. 1990; Persson-Moschos


(34)

Vitamin E melindungi hati dari peroksidasi lemak dan kerusakan membran sel (Whitehead et al. 1998). Kemudian Halliwell dan Gutteridge (1999) mengemukakan bahwa vitamin E dikenal sebagai komponen biologi membran dan dipertimbangkan sebagai rantai antioksidan dalam peroksidasi lemak.

Vitamin E terutama ditemukan pada hidrokarbon membran lemak sebagai alat penghubung membran dan erat kaitannya dengan oksidasi enzim yang mengakibatkan produksi radikal bebas, vitamin E melindungi sel dan jaringan dari kerusakan oksidasi oleh radikal bebas (Gallo-Toress 1980). Selanjutnya disebutkan bahwa vitamin E memegang peranan penting dalam metabolisme Se, dan Se dibutuhkan untuk fungsi normal dari pankreas. Defisiensi selenium dan tocopherol mengakibatkan kerusakan jaringan dan kematian sel yang disebabkan karena oksidasi membran sel lemak dan hidroperoksida lemak. Peroksidasi lemak dapat menghancurkan keutuhan struktur sel dan menyebabkan kekacauan metabolisme (McDowell 1992; Brody 1994). Gambar 4 menyajikan tiga level pertahanan antioksidan di dalam sel.


(35)

Surai (1999) mengemukakan bahwa sistem antioksidan pada sel hidup meliputi tiga level pertahanan utama, level pertahanan pertama bertanggung jawab mencegah pembentukan radikal bebas yang dilakukan oleh tiga enzim antioksidan, superoksida dismutase (SOD), glutathione peroksidase (GSH-Px) dan katalase bersama metal-binding protein.

Halliwell dan Gutteridge (1999) menjelaskan bahwa Radikal superoksida adalah radikal bebas utama yang dihasilkan oleh sel hidup. Aktivitas penting dalam pertahahan antioksidan disediakan oleh GSH-Px dan katalase.

Yu (1994) melaporkan bahwa GSH-Px ditemukan pada bagian-bagian yang berbeda pada sel, sedangkan katalase lokasi utamanya pada peroksisom. Pemusnahan hidrogen peroksida dari sel akan lebih tinggi dilakukan oleh GSH-Px. Selenium merupakan bagian integral dari enzim antioksidan GSH-Px, berada pada level pertama pertahanan antioksidan. Garis pertama dari pertahanan antioksidan sel tidak mempunyai kekuatan yang cukup untuk mencegah pembentukan dan perkembangan radikal bebas secara sempurna. Selanjutnya berperan pertahanan antioksidan level kedua yang meliputi glutathione, vitamin larut dalam lemak (A, E, carotenoid, ubiquinon) dan vitamin larut dalam air (asam askorbat, asam urea dll). Antioksidan ini merupakan komponen rantai pemecah yang potensial mencegah pembentukan dan perkembangan rantai radikal bebas.

Selenium sebagai bagian integral dari GSH-Px, yang juga termasuk kedalam level kedua pertahanan antioksidan tidak mampu untuk mencegah peroksidasi lemak sehingga beberapa molekul biologis mengalami kerusakan. Pada level ketiga pertahanan antioksidan, enzim-enzim spesifik seperti protease, lipase dan beberapa enzim lainnya berperan melakukan perbaikan terhadap molekul-molekul yang rusak. Selanjutnya seluruh element-element sistem antioksidan berinteraksi membentuk pertahanan antioksidan yang efisien. Interaksi ini dimulai pada saat absorbsi nutrisi dan berlanjut selama metabolisme nutrisi (Brigelius-Flohe 1999). Selenium dianggap penting dalam nutrisi ternak karena kedua level pertahanan antioksidan (pertahanan pertama dan kedua) dalam sel tergantung pada aktivitas GSH-Px, yang keberadaannya tergantung pada kecukupan selenium.


(36)

Minuman Kaya Antioksidan

Antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang dapat menunda, memperlambat dan mencegah proses oksidasi lipid walaupun dalam konsenterasi yang sedikit (Sampels 2005). Antioksidan adalah substansi yang diperlukan tubuh untuk menetralisir radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas terhadap sel normal, protein dan lemak. Antioksidan menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas (free radical scavenger), dekomposer peroksida, mereduksi singlet oksigen dan menghambat enzim (Dean 2003; Simpson 2006).

Tubuh manusia memiliki aktivitas antioksidan endogenus. Enzim-enzim antioksidan seperti superoksida dismutase (SOD), katalase (CAT) dan glutation peroksidase (GPX) berperan dalam meredam oksidan dan mencegah sel dari kerusakan. Disamping enzim-enzim tersebut molekul non enzim dalam sel seperti thioredoksin, thiol dan ikatan disulfida berperan dalam sistem pertahanan antioksidan tubuh. Hasil studi epidemilogi mekanisme antioksidan endogenous ini tidak mampu mengimbangi jumlah radikal bebas yang dihasilkan tubuh dan pada kondisi tertentu aktivitasnya menjadi tidak efisien sehingga radikal bebas tersebut menyebabkan kerusakan oksidatif pada biomolekul (Yang et al. 2007; Aqil et al. 2006; Mosquirea et al. 2007).

Proses oksidasi lipid terjadi dalam tiga tahap yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi. Reaksi inisiasi terjadi ketika lemak tidak jenuh berinteraksi dengan oksigen membentuk radikal bebas. Radikal bebas tersebut akan berlanjut mengalami reaksi berantai membentuk radikal bebas-radikal bebas lain dalam tahap reaksi propagasi. Selanjutnya dalam reaksi terminasi, radikal bebas yang bersifat sangat reaktif akan membentuk ikatan yang stabil bila bereaksi dengan senyawa radikal lain (Jadhav et al. 1996). Ketiga tahap reaksi oksidasi lipid tersebut adalah sebagai berikut :

Tahap reaksi inisiasi : RH R* + H*


(37)

Tahap reaksi propagasi : R* + O2 ROO* ROO* + RH ROOH + R* Tahap reaksi terminasi : R* + R* R – R

: R* + ROO* ROOR : ROO* + ROO* ROOR + O2 Secara umum, menurut Coppen (1983), antioksidan diharapkan memiliki ciri-ciri sebagai berikut (a) aman dalam penggunaan, (b) tidak memberi flavor, odor, warna pada produk, (c) efektif pada konsentrasi rendah, (d) tahan terhadap proses pengolahan produk (berkemampuan antioksidan yang baik), (e) tersedia dengan harga yang murah. Ciri keempat merupakan hal yang sangat penting karena sebagian proses pengolahan menggunakan suhu tinggi. Suhu tinggi akan merusak lipida dan stabilitas antioksidan yang ditambahkan sebagai bahan tambahan pangan. Kemampuan bertahan antioksidan terhadap proses pengolahan sangat diperlukan untuk dapat melindungi produk akhir.

Sebagaimana suatu benda pada umumnya, antioksidan juga memiliki keterbatasan-keterbatasan. Keterbatasan tersebut meliputi (a) antioksidan tidak dapat memperbaiki flavor lipida yang berkualitas rendah, (b) antioksidan tidak dapat memperbaiki lipida yang sudah tengik, (c) antioksidan tidak dapat mencegah kerusakan hidrolisis, maupun kerusakan mikroba (Coppen 1983).

Beberapa minuman dikonsumsi untuk memperoleh manfaat dari nilai nutrisinya (misalnya susu), sedangkan beberapa minuman lainnya dikonsumsi karena kemampuan minuman tersebut untuk menghilangkan rasa haus atau sekedar untuk kesenangan (Potter dan Hotchkiss 1995). Selanjutnya dilaporkan bahwa minuman dibagi ke dalam tiga kategori: (1) minuman berkarbonat (soda) tanpa alkohol, misalnya soft drink; (2) minuman berkarbonat atau tanpa karbonat dengan kandungan alkohol rendah, misalnya: beer dan wine; (3) minuman perangsang (stimulan) tanpa karbonat, misalnya teh dan kopi. Masing-masing jenis minuman dapat dikategorikan sebagai makanan karena terbentuk dari unsur-unsur – unsur-unsur makanan. Beer, wine dan soft drink dilengkapi dengan kalori sedangkan teh dan kopi tanpa kalori dan umumnya dikonsumsi dengan krem atau gula. Minuman tanpa alkohol berkarbonat (soft drink) umumnya manis,


(38)

beraroma, asam, berwarna dan terkadang dilengkapi dengan pengawet kimia. Ekstrak dan sari buah terkadang ditambahkan ke dalam minuman untuk meningkatkan cita rasa. Komponen utama soft drink adalah air, karbondioksida, gula, aroma warna dan asam.

Ada banyak bahan pangan yang dapat menjadi sumber antioksidan alami, seperti rempah-rempah, dedaunan, teh, kokoa, biji-bijian, serealia, buah-buahan, sayur-sayuran dan tumbuhan/alga laut. Bahan pangan ini mengandung jenis senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan, seperti asam-asam amino, asam askorbat, golongan flavonoid, tokoferol, karotenoid, tannin, peptida, melanoidin, produk-produk reduksi, dan asam-asam organik lain (Pratt 1992).

Tumbuhan rempah-rempah sudah sejak lama dikenal kegunaannya untuk manusia, misalnya untuk memberi aroma, rasa pada makanan, untuk obat-obatan, atau memiliki sifat antiseptik. Nakatani (1992) telah merangkum hasil penelitian dari beberapa peneliti dunia dan menyebutkan bahwa tumbuhan rosemary dan sage memiliki antioksidan efektif untuk memperlambat kerusakan oksidatif pada lemak babi, begitu pula antioksidan dari tumbuhan thyme, oregano, pala, bunga pala dan kunyit. Sementara cengkeh memiliki aktivitas antioksidan paling tinggi didalam emulsi minyak dalam air dibanding kunyit, bunga pala, rosemary, pala, jahe, oregano, dan sage. Tumbuhan laut yang diketahui mempunyai senyawa antioksidan adalah Gelidiopsis sp.

Keefektifan antioksidan dari rempah-rempah kemudian menarik untuk dicobakan pada berbagai jenis makanan, dan hasil-hasil penelitian tersebut merangsang para peneliti untuk melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengisolasi komponen-komponen aktif dari berbagai jenis rempah. Senyawa-senyawa fenolik volatile seperti eugenol, isoeugenol, thymol dan lain-lain memiliki aktivitas antioksidan menonjol, namun mereka memiliki odor yang terlalu kuat sehingga membatasi kegunaannya sebagai bahan tambahan pangan. Curcumin adalah antioksidan berwarna kuning pekat yang diisolasi dari kunyit, sementara Capsaicin yang diisolasi dari cabe berasa sangat pedas, warna dan rasa tersebut menyebabkan kurang praktisnya dalam penggunaan. Oleh karena itu, para peneliti kemudian mengalihkan perhatian pada isolasi komponen aktif


(39)

lebih menyenangkan, tidak berbau, berasa dan tidak berwarna. Kemudian lebih lanjut penelitian ditekankan pada senyawa-senyawa fenolik non volatil yang memiliki aktivitas antioksidan (Nakatani 1992).

Daun Rosemary (Rosmarinus officinalis L) merupakan salah satu rempah-rempah efektif yang telah luas digunakan dalam pengolahan makanan. Oleh beberapa peneliti ditemukan bahwa dari daun rosemary ini telah berhasil diisolasi beberapa senyawa antioksidan yaitu karnosol, rosmanol, isorosmanol, epirosmanol, rosmaridifenol dan rosmariquinon.

Akar jahe (Zingiber officinale Roscoe) biasa digunakan sebagai bumbu atau obat tradisional. Komponen-komponen pedas dari jahe seperti 6 gingerol dan 6-shogaol dikenal memiliki aktivitas antioksidan cukup. Dari ekstrak jahe yang telah dibuang komponen volatilnya dengan destilasi uap, maka dari fraksi non volatilnya setelah pemurnian ditemukan empat senyawa turunan gingerol dan empat macam diarilheptanoid yang memiliki aktivitas antioksidan kuat. Cabe

(Capsicum frutescens L) memiliki senyawa antioksidan yang disebut Capsaicin

dan Capsaicinol, sementara dari lada dapat diisolasi lima macam senyawa

antioksidan fenolik amida yang tidak berasa pedas serta memiliki struktur kimia yang serupa dengan senyawa piperin yang berasa pedas (Nakatani 1992).

Ada beberapa senyawa fenolik yang memiliki aktivitas antioksidan telah berhasil diisolasi dari kedelai (Glycine max L.), salah satunya adalah flavonoid. Flavonoid kedelai adalah unik dimana dari semua flavonoid yang terisolasi dan teridentifikasi adalah isoflavon. Isoflavon kedelai terutama berupa 7-O-monoglukosida-isoflavon, dimana bagian glikosidanya 100 kali bagian aglikonnya. Senyawa antioksidan alami isoflavon dari kedelai tersebut adalah 5,7,5’-trihidroksiisoflavon-7-0-monoglukosida (genistein) 7,4’-dihidroksiisoflavon-7-0monoglukosida (daidzein), dan 7,4;-dihidroksi6-metoksi-isoflavon-7-0-monoglukosida (glycitein). Isoflavon lain dari kedelai adalah 6,7,4’-trihidroksiisoflavon yang hanya terdapat pada produk-produk kedelai terfermentasi (Pratt 1992).


(40)

Menurut Shahidi dan Naczk (1995), selain isoflavon, kedelai dan produk-produk kedelai merupakan sumber berbagai macam senyawa antioksidan yang merupakan golongan dari turunan asam sinamat, fosfolipida, tokoferol, asam amino dan peptida.

Pratt (1992), dari biji kapas dapat diisolasi beberapa antioksidan alami dari golongan flavonoid, yaitu dari jenis aglikon flavonol, dan dari jenis flavonol glikosida. Jenis aglikon flavonol dari biji kapas meliputi quersetin, kaemferol, gosipetin, dan herasetin.Antioksidan flavanonol adalah dihidroquersetin, sedangkan jenis flavonol glikosida meliputi rutin (quersetin-3-ramnoglukosida), quersetrin (quersetin– 3 - ramnoglukosida), dan isoquersitrin (quersetin-3-glukosida).

Pada kacang (Arachis hypogea) ditemukan senyawa antioksidan alami

taxifolin, dan pada wijen (Sesamum indicum) memiliki antioksidan sesamin, sesamolin, dan sesamol (Sherwin 1990). Sementara dari biji bunga matahari dapat diperoleh antioksidan alami turunan asam sinamat, yaitu asam klorogenat dan asam kafeat (Shahidi dan Naczk 1995).

Pangan fungsional yaitu pangan yang berdasarkan pengetahuan tentang hubungan antara pangan atau komponen pangan dan kesehatan diharapkan mempunyai manfaat tertentu (Broek 1993. Sedangkan menurut Scheeman (2000) pangan fungsional yaitu produk pangan yang dimodifikasi atau diformulasi untuk menghasilkan efek fisiologis atau gizi yang spesifik meliputi penambahan komponen dan modifikasi distribusi energi dengan aktivitas psikologis yang relevan.

Formulasi yang dimaksud meliputi penambahan atau pengurangan satu atau lebih komponen pangan atau zat gizi. Menteri kesehatan dan kesejahteraan jepang, pangan fungsional adalah pangan yang berdasarkan pengetahuan antara pangan atau komponen pangan dan kesehatan, diharapkan memiliki keuntungan dalam kesehatan dan telah dinyatakan bahwa orang yang menggunakan produk tersebut untuk kesehatan akan memperoleh kesehatan (Fardiaz 2003).

Muchtadi (2001) mengatakan bahwa para ilmuwan jepang menekankan pada tiga fungsi dasar pangan fungsional yaitu sensori (warna dan penampilan menarik


(41)

pengaruh fisiologis bagi tubuh). Beberapa fungsi fisiologis yang diharapkan antara lain pencegah dari timbulnya penyakit, meningkatkan daya tahan tubuh, regulasi kondisi ritme fisik tubuh, memperlambat proses penuaan, dan penyehatan kembali (recovery).

Ichikawa (1994) menyatakan bahwa suatu pangan dapat dikatakan pangan fungsional bila memenuhi syarat-syarat berikut:

1.Dapat digunakan sebagai makanan dan memiliki fungsi untuk kesehatan. 2.Manfaatnya bagi kesehatan dan pemenuhan gizi harus didasarkan data

ilmiah.

3.Jumlah yang dikonsumsi setiap hari harus ditentukan dan diizinkan oleh ahli kesehatan dan gizi.

4.Aman dalam diet yang seimbang.

5.Memiliki karakteristik sifat fisik dan kimia disertai analisa yang jelas, serta sifat kuantitatif dan kualitatifnya didalam bahan pangan dapat ditentukan. 6.Tidak mengurangi nilai gizi pangan.

7.Dikonsumsi dengan cara yang wajar.

8.Tidak dikonsumsi dalam bentuk tablet, kapsul ataupun serbuk. 9.Berasal dari bahan-bahan alami.

Selanjutnya Wijaya (2002) menyatakan bahwa pangan fungsional adalah bahan pangan yang berpengaruh positif terhadap kesehatan seseorang, penampilan jasmani dan rohani selain kandungan gizi dan cita-rasa yang dimilikinya. Fungsi pangan tidak lagi ada dua tetapi menjadi tiga, yaitu segi gizi, cita rasa dan kemampuan fisiologis aktifnya.

Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan bahwa pangan fungsional adalah pangan yang secara alami maupun melalui proses mengandung satu atau lebih senyawa yang berdasarkan hasil kajian ilmiah dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan. Pangan fungsional dikonsumsi layaknya makanan atau minuman, mempunyai karakteristik sensori berupa penampakan, warna, tekstur dan cita rasa


(42)

yang dapat diterima oleh konsumen, serta tidak memberikan kontraindikasi dan tidak memberikan efek samping terhadap metabolisme zat gizi lainnya jika digunakan pada jumlah penggunaan yang dianjurkan. Meskipun mengandung senyawa yang bermanfaat bagi kesehatan, pangan fungsional tidak berbentuk kapsul, tablet atau bubuk yang berasal dari senyawa alami (Badan Pengawasan Obat dan Makanan 2001). Produk minuman fungsional yang beredar dipasaran tersedia dalam berbagai bentuk, seperti jus (Sari buah), serbuk minuman cepat larut (Serbuk instan), serta dalam bentuk teh herbal (Teh celup) mengkudu.

Oguni (1996) menyatakan bahwa makanan fungsional dapat memenuhi kebutuhan tubuh dalam meningkatkan hal-hal berikut:

1. Sistem pertahanan biologis tubuh, misalnya mereduksi alergi, aktivasi sistem kekebalan, dan memperkaya sistem getah bening.

2. Sistem pencegahan penyakit, misalnya pencegahan tekanan darah tinggi dan diabetes, pencegahan kelainan metabolisme bawaan, serta pencegahan tumor. 3. Sistem penyembuhan penyakit; misalnya pengendali kolesterol dalam darah,

mencegah terjadinya agregasi darah dan pengatur "hematosis" .

4. Sistem pengendali irama/gerak fisik, misalnya stimulasi sistem saraf pusat dan

perifer , pengatur penyerapan dan masukan makanan.

5. Sistem penghambatan ketuaan, misalnya pengendali pembentukan peroksida lemak.

Konsep pangan fungsional menurut PA consulting Group (1990) yang dikutif oleh Golberg (1994) adalah :

1. Merupakan pangan (bukan kapsul, tablet, ataupun serbuk) yang berasal dari bahan alami.

2. Pangan yang dapat dikonsumsi sebagai bagian dari makanan sehari-hari. 3. Pangan tersebut mempunyai fungsi tertentu ketika dikonsumsi, memperlancar

dan membantu metabolism tubuh seperti meningkatkan imunitas, kesegaran tubuh, dan lain-lain.


(43)

Lemon

Hampir semua jenis buah jeruk berasal dari Asia Tenggara, terutama dari India,Cina, dan kepulauan Malaysia. Jenis jeruk lemon dan nipis (Lime) tersebar mulai dari Himalaya ke arah selatan di India dan ke bagian timur menuju daerah malaysia (Nagy dan Shaw 1990).

Jeruk lemon dipanen ketika warna buahnya masih hijau. Jeruk lemon yang sudah matang ditandai dengan dengan munculnya warna kuning keputih-putihan (whitish yellow) pada buah, dan ditandai dengan semakin tipisnya kulit buah dengan munculnya lapisan lilin tebal pada kulit untuk memperlambat proses repirasi dan memperpanjang umur simpan (Swisher dan Swisher 1980 seperti dikutip oleh : Nagy dan Shaw 1990). Jeruk lemon tidak dikonsumsi secara langsung,melainkan banyak digunakan sebagai perisa dan asidulan alami, serta penguat citarasa (flavour enhancer) pada makanan maupun minuman (Swisher dan Swisher 1980 seperti dikutip oleh : Nagy dan Shaw 1990).

Tabel 2 Komposisi kimia jus jeruk lemon

Penyusun Jumlah (g/100 g jus) Kadar air 92.36 TPT (ºBrix) 8.30 Asam sitrat 5.98 pH 2.2 Gula

Total 1.17 Sukrosa 0.09 Gula pereduksi 1.09 Kadar abu (mineral) 0.25 Sumber : Nagy dan Shaw (1990)

Jeruk lemon memiliki kandungan total fenolik yang tinggi, yaitu sekitar 81.9±3.5 mg gallic acid equiv/100 g berat dapat dimakan. Aktivitas antioksidan pada jeruk lemon juga diukur dan dinyatakan dalam µmol vitamin C equiv/g berat dapat dimakan sebesar 42.8±1.0µmol/g. Selain itu, ekstrak jeruk lemon juga


(44)

diketahui memiliki aktivitas penghambatan terhadap pertumbuhan sel-sel kanker HepG2 yang dinyatakan dalam EC 50 (mg/ml), yaitu sebesar 30.6±0.8 mg/ml (Sun et al. 2002).

Arthey dan Ashurst (1996) mengatakan bahwa sari buah (juice) seratus persen terdiri dari buah. Sari buah merupakan cairan yang mengandung jaringan buah. Sari buah dapat berbentuk konsentrat yang harus ditambahkan air untuk mengembalikan kebentuk cairan asal.

Lemon merupakan buah yang sangat dimanfaatkan untuk membuat sari buah, daging dan kulit buahnya juga dapat dimanfaatkan. Sari buah lemon mengandung lima persen asam dengan pH dua sampai tiga yang mengakibatkan lemon berasa asam. Lemon mengandung vitamin C tinggi sehingga dapat dimanfaatkan untuk kesehatan sebagai penguat sistem pencernaan, sistem kekebalan dan bermanfaat untuk kulit. Seratus mililiter sari buah lemon mengandung lima puluh miligram vitamin C dan lima gram asam sitrat. Lemon juga dimanfaatkan untuk pengawetan jangka panjang, mencegah terjadi browning

effect, sehingga memperpanjang umur buah (Wikipedia 2007).

Wine

Potter dan Hotchkiss (1995) mengatakan bahwa wine dapat dibuat dari berbagai macam buah-buahan tetapi buah anggur merupakan buah yang paling populer dan sering digunakan sebagai bahan mentah untuk pembuatan wine.

Bermacam-macam nama diberikan pada wine yang menggambarkan daerah asal dari berbagai jenis anggur yang digunakan sebagai bahan penyusunnya dengan sifat-sifat tertentu seperti tingkat kemanisan, warna, kandungan alkohol dan sifat berbusa. Tingkatan warna kulit anggur bermacam-macam dari ungu tua sampai hijau pucat. Alkohol memberikan kontribusi besar terhadap warna ekstraksi. Kemanisan dan kandungan alkohol dari wine saling berhubungan karena fermentasi mengubah gula anggur menjadi alkohol. Semakin banyak alkohol yang dihasilkan maka kemanisan akan berkurang. Sifat berbusa dari wine tergantung dari kandungan karbondioksida. Kandungan karbondioksida terjadi secara alami sebagai hasil dari fermentasi tetapi dapat juga ditambahkan. Komposisi nutrisi


(45)

Tabel 3 Komposisi nutrisired winedan white grapeper 100 grm

Nutrien Red Wine White grape*

Air (gram) 88.5 86.2

Energi (kcal) 72 222

Protein (gram) 0.2 0.2

Lemak (gram) 0 0

Abu (gram) 0.3

Serat (gram) 0

Gula (gram) N/A 13.7

Mineral

Ca (mg) 8 6

Fe (mg) 0.43 0.2

Mg (mg) 13 4

P (mg) 14 11

K (mg) 112 89

Na (mg) 5 7

Zn (mg) 0.09 0.1

Cu (mg) 0.02

Mn (mg) 0.597

Se (µ) 0.2

Vitamin

Vitamin C (mg) 0 11

Vitamin B-1 (mg) 0.005 0

Vitamin B-2 (mg) 0.028 0

Vitamin B-3 (mg) 0.081 0.4

Vitamin B-5 (mg) 0.035

Vitamin B-6 (mg) 0.034

Vitamin B-12 (µg) 0.01

Vitamin A (µg) 0 0

Vitamin E (µg) N/A

Sumber : www.calorie-counter(2009) *www.foodstandards.gov.au (2006) Madu

Madu merupakan cairan kental dan manis yang dihasilkan oleh lebah madu dari bunga-bunga. Madu dinyatakan sebagai produk alami tanpa tambahan unsur-unsur lainnya termasuk air atau pemanis. Sebagian besar mikroorganisme tidak dapat hidup pada madu karena madu memiliki aktivitas air yang rendah.Madu mengandung gula dan komponen-komponen lainnya terutama karbohidrat dengan


(1)

Lampiran 16 Form uji ranking

Uji Ranking

Produk : JuiceTelur Tanggal :14 Agustus 2008

Nama : NRP : Alamat : No HP :

Instruksi :

1. Cicipilah sampel satu persatu, diamkan dalam mulut selama 3 – 5 detik, dan selanjutnya ditelan.

2. Urutkan tingkat kesukaan anda terhadap sampel, dari yang paling disukai ( Ranking 1 ) sampai yang paling tidak disukai ( Ranking 5 ).

3. Bilaslah indera pencicip anda dengan menggunakan air yang disediakan sebelum mencicipi sampel berikutnya.

Sampel Ranking

101 121 242 434 565


(2)

Lampiran 17. Rekapitulasi skor uji ranking juicetelur

Panelis Skor Ranking

101 121 242 434 565

1 5 4 1 2 3

2 5 2 1 4 3

3 5 4 3 1 2

4 5 4 2 3 1

5 5 1 2 3 4

6 5 1 3 4 2

7 4 1 2 5 3

8 5 4 1 2 3

9 5 2 1 3 4

10 5 2 1 3 4

11 5 1 2 4 3

12 5 1 2 4 3

13 5 4 3 2 1

14 5 2 1 3 4

15 4 3 1 2 5

16 4 1 2 3 5

17 5 2 4 3 1

18 5 2 1 4 3

19 5 1 2 3 4

20 5 2 1 3 4

21 5 1 4 3 2

22 5 4 2 1 3

23 5 1 2 4 3

24 5 4 2 1 3

25 5 1 2 4 3

26 5 4 1 3 2

27 5 4 3 1 2

28 5 4 3 1 2

29 5 4 3 2 1

30 5 3 2 1 4

Total 147 74 60 82 87

Rataan 4.90 2.47 2.00 2.73 2.90


(3)

Hasil Uji friedman terhadap skor ranking kesukaan juicetelur kaya selenium Mean Rank

rank_101 4.90

rank_121 2.47

rank_242 2.00

rank_434 2.73

rank_565 2.90

Test Statistics(a)

N 30

Chi-Square 59.707

df 4

Asymp. Sig. .000

a Friedman Test

Hasil uji lanjut LSD terhadap skor ranking kesukaan juice telur

( I ) Sampel ( J ) Sampel

Rank Sum Difference

|(I-J)|

101

121 73*

242 87*

434 65*

565 60*

121

101 73*

242 14

434 8

565 13

242

101 87*

121 14

434 22

565 27

434

101 65*

121 8


(4)

Lampiran 18 Perhitungan aktivitas antioksidan juicetelur berdasarkan analisa aktivitas antioksidan masing-masing komponen penyusun

Formula 101 =Telur : Lemon : Madu : White Grape(Sparkling):Wine/ 100% : 0% : 0% : 0%:0% =[(ଵ ଴ ଴

ଵ ଴ ଴x 961.13)+( ଴

ଵ ଴ ଴x496.18) )+( ଴

ଵ ଴ ଴x0) )+( ଴

ଵ ଴ ଴x180.58) )+( ଴

ଵ ଴ ଴x1809.18)]

= 961.13

Formula 121 =Telur : Lemon : Madu : White Grape(Sparkling):Wine / 45% : 10% : 30% :15%:0% =[(ସ ହ

ଵ ଴ ଴x961.13)+( ଵ ଴

ଵ ଴ ଴x496.18)+( ଷ ଴ ଵ ଴ ଴x0)+(

ଵ ହ

ଵ ଴ ଴x180.58)+( ଴ ଵ ଴ ଴x0)]

=509.21

Formula 242 =Telur : Lemon : Madu : White Grape(Sparkling):Wine/ 50% : 10% : 30% :10%:0% =[(ହ ଴

ଵ ଴ ଴x961.13)+( ଵ ଴

ଵ ଴ ଴x496.18)+( ଷ ଴ ଵ ଴ ଴x0)+(

ଵ ଴

ଵ ଴ ଴x180.58)+( ଴ ଵ ଴ ଴x0)]

=548.24

Formula 434 =Telur : Lemon : Madu : White Grape(Sparkling):Wine/ 45% : 10% : 30% :0%:15% =[(ସ ହ

ଵ ଴ ଴x961.13)+( ଵ ଴

ଵ ଴ ଴x496.18)+( ଷ ଴ ଵ ଴ ଴x0)+(

ଵ ଴ ଴x180.58)+( ଵ ହ

ଵ ଴ ଴x1809.18)]

=753.50

Formula 565 =Telur : Lemon : Madu : White Grape(Sparkling):Wine/ 50% : 10% : 30% :0%:10% =[(ହ ଴

ଵ ଴ ଴x961.13)+( ଵ ଴

ଵ ଴ ଴x496.18)+( ଷ ଴ ଵ ଴ ଴x0)+(

ଵ ଴ ଴x180.58)+( ଵ ଴

ଵ ଴ ଴x1809.18)]


(5)

Lampiran 19 Perhitungan kandungan selenium juicetelur berdasarkan analisa kandungan selenium masing-masing komponen penyusun

Formula 101 =Telur : Lemon : Madu : White Grape(Sparkling):Wine/ 100% : 0% : 0% : 0%:0% =[(ଵ ଴ ଴

ଵ ଴ ଴x 33.77)+( ଴

ଵ ଴ ଴x10.72) )+( ଴

ଵ ଴ ଴x20.37) )+( ଴

ଵ ଴ ଴x10.51) )+( ଴

ଵ ଴ ଴x12.63)]

= 33.77

Formula 121 =Telur : Lemon : Madu : White Grape(Sparkling):Wine/ 45% : 10% : 30% :15%:0% =[(ସ ହ

ଵ ଴ ଴x33.77)+( ଵ ଴

ଵ ଴ ଴x10.72)+( ଷ ଴

ଵ ଴ ଴x20.37)+( ଵ ହ

ଵ ଴ ଴x10.51)+( ଴

ଵ ଴ ଴x12.63)]

=23.96

Formula 242 =Telur : Lemon : Madu : White Grape(Sparkling):Wine/ 50% : 10% : 30% :10%:0% =[(ହ ଴

ଵ ଴ ଴x33.77)+( ଵ ଴

ଵ ଴ ଴x10.72)+( ଷ ଴

ଵ ଴ ଴x20.37)+( ଵ ଴

ଵ ଴ ଴x10.51)+( ଴

ଵ ଴ ଴x12.63)]

=25.12

Formula 434 =Telur : Lemon : Madu : White Grape(Sparkling):Wine/ 45% : 10% : 30% :0%:15% =[(ସ ହ

ଵ ଴ ଴x33.77)+( ଵ ଴

ଵ ଴ ଴x10.72)+( ଷ ଴

ଵ ଴ ଴x20.37)+( ଴

ଵ ଴ ଴x10.51)+( ଵ ହ

ଵ ଴ ଴x12.63)]

=24.27

Formula 565 =Telur : Lemon : Madu : White Grape(Sparkling):Wine/ 50% : 10% : 30% :0%:10% =[(ହ ଴

ଵ ଴ ଴x33.77)+( ଵ ଴

ଵ ଴ ଴x10.72)+( ଷ ଴

ଵ ଴ ଴x20.37)+( ଴

ଵ ଴ ଴x10.51)+( ଵ ଴

ଵ ଴ ଴x12.63)]


(6)

Lampiran 20 Komposisi nutrien white grape

No Kandungan Nutrien Jumlah Keterangan

1 Protein 0

Per 100 ml

2 Karbohidrat 17 grm

3 Lemak 0

4 Vitamin C 25 mg

5 Yodium 1.5 mg

6 Kalori 289 KJ

Lampiran 21 Komposisi red wine(750 ml)

No Kandungan Jumlah Keterangan

1 Alkohol 14 %

Hillsview Cabernet Sauvignon

2001

Wine of australia

Lampiran 22 Kandungan selenium telur puyuh komersial

No Kandungan Hasil (µg/100 gram) Rataan Keterangan

1 2 3 4

1 Selenium 27.23 27.69 27.12 27.36 27.35µg/100

gram

Hasil Analisa Laboratorium Balai