SEX BEBAS MEMBINASAKAN NEGERI

SEX BEBAS MEMBINASAKAN NEGERI

Rasulullah saw. bersabda:

"Sesungguhnya dunia itu hijau dan manis, dan sesungguhnya Allah 'azza wajalla menjadikan kalian sebagai khalifah di dalamnya, agar Dia bisa melihat apa yang kalian lakukan, maka takutlah kalian akan fitnah dunia dan fitnah wanita, karena fitnah pertama kali yang menimpa bani Israil

adalah fitnah wanita." (HR. Imam Ahmad 14 (no. 10743) dari Abu Said Al Khudri).

Survey terbaru yang dilakukan internasional DKT bekerja sama dengan Sutra and Fiesta Condoms mengungkap bahwa 462 responden berusia 15 sampai 25 tahun semua mengaku pernah berhubungan seksual. Semua, 100 persen! Dan mayoritas mereka melakukannya pertama kali saat usia 19 tahun. Survey dilakukan Mei 2011 di Jakarta, Surabaya, Bandung, Bali, dan Yogyakarta (Republika.co.id, 12/12/2011) 15

Hasil survey tersebut juga menyebutkan, 88 persen hubungan seks dilakukan bersama pacar. Sembilan persen sesama jenis, terutama wanita, dan delapan persen dengan PSK untuk pria.

Mungkin kita bertanya dalam hati, mengapa kemaksiyatan begitu berkibar di negeri ini, negeri yang mayoritas

14 طوؤنرلا بيعش :ققحملا - ملسم طرش ىلع حيحص هدانسإ

15 http://www.republika.co.id/berita/gaya- hidup/parenting/11/12/12/lw2yof-survey-kebanyakan-abg-pertama-

kali-berhubungan-seks-umur-19 -di akses 14 pebruari 2012 kali-berhubungan-seks-umur-19 -di akses 14 pebruari 2012

Kalau dulu dakwah Rasulullah saw, dalam waktu yang relatif singkat, mampu membabat perzinaan yang membudaya di tengah masyarakat jahiliyyah, namun mengapa dakwah hari ini, jangankan membabat kemaksiyatan, justru tidak mampu secara efektif mencegah meningkatnya kemaksiyatan ditengah umat.

Kalau kita mau merenung sejenak dengan jujur, penyebab kurang efektifnya dakwah saat ini dibanding dakwah Rasulullah saw. adalah dikarenakan kita masih memilih- milih dan memilah-milah dalam meneladani dakwah beliau saw.

Kita sering mendengar bagaimana meneladani kelembutan jiwa Rasulullah saw, namun jarang disampaikan bagaimana ketegasan beliau dalam menegakkan syari’ah.

Kita sering mendengar bagaimana seharusnya berlaku adil, shabar, jujur, qana’ah, dll, namun jarang terdengar bahwa seharusnya sikap-sikap tersebut seharusnya dilakukan dalam bingkai syari’ah.

Kita sering mendengar bagaimana meneladani Rasulullah saw sebagai individu, namun jarang terdengar sikap, perilaku, dan bagaimana beliau menyelesaikan masalah dalam kapasitas beliau sebagai kepala negara.

Sesungguhnya – atas izin Allah swt – gemilangnya dakwah Rasulullah dalam menyingkirkan kemaksiyatan saat itu adalah karena beliau menerapkan semua syari’ah Allah dalam kapasitas beliau sebagai individu, juga sebagai kepala negara.

Beliau tidak hanya menyampaikan pentingnya keimanan, wajibnya wanita menutup aurat, haramnya khalwat (berduaan dengan lain jenis), namun secara praktis, sebagai kepala negara beliau menjaga keimanan umat, membuka pintu nikah dengan mudah dan murah, beliau menutup secara nyata tempat-tempat maksiyat dan menghukum berat pelaku perzinaan. Bandingkan dengan dakwah sekarang yang hanya boleh berbicara, menasehati dan Beliau tidak hanya menyampaikan pentingnya keimanan, wajibnya wanita menutup aurat, haramnya khalwat (berduaan dengan lain jenis), namun secara praktis, sebagai kepala negara beliau menjaga keimanan umat, membuka pintu nikah dengan mudah dan murah, beliau menutup secara nyata tempat-tempat maksiyat dan menghukum berat pelaku perzinaan. Bandingkan dengan dakwah sekarang yang hanya boleh berbicara, menasehati dan

Tidak ada cara lain untuk membabat perzinaan dan kemaksiyatan lain dinegeri ini, kecuali dengan berupaya semaksimal mungkin agar syari’ah dilaksanakan, baik oleh individu maupun negara. Karena sesungguhnya fungsi negara dalam pandangan Islam adalah sebagai penjaga akidah umat, pelaksana syari’ah dan mengemban dakwah ke seluruh penjuru dunia. Oleh sebab itu Imam Al Ghazali (w. 505 H) menulis dalam kitab kitab beliau al iqtishod fil I’tiqod halaman 199: “Karena itu, dikatakanlah bahwa agama dan kekuasaan adalah dua saudara kembar. Dikatakan pula bahwa agama adalah pondasi (asas) dan kekuasaan adalah penjaganya. Segala sesuatu yang tidak berpondasi niscaya akan roboh dan segala sesuatu yang yang tidak berpenjaga niscaya akan hilang lenyap.”

Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ul Fatawa juz 28 halaman 394 telah menyatakan: “Jika kekuasaan terpisah dari agama, atau jika agama terpisah dari kekuasaan, niscaya keadaan manusia akan rusak.”

Sungguh kita hanya punya dua pilihan, mau memperjuangkan penerapan syari’ah dalam setiap kehidupan kita, baik individu maupun berbangsa dan bernegara, ataukah kita rela dengan sistem dan aturan warisan penjajah yang membuat keadaan manusia semakin rusak, yang tidak akan pernah baik selama menolak syari’ah ataupun memilih-milih sebagiannya saja. Rasulullah saw bersabda:

“Dan tidaklah pemimpin-pemimpin mereka enggan menjalankan hukum-hukum Allah dan mereka memilih-milih apa yang diturunkan Allah, kecuali Allah akan menjadikan bencana di antara mereka." (HR. Ibnu Majah no. 4009 dengan sanad Hasan)

“Jika telah nampak dengan jelas zina dan riba dalam suatu kota, maka sesungguhnya mereka telah menghalalkan

adzab Allah atas mereka.” 16 (HR. Al Hakim ) Semoga Allah menjauhkan kita dan dzuriyat kita dari dosa

besar ini, dan mewafatkan kita semuanya dalam ampunan Allah SWT.