PERBEDAAN EFEKTIVITAS ANTARA CERAMAH DAN LEAFLET UNTUK MENINGKATKAN PENGETAHUAN TENTANG HIV-AIDS PADA SISWA SMA DI BANDAR LAMPUNG

(1)

PERBEDAAN EFEKTIVITAS ANTARA CERAMAHDAN LEAFLET UNTUK

MENINGKATKAN PENGETAHUAN TENTANG HIV-AIDSPADA SISWA SMA DI

BANDAR LAMPUNG

Oleh BUDIMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG


(2)

ABSTRACT

THE EFFECTIVENESS OF LECTURE AND LEAFLET TO IMPROVING HIGH SCHOOL STUDENT’S KNOWLEDGE ABOUT HIV-AIDS IN

BANDAR LAMPUNG By

BUDIMAN

There has not been found adequate drugs contributed a total cure of patients with Human Immunodeficiency Virus (HIV) and Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). Prevention of HIV and AIDS is still a priority in the form of health promotion. Leaflets and lecturing often used to health promotion. The purpose of this study was to determine differences in the effectiveness of media leaflets and lecture method to improve high school student’s knowledge about HIV-AIDS.

This research design was quasi research design (quasi-experimental design). The samples were 60 people in each group numbered 30 people. The results showed an average increased in the value of the media group leaflets rise at 2.40, while the average value of the increase in value of the lecture method group was slightly higher at 2.56. Test results on the analysis of the two groups used the Mann-Whitney test p value = 0.946.

Both methods were effective in improving student’s knowledge about HIV-AIDS. There was no significant differences in effectiveness between the media leaflets and lecturing.


(3)

ABSTRAK

PERBEDAAN EFEKTIVITAS ANTARA CERAMAH DAN LEAFLET

DALAM MENINGKATKAN PENGETAHUAN TENTANG HIV-AIDS TERHADAP SISWA SMA DI BANDAR LAMPUNG

Oleh Budiman

Hingga saat ini belum ditemukan obat yang cukup memberikan kontribusi kesembuhan total terhadap penderita Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan

Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). Pencegahan penyakit HIV dan AIDS masih sangat diprioritaskan berupa promosi kesehatan. Promosi kesehatan yang sering digunakan adalah media leaflet dan metode ceramah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan efektivitas media leaflet dan metode ceramah untuk meningkatkan pengetahuan siswa SMA tentang HIV-AIDS.

Desain penelitian ini adalah rancangan penelitian semu (quasi experiment design). Sampel yang digunakan berjumlah 60 orang dengan masing-masing kelompok berjumlah 30 orang. Hasil penelitian menunjukkan kenaikan nilai rata-rata kenaikan kelompok media leaflet sebesar 2,40, sedangkan nilai rata-rata kenaikan nilai kelompok metode ceramah sedikit lebih tinggi yaitu 2,56. Hasil uji analisis pada kedua kelompok dengan menggunakan uji Mann-Whitney didapatkan nilai p=0,946.

Kedua metode ini efektif dalam meningkatkan pengetahuan siswa SMA mengenai penyakit HIV-AIDS. Tidak terdapat perbedaan keefektifan yang bermakna antara media leaflet dan metode ceramah,


(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

Saya dedikasikan penelitian ini untuk

orang-orang yang saya sayangi, cintai

serta banggakan yang memberikan

saya motivasi, ketulusan, kasih

sayang dengan segala keikhlasan dan

kesabarannya yaitu

Almarhum Ayahanda, Ibu, Kak

Awal dan Ayuk Awin


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sungailiat Bangka pada tanggal 29 September 1993, sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara, dari bapak Salim Ridwanto(alm) dan Ibu Furnia. Pendidikan penulis dimulai dari pendidikan TK Pertiwi Sungailiat, Bangka diselesaikan pada tahun 1998, SD diselesaikan di SDN 366 Sungailiat, Bangka pada tahun 2005, SMP diselesaikan di SMPN 2 Sungailiat, Bangka pada tahun 2008 dan SMA diselesaikan di SMAN 1 Sungailiat, Bangka pada tahun 2011.

Tahun 2011, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif pada organisasi, Forum Studi Islam (FSI) FK Unila sebagai anggota biro akademik periode 2012-2013, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) sebagai sekretaris biro KIK periode 2012-2013.


(10)

SANWACANA

Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad S.A.W.

Skripsi dengan judul “Perbedaan efektivitas ceramah dan leaflet untuk meningkatkan pengetahuan tentang HIV-AIDS pada siswa SMA di Bandar Lampung” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S., selaku Rektor Universitas Lampung;

2. Bapak Dr. Sutyarso, M.Biomed., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung;

3. dr. Rika Lisiswanti, MMedEd., selaku Pembimbing Utama atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini. Beliau adalah orang yang paling berjasa terwujudnya penelitian pada skripsi ini;


(11)

4. dr. TA Larasati, M.Kes., selaku Pembimbing Kedua atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini. Beliau juga adalah orang yang paling berjasa terwujudnya penelitian pada skripsi ini;

5. dr. Fitria Saftarina, MSc., selaku Penguji Utama pada ujian skripsi atas masukan, ilmu, dan saran-saran yang telah diberikan. Beliau juga adalah orang yang paling berjasa terwujudnya penelitian pada skripsi ini;

6. dr. Reni Zuraida., selaku Pembimbing Akademik saya sejak semester 1 hingga semester 7, terima kasih atas bimbingan dan ilmu yang telah diberikan selama ini;

7. Seluruh Staf Dosen FK Unila atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis untuk menambah wawasan yang menjadi landasan untuk mencapai cita-cita;

8. Seluruh Staf TU, Administrasi, dan Akademik FK Unila, serta pegawai yang turut membantu dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini.

9. Ibunda tercinta yang selalu menyebut nama saya dalam doanya, membimbing, mendukung, dan memberikan yang terbaik, serta selalu menjadi motivator dari dalam diri saya untuk menjalani kehidupan yang lebih baik

10.Almarhum Ayahandaku tercinta yang insyaAllah telah tenang di sisi-Nya, yang telah mengajari saya banyak hal dan memberikan cinta kasih yang sangat tulus kepada anak-anaknya serta terima kasih kepada kakak-kakakku yang rela membagi kasih dengan tulus kepadaku.


(12)

11.Teman-teman FK UNILA angkatan 2011 yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu, atas kebersamaan dan dukungannya selama ini;

12.Teman-teman Kos (Jono, Taupik, Pikri, Ari, Nuril, Rio, Hamid, Suyitno, Diaz, Alfan) yang sudah menemani dan membuat kehidupan ngekos jadi lebih indah.

14.Teman-teman seperjuangan (Satria, Ario, Baji, Nordiansyah) yang telah memberikan masukan selama ini agar selalu menjadi lebih baik;

15.Teman – teman cherry (Adit, Vandy, Fadil, Dika, Diano, Ate, Ibor, Ahong, Anwar, Rozi, Yogi, Danar, Baji, Tagor, Ario) atas dukungan dan kebersamaanya selama ini;

16.Teman – Teman Tutor 6 semester 7 (Pratiwi, Dika, Taufiq, Narita, Belda, Restyana Noor, Lita, Bianti, Nuramalina) terimakasih atas kerjasama dan dukungannya;

17.Teman – Teman Tutor 8 semester 6 (Vandy, Dika, Inyong, Ane, Marizka, Hein, Yudo, Ayu) terimakasih atas kerjasama dan dukungannya;

18.Semua yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu, terimakasih atas doa serta dukungannya.


(13)

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Akan tetapi, sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amiin.

Bandar Lampung, Februari 2015

Penulis BUDIMAN


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1.Lembar Persetujuan

2. Kuesioner Pre test dan Post test

3. Analisis Statistik 4. Pelaksanaan Penelitian 5. Media Leaflet


(15)

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1. Kerangka Teori ... 36 2. Kerangka Konsep ... 39


(16)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 49 2. Perbandingan Rerata dan Nilai Pre-test Pada Kelompok-1 dan Kelompok-2 ... 49 3. Perbandingan Rerata dan Nilai Post-test Pada Kelompok-1 dan Kelompok-2 ... 50 4. Perbandingan Rerata Nilai Pengetahuan Siswa Sebelum dan Sesudah

Diberikan Metode Ceramah ... 51 5. Perbandingan Rerata Nilai Pengetahuan Siswa Sebelum dan Sesudah

Diberikan Media Leaflet ... 52 6. Perbandingan Nilai Pengetahuan Sebelum Dilakukan Promosi Kesehatan Antara

Kelompok-1 dan Kelompok-2 ... 52 7. Perbandingan Nilai Pengetahuan Setelah Dilakukan Promosi Kesehatan Antara

Kelompok-1 dan Kelompok-2. ... 53 8. Perbandingan Kenaikan Nilai Rerata Pengetahuan Responden dari Pretest ke Post-test


(17)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR GRAFIK ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Promosi Kesehatan dan Peran pendidikan Kesehatan ... 7

2.2. Metode dan Media Promosi Kesehatan` ... 12

2.3. Media Leaflet ... 14

2.4. Metode Ceramah ... 16

2.5. Pengetahuan ... 18

2.6. Pengertian Belajar dan Hasil Belajar... 21

2.7. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar ... 22

2.8. Teori Proses Informasi ... 23

2.9. Psikologi Remaja ... 25

2.10. Pengertian HIV/AIDS ... 26


(18)

2.12. Pencegahan Resiko HIV/AIDS ... 33

2.13. Kerangka Teori ... 35

2.14. Kerangka Konsep ... 38

2.15. Hipotesis ... 38

III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 40

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 41

3.3. Populasi dan Sampel ... 41

3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi... 42

3.5. Variabel Penelitian ... 42

3.6. Definisi Operasional ... 43

3.7. Metode Pengumpulan Data ... 44

3.8. Tahap Pelaksanaan ... 44

3.9. Instrumen Penelitian ... 45

3.10. Pengolahan dan Analisis Data ... 45

3.11. Etika Penelitian ... 46

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Tempat Penelitian ... 47

4.2. Karakteristik Responden ... 48

4.3. Analisis Bivariat ... 50

4.4. Pembahasan ... 54

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 59


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Human Immunodeficency Virus (HIV) dan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) bisa dikatakan sebagai tantangan bersama di dunia. Berdasarkan data case report United Nations Programme on HIV-AIDS (UNAIDS) tahun 2011 jumlah orang yang terjangkit HIV di dunia sampai akhir tahun 2010 terdapat 34 juta orang. Kawasan yang paling tinggi kasus infeksi baru berada di Afrika Selatan, kemudian disusul oleh kawasan Asia Pasifik yang merupakan urutan ke-2 dan kawasan Eropa Tengah dan Barat (United Nations Programme on HIV-AIDS, 2011).

Dari data Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL), jumlah kasus AIDS tertinggi dilaporkan dari Papua, Papua Barat, DKI Jakarta, Bali dan Kalimantan Barat merupakan provinsi tertinggi angka prevalensinya. Untuk penyakit HIV-AIDS Di Provinsi Lampung didapatkan data pada tahun 2014 penderita HIV hingga bulan Juni 2014 yaitu mencapai 1062 dan proporsi untuk AIDS yaitu mencapai 423 kasus yang telah ditemukan) (Kemenkes ditjen pengendalian penyakit & penyehatan lingkungan, 2014).


(20)

Acquired Immunodeficiency Syndrom (AIDS) adalah penyakit yang dapat menyebabkan penurunan kekebalan tubuh. Setelah penderita mengalami penurunan kekebalan tubuh, penderita dapat dengan mudah terkena berbagai macam penyakit lain misalnya infeksi bakteri, jamur, virus. Kemudian pada tahap lanjut penderita AIDS dapat dengan mudah terserang keganasan, biasanya berupa sarkoma kaposi dan limfoma (Djuanda, 2011).

Sekali seseorang telah terinfeksi HIV, maka secara perlahan, pembentukan zat kekebalan tubuh akan terhambat, akibatnya jika pada seseorang yang sehat dan kebetulan terkena infeksi tidak menimbulkan penyakit yang berat, maka pada penderita AIDS, meskipun terkena infeksi dengan mikroorganisme yang ringan atau dapat dikatakan tidak berbahaya namun dapat menimbulkan kematian dikarenakan imunitas tubuh telah banyak berkurang sehingga dapat menyebabkan kematian (Djuanda, 2011).

Wigati (2007) dalam penelitiannya telah mendapatkan bahwa pengetahuan yang baik akan mendukung sikap remaja yang baik tentang HIV-AIDS. Hal ini dikarenakan sikap yang didasari oleh pengetahuan akan bersifat lebih langgeng atau lebih lama (Notoatmodjo, 2007). Menurut (Armai, 2002) ceramah merupakan metode yang menggunakan sebuah materi pelajaran dengan cara penyampaian secara lisan kepada siswa atau khalayak ramai.


(21)

3

Adapun menurut Usman (2002), yang dimaksud dengan ceramah adalah teknik penyampaian pesan pengajaran yang sudah lazim disampaikan oleh para guru di sekolah. Ceramah diartikan sebagai suatu cara penyampaian bahan secara lisan oleh guru bilamana diperlukan (Usman, 2002).

Ada berbagai faktor lain dalam mempengaruhi pengetahuan seseorang, salah satunya dengan media. Menurut Notoatmodjo yang dimaksud dengan media promosi kesehatan adalah alat-alat yang digunakan oleh pendidik dalam menyampaikan pendidikan/pengajaran. Macam-macam media promosi kesehatan secara garis besar dibagi menjadi tiga macam alat yaitu alat bantu lihat, alat bantu dengar dan alat bantu lihat-dengar. Alat peraga yang rumit seperti film, film strip, slide, dan sebagainya memerlukan listrik dan proyektor, sedangkan alat peraga yang sederhana yang mudah dibuat sendiri dengan bahan-bahan setempat dan mudah diperoleh. Contoh alat peraga/media yang sederhana dalam lingkup rumah tangga dan masyarakat yaitu model buku bergambar, benda-benda nyata seperti buah-buahan, sayur-sayuran, poster, leaflet, spanduk, boneka, wayang dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007).

Salah satu media yang sering digunakan oleh instansi pelayanan publik adalah media leaflet. Leaflet merupakan media penyampaian informasi atau pesan melalui lembaran yang dilipat dengan ukuran relatif kecil. Penyebarannya dilakukan dengan cara dibagi‐bagikan


(22)

(Pujiriyanto, 2005). Dalam penelitian ini menggunakan leaflet

dikarenakan leaflet mempunyai beberapa keunggulan yaitu diantaranya responden dapat mempelajari informasi secara mandiri, sifatnya sederhana dan murah, serta dapat dibagikan kepada keluarga dan teman (Ewles & Simnett, 1944).

Berdasarkan dari data Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) pada tahun 2012 tercatat sebanyak 600 wanita pekerja seks (WPS) terdapat di Kecamatan Panjang yang merupakan kecamatan tertinggi untuk daerah Bandar Lampung (Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi Bandar Lampung, 2013). Lokasi yang akan digunakan sebagai tempat penelitian adalah SMAN 17 Kecamatan Panjang Bandar Lampung. Berdasarkan hasil survei yang didapatkan dari sekolah SMAN 17 Kecamatan Panjang Bandar Lampung didapatkan seluruh siswa kelas X yang terdapat di sekolah tersebut mencapai 94 siswa yang terdiri dari 3 kelas. Jumlah siswa yang aktif di sekolah tersebut yaitu berjumlah 259 siswa.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dan latar belakang di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : “Apakah terdapat perbedaan efektivitas antara leaflet dan ceramah untuk meningkatkan pengetahuan tentang HIV - AIDS?”


(23)

5

1.3. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui peningkatan pengetahuan siswa-siswi SMAN 17 Panjang Bandar Lampung sebelum dan sesudah diberi perlakuan berupa promosi kesehatan dengan leaflet dan ceramah.

2. Tujuan Khusus

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan efektivitas antara leaflet dan ceramah untuk meningkatkan pengetahuan pada siswa SMA tentang HIV-AIDS.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini yaitu : 1. Bagi Penulis

Belajar meneliti dan menambah wawasan tentang efektivitas

leaflet dan ceramah dalam perkembangan dalam dunia pendidikan serta promosi kesehatan.

2. Bagi Sekolah

Memberikan tambahan pengetahuan bagi siswa SMAN 17 Kecamatan Panjang Bandar Lampung mengenai penyakit HIV/AIDS.


(24)

3. Bagi Ilmu Pengetahuan

Memberikan bukti ilmiah hasil penelitian tentang wawasan dalam bidang promosi kesehatan dengan menggunakan leaflet


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Promosi Kesehatan dan Peran Pendidikan Kesehatan

Menurut Green (Notoatmodjo, 2007), promosi kesehatan adalah segala bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan ekonomi, politik, dan organisasi, yang direncanakan untuk memudahkan perilaku dan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan. Green juga mengemukakan bahwa perilaku ditentukan oleh tiga faktor utama yaitu :

1. Faktor predisposisi (predisposising factors), yang meliputi pengetahuan dan sikap seseorang.

2. Faktor pemungkin (enabling factors), yang meliputi sarana, prasarana, dan fasilitas yang mendukung terjadinya perubahan perilaku.

3. Faktor penguat (reinforcing factors) merupakan faktor penguat bagi seseorang untuk mengubah perilaku seperti tokoh masyarakat, undang-undang, peraturan-peraturan dan surat keputusan.


(26)

Menurut Lawrence Green (1984), promosi kesehatan adalah segala bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan ekonomi, politik, dan organisasi yang dirancang untuk memudahkan perubahan perilaku dan lingkungan yang baik bagi kesehatan.

Pada dasarnya tujuan utama promosi kesehatan adalah untuk mencapai 3 hal, yaitu :

1) Peningkatan pengetahuan atau sikap masyarakat 2) Peningkatan perilaku masyarakat

3) Peningkatan status kesehatan masyarakat

Menurut Lawrence Green (1990) dalam buku Promosi Kesehatan Notoatmodjo (2007) tujuan promosi kesehatan terdiri dari 3 tingkatan, yaitu :

1) Tujuan Program

Merupakan pernyataan tentang apa yang akan dicapai dalam periode waktu tertentu yang berhubungan dengan status kesehatan.

2) Tujuan Pendidikan

Merupakan deskripsi perilaku yang akan dicapai untuk mengatasi masalah kesehatan yang ada.


(27)

9

3) Tujuan Perilaku

Merupakan pendidikan atau pembelajaran yang harus tercapai (perilaku yang diinginkan). Oleh sebab itu tujuan perilaku berhubungan dengan pengetahuan dan sikap.

2.1.1. Strategi Promosi Kesehatan

Berdasarkan rumusan WHO (1994), dalam Notoatmodjo (2007), strategi promosi kesehatan secara global terdiri dari tiga hal, yaitu :

1) Advokasi (advocacy)

Advokasi adalah kegiatan untuk meyakinkan orang lain, agar orang lain tersebut membantu atau mendukung terhadap tujuan yang akan dicapai. Dalam konteks promosi kesehatan, advokasi adalah pendekatan kepada para pembuat keputusan atau penentu kebijakan di berbagai sektor, dan di berbagai tingkat, sehingga para pejabat tersebut dapat mendukung program kesehatan yang kita inginkan.

2) Dukungan sosial (social supporrt)

Strategi dukungan sosial adalah suatu kegiatan untuk mencari dukungan sosial melalui tokoh-tokoh formal maupun informal. Tujuan utama kegiatan ini adalah agar tokoh masyarakat sebagai penghubung antara sektor kesehatan sebagai pelaksana program kesehatan dengan masyarakat penerima program kesehatan. Bentuk kegiatan dukungan sosial antara lain pelatihan-pelatihan para tokoh


(28)

masyarakat, seminar, lokakarya, bimbingan kepada tokoh masyarakat dan sebagainya.

3) Pemberdayaan masyarakat (empowerment)

Pemberdayaan merupakan strategi promosi kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat langsung. Tujuan utama pemberdayaan adalah mewujudkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan untuk diri mereka sendiri. Bentuk kegiatan ini antara lain penyuluhan kesehatan, keorganisasian dan pengembangan masyarakat dalam bentuk koperasi, pelatihan-pelatihan untuk kemampuan peningkatan pendapatan keluarga (Notoatmodjo, 2007).

2.1.2. Ruang Lingkup Promosi Kesehatan

Ruang lingkup promosi kesehatan berdasarkan aspek pelayanan kesehatan menurut Notoatmodjo (2007), meliputi :

a) Promosi kesehatan pada tingkat promotif.

Sasaran promosi kesehatan pada tingkat pelayanan promotif adalah pada kelompok orang sehat, dengan tujuan agar mereka mampu meningkatkan kesehatannya.

b) Promosi kesehatan pada tingkat preventif.

Sasaran promosi kesehatan pada tingkat ini selain pada orang yang sehat juga bagi kelompok yang beresiko. Misalnya, ibu hamil, para


(29)

11

perokok, para pekerja seks, keturunan diabetes dan sebagainya. Tujuan utama dari promosi kesehatan pada tingkat ini adalah untuk mencegah kelompok-kelompok tersebut agar tidak jatuh sakit (primary prevention).

c) Promosi kesehatan pada tingkat kuratif.

Sasaran promosi kesehatan pada tingkat ini adalah para penderita penyakit, terutama yang menderita penyakit kronis seperti asma, diabetes mellitus, tuberculosis, hipertensi dan sebagainya. Tujuan dari promosi kesehatan pada tingkat ini agar kelompok ini mampu mencegah penyakit tersebut tidak menjadi lebih parah (secondary prevention).

d) Promosi kesehatan pada tingkat rehabilitatif.

Sasaran pokok pada promosi kesehatan tingkat ini adalah pada kelompok penderita atau pasien yang baru sembuh dari suatu penyakit. Tujuan utama promosi kesehatan pada tingkat ini adalah mengurangi kecacatan seminimal mungkin. Dengan kata lain, promosi kesehatan pada tahap ini adalah pemulihan dan mencegah kecacatan akibat dari suatu penyakit (tertiary prevention) (Notoatmodjo, 2007).


(30)

2.1.3. Pendidikan Kesehatan

Kesehatan merupakan kegiatan interaksi berbagai faktor, baik faktor internal (dari dalam diri manusia) maupun faktor eksternal (di luar diri manusia). Faktor dari dalam ini terdiri dari faktor fisik dan psikis. Faktor eksternal terjadi pada berbagai faktor, antara lain sosial, budaya masyarakat, lingkungan fisik, politik, ekonomi, pendidikan dan sebagainya. Menurut Bloom (1974) dalam buku Notoatmodjo secara umum faktor yang mempengaruhi kesehatan terbagi menjadi 4 bagian:

1. Lingkungan yang terdapat sosial, fisik, politik, dan ekonomi serta berbagai macam budaya didalamnya

2. Perilaku

3. Pelayanan kesehatan, serta 4. Hereditas (keturunan).

Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan dalam kehidupan bermasyarakat mencakup 4 faktor hal utama di atas. Oleh karena itu dibutuhkan berbagai faktor faktor lain di luar jangkauan medis untuk menghasilkan kesehatan secara baik, yakni intervensi faktor lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan hereditas. Pendidikan kesehatan merupakan bentuk intervensi terutama terhadap faktor perilaku. Namun demikian, ketiga faktor yang lainnya (lingkungan, pelayanan kesehatan, dan hereditas) juga memerlukan intervensi pendidikan kesehatan.


(31)

13

2.2. Metode dan Media Promosi Kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2007) dalam bukunya promosi kesehatan dan ilmu perilaku promosi kesehatan, terdapat beberapa metode pendidikan dan media promosi kesehatan yang biasa digunakan antara lain :

1. Metode pendidikan individual, merupakan metode pendidikan yang bersifat perorangan diantaranya: bimbingan atau penyuluhan, dan wawancara

2. Metode pendidikan kelompok, dalam metode ini harus diingat bahwa jumlah populasi yang akan ditujukan haruslah dipertimbangkan. Untuk itu dapat dibagi menjadi kelompok besar dan kelompok kecil serta kelompok massa. Apabila peserta lebih dari 15 orang maka dapat dimaksudkan kelompok besar, dimana dapat menggunakan metode ceramah dan seminar. Sedangkan disebut kelompok kecil apabila jumlah kurang dari 15 orang dapat menggunakan metode diskusi kelompok, curah pendapat, bola salju, kelompok kecil, serta memainkan peran. Apabila menggunakan metode pendidikan massa ditujukan kepada masyarakat ataupun khalayak yang luas dapat berupa ceramah umum, pesawat televisi, radio, tulisan-tulisan majalah atau koran, dan lain sebagainya.


(32)

Selanjutnya dalam media yang digunakan menurut Notoatmodjo (2007) terdapat 3 macam media, antara lain :

1). Media bantu lihat (visual) yang berguna dalam menstimulasi indra mata pada waktu terjadinya proses pendidikan. Dimana media bantu lihat ini dibagi menjadi 2 yaitu media yang diproyeksikan misalnya slide, film, film strip dan sebagainya, sedangkan media yang tidak diproyeksikan misalnya peta,

buku, leaflet, bagan dan lain sebagainya.

2). Media bantu dengar (audio) dimana merangsang indra pendengaran sewaktu terdapat proses penyampaian, misalnya radio, piring hitam, pita suara

3). Media lihat-dengar seperti televisi, video cassete dan lain sebagainya (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Levie & Lentz (1982) menjelaskan bahwa terdapat empat fungsi yang didapatkan dari media visual, diantaranya fungsi atensi, fungsi afektif, fungsi kognitif, dan fungsi kompensatoris. Fungsi atensi sendiri dimaksudkan untuk menarik dan mengarahkan siswa untuk berkonsentrasi terhadap isi pelajaran yang berhubungan dengan makna visual yang ditampilkan atau dapat berupa teks pelajaran. Fungsi afektif berhubungan dengan tingkat kenyamanan siswa dalam membaca atau melihat gambar yang sedang dibaca dimana dari teks dan gambar tersebut dapat menggugah rasa emosi dan sifat siswa misalnya informasi yang menyangkut sosial dan ras. Fungsi kognitif media visual terlihat


(33)

15

dari temuan-temuan penelitian yang menggungkapkan bahwa lambang visual atau gambar mempelancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar. Sedangkan pada fungsi audio menurut Hamdani (2011) merupakan suatu proses penyampaian pesan yang hanya didapat melalui pendengaran yang dapat merangsang proses pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan dari para siswa untuk memperoleh bahan ajar (Hamdani, 2011).

Semakin banyak pancaindra yang digunakan, semakin banyak dan semakin jelas pula pengertian atau pengetahuan yang diperoleh. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan alat peraga dimaksudkan mengerahkan indera sebanyak mungkin pada suatu objek sehingga memudahkan pemahaman. Menurut penelitian para ahli, pancaindera yang paling banyak menyalurkan pengetahuan ke otak adalah mata (kurang lebih 75% - 87%), sedangkan 13% - 25% pengetahuan manusia diperoleh atau disalurkan melalui indra lainnya (Heri, 2009). Perpaduan saluran informasi melalui mata 75% dan telinga 13% akan memberikan rangsangan yang cukup baik sehingga dapat memberikan hasil yang optimal (Kapti, 2010).

2.3. Metode Ceramah

Metode ceramah adalah cara menyampaikan sebuah materi pelajaran dengan cara penuturan lisan kepada siswa atau khalayak ramai


(34)

(Armai, 2002). Adapun menurut Usman yang dimaksud dengan metode ceramah adalah teknik penyampaian pesan pengajaran yang sudah lazim disampaikan oleh para guru di sekolah. Ceramah diartikan sebagai suatu cara penyampaian bahan secara lisan oleh guru bilamana diperlukan (Usman, 2002). Menurut Cuban (1993) dalam buku Yamin (2013) menyebutkan bahwa metode ceramah merupakan metode yang paling banyak dikritik dari seluruh metode pembelajaran yang digunakann namun justru terus menjadi metode yang sering digunakan. Hal ini dikarenakan metode ceramah dapat melakukan hal-hal berikut ini:

1. Membantu penerima informasi atau peserta didik memperoleh informasi yang sulit diperoleh dengan cara-cara lain dimana jika peserta didik tersebut mempelajari suatu materi akan memakan waktu hingga berjam-jam lamanya.

2. Membantu penerima informasi dalam memadukan informasi dengan sumber-sumber yang berbeda.

3. Ketika waktu perencanaan terbatas untuk menyusun konten, ceramah justru menghemat waktu dan tenaga.

4. Ceramah dapat bersifat fleksibel dan hampir dapat dilakukan pada semua bidang.

5. Metode ceramah relatif sederhana dibandingkan dengan metode-metode lainnya.


(35)

17

Metode ini sudah lama sekali digunakan, hal ini dikarenakan adanya beberapa keunggulan, diantaranya :

1. Pembicara dapat menguasai seluruh kelas

Pembicara dapat menguasai kelas dikarenakan pembicara dapat menentukan arah yang ditetapkannya dan dapat menentukan sendiri apa yang akan dibicarakannya.

2. Organisasi kelas sederhana

Persiapan mudah dilakukan dikarenakan pembicara hanya menyampaikan materi yang akan disampaikan, sedangkan

audience hanya perlu mendengarkan atau mencatat.

Namun, disisi lain metode ini terdapat kelemahan, diantaranya: 1. Pembicara sukar mengetahui sampai dimana pengetahuan para

audience yang mendengarkan

2. Para audience sering kali memberikan pengertian lain yang dimaksudkan pembicara (Suryosubroto, 2002).

2.4. Media Leaflet

Leaflet adalah selembaran kertas yang berisi tulisan dengan kalimat-kalimat yang singkat, padat, mudah dimengerti dan gambar-gambar yang sederhana. Ada beberapa yang disajikan secara berlipat. Leaflet

digunakan untuk memberikan keterangan singkat tentang suatu masalah, misalnya deskripsi pengolahan air di tingkat rumah tangga, gambaran tentang diare dan penecegahannya, dan lain-lain. Leaflet


(36)

dapat diberikan atau disebarkan pada saat pertemuan-pertemuan dilakukan seperti pertemuan posyandu, kunjungan rumah, dan lain-lain.

Leaflet dapat dibuat sendiri dengan perbanyakan sederhana di tempat cetak seperti di photo-copy (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004). Leaflet merupakan media penyampaian informasi atau pesan melalui lembaran yang dilipat dengan ukuran relatif kecil. Penyebarannya dilakukan dengan cara dibagi‐bagikan (Pujiriyanto, 2005).

Kegunaan dan keunggulan dari media leaflet adalah (Ewles & Simnett, 1944):

1. Pembaca dapat mempelajari informasi yang diberikan secara mandiri.

2. Pembaca dapat melihat isinya pada saat santai.

3. Informasi dapat dibagikan kepada keluarga dan teman.

4. Dapat memberikan detail yang tidak memungkinkan disampaikan secara lisan.

5. Sederhana dan dapat sangat murah

6. Pembaca dan pendidik dapat menggunakanya bersama-sama untuk mempelajari informasi yang rumit.

Penggunaan leaflet juga memiliki beberapa keterbatasan, antara lain (Ewles & Simnett, 1944):

1. Leaflet profesional sangat mahal


(37)

19

3. Materi yang diproduksi massal dirancang untuk sasaran yang bersifat umum, sehingga kemungkinan tidak cocok untuk semua orang.

4. Dapat diabaikan jika tidak didukung dengan keaktifan dari pendidik untuk melibatkan responden dalam membaca dan menggunakan materi dari leaflet. Kustiono (2000) berpendapat bahwa dalam memilih media mencakup 4 syarat, yaitu: kemudahan memperolehnya, kemudahan dalam menggunakan, dapat digunakan berulang kali dan dalam situasi yang berlainan, fleksibel.

2.5. Pengetahuan

Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia, yang sekedar menjawab pertanyaan. Pada dasarnya pengetahuan merupakan hasil tahu dari manusia terhadap sesuatu, atau segala perbuatan dari manusia untuk memahami suatu objek tertentu. Pengetahuan dapat berwujud barang-barang baik lewat indra maupun lewat akal, dapat pula objek yang dipahami oleh manusia berbentuk ideal atau bersangkutan dengan masalah kejiwaan (Notoatmodjo, 2010).

Menurut Bloom, 1968 (dalam buku Notoatmodjo, 2007) pengetahuan yang tercakup dalam area kognitif ini mempunyai 6 tingkatan, yaitu:


(38)

1. Tahu (know)

Tahu dapat diartikan sebagai mengingat suatu bahan yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang bersifat khusus dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh karena itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan lain sebagainya.

2. Memahami (comprehension)

Memahami dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menjelaskan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan apa yang telah didapatkan dari materi sebelumnya. Aplikasi dapat diartikan sebagai sarana/aplikasi atau penggunaan


(39)

hukum-21

hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain yang masih berhubungan dengan materi.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu lingkup organisasi, dan masih ada kaitannya dengan satu sama lain. Kemampuan analisa sudah terlihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun fomulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkaskan, menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan sudah didapat (Notoatmodjo, 2007).

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berhubungan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu dilandaskan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau


(40)

menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Lawrence (1980) dalam Notoatmojo (2007) sikap ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor. Faktor predisposisi (predisposing factor) meliputi faktor-faktor dasar, misalnya: pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan lain sebagainya yang terdapat dalam diri individu maupun masyarakat. Faktor pendukung (enabling factors) meliputi lingkungan fisik seperti umur, status sosial ekonomi, pendidikan, sumber daya atau potensi masyarakat. Faktor pendorong (reinforcing factor) meliputi sikap dan sikap dari orang sekitar individu. Misalnya: sikap orang tua, suami, tokoh masyarakat bahkan petugas kesehatan.

2.6. Pengertian Belajar dan Hasil Belajar

Selanjutnya untuk memahami pengertian tentang belajar berikut dikemukakan beberapa pengertian belajar diantaranya menurut Slameto (2003) dalam bukunya belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya menjelaskan bahwa belajar adalah suatu usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Menurut Trianto (2010) belajar dapat dimaksudkan sebagai dari yang belum tahu menjadi tahu, dari yang belum paham menjadi


(41)

23

paham, dari mengubah kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru serta dapat bermanfaat bagi lingkungan maupun individu itu sendiri. Menurut Sudjana (2004), hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya.

2.7. Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Untuk mendapatkan proses belajar yang optimal dibutuhkan berbagai macam faktor terhadap hasil belajar tersebut. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar secara umum menurut Slameto (2003) pada garis besarnya meliputi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dapat berupa faktor jasmaniah, psikologis dan kelelelahan. Faktor jasmaniah mencakup faktor kesehatan dan kecacatan tubuh, kemudian faktor psikologis yang termasuk intelegensi, minat, motivasi, perhatian, bakat, kematangan dan kesiapan. Sedangkan dari faktor eksternal dapat melalui 3 faktor diantaranya faktor keluarga, faktor lingkungan pendidikan, dan faktor masyarakat. Faktor keluarga dapat melalui dari cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan. Faktor lingkungan belajar dapat berupa relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, waktu sekolah, keadaan gedung dan lain sebagainya, sedangkan faktor masyarakat dapat berupa bentuk kehidupan bermasyarakat dan teman bermain.


(42)

Pendapat lain mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar menurut Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (2004) yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal diantaranya faktor jasmaniah dan psikologi. Dalam faktor jasmaniah dapat didapatkan melalui faktor penglihatan, pendengaran, struktur tubuh dan sebagainya, sedangkan faktor psikologi dapat melalui faktor intelelektif yaitu faktor potensial dan kecakapan nyata. Pada faktor eksternal yang berperan yaitu faktor sosial, budaya, lingkungan fisik dan lingkungan spiritual.

2.8. Teori Proses Informasi

Teori kognisi menjelaskan tentang bagaimana proses mengetahui terjadi pada manusia. Ada beberapa model yang digunakan untuk menjelaskan proses mengetahui pada manusia. Model pemrosesan informasi membahas tentang peran operasi-operasi kognitif dalam pengolahan informasi (Hetherington & Parke, 1986).

1) Teori Belajar Behavioristik

Teori belajar behavioristik mengkaji makna dalam proses belajar sebagai perubahan yang terjadi pada tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antara stimulus dengan respon (Asri Budiningsih, 2005). Thorndike (Asri Budiningsih, 2005) menjelaskan bahwa stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat


(43)

25

ditangkap melalui indra. Sedangkan respons yaitu reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan atau gerakan/tindakan. Konsep teori behavioristik yang paling mendasar yaitu penetapan tujuan khusus pembelajaran. Diharapakan dengan tujuan tersebut dapat mengubah sikap peserta didik yang dapat diukur.

2) Teori Belajar Kognitif

Teori belajar kognitif sifatnya lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Aliran teori kognitif dipandang sebagai kegiatan belajar bukanlah sekedar stimulus dan respon yang bersifat mekanistik, tetapi lebih dari itu, kegiatan belajar juga melibatkan kegiatan mental yang ada di dalam diri individu yang sedang belajar. Oleh karena itu, menurut aliran kognitif belajar adalah sebuah proses mental yang aktif untuk mencapai, mengingat, dan menggunakan pengetahuan itu kembali (Baharudin & Nur Wahyuni, 2010).

3) Teori Belajar Konstruktivistik

Dalam teori ini menjelaskan belajar bukanlah sekedar menghafal akan tetapi, proses pembentukan secara konstruktif mengenai pengetahuan melalui pengalaman (Wina Sanjaya, 2008). Adapun menurut Asri Budiningsih (2005) mengemukakan bahwa belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan


(44)

ini harus dilakukan oleh si belajar. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep, dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari.

2.9. Psikologi Remaja

Batasan usia remaja berbeda beda sesuai dengan sosial budaya setempat. Menurut data dari World Health Organization (WHO) membagi remaja dalam 2 kurun waktu yaitu remaja awal 10-14 tahun, dan remaja akhir 15-20 tahun. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyimpulkan bahwa usia 15-24 tahun merupakan usia muda/youth (Sarwono, 2010). Berdasarkan data statistik yang didapatkan tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia mencapai 237,6 juta jiwa dan 63 juta jiwa diantaranya adalah remaja yang berusia 10-24 tahun (BPS, 2010). Disamping jumlah yang sangat besar remaja juga memiliki masalah lain dimana terdapat masa transisi yang dialami remaja (Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan dan Keluarga Berencana, 2010).

Beberapa penelitian perilaku seksual remaja menunjukkan bahwa perilaku seksual di seluruh Indonesia cukup memprihatinkan. Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) tahun 2002-2003 menemukan bahwa remaja yang sudah berhubungan seksual pada usia 14-19 tahun adalah 34,7% dan laki-laki sebanyak 30,9%, untuk usia 20-24 tahun meningkat pada perempuan yaitu


(45)

27

48,6% dan laki-laki sebanyak 46,5% (Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Perempuan dan Keluarga Berencana, 2010).

Dalam masa perkembangan sosial, seorang remaja mulai tergugah rasa sosial untuk ingin bergabung dengan anggota-anggota kelompok lain. Pergaulan yang dahulu terbatas dengan anggota keluarga, tetangga, dan teman-teman sekolah. Saat ini dia ingin meluaskan pergaulannya sehingga tidak jarang mereka meninggalkan rumah. Penggabungan diri dengan anggota kelompok yang lain sebenarnya merupakan usaha mencari nilai-nilai baru dan ingin berjuang mencapai nilai-nilai-nilai-nilai itu, sebab remaja mulai meragukan kewibawaan dan kebijaksanaan orang tua, norma-norma yang ada dan sebagainya (Mulyono, 1993).

Menurut Sarwono (2010), perilaku seksual pranikah yang dilakukan oleh remaja dapat menimbulkan berbagai hal yang negatif. Diantaranya dampak psikologis seperti marah, takut, cemas, rendah diri, perasaan bersalah, dan berdosa. Selain itu juga dapat terkena dampak sosial seperti dikucilkan, putus sekolah karena hamil, serta adanya perubahan peran menjadi seorang ibu.

2.10. Pengertian HIV dan AIDS

1. Definisi

Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) atau sindrom kehilangan kekebalan tubuh adalah sekumpulan gejala penyakit


(46)

yang dapat menyerang tubuh manusia setelah sistem imunnya dirusak oleh virus HIV. Akibat kehilangan imunitas tubuh, penderita AIDS mudah terkena berbagai jenis infeksi bakteri, jamur, parasit, dan virus tertentu yang bersifat oportunistik. Selain itu, kebanyakan penderita AIDS sering sekali menderita keganasan khususnya sarkoma kaposi dan limfoma yang hanya menyerang otak (Djuanda , 2011).

2. Epidemiologi

Awal mula penyakit HIV-AIDS yang ditemukan oleh Gottlieb dkk. pada musim semi tahun 1981, CDC antara 1 juni 1981 sampai september 1982 menerima laporan sejmlah 593 kasus sarkoma kaposi, pneomonia pneumocystis carinii dan infeksi oportunistik

lainnya yang membahayakan jiwa si penderita. Penderita pada umumnya berumur 15-60 tahun tanpa penyakit imunodefisiensi maupun mendapatkan jenis terapi obat imunosupresi. Sejumlah 41% atau 243 penderita telah meninggal dunia akibat HIV - AIDS . Jumlah penderita meningkat demikian cepat sehingga sampai bulan mei 1985 diperkirakan telah mencapai 12.000 kasus. Menurut laporan pada bulan September 1985, di United States kasus pnyakit ini sudah mencapai 13.000. Di Eropa peningkatan kasus juga sangat cepat. Pada akhir tahun 1984 di Perancis ditemukan 3 kasus baru per minggu. Di Jerman Barat dan Inggris angka ini 2 kasus tiap minggu, sedangkan di Swiss dan Belanda tiap minggu


(47)

29

ditemukan 1 kasus AIDS dan semakin hari terus berkembang (Djuanda, 2011).

Sedangkan di Indonesia, tercatat hinggga 30 September 2010 dari data Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementrian Kesehatan RI tentang situasi perkembangan HIV & AIDS di Indonesia, berdasarkan rata-rata jumlah kasus AIDS dilaporkan sebanyak 22.726 kasus, tersebar di 32 provinsi. Kasus tertinggi didominasi pada usia produktif yaitu 20-29 tahun, diikuti kelompok umur 30-39 tahun dan kelompok umur 40-49. Dari jumlah tersebut, 4250 diantaranya meninggal dunia. Penambahan kasus AIDS pada periode triwulan ketiga (Juli-September) tahun 2010 sebanyak 956 kasus yang dilaporkan dari 13 provinsi di Indonesia (Hutapea, 2011).

3. Patogenesis

Tubuh kita terdiri dari berbagai macam sel yang berfungsi untuk melindungi diri kita dalam melawan berbagai macam penyakit. Banyak bagian dari tubuh kita yang melindungi diri kita dan penyakit, antara lain kulit, mulut, saluran pernapasan, saluran kencing, usus dan aliran darah. Human Immunodeficiency Virus

(HIV) harus memasuki tubuh kita lewat aliran darah agar dapat mengganggu kita. Apabila kita hanya bersentuhan dengan penderita HIV dan hanya mengenai kulitnya maka tubuh kita mempunyai perlidungan pertama dari luar yaitu kulit itu sendiri.


(48)

Namun apabila kulit tersebut mengalami luka, maka virus tersebut dapat memasuki aliran darah dan menginfeksi orang yang baru. Oleh karena itu jika terdapat air liur, darah, mani masuk kedalam mulut kita maka sebagian akan dibuang, akan tetapi jika terdapat luka luka kecil di sekitar mulut kita misalnya luka saat menyikat gigi maka virus tersebut dapat memasuki aliran darah dan menginfeksi orang yang baru (Hutapea , 2011).

Virus biasanya masuk ke dalam tubuh dengan menginfeksi sel Langerhans di mukosa rectum atau mukosa vagina yang kemudian bergerak dan bereplikasi di kelenjar getah bening disekitarnya. Virus kemudian menyebar melalui viremia yang disertai dengan sindrom dini akut berupa panas, mialgia, dan artralgia. Virus menginfeksi sel CD4+, makrofag dan sel dendritik dalam darah serta organ limfoid (Baratawidjaja, 2009 ; Rengganis , 2009).

Cara penularan utama biasanya melalui darah, cairan tubuh dan hubungan seksual. Virus HIV biasanya dapat ditemukan dalam kuantitas yang besar dalam cairan sperma dan darah, sedangkan dalam jumlah kecil biasanya terdapat dalam air liur dan air mata untuk kasus ini masih dapat ditemukan. Virus HIV menginfeksi sel imun terutama sel CD4 dan menimbulkan destruksi sel tersebut. HIV dapat laten dalam sel imun dan dapat aktif kembali sehingga dapat menimbulkan infeksi. Sistem imun dikuasai virus yang berproliferasi cepat diseluruh tubuh. Bila sel CD4 turun di bawah


(49)

31

100 mikroliter, kemungkinan keganasan meningkat. Adanya kemungkinan peningkatan terjadinya demensia pun dapat terjadi dengan bertambahnya virus di bagian otak (Djuanda , 2011).

Human Immunodeficiency Virus (HIV) menyerang sistem imun dengan menyerbu dan menghancurkan jenis sel darah putih yang diberi julukan panglima imun tubuh yaitu sel T pembantu, atau sel CD4. Sel CD 4 memberi isyarat kepada sel imun yang lain jika terdapat antigen yang memasuki tubuh untuk diikat. Setelah diikat, sel CD4 memerintahkan sel T algojo (killer T cell), untuk memusnahkan antigen yang tadi, begitu seterusnya hingga kuman patogen menghilang dari tubuh sel host. Disini, terdapat permasalahan yang jelas dimana virus HIV ini dapat menyerang sel CD4 dan bahkan mengalahkannya. Itulah sebabnya mengapa HIV membuat tubuh menjadi sangat rentan dengan infeksi infeksi tubuh lainnya dan jenis kanker yang umumnya dapat dikendalikan. Jumlah sel CD4 normal dalam sirkulasi darah adalah sekitar 800 hingga 1200 per milimeter kubik darah. Pada tahun – tahun pertama serangan infeksi tidak menyebabkan gejala klinis yang berarti, tetapi setelah mencapai 5 tahun, barulah sel CD 4 ini menurun jumlahnya bahkan hingga di bawah 200 per milimeter kubik darah dan barulah gejala klinis lainnya dapat terlihat (Hutapea , 2011).


(50)

4. Diagnosis

a. Antibodi microbial dalam pemeriksaan defesiensi imun

Pemeriksaan antibody microbial dapat digunakan dalam diagnosis infeksi. Kemampuan untuk memproduksi antibodi merupakan cara paling sensitif untuk menemukan gangguan dalam produksi imunitas. Antibodi tersebut dapat ditemukan dengan pemeriksaan enzyme linked immunosorbent assay

(ELISA) (Djuanda, 2011).

b. Western Blotting

Uji ini digunakkan untuk dikonfirmasikan dari hasil positif ELISA. Tes ini biasanya dikombinasikan dengan pemeriksaan ELISA dengan tingkat keakuratan Western Blott ini mencapai 99,9% (Radji, 2010).

c. Polymerase Chain Reaction (PCR)

PCR digunakkan dalam mendeteksi genetika virus yang terdapat di dalam sel. Bila terdapat potongan fragmen DNA dan RNA virus HIV maka mengindikasikan adanya penyakit HIV - AIDS (Radji, 2010).

2.11. Faktor - faktor yang mempengaruhi HIV – AIDS

Nasronudin (2007) menyebutkan faktor risiko epidemiologis infeksi HIV yaitu perilaku yang berisiko tinggi terhadap melakukan seks bebas


(51)

33

dengan berganti ganti pasangan baik dengan cara anal maupun homoseksual. Di lain pihak penggunaan narkotika juga dapat mempengaruhi faktor-faktor dari HIV - AIDS ini dikarenakan pemakaian jarum yang berganti-ganti dan tidak steril. Selain itu juga faktor dari menerima transfusi darah yang terlalu berlebihan terhadap kebutuhan penyakit tertentu serta penggunaan jarum untuk memasang tato (Nasronudin, 2007).

Perilaku seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor misalnya faktor keyakinan, sarana-sarana fisik, sosial budaya, pengetahuan, sikap, keinginan, kehendak, keperluan, emosi, motivasi, reaksi, dan persepsi. Perubahan perilaku dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Contoh faktor internal yang dapat mempengaruhi perubahan perilaku yaitu susunan syaraf pusat, persepsi, motivasi, dan keinginan (Ana, 2006). Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi perubahan perilaku yaitu dukungan internal dari keluarga, besarnya stimulus perkembangan, dan pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).

Perubahan Perilaku dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang memengaruhi perilaku meliputi karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat keturunan (genetik), misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007). Sedangkan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi perilaku yakni lingkungan baik lingkungan fisik, sosial, politik dan sebagainya. Faktor lingkungan ini


(52)

merupakan faktor yang umum dalam mewarnai perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2007).

2.12. Pencegahan resiko HIV-AIDS

Sudah lebih dari satu dekade ini sejak diketahuinya penyebab AIDS, berjuta – juta dolar telah dihabiskan ke dalam riset AIDS untuk menemukan vaksin terhadap infeksi HIV. Tetapi, obat untuk mengobati AIDS belum ditemukan. Zidovudine atau AZT, obat yang telah dipercaya selama ini masih memiliki kemampuan yang terbatas. Oleh karena itu pengobatan penyakit HIV/AIDS ini masih diprioritaskan pada pendekatan terbaik yaitu berupa pencegahan. Pencegahan AIDS diproritaskan melalui tiga cara utama yaitu: (1) kontak seksual, (2) penggunaan jarum suntik, dan (3) transfusi darah. Upaya yang sudah dilakukan dalam melakukan pencegahan HIV – AIDS yaitu dengan memastikan bahwa para pendonor darah tidak terinfeksi jenis virus yang mematikan ini. Dalam hal ini, telah dikatakan berhasil dalam menghilangkan kemungkinan infeksi melalui transfusi darah. Akan tetapi, upaya untuk mengurangi infeksi melalui hubungan seksual dan jarum suntik masih belum memberikan hasil yang meyakinkan (Hutapea, 2011).

Menurut Everett dalam buku AIDS & PMS (Hutapea, 2011) menjelaskan bahwa dalam menghindarkan penularan HIV melalui dua cara, yaitu dengan hidup selibat (celibacy) atau abstinensi dan dengan memelihara hubungan monogami seumur hidup dengan seseorang yang


(53)

35

bebas infeksi HIV. Abstinensi merupakan berpantang menikmati semua atau sebagian kesenangan tertentu, termasuk kehidupan asmara dan seks. Kemudian dalam hubungan monogami seumur hidup, apabila seseorang dapat membatasi kehidupan seksnya dengan berhubungan hanya dengan seseorang pasangan yang bebas HIV selama hidupnya maka kemungkinan besar akan terhindar ancaman dari penularan HIV, kecuali jika terdapat faktor lain yang tidak disengaja, misalnya transfusi darah dan lain sebagainya seperti yang sudah disebutkan di atas (Hutapea, 2011).


(54)

2.13. Kerangka Teori

Gambar 1. Landasan Teori (Berdasarkan teori Notoatmodjo, Slameto, Levie dan Lentz, dan Hamdani).

Berdasarkan tinjauan pustaka yang sudah dipaparkan sebelumnya promosi kesehatan adalah segala bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan organisasi, politik dan

Siswa

Faktor ekstrinsik Proses Penyerapan

Informasi/Pengetahuan

Media Leaflet Metode Ceramah

Teori belajar Visual Teori Audio

Pengetahuan Faktor


(55)

37

ekonomi yang dirancang untuk memudahkan perubahan perilaku dan lingkungan yang baik bagi kesehatan. Promosi kesehatan dapat berupa intervensi, melalui berbagai metode dan media pendidikan kesehatan, salah satunya dapat melalui metode ceramah dan media

leaflet (Notoatmodjo, 2007).

Dalam hal ini dengan menggunakan metode dan media pembelajaran membutuhkan proses belajar. Menurut Slameto (2003), belajar merupakan suatu usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dan interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2003). Belajar dapat terdiri dari berbagai interaksi dari berbagai macam indra, diantaranya dengan melalui indra penglihatan (visual), pendengaran (audio), serta penglihatan dan pendengaran (audio-visual) (Notoatmodjo, 2007). Menurut Levie & Lentz (1982) mengemukakan empat fungsi media pembelajaran, khususnya media visual, yaitu (a) fungsi atensi, (b) fungsi afektif, (c) fungsi kognitif, dan (d) fungsi kompensatoris. Sedangkan pada fungsi audio merupakan suatu proses penyampaian pesan yang hanya didapat melalui pendengaran yang dapat merangsang proses pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan dari para siswa untuk memperoleh bahan ajar (Hamdani, 2011).

Untuk mendapatkan proses belajar yang optimal dibutuhkan berbagai macam faktor terhadap hasil belajar tersebut. Adapun


(56)

faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar secara umum menurut Slameto (2003) pada garis besarnya meliputi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal dapat berupa faktor jasmaniah, psikologis dan kelelelahan. Faktor jasmaniah mencakup faktor kesehatan dan kecacatan tubuh, kemudian faktor psikologis yang termasuk intelegensi, minat, motivasi, perhatian, bakat, kematangan dan kesiapan. Sedangkan dari faktor eksternal dapat melalui 3 faktor diantaranya faktor keluarga, faktor lingkungan pendidikan, dan faktor masyarakat. Faktor keluarga dapat melalui dari cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan. Faktor lingkungan belajar dapat berupa relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, waktu sekolah, keadaan gedung dan lain sebagainya, sedangkan faktor masyarakat dapat berupa bentuk kehidupan bermasyarakat dan teman bermain.


(57)

39

2.14. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

2.15. Hipotesis

H0 : Tidak terdapat perbedaan efektivitas antara ceramah dan leaflet

untuk meningkatkan pengetahuan tentang HIV-AIDS.

H1 : Terdapat perbedaan efektivitas antara ceramah dan leaflet untuk meningkatkan pengetahuan tentang HIV-AIDS.

Pengetahuan Akhir (

post-test)

Ceramah Leaflet

Metode Penyampaian


(58)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan yaitu rancangan penelitian semu (quasi experiment design).Gambar desainnya sebagai berikut :

Pre-test Eksperimen Post-test

Kelompok Perlakuan 1 Kelompok perlakuan 2

Keterangan:

O1 : Pre-test untuk mengetahui pengetahuan tentang penyakit HIV/AIDS

X : Promosi kesehatan melalui leaflet

O2 : Post-test untuk mengetahui pengetahuan setelah diberikan promosi kesehatan

O1’ : Pre-test untuk mengetahui pengetahuan tentang penyakit HIV/AIDS

X’ : Promosi kesehatan melalui ceramah

O1 X O2 O ’ X’ O ’


(59)

41

O2’ : Post-test untuk mengetahui pengetahuan tentang penyakit HIV-AIDS

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMAN 17 Kecamatan Panjang Bandar Lampung yaitu kepada mereka yang masih duduk dibangku kelas X. Waktu pelaksanaan penelitian kurang lebih dilakukan selama satu bulan.

3.3. Populasi dan Sampel

1. Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X berjumlah 94 siswa.

2. Sampel yang diambil dengan teknik purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu, berdasarkan karakteristik atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Sulistyaningsih, 2012). Jumlah sampel yang digunakan untuk satu kelompok agar memenuhi persyaratan statistik uji beda, sehingga menjamin data dapat terdistribusi normal yaitu minimal 30 orang (Singarimbun dan Effendi, 1995).


(60)

3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

1. Kriteria inklusi :

 Siswa kelas X yang aktif mengikuti kegiatan belajar-mengajar di SMAN 17 Kecamatan Panjang Bandar Lampung.

 Bersedia menjadi responden. 2. Kriteria eksklusi

 Siswa sekolah yang tidak hadir dalam penelitian.

3.5. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan terikat. 1. Variabel Bebas (Independent variable)

Variabel bebas yang diteliti adalah promosi kesehatan tentang penyakit HIV/AIDS dengan leaflet dan ceramah

2. Variabel Terikat (Dependent variable)

Variabel terikat yang diteliti adalah pengetahuan siswa kelas X SMAN 17 Kecamatan Panjang Bandar Lampung


(61)

43

3.6. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Cara Ukur Hasil Ukur

Skala 1 Leaflet Media

berupa lembaran yang dilipat dan dibagikan kepada siswa yang mengikuti penelitian

_ Nominal

2 Ceramah Metode promosi kesehatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan

_ Nominal

3 Pengetahuan nilai yang didapatkan sewaktu

pre-test dan

post-test

dari kuesioner yang akan dijawab mengenai penyakit HIV/AIDS. Kuesioner/ Pengetahu an


(62)

3.7. Metode Pengumpulan Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder.

1. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh peneliti langsung dari sumber pertamanya. Data primer diperoleh dengan cara membagikan kuesioner kepada responden yaitu dengan cara memberikan kuesioner atau pre-test maupun post-test, untuk mengetahui pengetahuan siswa.

2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang didapatkan dari sekolah data umum berupa jumlah populasi dan struktur sekolah di SMAN 17 Kecamatan Panjang Bandar Lampung.

3.8. Tahap Pelaksanaan

1. Melakukan persiapan untuk mengurus izin kepada sekolah SMAN 17 Kecamatan Panjang Bandar Lampung.

2. Pengambilan data pre-test pertama untuk mengetahui pengetahuan awal sebelum diberi perlakuan.

3. Pemberian materi dengan leaflet dan ceramah. Masing-masing materi diberikan dalam waktu 20 menit baik dari leaflet maupun


(63)

45

ceramah. Materi ceramah disampaikan oleh tenaga Kesehatan yang bekerja di puskesmas Kecamatan Panjang.

4. Pengisian post-test setelah dilakukan intervensi melalui leaflet dan ceramah.

3.9. Instrumen Penelitian

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur pengetahuan siswa adalah berupa kuesioner yang akan diuji validitas dan reliabilitas. Isi materi dan kuesioner akan divalidasi oleh pakar. Dalam hal ini divalidasi oleh Ahli Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

3.10. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan data

Setelah di dapatkan data yang telah diperoleh dari peneliti, proses selanjutnya yaitu pengolahan data akan diolah melalui editing, coding, data entry, dan cleaning.

2. Analisis data

Analisis data yang digunakan pada penelitian kali ini menggunakan uji t-berpasangan untuk tiap-tiap kelompok yaitu antara data pre-test dan post-pre-test. Sedangkan untuk membandingkan antara kedua kelompok tersebut menggunakan uji t-tidak berpasangan, apabila hasil distribusi datanya normal (p>0.05) maka menggunakan uji


(64)

t-tidak berpasangan, sedangkan jika nilai (p>0.05) maka menggunaka uji wilcoxon.

3.11. Etika Penelitian

Semua penelitian yang melibatkan manusia harus dilakukan dengan tiga prinsip mendasar, yakni penghormatan terhadap manusia, kebaikan dan keadilan. Etika penelitian minimal mempunyai dua etik pertimbangan fundamental, yakni :

1. Penghormatan terhadap otonomi, yaitu mengharuskan mereka untuk mampu mempertimbangkan mengenai pilihan pribadi mereka agar diperlakukan dengan hormat untuk menentukan kemampuanya menentukan nasib sendiri.

2. Penghormatan terhadap otonomi yang cacat atau berkurang yang rentan terhadap kerugian atau penyalahgunaan (World Health Organization, 1993). Penelitian ini telah diajukan kepada Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dengan nomor: 2234/UN26/8/DT/2014.


(65)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Promosi kesehatan dengan media leaflet efektif meningkatkan pengetahuan siswa SMA 17 Kecamatan Panjang Bandar Lampung tentang penyakit HIV-AIDS .

2. Promosi kesehatan dengan metode ceramah efektif meningkatkan pengetahuan siswa SMA 17 Kecamatan Panjang Bandar Lampung tentang penyakit HIV-AIDS

3. Tidak ada perbedaan keefektifan yang bermakna antara media leaflet

dengan metode ceramah dalam meningkatkan pengetahuan pada siswa SMA di Bandar Lampung tentang HIV dan AIDS.


(66)

5.2. Saran

1. Bagi seluruh siswa SMA 17 yang masih aktif di sekolah tersebut, perlu meningkatkan kembali pengetahuan mengenai penyakit HIV-AIDS atau minimal mempertahankan pengetahuan yang sudah didapat agar resiko tertular HIV-AIDS dapat dihindari.

2. Bagi Dinas Kesehatan setempat, promosi kesehatan dengan media

leaflet dan metode ceramah dapat dijadikan alternatif dalam meningkatkan pengetahuan siswa mengenai HIV-AIDS.

3. Bagi peneliti lain, perlu penelitian lebih lanjut dengan subjek penelitian yang lebih efisien, misalnya para pekerja yang bekerja di daerah yang tinggi prevalensinya terhadap penyakit HIV-AIDS serta dilakukan pengawasan yang bersifat observasional dalam mengamati subjek sebagai responden dalam jangka waktu yang lebih panjang untuk melihat keefektivan yang lebih mendalam dari media maupun metode yang digunakan.


(67)

DAFTAR PUSTAKA

Abimanyu, S., Purwanto, N. 1980. Simulasi Sebagai Metode Belajar Mengajar. Jakarta: Proyek Pengembangan Pendidikan Guru (P3G), Depdikbud.

Ahmadi, Abu dan Widodo Supriyono. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Ana. 2006. Faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku. Buletin Care: Akper

Panti Rapih.

Armai, A. 2002. Pengantar ilmu dan metodologi pendidikan islam. Jakarta: PT. Intermasa.

Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Keluarga Berencana/BPMPKB. 2010. Jakarta: Panduan Pengelolaan Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK Remaja)

Badan Pusat Statistik (BPS). 2010. Penduduk menurut kelompok dan jenis kelamin 2010. Sensus penduduk 2010. Available from: http://www.bps.go.id. [Diakses 8 Oktober 2014].

Baharudin.,Wahyuni, E. N. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Baratawidjaja., Rengganis, K. G. 2009. Imunologi dasar. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, pp.501-505.

Budiningsih. 2005. Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta: Rinekacipta

Departemen Kesehatan RI. 2004. Pusat Promosi Kesehatan, Pengembangan Media Promosi Kesehatan, Jakarta.

Depkes RI. 2006. Surveilans HIV generasi kedua pedoman nasional surveilans sentinel HIV. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Available from: www.perpustakaan.depkes.go.id/cgi-bin/.../opac-search.pl?q...HIV [diakses 26 September 2014].

Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2011. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Ed VI. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Ewles, L., Simnett, I. 1994. Promosi kesehatan, petunjuk praktis. Ed II. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.


(68)

Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar, Bandung: CV Pustaka Setia.

Hamalik, O. 2006. Manajemen pengembangan kurikulum. Edisi I. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

Handayani, S. 2008. Pengetahuan dan sikap siswa SMA tentang HIV-AIDS di SMU Negeri 1 Wedi Klaten. Skripsi.

Heinich, R., Moelenda, M., Russel, J, D., Smaldino, S, E. 2002. Instructional media and technology for learning, 7 th edition. New Jersey: Prentice Hall, Inc. Heri., D. J. Maulana. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC.

Hetherington, E. Mavis. Parke, R. D. 1986. Child Psychology: A Contemporary Viewpoint. Singapore: McGraw-Hill

Hutapea, R. 2011. AIDS & PMS dan perkosaan. Edisi II. Jakarta : Rineka Cipta. 104- p. 106p.

Hutton, G., Wyss, K., N’Diekhor, Y. 2003. Prioritization of prevention activities to combat the spread of HIV/AIDS in resource constrained settings: a cost-effectiveness analysis from Chad, Central Africa. Int J Health Plann Manage. Jayanti, C. 2010. Efektivitas penyuluhan dan media leaflet terhadap pengetahuan dan sikap ibu balita gizi buruk di Kecamatan Medan Denai Tahun 2010. Sumatra Utara: Perpustakaan USU Tesis

Kapti, R. E. 2010. Efektivitas audiovisual sebagai media penyuluhan kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap ibu dalam tatalaksana balita dengan diare di dua rumah sakit kota malang. Depok: Universitas Indonesia. Tesis.

Kemenkes Ditjen Pengendalian Penyakit & Penyehatan Lingkungan. 2014. Laporan terakhir Kemenkes Triwulan II 2014. Available from: http://spiritia.or.id/Stats/StatCurr.php?lang=id&gg=1 [Diakses 29 September 2014).

Kustiyono. 2000. Media Pembelajaran, Semarang: Aneka Ilmu.

Levie, W. H., Lentz, R. 1982. Effects of text illustrations: a review of research. Educational Communication and Technology Journal, 30: 195- 232.

Mulyono, B. Y. 1993. Mengatasi kenakalan remaja. Yogyakarta: Yayasan Andi. Murti, E.S., Prabandari, Y.S., Riyanto, B.S. 2006. Efektivitas promosi kesehatan

dengan peer-education pada kelompok dasawisma dalam upaya penemuan tersangka penderita TB paru. Available from: jurnal.ugm.ac.id/bkm/article/view/3649/3131. [Diakses 29 September 2014].


(69)

Nasronudin. 2007. HIV & AIDS pendekatan biologi molekuler, klinis dan sosial . Cetakan 1. Surabaya: Airlangga University Press.

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. 2007. Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta: Rineka Cipta Pujiriyanto, 2005. Desain Grafis Komputer (Teori Grafis Komputer). Cetakan

Pertama. Yogyakarta: CV. Andi Offset

Pulungan, S. 2010. Hubungan tingkat pengetahuan tentang antibiotika dan penggunaannya di kalangan siswa non medis Universitas Sumatera Utara. Available from : http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/25653 [Diakses 2 Januari 2015].

Radji, M. 2010. Imunologi & virologi. Ed I. Jakarta: PT.ISFI Penerbitan Jakarta. 276p-277p.

Rahmat, C., Suherdi, D. 2001. Evaluasi Pengajaran. Maulana.

Sanjaya, W. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media

Sarlito, W., Sarwono. 2010. Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali pers.

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta Sudjana., Nana. 2005. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru

Algensindo.

Sumarah. 2009. Efektivitas cereamah dan leaflet terhadap peningkatan pengetahuan tentang kanker leher rahim pada akseptor pil KB di Banyusumurup Girirejo Bantul. Availablefrom:

http://jurnal.stikesmukla.ac.id/index.php/motorik/article/view/34. [Diakses 15 Januari 2015]

Suryosubroto. 2002. Proses belajar mengajar di sekolah. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Tarigan. 2007. Pengaruh Metode Ceramah, Diskusi dan Modul terhadap Peningkata Pengetahuan dan Sikap Tokoh Masyarakat dalam Pencegahan Malaria di Kecamatan Lau Baleng Kabupaten Karo, Tesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

UNAIDS. 2011. UNAIDS WORLDS DAY REPORT. Available from: http://www.unaids.org/en/media/unaids/contentassets/documents/unaidspublic ation/2011/JC2216_WorldAIDSday_report_2011_en.pdf [Diakses 20 Oktober 2014].

Usman, M., Setiawati. 2002. Upaya optimalisasi kegiatan belajar mengajar. Edisi I. Bandung: Remaja Rosda Karya. 22p,132p.

Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Tim Prestasi Pustaka


(70)

http://www.knepk.litbang.depkes.go.id/2014 [Diakses 8 Oktober 2014]

Wigati. 2007. Hubungan pengetahuan dan sikap remaja tentang seks pranikah di SMAN 1 Sampang Cilacap, Skripsi, Klaten.


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Promosi kesehatan dengan media leaflet efektif meningkatkan pengetahuan siswa SMA 17 Kecamatan Panjang Bandar Lampung tentang penyakit HIV-AIDS .

2. Promosi kesehatan dengan metode ceramah efektif meningkatkan pengetahuan siswa SMA 17 Kecamatan Panjang Bandar Lampung tentang penyakit HIV-AIDS

3. Tidak ada perbedaan keefektifan yang bermakna antara media leaflet dengan metode ceramah dalam meningkatkan pengetahuan pada siswa SMA di Bandar Lampung tentang HIV dan AIDS.


(2)

60

5.2. Saran

1. Bagi seluruh siswa SMA 17 yang masih aktif di sekolah tersebut, perlu meningkatkan kembali pengetahuan mengenai penyakit HIV-AIDS atau minimal mempertahankan pengetahuan yang sudah didapat agar resiko tertular HIV-AIDS dapat dihindari.

2. Bagi Dinas Kesehatan setempat, promosi kesehatan dengan media leaflet dan metode ceramah dapat dijadikan alternatif dalam meningkatkan pengetahuan siswa mengenai HIV-AIDS.

3. Bagi peneliti lain, perlu penelitian lebih lanjut dengan subjek penelitian yang lebih efisien, misalnya para pekerja yang bekerja di daerah yang tinggi prevalensinya terhadap penyakit HIV-AIDS serta dilakukan pengawasan yang bersifat observasional dalam mengamati subjek sebagai responden dalam jangka waktu yang lebih panjang untuk melihat keefektivan yang lebih mendalam dari media maupun metode yang digunakan.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Abimanyu, S., Purwanto, N. 1980. Simulasi Sebagai Metode Belajar Mengajar. Jakarta: Proyek Pengembangan Pendidikan Guru (P3G), Depdikbud.

Ahmadi, Abu dan Widodo Supriyono. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Ana. 2006. Faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku. Buletin Care: Akper

Panti Rapih.

Armai, A. 2002. Pengantar ilmu dan metodologi pendidikan islam. Jakarta: PT. Intermasa.

Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Keluarga Berencana/BPMPKB. 2010. Jakarta: Panduan Pengelolaan Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK Remaja)

Badan Pusat Statistik (BPS). 2010. Penduduk menurut kelompok dan jenis kelamin 2010. Sensus penduduk 2010. Available from: http://www.bps.go.id. [Diakses 8 Oktober 2014].

Baharudin.,Wahyuni, E. N. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Baratawidjaja., Rengganis, K. G. 2009. Imunologi dasar. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, pp.501-505.

Budiningsih. 2005. Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta: Rinekacipta

Departemen Kesehatan RI. 2004. Pusat Promosi Kesehatan, Pengembangan Media Promosi Kesehatan, Jakarta.

Depkes RI. 2006. Surveilans HIV generasi kedua pedoman nasional surveilans sentinel HIV. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Available from: www.perpustakaan.depkes.go.id/cgi-bin/.../opac-search.pl?q...HIV [diakses 26 September 2014].

Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. 2011. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Ed VI. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Ewles, L., Simnett, I. 1994. Promosi kesehatan, petunjuk praktis. Ed II. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.


(4)

Fitriani, S. 2011. Promosi Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar, Bandung: CV Pustaka Setia.

Hamalik, O. 2006. Manajemen pengembangan kurikulum. Edisi I. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

Handayani, S. 2008. Pengetahuan dan sikap siswa SMA tentang HIV-AIDS di SMU Negeri 1 Wedi Klaten. Skripsi.

Heinich, R., Moelenda, M., Russel, J, D., Smaldino, S, E. 2002. Instructional media and technology for learning, 7 th edition. New Jersey: Prentice Hall, Inc. Heri., D. J. Maulana. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC.

Hetherington, E. Mavis. Parke, R. D. 1986. Child Psychology: A Contemporary Viewpoint. Singapore: McGraw-Hill

Hutapea, R. 2011. AIDS & PMS dan perkosaan. Edisi II. Jakarta : Rineka Cipta. 104- p. 106p.

Hutton, G., Wyss, K., N’Diekhor, Y. 2003. Prioritization of prevention activities to combat the spread of HIV/AIDS in resource constrained settings: a cost-effectiveness analysis from Chad, Central Africa. Int J Health Plann Manage. Jayanti, C. 2010. Efektivitas penyuluhan dan media leaflet terhadap pengetahuan dan sikap ibu balita gizi buruk di Kecamatan Medan Denai Tahun 2010. Sumatra Utara: Perpustakaan USU Tesis

Kapti, R. E. 2010. Efektivitas audiovisual sebagai media penyuluhan kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap ibu dalam tatalaksana balita dengan diare di dua rumah sakit kota malang. Depok: Universitas Indonesia. Tesis.

Kemenkes Ditjen Pengendalian Penyakit & Penyehatan Lingkungan. 2014. Laporan terakhir Kemenkes Triwulan II 2014. Available from: http://spiritia.or.id/Stats/StatCurr.php?lang=id&gg=1 [Diakses 29 September 2014).

Kustiyono. 2000. Media Pembelajaran, Semarang: Aneka Ilmu.

Levie, W. H., Lentz, R. 1982. Effects of text illustrations: a review of research. Educational Communication and Technology Journal, 30: 195- 232.

Mulyono, B. Y. 1993. Mengatasi kenakalan remaja. Yogyakarta: Yayasan Andi. Murti, E.S., Prabandari, Y.S., Riyanto, B.S. 2006. Efektivitas promosi kesehatan

dengan peer-education pada kelompok dasawisma dalam upaya penemuan

tersangka penderita TB paru. Available from:


(5)

Nasronudin. 2007. HIV & AIDS pendekatan biologi molekuler, klinis dan sosial . Cetakan 1. Surabaya: Airlangga University Press.

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. 2007. Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta: Rineka Cipta Pujiriyanto, 2005. Desain Grafis Komputer (Teori Grafis Komputer). Cetakan

Pertama. Yogyakarta: CV. Andi Offset

Pulungan, S. 2010. Hubungan tingkat pengetahuan tentang antibiotika dan penggunaannya di kalangan siswa non medis Universitas Sumatera Utara. Available from : http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/25653 [Diakses 2 Januari 2015].

Radji, M. 2010. Imunologi & virologi. Ed I. Jakarta: PT.ISFI Penerbitan Jakarta. 276p-277p.

Rahmat, C., Suherdi, D. 2001. Evaluasi Pengajaran. Maulana.

Sanjaya, W. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media

Sarlito, W., Sarwono. 2010. Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali pers.

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta Sudjana., Nana. 2005. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru

Algensindo.

Sumarah. 2009. Efektivitas cereamah dan leaflet terhadap peningkatan pengetahuan tentang kanker leher rahim pada akseptor pil KB di Banyusumurup Girirejo Bantul. Availablefrom:

http://jurnal.stikesmukla.ac.id/index.php/motorik/article/view/34. [Diakses 15 Januari 2015]

Suryosubroto. 2002. Proses belajar mengajar di sekolah. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Tarigan. 2007. Pengaruh Metode Ceramah, Diskusi dan Modul terhadap Peningkata Pengetahuan dan Sikap Tokoh Masyarakat dalam Pencegahan Malaria di Kecamatan Lau Baleng Kabupaten Karo, Tesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

UNAIDS. 2011. UNAIDS WORLDS DAY REPORT. Available from: http://www.unaids.org/en/media/unaids/contentassets/documents/unaidspublic ation/2011/JC2216_WorldAIDSday_report_2011_en.pdf [Diakses 20 Oktober 2014].

Usman, M., Setiawati. 2002. Upaya optimalisasi kegiatan belajar mengajar. Edisi I. Bandung: Remaja Rosda Karya. 22p,132p.

Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Tim Prestasi Pustaka


(6)

WHO. 1993. Pedoman etik internasional untuk penelitian biomedis yang melibatkan subjek terhadap manusia. Available from:

http://www.knepk.litbang.depkes.go.id/2014 [Diakses 8 Oktober 2014]

Wigati. 2007. Hubungan pengetahuan dan sikap remaja tentang seks pranikah di SMAN 1 Sampang Cilacap, Skripsi, Klaten.


Dokumen yang terkait

SKRIPSI Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang HIV/AIDS Dengan Media Video Drama Dan Ceramah Terhadap Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Remaja Dalam Pencegahan HIV/AIDS di SMA N 2 Boyolali.

0 3 16

PERBEDAAN PENGETAHUAN PADA PENDIDIKAN KESEHATAN METODE CERAMAH DAN MEDIA LEAFLET Perbedaan Pengetahuan Pada Pendidikan Kesehatan Metode Ceramah Dan Media Leaflet Dengan Metode Ceramah Dan Media Video Tentang Bahaya Merokok Di SMK Kasatrian Solo.

0 4 15

PERBEDAAN PENGETAHUAN PADA PENDIDIKAN KESEHATANMETODE CERAMAH DAN MEDIA LEAFLET DENGAN Perbedaan Pengetahuan Pada Pendidikan Kesehatan Metode Ceramah Dan Media Leaflet Dengan Metode Ceramah Dan Media Video Tentang Bahaya Merokok Di SMK Kasatrian Solo.

0 2 16

PENDAHULUAN Perbedaan Pengetahuan dan Sikap Remaja Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Tentang Pencegahan HIV dan AIDS dengan Menggunakan Video dan Leaflet di Surakarta.

0 3 10

PERBEDAAN PENGETAHUAN HIV/AIDS PADA REMAJA SEKOLAH DENGAN METODE PEMUTARAN FILM DAN METODE LEAFLET Perbedaan Pengetahuan Hiv/Aids Pada Remaja Sekolah Dengan Metode Pemutaran Film Dan Metode Leaflet Di SMK Bina Dirgantara Karanganyar.

0 1 19

PERBEDAAN PENGETAHUAN HIV/AIDS PADA REMAJA SEKOLAH DENGAN METODE PEMUTARAN FILM DAN METODE LEAFLET Perbedaan Pengetahuan Hiv/Aids Pada Remaja Sekolah Dengan Metode Pemutaran Film Dan Metode Leaflet Di SMK Bina Dirgantara Karanganyar.

0 1 16

PERBEDAAN PENGETAHUAN SISWA SMA MUHAMMADIYAH 1 SURAKARTA TENTANG HIV/AIDS SESUDAH PERBEDAAN PENGETAHUAN SISWA SMA MUHAMMADIYAH 1 SURAKARTA TENTANG HIV/AIDS SESUDAH PEMBERIAN EDUKASI.

0 0 16

PENDAHULUAN PERBEDAAN PENGETAHUAN SISWA SMA MUHAMMADIYAH 1 SURAKARTA TENTANG HIV/AIDS SESUDAH PEMBERIAN EDUKASI.

0 0 17

PERBEDAAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG HIV/AIDS PADA KELOMPOK HOMOSEKSUAL (GAY) DAN Perbedaan Tingkat Pengetahuan Tentang HIV/AIDS Pada Kelompok Homoseksual (GAY) Dan Heteroseksual Di Kota Surakarta.

0 1 15

PERBEDAAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG HIV/AIDS PADA KELOMPOK HOMOSEKSUAL (GAY) DAN Perbedaan Tingkat Pengetahuan Tentang HIV/AIDS Pada Kelompok Homoseksual (GAY) Dan Heteroseksual Di Kota Surakarta.

0 2 13