Menekan Biaya dengan Perubahan Rute

Menekan Biaya dengan Perubahan Rute

pemerintah berencana melakukan perubahan trase rute kereta api ekspress Bandara soetta- Halim untuk diintegrasikan dengan jalur kereta api yang telah ada. perubahan tersebut diharapkan dapat menekan biaya pembangunan sehingga bisa memberikan tarif yang lebih terjangkau.

Edisi Edisi Kereta Api dan Jalan Tol | 2015 Sustaining Partnership | 23

sehingga dananya bisa bisa dipakai untuk membangun proyek infrastruktur yang lain.

Sementara menunggu proses lelang Kereta ekpres Bandara Soetta- Halim berjalan, untuk mempercepat pengoperasian kereta api menuju Bandara Soetta Kemenhub juga telah menyiapkan pembangunan prasarana proyek kereta api umum bandara Soekarno Hatta melalui kota Tangerang bersama PT. KAI sejak tahun 2014 yang lalu. “Kita sudah tanda tangan kerja sama penyelenggaraan perkeretapian untuk bandara dengan KAI. Kami dari Ditjen Perkeretapaian sudah menyelesaikan dari Batu Ceper sampai Tangerang dan sudah dioperasikan pada 8 Juni 2014. Kemudian dari Batu Ceper sampai Bandara Soekarno Hatta kurang lebih 12 km itu akan dibangun oleh PT KAI,” ujar Hermanto.

Perjanjian kerja sama tersebut diadakan sebagai salah satu tindak lanjut Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2011 mengenai penugasan kepada PT. KAI (persero) untuk membangun prasarana perkeretaapian Bandara Soekarno- Hatta via kota Tangerang (Stasiun Batu Ceper Bandara Soekarno Hatta). Dan sesuai dengan Pasal 307 Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian, bahwa setiap Badan Usaha yang akan menyelenggarakan prasarana perkeretaapian umum harus diberikan hak penyelenggaraan yang dituangkan dalam perjanjian antara Pemerintah dengan Badan Usaha.

Adapun nilai investasi untuk penyelenggaraan perkeretaapian KA Bandara Soekarno Hatta sebesar Rp.2,5 Triliun dengan jangka waktu konsesi selama 30 tahun dan dapat diperpanjang. Ruang lingkup perjanjian meliputi: pembangunan, pengoperasian, perawatan dan pengusahaan prasarana perkeretaapian serta serah terima prasarana perkeretaapian.

Sebagai bentuk kompensasi atas penyelengaraan prasarana KA Bandara, Kementerian Perhubungan memberikan konsesi pengelolaan kereta api Bandara Soekarno – Hatta,Tangerang Banten selama 30 tahun kepada PT Kereta Api Indonesia (persero).

Sebagai badan penyelengara prasarana KA Bandara, lewat PT. Railink, PT. KAI telah memulai proses pembangunan jalur kereta Bandara sejak Oktober 2015 lalu. Selain bertugas melakukan pengadaan rolling stock atau kereta, PT. Railink juga diserahi tugas untuk mengoperasikan KA Bandara Soetta. PT. Railink merupakan anak usaha PT. KAI dan PT. Angkasa Pura II.

Direktur Utama PT Railink Heru Kuswanto memaparkan pembangunan telah dimulai pada area bandara karena praktis tidak ada persoalan lahan pada area milik PT Angkasa Pura (AP) II itu. Sedangkan proses kontruksi pembangunan rel baru dari Stasiun Batu Ceper-Bandara Soetta, belum bisa dilakukan karena masih terkendala masalah lahan.

Rencananya proyek jalur KA umum

Bandara Soetta yang membentang sepanjang 36,3 kilometer akan dibangun melayang (elevated) dan bawah tanah (underground). Selain terintegrasi dengan jaringan kereta listrik (KRL), KA Bandara ini juga akan terintegrasi dengan halte Transjakarta dan Mass Rapid Transit (MRT) dan Sistem Automatic People Mover System (APMS) yang sedang disiapkan oleh pihak bandara untuk mendukung mobilitas penumpang dari terminal ke stasiun.

PT Railink menargetkan KA Bandara Soetta sudah dapat di- operasikan pada tahun 2017. Se- dangkan jam operasinya mengikuti penerbangan. “Jam beroperasi nya mengikuti penerbangan, jika jam penerbangannya jam 05.00 WIB, kami sudah beroperasi jam 04.00WIB,” tutur Heru. Setiap hari, Railink akan mengoperasikan 124 perjalanan dengan 10 rangkaian. Satu rangkaian terdiri dari 6 kereta hingga 10 kereta yang ditargetkan bisa membawa 13.000 penumpang dari dan ke Bandara Soetta per hari.

Guna mendanai keperluan pembangunan KA Bandara Soetta ini, PT. KAI mendapatkan kredit dari empat Bank sindikasi yang terdiri dari BRI, Bank BCA, BNI, dan Bank Mandiri senilai Rp 1,4 triliun atau 84% dari total kebutuhan dana pembangunan prasarana sekitar Rp 1,6 triliun. Sementara itu, PT Railink selaku operator mendapatkan pinjaman Rp 612 miliar dari sindikasi bank yang sama. Nilai tersebut setara dengan 85% dari total keperluan pengadaan prasarana dengan taksiran Rp 720 miliar. (*)

24 | Sustaining Partnership Edisi Kereta Api dan Jalan Tol | 2015

S eperti diketahui dalam

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)

periode 2015-2019 pemerintah mengalokasikan anggaran untuk sarana dan prasarana transportasi massal berbasis rel sebesar Rp. 234 triliun. Dengan anggaran itu, pemerintah akan membangun jaringan kereta api pada pulau-pulau besar Indonesia, seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua. Rencananya, pemerintah akan membangunan jaringan kereta baru yang membentang sepanjang 3.258 kilometer (km). Jika terealisasi, maka proyek ini merupakan yang terpanjang pasca era pemerintahan kolonial Belanda. Saat ini, sekitar 985 Km rel yang ada, merupakan peninggalan jaringan kereta era penjajahan.

Pemerintah sengaja membangun jaringan kereta api tersebut diluar Jawa agar daerah-daerah tersebut bisa berkembang dan maju secara ekonomi. Langkah pemerintah

itu menurut Dharmaningtyas, Direktur Institut Studi Transportasi (Instran) sudah tepat. Tyas, demikian ia biasa disapa menegaskan mayoritas daerah di luar Jawa mengalami deisit infrastruktur. Karenanya dengan rencana pemerintah membangun jaringan kereta api di berbagai wilayah di luar Jawa

sudah tepat. “Kebijakan Presiden Jokowi ini sudah tepat mengingat selama 70 tahun merdeka, ketimpangan antara Jawa dan luar Jawa itu justru semakin melebar,” katanya saat ditemui Majalah Partnership.

Baginya, langkah pemerintah itu sesuai dengan apa yang INSTRAN

suarakan selama ini. Tyas mengungkapkan saat ini 58% penduduk Indonesia tinggal di Jawa, sebab itu infrastruktur yang memadai menumpuk di Jawa. Di sisi lain, daya dukung ekologis Jawa sudah tidak memungkinkan lagi untuk mengimbangi jumlah penduduk. Karenanya, kebijakan pembangunan infrastruktur transportasi massal tidak boleh terlepas dari strategi pemerataan populasi ke seluruh wilayah. Dijelaskannya, ideologi pelambatan di Jawa dan ideologi percepatan di luar Jawa perlu dijalankan, sehingga terdapat keseimbangan antara Jawa dan luar Jawa dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang utuh. Disisi lain, pembangunan transportasi massal seperti kereta api di luar Jawa tentu ikut mendorong arus urbanisasi yang tidak hanya menuju ke Jakarta saja, tapi ke Sumatra dan Kalimantan, Sulawesi serta Papua, sehingga ada pemerataan penduduk. Kalau dibangun di luar Jawa, menggunakan APBN pun dapat dimaklumi karena efek dominonya bisa sampai ke Jawa.

Meski begitu ia tak menutup mata keterlibatan badan usaha