Upaya Polsekta Medan Baru Dalam Mencegah dan Menanggulangi Kenakalan Geng Motor

(1)

UPAYA POLSEKTA MEDAN BARU DALAM

MENCEGAH DAN MENANGGULANGI

KENAKALAN GENG MOTOR

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas - tugas dan memenuhi syarat – syarat untuk mencapai gelar

Sarjana Hukum

Oleh :

SARIYONO

NIM : 080200423

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(2)

UPAYA POLSEKTA MEDAN BARU DALAM

MENCEGAH DAN MENANGGULANGI

KENAKALAN GENG MOTOR

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas - tugas dan memenuhi syarat – syarat untuk mencapai gelar

Sarjana Hukum

Oleh :

SARIYONO

NIM : 080200423

Disetujui oleh:

Ketua Departemen Hukum Pidana

Dr. M. Hamdan, SH, MH

Pembimbing I

Liza Erwina, SH, M.Hum

Pembimbing II

Nurmalawaty, SH, M.Hum

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rakhmat, taufik dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menempuh ujian tingkat Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul “Upaya Polsekta Medan Baru Dalam Mencegah dan Menanggulangi Kenakalan Geng Motor”.

Di dalam menyelesaikan skripsi ini, telah banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima-kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Bapak Dr. M. Hamdan, SH, MH, sebagai Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Liza Erwina, SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I Penulis. 4. Ibu Nurmalawaty, SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II Penulis.

5. Bapak dan Ibu Dosen serta semua unsur staf administrasi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Rekan-rekan se-almamater di Fakultas Hukum khususnya dan Umumnya Universitas Sumatera Utara.


(4)

7. Pada kesempatan ini juga penulis mengucapkan rasa terima-kasih yang tiada terhingga kepada Ayahanda dan Ibunda serta Isteri dan ananda tersayang, semoga kebersamaan yang kita jalani ini tetap menyertai kita selamanya.

8. Demikianlah penulis niatkan, semoga tulisan ilmiah penulis ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Mei 2012 Penulis

SARIYONO


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

ABSTRAKSI ... v

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 4

D. Keaslian Penulisan ... 5

E. Tinjauan Kepustakaan ... 5

1. Geng Motor ... 5

2. Pengertian Kepolisian ... 7

F. Metodologi Penulisan ... 8

G. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA KENAKALAN GENG MOTOR ... 12

A. Klasifikasi Dan Tipe Kenakalan Remaja ... 12

B. Perkembangan Kenakalan Remaja ... 20

C. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Kenakalan Geng Motor 27


(6)

BAB III KENDALA-KENDALA POLSEKTA MEDAN BARU

DALAM MENCEGAH KENAKALAN GENG MOTOR ... 44

A. Kualitas Generasi Muda Dewasa Ini ... 44

B. Pengaruh Keluarga Terhadap Kemunculan Kenakan Remaja ... 48

C. Kendala-Kendala Polsekta Medan Baru Dalam Mencegah Kenakalan Geng Motor ... 54

BAB IV UPAYA-UPAYA YANG DILAKUKAN OLEH POLSEKTA MEDAN BARU DALAM MENCEGAH DAN MENANGGULANGI KENAKALAN GENG MOTOR ... 59

A. Pola Pembinaan Terhadap Anak ... 59

B. Penanggulangan Kenakalan Remaja ... 61

C. Upaya-Upaya Yang Dilakukan Oleh Polsekta Medan Baru Dalam Mencegah Dan Menanggulangi Kenakalan Geng Motor ... 65

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 77

A. Kesimpulan ... 77

B. Saran ... 78 DAFTAR PUSTAKA


(7)

ABSTRAK

Sariyono*

Liza Erwina, SH., M.Hum** Nurmalawaty, SH., M.Hum***

Beragam kekerasan sering dimunculkan oleh geng motor, mulai dari tindakan penganiayaan, perampokan, pembunuhan sampai dengan terjadinya peperangan antar geng motor. Masyarakat pun banyak yang mencemaskan atas tindakan kekerasan yang dilakukan oleh geng motor ini, karena mayoritas pelaku yang ikut dalam tindak kekerasan yang dilakukan geng motor didominasi oleh kalangan remaja yang masih berstatus pelajar. Berbagai upaya tindak pencegahan juga kerap dilakukan oleh aparat kepolisian dalam mengantisipasi kasus kekerasan yang dilakukan oleh geng motor supaya tindakan kekerasan tersebut tidak berkelanjutan terus menerus. Berbagai upaya penanggulangan kekerasan geng motor yang dilakukan semua pihak terkait baik aparatur negara, lembaga sosial dan masyarakat sekitar memulainya dari razia di sekolah, penyuluhan, memberikan pengertian kepada para orang tua untuk mengawasi perilaku anak anaknya supaya tidak ikut terjerumus dalam kelompok geng motor.

Permasalahan yang diajukan adalah Apakah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kenakalan geng motor, apakah kendala-kendala Polsekta Medan Baru dalam mencegah kenakalan geng motor dan bagaimana upaya-upaya yang dilakukan oleh Polsekta Medan Baru dalam mencegah dan menanggulangi kenakalan geng motor. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan di Polsekta Medan Baru. Analisis yang dipakai adalah analisis juridis empiris.

Hasil penelitian dan pembahasan menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kenakalan geng motor adalah mencakup dua faktor utama. Faktor tersebut adalah faktor internal sipelaku dan faktor eksternal dari si pelaku. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu, sedangkan faktor eksternal datang dari luar individu tetapi sangat mempengaruhi pola perilaku individu. Kendala-kendala Polsekta Medan Baru dalam mencegah kenakalan geng motor adalah pelakunya adalah anak dan masih berada di bawah umur, kecepatan berpindah geng motor antara satu tempat dengan tempat yang lain, jumlah anggota kepolisian kurang sepadan dengan jumlah geng motor, adanya arogansi masyarakat yang mencoba menggangu geng motor, tidak diketahui identitas para anggota geng motor dan aktivitas geng motor yang dilakukan dilakukan di malam hari. Upaya-upaya yang dilakukan oleh Polsekta Medan Baru dalam mencegah dan menanggulangi kenakalan geng motor adalah memberikan penyuluhan kepada anak-anak sekolah setiap hari Senin dan melakukan pengamanan merupakan prepentif (pembinaan).

* Mahasiswa Program Kekhususan Polri Fak. Hukum USU ** Pembimbing I, Staf Pengajar Fak. Hukum USU


(8)

ABSTRAK

Sariyono*

Liza Erwina, SH., M.Hum** Nurmalawaty, SH., M.Hum***

Beragam kekerasan sering dimunculkan oleh geng motor, mulai dari tindakan penganiayaan, perampokan, pembunuhan sampai dengan terjadinya peperangan antar geng motor. Masyarakat pun banyak yang mencemaskan atas tindakan kekerasan yang dilakukan oleh geng motor ini, karena mayoritas pelaku yang ikut dalam tindak kekerasan yang dilakukan geng motor didominasi oleh kalangan remaja yang masih berstatus pelajar. Berbagai upaya tindak pencegahan juga kerap dilakukan oleh aparat kepolisian dalam mengantisipasi kasus kekerasan yang dilakukan oleh geng motor supaya tindakan kekerasan tersebut tidak berkelanjutan terus menerus. Berbagai upaya penanggulangan kekerasan geng motor yang dilakukan semua pihak terkait baik aparatur negara, lembaga sosial dan masyarakat sekitar memulainya dari razia di sekolah, penyuluhan, memberikan pengertian kepada para orang tua untuk mengawasi perilaku anak anaknya supaya tidak ikut terjerumus dalam kelompok geng motor.

Permasalahan yang diajukan adalah Apakah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kenakalan geng motor, apakah kendala-kendala Polsekta Medan Baru dalam mencegah kenakalan geng motor dan bagaimana upaya-upaya yang dilakukan oleh Polsekta Medan Baru dalam mencegah dan menanggulangi kenakalan geng motor. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan di Polsekta Medan Baru. Analisis yang dipakai adalah analisis juridis empiris.

Hasil penelitian dan pembahasan menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kenakalan geng motor adalah mencakup dua faktor utama. Faktor tersebut adalah faktor internal sipelaku dan faktor eksternal dari si pelaku. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu, sedangkan faktor eksternal datang dari luar individu tetapi sangat mempengaruhi pola perilaku individu. Kendala-kendala Polsekta Medan Baru dalam mencegah kenakalan geng motor adalah pelakunya adalah anak dan masih berada di bawah umur, kecepatan berpindah geng motor antara satu tempat dengan tempat yang lain, jumlah anggota kepolisian kurang sepadan dengan jumlah geng motor, adanya arogansi masyarakat yang mencoba menggangu geng motor, tidak diketahui identitas para anggota geng motor dan aktivitas geng motor yang dilakukan dilakukan di malam hari. Upaya-upaya yang dilakukan oleh Polsekta Medan Baru dalam mencegah dan menanggulangi kenakalan geng motor adalah memberikan penyuluhan kepada anak-anak sekolah setiap hari Senin dan melakukan pengamanan merupakan prepentif (pembinaan).

* Mahasiswa Program Kekhususan Polri Fak. Hukum USU ** Pembimbing I, Staf Pengajar Fak. Hukum USU


(9)

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kekerasan yang dilakukan oleh geng motor sering terjadi di Kota-Kota Besar di Indonesia termasuk di Kota Medan. Sejak berbagai pemberitaan tentang geng motor menjadi sajian yang sudah sering masyarakat terima dari berbangai media. Geng motor dikenal masyarakat sebagai sekelompok orang yang selalu membuat tindakan brutal dan mengganggu ketentraman masyarakat. Geng motor berkembang sudah ada sejak dulu, diawali dengan perkumpulan orang yang hobi atau menyukai terhadap dunia otomotif roda dua, kemudian perkumpulan orang tersebut mengecil dengan membentuk kelompok kelompok lagi, sehingga terbagi pada perkumpulan pecinta otomotif sesuai dengan ideologi visi misi yang berbeda.

Dahulu perkembangan geng motor tidak seramai sekarang. Sebelumnya geng motor hanya berkembang di daerah perkotaan, dalam menjalankan aksinya tanpa diketahui oleh media, mungkin dulu jika media banyak dan bebas memberitakan informasi, pemberitaan kekerasan geng motor bisa lebih besar lagi dari pada sekarang atau sebaliknya.

Pemberitaan yang disajikan oleh media. Geng motor sudah diidentikan dengan perilaku kegiatan yang bertentangan dengan hukum pada perbuatan yang sering mengancam ketentraman masyarakat, perilakunya banyak menjurus pada tindakan kekerasan dan kriminal.

Beragam kekerasan sering dimunculkan oleh geng motor, mulai dari tindakan penganiayaan, perampokan, penjambretan, pelecehan, pembunuhan


(10)

sampai dengan terjadinya peperangan antar geng motor. Masyarakat pun banyak yang mencemaskan atas tindakan kekerasan yang dilakukan oleh geng motor ini, karena mayoritas pelaku yang ikut dalam tindak kekerasan yang dilakukan geng motor didominasi oleh kalangan remaja yang masih berstatus pelajar.

Berbagai upaya tindak pencegahan juga kerap dilakukan oleh aparat kepolisian dalam mengantisipasi kasus kekerasan yang dilakukan oleh geng motor supaya tindakan kekerasan tersebut tidak berkelanjutan terus menerus. Berbagai upaya penanggulangan kekerasan geng motor yang dilakukan semua pihak terkait baik aparatur negara, lembaga sosial dan masyarakat sekitar memulainya dari razia di sekolah, penyuluhan, memberikan pengertian kepada para orang tua untuk mengawasi perilaku anak anaknya supaya tidak ikut terjerumus dalam kelompok geng motor. Bahkan upaya untuk membubarkan geng motor gencar dilakukan oleh aparat yang didukung oleh masyarakat agar menghilangkan tindakan kekerasan yang dilakukan geng motor, dengan menangkap dan mengamankan para anggota geng motor untuk dilakukan pembinaan dan tindakan hukum agar memberikan efek jera kepada para anggota geng motor.

Tindakan geng motor tersebut dilakukan pada dasarnya untuk menunjukkan identitas dan keberadaan suatu geng motor. Selanjutnya tindakan tersebut bersertaan pula dengan tindakan ingin memiliki hak orang lain seperti kendaraan bermotor, Handphone dan sejumlah barang lainnya.

Perwujudan geng motor yang didominasi oleh remaja menjelaskan suatu keadaan bahwa kriminologi memberikan suatu informasi tentang kejahatan geng motor adalah kejahatan yang dilakukan oleh sekelompok remaja. Kata kelompok


(11)

memberikan akibat timbulnya keberanian pada diri remaja untuk melakukan pelanggaran hukum. Selain itu ilmu kriminologi juga dapat memberikan identifikasi keadaan jiwa remaja yang sedang tumbuh dan berkembang dan diketahui keberadaannya lalu menuangkannya dalam suatu identifikasi kelompok geng motor, dimana dengan dan atas nama geng motor tersebut maka para anggota geng motor dapat berbuat sekehendak hatinya.

Salah satu lembaga penegak hukum yang paling terdepan dalam penanggulangan kejahatan yang dilakukan oleh geng motor adalah kepolisian. Kepolisian. Tugas dan wewenang yang diemban oleh kepolisian adalah dalam rangka menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, sehingga perilaku-perilaku yang mengakibatkan terganggunya keamanan tersebut seperti geng motor harus ditanggulangi secara bijaksana oleh Kepolisian.

Kaitan antara tugas kepolisian dengan penanggulangan kejahatan yang dilakukan oleh geng motor dihadapkan pada suatu benturan hukum itu sendiri seperti usia para geng motor yang masih anak-anak sehingga dalam menjalankan tugasnya kepolisian harus mengedepankan fungsi sosial daripada fungsi penegakan hukum. Artinya kepolisian harus melakukan pembinaan terlebih dahulu dalam menindak para geng motor daripada tindakan penangkapan dan penahanan.

Kenyataan yang ditemukan ternyata pendekatan yang dilakukan kepolisian tidak memberikan efek apapun bagi para anggota geng motor. Hal ini dapat dilihat dari pemberitaan baik itu melalui layar kaca atau media lainnya seperti majalah dan surat kabar dimana geng motor tetap berperilaku meresahkan masyarakat.


(12)

Berdasarkan uraian di atas maka penelitian skripsi ini mengambil judul “Upaya Polsekta Medan Baru Dalam Mencegah dan Menanggulangi Kenakalan Geng Motor”.

Permasalahan

Masalah dapat dirumuskan sebagai suatu pernyataan tetapi lebih baik dengan suatu pertanyaan. Keunggulan menggunakan rumusan masalah dalam bentuk pertanyaan ini adalah untuk mengontrol hasil dan penelitian.

Adapun rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah: a. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kenakalan geng motor? b. Apakah kendala-kendala Polsekta Medan Baru dalam mencegah kenakalan

geng motor?

c. Bagaimana upaya-upaya yang dilakukan oleh Polsekta Medan Baru dalam mencegah dan menanggulangi kenakalan geng motor?

Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun tujuan penulisan dalam skripsi ini adalah, untuk :

1. Untuk mengetahu faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kenakalan geng motor.

2. Untuk mengetahu kendala-kendala Polsekta Medan Medan Baru dalam mencegah kenakalan geng motor.

3. Untuk mengetahu upaya-upaya yang dilakukan oleh Polsekta Medan Baru dalam mencegah dan menanggulangi kenakalan geng motor.


(13)

Manfaat penelitian didalam pembahasan skripsi ditunjukkan kepada berbagai pihak terutama:

a. Secara teoritis kajian ini diharapkan memberikan kontribusi penelitian perihal penanggulangan kejahatan geng motor.

b. Secara praktis sebagai sumbangan pemikiran kepada pihak terkait khususnya kepolisian dalam melakukan tindakan penanggulangan geng motor.

Keaslian Penulisan

Adapun penulisan skripsi yang berjudul “Upaya Polsekta Medan Baru Dalam Mencegah dan Menanggulangi Kenakalan Geng Motor” ini merupakan luapan dari hasil pemikiran penulis sendiri. Penulisan skripsi ini tidak sama dengan penulisan skripsi lainnya. Sehingga penulisan skripsi ini masih asli serta dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan akademik.

Tinjauan Kepustakaan Geng Motor

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, geng berarti sebuah kelompok atau gerombolan remaja yang dilatarbelakangi oleh persamaan latar sosial, sekolah, daerah, dan sebagainya. Pelakunya dikenal dengan sebutan gengster. Sebuah kata yang berasal dari bahasa Inggris, gangster. Gangster atau bandit berarti suatu anggota dalam sebuah kelompok kriminal (gerombolan) yang terorganisir dan memiliki kebiasaan urakan dan anti-aturan.1 Geng motor sendiri dilandasi oleh

1

Departemen Pendidikan Nasional, 2003, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, halaman 441.


(14)

aktivitas kesenangan di atas motor. Umumnya keberadaan mereka ada di setiap kota besar dan perilakunya telah menjadi penyakit sosial yang akut.2

Perlu digarisbawahi bahwa pengertian geng motor di atas berbeda dengan pengertian club motor. Pada club motor, aktivitas berkelompok didasari oleh kesamaan hobi otomotif atau aktivitas sosial yang umumnya terdaftar pada wadah organisasi otomotif resmi, semisal Ikatan Motor Indonesia (IMI) dan Forum Persatuan Motor Indonesia (FPMI).3

Benih anggota geng motor adalah remaja atau anak muda usia antara 15 hingga 25 tahun. Dan kaderisasi dilakukan di lingkungan sekolah (SMP dan SMU) atau daerah-daerah pemukiman yang memiliki jumlah populasi remaja cukup banyak. Berdasarkan klasifikasi ekonomi, umumnya berkembang pada masyarakat tingkat menengah dan menengah ke atas, di mana daya beli terhadap kendaraan roda dua (motor) telah terpenuhi.4

Ajakan untuk bergabung dalam geng motor tersebut disebabkan oleh beberapa faktor. Antara lain, pertama, remaja atau pelajar tergiur dengan aktivitas konvoi yang dilaksanakan seusai waktu belajar sekolah. Kedua, keterpaksaan bergabung karena ancaman berupa pemukulan dan pemerasan oleh anggota senior geng motor yang telah ada sebelumnya di sekolah atau daerah pemukiman tersebut. Ketiga, kefrustasian terhadap keadaan lingkungan keluarga yang tidak harmonis. Keempat, kebutuhan terhadap eksistensi diri di lingkungan sekolah maupun lingkungan bermain akibat kondisi psikis yang labil seperti merasa

2

Riana Afriadi, “Perihal Geng Motor dan Penanggulangannya”,

http://harianrian.blogspot.com/2009/09/perihal-geng-motor-dan.html, Diakses tanggal 9 Mei 2012.

3 Ibid. 4


(15)

terasing dari lingkungan, merasa kurang pengalaman, canggung di dalam bergaul, dan agresivitas untuk mencoba sesuatu hal yang dianggap baru, senang, dan unik.5

Kegiatan rutin geng motor tersebut adalah konvoi motor pada sabtu malam yang bertujuan untuk sweeping atau penyisiran ke lokasi-lokasi yang disinyalir merupakan kandang atau tempat nongkrong geng motor lainnya yang dianggap sebagai musuh. Terkadang juga konvoi tersebut dilakukan sepulang sekolah atau malam di hari-hari yang lain, tetapi bersifat insidentil.

Keberadaan geng motor sebagai kelompok kriminal, tentunya harus mendapatkan perhatian serius dari semua pihak seperti Kepolisian, Pemerintah Daerah, lembaga pendidikan, dan orang tua (keluarga).

Pengertian Kepolisian

Secara teoritis pengertian mengenai polisi tidak ditemukan, tetapi penarikan pengertian polisi dapat dilakukan dari pengertian kepolisian sebagamana diatur di dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berbunyi: “Kepolisian adalah segala hal ikhwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan “.

Dari kutipan atas bunyi pasal tersebut maka kita ketahui polisi adalah sebuah lembaga yang memiliki fungsi dan pelaksanaan tugas sebagaimana yang ditentukan oleh perundang-undangan.

Di dalam perundang-undangan yang lama yaitu Undang-Undang No. 13 Tahun 1961 ditegaskan bahwa kepolisian negara ialah alat negara penegak hukum.

5 Ibid.


(16)

Tugas inipun kemudian ditegaskan lagi dalam Pasal 30 (4) a Undang-Undang No. 20 Tahun 1982 yaitu Undang-Undang Pertahanan Keamanan Negara, disingkat Undang-Undang Hankam.

Sebelum berlakunya Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 yang mencabut Undang-Undang No. 28 Tahun 1997 maka Kepolisian ini tergabung di dalam sebutan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dimana di dalamnya Kepolisian merupakan bagian dari Angkatan Laut, Angkatan Darat, serta Angkatan Udara. Sesuai dengan perkembangan zaman dan bergulirnya era reformasi maka istilah Angkatan Bersenjata Republik Indonesia kembali kepada asal mulanya yaitu Tentara Nasional Indonesia dan keberadaan Kepolisian berdiri secara terpisah dengan angkatan bersenjata lainnya.

Metodologi Penulisan

Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri atas:

1. Sifat/materi penelitian

Sifat/materi penelitian yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi ini adalah deskriptif analisis yang mengarah penelitian hukum yuridis empiris, yaitu suatu penelitian hukum sosiologis atau penelitian lapangan, maka titik tolak penelitiannya mempergunakan data primer yaitu data yang didapat langsung dari masyarakat sebagai sumber pertama dengan melalui penelitian lapangan.6

6

Ediwarman, 2010, Metodologi Penelitian Hukum, Medan: Program Pascasarjana Muhammadiyah Sumatera Utara, halaman 95.


(17)

2. Sumber data

Sumber data penelitian ini didapatkan melalui data primer dan data sekunder. Data primer berupa data penelitian yang didapatkan melalui penelitian lapangan pada Polsekta Medan Baru. Sumber data sekunder yang terdiri dari: a. Bahan hukum primer, dalam penelitian ini dipakai adalah KUHP.

b. Bahan hukum sekunder, berupa bacaan yang relevan dengan materi yang diteliti.

c. Bahan hukum tertier, yaitu dengan menggunakan kamus hukum maupun kamus umum dan website internet baik itu melalui Google maupun Yahoo.

3. Alat pengumpul data

Alat yang dipergunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah melalui studi dokumen dengan penelusuran kepustakaan serta penelitian lapangan pada Polsekta Medan Baru dengan cara wawancara.

4. Analisis data

Untuk mengolah data yang didapatkan dari penelusuran kepustakaan, studi dokumen, dan hasil penelitian lapangan di Polsekta Medan Baru maka hasil penelitian ini menggunakan analisa kualitatif. Analisis kualitatif ini pada dasarnya merupakan pemaparan tentang teori yang dikemukakan, sehingga dari teori-teori tersebut dapat ditarik beberapa hal yang dapat dijadikan kesimpulan dan pembahasan skripsi ini.


(18)

Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini dibagi dalam beberapa Bab, dimana dalam bab terdiri dari unit-unit bab demi bab. Adapun sistematika penulisan ini dibuat dalam bentuk uraian:

Bab I. Pendahuluan

Dalam Bab ini akan diuraikan tentang uraian umum seperti penelitian pada umumnya yaitu, Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penulisan serta Sistematika Penulisan.

Bab II. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Kenakalan Geng Motor. Dalam bab ini akan diuraikan pembahasan tentang: Klasifikasi dan

Tipe Kenakalan Remaja, Perkembangan Kenakalan Remaka serta Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Kenakalan Geng Motor. Bab III. Kendala-Kendala Polsekta Medan Baru Dalam Mencegah Kenakalan

Geng Motor

Dalam bagian ini akan diuraikan pembahasan tentang: Kualitas Generasi Muda Dewasa Ini, Pengaruh Keluarga Terhadap Kemunculan Kenakalan Remaja serta Kendala-Kendala Polsekta Medan Baru Dalam Mencegah Kenakalan Geng Motor.

Bab IV. Upaya-Upaya Yang Dilakukan Oleh Polsekta Medan Baru Dalam Mencegah dan Menanggulangi Kenakalan Geng Motor

Dalam bagian ini akan diuraikan pembahasan terhadap: Pola Pembinaan Terhadap Anak, Penanggulangan Kenakalan Remaja serta


(19)

Upaya-Upaya Yang Dilakukan Oleh Polsekta Medan Baru Dalam Mencegah dan Menanggulangi Kenakalan Geng Motor.

Bab V. Kesimpulan dan Saran

Bab ini adalah bab penutup, yang merupakan bab terakhir dimana akan diberikan kesimpulan dan saran.


(20)

BAB II

FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA KENAKALAN GENG MOTOR

Klasifikasi Dan Tipe Kenakalan Remaja

Kenakalan dalam diri seorang anak atau remaja merupakan perkara yang lazim terjadi. Tidak seorang pun yang tidak melewati tahap / fase negatif ini atau sama sekali tidak melakukan perbuatan kenakalan. Masalah ini tidak hanya menimpa beberapa golongan anak atau remaja di suatu daerah tertentu saja. Dengan kata lain, keadaan ini terjadi di setiap tempat, lapisan dan kawasan masyarakat.

Bentuk kenakalan anak atau remaja terbagi mengikuti tiga kriteria, yaitu : “kebetulan, kadang-kadang, dan habitual sebagai kebiasaan, yang menampilkan tingkat penyesuaian dengan titik patahan yang tinggi, medium dan rendah. Klasifikasi ilmiah lainnya menggunakan penggolongan tripartite, yaitu :historis, instinktual, dan mental. Semua itu dapat saling berkombinasi. Misalnya berkenaan dengan sebab-musabab terjadinya kejahatan instinktual, bisa dilihat dari aspek keserakahan, agresivitas, seksualitas, kepecahan keluarga dan anomali-anomali dalam dorongan berkelompok”.7

Klasifikasi ini dilengkapi dengan kondisi mental, dan hasilnya menampilkan suatu bentuk anak atau remaja yang agresif, serakah, pendek pikir, sangat emosional dan tidak mampu mengenal nilai-nilai etis serta kecenderungan untuk menjatuhkan dirinya ke dalam perbuatan yang merugikan dan berbahaya.


(21)

Adapun macam dan bentuk-bentuk kejahatan yang dilakukan oleh anak atau remaja dibedakan menjadi beberapa macam :

Kenakalan biasa.

Kenakalan yang menjurus pada tindak kriminal. Kenakalan khusus.8

ad. 1. Kenakalan biasa.

Adalah suatu bentuk kenakalan anak atau remaja yang dapat berupa berbohong, pergi keluar rumah tanpa pamit pada orang tuanya, keluyuran, berkelahi dengan teman, membuang sampah sembarangan, membolos dari sekolah dan lain sebagainya.

ad. 2. Kenakalan yang menjurus pada tindakan Kriminal.

Adalah suatu bentuk kenakalan anak atau remaja yang merupakan perbuatan pidana, berupa kejahatan yang meliputi : mencuri, mencopet, menodong, menggugurkan kandungan, memperkosa, membunuh, berjudi, menonton dan mengedarkan film porno, dan lain sebagainya.

ad. 3. Kenakalan Khusus.

Adalah kenakalan anak atau remaja yang diatur dalam Undang- Undang Pidana khusus, seperti kejahatan narkotika, psikotropika, pencucian uang (Money Laundering), kejahatan di internet (Cyber Crime), kejahatan terhadap HAM dan sebagainya.

Bentuk lain dari kenakalan remaja (juvenile delinquency) ialah berdasarkan ciri kepribadian yang defek, yang mendorong mereka menjadi delinquen.

7

Kartini Kartono, 2003, Patologi Sosial Buku 1, Jakarta: Raja Grafindo Persada, halaman 47.

8

Akirom Syamsudin Meliala dan E. Sumarsono, 1985, Kejahatan Anak Suatu Tinjauan dari Psikologi dan Hukum, Yogyakarta: Liberty, halaman 22.


(22)

anak muda ini pada umumnya bersifat pendek pikir, sangat emosional, agresif, tidak mampu mengenal nilai-nilai etis, dan cenderung suka menceburkan diri dalam perbuatan yang berbahaya. Hati nurani mereka hampir tidak dapat digugah, beku.

Tipe Delinquen menurut struktur kepribadian ini dibagi atas : Delinquensi terisolir

Delinquensi neurotik Delinquensi psikopatik Delinquensi defek mental.9

ad. 1. Delinquensi Terisolir

Kelompok ini merupakan jumlah terbesar dari para remaja delinquen; merupakan kelompok mayoritas. Pada umumnya mereka tidak menderita kerusakan psikologis. Perbuatan kejahatan mereka disebabkan oleh dorongan faktor sebagai berikut:

Kejahatan mereka tidak didorong oleh motifasi kecemasan dan konflik batin yang tidak dapat diselesaikan, dan motif yang mendalam, akan tetapi lebih banyak dirangsang oleh keinginan meniru, ingin konform dengan norma gengnya. biasanya semua kegiatan mereka lakukan bersama-sama dalam bentuk kegiatan kelompok.

Mereka kebanyakan berasal dari daerah-daerah kota yang transisional sifatnya memiliki subkultur kriminal. sejak kecil anak melihat adanya geng-geng kriminal, sampai suatu saat dia ikut menjadi anggota salah satu kelompok geng tersebut. Di dalam geng ini anak merasa diterima, mendapat kedudukan terhormat, pengakuan status sosial dan prestise tertentu. Semua nilai, norma


(23)

dan kebiasaan kelompoknya dengan subkultur kriminal itu, diopernya dengan serta merta.

Pada umumnya anak delinquen tipe ini berasal dari keluarga berantakan, tidak harmonis, tidak konsekuen dan mengalami banyak frustasi. Situasi keluarga dipenuhi dengan konflik hebat di antara sesama anggota keluarga, dan ada suasana penolakan oleh orang tua, sehingga anak merasakan disiakan serta kesepian. Dalam situasi demikian anak tidak pernah merasakan iklim kehangatan emosional. Kebutuhan elementernya tidak terpenuhi, misalnya, tidak pernah merasa aman, harga dirinya terasa diinjak, merasa dilupakan dan ditolak oleh orang tua, dan lain-lain. Pendeknya, anak mengalami banyak frustasi dalam lingkuang keluarga sendiri, dan mereaksi negatif terhadap lingkungannya.

Sebagai jalan keluarnya, anak memuaskan semua kebutuhan dasarnya ditengah lingkungan anak-anak kriminal. Geng delinquen memberikannya alternatif hidup yang menyenangkan. Mereka akhirnya mengadopsi etik dan kebiasaan gengnya, dan dipakai sebagai sarana untuk meyakinkan diri sendiri bahwa dirinya adalah penting, cukup “menonjol” dan berarti. geng tersebut memberikan pada dirinya perasaan aman, diterima, bahkan mendapatkan bimbingan untuk menonjolkan egonya.

Secara typis mereka dibesarkan dalam keluarga tanpa atau sedikit sekali mendapatkan supervisi dan latihan disiplin dan teratur. Sebagai akibatnya, anak tidak sanggup menginternalisasikan norma hidup normal. Bahkan banyak dari mereka kebal terhadap nilai kesusilaan, sebaliknya lebih peka terhadap

9


(24)

pengaruh jahat.

Ringkasnya, delinquensi terisolasi itu mereaksi terhadap tekanan dari lingkungan sosial. Mereka mencari panutan dan sekuritas dari dan di dalam diri kelompok gengnya. Namun pada usia dewasa, mayoritas anak delinquen tipe terisolir tadi meninggalkan tingkah laku kriminalnya.

ad. 2. Delinquensi Neurotik10

Pada umumnya anak-anak delinquen tipe ini menderita ganguan kejiwaan yang cukup serius, antara lain berupa kecemasan, merasa selalu tidak aman, merasa terancam, tersudut dan terpojok, merasa bersalah dan berdosa, dan lain-lain. Ciri tingkah laku mereka itu antara lain :

a. Tingkah laku delinquennya bersumber pada sebab-sebab psikologis yang sangat dalam, dan bukan hanya berupa adaptasi pasif menerima norma dan nilai subkultur gengnya yang kriminal itu saja, juga bukan berupa usaha untuk mendapatkan prestise sosial dan simpati dari luar.

b. Tingkah laku kriminal mereka merupakan ekspresi dari konflik batin yang belum terselesaikan, karena itu tindak kejahatan mereka merupakan alat pelepas bagi rasa ketakutan, kecemasan dan kebingungan batinnyayang jelas tidak terpikulkan oleh egonya.

c. Biasanya, anak remaja delinquen tipe ini melakukan kejahatan seorang diri, dan mempraktekkan jenis kejahatan tertentu, misalnya suka memperkosa lalu membunuh korbannya, kriminal dan sekaligus neurotik.

d. Anak delinquen neurotik ini banyak yang berasal dari kelas menengah, yaitu

10


(25)

dari lingkungan konvensional yang cukup baik kondisi sosila ekonominya. Namun pada umumnya keluarga mereka mengalami banyak ketegangan emosional yang parah, dan orang tuanya biasanya juga neurotik atau psikotik.

e. Anak delinquen neurotik ini memiliki ego yang lemah, dan ada kecenderungan untuk mengisolir diri dari lingkungan orang dewasa dan anak-anak remaja lainnya.

f. Motivasi kejahatan mereka berbeda-beda. Misalnya, para penyundut api (pyromania, suka membakar) didorong oleh nafsu ekshibisionistis, anakanak yang suka membongkar melakukan pembongkaran didorong oleh keinginan melepaskan nafsu seks, dan lain-lain.

g. Perilakunya memperlihatkan kualitas kompulsif (paksaan). Kualitas sedemikian ini tidak terdapat pada tipe delinquen terisolir. Anak-anak dan orang muda tukang bakar, para peledak dinamit dan bom waktu, penjahat seks, dan pecandu narkotika dimasukkan dalam kelompok tipe neurotik ini.

Oleh karena perubahan tingkah laku anak-anak delinquen neurotik ini berlangsung atas dasar konflik jiwani yang serius atau mendalam sekali, maka mereka akan terus melanjutkan tingkah laku kejahatannya sampai usia dewasa dan umur tua.

ad. 3. Delinquen Psikopatik11

Delinquen psikopatik ini sedikit jumlahnya, akan tetapi dilihat dari kepentingan umum dan segi keamanan, mereka merupakan oknum kriminal yang paling berbahaya. Ciri tingkah laku mereka ialah :

11


(26)

a. Hampir seluruh anak delinquen ini berasal dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang ekstrim, brutal, diliputi banyak pertikaian keluarga, berdisiplin keras namun tidak konsisten, dan selalu menyiakan anaknya. Tak sedikit dari mereka berasal dari rumah yatim piatu. Dalam lingkungan demikian mereka tidak pernah merasakan kehangatan, kasih sayang dan relasi personal yang akrab dengan orang lain. Sebagai akibatnya mreka tidak mempunyai kapasitas untuk menumbuhkan afeksi, sedang kehidupan perasaan pada umumnya menjadi tumpul atau mati. Sebagai akibatnya mereka tidak mampu menjalin relasi emosional yang akrab atau baik dengan orang lain.

b. Mereka tidak mampu menyadari arti bersalah, berdosa atau melakukan pelanggaran. Karena itu sering meledak dan tidak terkendali.

c. Bentuk kejahatan majemuk, tergantung pada suasana hatinya yang kacau tidak dapat diduga-duga. Mereka pada umumnya sangat agresif dan impulsif. Biasanya mereka residivis yang berulangkali keluar masuk penjara, dan sulit sekali diperbaiki.

d. Mereka selalu gagal dalam menyadari dan menginternalisasikan norma-norma sosial yang umum berlaku. Juga tidak perduli terhadap norma subkultur gengnya sendiri.

e. Acapkali mereka juga menderita gangguan neurologis, sehingga mengurangi kemampuan untuk mengendalikan diri sendiri.

Psikopat itu merupakan bentuk kekalutan mental dengan ciri-ciri sebagai berikut : tidak memiliki pengorganisasian dan integrasi diri. Orangnya tidak pernah bertanggung jawab secara moral, dia selalu konflik dengan norma sosial dan


(27)

hukum. Biasanya juga immoral. Tingkah laku dan relasi sosialnya selalu a-sosial, eksentrik kegila-gilaan, dan jelas tidak memiliki kesadaran sosial serta intelegensi sosial.

Mereka sangat egoistis, fanatik, dan selalu menentang apa dan siapapun juga. sikapnya aneh, sangat kasar, kurang ajar, ganas buas terhadap siapapun tanpa sebab sesuatu pun juga. Kata-katanya selalu menyakiti hati orang lain, perbuatannya sering ganas sadis, suka menyakiti jasmani orang lain tanpa motif atau apapun juga. Karena itu, remaja delinquen yang psikopatik ini digolongkan kedalam bentuk penjahat yang paling berbahaya.

ad. 4. Delinquen Defek Moral12

Defek (defect, defectus) artinya: rusak, tidak lengkap, salah, cedera, cacat, kurang. Delinquensi defek moral mempunyai ciri : selalu melakukan tindakan a-sosial atau anti a-sosial, walaupun pada dirinya tidak terdapat penyimpangan dan gangguan kognitif, namun ada disfungsi pada intelegensinya.

Kelemahan dn kegagalan para remaja delinquen tipe ini adalah : mereka tidak mampu mengenal dan memahami tingkah lakunya yang jahat, juga tidak mampu mengendalikan dan mengaturnya. Selalu saja mereka ingin melakukan perbuatan kekerasan, penyerangan dan kejahatan. Relasi kemanusiaannya sangat terganggu. Sikapnya sangat dingin dan beku, tanpa afeksi (perasaan), jadi ada kemiskinan afektif dan sterilitas emosional. Mereka tidak memiliki rasa harga diri. Terdapat kelemahan pada dorongan instinktif yang primer, sehingga pembentukan super egonya sangat lemah. Impulsnya tetap ada dalam tarif primitif, sehingga

12


(28)

sukar dikontrol dan dikendalikan. Mereka merasa cepat puas dengan “prestasinya”, namun sering perbuatan mereka disertai agresivitas yang meledak. mereka juga selalu bersikap bermusuhan terhadap siapapun juga, karena itu mereka selalu melakukan perbuatan kejahatan.

Pada umumnya bentuk tubuh para penjahat habitual dan residivis itu lebih kecil daripada tubuh orang normal. Berat badan mereka juga lebih ringan. Acapkali mereka memiliki kelainan jasmaniah. Pengaruh lingkungan adalah relatif kecil dalam membentuk seseorang menjadi defek moralnya. Sebaliknya, konstitusi dan disposisi psikis yang abnormal menyebabkan pertumbuhan anak muda menjadi defek moralnya. Selanjutnya, apabila perbuatan kejahatan anak muda dan remaja yang defek moralnya itu sangat mencolok ekstrim biasanya mereka digolongkan ke dalam tipe delinquen psikopatik.

Perkembangan Kenakalan Remaja

Kenakalan remaja tidak dapat dipisahkan dari perkembangan zaman dari era ke era. Sebab setiap zaman memiliki ciri khas yang berbeda dan memiliki tantangan yang berbeda khususnya kepada generasi mudanya, sehingga anak-anak muda ini bereaksi dengan cara yang khas pula terhadap situasi atau zaman yang berbeda.

Pada tahun 50 sampai pada tahun 60-an di Indonesia yang menjadi masalah rumit bagi orang muda ialah adaptasi terhadap situasi sosial politik yang baru, yaitu setelah menjalani kemelut merebut kemerdekaan. Kenakalan remaja pada saat itu umumnya berupa penodongan sekolah-sekolah untuk mendapatkan izasah dan penonjolan diri yang berlebihan bak pahlawan kesiangan.


(29)

Selain itu, kenalan remaja pada zaman ini juga berupa keberandalan dan tindak-tindak kriminal ringan ala anak-anak jalanan, menirukan pola perilaku anak-anak muda di luar negeri yang mereka hayati dengan hadirnya film-film impor dan buku-buku bacaan sadistis dan buku-buku porno. Adapun faktor kejahatan mereka adalah karena ketidak mampuan si anak memanfaatkan waktu kosong dan kurangnya pengendalian terhadap dorongan meniru. Sayangnya yang mereka tiru justru perbuatan yang tidak terpuji, misalnya; hidup bermalas-malasan dan hidup seperti hippis, melakukan tindak kriminal untuk memuaskan ambisi sosial yang semakin meningkat.

Pada tahun 70-an keatas, kenakalan remaja di kota-kota besar di tanah air sudah menjurus pada kejahatan yang lebih serius, antara lain berupa tindak kekerasan, penjambretan, penggarongan, perbuatan seksual dalam bentuk perkosaan sampai pada perbuatan pembunuhan danperbuatan kriminal lain seperti pecandu narkotika.

Kejahatan dan kenakalan tersebut erat kaitannya dengan makin derasnya arus urbanisasi dan semakin banyaknya jumlah remaja desa bermigrasi kedaerah perkotaan tanpa jaminan sosial yang mantap, ditambah sulitnya mencari pekerjaan yang cocok dengan keinginan mereka.

Pada tahun berikutnya kenakalan remaja semakin meluas baik dalam frekuensinya maupun dalam kualitas kejahatannya. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya pengedaran dan penggunaan ganja dan narkotika ditengah masyarakat dan memasuki ruang sekolah.


(30)

remaja pun semakin berkembang. Pada masa sekarang ini yang dikenal dengan masa atau era reformasi dan kebesasan sepertinya membawa dampak yang nyata dalam perkembangan kenakalan remaja. Dimana pada masa sekarang ini remaja juga cenderung lebih berani mengutarakan keinginan hatinya, lebih berani mengemukakan pendapatnya, bahkan akan mempertahankan pendapatnya sekuat mungkin. Hal ini yang sering ditanggapi orang tua sebagai pembangkangan. Remaja tidak ingin diperlakukan seperti anak kecil lagi, mereka lebih senang bergaul dengan kelompok yang dianggapnya sesuai dengan kesenangannya. Mereka juga semakin berani menentang tardisi orang tua yang dianggapnya kuno dan tidak berguna, maupun peraturan-peraturan yang menurut mereka kurang beralasan.

Kenakalan remaja lain yang sedang populer di zaman sekarang ini adalah kenakalan remaja geng motor. Remaja khususnya laki-laki, lebih suka membentuk sebuah kelompok yang dinamai dengan “geng motor”, dimana para remaja ini merasa populer dan disegani oleh orang lain apabila bergabung kedalam sebuah geng motor, karena banyak orang yang berasumsi bahwa geng motor itu merupakan segerombolan pemuda yang brutal, sadis, tidak berpendidikan dan memiliki hobi menyakiti orang lain. Namun, bagi remaja yang bergabung dalam geng motor tersebut, malah menyukai asumsi masyarakat yang seperti itu. Semakin buruk asumsi masyarakat terhadap geng motor, maka semakin senanglah para remaja yang tergabung dalam geng tersebut.

Geng motor ini, cenderung melakukan kenakalannya dengan melakukan aksi balap liar di jalan raya, perkelahian antar geng motor yang lain, penjambretan,


(31)

dan penganiayaan terhadap orang lain yang tidak mereka sukai. Dewasa ini banyak hal yang meresahkan masyarakat akibat ulah para remaja baik itu dalam kondisi statis maupun dinamis. Seiring dengan perkembangan dan pencarian identitas kepribadian, banya wujud dan perilaku delinquen yang dilakukan remaja baik yang diketahui ataupun yang tidak diketahui. Umumnya perbuatan remaja yang tidak diketahui selalu tidak terjerat hukum yang disebabkan oleh :

a) Kejahatan yang dianggap sepele,

b) Tidak pernah dilaporkan kepada yang berwajib karena orang malas dan segan berurusan dengan polisi dan pengadilan,

c) Orang takut akan adanya balas dendam.

Sementara itu wujud-wujud perilaku kenakalan remaja yang dapat diketahui dan terjerat hukum adalah :

a) Kebut-kebutan di jalanan yang mengganggu keamanan lalu lintas, dan membahayakan jiwa sendiri serta orang lain.

b) Perilaku ugal-ugalan, brandalan, urakan yang mengacaukan ketenraman masyarakat sekitar. Tingkah ini bersumber pada kelebihan energi dan dorongan primitif yang tidak terkendali serta kesukaan menteror lingkungan. c) Perkelahian antar geng, antar kelompok, antar sekolah, antar suku, sehingga

kadang-kadang membawa korban jiwa.

d) Membolos sekolah lalu bergelandangan sepanjang jalan, atau bersembunyi di tempat-tempat terpencil sambil melakukan eksperimen bermacam-macam kedurjanaan dan tindak asusila.


(32)

mengancam, intimidasi, memeras, maling, mencuri, mencopet, merampas, menjambret, menyerang, merampok, menggarong, melakukan pembunuhan dengan jalan menyembelih korbannya, mencekik, meracun, tindak kekerasan dan pelanggaran lainnya.

f) Berpesta pora, sambil mabuk-mabukan, melakukan hubungan seks bebas, atau orgi (mabuk-mabukan dengan menimbulkan keadaan yang kacau-balau) yang mengganggu lingkungan.

g) Perkosaan, agresivitas seksual dan pembunuhan dengan motif seksual, atau didorong oleh reaksi-reaksi kompensatoris dari perasaan inferior, menurut pengakuan diri, depresi hebat, rasa kesunyian, emosi, balas dendam, kekecewaan ditolak cintanya oleh seorang wanita dan lain-lain.

h) Kecanduan dan ketagihan bahan narkotika (obat bius; drugs) yang erat bergandengan dengan tindak kejahatan.

i) Tindak-tindak immoral seksual secara terang-terangan, tanpa tendenga aling-aling, tanpa rasa malu dengan cara yang kasar. Ada seks dan cinta bebas tanpa kendali (promiscuity) yang didorong oleh hiperseksualitas, geltungsrieb

(dorongan menuntut hak) dan usaha-usaha kompensasi lainnya yang kriminal sifatnya.

j) Homoseksualitas, erotisme anal dan oral, dan gangguan seksual lain pada anak remaja lain disertai tindakan sadistis.

k) Perjudian dalam bentuk-bentuk permainan lain dengan taruhan, sehingga mengakibatkan ekses kriminalitas.


(33)

pembunuhan bayi-bayi oleh ibu-ibu yang tidak kawin.

m) Tindakan radikal dan ekstrim, dengan cara kekerasan, penculikan dan pembunuhan yang dilakukan oleh anak-anak remaja.

n) Perbuatan a-sosial dan anti-sosial lain disebabkan oleh gangguan kejiwaan pada anak-anak dan remaja psikopatik, psikotik, neurotik, dan menderita gangguan-gangguan jiwa lainnya.

o) Tindakan kejahatan disebabkan oleh penyakit tidur ( encephalitis lethargical), dan ledakan meningitis serta post- enchepalitics; juga luka dikepala dengan kerusakan pada otak adakalanya membuahkan kerusakan mental, sehingga orang yang bersangkutan tidak mampu melakukan kontrol diri.

p) Penyimpangan tingkah laku disebabkan oleh kerusakan pada karakter anak yang menuntut kompensasi, disebabkan oleh adanya organ-organ yang inferior.13

Dari uraian diatas maka dukungan dari teman-teman seperjuangan tidak dapat diabaikan keberadaannya. Steven Box dalam Kartini Kartono mengemukakan bahwa ada anak-anak dan remaja yang mempunyai kemauan untuk melakukan kejahatan tetapi tidak pernah terwujud. Untuk mewujudkan keinginan tersebut, ada beberapa hal yang diperlukan yaitu:14

Keahlian (skills)

a) Anak-anak remaja yang mempunyai keinginan untuk melakukan kejahatan, mungkin harus menunda keinginannya mengingat mereka tidak mempunyai

13

Ibid, halaman 32.

14


(34)

tingkat pengetahuan yang khusus atau keahlian (skills).

b) Keahlian dalam melakukan kejahatan merupakan proses belajar, yang diperoleh dari teman-teman sekelompok. Cara-cara mengompas, mengancam, menggunakan senjata tajam merupakan keahlian yang harus dipelajari.

Perlengkapan (suplay)

Seseorang yang mempunyai keinginan melakukan kejahatan akan mengabaikan keinginannya bila tidak mempunyai perlengkapan yang memadai. Perlengkapan ini pun tidak mudah diperoleh. Hanya mereka yang dikenal dan termasuk dalam kelompoklah yang mudah memperoleh perlengkapan. Misalnya untuk memperoleh obat-obat terlarang, narkotika, bahan-bahan kimia tertentu, senjata api, dan sebagainya. Mereka yang mempunyai keinginan untuk melakukan penyimpangan/kejahatan baru dapat melaksanakan keinginannya bila terdapat dukungan kelompok. Dukungan sosial, yang berbentuk dukungan kelompok sangat penting bagi pelaksanaan kejahatan. Dengan adanya dukungan kelompok ini segala perbuatan yang akan dilakukan dapat direncanakan dengan baik. Dan yang lebih penting lagi, dengan dukungan sosial ini akan diperoleh pembenaran dari perbuatan tersebut.

Para remaja yang mempunyai kemauan dan kemampuan dalam melaksanakan kejahatan, memerlukan dukungan simbolis sebagai dasar pembenaran dari perbuatan yang dilakukan.

Adanya dukungan sosial


(35)

Dari paparan di atas jelas bahwa perbuatan kenakalan remaja akan menjurus menjadi kejahatan bila dilakukan secara berkelompok atau mendapat dukungan dari kelompok. Adanya dukungan dari kelompok yang berbentuk “geng” akan mempermudah pelaksanaan kejahatan. Oleh karena itu, kerumunan tempat remaja-remaja berkumpul/berkelompok akan menjadi tempat yang rawan dan perlu mendapat perhatian.

Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Kenakalan Geng Motor

Berita tentang perilaku geng motor akhir-akhir ini bisa dianggap sudah sangat meresahkan masyarakat, sehingga dapat dikategorikan sebagai kondisi patologi sosial, penyakit masyarakat yang perlu segera diobati. Lembaga kepolisian sampai mempermaklumkan akan menembak di tempat anggota geng motor yang melakukan kebrutalan.15

Subkultur geng anak muda, kata kriminolog Cloward dan Ohlin, akan tumbuh subur tergantung pada tipe atau cara pertentangan di mana mereka tinggal. Ada tiga tipe geng yaitu:

Geng pencurian (thief gangs), mereka berkelompok melakukan pencurian yang mula-mula hanya untuk menguji keberanian anggota kelompok. Geng konflik (conflict-gangs) kelompok ini suka sekali mengekpresikan

dirinya melalui perkelahian berkelompok supaya tampak gagah dan pemberani.

Geng pengasingan (retreats gangs), kelompok geng ini sengaja mengasingkan dirinya dengan kegiatan minum minuman keras, atau napza yang kerap dianggap sebagai suatu cara pelarian dari alam nyata. Tetapi bisa saja sebuah geng memiliki lebih dari satu macam tipe.16 Khususnya di Kota Medan termasuk di Polsekta Medan Baru biasanya

15

Nur Rahman, “Geng Motor dan Patologi Sosial”,

http://asepnurrahman.wordpress.com/2011/09/30/geng-motor-dan-patologi-sosial/, Diakses tanggal 19 Mei 2012.

16

Gunadia’as Blog, “Geng Motor dan Patologi Sosial”,


(36)

geng motor melakukan aksinya di sekitar wilayah Medan Medan Baru dan ringroad. Sedangkan jenis kejahatannya adalah berupa pengrusakan, pencurian dan penganiayaan.17

Geng acapkali tumbuh subkultur kekerasan (subculture of violence). Munculnya subkultur itu disebabkan oleh adanya sekelompok orang yang memiliki sistem nilai yang berbeda dengan kultur dominan. Masing-masing subkultur memiliki nilai dan peraturan berbeda-beda yang kemudian mengatur anggota kelompoknya. Nilai-nilai itu terus berlanjut karena adanya perpindahan nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Hal ini diperparah oleh adanya perubahan yang cepat (reformasi) dalam masyarakat. Perubahan pada struktur sosial memperlemah nilai-nilai tradisional yang berasosiasi dengan penundaan kepuasan, belum lagi peningkatan jumlah anak muda dari kelas menengah yang tidak lagi memiliki keyakinan bahwa cara untuk mencapai tujuan mereka adalah melalui kerja keras dan menunda kesenangan. Mereka terlibat dalam delinquent gang, hate gang, atau satanic gang (pemuja setan) yang berkembang di kalangan anak muda kelas menengah di Amerika Serikat.18

Di Indonesia keberadaan geng ini tidak sama dengan di AS, karena perbedaan kultur. Untuk itu masih diperlukan penelitian yang mendalam agar soal geng ini dapat ditanggulangi secara tepat dan penuh kebijakan. Meskipun demikian, secara umum ada karakteristik yang sama untuk remaja di seluruh dunia. Mereka energik dan dinamis, senang mencoba hal baru yang penuh tantangan dan memiliki keingintahuan yang besar serta sangat terfokus pada diri sendiri.19

17

Hasil Wawancara Dengan Bapak Dony, Kepala Kepolisian Sektor Medan Baru, tanggal 19 Mei 2012.

18

Gunadia’as Blog, Op.Cit. 19


(37)

Terkadang mereka tidak sadar bahwa ada kemungkinan terbuka peluang bagi para penjahat yang menyusup ke dalam geng motor, sehingga masyarakat menganggap perilaku kriminal tersebut dilakukan oleh para remaja yang sebenarnya tidak berniat untuk melakukan tindak kriminal. Penyusupan tersebut sulit untuk diidentifikasikan.

Berita dan wacana tersebut tentunya akan mengundang banyak pertanyaan dan analisa. Menjadi suatu pertanyaan yang mendalam adalah apa yang ada dalam benak mereka, apa latarbelakang anggota geng motor tersebut melakukan tindak pidana seperti pencurian, penganiayaan dan bentuk-bentuk kejahatan anak muda lainnya.

Hasil wawancara dengan Bapak Kapolsek Medan Baru, menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kenakalan geng motor adalah karena kurangnya pengawasan dari orang tua, dan merasa tidak diperhatikan oleh keluarga, sehingga timbul kenakalan yang melampaui batas, dan adapula yang disebabkan oleh pengaruh teman atau lingkungan.20

Hasil wawancara dengan anggota geng motor yang ditahan di Polsekta Medan Baru mengapa seorang remaja menjadi anggota geng motor, maka diketahui faktor tersebut adalah:

Berbeda Geng.

Kalau musuh sudah berbeda bendera jelas merupakan musuh bagi suatu geng motor.


(38)

Doktrinasi anggota ini biasanya dilakukan oleh senior terhadap anggota-anggota baru suatu geng motor, dimana senior menjelaskan bahwa geng motor lain adalah musuh. Doktrinasi ini sangat ketat dan keras dalam suatu geng motor.

Penunjukan rasa kesetiakawanan.

Penunjukkan rasa kesetiakawanan ini adalah apabila seorang geng motor yang sama disakiti atau diejek oleh pihak lain maka anggota geng motor lainnya akan melakukan pembalasan. Penunjukkan rasa kesetiakawanan ini lebih terfokus karena berada dalam suatu bendera yang sama. Rasa setiakawan suatu geng motor merupakan hal yang paling utama, apalagi sesama anggota geng, itu dah tidak bisa ditawar lagi.

Broken home.

Broken home ini digembarkan dalam suatu bentuk ketidakharmonisan sebuah keluarga dimana orang tuanya sering bertengkar, orang tuanya bercerai, orang tuanya tidak memperhatikan anak-anaknya. Kondisi ini mengakibatkan anak mencari hiburan di luar rumah termasuk menjadi anggota suatu geng motor.

Pergaulan yang tidak baik.

Faktor ini biasanya dimulai dengan ajakan teman yang memiliki perilaku tidak baik. Akibat pergaulan yang terus-menerus maka seorang anak terlibat dengan pergaulan tersebut termasuk menjadi anggota geng motor.

Mencari identitas diri.

Terkadang seorang anak tidak bisa berpuas diri dengan keadaan yang

20

Hasil Wawancara Dengan Bapak Dony, Kepala Kepolisian Sektor Medan Baru, tanggal 19 Mei 2012.


(39)

diterimanya selama ini. Ia berusaha mencari dan menemukan identitas diri termasuk bergaul dengan sesama anggota geng motor, yang selanjutnya dimasukinya.21

Perilaku nakal remaja bisa disebabkan oleh faktor dari remaja itu sendiri (internal) maupun faktor dari luar (eksternal). 22

1. Faktor internal: a. Krisis identitas

Perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi. Pertama, terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya. Kedua, tercapainya identitas peran. Kenakalan ramaja terjadi karena remaja gagal mencapai masa integrasi kedua.

b. Kontrol diri yang lemah

Remaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku nakal. Begitupun bagi mereka yang telah mengetahui perbedaan dua tingkah laku tersebut, namun tidak bisa mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah laku sesuai dengan pengetahuannya.

2. Faktor eksternal: a. Keluarga

21

Hasil Wawancara dengan anak anggota geng motor yang ditahan di Kepolisian Sektor Medan Baru, tanggal 19 Mei 2012.

22

Mizrazan Mariam, “Penanganan Komunitas Geng Motor Sebagai Salah Satu Kenakalan Remaja Dengan Pendekatan Psikologi, http://benyahya.student.umm.ac.id/download-as-pdf/umm_blog_article_144.pdf, Diakses tanggal 14 Mei 2012.


(40)

Perceraian orang tua, tidak adanya komunikasi antar anggota keluarga, atau perselisihan antar anggota keluarga bisa memicu perilaku negatif pada remaja. Pendidikan yang salah di keluarga pun, seperti terlalu memanjakan anak, tidak memberikan pendidikan agama, atau penolakan terhadap eksistensi anak, bisa menjadi penyebab terjadinya kenakalan remaja.

b. Teman sebaya yang kurang baik

c. Komunitas/lingkungan tempat tinggal yang kurang baik.

Berdasarkan uraian di atas dapat digolongkan golongkan latar belakang terjadinya tindak pidana atau kenakalan yang dilakukan oleh anggota geng motor mencakup dua faktor utama. Faktor tersebut adalah faktor internal sipelaku dan faktor eksternal dari si pelaku. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu, sedangkan faktor eksternal datang dari luar individu tetapi sangat mempengaruhi pola perilaku individu.

Suatu hal yang patut diketahui bahwa tingkah laku individu atau manusia yang a sosial itu ataupun yang bersifat kriminal tidaklah dapat dipisahkan dari manusia itu. Karena manusia yang satu dengan lainnya adalah merupakan suatu jaringan dan mempunyai dasar yang sama.23

Faktor yang termasuk internal adalah faktor dari dalam diri individu itu sendiri seperti keyakinan agama, pengetahuan individu, pengalaman individu, dan proses belajar. Keyakinan agama tentunya membentengi setiap manusia dalam melelakukan sesuatu yang buruk. Kemudian pengetahuan individu akan menuntun seseorang memilih suatu yang benar atau salah. Pengalaman dan proses belajar

23

Chainur Arrasjid, 1988, Pengantar Psikologi Kriminal, Medan: Yani Corporation, halaman 9.


(41)

tentunya akan mengakibatkan individu melihat lebih jauh pilihan yang akan ditentukan.

Faktor internal tumbuh dalam diri pribadi setiap individu dimulai dengan suatu rangsangan. Rangsangan kemudian akan diteruskan hingga pada fase respon yang akan membawa individu kepada proses pengambilan sikap. Sikap sangat mempengaruhi pola prilaku, karena setiap perilaku seseorang akan diwarnai atau dilatarbelakangi oleh sikap.

Sikap merupakan organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi relative ajeg, yang disertai adanya perasaan tertentu dan memberikan dasar kepada orang tersebut untuk membuat respons atau berperilaku dalam cara yang tertentu yang dipilihnya.

Tiga komponen tersebut adalah komponen yang membentuk struktur sikap yang terdiri dari: 24

a. Komponen kognitif (komponen perceptual), yaitu koponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana orang mempersepsi terhadap objek sikap.

b. Komponen afektif (komponen emosional) yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap objek sikap.

c. Komponen konatif (komponen perilaku), yaitu komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap objek sikap. Komponen ini menunjukan intensitas sikap, yaitu menunjukan besar kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap.

24


(42)

Jika ditelaah lebih dalam maka akan ditemukan bahwa ada suatu hubungan yang cukup signifikan antara persepsi anggota geng motor dengan kejahatan yang mereka lakukan sebagai perilaku kejahatan. Pada komponen kognitif (komponen perceptual), yaitu koponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana orang mempersepsi terhadap objek sikap, anggota geng motor mempersepsikan bahwa kejahatan merupakan sebagai aksi balas dendam, sebagai cara mempertahankan diri, setuju sebagai cara aktualisasi diri, sebagai cara menaikan popularitas kelompok, dan sebagai suatu tradisi kekerasan.

Komponen afektif (komponen emosional) yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap objek sikap. Dapat dilihat bahwa ada motiv tersendiri dari anggota geng motor setelah melakukan kejahatan seperti bangga karena popularitasnya terangkat, takut, menyesal dan biasa saja.

Kemudian dari komponen konatif (komponen perilaku), yaitu komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap objek sikap. Komponen ini menunjukan intensitas sikap, yaitu menunjukan besar kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap. Setelah kedua komponen tersebut bersatu baik kognitif maupun akfektif akan menimbulkan perasaan yang kuat, keyakinan yang kuat serta kemauan untuk bertindak. Jika dikaitkan dengan fakta mengenai faktor yang mempengaruhi persepsi anggota geng motor terhadap perilaku kejahatan maka dapat ditemukan


(43)

bahwa penyebab utama dari persepsi tersebut adalah doktrin senior. Doktrin tersebut meresap dan mengakar pada komponen kognitif.

Sejumlah teori psikologi diatas tentunya telah mengupas sisi pribadi individu. Jika dikaitkan dengan teori asosiasi difrensial dapat diketahui bahwa pola perilaku jahat tidak diwariskan tetapi dipelajari melalui pergaulan yang akrab. Tingkah laku jahat dipelajari dalam kelompok melalui interaksi dan komunikasi, dan yang dipelajari dalam kelompok adalah teknik untuk melakukan kejahatan dan alasan yang mendukung perbuatan jahat .

Berdasarkan teori tersebut maka dapat diambil suatu prediksi bahwa kejahatan yang dilakukan oleh anggota geng motor merupakan hasil dari pergaulan yang akrab. Tingkah laku jahat dipelajari dalam kelompok/geng motor melalui interaksi dan komunikasi, dan yang dipelajari dalam kelompok/geng adalah teknik untuk melakukan kejahatan dan alasan yang mendukung perbuatan jahat seperti mengembangkan bendera geng dan lainnya.

Lingkungan yang buruk tentunya akan menghasilkan output yang buruk karena kepribadian personal akan dipengaruhi oleh lingkungan. Jika dikaitkan dengan teori subkultur seperti teori delinquent subculture. Akan diketahui bahwa perilaku delinkuen lebih banyak terjadi pada laki-laki kelas bawah dan mereka lebih banyak membentuk geng. Terdapat alasan yang rasional bagi delinkuen subkultur untuk mencuri (selain mencari status kebersamaan) mencari kesenangan dengan menimbulkan kegelisahan pada orang lain. Mereka juga mencoba untuk meremehkan nilai-nilai kelas menengah.


(44)

anggota geng motor melakukan kejahatan seperti balas dendam, mempertahankan harga diri yang merupakan alasan rasional seperti naiknnya popularitas anggota geng motor.

Sebab musabab kejahatan dapat dirangkum dalam beberapa kelompok, antara lain:

1. Kejahatan disebabkan oleh pengaruh-pengaruh dari luar terhadap si pelaku. 2. Kejahatan adalah akibat dari sifat-sifat si pelaku ditentukan oleh bakatnya. 3. Kejahatan disebabkan baik oleh pengaruh-pengaruh dari luar maupun oleh

sifat-sifat si pelaku.

Noach menjelaskan kejahatan lingkungan memberikan pengaruh terhadap kejahatan. Lingkungan ditentukan sebagai pusat dari pengaruh kejahatan.25

Secara eksternal yang menstimulir munculnya banyak kejahatan antara lain:

1. Saat-saat penuh perubahan transformasi sosial dan ekonomi, yaitu: di waktu perang, masa inflasi, banyak pengangguran saat malaise.

2. Pemerintahan yang lemah dan korup. 3. Konflik-konflik kebudayaan.

4. Mobilitas vertikal yang terhambat dan tidak memungkinkan penyaluran usaha untuk meningkatkan status sendiri.

5. Kebudayaan judi.

6. Pengembangan sikap-sikap mental yang keliru pada zaman modern.26 Sepakat dengan pendapat poin ke tiga tersebut maka penulis mengkualifikasikan latar belakang terjadinya tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh anggota geng motor terbagi menjadi dua kategori utama yaitu

25

Noach, 1992, Kriminologi Suatu Pengantar, Bandung: Citra Aditya Bakti, Halaman 104.

26

Kartini Kartono, 2003, Patologi Sosial Buku 1, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Halaman 159.


(45)

kejahatan disebabkan baik oleh pengaruh-pengaruh dari luar maupun oleh sifat-sifat si pelaku. Pembagian tersebut dinamakan faktor internal yaitu faktor dari dalam diri anggota geng motor yang mempengaruhi anggota geng motor melakukan tindak pidana penganiayaan. Kemudian faktor eksternal yaitu faktor dari luar diri anggota geng motor yang mempengaruhi anggota geng motor melakukan tindak pidana penganiayaan. Dari kualifikasi tersebut maka dapat digambarkan latar belakang terjadinya tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh anggota geng motor adalah sebagai berikut:

Geng motor merupakan kelompok sosial yang memiliki dasar tujuan yang sama atau asosiasi yang dapat disebut suatu paguyuban tapi hubungan negatif dengan paguyuban yang tidak teratur dan cenderung melakukan tindakan anarkis. Salah satu kontributor dari munculnya tindakan anarkis adalah adanya keyakinan/anggapan/perasaan bersama (collective belief). Keyakinan bersama itu bisa berbentuk, siapa yang cenderung dipersepsi sebagai maling, atau situasi apa yang mengindikasikan adanya kejahatan.

Media-massa dalam hal ini amat efektif menanamkan citra, persepsi, pengetahuan ataupun pengalaman bersama tadi. Maka, sesuatu yang mulanya kasus individual, setelah disebarluaskan oleh media-massa lalu menjadi pengetahuan publik dan siap untuk disimpan dalam memori seseorang. Memori tersebut pada suatu waktu kelak dapat dijadikan referensi oleh yang bersangkutan dalam memilih model perilaku. Adanya keyakinan bersama (collective belief) tentang suatu hal tersebut amat sering dibarengi dengan munculnya geng, simbol, tradisi, graffiti, ungkapan khas dan bahkan mitos serta fabel yang bisa


(46)

diasosiasikan dengan kekerasan dan konflik.27

Pada dasarnya kemunculan hal-hal seperti simbol geng, tradisi dan lain-lain itu mengkonfirmasi bahwa masyarakat setempat mendukung perilaku tertentu, bahkan juga bila diketahui bahwa itu termasuk sebagai perilaku yang menyimpang. Adanya dukungan sosial terhadap suatu penyimpangan, secara relatif, memang menambah kompleksitas masalah serta, sekaligus kualitas penanganannya.

Secara perilaku, dukungan itu bisa juga diartikan sebagai munculnya kebiasaan (habit) yang telah mendarah-daging (innate) dikelompok masyarakat itu. Adanya geng-geng motor seperti “XTC, BRIGEZ, GBR, M2R”. Maka adanya pula kecenderungan peningkatan anarki di masyarakat, sadarlah kita bahwa kita berkejaran dengan waktu. Pencegahan anarki perlu dilakukan sebelum tindakan itu tumbuh sebagai kebiasaan baru di masyarakat mengingat telah cukup banyaknya kalangan yang merasakan “asyik”-nya merusak, menjarah, menganiaya bahkan membunuh dan lain-lain tanpa dihujat apalagi ditangkap.

Para pelaku geng motor memang sudah menjadi kebiasaan untuk melanggar hukum. Kalau soal membuka jalan dan memukul spion mobil orang itu biasa dan sering dilakukan pada saat konvoi. Setiap geng memang tidak membenarkan tindakan itu, tapi ada tradisi yang tidak tertulis dan dipahami secara kolektif bahwa tindakan itu adalah bagian dari kehidupan jalanan. Apalagi jika yang melakukannya anggota baru yang masih berusia belasan tahun. Mereka mewajarkannya sebagai salah satu upaya mencari jati diri dengan melanggar

27

Moonraker, “Geng Motor Dari Segi Sosiologi Dan Hukum Serta Solusi Meminimalisir Geng-Geng Motor”, http://moonrakerindonesia.blogspot.com/2010/09/geng-motor-dari-segi-sosiologi-dan.html, Diakses tanggal 11 Mei 2012.


(47)

kaidah hukum. Kondisi seperti ini sangat memprihatinkan dan perlu penyikapan yang bijaksana. Dalam konteks penanganan kejahatan yang dilakukan anak-anak dan remaja masih diperdebatkan apakah sistem peradilan pidana harus dikedepankan atau penyelesaian masalah secara musyawarah tanpa bersentuhan dengan sistem peradilan pidana yang lebih dominan walaupun dalam sistem hukum pidana positif Indonesia, penyelesaian perkara pidana tidak mengenal musyawarah.

Meskipun demikian dikenal dalam sistem pemidanaan berupa restorative justice, dengan perdamaian antara korban dan pembuat disertai dengan ganti kerugian, penuntutan tidak diteruskan.28

Pada dasarnya pidana dan tindakan adalah sama yitu berupa penderitaan. Perbedaannya hanyalah penderitaan pada tindakan lebih kecil atau ringan daripada penderitaan yang diakibatkan oleh penjatuhan pidana.29

Suatu hal yang patut dipahami pada kapasitas ini bahwa tujuan hukum pidana itu adalah untuk melindungi kepentingan orang perserorangan atau hak asasi manusia dan melindungi kepentingan masyarakat dan negara dengan perimbangan yang serasi dari kejahatan tindakan tercela di satu pihak dan dari tindakan penguasa yang sewenang-wenang di pihak lain.30

KUHP tidak memberi ruang sedikit pun untuk menyelesaikan kejahatan-kejahatan yang dilakukan anak selain melalui sistem peradilan pidana yang sering dikatakan selalu memberikan penderitaan kepada pihak-pihak yang terlibat di

28

Andi Hamzah, 2009, Delik_Delik Tertentu (Speciale Delicten) Di Dalam KUHP, Jakarta, Sinar Grafika, Halaman 3.

29

Adami Chazawi, 2011, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Halaman 23.


(48)

dalamnya khususnya pelaku kejahatan baik pelaku dewasa maupun pelaku anak-anak dan remaja.

Peradilan pidana bagi anak-anak pelaku kejahatan mempunyai dua sisi yang berbeda, di satu sisi sebagaimana diakui konvensi anak, bahwa anak-anak perlu perlindungan khusus. Di sisi lain, "penjahat anak-anak-anak-anak" ini berhadapan dengan posisi masyarakat yang merasa terganggu akibat perilaku jahat dari anak-anak dan remaja tersebut. Kemudian juga anak-anak-anak-anak dan remaja ini akan berhadapan dengan aparat penegak hukum yang secara sempit hanya bertugas melaksanakan undang-undang sehingga pelanggaran dan tata cara perlindungan terhadap pelaku anak, rentan terjadi.

Sebetulnya perhatian terhadap perlindungan anak-anak dan remaja pelaku kejahatan harus semakin meningkat. Dunia internasional pun sejak 1924 dalam deklarasi hak-hak anak kemudian diperbarui 1948 dalam deklarasi hak asasi manusia dan mencapai puncaknya dalam Deklarasi Hak anak (Declaration on The Rights of Child) 1958 menegaskan karena alasan fisik dan mental serta kematangan anak-anak, maka anak-anak membutuhkan perlindungan serta perawatan khusus termasuk perlindungan hukum.31

Manakala anak-anak dan remaja pelaku kejahatan tersebut bersentuhan dengan sistem peradilan pidana, masyarakat meyakini bahwa mereka sedang belajar di akademi penjahat. Hasil yang dikeluarkan oleh sistem peradilan pidana hanya akan menghasilkan penjahat-penjahat baru.

30

Erdianto Effendi, 2011, Hukum Pidana Indonesia, Jakarta: Refika Aditama, Halaman 33.

31


(49)

Kegetiran ataupun masalah-masalah yang dihadapi anak dalam menghadapi sistem peradilan pidana tentu harus ada perhatian dan penyelesaian yang baik, namun kita juga tidak perlu mengabaikan terlaksana hukum dan keadilan, sebab peradilan menunjukkan kepada kita bahwa penyelesaian melalui pengadilan dilakukan secara benar demi kepentingan pelaku anak-anak dan remaja serta masyarakat di lain pihak.

Satu hal penting dalam peradilan anak adalah segala aktivitas harus dilakukan atau didasarkan prinsip demi kesejahteraan anak dan demi kepentingan anak itu sendiri tanpa mengorbankan kepentingan masyarakat mengingat setiap perkara pidana yang diputus pengadilan tujuannya adalah demi kepentingan publik. Akan tetapi, kepentingan anak tidak boleh dikorbankan demi kepentingan masyarakat

Dalam dunia akademis penanganan delik anak selalu terfokus kepada usaha penal dengan cara menggunakan hukum pidana dan usaha nonpenal yang lebih mengedepankan usaha-usaha di luar penggunaan hukum pidana (preventif). Pendekatannya lebih mengedepankan pendekatan khusus dengan alasan pertama bahwa anak yang melakukan kejahatan jangan dipandang sebagai seorang penjahat, tetapi harus dipandang sebagai anak yang memerlukan kasih sayang. Kedua, kalaupun akan dilakukan pendekatan yuridis hendaknya lebih mengedepankan pendekatan persuasif, edukatif, serta psikologi. Pendekatan penegakan hukum sejauh mungkin dihindari karena akan menjatuhkan mental dan semangat anak tersebut untuk kembali ke jalan yang benar. Ketiga, tata cara peradilan pidana kalaupun akan dilakukan haruslah benar-benar mencerminkan


(50)

peradilan yang dapat memberikan kasih sayang kepada anak-anak dan remaja tersebut.

Perlindungan hukum terhadap anak-anak dan remaja yang melakukan tindak pidana telah diberikan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak di samping instrumen hukum internasional berupa konvensi-konvensi yang dikeluarkan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa seperti Beijing Rules. akan tetapi, secara subtansi masih terlihat bahwa UU tentang Pengadilan Anak ini masih mengedepankan penggunaan sanksi pidana baik pidana badan maupun pidana lainnya sehingga apa yang diharapkan kepada tindakan persuasif dan edukatif belum terlihat.

Dalam pengadilan anak semestinya dikembangkan konsep-konsep seperti famili model dalam sistem peradilan pidana, pelaku kejahatan apalagi anak-anak diperlakukan sebagai sebuah anggota keluarga yang tersesat dalam mengarungi kehidupan sehingga penyelesaiannya lebih mengedepankan memberikan kesempatan dan membimbing pelaku kejahatan supaya kembali lagi kepada kehidupan yang sejalan dengan norma masyarakat dan norma hukum.

Tidak kalah pentingnya dalam penanganan anak-anak delikuen apabila menggunakan sarana penal melalui sistem peradilan pidana adalah kesempatan menggunakan penasihat hukum atau access to legal council. Di samping hak-hak lain yang harus dibedakan dengan pelaku dewasa. Kesempatan anak-anak pelaku kejahatan menghubungi keluarganya harus dibuka lebar-lebar oleh polisi, jaksa, maupun pengadilan mengingat seluruh subsistem peradilan pidana ini pun mempunyai kewajiban memikirkan nasib anak-anak dan remaja pelaku kejahatan


(51)

ini baik ketika menjalani hukuman maupun setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan.

Sebetulnya, ruang pengadilan yang ada sekarang ini tidak kondusif bagi peradilan pidana terhadap anak-anak delikuen. Harus diciptakan suasana ruang pengadilan yang betul-betul mencerminkan perlindungan hukum, perlindungan mental, dan suasana kasih sayang terhadap anak-anak dan remaja pelaku kejahatan sehingga kejadian terdakwa yang anak-anak menangis di pengadilan tidak terulang lagi. Pengadilan harus bisa menciptakan atau memutuskan perkara-perkara yang melibatkan anak-anak dan remaja ke arah putusan yang menjadikan pelaku anak itu menjadi baik serta menjamin hak-hak masyarakat tidak terabaikan.


(52)

BAB III

KENDALA-KENDALA POLSEKTA MEDAN BARU DALAM MENCEGAH KENAKALAN GENG MOTOR

Kualitas Generasi Muda Dewasa Ini

Generasi muda adalah the leader of tomorrow. Mengapa demikian?Hal ini dikarenakan generasi pemuda adalah penerus bangsa yang akan memimpin suatu bangsa kelak di masa yang akan datang. Mereka memiliki tanggung jawab untuk menjada serta mengubah nasib suatu bangsa apakah menjadi lebih baik dari sebelumnya atau mungkin sebaliknya. Generasi muda harus memiliki semangat dan kemauan untuk membangun bangsa dengan cara menggali potensi serta bakat yang dimilikinya. Dalam berbagai aspek pemuda memiliki peran yang penting misalnya sebagai pelopor perubahan bangsa demi kepentingan bersama yang telah diimpikan seluruh bangsa. Namun ternyata masalah dan potensi generasi muda masih memprihatinkan karena berketidaksinambungan.

Perbedaan zaman dari Indonesia yang dulu dan sekarang tentu saja menimbulkan masalah yang berbeda juga pada generasi muda saat ini. Berikut beberapa masalah yang sering terjadi pada generasi muda di Indonesia saat ini:32 a. Menurunnya jiwa idealisme, patriotisme, dan nasionalisme dikalangan

masyarakat, termasuk jiwa pemuda.

b. Ketidakpastian yang dialami oleh generasi muda terhadap masa depannya.

32

Moonraker, Op.Cit


(53)

c. Belum seimbangnya antara jumlah generasi muda dengan fasilitas pendidikan yang tersedia, baik formal dan informal. Tinggimya jumlah putus sekolah yang tidak hanya merugikan generasi muda sendiri, tetapi juga merugikan bangsa. d. Kekurangan lapangan dan kesempatan kerja serta tingginya tingkat

pengangguran dan setengah pengangguran dikalangan generasi muda mengakibatkan berkurangnya produktivitas nasional dan memperlambat kecepatan laju perkembangan pembangunan nasional serta dapat menimbulkan berbagai problem sosial lainnya.

e. Kurangnya gizi yang menghambat perkembangan kecerdasan, dan pertumbuhan.

f. Masih banyaknya perkawinan dibawah umur.

g. Pergaulan bebas yang membahayakan sendi-sendi moral bangsa. h. Merebaknya penggunaan NAPZA dikalangan remaja.

i. Belum adanya peraturanm perundangan yang menyangkut generasi muda. Dalam rangka memecahkan permasalahan generasi muda diatas, diperlukan usaha-usaha terpadu, terarah dan berencana dari seluruh potensi nasional dengan melibatkan generasi muda sebagai subjek pembangunan. Organisasi-organisasi pemuda yang telah berjalan baik merupakan potensi yang siap untuk dilibatkan dalam kegiatan pembangunan nasional.


(54)

Generasi muda indonesia saat ini tidak hanya memiliki masalah tapi juga memiliki potensi yang perlu dikembangkan. Potensi-potensi yang terdapat pada generasi muda yang perlu dikembangkan adalah sebagai berikut:33

a. Idealisme dan Daya Kritis

Secara sosiologis generasi muda belum mapan dalam tatanan yang ada, sehingga ia dapat melihat kekurangan dalam tatanan dan secara wajar mampu mencari gagasan baru. Pengejawantahan idealisme dan daya kritis perlu dilengkapi landasan rasa tanggung jawab yang seimbang.

b. Dinamika dan Kreativitas

Adanya idealisme pada generasi muda, menyebabkan mereka memiliki potensi kedinamisan dan kreativitas, yakni kemampaun dan kesediaan untuk

mengadakan perubahan, pembaharuan, dan penyempurnaan kekurangan yang ada ataupun mengemukakan gagasan yang baru.

c. Keberanian Mengambil Resiko

Perubahan dan pembaharuan termasuk pembangunan, mengandung resiko dapat meleset, terhambat atau gagal. Namun, mengambil resiko itu diperlukan jika ingin memperoleh kemajuan. Generasi muda dapat dilibatkan pada usaha-usaha yang mengandung resiko. Untuk itu diperlukan kesiapan pengetahuan, perhitungan, dan keterampilan dari generasi muda sehingga mampu memberi kualitas yang baik untuk berani mengambil resiko.

d. Optimis dan Kegairahan Semangat

33 Ibid.


(55)

Kegagalan tidak menyebabkan generasi muda patah semangat. Optimisme dan kegairahan semangat yang dimiliki generasi muda merupakan daya pendorong untuk mencoba lebih maju lagi.

e. Sikap Kemandirian dan Disiplin Murni

Generasi muda memiliki keinginan untuk selalu mandiri dalam sikap dan tindakannya. Sikap kemandirian itu perlu dilengkapi dengan kesadaran disiplin murni pada dirinya agar mereka dapat menyadari batas-batas yang wajar dan memiliki tenggang rasa.

f. Terdidik

Walaupun dengan memperhitungkan faktor putus sekolah, secara menyeluruh baik dalam arti kualitatif maupun dalam arti kuantitatif, generasi muda secara relatif lebih terpeljar karena lebih terbukanya kesempatan belajar dari generasi pendahulunya.

g. Keanekaragaman dalam Persatuan dan Kesatuan.

Keanekaragaman generasi muda merupakan cermin dari keanekaragaman masyarakat kita. Keanekaragaman tersebut dapat menjadi hambatan jika dihayati secara sempit dan eksklusif. Akan tetapi, keanekaragaman masyarakat Indonesia merupakan potensi dinamis dan kreatif jika ditempatkan dalam kerangka integrasi nasional yang didasarkan pada semangat sumpah pemuda serta kesamaan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

h. Patriotisme dan Nasionalisme


(56)

Pemupukan rasa kebanggaan, kecintaan, dan turut serta memiliki bangsa dan negara dikalangan generasi muda perlu digalakkan karena pada gilirannya akan mempertebal semangat pengabdian dan kesiapan mereka untuk membela dan mempertahankan NKRI dari segala bentuk ancaman.

i. Sikap Kesatria

Kemurnian idealisme, keberanian, semangat pengabdian dan pengorbanan serta rasa tanggung jawab sosial yang tinngi adalah unsur-unsur yang perlu dipupuk dan dikembangkan dikalangan generasi muda Indonesia sebagai pembela dan penegak kebenaran dan keadilan bagi masyarakat dan bangsa.

j. Kemampuan Penguasaan Ilmu dan Teknologi

Generasi muda dapat berperan secara berdaya guna dalam rangka

pengembangan ilmu dan teknologi bila secara fungsional dapat dikembangkan sebagai Transformator dan Dinamisator terhadap lingkungannya yang lebih terbelakang dalam ilmu dan pendidilkan serta penerapan teknologi, baik yang maju, maupun yang sederhana.

Pengaruh Keluarga Terhadap Kemunculan Kenakan Remaja

Pengaruh keluarga dalam kenakalan remaja adalah :34 1. Keluarga yang Broken Home

Masa remaja adalah masa yang dimana seorang sedang mengalami saat kritis sebab ia mau menginjak ke masa dewasa. Remaja berada dalam masa

34


(57)

peralihan. Dalam masa peralihan itu pula remaja sedang mencari identitasnya. Dalam proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa membingungkan dirinya, remaja membutuhkan pengertian dan bantuan dari orang yang dicintai dan dekat dengannya terutama orang tua atau keluarganya. Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa fungsi keluarga adalah memberi pengayoman sehingga menjamin rasa aman maka dalam masa kritisnya remaja sungguh-sungguh membutuhkan realisasi fungsi tersebut. Sebab dalam masa yang kritis seseorang kehilangan pegangan yang memadai dan pedoman hidupnya. Masa kritis diwarnai oleh konflik-konflik internal, pemikiran kritis, perasaan mudah tersinggung, cita-cita dan kemauan yang tinggi tetapi sukar ia kerjakan sehingga ia frustasi dan sebaginya. masalah keluarga yang broken home bukan menjadi masalah baru tetapi merupakan masalah yang utama dari akar-akar kehidupan seorang anak. Keluarga merupakan dunia keakraban dan diikat oleh tali batin, sehingga menjadi bagian yang vital dari kehidupannya.

Penyebab timbulnya keluarga yang broken home antara lain: a) Orang tua yang bercerai

Perceraian menunjukkan suatu kenyataan dari kehidupan suami istri yang tidak lagi dijiwai oleh rasa kasih sayang dasar-dasar perkawinan yang telah terbina bersama telah goyah dan tidak mampu menompang keutuhan kehidupan keluarga yang harmonis. Dengan demikian hubungan suami istri antara suami istri tersebut makin lama makin renggang, masing-masing atau salah satu membuat jarak sedemikian rupa sehingga komunikasi terputus sama sekali. Hubungan itu menunjukan situas keterasingan dan


(58)

keterpisahan yang makin melebar dan menjauh ke dalam dunianya sendiri. jadi ada pergeseran arti dan fungsi sehingga masing-masing merasa serba asing tanpa ada rasa kebertautan yang intim lagi.

b) Kebudayaan bisu dalam keluarga

Kebudayaan bisu ditandai oleh tidak adanya komunikasi dan dialog antar anggota keluarga. Problem yang muncul dalam kebudayaan bisu tersebut justru terjadi dalam komunitas yang saling mengenal dan diikat oleh tali batin. Problem tersebut tidak akan bertambah berat jika kebudayaan bisu terjadi diantara orang yang tidak saling mengenal dan dalam situasi yang perjumpaan yang sifatnya sementara saja. Keluarga yang tanpa dialog dan komunikasi akan menumpukkan rasa frustasi dan rasa jengkel dalam jiwa anak-anak. Bila orang tua tidak memberikan kesempatan dialog dan komunikasi dalam arti yang sungguh yaitu bukan basa basi atau sekedar bicara pada hal-hal yang perlu atau penting saja; anak-anak tidak mungkin mau mempercayakan masalah-masalahnya dan membuka diri. Mereka lebih baik berdiam diri saja. Situasi kebudayaan bisu ini akan mampu mematikan kehidupan itu sendiri dan pada sisi yang sama dialog mempunyai peranan yang sangat penting.

Kenakalan remaja dapat berakar pada kurangnya dialog dalam masa kanak-kanak dan masa berikutnya, karena orangtua terlalu menyibukkan diri sedangkan kebutuhan yang lebih mendasar yaitu cinta kasih diabaikan. Akibatnya anak menjadi terlantar dalam kesendirian dan kebisuannya. Ternyata perhatian orangtua dengan memberikan kesenangan materiil


(59)

belum mampu menyentuh kemanusiaan anak. Dialog tidak dapat digantikan kedudukannya dengan benda mahal dan bagus. Menggantikannya berarti melemparkan anak ke dalam sekumpulan benda mati.

c) Perang dingin dalam keluarga

Dapat dikatakan perang dingin adalah lebih berat dari pada kebudayaan bisu. Sebab dalam perang dingin selain kurang terciptanya dialog juga disisipi oleh rasa perselisihan dan kebencian dari masing-masing pihak. Awal perang dingin dapat disebabkan karena suami mau memenangkan pendapat dan pendiriannya sendiri, sedangkan istri hanya mempertahankan keinginan dan kehendaknya sendiri.

Suasana perang dingin dapat menimbulkan : 1. Rasa takut dan cemas pada anak-anak.

2. Anak-anak menjadi tidak betah dirumah sebab merasa tertekan dan bingung serta tegang.

3. Anak-anak menjadi tertutup dan tidak dapat mendiskusikan problem yang dialami.

4. Semangat belajar dan konsentrasi mereka menjadi lemah. 5. Anak-anak berusaha mencari kompensasi semu.

2. Pendidikan yang salah

a. Sikap memanjakan anak

Keluarga mempunyai peranan di dalam pertumbuhan dan perkembangan pribadi seorang anak. Sebab keluarga merupakan lingkungan pertama dari tempat kehadirannya dan mempunyai fungsi untuk menerima, merawat dan


(1)

2. Kembangkan koordinasi komunitas-jaringan luas

Hasil wawancara menjelaskan upaya yang dilakukan oleh Polsekta Medan Baru dalam mencegah dan menanggulangi kejahatan geng motor adalah

memberikan penyuluhan kepada anak-anak sekolah setiap hari Senin dan melakukan pengamanan merupakan preventif (pembinaan) setiap malam Sabtu, Minggu, Senin bagi anak-anak remaja yang sedang berkumpul di pinggiran jalan.46

Upaya lainnya yang dapat dilakukan oleh kepolisian dalam

penanggulangan geng motor adalah dengan melakukan patroli pada malam hari pada wilayah dimana diindikasikan berkumpulnya geng motor. Patroli tersebut dapat dilakukan dengan cara melakukan koordinasi antara Polsekta Medan Medan Baru berkoordinasi dengan Brimob dan unsur-unsur kepolisian lainnya dalam satu lingkup wilayah kerja Poltabes Medan. Hal ini disebabkan Polsekta Medan Medan Baru merupakan bagian atau unit kerja dari Polresta Medan.

Selain dengan patroli kepolisian juga melakukan aktivitas lainnya dengan mengadakan razia-razia pada wilayah-wilayah yang berdekatan dengan sekolah. Tujuan daripada razia ini selain memberikan kontribusi kepada pemakai jalan khususnya anak sekolah untuk memenuhi rambu-rambu lalu lintas seperti pemakaian helm dan kelengkapan surat-surat kendaraan bermotor juga dapat mencegah kebebasan geng motor di sekolah-sekolah.

Selain itu kepolisian juga dapat membentuk suatu kesatuan khusus penanggulangan geng motor. Pembentukan satuan khusus tersebut, polisi juga perlu memperhatikan faktor umur anggota geng motor. Karena mayoritas anggota


(2)

geng motor saat ini adalah pemuda, maka satuan khusus untuk penanganan geng motor tersebut juga perlu punya polisi khusus pemuda. Pemuda punya gaya khusus, jadi perlu ada personel yang paham soal pemuda juga.

                   


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kenakalan geng motor adalah mencakup dua faktor utama. Faktor tersebut adalah faktor internal sipelaku dan faktor eksternal dari si pelaku. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu, sedangkan faktor eksternal datang dari luar individu tetapi sangat mempengaruhi pola perilaku individu.

2. Kendala-kendala Polsekta Medan Baru dalam mencegah kenakalan geng motor adalah pelakunya adalah anak dan masih berada di bawah umur, kecepatan berpindah geng motor antara satu tempat dengan tempat yang lain, jumlah anggota kepolisian kurang sepadan dengan jumlah geng motor, adanya arogansi masyarakat yang mencoba menggangu geng motor, tidak diketahui identitas para anggota geng motor dan aktivitas geng motor yang dilakukan dilakukan di malam hari.

3. Upaya-upaya yang dilakukan oleh Polsekta Medan Baru dalam mencegah dan menanggulangi kenakalan geng motor adalah memberikan penyuluhan kepada anak-anak sekolah setiap hari Senin dan melakukan pengamanan merupakan preventif (pembinaan) setiap malam Sabtu, Minggu, Senin bagi anak-anak remaja yang sedang berkumpul di pinggiran jalan


(4)

Saran

1. Kepada kepolisian hendaknya terus-menerus melakukan tindakan penanggulangan dalam mencegah dan menanggulangi kenakalan geng motor secara terus-menerus sehingga dapat menciptakan keamanan masyarakat dengan jalan melakukan razia-razia di sekolah-sekolah atau tempat mangkalnya para kawula muda.

2. Kepada orang tua hendaknya terus melakukan pengawasan terhadap anaknya khususnya terhadap anak yang terlibat dalam geng motor dengan cara menasehatinya dan bila perlu melaporkannya kepada instansi berwajib.

3. Kepada pemerintah hendaknya dapat melakukan pembinaan kepada para remaja dengan cara menyediakan sarana prasarana positif dimana remaja dapat berkarya secara positif.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku/Literatur:

Andi Hamzah, 2009, Delik_Delik Tertentu (Speciale Delicten) Di Dalam KUHP, Jakarta, Sinar Grafika.

Adami Chazawi, 2011, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Bunadi Hidayat, 2010, Pemidanaan Anak di Bawah Umur, Bandung: Alumni. Chainur Arrasjid, 1988, Pengantar Psikologi Kriminal, Medan: Yani Corporation. Departemen Pendidikan Nasional, 2003, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:

Balai Pustaka.

Ediwarman, 2010, Metodologi Penelitian Hukum, Medan: Program Pascasarjana Muhammadiyah Sumatera Utara.

Erdianto Effendi, 2011, Hukum Pidana Indonesia, Jakarta: Refika Aditama.

Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, 2010, Pedoman Penulisan Skripsi, Medan.

Farouk Muhammad, Pengubahan Perilaku dan Kebudayaan Dalam Rangka Peningkatan Kualitas Pelayanan Polri, Jurnal Polisi Indonesia, Tahun 2, April 2000 – September 2000.

Kartini Kartono, 2003, Patologi Sosial Buku 1, Jakarta: Raja Grafindo Persada. Kartini Kartono, 2010, Kenakalan Remaja, Patologi Sosial 2, Jakarta: Raja

Grafinso persada.

Nashriana, 2011, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Noach, 1992, Kriminologi Suatu Pengantar, Bandung: Citra Aditya Bakti.

R.E. Baringbing, 2001, Simpul Mewujudkan Supremasi Hukum, Jakarta: Pusat Kajian Reformasi.


(6)

B. Peraturan Perundang-Undangan: KUHP.

C. Internet:

Gunadia’as Blog, “Geng Motor dan Patologi Sosial”,

http://gunardia.wordpress.com/geng-motor-dan-patologi-sosial/.

Kompasiana, “Masalah Gank Motor di Medan: Perlu Penanganan Serius Orang Tua, Sekolah dan Polisi”, http://lifestyle.kompasiana.com/urban/2011/ 10/09/masalah-gank-motor-di-medan-perlu-penanganan-serius-orang-tua-sekolah-dan-polisi/

Mizrazan Mariam, “Penanganan Komunitas Geng Motor Sebagai Salah Satu Kenakalan Remaja Dengan Pendekatan Psikologi, http: //benyahya.student.umm.ac.id/download-as-pdf/umm_blog_article_144. pdf.

Moonraker, “Geng Motor Dari Segi Sosiologi Dan Hukum Serta Solusi Meminimalisir Geng-Geng Motor”, http://moonrakerindonesia. blogspot.com/2010/09/geng-motor-dari-segi-sosiologi-dan.html.

Nur Rahman, “Geng Motor dan Patologi Sosial”, http://asepnur rahman.wordpress.com/2011/09/30/geng-motor-dan-patologi-sosial/.

Riana Afriadi, “Perihal Geng Motor dan Penanggulangannya”,