Geng Motor (Studi Etnografi Pengorganisasian Geng Motor di Medan)

(1)

GENG MOTOR

(Studi Etnografi Pengorganisasian Geng Motor di Medan)

SKRIPSI

Diajukan Guna Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana Sosial dalam bidang Antropologi Sosial

Oleh :

JUNIUS SUE EMBARSA TARIGAN 080905018

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan oleh: Nama : Junius Tarigan

NIM : 080905018

Departemen : Antropologi Sosial

Judul : Geng Motor (Studi Etnografi Pengorganisasian Geng Motor di Medan)

Medan, Desember 2012 Dosen Pembimbing Ketua Departemen Antropologi

Dra. Nita Savitri, M.Hum Dr. Fikarwin Zuska NIP. 196101251988032001 NIP. 196212201989031005

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Prof. Dr. Badaruddin, M.si NIP. 196805251992031002


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PERNYATAAN

GENG MOTOR

(Studi Etnografi Pengorganisasian Geng Motor di Medan)

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti lain atau tidak seperti yang saya nyatakan disini, saya bersedia di proses secara hukum dan siap menanggalkan gelar kesarjanaan saya.

Medan, Desember 2012 Penulis


(4)

ABSTRAK

Studi Etnografi Pengorganisasian Geng Motor di Kota Medan (Junius S.E. Tarigan, 2012). Skripsi ini terdiri dari 5 bab, 104 halaman, 3 tabel, 1 diagram, 3 gambar, 23 daftar pustaka dan disertai 17 situs internet.

Penelitian yang berjudul Geng Motor (Studi Etnografi Pengorganisasian Geng Motor di Kota Medan) ini mengkaji tentang perilaku remaja yang diekspresikan dengan ikut bergabung dan membentuk suatu komunitas atau kelompok tertentu yang salah satunya adalah geng motor. Setiap geng motor yang terbentuk tersebut memiliki peraturan dan pengorganisasian yang sudah terstruktur dan memiliki aturan-aturan yang berbeda pada setiap masing-masing geng. Namun dalam skripsi ini, penulis memilih salah satu geng motor yang cukup terkenal di kota Medan yaitu geng motor RnR sebagai objek penelitian.

Fokus penelitian ini adalah pada perilaku remaja yang menjadi anggota geng motor di kota Medan. Pertanyaan penelitian yang dikaji meliputi pandangan remaja anggota geng motor terhadap kelompok yang diikutinya, sistem pengorganisasian pada geng motor dan hubungan sosial yang ada di dalam geng motor. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Antropologi Psikologi dengan memfokuskan pada perilaku remaja yang dianalisis secara kualitatif dengan emic view. Untuk pengumpulan data penelitian ini menggunakan metode wawancara mendalam dan observasi partisipasi terbatas untuk melihat gambaran anggota geng motor.

Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa geng motor yang ada di Medan sebagai suatu kelompok pertemanan yang memiliki pengorganisasian dan pada umumnya menganut sistem kepengurusan seperti geng motor yang ada di kota Bandung. Geng motor yang terbentuk ternyata tidak hanya terbentuk dari ikut-ikutan balap liar, namun dapat terjadi karena aktivitas remaja yang pada umumnya suka

nongkrong bersama teman-teman sebayanya. Sehingga di dalam geng motor terdapat hubungan sosial antar anggota maupun dengan individu ataupun kelompok lain di luar geng tersebut.


(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat, dan penyertaan-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Geng Motor (Studi Etnografi Pengorganisasian Geng Motor di Medan)”. Teristimewa buat kedua Orangtuaku yang sangat kucintai, Bapak: Surung Tarigan dan Mamak: Roseva Sembiring, terima kasih yang tak terhingga atas segala pengorbanan, cinta dan kasih sayang tulus dalam membesarkan dan mendidik dengan penuh kasih sayang. Membuat kalian berdua bahagia dan selalu tersenyum adalah impianku. Dan untuk adikku tersayang, my brother Amadeus Tarigan terima kasih atas dukungan, doa, dan kasih sayang yang telah diberikan, doakan abang mu ini supaya sukses setelah ini. Tuhan Yesus memberkati keluarga kita.

Pada kesempatan ini, saya ingin menyampaikan terima kasih yang tulus kepada berbagai pihak, di antaranya kepada Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Bapak Dr. Fikarwin Zuska, sebagai Ketua Departemen Antropologi Sosial FISIP USU. Bapak Drs. Agustrisno, M.S.P., sebagai Sekertaris Departemen Antropologi Sosial FISIP USU, selaku penguji pada saat ujian komprehensif. Terima kasih untuk semua saran yang diberikan untuk penyempurnaan skripsi ini. Terkhusus buat Ibu Dra. Nita Savitri, M.Hum., selaku Dosen Pembimbing saya, yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam membimbing saya selama dari proses penyusunan proposal sampai penulisan skripsi ini selesai, terima kasih atas bekal ilmu yang sangat berharga yang telah Ibu berikan kepada saya, semoga apa yang telah Ibu berikan kepada saya mendapat balasan dari Tuhan YME. Bapak Drs. Lister Berutu,


(6)

M.A., sebagai ketua penguji pada saat ujian komprehensif. Terima kasih untuk semua saran yang diberikan untuk penyempurnaan skripsi ini. Bapak Drs. Zulkifli, M.A., selaku Dosen wali/penasihat akademik saya, terima kasih atas bantuannya dalam proses perkuliahan dan administrasi akademik. Seluruh dosen-dosen dan Pegawai di Departemen Antropologi, yang telah mendidik dan mengajar penulis selama proses perkuliahan. Buat Ibu Prof. Dra. Chalida Fachruddin, Ph.D., Bapak Drs. Irfan Simatupang, Bapak Drs. Ermansyah, M.Hum., Ibu Dra. Mariana Makmur, M.A., Bapak Nurman Achmad, S.Sos., M.Soc.Sc., Bapak Dr. R. Hamdani Harahap, Ibu Dra. Rytha Tambunan, M.Si., Ibu Dra. Sabariah Bangun, M.Soc.Sc., Ibu Dra. Sri Alem Br. Sembiring, M.Si., Ibu Dra. Sri Emiyanti, M.Si., Ibu Dra. Tjut Syahriani, M.Soc.Sc., Bapak Drs. Yance, M.Si., Bapak Drs. Zulkifli Lubis, M.Si., Bapak Drs. Juara Ginting, M.A., Bapak Drs. Edi Saputra Siregar. Kepada seluruh staff di FISIP USU khususnya di Departemen Antropologi, buat Kak Nur dan Kak Sofi yang sudah membantu saya dalam mengurus kelancaran administrasi selama dalam masa perkuliahan.

Buat seluruh pengurus dan anggota geng motor RnR yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk saya wawancarai dan memberikan informasi selama masa penelitian di lapangan. Terkhusus buat teman saya Bernad yang telah banyak membantu saya dengan memperkenalkan kepada teman-teman satu geng nya di RnR, terima kasih buat segala waktunya. Semoga Tuhan memberkati kalian semua dalam setiap aktivitas kalian ke depannya.

Terkhusus untuk orang-orang yang kusayangi, Shinta Natalia Sinaga yang telah memberikan doa, motivasi dan semangat kepada saya selama proses menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa tentunya buat teman-teman terbaik ku: Riko, Batara, Nelson, Hezron, Donald, Lias, Kalvin, Hardi, dan Aldo yang telah menemani


(7)

perjalanan ku selama di kampus. Terima kasih ya pal-pal ku semua, petualangan bersama kalian tidak akan terlupakan, kalian yang membuat hari-hariku lebih berwarna di kampus. Tidak lupa juga buat Harni dan Puteri Ananda, terima kasih atas bantuannya selama ini, dan atas masukkannya hingga skripsi ini selesai. Sukses buat kita semua ya, Tuhan memberkati kalian semua teman-temanku.

Kerabat-kerabat seluruh mahasiswa Antropologi FISIP USU, khususnya rekan-rekan seperjuangan saya stambuk 2008 Berkat, Deny, Marda, Santa Panjaitan, Santa Simamora, Suherman, Dea, Karmila, Iskandar, Iphin, Radinton, Nessya, Ayu, Berty, Amin, Haris, Rambo, Hendra, Ria, Duma, Sari dan kepada semua kerabat-kerabat antropologi lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih atas segala kenangan yang kalian berikan dan bantuan-bantuannya. Semoga kita menjadi sukses semuannya. Tuhan memberkati kita.

Buat teman-teman PUSH Band: Ade Molo, Andri, Aji, Samuel, terima kasih buat kebersamaan yang kalian berikan. Semoga band ini bisa menjadi pemacu bagi mahasiswa lain agar terus berkarya dan tidak melupakan waktu belajarnya. Semoga apa yang kita impikan selama ini bisa tercapai dan pertahankan kekompakkan kita ini agar tetap terjaga. Maju terus musik Indonesia dan gogogo PUSH Band.

Buat teman-teman IMILTA’08 USU yang sering nongkrong di kede bang Tepu, terima kasih atas segala waktu berkesannya, banyak hal yang kupelajari bersama kalian semua, walaupun belajar main kartu. Sudah bisa dikurangi sangkrang balak sama kiu-kiu itu agar cepat tamat kita semua. Oleh karena itu, janganlah lupa membaca buku minimal sejam sebelum tidur ya teman-teman. Ku doakan kalian supaya cepat menyusul.


(8)

Kiranya Tuhan YME. dapat membalas segala kebaikan yang telah diberikan oleh semua pihak kepada saya. Menyadari akan keterbatasan saya, maka skripsi atau hasil penelitian ini masih terdapat kekurangan dan kelemahan. Untuk itu, koreksi dan masukan dari berbagai pihak guna penyempurnaan hasil penelitian ini sangat saya harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Desember 2012 Penulis


(9)

RIWAYAT HIDUP

Junius Sue Embarsa Tarigan, lahir pada tanggal 10 Juni 1990 di Medan, Sumatera Utara. Beragama Kristen Protestan. Anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Ayah bernama Surung Tarigan dan Ibu bernama Roseva Sembiring.

Riwayat pendidikan formal: TK Parulian 5 Medan, Kelas 1-5 di SD Parulian 5 Medan, Kelas 6 di SD Budi Murni 2 Medan, SMP Budi Murni 2 Medan, SMA Santo Thomas 2 Medan, Mahasiswa Antropologi Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.


(10)

KATA PENGANTAR

Skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di Departemen Antropologi Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara, Medan. Untuk memenuhi persyaratan tersebut saya telah menyusun sebuah skripsi dengan judul “Geng Motor” (Studi Etnografi Pengorganisasian Geng Motor).

Ketertarikan untuk menulis permasalahan tentang geng motor ini diawali dari kenyataan yang saat ini terjadi bahwa semakin maraknya pemberitaan di media masa mengenai tindak kekerasan yang dilakukan oleh geng motor di berbagai kota. Pada umumnya aksi-aksi kekerasan tersebar di berbagai kota-kota besar di Indonesia. Tindakan yang berupa kekerasan tersebut sampai ada yang mencabut nyawa seseorang dan telah banyak meresahkan warga dimana pada umumnya dilakukan oleh individu yang berada pada usia remaja.

Dalam skripsi ini saya menulis mengenai pengorganisasian suatu kelompok pertemanan yang pada kasus ini berbentuk geng motor yang tentunya menggunakan “kaca mata” antropologi dalam meninjau pemasalahan dalam skripsi ini. Setiap kelompok yang terorganisir pasti memiliki struktur kepengurusan, oleh karena itu perlunya pengkajian secara mendalam mengenai bentuk-bentuk struktur yang ada di dalamnya. Sehingga dapat diketahui peran-peran setiap anggota, dan bagaimana setiap anggota suatu geng tersebut menjalankan peranannya.

Dengan demikian skripsi ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan tentang pengorganisasian suatu geng motor yang ditinjau secara antropologi psikologi dan menambah wawasan terhadap perkembangan geng motor


(11)

yang ada di Indonesia. Saya berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Saya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan kemampuan, pengetahuan, materi, dan pengalaman saya. Saya sebagai penulis skripsi ini, dengan tidak mengurangi rasa hormat, mengharapkan kritik dan saran maupun sumbangan pemikiran yang bersifat membangun dari berbagai pihak untuk menyempurnakan skripsi ini.

Medan, Desember 2012 Penulis


(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

PERNYATAAN ORIGINALITAS ... ii

ABSTRAK ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

RIWAYAT HIDUP ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR ISTILAH ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah ...1

1.2.Tinjauan Pustaka ...6

1.3.Rumusan Masalah ...16

1.4.Maksud dan Tujuan Penelitian ...17

1.5.Kerangka Penulisan ...18

1.6.Metode Dan Pengalaman Penelitian ...21

BAB II. KONTEKS PENELITIAN 2.1. Kota Medan Secara Geografis ...28

2.2. Kota Medan Secara Demografis ...29

2.3. Kota Medan Dalam Dimensi Sejarah ...32

2.4. Kota Medan Secara Ekonomi ...32

2.5. Kota Medan Secara Sosial ...36

2.6. Perkembangan Geng Motor di Medan ...36

2.7. Identitas Pada Geng Motor ...42

2.7.1. Slogan Geng ...44

2.7.2. Bendera Geng ...45

2.7.3. Seragam Geng ...47

BAB III. GENG MOTOR 3.1. Sejarah Geng Motor ...50

3.2. Perkembangan Geng Motor di Indonesia ...54

3.3. Geng Motor Sebagai Kelompok Sosial Remaja ...61

3.4. Perilaku dan Nilai Kelompok ...67

3.4.1. Perilaku Kolektif Pada Anggota Geng Motor ...68

3.4.2. Nilai Solidaritas Pada Anggota Geng Motor ...69

3.5. Alasan Remaja Bergabung Dengan Geng Motor ...70

BAB IV. PENGORGANISASIAN GENG MOTOR 4.1. Struktur Kepengurusan Geng Motor ...76

4.1.1. Penasehat...79

4.1.2. Ketua ...80

4.1.3. Bendahara ...82


(13)

4.1.5. Anggota ...83

4.2. Keanggotaan Geng Motor ...84

4.2.1 Syarat dan Aturan Menjadi Anggota ...85

4.2.2 Ritual Penerimaan Anggota ...86

4.2.3 Reward and Punishment ...87

4.3. Hubungan Sosial pada Geng Motor ...89

4.3.1 Hubungan Sosial Sesama Geng Motor ...90

4.3.2 Hubungan Geng Motor dengan OKP ...91

4.4. Konflik Geng Motor ...93

4.4.1 Internal ...94

4.4.2 Eksternal ...95

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ...97

5.2. Saran ...99

DAFTAR PUSTAKA ...100 LAMPIRAN


(14)

DAFTAR ISTILAH

Back-up bantuan atau perlindungan dari individu atau kelompok lain.

Bikers pengendara motor.

Joinan adanya hubungan kerjasama, saling membantu.

Konvoi iring-iringan.

Pede singkatan dari kata percaya diri.

Peer group kelompok sosial remaja-remaja sebaya yang memiliki kedekatan satu dengan yang lainnya.

Sparing bahasa yang dipakai anggota geng motor untuk menjadi lawan tanding untuk melawan anggota baru.


(15)

ABSTRAK

Studi Etnografi Pengorganisasian Geng Motor di Kota Medan (Junius S.E. Tarigan, 2012). Skripsi ini terdiri dari 5 bab, 104 halaman, 3 tabel, 1 diagram, 3 gambar, 23 daftar pustaka dan disertai 17 situs internet.

Penelitian yang berjudul Geng Motor (Studi Etnografi Pengorganisasian Geng Motor di Kota Medan) ini mengkaji tentang perilaku remaja yang diekspresikan dengan ikut bergabung dan membentuk suatu komunitas atau kelompok tertentu yang salah satunya adalah geng motor. Setiap geng motor yang terbentuk tersebut memiliki peraturan dan pengorganisasian yang sudah terstruktur dan memiliki aturan-aturan yang berbeda pada setiap masing-masing geng. Namun dalam skripsi ini, penulis memilih salah satu geng motor yang cukup terkenal di kota Medan yaitu geng motor RnR sebagai objek penelitian.

Fokus penelitian ini adalah pada perilaku remaja yang menjadi anggota geng motor di kota Medan. Pertanyaan penelitian yang dikaji meliputi pandangan remaja anggota geng motor terhadap kelompok yang diikutinya, sistem pengorganisasian pada geng motor dan hubungan sosial yang ada di dalam geng motor. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Antropologi Psikologi dengan memfokuskan pada perilaku remaja yang dianalisis secara kualitatif dengan emic view. Untuk pengumpulan data penelitian ini menggunakan metode wawancara mendalam dan observasi partisipasi terbatas untuk melihat gambaran anggota geng motor.

Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa geng motor yang ada di Medan sebagai suatu kelompok pertemanan yang memiliki pengorganisasian dan pada umumnya menganut sistem kepengurusan seperti geng motor yang ada di kota Bandung. Geng motor yang terbentuk ternyata tidak hanya terbentuk dari ikut-ikutan balap liar, namun dapat terjadi karena aktivitas remaja yang pada umumnya suka

nongkrong bersama teman-teman sebayanya. Sehingga di dalam geng motor terdapat hubungan sosial antar anggota maupun dengan individu ataupun kelompok lain di luar geng tersebut.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini, perilaku remaja pria diekspresikan dengan berbagai cara. Salah satunya diwarnai dengan bentuk perilaku kekerasan. Media sering memberitakan perkelahian remaja yang dilakukan oleh para pelajar di berbagai kota di Indonesia. Bentuk ekspresi bebas para pelajar lainnya yang tidak kalah heboh sekaligus meresahkan masyarakat adalah terbentuknya geng. Bentuk dari geng pelajar ini biasanya nongkrong atau bergerombol selama waktu sekolah atau di luar sekolah, dan ada juga yang menggunakan kendaraan dan bergerombol di malam hari. Bentuk geng ini dikenal dengan nama geng motor1

Pada umumnya geng motor dibentuk dari kumpulan anak-anak remaja yang suka ngebut atau balapan liar dengan motor, baik siang maupun malam hari, dan juga dari kesamaan lingkungan tempat tinggal atau lingkungan sekolah. Sekarang ini para remaja mulai dari SMP, SMA bahkan mahasiswa banyak yang mengikuti komunitas geng motor. Mereka melakukan balapan motor alias trek-trekan di jalanan umum. Geng motor dibuat untuk menunjukkan eksistensi kelompoknya kepada masyarakat sekitar maupun dengan geng motor lainnya. Geng motor RnR biasanya berkumpul di . Penelitian ini mengkaji tentang komunitas remaja yaitu pengorganisasian geng motor yang terdapat di Medan. Geng motor yang menjadi objek kajian penelitian saya ini adalah geng motor RnR. Anggota-anggota geng motor umumnya adalah para remaja yang masih berstatus pelajar baik SMP, SMA, bahkan mahasiswa.

1

“Masalah Gank Motor di Medan Perlu Penanganan Serius Orang tua, Sekolah dan Polisi,”


(17)

daerah Jln. Abdul Hakim Kec. Medan Selayang. Pemilihan lokasi ini didasarkan atas hasil pengamatan yang menunjukkan bahwa daerah tersebut sering menjadi tempat berkumpulnya para remaja anggota geng motor RnR.

Di Indonesia aktivitas geng motor yang brutal dan anarkis mulanya muncul di pulau Jawa yaitu di kota Bandung. Setiap geng motor yang ada di Bandung umumnya bersifat anarkis dan terkadang meresahkan warga dengan melakukan perampokan di swalayan dan penyerangan atau perampokan terhadap warga sekitar. Di Medan sendiri, kegiatan geng motor mulai terlihat keberadaannya pada tahun 2007 dan akhirnya mulai menampakan tindakan kekerasannya pada tahun 2011 di mana terjadi penyerangan terhadap komunitas lain (waspada.co.id 7 February, 2011).

Berdasarkan uraian di atas, saya tertarik melakukan penelitian mengenai geng motor disebabkan semakin banyaknya kasus kejahatan yang dilakukan oleh geng motor tersebut. Untuk tahun 2012 kejahatan yang dilakukan geng motor di Medan ada tiga kasus sampai bulan februari, yang diamankan sebanyak 70 orang tapi yang diproses pidana tiga kasus2. Hal ini banyak menimbulkan pandangan negatif dari masyarakat terhadap geng motor itu sendiri. Disaat sekumpulan anggota geng motor melakukan penghancuran terhadap warnet bahkan kantor polisi, tindakan mereka diketahui warga dan beberapa diantaranya tertangkap dan dihajar massa3

Penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan dengan topik mengenai geng motor telah pernah dilakukan oleh beberapa mahasiswa diberbagai universitas di Indonesia. Namun, pada umumnya yang mengkaji mengenai geng motor merupakan mahasiswa dari jurusan psikologi. Mahasiswa psikologi dari berbagai universitas di

.

2

Berita dalam Koran Sumut Pos edisi 1 Maret 2012, “Korban Geng Motor Banyak Tak Melapor”.

3


(18)

Indonesia dalam skripsi mereka membahas bagaimana hubungan kohesifitas dengan perilaku agresi pada anggota geng motor (Beriyanti, Skripsi, 2010). Selain itu ada yang mengkaji masalah hubungan antara kecerdasan emosi dengan perilaku agresi pada anggota komunitas geng motor di Bandung, (Miladina, Skripsi, 2010). Dan penelitian lain mengenai kecenderungan kepribadian anggota geng motor di Bandung ditinjau dari kebutuhan (Rachmawati, Skripsi, 2008). Dari beberapa hasil skripsi di atas, umumnya penelitian mengenai geng motor dilakukan oleh mahasiswa jurusan psikologi yang memfokuskan di dalamnya mengenai sifat agresi4

Adanya geng seperti sebuah kelompok–kelompok sosial yang semu, karena terbentuk dari sebuah jiwa bebas yang terhambur ketika langkah seorang remaja telah tetap dan pasti. Namun, adanya fenomena geng tersebut tak urung seperti perbedaan dua keping mata uang yang berbeda. Satu sisi mata uang menunjukkan hal positif yaitu pembentukan mental dan ajang solidaritas dari seorang remaja, sedangkan sisi komunitas geng motor sehingga timbul tindakan kekerasan. Umumnya penelitian mahasiswa psikologi membahas bagaimana perkembangan psikologi dan tingkah laku remaja yang telah mengikuti kegiatan geng motor. Berdasarkan latarbelakang penulis sebagai mahasiswa antropologi, saya sangat tertarik mengkaji mengenai topik geng motor khususnya dalam kajian ilmu antropologi, terutama memfokuskan bagaimana sebenarnya pengorganisasian dalam suatu komunitas geng motor dan hubungan sosial yang terdapat di dalamnya. Sehingga dapat diketahui bagaimana kegiatan mereka dan struktur kepengurusan yang mereka bentuk dikaji secara etnografis.

4

Agresi yaitu reaksi primitif dalam bentuk kemarahan hebat dan ledakan emosi tanpa kendali, serangan, kekerasan tingkah laku kegila-gilaan, dan sadistis. Kemarahan hebat tersebut sering mengganggu intelegensi dan kepribadian anak, sehingga kalut batinnya, lalu melakukan perkelahian, kekerasan, kekejaman, terror terhadap lingkungan dan tindakan agresi lainnya (Kartono, 2010:113).


(19)

lainnya adalah sebuah bentuk pemberontakan jiwa yang terkadang diaplikasikan dalam bentuk anarkisme yang sangat destruktif5

Anggota geng motor yang pada umumnya adalah laki-laki, yang ingin menunjukkan dirinya sebagai pribadi yang maskulin dan terlihat macho dihadapan

.

Keberadaan geng remaja baik laki-laki ataupun perempuan tidak bisa dielakkan dalam kehidupan era globalisasi saat ini, karena di usia-usia remaja ini, mereka membutuhkan suatu komunitas yang sesuai atau cocok dengan gaya dan pandangan hidup mereka. Dalam komunitas atau geng atau kelompok pertemanan ini, mereka bisa dengan leluasa menyalurkan bakat, minat, potensi yang mereka miliki, bahkan segala permasalahan hidup yang mereka alami dibagikan kepada teman-teman satu gengnya. Jadilah mereka seperti ‘saudara sekandung’, yang tidak hanya diikat oleh gaya hidup dan pandangan hidup khas mereka tapi juga ada ikatan perasaan emosional bahkan ikatan intelektual. Secara otomatis, mereka yang merasa cocok akan membuat suatu ‘lingkaran’ atau geng atau komunitas sendiri. Terlepas dari apakah geng yang mereka buat untuk tujuan yang baik atau yang buruk.

Menurut teori gejala masalah akil balig Margareth Mead, (dalam Danandjaja, 1994:38) perbedaan sifat-sifat kepribadian atau tempramen antara laki-laki dan perempuan tidak bersifat biologis universal, melainkan suatu perbedaan yang ditentukan oleh kebudayaan, oleh sejarah, dan struktur sosial masyarakat yang bersangkutan. Perkembangan kepribadian seorang individu menurut beliau terjadi pada usia remaja, yaitu masa dari anak-anak menuju dewasa, dimana perkembangan kepribadian dan emosinya tergantung dari lingkungan dan kebudayaan sekitarnya baik itu laki-laki maupun perempuan.

5


(20)

orang lain dengan mengikuti geng tersebut. Menurut Pleck (dalam Arivia, 2009:38) maskulin merupakan pencitraan diri yang diturunkan dari generasi ke generasi, melalui mekanisme pewarisan budaya hingga menjadi suatu “kewajiban” yang harus dijalani jika ingin dianggap sebagai laki-laki seutuhnya. Sedangkan laki-laki yang tampil maskulin, disebut dengan laki-laki macho. Kewajiban tersebut tercermin dalam suatu manhood (dogma kejantanan atau norma kelelakian) yang harus diikuti oleh kaum laki-laki pada umumnya, karena dianggap sebagai faktor bawaan dari lahir. Contoh dari norma maskulin menurut Kurniawan (dalam Arivia, 2009) misalnya: anak laki-laki pantang untuk menangis; laki-laki harus tampak garang dan berotot; laki-laki yang hebat adalah laki-laki yang mampu “menaklukkan” hati banyak perempuan; laki-laki akan sangat “laki-laki” apabila identik dengan rokok, alkohol, dan kekerasan.

Banyaknya komunitas motor yang muncul di berbagai daerah di Indonesia telah menjadi sebuah fenomena. Kegiatan untuk membentuk dan bergabung ke dalam sebuah geng motor pada masa sekarang ini membentuk suatu budaya populer dikalangan remaja pengguna kendaraan bermotor. Budaya populer (umumnya dikenal sebagai budaya pop) adalah totalitas ide, perspektif, sikap, gambar dan fenomena lainnya yang dianggap disukai melalui konsensus informal dalam arus utama dari sebuah masyarakat tertentu. Budaya populer terbentuk dan berkembang dalam suatu masyarakat karena banyak dipengaruhi oleh media massa dan merembes ke kehidupan sehari-hari banyak ora).

Setiap remaja yang bergabung ke dalam suatu geng motor pastilah memiliki alasan mereka masing-masing kenapa memilih untuk bergabung ke dalam komunitas tertentu. Koenjaraningrat (1990:111) menjabarkan bahwa kepribadian seorang


(21)

individu juga terisi dengan berbagai perasaan, emosi, kehendak dan keinginan, yang sasarannya adalah juga aneka macam hal yang ada dalam lingkungannya. Oleh karena itu diperlukannya penelitian lebih lanjut dalam mengetahui alasan-alasan mengapa banyak remaja, khususnya remaja di kota Medan yang banyak masuk dan membentuk komunitas geng motor. Dengan mengkaji suatu komunitas dilihat dari sudut pandang antropologi, diharapkan dapat mengetahui mengapa banyak remaja yang bergabung dalam geng motor, dan menyebabkan terbentuknya suatu budaya baru untuk ikut ke dalam suatu geng motor tertentu pada masa sekarang ini. Karena para remaja umumnya yang menggunakan sepeda motor umumnya sangat tertarik masuk dan menjadi bagian suatu geng motor.

1.2. Tinjauan Pustaka

Masa remaja merupakan sebuah masa transisi yang dilalui oleh semua insan manusia sebelum akhirnya memasuki fase dewasa. Berbicara mengenai remaja, erat kaitannya dengan sebuah kualitas diri. Remaja merupakan masa di mana terjadi sebuah jalan persimpangan dalam hidupnya yang akhirnya dipilih sebagai bekal kehidupannya kelak, dan proses pemilihan itu sangat erat kaitannya dengan kualitas diri seorang remaja dalam kegiatan proses belajar, dan aktivitasnya dalam kehidupan sehari-hari6

Pada masa remaja juga terjadi proses pencarian identitas diri, di mana identitas tersebut dicari bersama-sama dengan teman sebayanya dengan berkumpul dan

. Menurut Mead (dalam Danandjaja, 1994) remaja cenderung menentang kekuasaan dan otoritas orang tuanya; walaupun dalam keadaan ragu-ragu, mereka ingin mencari kebebasan dari otoritas pada umumnya.

6

“Pengaruh Aktivitas Geng Terhadap Prestasi Belajar,” http://www.subscribe.com/doc/22350809 (akses 10 February 2012).


(22)

membentuk suatu kelompok bermain dan membentuk suatu komunitas, dalam hal ini ke dalam geng motor. Menurut Adian (dalam Arivia, 2001:25) identitas merupakan konsep yang merupakan fokus pemikiran klasik yang selalu mencari kesejatian pada yang identik (sama) di balik segala perubahan. Segala sesuatu harus memiliki identitas, terkategorisasi, dan terumuskan secara tuntas. Sesuatu tanpa identitas adalah mustahil.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2001), geng berarti sebuah kelompok atau gerombolan remaja yang dilatarbelakangi oleh persamaan latar sosial, sekolah, daerah, dan sebagainya. Pelakunya dikenal dengan sebutan gengster. Sebuah kata yang berasal dari bahasa Inggris, gangster. Gangster atau bandit berarti suatu anggota dalam sebuah kelompok kriminal (gerombolan) yang terorganisir dan memiliki kebiasaan urakan dan anti-aturan7

Selain geng motor sebagai suatu komunitas motor, ada juga komunitas motor lain yang biasa disebut klub motor. Perlu diketahui bahwa pengertian geng motor di atas berbeda dengan pengertian klub motor. Pada klub motor, aktivitas berkelompok didasari oleh kesamaan hobi otomotif atau aktivitas sosial yang umumnya terdaftar (legal) pada wadah organisasi otomotif resmi dan diakui oleh pemerintah setempat, . Geng motor sendiri dilandasi oleh aktivitas kesenangan di atas motor ataupun karena berkumpul dalam suatu kelompok yang menggunakan motor. Umumnya keberadaan mereka ada di setiap kota besar dan perilakunya telah menjadi penyakit sosial yang akut. Penyakit sosial atau biasa disebut dengan “patologi sosial” merupakan gejala-gejala sosial yang sakit atau menyimpang dari pola perilaku umum yang disebabkan faktor-faktor sosial.

7


(23)

misalnya: Ikatan Motor Indonesia (IMI) dan Forum Persatuan Motor Indonesia (FPMI).

Komunitas ialah kumpulan dari berbagai populasi yang hidup pada suatu waktu dan daerah tertentu yang saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain. Komunitas memiliki derajat keterpaduan yang lebih kompleks bila dibandingkan dengan individu dan populasi. Komunitas terjadi karena seorang individu tersebut menganggap dengan berkumpul dan berinteraksi antar sesama individu lainnya merupakan kegiatan yang dilakukan sebagai jalan hidup manusia (Sanders, 1966). Komunitas menurut pandangan Koenjaraningrat :

“Kesatuan wilayah, adat istiadat, rasa identitas komunitas, dan rasa loyalitas terhadap komunitas sendiri, merupakan ciri-ciri suatu komunitas, dan pangkal dari perasaan seperti patriotisme, nasionalisme, dan sebagainya, yang biasanya bersangkutan dengan negara. Defenisi komunitas sebagai suatu kesatuan hidup manusia, yang menempati suatu wilayah yang nyata, dan yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat, serta yang terikat oleh suatu rasa identitas komunitas.” (Koenjaraningrat, 1990:148).

Masa remaja adalah masa di mana setiap remaja ingin berkelompok dan akhirnya akan membuat komunitas, karena masa remaja adalah masa mereka mencari sebanyak-banyaknya teman dalam pencarian jati diri mereka. Remaja memandang dunia sebagai apa yang mereka inginkan, bukan sebagaimana adanya. Ciri-ciri yang menonjol yang ditunjukkan oleh para remaja ada dalam perilaku sosial. Mereka dan teman sebaya akan membentuk geng, yang di dalamnya terdapat nilai-nilai kolektif yang akan mempengaruhi individu tersebut. Inilah proses di mana individu membentuk pola perilaku dan nilai-niai yang baru pada gilirannya bisa menggantikan nilai-nilai yang didapatnya di rumah.

Selain geng motor, terdapat juga komunitas-komunitas motor lainnya. Komunitas motor ini di antaranya klub motor yang umumnya sebagai ajang


(24)

kumpul-kumpul pecinta kendaraan bermotor tapi lebih dari itu klub motor juga memiliki susunan organisasi seperti layaknya sebuah organisasi massa dan juga memiliki program kerja yang terjadwal seperti membuat jadwal untuk melakukan acara berkumpul bersama seluruh anggota setiap minggunya dengan tujuan mempererat silaturahmi dan untuk saling berinteraksi, melakukan perjalanan ke daerah tertentu secara bersama-sama (touring) baik dengan anggota sendiri ataupun bekerja sama dengan komunitas motor yang lain, mengikuti kegiatan-kegiatan otomotif seperti lomba modifikasi sepeda motor, kegiatan balap motor, dan juga melakukan bakti sosial ke masyarakat.

Beberapa waktu terakhir aksi dan aktivitas komunitas motor tadi tercoreng oleh ulah dari beberapa anggota komunitas motor yang menyebut dirinya sebagai geng motor. Geng motor merupakan bagian dari komunitas motor, namun yang membedakan dengan komunitas motor itu sendiri adalah geng motor dibentuk dengan tujuan untuk membentuk komunitas pertemanan yang cenderung orientasinya ke arah yang negatif, cenderung berbuat onar dan meresahkan masyarakat. Akhir-akhir ini mereka mendapat perhatian serius baik dari masyarakat serta mendapat cap negatif dari masyarakat dan dari media dikarenakan oleh perilaku mereka.

Untuk itu perlunya pengetahuan bagaimana perbedaan antara setiap komunitas motor yang ada, agar tidak terjadinya salah penilaian masyarakat bahwa setiap kumpulan orang bermotor itu merupakan geng motor. Karena komunitas pengendara motor itu terbagi lagi ke dalam beberapa bentuk kumpulan seperti klub motor dan


(25)

geng motor. Adapun beberapa perbedaan antara geng motor, club motor dan motor

community menurut Putu Oka Sukanta8

Geng Motor

adalah sebagai berikut:

Tabel I.

PERBEDAAN GENG MOTOR, KLUB MOTOR, DAN KOMUNITAS MOTOR

Klub Motor Komunitas Motor

1. Kebanyakan anggota geng motor tidak memakai perangkat safety seperti helm, sepatu dan jaket. 2. Membawa senjata tajam yang dibuat sendiri atau sudah dari pabriknya seperti samurai, hingga bom molotov (terbuat dari botol yang berisi minyak tanah)9

6. Motor yang mereka .

3. Biasanya hanya muncul di malam hari dan tidak menggunakan lampu penerang serta berisik.

4. Jauh dari kegiatan sosial, tidak pernah membuat acara-acara sosial.

5. Anggotanya lebih banyak kaum lelaki yang sangar, tukang mabuk, penjudi dan hobi membunuh, sekalipun

tidak menutup kemungkinan ada kaum

hawa yang ikut.

1. Perlengkapan aman (safety) dalam berkendara dan benar-benar komplit.

2. Motor dan pengendaranya sama-sama

lengkap bahkan biasanya ditambah box dibelakang motor buat menaruh helm dan peralatan motor.

3. Biasanya setiap klub motor hanya terdiri dari satu merk dan satu tipe motor saja namun ada juga yang campur-campur. 4. Nongkrong di tempat yang ramai agar bisa dilihat masyarakat sekaligus ajang silahturahmi kepada klub

motor lain yang kebetulan melintas.

5. Pelantikan anggota baru biasanya tanpa kekerasan, hanya untuk having fun

dan memberi pengetahuan seluk beluk berlalu lintas yang benar.

6. Mempunyai visi dan

1. Biasanya community

terdiri dari berbagai tipe motor dan merk motor, bebas dan berbagai macam aliran ada.

2. Berdiri dibawah bendera perkumpulan orang-orang komplek, pabrikan atau perusahaan dan instansi-instansi yang terkait.

3. AD/ART mereka lebih simple tidak terlalu banyak.

4. Sama seperti klub motor, mereka juga suka melakukan kegiatan sosial. 5. Bila melakukan touring

ke suatu daerah, barisan yang mereka buat kurang cepat alias lambat.

6. Lebih mengedepankan

solidaritas, apapun motornya yang penting mau solid dan bekerja sama.

7. Pelantikan anggota baru jauh dari kata anarkis dan hanya sekedar pengenalan

8

9

Senjata-senjata yang digunakan oleh geng motor bila sedang berperang dengan geng motor lainnya, umumnya senjata yang digunakan seperti bom Molotov yang dirakit sendiri.


(26)

gunakan bodong, gak ada spion, sein, hingga lampu utama. Yang penting buat mereka adalah kencang. 7. Visi dan misi mereka jelas, hanya membuat kekacauan dan ingin menjadi geng terseram diantara geng motor lainnya.

8. Tidak terdaftar di kepolisian atau masyarakat setempat.

9. Kalau nongkrong, lebih suka ditempat yang jauh dari kata terang. Lebih memilih tempat sepi, gelap.

10. Pelantikan anggota baru biasanya bermain fisik, disuruh bertarung satu sama lain dan minum minuman keras sampai muntah.

misi yang jelas dan jauh dari ruang lingkup yang anarkis.

7. Melakukan kegiatan

touring (konvoi secara bersama-sama) ke

daerah-daerah sembari membagikan sumbangan.

8. AD/ART mereka jelas dan tercatat dalam kepolisian atau wadah dari perkumpulan klub motor. 9. Saling tolong menolong terhadap anggota klub motor lain ketika dijalan mendapatkan masalah. 10. Setiap klub motor memiliki tujuan dalam berkendara dan peraturan-peraturan yang tidak membebankan anggotanya.

community dan peraturan saja.

8. Anggota-anggotanya hanya sekadar komunitas, biasanya terbentuk karena sering nongkrong bareng dan bedasarkan keinginan membangun sebuah wadah bila ingin melakukan

touring.

9. Nama dan lambang mereka ada yang tercatat di kepolisian tetapi ada pula yang tidak dan hanya sebatas kumpulan anak motor saja.

10. Tidak berbeda jauh dengan klub motor.

Sumber. http://www.journalbali.com

Dari perbedaan di atas, nampaklah ciri-ciri perilaku dari geng motor itu pada umumnya. Perilaku-perilaku yang ditunjukkan oleh anggota geng motor tersebut sangat meresahkan masyarakat, karena dianggap menyalahi norma-norma sosial. Berberapa bentuk perilaku tersebut antara lain berkendara dengan kecepatan tinggi saat mengendarai motor baik pada waktu siang maupun malam hari, melakukan balapan motor liar atau istilahnya trek-trekan di jalanan, sampai melakukan tindakan kekerasan dengan anggota komunitas motor lain.

Secara konotasi, geng ini memang beda dengan klub, grup, atau kelompok. Pengertian geng lebih dikonotasikan negatif. Bahkan kalau melihat artinya dalam


(27)

kamus bahasa Inggris, misalnya, geng (gang) di sana punya arti banyak dan salah satunya adalah negatif, gang: a group of persons working to unlawful or antisocial ends. Geng merupakan kumpulan orang yang melakukan tindakan pelanggaran hukum dan bersikap antisosial.

Individu yang mengikuti geng motor ini umumnya adalah remaja, jika menggunakan definisinya Erikson (1963:10), remaja adalah anak yang sudah mulai masuk umur 12 sampai 18 tahun. Erikson menemukan bahwa karakteristik perkembangan yang paling menonjol dari anak seusia ini adalah mencari identitas (identity searching) sekaligus kebingungan dengan identitasnya (identity confusion). Pencarian identitas ini mereka dapatkan melalui hubungan dengan teman sebaya dengan membentuk kelompok-kelompok pertemanan. Mereka melakukan setiap aktivitas kelompok walaupun aktivitas tersebut berbanding terbalik dengan kebiasaan yang didapatnya dari rumah, hal ini terjadi karena pengaruh dari hubungan pertemanan tersebut, aktivitas tersebut diantaranya tidak lepas dari tindakan kekerasan seperti yang dilakukan geng motor.

Tindakan yang dilakukan setiap anggota geng motor bisa terjadi karena adanya gejolak emosi pada diri masing-masing anggota geng tersebut, sesuai dengan keadaan yang sedang dialami mereka yang mereka tunjukkan kepada teman satu anggota atau kepada masyarakat sekitar. Menurut Matsumoto (2004:43) emosi terdiri dari 2 jenis yaitu emosi negatif dan positif. Emosi negatif seperti marah dan frustrasi terjadi karena terhambatnya atribut internal seseorang (seperti tujuan atau keinginan). Sebaliknya emosi positif seperti perasaan bersahabat dan penghargaan, amatlah berbeda. Emosi-emosi ini adalah hasil dari pengalaman menjadi bagian dari suatu hubungan dekat yang kurang lebih bersifat komunal (kelompok).


(28)

Kekerasan yang umum dilakukan oleh geng motor adalah kekerasan yang bersifat kolektif, dimana menurut Jack D. Douglas & Frances Chaput Waksler kekerasan kolektif adalah kekerasan yang dilakukan oleh anggota kelompok secara bersamaan, seperti dalam perang, kerusuhan, dan kepanikan. Yabolensky menjelaskan kekerasan geng dalam kaitannya dalam kepribadian yang cacat. Kepribadian yang cacat maksud beliau adalah kepribadian yang terbentuk karena sifat jahat dari individu, dalam bukunya The Violent Gang (Santoso, 2002:90).

Geng motor memang tidak terlepas dari perilaku kolektif. Dalam geng motor terdapat kehidupan sosial kolektif yang merupakan ciri khas dari kelompok sosial yang melakukan tindakan sesuai dengan keputusan kelompok. Menurut Popenoe (Koentjaraningrat, 1990:135) ada beberapa ciri atau karakteristik kehidupan sosial kolektif, antara lain:

1. Adanya pembagian kerja yang relatif permanen antar anggota dalam kelompok tentang berbagai kegiatan untuk pemenuhan beragam kebutuhan kelompok

2. Adanya rasa saling ketergantungan antar anggota dalam kelompok dalam proses pencapaian tujuan kelompok

3. Proses menjalin kerjasama tersebut didasarkan pada sistem nilai, norma yang telah disepakati oleh sesama anggota kelompok

4.Diperlukan adanya pola komunikasi yang baik untuk membangun hubungan kerjasama tersebut

5. Adanya perlakuan yang beragam antar anggota kelompok, sebagai konsekwensi dari keberagaman kemampuan dan keahlian yang dimiliki oleh masing-masing anggota kelompok


(29)

6. Adanya solidaritas dalam kelompok (in-group) dan adanya sistem pengendalian sosial terhadap pola perilaku anggota dalam kelompok agar tetap berada pada garis visi dan misi kelompok

Kepribadian individu yang mengarah keperilaku kekerasan pada usia remaja biasa disebut dengan kenakalan. Pada dasarnya kenakalan remaja menunjuk pada suatu bentuk perilaku remaja yang tidak sesuai dengan norma-norma yang hidup di dalam masyarakatnya. Kartono (2010:93) mengatakan remaja yang nakal itu disebut pula sebagai anak cacat sosial. Mereka menderita cacat mental disebabkan oleh pengaruh sosial yang ada ditengah masyarakat, sehingga perilaku mereka dinilai oleh masyarakat sebagai suatu kelainan dan disebut “kenakalan”. Dikatakan bahwa kenakalan remaja adalah kelainan tingkah laku/tindakan remaja yang bersifat anti sosial, melanggar norma sosial, agama serta ketentuan hukum yang berlaku dalam masyarakat.

Gunarsa (2002:19), mengatakan dari segi hukum kenakalan remaja digolongkan dalam dua kelompok yang berkaitan dengan norma-norma hukum yaitu: (1) kenakalan yang bersifat amoral dan sosial serta tidak diantar dalam undang-undang sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan sebagai pelanggaran hukum ; (2) kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan undang-undang dan hukum yang berlaku sama dengan perbuatan melanggar hukum bila dilakukan orang dewasa.

Menurut bentuknya, Sartono (1985) membagi kenakalan remaja ke dalam tiga tingkatan ; (1) kenakalan biasa, seperti suka berkelahi, suka keluyuran, membolos sekolah, pergi dari rumah tanpa pamit (2) kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan seperti mengendarai mobil tanpa SIM, mengambil barang orang tua


(30)

tanpa izin (3) kenakalan khusus seperti penyalahgunaan narkotika, hubungan seks diluar nikah, pemerkosaan dll.

Tentang normal tidaknya perilaku kenakalan atau perilaku menyimpang, pernah dijelaskan dalam pemikiran Emile Durkheim (dalam Soekanto, 1988). Bahwa perilaku menyimpang atau jahat kalau dalam batas-batas tertentu dianggap sebagai fakta sosial yang normal, dalam batas-batas tertentu kenakalan adalah normal karena tidak mungkin menghapusnya secara tuntas, dengan demikian perilaku dikatakan normal sejauh perilaku tersebut tidak menimbulkan keresahan dalam masyarakat, perilaku tersebut terjadi dalam batas-batas tertentu dan melihat pada sesuatu perbuatan yang tidak disengaja. Jadi, kebalikan dari perilaku yang dianggap normal yaitu perilaku nakal/jahat yaitu perilaku yang disengaja meninggalkan keresahan pada masyarakat.

Menurut Krahe (2005:15) tindakan yang dilakukan dengan niat menimbulkan akibat negatif terhadap targetnya dan sebaliknya, menimbulkan harapan bahwa tindakan itu akan menghasilkan sesuatu merupakan kualifikasi dari sikap agresi. Sebuah definisi klasik yang diusulkan Buss (dalam Krahe, 2005) mengarakterisasikan agresi sebagai sebuah respons yang mengantarkan stimuli (rangsangan) beracun kepada makhluk hidup lain. Oleh karena itu, setiap anggota geng motor pasti memiliki sikap agresifitas yang tinggi, sehingga berani melakukan tindakan kekerasan terhadap individu ataupun kelompok lain.

Sikap agresifitas yang tinggi tersebut yang membuat seringnya terjadi konflik antar geng motor. Masalah yang terjadi pada suatu geng motor yang akhirnya menyebabkan pertikaian antar geng biasanya diakibatkan dari konflik yang ditimbulkan dari permasalahan yang dialami salah seorang anggota. Pada akhirnya


(31)

permasalahan tersebut mau tidak mau mengikutsertakan teman-temannya dalam geng motor lainnya untuk membantu dalam menyelesaikan masalahnya secara bersama, yang umumnya tidak lepas dari tindakan kekerasan.

Menurut Lawang (1994), konflik diartikan sebagai perjuangan untuk memperoleh hal-hal yang langka seperti nilai, status, kekuasaan, dan sebagainya dimana tujuan mereka berkonflik itu tidak hanya memperoleh keuntungan tetapi juga untuk menundukkan pesaingnya. Konflik tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan muncul karena adanya faktor pemicu. Terdapat dua faktor yang menjadi pemicu terjadinya konflik, yaitu: persaingan (competition) dan kontravensi (contravention). Pada hakikatnya persaingan itu baik apabila dilakukan secara sehat yaitu menggunakan kemampuan masing-masing individu tanpa merugikan pihak lain. Sedangkan kontravensi adalah sikap mental yang tersembunyi terhadap pihak lain (orang atau kelompok).

1.3. Rumusan Masalah

Kompleksitas kehidupan kota besar selalu diikuti oleh bermacam-macam penyimpangan perilaku, salah satunya yang terjadi pada remaja yang berada dalam suatu komunitas geng motor. Penyimpangan perilaku yang terjadi padanya yaitu aktivitas kenakalan yang berujung pada kriminalitas. Seperti yang telah dilansir oleh beberapa media massa akhir-akhir ini, aksi brutal geng motor telah menimbulkan korban. Mereka selalu bergerak secara bergerombol dalam melakukan aksinya. Gejala dalam komunitas kota menurut Menno, S. (1994:45) ialah adanya kecenderungan masyarakat menjadi masyarakat massa (mass society) di mana individu kehilangan


(32)

identitas pribadinya; individu tidak lagi mampu membuat putusan-putusan secara pribadi, melainkan bertindak menurut dorongan massa (kelompok).

Sehubungan dengan pernyataan di atas, maka akan muncul pokok permasalahan dalam penelitian ini yang akan membentuk pertanyaan-pertanyaan seperti :

1. Apa pandangan remaja-remaja anggota geng motor terhadap kelompok yang diikutinya setelah mereka bergabung ke dalam geng tersebut.

2. Bagaimana sistem pengorganisasian pada suatu geng motor dan pengelolaannya. 3. Bagaimana hubungan sosial baik hubungan internal maupun hubungan eksternal yang ada dalam geng motor.

1.4. Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud penelitian ini dibuat agar memunculkan perhatian lebih dari pemerintah dan orang tua setelah mengetahui alasan setiap remaja mengikuti geng motor tersebut, dan membuka mata masyarakat dari makna sebenarnya sebuah geng motor dari sudut pandang anggota geng tersebut (emic view). Sehingga ke depannya masyarakat dan pemerintah dapat memahami cara melakukan pengendalian sosial terhadap kenakalan-kenakalan remaja, sehingga suatu geng motor itu tidak dipandang negatif karena dibimbing dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang lebih positif dan berguna bagi masa depan mereka.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui alasan-alasan para remaja mengapa mereka bergabung dan membentuk suatu geng motor, mengetahui bagaimana struktur pengorganisasian suatu geng motor, dan agar dapat mengetahui setiap kegiatan dan hubungan sosial yang terjadi dalam suatu geng motor, khususnya


(33)

geng motor yang ada di Medan secara etnografis, dimana penelitian dilakukan dalam jangka waktu 4 bulan yaitu antara bulan Mei hingga Agustus 2012.

1.5. Kerangka Penulisan

Aktivitas geng motor di kota Medan dapat dilihat dengan adanya pemberitaan di media elektronik dan media surat kabar. Pemberitaan mengenai geng motor ini tidak lepas dari perilaku kriminal yang dilakukan oleh geng motor, yang pada umumnya beranggotakan para remaja. Aktivitas yang mereka lakukan tidaklah sembarangan, karena setiap tindakan yang mereka perbuat berdasarkan atas peraturan yang telah mereka sepakati bersama. Pada setiap geng motor yang ada umumnya mempunyai sistem pengorganisasian yang di dalamnya terdapat jabatan dan tugasnya masing-masing. Hal ini dilakukakan untuk mengatur kelompok mereka agar dapat bertahan dan berjalan sesuai tujuan dari geng motor tersebut.

Sejalan dengan pemikiran tersebut maka skripsi ini saya bagi ke dalam beberapa bab yang saling berkaitan satu sama lain untuk menjawab atau menjelaskan pengorganisasian geng motor di kota Medan. Setelah Bab Pendahuluan, saya akan menyajikan hubungan antara keadaan kota Medan dengan perkembangan geng motor yang ada di kota Medan dalam satu bab, yaitu Bab II dengan judul KONTEKS PENELITIAN. Bab ini menggambarkan keadaan kota Medan baik itu keadaan geografis sampai pada keadaan sosial dan menerangkan alasan terbentuknya geng motor yang ada di kota Medan berdasar data yang ada disertai dengan identitas salah satu geng motor yang menjadi informan yaitu geng motor RnR. Selain atas dasar observasi, data dalam bab ini banyak diperoleh dari data sekunder, termasuk berita-berita media massa. Bab II ini juga diharapkan dapat memberikan gambaran nyata


(34)

perkembangan geng motor di kota Medan, dimana bab ini akan disertai juga dengan foto-foto dari identitas geng motor yang menjadi informan.

Bab selanjutnya yaitu Bab III yang berjudul GENG MOTOR, yang saya rinci ke dalam 3.1. Sejarah Geng Motor, 3.2. Perkembangan Geng Motor di Indonesia, 3.3. Geng Motor Sebagai Kelompok Sosial Remaja, 3.4. Perilaku dan Nilai Kelompok, dan 3.5. Alasan Remaja Bergabung Dengan Geng Motor. Pada sub-bab 3.1. Sejarah Geng Motor, saya menjelaskan sejarah geng motor yang pertama sekali ada di dunia. Pada sub-bab 3.2. Perkembangan Geng Motor di Indonesia, saya menjelaskan perkembangan geng motor-geng motor yang ada di Indonesia mulai dari sejarah terbentuknya sampai keadaan geng motor tersebut sampaisekarang ini. Pada sub-bab 3.3. Geng Motor Sebagai Kelompok Sosial Remaja, saya mendeskripsikan perkembangan individu usia remaja dan menjelaskan hubungan geng motor sebagai kelompok sosial yang dibentuk para remaja. Pada sun-bab 3.4. Perilaku dan Nilai Kelompok, saya menjelaskan pengertian perilaku dan pentingnya nilai dalam suatu kelompok yang pada skripsi ini, kelompok tersebut adalah geng motor. Saya juga akan menjelaskan bagaimana perilaku dan nilai yang ada dalam geng motor yang menjadi informan saya. Pada sub-bab 3.5. Alasan Remaja Bergabung dengan Geng Motor, saya menjelaskan bebrbagai macam alasan para informan mengapa mereka tertarik bergabung ke dalam geng motor dan tidak lupa disertai dengan kutipan dari informan.

Bab selanjutnya yaitu Bab IV PENGORGANISASIAN GENG MOTOR, akan saya isi dengan pendeskripsian bentuk struktur organisasi dan pembagian kerja dalam geng motor. Bab ini saya rinci ke dalam beberapa sub-bab di antaranya 4.1. Kepengurusan Geng Motor, yang berisikan bentuk dan struktur kepengurusan geng


(35)

motor yang disertai dengan diagram kepengurusan dan penjelasan mengenai bagian-bagian kepengurusannya yaitu penasehat, ketua, bendahara, panglima perang, dan anggota. Pada sub-bab 4.2. Keanggotaan Geng Motor, saya mendeskripsikan mengenai keanggotaan dalam geng motor ke dalam bagian-bagian lagi bagaimana syarat dan aturan menjadi anggota, ritual penerimaan anggota, dan juga reward and punishment atau penghargaan dan hukuman dalam geng motor. Pada sub-bab 4.3. Hubungan Sosial Pada Geng Motor, saya mendeskripsikan hubungan sosial yang terdapat dalam suatu geng motor, dan penjelasan bagaimana mereka menjalin hubungan sosial tersebut. Hubungan sosial yang saya deskripsikan yaitu ke dalam hubungan sosial sesama geng motor, dan hubungan sosial dengan organisasi kepemudaan (OKP). Pada sub-bab 4.5. Konflik Geng Motor, saya menjelaskan konflik-konflik yang terjadi baik itu konflik internal (dari dalam), maupun konflik eksternal (dari luar) yang dialami geng motor. Pada bab ini juga akan disertai dengan pandangan-pandangan dari informan.

Bab terakhir pada skripsi ini yaitu Bab V KESIMPULAN DAN SARAN, yang berisikan tentang kesimpulan dan saran yang penulis buat mengenai isi keseluruhan skripsi ini berdasarkan dari sudut pandang penulis sendiri. Kesimpulan berisikan mengenai jawaban atas rumusan masalah yang telah dibuat di bab pendahuluan dimana kemudian dijelaskan secara ringkas untuk memperoleh inti dari keseluruhan isi dari skripsi ini. Sedangkan saran berisikan tentang pandangan dari penulis terhadap objek kajian penelitian yakni geng motor yang dibuat penulis sesuai perasaan dari penulis sendiri setelah melakukan penelitian ke lapangan. Demikianlah kerangka penelitian yang dapat saya buat semoga dapat menjelaskan setiap bab dari skripsi ini mulai dari bab awal hingga bab akhir.


(36)

1.6. Metode Dan Pengalaman Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan metode etnografi. Menurut Malinowsky (dalam Spradley, 1997) tujuan utama etnografi adalah memahami sudut pandang penduduk asli, hubungan dengan kehidupan, untuk mendapatkan pandangan mengenai dunianya. Dari pandangan ini, kita dapat memahami kebiasaan-kebiasaan atau budaya yang dimiliki suatu masyarakat. Artinya, budaya harus diberi makna yang lebih luas, sehingga etnografi bisa juga digunakan dalam masyarakat yang kompleks, seperti kelompok-kelompok dalam masyarakat kota yang memiliki sub-kultur tersendiri. Kelompok-kelompok itu bisa didasarkan atas latar belakang etnis, agama, umur, atau profesi dan kelas sosial. Seorang etnografer bisa saja mencermati bagaimana budaya “kebut-kebutan” dalam remaja, dan budaya “geng-geng” di perkotaan.

Dengan menggunakan metode etnografi, seorang peneliti dapat memperoleh informasi atau data yang lebih mendalam mengenai objek kajian penelitiannya. Penelitian ini juga akan menggunakan metode-metode pengumpulan data yang umum digunakan dalam penelitian antropologi yaitu: observasi partisipasi dan wawancara. Observasi partisipasi merupakan pengamatan yang dilakukan seorang peneliti dan juga ikut langsung melakukan kebiasaan yang dilakukan suatu masyarakat yang menjadi objek pengamatan dalam kehidupannya sehari-hari. Peneliti terlibat aktif di dalam kegiatan masyarakat tersebut. Selain itu, observasi partisipasi merupakan pilihan yang tepat untuk mendukung akurasi data yang diperoleh agar sesuai dengan kenyataan sebenarnya.

Dalam observasi partisipasi biasanya sang peneliti ikut terjun dalam setiap aktivitas masyarakat yang menjadi objek kajian penelitiannya dengan tinggal menetap


(37)

atau hidup bersama dengan masyarakat tersebut. Namun dalam penelitian ini yang menjadi objek kajian penelitian saya adalah para remaja yang menjadi anggota dalam sebuah geng motor, dimana mereka tinggal bersama dengan orang tua mereka masing-masing. Sehingga tidak memungkinkan saya untuk tinggal bersama dengan mereka. Akan tetapi, pendekatan yang saya lakukan cukup membantu saya dalam memperoleh informasi yang saya perlukan dalam penelitian ini, karena selama tiga bulan saya berkumpul dan melakukan aktivitas bersama dengan mereka sehingga saya dapat memahami perilaku dan kebiasaan yang mereka lakukan saat berkumpul bersama walaupun tidak bersama dan tinggal dengan mereka selama seharian. Karena dalam observasi partisipasi tidak hanya membuat seorang peneliti ikut langsung melakukan kebiasaan yang dilakukan suatu masyarakat yang menjadi objek pengamatan. Selain itu, observasi partisipasi yang dilakukan juga dapat membuat si peneliti mengamati langsung serangkaian kegiatan masyarakat, dan memahami masalah yang menjadi objek dalam penelitian.

Tindakan awal yang saya lakukan sebelum melakukan observasi partisipasi kepada objek penelitian saya yaitu dengan menghubungi seorang teman saya yang tergabung ke dalam suatu geng motor, dimana geng motor yang saya pilih menjadi objek penelitian saya yaitu mengenai pengorganisasian geng motor ini adalah geng motor RnR. Saya melakukan pendekatan kepada remaja-remaja yang sedang berkumpul bersama di lokasi yang sering menjadi tempat berkumpulnya anggota geng motor tersebut di sebuah kedai kopi yang terletak di daerah Jalan Abdul Hakim, Kec. Medan Selayang. Setelah selesai menghubungi dan mengetahui keberadaan lokasi mereka, saya kemudian menuju lokasi yang telah ditentukan dan menjumpai teman saya tersebut yang telah menunggu kehadiran saya. Dia pun memperkenalkan saya


(38)

kepada teman-temannya yang lain yang merupakan satu geng nya. Dari perkenalan itulah saya menjelaskan dan menerangkan apa tujuan saya kepada mereka yaitu saya yang sedang melakukan penelitian untuk skripsi dan ingin mengetahui lebih dalam bagaimana sebenarnya pengorganisasian suatu geng motor. Mereka pun dengan senang hati menerima saya setelah mengetahui maksud dari kehadiran saya tersebut. Dari sinilah kemudian saya sebagai peneliti melakukan pendekatan-pendekatan kepada mereka dan menjalin rapport (hubungan yang baik) dengan para informan saya yaitu anggota geng motor. Hal ini saya lakukan agar tercipta rasa aman dan menghilangkan rasa curiga diantara kedua belah pihak.

Umumnya geng motor memiliki perasaan curiga yang tinggi terhadap orang asing yang hadir ditengah-tengah kelompoknya. Mereka khawatir jika orang asing tersebut merupakan mata-mata ataupun merupakan dari anggota kelompok geng motor yang menjadi musuh kelompoknya. Hal ini saya buktikan dimana saat saya pertama sekali hadir, salah seorang dari mereka mengambil pedang samurai yang biasanya mereka bawa saat akan berperang dengan kelompok lain. Memang orang tersebut tidak secara langsung mengacungkannya kepada saya, tapi hal itu dilakukannya untuk berjaga-jaga dan secara tidak langsung ingin menakut-nakuti orang yang mereka anggap asing. Namun setelah dikenalkan oleh teman saya, semuanya jadi lebih lancar sampai akhir dari penelitian saya.

Hubungan yang baik antara peneliti dan informan juga dapat menghasilkan data yang lebih valid atau benar-benar sesuai dengan kenyataannya. Hal ini dikarenakan karena kita telah diterima ditengah-tengah kelompok yang menjadi informan kita. Untuk menjalin suatu hubungan yang baik dengan informan tentunya berbeda-beda tiap peneliti dalam melakukan pendekatan. Pendekatan yang dilakukan


(39)

harus sesuai dengan objek penelitian yang dilakukan tentunya. Sehubungan dengan ini saya lebih banyak bergaul dan berinteraksi dengan remaja-remaja yang merupakan angggota dan pengurus dari geng motor RnR. Pendekatan yang saya lakukan untuk dapat menjalin hubungan yang baik kepada mereka yaitu dengan sering mengunjungi tempat nongkrong (berkumpul) mereka tersebut yang biasa saya lakukan pada siang atau sore hari yang berakhir hingga malam. Hal ini saya lakukan karena biasanya mereka lebih banyak berkumpul pada siang atau sore hari dikarenakan mayoritas dari mereka masih pelajar, sehingga biasanya mereka berkumpul sehabis pulang sekolah. Dan biasanya mereka pulang ke rumah hingga malam pada saat kedai tersebut ditutup.

Para anggota geng motor RnR tersebut hampir setiap hari berkumpul di sebuah kedai kopi yang terletak di Jalan Pembangunan untuk menghabiskan waktu bersama dengan bermain billiard atau bermain kartu bersama. Kedai kopi tersebut merupakan milik dari salah seorang dari anggota geng motor RnR tersebut, sehingga kedai ini dijadikan tempat berkumpul bagi mereka. Untuk lebih mengakrabkan diri sehingga dapat menjalin rapport yang baik, saya pun ikut bergabung dan melakukan aktivitas yang biasa mereka lakukan di kedai tersebut. Dengan demikian, saya lebih dimudahkan dalam melakukan pendekatan bersama dengan mereka dan dapat melakukan wawancara sambil lalu dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan geng motor mereka yang berhubungan dengan data yang ingin saya cari dalam penelitian ini.

Wawancara diperlukan untuk proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan


(40)

pedoman (guide) wawancara (Bungin, 2007). Selain melakukan kegiatan bersama dengan mereka sambil melakukan wawancara (wawancara sambil lalu), peneliti juga melakukan wawancara dengan beberapa pengurus geng motor tersebut untuk mengetahui bagaimana pengorganisasian geng motor mereka dan pengalaman-pengalaman mereka selama ini. Karena para pengurus-pengurus inilah yang mengetahui lebih dalam mengenai seluk beluk dari geng motor RnR ini, sehingga inti dari objek penelitian ini dapat terungkap.

Setiap penelitian lapangan yang dilakukan tentunya mempunyai kendala-kendala yang dihadapi dalam proses pengumpulan data yang dilakukan. Kendala yang saya hadapi lebih banyak terjadi di awal penelitian untuk memperoleh data. Hal ini disebabkan karena para remaja anggota geng motor yang masih memiliki rasa curiga yang cukup tinggi terhadap saya selaku orang asing bagi mereka. Namun seiring dengan berjalannya waktu dan intensitas pertemuan yang saya lakukan, rasa curiga itu lama-kelamaan hilang. Sehingga informasi yang saya dapat lebih mudah, hingga akhir dari penelitian tidak ada kendala yang berarti.

Dalam setiap penelitian, diperlukan informan-informan yang akan memberikan informasi mengenai apa yang ingin dicari dalam suatu penelitian. Informan adalah orang yang diwawancarai, dimintai informasi oleh pewawancara. Informan adalah orang yang diperkirakan menguasai dan memahami data, informasi, ataupun fakta dari objek penelitian (Bungin, 2007). Pengurus-pengurus dalam geng motor ini saya jadikan sebagai informan kunci10

10

Informan kunci adalah orang yang mengetahui secara mendalam suatu informasi yang dibutuhkan dalam penelitian, karena dengannya-lah data dan informasi yang dibutuhkan akan ditelusuri (Moleong, 2005).


(41)

mengenai geng motor mereka dan para anggota yang lain saya jadikan informan pangkal11 sebagai pendukung data yang didapat dari informan kunci.

Pada saat penelitian, data-data yang diperoleh dari informan saya kumpulkan ke dalam catatan-catatan lapangan. Data yang telah diperoleh berasal dari wawancara yang telah dilakukan sesuai dengan interview guide yang telah disusun sebelum terjun ke lapangan sehingga memudahkan dalam mengumpulkan data, dan data yang dihasilkan akan lebih sistematis sehingga dapat memudahkan dalam mengolah data. Selain catatan lapangan, saya juga menggunakan alat rekam dalam melakukan wawancara supaya tidak ada informasi yang terlewat pada saat mencatat hasil dari wawancara dan lebih memudahkan dalam menganalisis data yang telah diperoleh.

Analisis data tidak hanya dilakukan terhadap data-data yang diperoleh di lapangan saja, melainkan dapat juga diperoleh dari hasil penelitian orang lain dan referensi berbagai sumber yang berkaitan dengan penelitian ini seperti dari jurnal, surat kabar, buletin, artikel, buku-buku, dan media elektronik. Pada penerapannya analisis data dalam antropologi dilakukan sejak penelitian berlangsung sampai penelitian selesai dilaksanakan. Dengan metode-metode ini, saya berharap isi skripsi ini dapat menjelaskan bagaimana pengorganisasian suatu geng motor khususnya geng motor RnR dapat menjadi tolak ukur gambaran pengorganisasian geng motor lainnya yang ada di Medan.

11

Informan pangkal adalah informan yang akan membuka wawancara dengan pengetahuan yang ia ketahui (Moleong, 2005).


(42)

BAB II

KONTEKS PENELITIAN

Studi etnografi mengenai pengorganisasian geng motor di kota Medan ini dilakukan dalam ruang lingkup kota Medan itu sendiri. Secara lebih rinci, studi etnografi penelitian ini dilakukan pada suatu geng motor yang menamakan diri mereka RnR, dimana tempat mereka biasa berkumpul dan pada akhirnya yang menjadi lokasi penelitian saya yaitu di Jln. Abdul Hakim, Kec. Medan Selayang. Di lokasi penelitian inilah saya melakukan penelitian dengan anggota geng motor RnR dari awal penelitian hingga skripsi ini selesai. Lokasi lain sebagai pendukung dalam penelitian saya ini yaitu di Jln. Ringroad Kec. Medan Selayang yang sering menjadi tempat berkumpulnya para geng motor yang ada di kota Medan. Lokasi ini dipilih karena banyaknya aksi balap liar yang dilakukan di daerah tersebut, dimana lokasi Jalan Ring road ini mendukung karena jalur jalannya yang mulus, lebar dan panjang. Kedua lokasi penelitian tersebut masih merupakan bagian dari kota Medan.

Sebagai sebuah penelitian etnografi, saya membuat pendeskripsian kota Medan secara umum, yaitu secara geografis, demografis, sampai pada pendeskripsian perekonomian penduduk sehingga dapat memunculkan keterkaitan dengan perkembangan geng motor yang ada di kota Medan. Untuk dapat menunjukkan hubungan antara keadaan dan perkembangan penduduk kota Medan dengan maraknya kasus geng motor yang semakin sering menimpa kota-kota besar khususnya di kota Medan, berikut disertakan data-data mengenai kota Medan yang diperoleh langsung


(43)

2.1. Kota Medan Secara Geografis

Sesuai dengan dinamika pembangunan kota, luas wilayah administrasi Kota Medan telah melalui beberapa kali perkembangan. Pada Tahun 1951, Walikota Medan mengeluarkan Maklumat Nomor 21 tanggal 29 September 1951, yang menetapkan luas Kota Medan menjadi 5.130 Ha, meliputi 4 Kecamatan dengan 59 Kelurahan. Maklumat Walikota Medan dikeluarkan menyusul keluarnya Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 66/III/PSU tanggal 21 September 1951, agar daerah Kota Medan diperluas menjadi tiga kali lipat.

Melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1973 Kota Medan kemudian mengalami pemekaran wilayah menjadi 26.510 Ha yang terdiri dari 11 Kecamatan dengan 116 Kelurahan. Berdasarkan luas administrasi yang sama maka melalui Surat Persetujuan Menteri Dalam Negeri Nomor 140/2271/PUOD, tanggal 5 Mei 1986, Kota Medan melakukan pemekaran Kelurahan menjadi 144 Kelurahan. Perkembangan terakhir berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara Nomor 140.22/2772.K/1996 tanggal 30 September 1996 tentang pendefitipan 7 Kelurahan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 tahun 1992 tentang Pembentukan Beberapa Kecamatan di Kotamadya Daerah Tingkat II Medan, secara administrasi Kota Medan dimekarkan kembali, dibagi atas 21 Kecamatan yang mencakup 151 Kelurahan. Berdasarkan perkembangan administratif ini Kota Medan kemudian tumbuh secara geografis, demografis dan sosial ekonomis.

Secara administratif, wilayah kota Medan hampir secara keseluruhan berbatasan dengan Daerah Kabupaten Deli Serdang, yaitu sebelah Barat, Selatan dan Timur. Sepanjang wilayah Utara nya berbatasan langsung dengan Selat Malaka, yang


(44)

diketahui merupakan salah satu jalur lalu lintas terpadat di dunia. Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah yang kaya dengan Sumber Daya Alam (SDA), Khususnya di bidang perkebunan dan kehutanan. Karenanya secara geografis kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya Sumber daya alam seperti Deli Serdang , Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai dan lain-lain.

Kondisi ini menjadikan kota Medan secara ekonomi mampu mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan, saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya. Disamping itu sebagai daerah yang pada pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, maka Kota Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu masuk) kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun kuar negeri (ekspor-impor). Posisi geografis Kota Medan ini telah mendorong perkembangan kota dalam 2 kutub pertumbuhan secara fisik , yaitu daerah Belawan dan pusat Kota Medan saat ini.

2.2. Kota Medan Secara Demografis

Penduduk Kota Medan memiliki ciri penting yaitu yang meliputi unsur agama, suku etnis, budaya dan keragaman (plural) adat istiadat. Hal ini memunculkan karakter sebagian besar penduduk Kota Medan bersifat terbuka. Secara demografi, Kota Medan pada saat ini juga sedang mengalami masa transisi demografi. Kondisi tersebut menunjukkan proses pergeseran dari suatu keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian tinggi menuju keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian semakin menurun. Berbagai faktor yang mempengaruhi proses penurunan tingkat kelahiran adalah perubahan pola fakir masyarakat dan perubahan social ekonominya. Di sisi


(45)

lain adanya faktor perbaikan gizi, kesehatan yang memadai juga mempengaruhi tingkat kematian.

Dalam kependudukan dikenal istilah transisi penduduk. Istilah ini mengacu pada suatu proses pergeseran dari suatu keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian tinggi ke keadaan dimana tingkat kelahiran dan kematian rendah. Penurunan pada tingkat kelahiran ini disebabkan oleh banyak factor, antara lain perubahan pola berfikir masyarakat akibat pendidikan yang diperolehnya, dan juga disebabkan oleh perubahan pada aspek sosial ekonomi. Penurunan tingkat kematian disebabkan oleh membaiknya gizi masyarakat akibat dari pertumbuhan pendapatan masyarakat. Pada tahap ini pertumbuhan penduduk mulai menurun.

Pada akhir proses transisi ini, baik tingkat kelahiran maupun kematian sudah tidak banyak berubah lagi, akibatnya jumlah penduduk juga cenderung untuk tidak banyak berubah, kecuali disebabkan faktor migrasi atau urbanisasi. Komponen kependudukan lainnya umumnya menggambarkan berbagai berbagai dinamika sosial yang terjadi di masyarakat, baik secara sosial maupun kultural. Menurunnya tingkat kelahiran (fertilitas) dan tingkat kematian (mortalitas), meningkatnya arus perpindahan antar daerah (migrasi) dan proses urbanisasi, termasuk arus ulang alik (commuters), mempengaruhi kebijakan kependudukan yang diterapkan.

Pembangunan kependudukan dilaksanakan dengan mengindahkan kelestarian sumber daya alam dan fungsi lingkungan hidup sehingga mobilitas dan persebaran penduduk tercapai optimal. Mobilitas dan persebaran penduduk yang optimal, berdasarkan pada adanya keseimbangan antara jumlah penduduk dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Persebaran penduduk yang tidak didukung oleh lingkungan dan pembangunan akan menimbulkan masalah sosial yang kompleks,


(46)

dimana penduduk menjadi beban bagi lingkungan maupun sebaliknya. Pada tahun 2009, diproyeksikan penduduk Kota Medan mencapai 2.121.053 jiwa. Dibanding hasil Sensus Penduduk 2000, terjadi pertambahan penduduk sebesar 216.780 jiwa (11,38 %). Dengan luas wilayah mencapai 265,10 km², kepadatan penduduk mencapai 8.001 jiwa/km².

Tabel II. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Dan Jenis Kelamin Tahun 2009

Golongan Umur Laki-laki Perempuan Jumlah %

0-4 85.479 92.031 177.510 8.4

5-9 92.938 95.831 188.769 8.9

10-14 93.816 101.718 195.534 9.3

15-19 112.384 102.112 214.469 10.2

20-24 118.376 123.835 242.211 11.5

25-29 101.077 105.293 206.370 9.7

30-34 85.089 72.358 157.447 7.5

35-39 75.751 88.369 164.120 7.8

40-44 77.067 77.986 155.053 7.4

45-49 57.601 51.876 109.477 5.2

50-54 47.369 52.936 100.305 4.9

55-59 36.150 38.715 74.865 3.5

60-64 27.363 23.351 50.714 2.4

65-69 21.220 19.092 40.312 2

70-74 11.793 13.230 25.023 1.2

75+ 5.984 12.863 18.847 0.1

Jumlah/Total 1.049.457 1.071.596 2.121.053 100


(47)

2.3. Kota Medan Dalam Dimensi Sejarah

Keberadaan Kota Medan saat ini tidak terlepas dari dimensi historis yang panjang. Dimulai dari dibangunnya Kampung Medan Puteri tahun 1590 oleh Guru Patimpus, berkembang menjadi Kesultanan Deli pada tahun 1669 yang diproklamirkan oleh Tuanku Perungit yang memisahkan diri dari Kesultanan Aceh. Perkembangan Kota Medan selanjutanya ditandai dengan perpindahan ibukota Residen Sumatera Timur dari Bengkalis Ke Medan, tahun 1887, sebelum akhirnya statusnya diubah menjadi Gubernemen yang dipimpin oleh seorang Gubernur pada tahun 1915.

Secara historis, perkembangan kota Medan sejak awal memposisikan nya menjadi jalur lalu lintas perdagangan. Posisinya yang terletak di dekat pertemuan Sungai Deli dan Babura, serta adanya Kebijakan Sultan Deli yang mengembangkan perkebunan tembakau dalam awal perkembanganya, telah mendorong berkembangnya Kota Medan sebagai Pusat Perdagangan (ekspor-impor) sejak masa lalu. Seiring dijadikanya Medan sebagai ibukota Deli juga telah medorong kota Medan berkembang menjadi pusat pemerintahan. Sampai saat ini, di samping merupakan salah satu daerah Kota, juga sekaligus ibukota Propinsi Sumatera Utara.

2.4. Kota Medan Secara Ekonomi

Pembangunan ekonomi daerah dalam periode jangka panjang (mengikuti pertumbuhan PDRB), membawa perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi tradisional ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor non primer, khususnya industri pengolahan dengan increasing return to scale (relasi positif antara pertumbuhan output dan pertumbuhan produktivitas) yang dinamis


(48)

sebagai mesin utama pertumbuhan ekonomi. Ada kecenderungan, bahwa semakin tinggi laju pertumbuhan ekonomi membuat semakin cepat proses peningkatan pendapatan masyarakat per kapita, dan semakin cepat pula perubahan struktur ekonomi, dengan asumsi bahwa faktor-faktor penentu lain mendukung proses tersebut, seperti tenaga kerja, bahan baku, dan teknologi, relatif tetap.

Perubahan struktur ekonomi umumnya disebut transformasi struktural dan didefinisikan sebagai rangkaian perubahan yang saling terkait satu dengan lainnya dalam komposisi permintaan agregat (produksi dan pengangguran faktor-faktor produksi, seperti tenaga kerja dan modal) yang diperlukan guna mendukung proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Berdasarkan perbandingan peranan dan kontribusi antar lapangan usaha terhadap PDRB pada kondisi harga berlaku tahun 2005-2007 menunjukkan, pada tahun 2005 sektor tertier memberikan sumbangan sebesar 70,03 persen, sektor sekunder sebesar 26,91 persen dan sektor primer sebesar 3,06 persen. Lapangan usaha dominan yaitu perdagangan, hotel dan restoran menyumbang sebesar 26,34 persen, sub sektor transportasi dan telekomunikasi sebesar 18,65 persen dan sub sektor industri pengolahan sebesar 16,58 persen.

Kontribusi tersebut tidak mengalami perubahan berarti bila dibandingkan dengan kondisi tahun 2006. Sektor tertier memberikan sumbangan sebesar 68,70 persen, sekunder sebesar 28,37 persen dan primer sebesar 2,93 persen. Masing-masing lapangan usaha yang dominan yaitu perdagangan, hotel dan restoran sebesar 25,98 persen, sektor transportasi dan telekomunikasi sebesar 18,65 persen, industri jasa pengolahan sebesar 16,58 persen dan jasa keuangan 13,41 persen.


(49)

Demikian juga pada tahun 2007, sektor tertier mendominasi perekonomian Kota Medan, yaitu sebesar 69,21 persen, disusul sektor sekunder sebesar 27,93 persen dan sektor primer sebesar 2,86 persen. Masing masing lapangan usaha yang dominan memberikan kontribusi sebesar 25,44 persen dari lapangan usaha perdagangan/hotel/restoran, lapangan usaha transportasi/telekomunikasi sebesar 19,02 persen dan lapangan usaha industri pengolahan sebesar 16,28 persen.

Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan tahun 2009 berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000 terjadi peningkatan sebesar 6,56 persen terhadap tahun 2008. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor pengangkutan dan komunikasi 9,22 persen. Disusul oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran 8,47 persen, sektor bangunan 8,22 persen, sektor jasa-jasa 7,42 persen, sektor listrik ,gas dan air bersih 5,06 persen, sektor pertanian 4,18 persen, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan tumbuh sebesar 2,94 persen, sektor industri 1,71 persen, dan penggalian tumbuh 0,46 persen. Besaran PDRB Kota Medan pada tahun 2009 atas dasar harga berlaku tercapai sebesar Rp.72,67 triliun, sedangkan atas dasar harga konstan 2000 sebesar Rp. 33,43 triliun.

Terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Medan tahun 2009 sebesar 6,56 persen, sektor perdagangan, hotel, dan restoran menyumbang perumbuhan sebesar 2,20 persen Disusul oleh sektor pengangkutan dan komunikasi 1,85 persen, sektor bangunan 0,91 persen, sektor jasa-jasa 0,76 persen, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 0,43 persen, sektor industri 0,25 persen, sektor pertanian 0,10 persen, sektor listrik ,gas dan air bersih 0,07 persen dan sektor pertambangan dan penggalian menyumbang pertumbuhan 0,00 persen.


(50)

Dari sisi penggunaan, sebagian besar PDRB Kota Medan pada tahun 2009 digunakan untuk memenuhi konsumsi rumah tangga yang mencapai 36,20 persen, disusul oleh ekspor neto 30,53 persen (ekspor 50,82 persen dan impor 20,29 persen), pembentukan modal tetap bruto 20,61 persen, konsumsi pemerintah 9,54 persen dan pengeluaran konsumsi lembaga nirlaba 0,64 persen. PDRB per Kapita atas dasar harga berlaku pada tahun 2009 mencapai Rp. 34,26 juta, lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2008 sebesar Rp. 31,07 juta.

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan prosesnya yang berkelanjutan merupakan kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi daerah. Karena penduduk mengalami peningkatan dan berarti pula kebutuhan ekonomi juga akan bertambah. Hal ini hanya bisa diperoleh melalui peningkatan output agregat (barang dan jasa) atau sering disebut PDRB atas dasar harga konstan setiap tahun. Jadi dalam pengertian ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi adalah penambahan PDRB atas dasar harga konstan. Sejalan dengan peningkatan PDRB ADH Konstan tahun 2000 Kota Medan selama periode 2005-2007, pertumbuhan ekonomi Kota Medan selama periode yang sama, meningkat rata-rata di atas 7,77 persen. Pertumbuhan ekonomi yang dicapai, selain relatif tinggi juga menunjukkan pertumbuhan yang cukup stabil.

Tabel III. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan Tahun 2005 – 2007

Sektor/Lapangan Usaha 2005-2006 2006-2007

1. Pertanian

2. Pertambangan & Penggalian 3. Industri Pengolahan

4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 5. Konstruksi

6. Perdagangan, Hotel, & Restoran 7. Transportasi & Telekomunikasi 8. Keuangan & Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa 0,37 -6,05 6,59 5,39 11,01 6,15 13,34 5,08 6,34 5,14 -10,14 6,08 -2,81 6,43 5,94 10,61 12,81 6,83


(51)

2.5. Kota Medan secara Sosial

Kondisi sosial yang terbagi atas pendidikan, kesehatan, kemiskinan, keamanan dan ketertiban, agama dan lainnya, merupakan faktor penunjang dan penghambat bagi pertumbuhan ekonomi Kota Medan. Keberadaan sarana pendidikan kesehatan dan fasilitas kesehatan lainnya, merupakan sarana vital bagi masyarakat untuk mendapat pelayanan hak dasarnya yaitu hak memperoleh pelayanan pendidikan dan kesehatan serta pelayanan sosial lainnya . Demikian juga halnya dengan kemiskinan, dimana kemiskinan merupakan salah satu masalah utama pengembangan kota yang sifatnya kompleks dan multi dimensional yang fenomenanya di pengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan, antara lain : tingkat pendapatan, kesehatan, pendidikan, lokasi, gender dan kondisi lingkungan.

Kemiskinan bukan lagi dipahami hanya sebatas ketidak mampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan memenuhi hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam menjalani kehidupan secara bermartabat. Data SUSENAS tahun 2004, memperkirakan penduduk miskin di kota medan tahun 2004 berjumlah 7,13% atau 32.804 rumah tangga atau 143.037 jiwa. Dilihat dari persebarannya, Medan bagian Utara (Medan Deli, Medan Labuhan, Medan Marelan dan Medan Belawan) merupakan kantong kemiskinan terbesar (37,19%) dari keseluruhan penduduk miskin.

2.6. Perkembangan Geng Motor di Medan

Berdasarkan data kota Medan di atas, secara demografis Kota Medan diperkirakan memiliki pangsa pasar barang/jasa yang relatif besar. Hal ini tidak


(52)

terlepas dari jumlah penduduknya yang relatif besar dimana tahun 2007 diperkirakan telah mencapai 2.083.156 jiwa. Demikian juga secara ekonomis dengan struktur ekonomi yang didominasi sektor tersier dan sekunder, Kota Medan sangat potensial berkembang menjadi pusat perdagangan dan keuangan regional/nasional. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan prosesnya yang berkelanjutan menyebabkan semakin meningkat pula kesejahteraan masyarakat kota Medan.

Akibat perekonomian penduduk yang mengalami peningkatan tiap tahunnya berdasarkan data di atas, berarti semakin meningkat pula pemenuhan akan kebutuhan-kebutuhan hidup masyarakat di kota Medan itu sendiri. Salah satunya adalah pemenuhan akan transportasi. Umumnya kebutuhan akan kendaraan bermotor di kota-kota besar sangatlah tinggi. Berdasarkan data yang diperoleh, jumlah sepeda motor di Indonesia pada tahun 2011 mencapai 80 juta unit. Tanpa merinci tahun, jenis dan model sepeda motor, dapat dibayangkan jumlah sepeda motor tersebut hampir setara dengan 1:3 jumlah penduduk Indonesia (lebih kurang 137 juta jiwa)12

Penjualan sepeda motor di Indonesia pada bulan Januari 2012 kembali melejit, yaitu 645.715 unit. Naik 39,3 persen dibandingkan Desember sebelumnya, 463.431 unit

.

13

12

. Tampilnya sepeda motor sebagai populasi kendaraan terbanyak di tanah air kita tentu ada sisi positifnya, misalnya memberikan solusi terhadap persoalan biaya transportasi yang semakin mahal dan tentu saja agar lebih efektif dan efisien mencapai tempat tujuan (terutama bagi yang tergantung pada sepeda motor). Namun selain sisi positif tersebut juga pasti membawa serta beberapa persoalan lainnya,


(53)

selain masalah dalam berlalu lintas, juga masalah sosial. Salah satunya adalah hadirnya geng motor yang sekarang menjadi pembahasan hangat nasional.

Peningkatan penjualan sepeda motor tersebut didukung dengan semakin mudahnya masyarakat dalam membeli sepeda motor dengan angsuran yang cukup ringan, hal inilah yang menyebabkan penjualan sepeda motor selalu tinggi setiap tahunnya. Karena semakin mudahnya dalam mengkredit sepeda motor, hal inilah yang menjadi faktor para orang tua ingin memfasilitasi anaknya yang mulai memasuki masa SMA membelikan sepeda motor. Hal ini dilakukan para orang tua agar memudahkan anaknya dapat pulang pergi ke sekolah dengan menggunakan sepeda motor, itulah tujuan awal dari pemikiran dari orang tua. Namun, kurangnya antisipasi orang tua dengan semakin tingginya pergaulan anak remaja zaman sekarang, mengakibatkan para remaja tersebut menyalahgunakan fasilitas yang telah diberikan oleh orang tua mereka.

Selain dari faktor peningkatan perekonomian dan semakin tingginya kebutuhan masyarakat kota Medan akan sarana transportasi terutama sepeda motor, perkembangan geng motor yang biasanya terjadi di kota-kota besar didukung juga dengan keadaan penduduknya. Perkembangan geng motor didukung oleh semakin besarnya pertumbuhan usia remaja. Hal ini dikarenakan geng motor pada umumnya beranggotakan para remaja pria yang berumur 10-24 tahun. Berdasarkan data statistik BPS pada tahun 2009 di atas, jumlah remaja laki-laki yang berumur 10 tahun sampai 24 tahun sebanyak 324.576 jiwa atau sekitar 30,9% dari total jumlah penduduk laki-laki yaitu 1.049.457 jiwa. Semakin banyaknya jumlah pria usia remaja, sehingga semakin mendukung perkembangan geng motor. Pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi setiap tahunnya mengakibatkan jumlah remaja (10-24 tahun) semakin


(1)

perang yang akan mengatur anggota-anggota geng. Dimana setiap kepengurusan memiliki tugasnya masing-masing. Tidak sembarangan orang yang boleh menjabat sebagai pengurus. Haruslah melalui tahapan pemilihan yaitu dengan cara mencari tahu siapa yang lebih kuat dan berani dengan cara bertarung satu lawan satu dengan tangan kosong. Kumpulan atau komunitas geng motor juga memiliki struktur organisasi di dalamnya. Seperti geng motor RnR yang memiliki struktur organisasi atau kepengurusan di dalam geng mereka. Struktur kepengurusan ini sendiri mereka adopsi dari struktur kepengurusan geng motor yang ada di Bandung.

Ketiga, adalah mengenai hubungan sosial yang terbentuk pada suatu geng motor, yaitu hubungan internal dan hubungan eksternal. Dimana terjalin hubungan antar geng motor ataupun hubungan dengan kelompok lain seperti Organisasi Kepemudaan (OKP). Tujuan dari mereka membentuk hubungan ini adalah selain untuk mendapatkan perlindungan, mereka juga menginginkan pengakuan dari setiap geng motor lain akan eksistensi mereka dan juga pengakuan atas kekuatan yang dimiliki geng motor tersebut. Sementara hubungan yang mereka jalin dengan organisasi kepemudaan seperti yang dilakukan geng motor RnR selain untuk mendapat pengakuan dan keamanan dari kepemudaan setempat juga hal ini mereka lakukan agar tidak dianggap sebagai suatu kelompok yang hanya dapat merusak anak-anak remaja yang ingin bergabung dengan mereka juga agar lebih diakui masyarakat setempat yang pada umumnya menganggap geng motor adalah sekelompok pembuat onar dan kerusuhan.

Geng motor adalah kumpulan orang-orang pecinta motor maupun yang mengendarakan motor tanpa membedakan jenis motor yang dikendarai yang berkumpul bersama untuk melakukan tindakan antisosial. Geng motor yang ada di


(2)

kota Medan umumnya didominasi oleh sekelompok remaja yang terdiri dari berbagai himpunan individu-individu yang memiliki kriteria-kriteria tertentu sehingga mereka berhasil membentuk kelompok tersebut dan dapat bertahan. Salah satu komunitas yang dibentuk oleh kumpulan remaja kota Medan seperti geng motor adalah RnR. RnR merupakan sebuah nama kelompok geng motor kota Medan yang anggotanya didominasi oleh kumpulan remaja. Alasan lain ketertarikan remaja untuk bergabung dengan geng motor seperti geng motor RnR adalah para remaja memiliki kebanggaan tersendiri setelah bergabung dan menjadi anggota geng motor, terbentuknya suatu ikatan emosional antar anggota, bebas untuk mengekspresikan diri, kebutuhan untuk dihargai dan disegani oleh orang atau kelompok lain, adanya hasrat melindungi dan dilindungi oleh anggota lain dan sebagainya.

5.2. Saran

Saran yang diperlukan di sini adalah harapan dan tujuan dari keinginan para Geng Motor adalah sebagai berikut : Pertama, diharapkan semua komunitas yang terbentuk termasuk geng motor yang ada di kota Medan memperlihatkan eksistensi para komunitas dan geng motor dengan karya dan kreatifitas. Tidak hanya semata-mata dengan kekerasan dan adu fisik saja. Kedua, tidak semua komunitas maupun geng motor selalu menimbulkan permasalahan seperti kerusuhan dan keonaran yang sering terjadi sehingga diharapkan masyarakat tidak memandang geng motor dari sisi negatif saja tetapi juga melihat sisi positif yang terbentuk dari geng motor tersebut. Ketiga, Mengingat semakin maraknya pemberitaan tentang geng motor yang sering meresahkan masyarakat diharapkan pihak kepolisian kota Medan dapat menindak


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Arivia, Gadis.

2001. Feminis Laki-Laki: Solusi Atau Persoalan?. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan.

2009. Jurnal Perempuan 64: “Saatnya Bicara Laki-Laki”. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan, hal. 25-50.

Beriyanti, Sunita.

2010. “Hubungan Kohesifitas Dengan Perilaku Agresi Pada Anggota Geng Motor di Medan.” Skripsi Sarjana, Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, Medan.

Bungin, Burhan

2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Danandjaja, James.

1994. Antropologi Psikologi. Teori, Metode, dan Sejarah Perkembangannya. Jakarta: PT Raja Grafindo.

Erikson, Erik.

1963. Childhood and Society. New York: W.W. Nortob & Co.

Gunarsa, Singgih D.

2002. Psikologi Remaja. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Ihromi, T.O.


(4)

Jatmika, Sidik.

2010. Genk Remaja : Anak Haram Sejarah atau Korban Globalisasi. Yogyakarta: Kanisius.

Kartono, Kartini.

2010. Psikologi Sosial 2 : Kenakalan Remaja. Jakarta: Rajawali Pers.

Koenjaraningrat

1990. Pengantar Ilmu Antropologi Cetakan ke-8. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Krahe, Barbara.

2005. Perilaku Agresif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Lawang, R.

1994. Pengantar Sosiologi. Jakarta. Universitas Terbuka.

Matsumoto, David.

2004. Pengantar Psikologi Lintas Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Menno, S., Alwi, Mustamin.

1994. Antropologi Perkotaan. Jakarta: PT Raja Grafindo.

Miladina, Abdurachman.

2010. Hubungan Antara Kecerdasan Emosi Dengan Perilaku Agresi Pada Anggota Komunitas Anggota Geng Motor. Skripsi Sarjana, Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah,


(5)

Moleong, Lexy, J.

2005. Metodologi Penelitian Kualitatif: edisi revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Rachmawati, Dhian.

2008. Kecenderungan Kepribadian Anggota Geng Motor di Bandung Ditinjau Dari Need. Skripsi Sarjana, Fakultas Psikologi Universitas Padjajaran, Bandung.

Sanders, Irwin T.

1966. The Community : An Introduction To A Social System. New York: The Ronald Press Company.

Santoso, Thomas.

2002. Teori-Teori Kekerasan. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Sartono, Suwarniyati.

1985. Pengukuran Sikap Masyarakat Terhadap Kenakalan Remaja. Jakarta: Erlangga.

Soekanto, Soerjono.

1988. Sosiologi Penyimpangan. Jakarta: Rajawali Pers.

Spradley, P. James.

1997. Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.

Storey, John.

2007. Cultural Studies Dan Kajian Budaya Pop : Sebuah Pengantar. Jakarta: Jalasutra.


(6)

Sumber – sumber lain :

http://gilamotor.com/forums/showthread.php?s=7472bcff70d7d1c562e6a1025f5ba2c9 &t=1379&goto=nextoldest (diakses tanggal 10 Juni 2012).

(diakses tanggal 29 mei 2012)

http://klipingcliping.wordpress.com/2010/03/12/dimensi-budaya-remaja-perkotaan/. (diakses pada tanggal 2 juli 2012).

http://lifestyle.kompasiana.com/urban/2011/10/09/masalah-gank-motor-di-medan-perlu-penanganan-serius-orang-tua-sekolah-dan-polisi/ (diakses pada tanggal 10 February 2012).

http://mulyanihasan.wordpress.com/2007/01/30/pos-214/ (akses tanggal 17 April 2012).

(akses 22